• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN UAS.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAHAN UAS.doc"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN UJIAN UAS FILSAFAT KETUHANAN

3. 2. Seberapa jauh membentang pengalaman mns itu? Persoalan pokok: Di mana batas ruang pengalaman mns? Utk itu perlu dibedakan isi pengalaman yg berhubungan dgn Allah & isi pengalaman mns saja. Qt perlu mengartikan “apa itu pengalaman”. Pengalaman: 1 kejadian awal yg ditentukan o/ realitas atau jg 1 cara pengenalan yg di dlm kesadarannya realitas itu hadir scr lgsg. Pengalaman thd realitas itu a/ pengalaman awal yg blm direfleksi. Isi pengalaman awal ini tdk bs dikatakan scr lgsg, & ia hanya ditangkap melalui refleksi budi & kegiatan berpikirnya.

1. Pengalaman akan Realitas Mutlak.

 Realitas mutlak: tak pernah tampil di permukaan pandangan qt scr penuh. Lalu, di mana qt mencariNya? Qt mencariNya melalui proses pengetahuan qt. Di sana dibutuhkan kriteria obyektivitas pengetahuan. Cr pengenalan qt akan realitas mutlak tdk sempurna, tpi di dlmnya hadirlah realitas mutlak sbg 1 moment konstitutif. Pengetahuan qt ttg realitas mutlak tdk pernah ditematisir scr lengkap. Dia dikenal scr tersirat; itu berarti bhw realitas mutlak hanya bercahaya dlm slh penghayatan pengenalan mns. Qt menyebut kehadiran realitas mutlak dgn cara demikian sbg “pengalaman eksistensial” atau pengalaman transcendental.

(2)

realitas mutlak; ketersediaan ini memungkinkan adanya kegiatan subyek utk mengenalNya meskipun pengenalan itu bersifat tdk sempurna. Di dlm ketersediaan subyek terdpt manifestasi realitas mutlak yg melampaui (mentransendir) pengetahuan subyek. Krn itu, pengalaman transcendental bukanlah 1 hal yg semu atau hasil proyeksi kesadaran mns. 2. Petunjuk2 atau indikasi yg menunjuk kpd pengalaman akan realitas mutlak

a. Realitas Mutlak sbg 1 realitas “Ada”.

 Terdpt bgt byk realitas “ada” yg tampil dlm berbagai macam bentuk & gejala bx pd benda2 anorganis maupun pd makhluk hdp. Realitas yg plural ini mengandaikan adanya 1 “realitas ada mutlak” yg mendsri realitas plural itu.

 Org menggunakan prinsip berpikir: kontradiksi, y/ 1 prinsip yg menegaskan bhw tdk mgkn sesuatu itu serempak terjd & tdk terjd atau ada & tdk ada. Bila qt menegaskan bhw realitas mutlak itu a/ 1 realitas “ada”, mk dgn prinsip berpikir kontradiksi, qt tdk mgkn berkata “realitas mutlak itu tdk ada”. b. Realitas Mutlak sbg 1 kebenaran mutlak.

 Stp pernyataan mengandaikan adanya tolok ukur kebenaran mutlak, termasuk pernyataan yg keliru.  Pendirian skeptiker: tdk ada kebenaran mutlak.

Letak kontradiksi pendiriannya, y/ scr tersirat mrk menerima adanya kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak mrk a/ pernyataan bhw tdk ada kebenaran mutlak.

(3)

 Stp pernyataan memiliki nilai: ada nilai yg mengikat & ada nilai yg tdk mengikat. Nilai itu menunjuk kpd 1 nilai mutlak.

 Max Scheler: Mengenal 2 arti nilai, y/ isi noematis & nilai dr sesuatu hal. Isi noematis itu (noem=pemikiran) dr aktus rasa: sesuatu yg a priori dlm aktus rasa, & tdk bergantung pd obyek di luar. Dia bersifat emotif (bersifat menggerakkan). Aktus rasa itu terdiri dr dua sisi: sisi vital (menyentuh hakekat hdp smw makhluk dgn modalitas nilai spt menyenangkan & tdk menyenangkan, bx-buruk, indah-jelek dsb) & sisi pribadi yg a/ nilai mutlak tnp bergantung pd hakekat hdp. Arti k2: nilai a/ nilai dr sesuatu hal; artinya, nilai itu ada dlm sgl macam realitas “ada” bx yg bersifat anorganis maupun yg bersifat organis. Benda anorganis tdk memiliki nilai di dlm dirinya sendiri, tpi nilai utilitaris, y/ dia bernilai ketika org “menggunakannya”. Benda organis (makhluk hidup) memiliki nilai di dlm dirinya dgn adanya hirarki nilai, dr tingkat paling rendah (psyko-vital) sampai kpd tingkat paling tinggi y/ pribadi.  Nilai mutlak: pribadi yg jg mrpk norma mutlak.  Arti pribadi dlm filsafat Scheler: btk eksistensi dr

roh, sementara roh sendiri berarti keseluruhan pribadi dgn aktusnya.

