• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI MOTIVASI BELAJAR DAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR SECARA GEOGRAFIS DI SMA KOTA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONTRIBUSI MOTIVASI BELAJAR DAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR SECARA GEOGRAFIS DI SMA KOTA BANDUNG."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI MOTIVASI BELAJAR DAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR SECARA GEOGRAFIS

DI SMA KOTA BANDUNG

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Program Studi Pendidikan Geografi Pasca Sarjana

Oleh :

Indra Chepy Riansyah, S.Pd

1005969

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

SEKOLAH PASCA SARJANA (SPS)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

“Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Kontribusi

Motivasi Belajar dan Kreativitas Peserta Didik Terhadap Kemampuan Berpikir

Secara Geografis di SMA kota Bandung” ini beserta seluruh isinya adalah benar

-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya menanggung resiko/sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap

etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap

keaslian karya saya ini”.

Bandung, 30 Januari 2013

Yang membuat pernyataan

(3)
(4)

ABSTRAK

Hakikatnya manusia sudah mempelajari tentang ruang di permukaan bumi sejak usia dini, hanya pengetahuan yang didapat masih sederhana. Pada pembelajaran geografi sangatlah penting adanya kreativitas dan motivasi belajar peserta didik pada saat proses kegiatan belajar di kelas. Pengatahuan geografis bagi peserta didik merupakan bagian dari proses pembelajaran geografi di berbagai tingkatan dasar pendidikan. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang kontribusi motivasi belajar dan kreativitas terhadap kemampuan berpikir secara geografis peserta didik SMA negeri di Kota Bandung, secara khususnya penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi kontribusi motivasi belajar terhadap kemampuan berpikir secara geografis peserta didik di SMA Kota Bandung. (2) Mengidentifikasi kontribusi kreativitas peserta didik terhadap kemampuan berpikir secara geografis peserta didik di SMA Kota Bandung. (3) Mengidentifikasi kontribusi motivasi belajar dan kreativitas peserta didik terhadap kemampuan berpikir secara geografis di SMA Kota Bandung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI IPS seluruh SMA Negeri dan Swasta dengan sejumlah 134 SMA. Jumlah sampel sebanyak 98 peserta didik dan 37 SMA Negeri dan 61 SMA Swasta, teknik untuk pengambilan sampel wilayah dengan cara teknik sampel gugus bertahap. angka koefisien reliabilitas instrumen pengukuran motivasi belajar pesertadidik sebesar 0,896, koefesien reliabilitas instrumen pengukuran kreativitas pesertadidik sebesar 0,912, koefesien reliabilitas berpikir geografis sebesar 0,924, menunjukan instrumen reliabilitas sangat tinggi.

Hasil penelitian diperoleh kontribusi motivasi belajar terhadap kemampuan berpikir secara geografis berdasarkan hasil hitung dalam penelitian menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi 0,660 berarti dapat diinterpretasikan rendah. Kreativitas peserta didik dan kemampuan berpikir secara geografis peserta didik SMA kota Bandung, dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi 0,565 berarti dapat diinterpretasikan bahwa tingkat hubungan antara kreativitas peserta didik dengan kemampuan berpikir geografis peserta didik cukup rendah. motivasi belajar (X1) dan kreativitas peserta didik (X2) terhadap kemampuan berpikir secara geografis (Y) peserta didik SMA kota Bandung, dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi 0,570 berati dapat diinterpretasikan bahwa tingkat hubungan antara motivasi belajar dengan kreativitas peserta didik cukup rendah. Penelitian ini mendeskripsikan bahwa kemampuan berpikir geografis sangat kurang sekali, ini dikarenakan pembelajaran geografi masih pada tingkatan koginif yang rendah. Penelitian ini mendeskripsikan bahwa kemampuan berpikir geografis sangat kurang sekali, ini dikarenakan pembelajaran geografi masih pada tingkatan koginif yang rendah, padahal peran pendidikan geografi dalam pendidikan formal seharusnya lebih mengasah kemampuan berpikir secara geografis peserta didik agar menjadi bekal untuk kehidupannya kelak atau langsung dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari.

(5)

ABSTRACK

Human nature is to learn about the space in the earth's surface from an early age, only the knowledge gained is still modest. In the study of geography is essential the creativity and motivation of learners in the process of learning in the classroom. Geographic pengatahuan for students is part of the learning process geography at various levels of basic education. In general, this study aims to examine the contributions of learning motivation and creativity on the ability of students to think geographically high school in Bandung, in particular the study aims to: (1) Identify the contribution of motivation to learn the ability to think geographically in high school students Bandung. (2) Identify the contribution of creativity to the ability of students to think geographically high school students in the city of Bandung. (3) Identify contributions motivation and creativity of the students the ability to think geographically in high school in Bandung.

The method used is the method of survey, population in this study was a class XI student throughout high school social studies with a number of public and private high school 134. Total sample of 98 students and 37 high schools and 61 private high schools, techniques for sampling the region by way of gradual cluster sampling technique. reliability coefficient measurement instruments pesertadidik motivation of 0.896, coefficient of reliability of measurement instruments pesertadidik 0.912 creativity, reliability coefficients of 0.924 to think geographically, showing very high reliability instrument.

The results obtained contribute motivation to learn the ability to think geographically based on the results of the research show that the count value of 0.660 means that the correlation coefficient can be interpreted low. Creativity and the ability of students to think geographically Bandung city high school students, it can be seen that the value of the correlation coefficient 0.565 means that it can be interpreted that the relationship between the creativity of learners with students' ability to think geographically quite low. motivation to learn (X1) and the creativity of learners (X2) on the ability to think geographically (Y) Bandung city high school students, it can be seen that the value of the correlation coefficient 0.570 means it can be interpreted that the relationship between learning motivation and creativity of students is quite low. This study describes the ability to think geographically very less time, is due to learning geography is still at a low level koginif. This study describes the ability to think geographically very less time, is due to learning geography is still at a low level koginif, whereas the role of geography education in formal education should be more geographically thinking skills of students to be equipped for later life or directly applicable to life everyday.

(6)

DAFTAR ISI

3. Motivasi Belajar pada pelajaran geografi...

B. Kreativitas

1. Pengertian Kreativitas...

2. Kreativitas Belajar...

3. Kreativitas peserta didik pada pemebelajaran geografi...

C. Kemampuan Berpikir Secara Geografis

1. Pengertian Kemampuan Berpikir Secara Geografis...

2. Kemampuan Berpikir Secara Geografis Peserta Didik...

D. Kontribusi Motivasi Belajar dan Kreativitas Peserta Didik Terhadap

Kemampuan Berpikir Secara Geografis di SMA Kota Bandung...

(7)

E. Asumsi... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Teknik Analisi Data

1. Uji Normalitas Data...

2. Uji Homogenitas Data...

3. Uji Linieritas Regresi...

B. Deskripsi Data

1. Deskripsi Motivasi Belajar Peserta Didik

a) Motivasi Belajar Terhadap Adanya Hasrat dan

Keinginan Berhasil...

b) Motivasi Belajar Terhadap Adanya Dorongan dan

Kebutuhan Belajar...

c) Motivasi Belajar Terhadap Adanya Harapan

Dan Cita-Cita Masa Depan...

d) Motivasi Belajar Terhadap Adanya Penghargaan

(8)

Halaman

e) Motivasi Belajar Terhadap Adanya Kegiatan yang Menarik

Dalam Belajar...

f) Motivasi Belajar Terhadap Adanya Lingkungan Belajar Yang

Kondusif, Sehingga Memungkinkan Seseorang Peserta Didik

Dapat Belajar Dengan Baik...

2. Deskripsi Kreativitas Peserta Didik

a) Kreativitas Terhadap Keunikan Individu Peserta Didik Dalam

Pikiran Dan Ungkapannya...

b) Kreativitas Peserta Didik Terhadap Kelancaran, Fleksibilitas

dan Orisinalitas Dalam Berpikir...

c) Kreativitas Peserta Didik Terhadap Situasi Kehidupan

Dan Lingkungan Sosial yang Memberi Kemudahan Dan

Dorongan untuk Menampilkan Tindakan Kreatif...

d) Kreativitas Peserta Didik Terhadap Kemampuan Dalam

Menghasilkan Karya Yang Baru Dan Orisinil Dan Bermakna

Bagi Individu Dan Lingkungan...

