PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA PADA PAMFLET
DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Irma Anggraeni Putri Universitas Negeri Yogyakarta
A. Latar Belakang Masalah
“Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimuli (biasanya simbol-simbol verbal) bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu lain (komunikate/komunikan)”(Effendy, 1994:4). Komunikasi tidak hanya dilakukan secara lisan, namun dapat juga secara tertulis. Komunikasi tertulis merupakan komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan tulisan tanpa adanya pembicaraaan secara langsung antara pengirim dan penerima informasi. Seiring dengan perkembangan zaman dan pengetahuan manusia, komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Kita dapat menggabungkan gambar, simbol, tulisan, angka, dan warna untuk menarik perhatian pembaca.
Pamflet adalah tulisan yang dapat disertai dengan gambar atau tidak, tanpa penyampulan maupun penjilidan, yang dicantumkan pada selembar kertas pada salah satu sisi atau kedua sisinya, lalu dilipat atau dipotong setengah, sepertiga, atau bahkan seperempatnya, sehingga terlihat lebih kecil. Kita juga sering menjumpai pamflet, terutama dalam lingkungan kampus.
B. Perumusan Masalah
1. Apa saja kesalahan yang sering ditemukan dalam pamflet?
2. Bagaimana pemilihan kata (diksi) yang baik dan benar dalam kalimat pada pamflet?
3. Bagaimana penggunaan unsur serapan yang benar dan sesuai dengan aturan bahasa Indonesia? 4. Mengapa dalam menulis pamflet harus sesuai dengan aturan kebahasaan?
C. Tujuan
1. Mengetahui kesalahan yang sering ditemukam dalam pamflet.
2. Mengetahui pemilihan kata (diksi) yang baik dan benar dalam kalimat pada pamflet.
3. Mengetahui penggunaan unsur serapan yang benar dan sesuai dengan aturan bahasa Indonesia 4. Mengetahui penulisan pamflet yang baik dan benar sesuai dengan aturan kebahasaan.
D. Tinjauan pustaka
1. Pemilihan Kata (Diksi)
Diksi atau pilihan kata adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi atau Plilihan kata mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Pemilihan kata mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih dan digunakan oleh pengarang. Mengingat bahwa karya fiksi (sastra) adalah dunia dalam kata, komunikasi dilakukan dan ditafsirkan lewat kata-kata. Pemilihan kata-kata tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang dikehendaki (Nurgiyantoro 1998:290).
Macam-macam Diksi:
a. Kata-kata Denotatif dan Konotatif
Makna Denotasi adalah makna yang sebenarnya yang sama dengan makna lugas untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat faktual. Makna pada kalimat yang denotatif tidak mengalami perubahan makna.
Contoh kata Denotatif :
- Membicarakan
- Memperlihatkan
- Penonton
Contoh kata konotatif :
- Membahas, mengkaji
- Menelaah, meneliti, menyelidiki
- Pemirsa, pemerhati
b. Kata Umum dan Kata Khusus
Makna Umum adalah makna yang memiliki ruang lingkup cakupan yang luas dari kata yang lain.
Makna Khusus adalah makna yang memiliki ruang lingkup cakupan yang sempit dari kata yang lain.
Contoh:
c. Kata Makna Bersinonim
Kata bersinonim adalah kata yang bentuknya berbeda namun pada dasarnya memiliki makna yang hampir mirip atau serupa. Dalam penggunaan kata besinonim harus memilih kata yang tepat dalam kalimat ragam formal. Karena meskipun bersinonim pada dasarnya memiliki perbedaan dalam konteks penggunaannya.
Contoh Kata Bersinonim :
Cerdas = Cerdik, Hebat, Pintar. Besar = Agung, Raya
Mati = Mangkat, Wafat, Meninggal Ilmu = Pengetahuan
Penelitian = Penyelidikan
d. Kata Baku dan non-Baku
Kata baku adalah kata yang cara pengucapannya atau penulisannya sesuai dengan kaidah yang dibakukan. Kaidah standar yang dibakukan terebut dapat berupa pedoman Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), tata bahasa baku, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan kamus umum.
Kata Umum Kata Khusus
Kata baku dan non-baku dapat dilihat berdasarkan beberapa ranah seperti: Kata baku yang memiliki kata non-baku karena :
- Penambahan Fonem
Kata Tidak Baku Kata Baku Imbau Himbau Andal Handal Utang Hutang
- Pengurangan Fonem
Kata Tidak Baku Kata Baku
Tak Tidak
Trampil Terampil Tapi Tetapi
- Pengubahan Fonem
Kata Tidak Baku Kata Baku Telor Telur
Obah Ubah
Nampak Tampak
e. Dalam penggunaan kata depan dan kata penghubung harus digunakan secara tepat, yang sesuai dengan jenis keterangan dalam jenis kalimat :
Untuk keterangan tempat di gunakan kata di, ke, dari, di dalam, pada.