 Bagaimana posisi ilmu pengetahuan yg diktkan bebas nilai? Posisi ini tdk dpt lg diterima, krn ilmu pengetahuan diwajibkan utk tunduk pd kebenaran. d. Realitas Mutlak sbg 1 kebebasan.

 Arti kebebasan: Mns sbg 1 hakekat yg bebas, y/ hak utk menentukan diri sendiri.

(4)

 Otonomitas & kebebasan mns hanya terwujud dlm ruang lingkup Realitas Mutlak.

 Filsafat Thomas: hubungan yg hakiki antara realitas mutlak & kebebasan mns.

e. Kesadaran diri sbg dasar pengalaman akan Realitas Mutlak.

 Dlm proses kesadaran, terdpt 1 realitas lain di luar mns.

 Kesadaran diri bersifat terbatas, & kaitannya dgn filsafat Descartes.

3. Pengalaman akan Realitas Mutlak scr implisit sbg pengalaman Realitas Ada.

 Qt kembali ke pertanyaan awal: Seberapa jauh membentang pengalaman mns? Jawabannya: Realitas mutlak ada scr tersirat dlm smw pengalaman bx dlm pengalaman indrawi maupun dlm refleksi budi; dia mrpk isi kesadaran qt.  Qt tdk dpt menangkap realitas mutlak itu scr lgsg,

tpi qt jg tdk bs menghindarkan diri dr realitas itu, krn Dia sdh tersedia & berada dlm pengenalan qt. Qt tdk mgkn diam di hdpannya; qt hrs berbicara tentangnya.

 Adanya keragu2an thd eksistensinya. Dibu-tuhkan kemampuan mns utk menerobos msuk k dunia d balik ksadaran mns.

3. 3. Dapatkan org berbicara ttg “pengalaman akan Allah”?

1. Tdk ada 1 pengalaman yg jelas akan Allah.

 Jika ada pengalaman yg jelas akan Allah, tentu tdk mgkn ada atheisme.

(5)

menunju penciptanya sambil meniru penciptanya. Di dlm pikiran mns ada intuisi lgsg.

 Bertolak dr ontologisme, mns dpt berbicara ttg pengalaman akan Allah melalui intuisi. Kelemahan pand ini: intuisi tdk mgkn bebas dr pengalaman indrawi & refleksi budi. Hub antara Allah & daya intuisi ttp tdk jelas.

2. Pengalaman transendental a/ pengalaman akan Allah dlm arti ttt.

 Arti pengalaman transendental: pengalaman awal yg tdk tertematisir atau pengalaman prarefleksif, & itu bersifat personal.

 Pengalaman transendental a/ 1 pengalaman eksistensial: Dia senantiasa memanggil tpi menantang eksistensi mns utk menjawabNya. 3. Konsekuensi isi pengalaman transendental utk pengenalan yg jelas akan Allah.

a. Pengenalan akan Allah sbg pengembangan pengalaman transendental.

 Ada org yg berpendapat bhw pengenalan akan Allah itu 1 hal kebetulan, & itu keluar dr 1 kepercayaan yg disebabkan o/ faktor luar & faktor dlm. Pendapat demikian tdk cocok. Pengenalan akan Allah itu mrpk 1 momen pengenalan yg melampaui sesuatu yg tertangkap scr indrawi & yg terefleksi dlm pengertian budi. Pengenalan itu ada sca tersirat di dlm pengalaman indrawi & refleksi budi. Seorang atheist & agnostik pun ada dlm momen itu.

(6)

lgsg yg tak tertematisir & hasil proses kesadaran mns utk mentematisir pengalaman lgsg itu.

b. Moment eksistensial yg praktis dlm pengenalan akan Allah.

 Pengenalan akan Allah mrpk pengalaman transendental yg perlu dikembangkan. Pengenalan akan Allah atas cr demikian mrpk 1 momen eksistensial yg praktis. Maksudnya: momen pengalaman eksistensial yg menunjuk kpd 1 ketersediaan subyek atau 1 disposisi yg hrs diambil subyek, ketika bhdpn dgn tantangan eksistensial.  Kemampuan pengenalan spt itu berbeda dgn

pengenalan dlm ilmu pengetahuan. Kemampuan pengenalan ilmiah bersifat sekunder, ttp kemampuan pengenalan yg dimaksud a/ kemampuan pengenalan ktk bhdpn dgn pertanyaan eksistensial. Kemampuan pengenalan ini terwujud dlm tindakan konkrit utk menyikapi tantangan eksistensial, & perwujudan tindakan nyata itulah 1 momen eksistensial yg praktis, yg di dlmnya pengenalan mns akan Allah mjd nyata. Pengenalan yg nyata akan Allah sll bergantung pd keputusan pribadi yg bebas.

c. Masih perlukah pembuktian akan adanya Allah?

Org mempersempit arti kata “pembuktian” dgn pembuktian matematis atau pembuktian ilmu2 empiris. Pembuktian dlm arti yg tepat: stp gerak pikir yg memperlihatkan kebenaran pernyataan dgn cara mengungkapkan dasar2 yg berbicara ttg kebenaran itu scr jelas & masuk akal. Setiap pembuktian selalu berada dlm konteks ttt. Pembuktian akan Allah: 1 kegiatan berpikir utk memahami & mengenal Allah dg argumentasi yg masuk akal dlm konteks ttt.