3. Deskripsi Kemampuan Bepikir Secara Geografis Peserta Didik

a) Kemampuan Peserta Didik dalam Mengungkap

Pertanyaan Geografis...

b) Kemampuan Peserta Didik dalam Memperoleh

Informasi Geografis...

c) Kemampuan Peserta Didik dalam Menjelajahi

Data Geografis...

d) Kemampuan Peserta Didik dalam Menganalisis

Informasi Geografis...

e) Kemampuan Peserta Didik dalam Mengambil Keputusan

(9)

Halaman

C. Uji Hipotesis

1. Hubungan antara Motivasi Belajar (X1) dengan Kemampuan

Berpikir Secara Geografis (Y)...

2. Hubungan Antara Kreativitas Peserta Didik (X2) dengan

Kemampuan Berpikir Secara Geografis (Y)...

3. Hubungan Antara Motivasi Belajar (X1) dan Kreativitas

peserta didik (X2) terhadap kemampuan berpikir secara

geografis (Y)...

D. Hasil Pembahsan...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...

B. Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

RIWAYAT HIDUP...

102

104

106

107

113

116

117

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penekanan pada pembentukan karakter peserta didik pada pembelajaran

geografi merupakan kewajiban yang harus diemban oleh setiap guru dalam

menyampaikan materi pokok bahasan yang akan disampaikan. Pada

pemebalajaran geografi sangat banyak sekali karakter yang dapat diterapkan,

dianataranya adalah rasa cinta tanah air, toleransi, disiplin dan lain-lain.

Pembentukan karakter tersebut dapat terarahkan lebih jelas jika pembelajaran

tersebut mampu meningkatkan kognitif tingkat tinggi. Kemampuan berpikir

secara geografis dapat diperoleh dari pendidikan formal dan informal,

pembelajarn geografi merupakan salah satu yang sangat berperan penting untuk

meningkatkan kemampuan berpikir secara geografis dalam pendidikan formal.

Pendidikan formal diadakan oleh pemerintahan sebagai upaya sadar dalam

meningkatkan sumber daya manausia yang berkualitas, tentu saja yang menjadi

salah satu tuntutan guru untuk dapat meningkatkan kualitas peserta didik yang

mampu mengelola sumber daya alam di Indonesia.

Gambaran nyatanya pendidikan geografi pada pendidikan formal di

berbagai tingkatan dasar perlu dibentuk lebih baik agar pendidikan geografi

sebagai ilmu pengetahuan dapat berperan dan memberikan manfaat bagi seluruh

masyarakat Indonesia. Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki

(11)

Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mampu menunjang

kebutuhan peserta didik dalam meningkatkan pemahaman tenatng

fenomena-fenomena keruangan khususnya pada lapisan geosfer. Hal ini menjadi tantangan

bagi pendidikan geografi untuk membentuk peserta didik yang memiliki potensi

dalam mengenal ragam budaya dan sumber daya alam. Pendidikan geografi saat

ini hanya menekankan pada ketercapai kurikulum yang belum memadalami akan

pengetahuan kondisi geografis Indonesia. Pembelajaran geografi di Indonesia itu

sendiri lebih memperkuat pada pengetahuan ilmu bantu geografi dan pemahaman

fenomena geosfer secara global saja, sehingga pada tingkatan pendidikan dasar

atau umum peran pembelajaran geografi belum begitu bermanfaat secara langsung

pada peserta didik. Seharusnya pembelajaran geografi diawali dengan pengenalan

lingkungan sekitar peserta didik itu sendiri sehingga mampu memahami

permasalahan-permasalahan yang berkembang.

Manusia memilki kemampuan untuk mengenali lingkungannya dengan

dasar sebagai upaya beradapatasi untuk mempertahankan kehidupannya, hal ini

membutuhkan waktu cukup lama agar mampu bertahan dengan kondisi

lingkungan yang memiliki permasalahan yang komplek. Peran pendidikan

geografi sebagai dasar ilmu yang memfokuskan pada aspek spatial, haruslah

memberikan kontribusi yang besar bagi kehidupan peserta didik saat menghadapi

permasalahan keruangan di lingkungannya sendiri. Tuntutan pengetahuan

geografis tentang Indonesia menjadi acuan dasar utama dalam pembelajaran

(12)

Pada pembelajaran geografi memilki beberapa ilmu bantu yang berasal

dari ilmu sosial dan ilmu fisik, tetapi ini bukan dijadikan sebagai objek utama

yang harus dipelajari dan dipahami oleh peserta didik yang dapat membuat tujuan

pembelajaran geografi menjadi tidak bermakna. Pembelajaran geografi

berkontribusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara geografis pada

peserta didik yang sudah dimilki secara alami. Kemampuan ini sudah

disampaikan sebelumnya bahwa manusia itu sendiri haruslah mampu beradaptasi

dengan lingkungannya sendiri. Contoh kecil kemampuan berpikir secara geografis

yaitu ketika seorang anak kecil mempelajari tentang pemangfaatan ruang di dalam

rumahnya, misalnya kamar tidur, kamar mandi, dapur dan berbagai ruang di

rumanya sendiri ataupun sesorang yang berkendara berusaha berpikir agar mampu

menghindari kemacetan. Fielding (1977:5) mengatakan “ Geography is a social science ” lalu Fielding melanjutkan “ Traditionally, both physical and human processes were studied. This text emphasized human processes; physical elements will only be considered in terms o man perception and use of theses element ”.

Karena itu, geografi sebagai bagian dari ilmu sosial dan IPS, bertujuan untuk

melatih peserta didik agar berfikir sistematis, kritis, bersikap dan bertindak,

sehingga mampu beradaptasi dengan kehidupan di masyarakat, serta mampu

memecahkan masalah-masalah yang ada di sekitarnya. Pendidikan geografi

memberikan manfaat bagi peserta didik untuk dapat mengetahui fakta-fakta

geografis, fakta geografis merupakan suatu fakta yang berhubungan dengan alam

atau pun manusia yang dapat dipetakan, dalam artian bahwa hal tersebut

(13)

Hal ini disampaikan juga oleh Daldjoeni (1978 : 13) menyatakan bahwa :

“Kebanyakan fakta geografis itu atau kelompok fakta geografis bertalian dengan

letak, iklim, daratan, perairan, bentuk permukaan, tanah, tetumbuhan, hewan serta

manusia dengan segenap kegiatan yang bercorak ekonomis, politis, sosial dan

budayani dalam masyarakat yang teroganisasikan.” Pernyataan tersebut sangat

jelas sekali bahwa pendidikan geografi harusnya lebih menonjol tentang

pengetahuan-pengetahuan tentang fakta geografis yang dapat meningkat

kemampuan berpikir secara geografis dan bermanfaat untuk peserta didik dalam

mengelola atau mengambil keputusan yang berhubungan dengan keruangan. Jika

kita lebih memperhatikan makna dari fakta geografis tersebut, pembelajaran

geografi lebih mengacu pada lokasi, tempat, hubungan interaksi manusia,

mobilitas penduduk, dan region.

Pembelajaran geografi dengan pendekatan fakta geografis tersebut akan

lebih jelas terhadap tujuan dari pendidikan geografi. Kenyataan di lapangan

pembelajaran geografi lebih diarahkan pada pengetahuan tentang atmosfer,

hidrosfer, litosfer, antrofosfer, dan biosfer yang diberikan secara terpisah-pisah,

sehingga peserta didik kesulitan dalam menguhubungkan

pengetahuan-pengetahuan tersebut yang berdampak pada pembelajaran kognitif yang rendah.