Untuk keterangan waktu digunakan kata pada, dalam, setelah, sebelum, sesudah, selama, sepanjang.
Untuk keterangan alat di gunakan kata dengan.
Untuk keterangan tujuan digunakan kata agar, supaya, untuk, bagi, demi.
Untuk keterangan cara digunakan kata dengan, secara, dengan cara, dengan jalan. Untuk keterangan penyerta di gunakan kata dengan, bersama, beserta.
Untuk keterangan perbandingan atau kemiripan digunakan kata seperti, bagaikan,laksana. Untuk keterangan sebab di gunakan kata karena, sebab.
f. Penulisan kata secara benar
Dalam kalimat ragam formal, harus menuliskan kata secara benar seperti :
Penulisan kata depan ke yang benar adalah di tulis secara terpisah dari kalimat yang sesudahnya.
Penulisan kata depan dari yang benar adalah di tulis secara terpisah dari kalimat yang sesudahnya.
Selain kesalahan penulisan kata depan (preposisi), sering pula terdapat kesalahan sebagai berikut :
Penulisan partikel “non” seperti pada contoh:
Penulisan yang benar Penulisan yang salah Non-Indonesia Non Indonesia
Non-Batak Non Batak Nonformal Non Formal, non-formal
Penulisan partikel “sub” seperti pada contoh :
Penulisan yang benar Penulisan yang salah Subbab Sub bab, sub-bab Subbagian Sub bagian, sub-bagian
Penulisan pertikel “per” seperti pada contoh:
Penulisan yang benar Penulisan yang salah
Per jam Perjam
Per bulan Perbulan Per tahun Pertahun
Penulisan kata “per” yang memiliki arti ‘menjadikan lebih’ atau ‘memperlakukannya sebagai’. Penulisan yang benar Penulisan yang salah
Perbesar Per besar Persingkat Per singkat
Penulisan kata “ pun “ yang mempunyai arti ”juga” harus dituliskan secara terpisah dengan kata yang diikutinya.
Penulisan yang benar Penulisan yang salah
Aku pun Akupun
Sedikit pun Sedikitpun
Penulisan kata “pun” pada kata tertentu yakni ungkapan yang sudah padu harus dituliskan serangkai dengan kata yang diikutinya.
Meskipun Meski pun Bagaimanapun Bagaimana pun
Penulisan kata “pasca” bentuk terikat pasca ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Penulisan yang benar Penulisan yang salah
Pascasarjana Pasca sarjana, pasca-sarjana Pascapanen Pasca panen, pasca-panen
Penulisan awalan tertentu, seperti:
Penulisan yang benar Penulisan yang salah Bertolak belakang Bertolakbelakang
Mendarah daging Mendarahdaging
g. Homonim, Homofon, Homograf Homonim
Homo artinya sama, nim berarti nama, jadi homonim adalah sama nama, sama bunyi tetapi berbeda makna.
Contoh : bandar sama dengan pelabuhan, dan dan pemegang uang dalam perjudian. Homofon
Bunyi atau suara yang mempunyai sama, berbeda tulisan dan berbeda makna. Contoh :Bank : tempat menyimpan uang
Bang : panggilan untuk kakak laki-laki Homograf
Sama tulisan, berbeda bunyi dan berbeda makna. Contoh : Ular kobra itu bisanya mematikan.
Aku bisa memastikan ayah tidak akan marah jika aku telat pilang karena latihan. h. Kata Abstrak dan Kata Konkrit
Kata abstrak berupa konsep.
Contoh: Kebenaran pendapat itu begitu meyakinkan. Kata konkrit berupa objek yang dapat diamati
Contoh : angka kelulusan SMA tingkat sumatera barat mengalami kenaikan hingga sembilan persen. Membicarakan membahas, mengkaji.