Pendidikan geografi yang begitu penting ini memiliki banyak kendala dalam

praktek di persekolahan. Kadangkala pembelajaran geografi dianggap tidak

(14)

Menurut Maryani (2007:1105) ada beberapa faktor yang menyebabkan

tidak menariknya pembelajaran geografi :

1. Pelajaran geografi seringkali terjebak pada aspek kognitif tingkat rendah yaitu menghafal nama-nama tempat, sungai, dan gunung, atau sejumlah fakta lainnya.

2. Ilmu geografi seringkali dikaitkan ilmu yang hanya pembuatan peta;

3. Geografi hanya menggambarkan tentang perjalanan-perjalanan manusia dipermukaan bumi.

4. Proses pembelajaran geografi cenderung bersifat verbal, kurang melibatkan fakta-fakta aktual, tidak menggunakan media konkrit dan teknologi mutakhir.

5. Kurang aplikabel dalam memecahkan masalah-masalah yang berkembang saat ini.

Pembelajaran geografi saat ini dinilai oleh peserta didik sebagai pembelajaran

yang membosankan dan banyak yang harus dihapalkan, apalagi pada saat

mempelajari tentang negara-negara. Pembelajaran geografi yang kurang bermakna

tersebut membuat motivasi peserta didik menurun dan tidak memunculkan

kreativitas pada peserta didik, padahal dalam mengelola keruangan diperlukan

pengetahuan geografis dengan tingkat kreativitas yang cukup baik, agar

pengelolaan keruangan dapat tertata dengan baik.

Berpikir secara geografis didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mempelajari, merenungkan, mencapai kesimpulan dan menerapkan ide-ide untuk

topik dan persoalan dalam cara yang khusus untuk permasalahan geografi. Dalam

pembelajaran geografi, peserta didik diharapkan mampu memanfaatkan,

mengelola ruang/lingkungan dengan bijaksana. Untuk itu dalam pembelajaran

(15)

Pada kurikulum 2004 pembelajaran geografi memilki fungsi yang sangat

luar biasa yaitu memperkenalkan tetang pengetahuan geografis Indonesia yang

akan berdampak pada peserta didik menjadi masyarakat yang mencintai tanah

airnya dan mampu mengelola sumber daya alam yang dimilki Indonesia. Hal ini

dapat kita lihat pada kurimulum SMA 2004 di bawah ini :

1. Mengembangkan pengetahuan tentang pola-pola keruangan dan

proses yang berkaitan.

2. Mengembangkan keterampilan dasar dalam memperoleh data dan

informasi, mengkomunikasikan dan menrapkan pengtahuan

geografi

3. Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian terhadap

lingkungan dan sumber daya serta toleransi terhadap keragaman

budaya masyarakat.

Berdasarkan fungsi dari pembelajaran geografi yang berada pada kurikulum

tersebut menunjukan bahwa pembelajaran geografi lebih terfokus pada

pengetahuan tentang keruangan yang memang seharus diterapkan pada peserta

didik di sekolah. Pembelajaran geografi yang merujuk pada kemampuan berpkir

secara geografis akan lebih sesuai dengan fungsi dari pembelajaran geografi

tersebut, hal ini dikarenakan pada kemampuan berpikir secara geografis peserta

didik harus memilki kemampuan untuk mengungkap pertanyaan geografis,

memperoleh informasi geografis, menjelajahi data geografis, menganalisis

informasi geografis, mengambil keputusan/tindakan berdasarkan pengetahuan

(16)

Pembelajaran geografi di SMA kota Bandung yang berkembang saat ini

tidaklah begitu sesuai dengan fungsi dari pembelajaran geografi yang sudah

ditentukan oleh kurikulum SMA tahun 2004 dan dirumuskan oleh para ahli

pendidikan geografi di Indonesia. Kejanggalan ini terlihat dari wawasan peserta

didik yang sudah memepelajari pelajaran geografi, peserta didik beranggapan

bahwa pelajaran geografi merupkan pelajaran hafalan tentang membuat peta,

terbentuknya bumi, lapisan atmosfer, tipe-tipe iklim, lapisan kulit bumi, siklus

hidrologi, jenis tanah, proses pembentukan tanah, gerak air laut dan lainnya yang

bersifat pengetahuan ilmu bantu tetapi sangat sedikit sekali yang menjelakan

pengaruhnya terhadap manusia. Seharusnya pembelajaran geografi dapat

menghubungakan keterkaitan antara gejala alam dengan manusia, terutama yang

terjadi pada kondisi geografis di Indonesia. Pembelajaran geografi di SMA kota

Bandung bukan pelajaran yang difavouritkan oleh peserta didik, ketidak

ketertarikan ini disebabakan dari faktor yang sudah disebutkan sebelumnya.

Permasalah atau isu-isu yang berkembang di kota Bandung saat ini

seharusnya dapat di aplikasikan pada pembelajaran geografi di SMA kota

Banudung, permasalahan lingkungan yang berimbas pada manusia seperti

dianataranya adalah banjir, longsor, gempa dan lainnya yang dapat

dikembangkang menjadi pembelajaran geografi. Pada dasarnya jika penerapan

isu-isu lokal tersebut dikembangkan pada pembelajaran geografi dengan

mengarahkan peserta didik pada kemampuan berpikir geografis, tentu saja ini

akan lebih bermakna dan bermanfaat bagi pengetahuan peserta didik sebagai

(17)

Kemampuan berpikir secara geografis pada pembelajaran geografi dapat

memberikan jawaban dan solusi atau ide-ide yang dihasilkan oleh peserta didik

untuk mengatasi permasalahan-permasalahan keruangan yang berada di kota

Bandung. Kemampuan berpikir secara geografis akan sesuai dengan alasan

mengapa pembelajaran geografi harus dipelajari oleh peserta didik. Menurut

Maryani (2009 :14) ada empat alasan mengapa setiap orang perlu mempelajari

geografi :

a. Alasan Eksitensi : semua mahluk hidup termasuk didalamnya manusia hidup dalam satu planet biru yang kecil yaitu bumi. Manusia perlu memahami rumah di mana mereka hidup dan tinggal, geografi dapat memberikan pemahaman di mana mereka, bamainan bumi itu, dengan segala keterbatasannya.

b. Alasana Etika : samapai saat ini atau sejauh yang kita ketahui, bumilah satu-satunya planet tempat manusia dapat hidup. Bumi adalah planet yang mudah rusak, demikian pula kehidupan manusia tidaklah abadi. Geografi memberikan pengetahuan tentang bumi, baik secara fisik/alami maupun kehidupan yang ada di dalamnya. Manusia dan alam mempunyai saling ketergantungan membentuk suatu system. Pengetahuan-pengetahuan itu menjadi dasar untuk mengembangkan minat dan etika bagaimana bumi/alam/lingkungan harus dimanfaatkan.

c. Alasan Intelektual : geografi mengembangkan imaginasi dan keteampilan berfikir. Keunikan dan keragamn muka bumi baik secara fisik maupun kehidupannya mendorong rasa ingin tahu, mengembangkan penemuan dan penelitian. Pemahaman tentang tempat-tempat di berbagai permukaan bumi dengan segala aspek kehidupannya dapat mengikis kepicikan dan etnosentrisme. Dengan mengamati berbagai keragaman, keunikan, kesamaan, tampat dapat mengembangkan kecerdasan manusia dalam berprilaku dalam ruang/tempat, sehingga dapat mengambil suatu keputusan secara bijak.

(18)

Sesuai dengan alasan yang di diungkapkan sebelumnya, bahwa

pembelajaran geografi menjadi sangatlah penting untuk dipelajari oleh setiap

peserta didik. Alasan tersebut merupakan dasar bagi peserta didik dalam

memahami aspek keruangan dan permasalahannya terutama kondisi geografis

Indonesia. Selain itu ilmu geografi menjadi alasan penting untuk di pelajari di

berbagai tingkatan pendidikan, hanya kenyataannya tidak sesuai dengan yang ada

di sekolah terutama di SMA kota Bandung yang menunjukan bahwa pembelajaran

geografi membosankan.

Pembelajaran geografi yang tidak memerlihatkan bentuk

penyelesaian-penyelesaian masalah di muka bumi ini, membuat pembelajaran tidak terlalu

menarik bagi peserta didik. Bentuk ketidak tertarikan peserta didik pada

pembelajaran geografi akan mempengaruhi motivasi peserta didik untuk belajar

geografi, hal ini dapat dibuktikan dengan penyampain oleh peserta didik bahwa

pelajaran geografi adalah pelajaran yang membosankan dan bikin ngantuk.

Padahal motivasi belajar merupakan suatu dorongan dari peserta didik itu sendiri

untuk dapat belajar. Walaupun penilain objektif dari peserta didik pada pelajaran

geografi mendapakan nilai yang maksimal tetapi mereka merasa bahwa pelajaran

geografi hanyalah bentuk hafalan saja. Jadi walaupun mereka hafal tentang

atmosfer, hidrosfer, litosfer, antrofosfer, biosfer dan cara membuat peta mereka

kurang memahami atau tidak sama sekali tentang permasalahan yang terjadi

ataupun yang akan muncul pada aspek keruangan di lingkangan sekitarnya. Peran

motivasi sangatlah besar, jika rasa dorongan ingin belajar peserta didik tinggi

(19)

Permasalah keruangan di kota Bandung dibutuhkan adanya ide-ide yang

baru untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ide-ide tersebut adanya pada

kreativitas peserta didik, maka jika peserta didik memilki kreativitas yang baik

kemampuan berpikir secara geografis pun akan semakin tinggi. Dengan

kemampuan berpikir secara geografis yang tinggi bakal menumbuhkan kesadaran

terhadap lingkungan terutama rasa cinta tanah air karena peserta didik memilki

wawasan geografis Indonesia yang memilki banyak sekali sumber daya alamnya.

Dalam kretivitas terdapat adanaya person, press, proses dan product, ini sangalah

cocok dengan kemampuan berpikir secara geografis pada bagian terakhir yaitu,

act upon geographic knowledge bertindak dengan pengetahuan geografisnya.

Permasalah yang muncul tersebut maka penulis menganggap penting

untuk dijadikan bahan penelitian, permasalah yang dijelaskan sebelumnya

memberikan penjelasankan bahwa pembelajaran geografi di SMA kota Bandung

tidak memeberikan tantangan untuk menjawab isu-isu permasalahan keruangan

yang dikarenakan kurangnya kemampuan berpikir secara geografis pada peserta

didik. Kurangnya kemampuan berpikir secara geografis tersebut juga dipengaruhi

oleh motivasi belajar yang rendah dan mempengaruhi terhadap kreativitas peserta

didik untuk dapat memahami juga memberikan solusi atau jawaban terhadapa

permasalah keruangan di kota Bandung. Untuk itu penulis mengangkan judul

pada penelitian ini yaitu :

“Kontribusi Motivasi Belajar dan Kreativitas Peserta Didik terhadap

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kurikulum 2004 Geografi merupakan ilmu untuk menunjang

kehidupan dalam segala perwujudan makna: hidup sepanjang hayat, dan

dorongan peningkatan kehidupan. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan

manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang

menekankan pada aspek-aspek spasial eksistensi manusia, agar manusia

memahami karakteristik dunianya dan tempat hidupnya. Pada pembelajaran

geografi peserta didik untuk lebih kreatif dan termotivasi belajarnya agar dapat

meningkatkan kemampuan berpikir geografisnya. Peserta didik yang termotivasi

dengan baik dalam belajar melakukan kegiatan lebih banyak dan lebih cepat,

dibandingkan dengan peserta didik yang kurang termotivasi dalam belajar.

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, dirumuskan pertanyaan

sebagai berikut :

1. Apakah motivasi belajar dapat memberikan kontribusi terhadap

kemampuan berpikir secara geografis peserta didik di SMA Kota

Bandung ?

2. Apakah kreativitas dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan

berpikir secara geografis peserta didik di SMA Kota Bandung ?

3. Apakah motivasi belajar dan kreativitas dapat memberikan kontribusi

terhadap kemapuan berpikir secara geografis peserta didik di SMA

(21)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang kontribusi

motivasi belajar siswa dan kreativitas terhadap kemampuan berpikir secara

geografis peserta didik SMA negeri di Kota Bandung, secara khususnya penelitian

ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi kontribusi motivasi belajar terhadap kemampuan berpikir

secara geografi peserta didik di SMA Kota Bandung.

2. Mengidentifikasi kontribusi kreativitas peserta didik terhadap kemampuan

berpikir secara geografi peserta didik di SMA Kota Bandung.

3. Mengidentifikasi kontribusi motivasi belajar dan kreativitas peserta didik

terhadap kemampuan berpikir secara geografis di SMA Kota Bandung.

D. Manfaat penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua

pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis

maupun secara teoritis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat diantaranya adalah :

1. Memberikan penjelasan mengenai motivasi belajar peserta didik pada

pembelajara geografi di SMA Kota Bandung.

2. Memberikan penjelasan mengenai kreativitas peserta didik pada

pembelajaran geografi di SMA Kota Bandung.

3. Memberikan penjelasan mengenai kemampuan berpikir secara geografis

(22)

4. Menemukan konsep-konsep baru sebagai bahan masukan dalam

pembuatan atau perumusan kurikulum Pendidikan Geografi yang lebih

signifikan terhadap tujuan pendidikan nasional.

Secara praktis, adapun peneliti mengharapkan penelitian dapat

memberikan kontribusi kepada:

1. Satuan pendidikan : dapat memberikan fasilitas dan media pembelajaran

kepada guru dan peserta didik agar dapat meningkatkan pembelajaran

geografi khusus terhadap kemampuan berpikir secara geografis peserta

didik.

2. Pemerintahan, sebagai pembuat kebijakan di bidang pendidikan,

diharapakan penelitian ini menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintahan

dalam menentukan kebijakan di bidang pendidikan, khusus untuk

meningkatkan eksistensi pembelajaran geografi.

E. Definisi operasional

1. Hakikatnya motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada

siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah

laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang

mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan

seseorang dalam belajar. Adapun indikator motivasi belajar, sebagaimana

dirinci Uno (2011:23), dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan d. Adanya penghargaan dalam belajar

(23)

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta

didik yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan

dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu;

maka tujuan yang dikehendaki oleh peserta didik tercapai.

2. Menurut komite penasehat nasional bidang pendidikan kreatif dan

pendidikan budaya yang diterjemahkan oleh Craff

(2005:291),”Menggmbarkan kreativitas sebagai bentuk aktivitas

imajinatif yang mampu menghasilkan sesuatu yang bersifat original,

murni, asli dan memiliki nilai” berdasarkan uraian tersebut dapat

disimpulkan bahwa kreativitas belajar adalah suatu kondisi, sikap,

kemampuan dan proses perubahan tingkah laku seseorang untuk

menghasilkan produk atau gagasan, mencari pemecahan masalah yang

lebih efesien dan unik dalam proses belajar.