2. Penulisan Unsur Serapan
mengakibatkan pembaca atau lawan bicara tidak dapat mengerti maksud (isi) pembicara. Sehubungan dengan itu, pengguna bahasa juga harus cermat dan tepat menggunakan kedua aspek kaidah ejaan tersebut. Untuk mengetahui kaidah penulisan unsur serapan dan tanda baca, berikut ini akan dijelaskan beberapa kaidah yang bertalian dengan kedua aspek ejaan Penulisan Unsur Serapan dalam EYD tersebut.
a. Penyajian
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia banyak menyerap unsur dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasarkan taraf integritasinya, unsur serapan itu ada yang sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapanya maupun penulisannya, dan ada pula yang belum sepenuhnya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat hal-hal yang berhubungan dengan Penulisan Unsur Serapan dalam EYD dengan kaidah penyerapan yang disertai dengan sejumlah contoh. b. Penyerapan secara alamiah
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang lazim dieja dan dilafalkan dalam bahasa Indonesia tidak mengalami perubahan. Penyerapan seperti ini dikategorikan sebagai penyerapan secara alamiah.
Contoh:
Abjad mode badan potret Ilham sehat perlu arloji sirsak hikayat meja listrik abad radio kitab imitasi kabar orator minggu supir c. Penyerapan seperti bentuk asal
Unsur asing yang belum sepenuhnya diserap ke dalam bahasa Indonesia dapat dipakai dalam bahasa Indonesia dengan jalan masih mempertahankan lafal bahasa asalnya (asing). Jadi, pengucapan kata tersebut masih seperti bentuk asalnya. Penyerapan seperti ini tidak terlalu banyak ditemukan dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
de facto hockey curriculum vitae status quo d. Penyerapan dengan terjemahan
Penyerapan unsur-unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan melalui penerjemahan kata asing tersebut. Penerjemahan ini dilakukan dengan cara memilih kata-kata asing tertentu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dapat berupa satu kata-kata asing dipadankan dengan satu kata atau lebih dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Kata Asing Terjemahan Indonesianya feed back umpan balik (balikan) medical pengobatan
take off lepas landas point butir
input masukan output keluaran e. Penyerapan dengan perubahan
Unsur-unsur bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia ada yang penulisan dan pelafalannya disesuaikan dengan sistem ejaan dan lafal bahasa Indonesia. Dengan demikian, bentuk asalnya akan mengalami perubahan setelah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dalam penyerapan ini, perlu diusahakan agar ejaan dan lafal asing (asal) hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Hal ini dilakukan agar bahasa Indonesia dalam perkembangannya memiliki ciri umum (Internasional).
Dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, penyerapan dengan perubahan seperti ini diatur dalam sejumlah kaidah. Ada lima puluh tujuh ketentuan mengenai perubahan dan penyusunan bunyi dari kata asing ke kata Indonesia.
Contohnya dapat dilihat pada bentuk serapan berikut:
Bentuk Asal Bentuk Serapan Bentuk Asal Bentuk Serapan octaaf oktaf caisson kaison
accomodation akomodasi acclamation aklamasi accent aksen charisma karisma technique teknik check cek effective efektif system sistem idealist idealis station stasiun geometry geometri fossil fosil
f. Penyerapan akhiran asing
Di samping penyesuaian huruf dan bunyi pada kata-kata serapan, bahasa Indonesia juga mengambil akhiran-akhiran asing sebagai unsur serapan. Akhiran-akhiran asing itu disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam bahasa Indonesia. Ketentuan itu telah diatur dalam kaidah Ejaan yang Disempurnakan. Akhiran asing itu ada yang diserap sebagai bagian kata yang utuh, seperti kata standardisasi di samping kata standar, kata implementasi di samping kata implemen, dan kata objektif di samping kata objek. Akhiran-akhiran itu antara lain –is, -isme, -al, –ik, –ika, -wan, -wati, -log, dan –ur.
g. Unsur serapan diberi imbuhan bahasa Indonesia
Penulisan unsur serapan yang sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia dapat diberi imbuhan bahasa Indonesia. Pemberian imbuhan pada unsur serapan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu proses pengimbuhannya mengikuti kaidah bahasa Indonesia atau proses pengimbuhannya tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia. Apabila unsur serapan itu sudah dirasakan seperti bahasa Indonesia, maka proses pengimbuhannya mengikuti bahasa Indonesia. Jika unsur serapan itu masih dirasakan seperti bahasa asing, maka proses pengimbuhannya dapat saja tidak mengikuti aturan bahasa Indonesia.
Contoh:
Metodologi yang akan saya lakukan dalam penelitian ini adalah metodologi pengamatan (observasi). Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala – gejala yang diselidiki.
F. Daftar Pustaka
http://piiekaa.blogspot.com/2012/12/analisis-kesalahan-penggunaan-bahasa.html http://id.wikipedia.org/wiki/Pamflet