3. Berpikir secara geografis didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mempelajari, merenungkan, mencapai kesimpulan dan menerapkan

ide-ide untuk topik dan persoalan dalam cara yang khusus untuk

permasalahan geografi. pengertian yang diuraikan tersebut diungkapkan

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei karena

pengambilan data dengan cara mengumpulkan informasi dari sampel peserta didik

berdasarkan pengetahuan, sikap, dan pengalamannya sesuai dengan tujuan

penelitian. Menurut Singarimbun (1992:1) bahwa penelitian survey adalah

“penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan

kuesioner dan test sebagai alat pengumpulan data pokok”. Teknik pengumpulan

data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan tes. Setelah data diperoleh

kemudian diolah secara statistik kemudian hasilnya dijelaskan secara deskriptif

dan pada akhir penelitian akan dianalisis untuk menguji hipotesis. Menurut

tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk jenis penelitian asosiatif. Hal

tersebut oleh Sugiono (2009:11) bahwa penelitian asosiatif ialah menyatakan

penelitian yang mencari hubungan anatar satu atau beberapa variabel dengan

variabel lainnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian

kuantitatif menuntut ketelitian, ketekunan dan sikap kritis dalam mencari data dari

populasi dan sampel, karena hasil dari penelitian ini yang berupa angka-angka

(25)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (1998 : 115) “ Populasi adalah keseluruhan

subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam

wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi ”.

sedangkan menurut Tika (1997:32) “populasi adalah himpunan individu atau

objek terbatas adalah himpunan individu atau objek yang dapat diketahui atau

diukur dengan jelas jumlah maupun batasnya. Sedangkan himpunan individu atau

objek tidak terbatas adalah himpunan individu atau objek yang sulit diketahui

jumlahnya walaupun batas wilayahnya kita ketahui”. Populasi dalam penelitian ini

adalah peserta didik kelas XI IPS seluruh SMA Negeri dan Swasta. Asumsi

peneliti dalam menentukan populasi tersebut dikarenakan Kelas XI IPS sudah

dianggap memilki kemampuan menganalisis gejala fisik dan sosial di permukaan

bumi pada mata pelajaran kelas X dan XI semester pertama. Kedua menurut teori

perkembangan kognitif yang disampaikan Piaget, bahwa anak yang berumur

setingkat SMA sudah memiliki kemampuan baik dalam pemahaman sebuah

konsep, dimana peserta sudah dapat mengaplikasikan berpikir secara geografis

pada tingkatan sederhana. Jumlah populasi SMA Negeri dan Swata di kota

(26)
(27)

Wilayah pengembangan bojonegara terdapat 5 SMA Negeri dan 30 SMA

Swasta, wilayah pengembangan cibeunying terdapat 9 SMA Negeri dan 28 SMA

Swasta, wilayah pengembangan tegalega terdapat 1 SMA Negeri dan 10 SMA

Swasta, Wilayah Karees terdapat 6 SMA Negeri dan 23 SMA Swasta, wilayah

pengembangan ujung berung terdapat 3 SMA Negeri dan 15 SMA Swasta,

wilayah pengembangan gede bage terdapat 3 SMA Negeri dan 1 SMA Swasta.

Pembangunan kota Bandung yang dilengkapi oleh berbagai sarana menjadi

menimbulkan minat peserta didik untuk memilih lokasi aktivitasnya.

Perkembangan pembangunan tersebut menjadikan daya tarik bagi peserta didik,

tentu saja daya tarik tersebut menentukan keputusan terhadap suatu lokasi yang

merupakan salah satu proses berpikir secara geografis.

2. Sampel Penelitian

Sampel menurut Sumaatmadja (1989: 112) sampel adalah bagian dari

populasi yang mewakili populasi yang bersangkutan. Dalam penelitian besarnya

sampel sering menjadi masalah, karena besarnya sampel yang diperlukan tidak

ada aturan yang pasti. Tika ( 2005: 25), mengatakan bahwa “sampai saat ini

belum ada ketentuan yang jelas tentang batas minimal besarnya sampel yang

dapat diambil dan dapat mewakili populasi yang akan diteliti”.

Penggunaan untuk mencari sampel wilayah dalam penelitian ini

menggunakan dengan teknik pengambilan sampel gugus bertahap, menurut

Singarimbun (1995:166) menyatakan penggambilan sampel gugus bertahap dapat

dilakukan jika “dalam praktek sering kita jumpai populasi yang letaknya sangat

(28)

dari semua unsur-unsur yang terdapat dalam populasi tersebut”. Pengambilan

sampel, dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu menurut Palte dalam

Singarimbun (1995:167) menyatakan :

(a) Populasi sampling pertama , Terdiri dari semua Wilayah pengembangan di

kota Bandung, dimana beberapa Wilayah pengembangan diambil secara

acak sebagai sampel pertama. Sampel yang didapat adalah wilayah

Bojonegara dan Wilayah Cibeunying. Untuk mengetahui sampel Wilayah

pengembangan dapat dilihat pada lampiran 7 :

(b) Kemudian sampel pertama itu dijadikan sebagai populasi sampling kedua,

yang terdiri dari wilayah Bojonegara dan wilayah Cibeunying di kota

Bandung, dari wilayah pengembangan di kota Bandung diambil beberapa

SMA Negeri dan SMA Swasta secara acak yang merupakan Sampel

kedua. Berdasarkan pengambilan sampel tersebut didapat 2 sampel SMA

Negeri untuk wilayah Bojonegara dan 6 sampel SMA Swasta. Sedangkan

untuk wilayah Cibeunying mendapatkan 3 sampel SMA Negeri dan 5

sampel SMA Swasta. Untuk mengetahui SMA yang dijadikan sampel

dapat dilihat di lampiran 8.

(c) Selanjutnya sampel kedua disebut sebagai populasi sampling ketiga, yang

terdiri dari beberapa SMA Negeri dan SMA Swasta yang terpilih.

Kemudian dibuatlah daftar seluruh jumlah peserta didik kelas XII di SMA

Negeri dan SMA Swasta yang terpilih. Daftar ini merupakan kerangka

sampling dan dari sini secara acak dipilih sampel peserta didik kelas XII di

(29)

Dalam penentuan jumlah sampel peserta didik dilakukan melalui

perhitungan dengan menggunakan rumus slovin sebagai berikut :

Keterangan :

n = ukuran sampel keluruhan N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidak ketelitian( ditetapkan 10 %)

Maka hasil dari rumus tersebut untuk SMA Negeri dan SMA Swasta didapat

seperti yang ada di bawah ini :

n =

n =

n = 98.01 jika di bulatkan menjadi 98 responden SMA Negeri dan SMA

Swasta.

Dengan demikian minimal sampel yang harus diambil adalah 98

responden. Untuk membantu menentukan perwakilan SMA Negeri dan SMA

Swasta dari setiap sampel, maka menggunakan rumusan dari Singarimbun

(1991:89) sebagai berikut :

Keterangan :

n

k = Jumlah anggota sampel dalam jumlah sampel

P

k = Jumlah anggota populasi yang ada dalam kelompok

pk

P X n

N 1 + Ne2

3183 +5152 1 + 3183+5152 (0.1)2

8335 1 + 8335 (0.1)2

n=

(30)

P

= Jumlah Populasi N = Jumlah Sampel

Jumlah sampel untuk responden di SMA Negeri dan SMA Swasta berdasarkan

rumus di atas dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

(a). Sampel responden SMA Negeri

n

k =

n

k

=

37.44

Jika dibulakan menjadi 37 responden untuk SMA Negeri

(b) Sampel responden SMA Swasta

Nk =

Nk = 60.57

Jika dibulatkan menjadi 61 responden untuk SMA Swasta

Diketahui bahwa jumlah sampel responden SMA Negeri diantaranya

adalah wilayah Bojonegara adalah dianataranya SMAN 4 sebanyak 3 responden

dan SMAN 15 sebanyak 11 responden. Sedangkan wilayah Cibeunying adalah

SMA 1 sebanyak 10 responden, SMA 2 sebanyak 5 responden dan SMA 14

sebanyak 8 responden yang dijumlahkan seluruhnya sebanyak 37 responden

sesuai dengan hasil perhitungan sampel sebelumnya. Untuk melihat

perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 9.

Sedangkan untuk SMA Swasta bahwa jumlah sampel yang didapat

diantaranya untuk wilayah Bojonegara yaitu SMA Angkasa sebanyak 12

responden, SMA Lab UPI sebanyak 6 responden, SMA Pasundan 7 sebanyak 9

3185 8335

X 98

5152

(31)

responden, SMA Pasundan 3 sebanyak 9 responden, SMA Bina Dharma 1 dan

sebanyak 1 responden. Sedangkan wilayah Cibeunying diantaranya SMA Kartika

2 sebanyak 4 responden, SMA Kartika 3 responden, SMA Pasundan 2 sebanyak 8

responden, SMA Sumatra 40 no 1 sebanyak 4 responden, SMA YAS sebanyak 4

responden dan SMA Alfa Centauri sebanyak 1 responden yang dijumlahkan

seluruhnya sebanyak 61 responden sesuai dengan hasil perhitungan sampel

sebelumnya.

C. Operasional Variabel Penelitian

Secara teoritis variabel dapat di definisikan sebagai atribut seseorang, atau

objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu

objek dengan objek yang lain (Hatch dan Farhady Dalam Sugiyono, 2009:60).

Variabel mempunyai kaitan yang sangat erat dengan teori yang memiliki tujuan

untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena. Gambaran

yang sistematis tersebut dijabarkan dengan menghubungkan variabel yang satu

dengan yang lainyya dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah motivasi belajara (X1) yang

memiliki definisi konseptual menurut Siagian (2004:138), adalah “Motivasi

sebagai daya dorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk

mengerahkan kemampuan, tenaga dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan

yang telah ditentukan sebelumnya”. Sedangkan kreativitas (X2) Menurut

Munandar yang diterjemahkan Sukmadinata (2004:104) menyatakan “Kreativitas

adalah kemampuan a) untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data informasi

(32)

menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana

penekanannya adalah pada kualitas, ketepat gunaan dan keragaman jawaban, c)

yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinilitas dalam berfikir serta

kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan”.

Kemampuan berpikir secara geografis (Y) menurut Slinger dalam

www.geography.org.uk menyatakan bahwa “ Thinking geographically is defined as the ability to study, reflect on, reach conclusions and apply ideas to topics and issues in a way that is unique to the subject”. Pengetian di atas sudah jelas, bahwa berpikir secara geografis didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempelajari,

merenungkan, mencapai kesimpulan dan menerapkan ide-ide untuk topik dan

persoalan dalam cara yang khusus untuk permasalahan geografi.

Dalam penelitian ini, variabel penelitian yang dimaksud adalah mengenai

motivasi belajar peserta didik (X1) dan kreativitas peserta didik (X2) sebagai

variabel bebas, sedangkan kemampuan berpikir secara geografis sebagai variabel

terikat (Y). Berikut ini gambar 3.1 mengenai variabel penelitian tersebut :

Gambar 3.2 konstalasi hubungan antar variabel Motivasi Belajar

Kreativitas

Kemampuan Berpikir Secara

(33)

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga instrumen pengukuran, yaitu motivasi belajar

(X1) dan kreativitas peserta didik dan kemapuan berpikir secara geografis (Y).

Dalam instrument penelitian ini ditentukan indikator dan aspek setiap variabelnya

tabel 3.1 yaitu :

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar

No Variabel Indikator Subindikator Item soal

1

4 Adanya penghargaan

dalam belajar

belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang peserta didik dapat belajar dengan baik

(34)

Instrument kreativitas ini merupakan pengembangan dari konstruk yang

dikonseptualkan melalui indikator-indikator yang dikembangkan dari beberapa

teori diantaranya dapat dilihat dari tabel 3.2 di bawah ini :

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Kreativitas Peserta didik

No Variabel Indikator Subindikator Item soal

Kreativitas Person Memiliki rasa ingin tahu yang besar

Process Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu

Product Dapat bekerja sendiri Senang mencoba hal-hal

Sumber : Hasil penelitian 2012

Instrument kemampuan berpikir secara geografis ini merupakan

(35)

yang dikembangkan dari beberapa teori. Adapun bentuk penilian yang dapat

dilakukan oleh guru terhadap kemampuan berpikir secara geografis menurut

Slinger dalam www.geography.org.uk adalah :diantaranya dapat dilihat dari tabel

3.3 di bawah ini :

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Secara Geografis

No Variabel Indikator Subindikatot Item Soal

(36)

Membuat peta tematik

menggambarkan sangat rendah, skor 4 rendah, skor 3 sedang, skor 2 kuat, skor 1

sangat kuat.

E. Validitas Angket

Suatu alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data

dengan tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai

data tersebut. Alat ukur yang valid adalah yang memliki varians error (varians

kesalahan/keragaman kesalahan) yang kecil, sehingga angka yang dihasilkannya

dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati

keadaan yang sebenarnya. Untuk menentukan validitas item digunakan rumus

korelasi product moment yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (1997, hal.

69) :

r

xy

=

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Dengan:

(37)

N = jumlah pengikut tes

X = skor item

Y = skor total

Selanjutnya harga koefisien korelasi ini dibandingkan dengan harga koefisien

korelasi dengan tabel r product moment yaitu r table = 0,388. Item dipakai kalau

harga koefisien korelasinya besar dari 0,388, direvisi kalau harga koefisien

korelasinya kecil dari 0,388 dan dibuang kalau koefisien korelasinya negative.

1. Instrumen pengukuran motivasi belajar terhadap peserta didik hasil yang

didapat adalah menunjukan bahwa dari 30 butir instrumen kuesioner,

diperoleh 27 butir instrumen atau sebanyak 90% dengan koofesien

korelasinya r hitung > r tabel dengan r tabel = 3,88. Sedangkan 3 butir soal

atau sebanyak 10% dengan koofesien korelasi r hitung < r tabel, dengan

demikian berdasalkan hasil tersebut didapat 27 butir soal yang valid dan 3

butir soal dinyatakan tidak dapat digunakan. Lebih jelasnya dapat dilihat dari

tabel 3.4

Tabel 3.4

Pengukuran Validitas Motivasi Belajar Peserta didik

No r hitung r tabel Status No r hitung r tabel Status

(38)

9 0,63 0,38 Valid 24 0,65 0,38 Valid Sumber : Hasil Analisis 2012

2. Instrumen pengukuran kreativitas peserta didik terhadap peserta didik hasil

yang didapat adalah menunjukan bahwa dari 32 butir instrumen kuesioner,

diperoleh 30 butir instrumen atau sebanyak 90% dengan koofesien

korelasinya r hitung > r tabel dengan r tabel = 3,88. Sedangkan 2 butir soal

atau sebanyak 10% dengan koofesien korelasi r hitung < r tabel, dengan

demikian berdasalkan hasil tersebut didapat 30 butir soal yang valid dan 2

butir soal dinyatakan tidak dapat digunakan. Lebih jelasnya dapat dilihat dari

(39)

15 0,66 0,38 Valid 31 0,42 0,38 Valid 16 0,44 0,38 Valid 32 0,74 0,38 Valid Sumber : Hasil Analisis 2012

3. Instrumen pengukuran kemampuan berpikir secara geografis terhadap peserta

didik hasil yang didapat adalah menunjukan bahwa dari 40 butir instrumen

(40)

19 0,68 0,38 Valid 39 0,16 0,38 Tidak 20 0,50 0,38 Valid 40 0,67 0,38 Valid

Sumber : Hasil Analisi 2012

F. Reliabilitas

Reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan,

keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi dan lainnya. Reliabelitas adalah

sejumlah hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat

dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap

kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang

diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini relatif sama

berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan- perbedaan kecil diantara hasil

beberapa kali pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu

maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya atau dikatakan tidak reliabel.

Reliabilitas alat ukur erat berkaitan dengan masalah eror pengukuran. Eror

pengukuran menunjuk pada sejauhmana inkonsistensi hasil pengukuran tejadi

apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama.

Untuk menentukan reliabilitas angket digunakan rumus alpha seperti yang

dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (1997)

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

(41)

σi2 = jumlah varians skor total tiap-tiap angket

σt2 = varians total

Kriteria sebagai berikut :

0,800 ≤ r11≤ 1,000: reliabilitas sangat tinggi

0,600 ≤ r11< 0,800 : reliabilitas tinggi

0,400 ≤ r11<0,600 : reliabilitas cukup

0,200 ≤ r11< 0,400 : reliabilitas rendah

0,000 ≤ r11< 0,200 : reliabilitas sangat rendah

Berdasarkan hasil perhitungan, angka koefesien reliabitas instrumen

pengukuran motivasi belajar pesertadidik sebesar 0,896, koefesien realiabitas

instrumen pengukuran kreativitas pesertadidik sebesar 0,912, koefesien reliabilitas

berpikir geografis sebesar 0,924. Berdasarkan hasil perhitungan yang didapat

maka dapat disimpulkan bahwa ketiga instrumen penelitian tersebut memiliki

tingkat reliabiltas yang sangat tinggi.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data guna

menjawab masalah dan membuktikan hipotesis penelitian, dalam penelitian ini

instrumen yang digunakan sebagai berikut:

1. Kuesioner/Angket

Kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara

tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden) yang

berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh

(42)

Kuesioner/angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran skala

sikap dengan memodifikasi model Likert untuk sikap dan perilaku keruangan

peserta didik.

2. Studi literatur

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah metode survei. Metode survei yaitu metode yang pengambilan datanya

berdasarkan jawaban dari objek penelitian. Objek penelitian dalam penyusunan

tesis ini yaitu seluruh peserta didik SMA di Kota Bandung yang dilaksanakan

melalui angket/kuesioner penelitian. Berdasarkan cara menjawab , menggunakan

jenis kuesioner tertutup, dimana responden memilih jawaban yang telah

disediakan. Metode survei membedah dan menguliti serta mengenal masalah-

masalah serta mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan kegiatan-kegiatan

yang sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dilakukan evaluasi serta

perbandinganperbandingan terhadap hal-hal telah yang dikerjakan.

H. Teknik Analisi Data

Teknik analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan statistika

korelasi spearman, Uji ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel data yang berskala ordinal. Suatu variabel atau data dikatakan berskala

ordinal apabila pengukuran data menunjukan adanya tingkatan atau data ranking,

dengan kriterian uji yaitu hipotesi nol (H0) ditolak jika nilai signifikasi p-value

(<0.05). pengujian ini dibantu dengan menggunakan aplikasi SPSS 20.

d 6

1

N

1 i

2 i

(43)

Tabel 3.7

Pedoman Interpretasi Hubungan Antar Variabel Penelitian

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Sangat Rendah Rendah

Sedang Kuat

Sangat Kuat

(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan

yaitu secara keseluruhan motivasi belajar Dari hasil sampel yang berjumlah 98

peserta didik dapat diketahui yaitu 14% peserta didik memiliki motivasi belajar

yang sangat rendah, kelompok motivasi belajar yang rendah sebanyak 17%

peserta didik, kelompok motivasi belajar yang cukup rendah sebanyak 13%

peserta didik, kelompok motivasi belajar yang tinggi sebanyak 20% peserta didik,

kelompok motivasi belajar yang sangat tinggi sebanyak 36% peserta didik. Maka

dapat dibuktikan berdasarkan dari hasil penelitian bahwa peserta didik memiliki

motivasi belajar yang tinggi, hanya nilai tersebut masih dianggap rendah karena

jumlah peserta didik yang memiliki motivasi belajar belum melebihi dari 50%.

Sedangkan hubungan motivasi belajar dengan kemampuan geografis dapat dilihat

bahwa nilai koefisien korelasi 0,660 berarti dapat diinterpretasikan bahwa tingkat

hubungan antara motivasi belajar dengan kemampuan berpikir geografis peserta

didik rendah. Signifikansi hubungan antara anatara variabel berdasarkan tabel

tersebut mendapat nilai 0,00 ini berarti hubungan antar dua variabel signifikan,

karena nilai signifikasi <0,05. Jadi dapat disimpulkan terdapat hubungan antara

motivasi belajar dengan kemampuan berpikir secara geografis.

Kreativitas peserta didik dari hasil sampel yang berjumlah 98 peserta didik

diketahui sebanyak 7% peserta didik memiliki kreativitas sangat rendah, 9 %

(45)

kedalam kelompok yang kreativitas cukup rendah, 37% memiliki tingkatan

kreativitas tinggi, dan 24% peserta didik memiliki tingkatan kreativitas sangat

tinggi. Maka dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian peserta didik memilki

tingkatan kreativitas yang sangat tinggi, hanya tingkatan kreativitas peserta didik

belum melebihi dari 50% jadi masih dianggap rendah.

Sedangkan hubungan kreativitas peserta didik terhadap kemampuan

berpikir secara geografis dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi 0,565 berarti

dapat diinterpretasikan bahwa tingkat hubungan antara motivasi belajar dengan

kemampuan berpikir geografis peserta didik rendah. Signifikansi hubungan antara

anatara variabel berdasarkan tabel tersebut mendapat nilai 0,00 ini berarti

hubungan antar dua variabel signifikan, karena nilai signifikasi <0,05. Jadi dapat

disimpulkan terdapat hubungan antara kreativitas peserta didik dengan

kemampuan berpikir secara geografis, nilai koefisien deteminan dari nilai

koefesien korelasi 0,660 adalah 44% dan dapat dinyatakan bahwa kontribusi

kreativitas peserta didik terhadap kemampuan berpikir secara geografis rendah

yaitu 44%.

Kemampuan berpikir secara geografis (thinking geographically) terdiri

dari 5 indikator yaitu : mengungkap pertanyaan geografis (ask geographic

question), memperoleh informasi geografis (acqueire geographic resorces),

menjelajahi data geografis (explore geographic data), menganalisis informasi

geografis (analyze geographic information), mengambil keputusan atau tindakan

berdasarkan pengetahuan geografis (act upon geographic knowledge). Hasil

(46)

memiliki kemampuan berpikir secara geografis sangat rendah, 20% termasuk

kelompok yang memiliki kemampuan berpikir secara geografis rendah, 24%

peserta didik termasuk kedalam kelompok yang kemampuan berpikir secara

geografis cukup rendah, 19% memiliki tingkatan kemampuan berpikir secara

geografis tinggi, dan 12% peserta didik memiliki tingkatan kemampuan berpikir

secara geografis sangat tinggi. Maka dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian

peserta didik memilki tingkatan kemampuan berpikir secara geografis yang sangat

rendah.

Kemungkinan ini dipicu oleh peserta didik yang belum diarahkan terhadap

kemampuan berpikir secara geografis pada pembelajaran geografi. Motivasi

belajar dan kreativitas peserta didik terhadap kemapuan berpikir secara geografis

juga dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi 0,570 berati dapat

diinterpretasikan bahwa tingkat hubungan antara motivasi belajar dan kreativitas

peserta didik terhdapa kemampuan berpikir secara geografis rendah. Signifikansi

hubungan antara variabel berdasarkan tabel tersebut mendapat nilai 0,00 ini

berarti hubungan antar dua variabel signifikan, karena nilai signifikasi <0,05. Jadi

dapat disimpulkan terdapat hubungan antara Data motivasi belajar dan data

kreativitas peserta didik. Nilai koefisien deteminan dari nilai koefesien korelasi

0,570 adalah 32% dan dapat dinyatakan bahwa kontribusi motivasi belajar dan

kreativitas peserta didik terhdap kemampuan berpikir secara geografis sebanyak

32%, hal ini menunjukan bahwa motivasi dan kreativitas peserta didik terhadap

kemampuan berpikir secara geografis di SMA kota Bandung berkontribusi

(47)

siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada

umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.

B. Saran

Dari kesimpulan yang diuraikan di atas, maka berikut ini diajukan

beberapa saran:

1. Hasil penelitian yang telah dilakuakan menunjukan bahwa motivasi belajar

masih perlu ditingkatkan, peran motivasi dalam memperjelas tujuan

belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Peserta didik akan

tertarik untuk belajar geografi, jika yang dipelajari itu sedikitnya sudah

dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi peserta didik. Peran

motivasi belajar tersebut terdapat adanya hubungan yang erat dengan

tingkatan kreativitas peserta didik, berdasarkan hasil penelitian pun

kreativitas belum melibihi dari 50% yang dianggap kreativitas peserta

didik masih rendah, hal ini perlunya ada upaya untuk meningkatkan

kreativitas peserta didik agar lebih baik. Kretativitas belajara adalah

menantang ide-ide dan cara-cara melakukan hal-hal yang sudah diterima

untuk menemukan solusi-solusi atau konsep-konsep baru dalam pelajaran

geografi. Kemampuan berpikir geografis yang sudah dimilki oleh peserta

didik secara alami seharus dipertajam kembali dengan pembelajaran

geografi yang ditampilkan lebih kreatif dalam kegiatan belajar agar peserta

didik dapat mengasah kemampuan berpikir secara geografis dalam

memahami pelajaran geografi. Dengan kemampuan tersebut diharapkan

(48)

agar dapat menentukan keputusan yang tepat hubungan dengan aspek

keruangan.

2. Bagi para pengajar geografi khususnya di sekolah dasar maupun tingkat

menengah, mengingat bahwa motivasi dapat berperan dalam penguatan

belajar geografi apabila seseorang peserta didik yang belajar dihadapkan

pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan hanya dapat

dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya, maka peran

pengajar harusnya dapat membuat peserta didik memiliki rasa ingin tahu

yang besar ketika pembelajar geografi sedang dilaksanakan dengan cara

mempelajari objek-objek yang berada dilingkungan peserta didik.

Kreativitas pun perlu diperhatikan oleh para pengajar karena dapat

menghasilkan suatu gagasan atau ide yang dinilai baru dan berguna dalam

konteks sosialnya dan lingkungannya, sehingga kreativitas peserta didik

tersebut sangat penting ditingkatkan dalam pembelajaran geografi bagi

para pengajar.

3. Kepada para peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema tersebut dapat

diteruskan dengan meneliti kemampuan peserta didik dalam berpikir

secara geografis ataupun dengan membuat penelitian tindakan kelas agar

mampu menemukan model yang tepat untuk pembelajaran geografi yang

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, Maman. 1988. Geografi Perilaku Suatu Pengantar Studi Tentang

Persepsi Lingkungan. Jakarta : Depdikbud

Ali, Mohammad. 2011. Memahami Riset Prilaku dan Sosial. Bandung: Pustaka Cendikia Utama.

Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi 2 (Cetakan ke XV). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barliana, Syaom&Maryani, Enok. 2008. KontribusiLingkunganBinaan dan

PerilakuSpasialTerhadap Modal SosialKomunitasPenghuni dan ImplikasinyaTerhadapPendidikan IPS. Bandung: JurnalMimbarPendidikan.

Bungin, M. Burhan. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Ekonomi,

Komunikasi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta:

Kencana.

Brameld, Theodore. 1965. Education As Power. Boston University

Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA, BNSP.

Cozby, C. Paul. 2009. Methodes in Behavioural Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Creswell, J.E. 2008. Education Research, Planning, Conducting, and Evaluating

Quantitative and Qualitative Research, (Third Edition), New Jersey , Person

International Edition;

Creswell, J.E. 2009. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed

Methods Approaches. California: Sage Publication.

Dailey George(2004).Geosthorical inquiry: Connecting place and time and

critical Thinking.ESRI Education Program.www.esri.com.

GEOG1301.(2011).Our Globalizing World:Fall2011syllabus.(Online) Tersedia http://www.ihrc.umn.edu.htm (04 Febuari 2012)

(50)

Organisasi dan manajemen : prilaku, struktur, proses. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

Guilford, JP.(1971).The Nature Of Human Intelligence.London : McGraw Hill (Online): Tersedia :http//www. Google

Buku./TheNatureOfHumanIntelligence. htm.(19 Mei 2012)

Hamalik, Oemar. (2002). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Heatwole ,Charles. (2002),Geography For Dummies .New York.Wiley. publishing,Inc.(Online): Tersedia

http//www.GoogleBuku./GeographyForDummies.htm.(12 Mei 2012)

Hubbard,Phil.(2005). Thinking Geographically. New York.Continuum

Irwanto. (1997). Psikologi Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jackson,Peter.(2006).thinking geographically.(Online) Tersedia : http://www.uwec.edu.htm. (27 Agustus 2012)

Maryani,Enok.(2009).Pembelajaran Keterampilan Sosial Dalam Pembelajaran

Geografi.(Online) Tersedia htpp//www.upi.edu.(27 Agustus 2012)

Moch, Nazir. (1988). Metodologi Penelitian.Cetakan 3. Jakarta :Ghalia Indonesia.

Mulyasa. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

McClelland, D. C. (1987). Human Motivation. New York: Cambridge University Press.

Nasution.(2004). Diktaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Ningrum,Epon.(2007).Hand Out Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran

Geografi.(Online) Tersedia : htpp//www.upi.edu.

Ningrum, Epon. 2009. Kompetensi Profesional Guru Dalam Konteks Strategi

Pembelajaran. Bandung: Buana Nusantara.

Pasya, Gurniwan. 2006. Geografi: Pemahaman Konsep dan Metodologi. Bandung: Buana Nusantara.

Roger, A. (1994). Teaching Adult. Philadelpia : Open University Press.

(51)

119 Balajar Offset.

Supriadi, Dedi. (1994), Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan Iptek.Alfabeta, Bandung.

Saifuddin Azwar. (1998). Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukutan

Prestasi balajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Sardiman. (2005). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Singarimbun Masri dan Effendi Sofyan. Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3S.

Sudjana, (1996). Metoda Statistik. Bandung : Tarsito.

Sumaatmaja, Nursid, (1997). Metode Pengajaran Geografi. Jakarta : Bumi Aksara.

Sumaatmadja, Nursid. 2005. Manusia Dalam Konteks Sosial Budaya dan

Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Rosda.

Sutrisno Hadi. (2004). Analisis Regresi. Yogyakarta : Andi Offset.

Slinger, Jonathan.(2011). Criteria for the assessment of thinking geographically. (Online) Tersedia :

http//www.geography.org.uk/projects/e-scape/thinkinggeographically.htm

Standish,Alex .(2009).global Perpectives in the geography curriculum : reviewing

the moral case for geography. USA and Canada : Simultaneusly

published

Tika, Pabundu Moch.2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.

Tilaar, H.A.R. (1998). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam

Perspektif Abad 21. Magelang. Tera Indonesia.

Uno, B. H. (2007). Profesi Kependidikan; Problema, Solusi, dan Reformasi

Pendidikan Di Indonesia. Jakarta: Bumi Akasara.

Utami Munandar (1982), Anak-Anak Berbakat: Pembinaan dan Pendidikannya. Rajawali, Jakarta.

(52)

Gambar

Gambar 3.2 konstalasi hubungan antar variabel
tabel 3.1 yaitu :
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Kreativitas Peserta didik
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Secara Geografis
+5

Referensi

Dokumen terkait

“Sebagai seorang pengawas sekolah di SMK Tritech Informatika Medan ini dalam melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap perencanaan pembelajaran saya mempunyai dua cara,

Pemberian ekstrak etanol daun Binahong dalam bentuk sediaan salep dapat berpengaruh terhadap jumlah fibroblas pada penyembuhan luka bakar kulit tikus. Pemberian ekstrak

Semenjak berdirinya majelis taklim Al-Kautsar hingga sekarang, program bidang ekonmo belum bisa kami laksanakan, seperti membuat lapangan pekerjaan, atau pun

Transform Laplace dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah nilai awal persamaan diferensial linear orde dua dengan koefisien konstan khususnya pada getaran pegas

Apabila mengacu kepada Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor l Tahun l974 tentang Perkawinan, jelas bahwa tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan disesuaikan

Sumber alam, ialah segala sesuatu yang memungkinkan organisme hidup untuk meningkatkan pengubahan energi ASAS 6 Ketupan (genotip) dengan daya pembiakan tertinggi akan

Hal ini terbukti seperti yang terlihat pada Tabel 1, dimana dari lima lima sub sistem usaha tersebut empat diantaranya memiliki skor lebih tinggi dibanding

Ketiga, Authoritative Mediator (Mediator Otoritatif ), yaitu mediator yang memiliki hubungan otoritatif dengan para pihak yang bersengketa yang menyebabkan ia memiliki posisi