(7)

Ada 4 Kenyataan Mendasar: Pertama & k2 a/ pembuktian Anthropologis ttg Allah. Ketiga & Keempat: pembuktian Kosmologis ttg Allah.

1. Mns dlm usaha mencari arti hidup.

 Stp pengalaman sll mempunyai arti ttt. Arti pengalaman dlm beberapa tataran:

 Tataran empiris (sesuatu yg diindrai)  Arti bahasa ( kata atau bahasa)  Tataran etika (tujuan perbuatan mns)

 Arti dlm tataran hdp (kepenuhan hdp mns & melibatkan slh hdpnya).

 Seluruh hdp mns: aktivitas utk mencari arti hdpnya: a. Tindakan mns tdk mgkn ada tnp pemahaman ttg

artinya. Stp perbuatan bx yg dilakukan scr sadar maupun tdk sadar sll memuat 1 tujuan ttt & arti ttt. b. Arti stp peristiwa hdp mentransendir peristiwa itu sendiri. Peristiwa hdp ttt memperluas horizon pengalaman hdp qt & membebaskan qt dr kesempitan pengalaman. Realisasi diri mns a/ keberadaan mns itu sendiri. Dia bkn tujuan mns. Keberadaan mns itu bersifat “intensional”, y/ terarah kpd sesuatu. Dgn demikian, arti hdpnya bkn terletak pd realisasi diri, tpi pd karakter intensionalitasnya keberadaan mns.

(8)

d. Mengiakan adanya arti hdp berarti mengakui adanya realitas mutlak yg disbt Allah dlm bhs religius. Pengalaman positif & negatif mns memuat 1 petunjuk akan adanya arti mutlak yg ditemukan dlm realitas mutlak. Realitas mutlak ini memberi arti thd smw yg qt alami. Realitas mutlak itu harus memiliki watak personal, krn qt a/ hakekat personal. Realitas mutlak yg bersifat personal itu a/ Allah.

2. Mns di hadapan tuntutan moral.

1. Manifestasi kesadaran moral dlm penilaian moral. Perbuatan mns tdk luput dr tuntutan penilaian moral. Ada perbuatan yg scr spontan mendatangkan penilaian moral “bx” & “buruk”. Ada perbuatan yg scr moral tdk bisa dinilai, mis; org yg sakit jiwa. Penilaian moral qt hanya tertuju kpd perbuatan seseorg yg ditentukannya scr bebas & yg mjd tanggung jawabnya. Penilaian moral jg bisa dijatuhkan ke atas perbuatan qt sendiri. Keadaan2: suara hati. Instansi ini memuji atau mengecam perbuatan bx perbuatan org lain maupun perbuatan qt sendiri. 2. Persyaratan penilaian moral.

Dua titik tolak penilaian moral:

1. Perbuatan seseorg dijalankan tnp paksaan. Keputusan bebas org yg bersangkutan mrpk syarat mutlak penilaian moral. Dia sendiri bertanggung jawab thd perbuatannya.

2. Perbuatan mns yg mengandung nilai itu sendiri a/ pribadi mns. Nilai moral itu bkn 1 nilai tersendiri yg terlepas dr nilai2 lain yg bersifat manusiawi. Nilai moral itu a/ nilai mutlak yg bersifat kategoris: wajib, hrs. Prinsip umum: Lakukanlah yg bx & jauhkanlah yg jahat.”

3. Hakekat Kewajiban Moral.

(9)

instansi “keharusan”. Ketegangan terjadi: kewajiban & kebebasan. Kewajiban bertumbuh dr kebebasan batiniah, tpi tnp kebebasan, kewajiban mjd tak berarti. Dua posisi ekstrim: sikap legalisme & kebebasan tnp batas. Di sini pentingnya pendidikan moral.

4. Kewajiban moral menunjuk kpd 1 realitas absolut yg bersifat pribadi.

 Penerimaan adanya hukum kodrat rasional o/ pribadi2 konkrit. Hukum kodrat rasional ini identik dgn kodrat rasional mns tpi serempak berbeda dr kodrat rasional mns.

 Kewajiban moral mns tdk melenyapkan otonomi mns. Dia tinggal sbg 1 tuntutan mutlak, 1 instansi yg menunjuk kpd 1 kuasa mutlak yg mengatur mns. Kuasa ini terdpt dlm lubuk hati yg paling dlm. Realitas ini hrslah bersifat pribadi, krn mns sbg pribadi tdk bisa bertanggung jawab scr moral thd 1 realitas yg tdk bersifat pribadi. Realitas pribadi ini bersifat imanen & sekaligus transenden.

 Suara hati itu: panggilan dr 1 pribadi ke pribadi yg lain. Pribadi yg memanggil itu ada dlm suara hati qt. Dia a/ dasar mutlak kewajiban qt & Dia menjamin kebebasan qt. Dia dsbt Allah.

4. 3. Mencari Dasar Terakhir

Qt menaruh perhatian konkret atas masalah: Apa qt bisa mengenal Allah melalui permenungan akan sifat2 ttt dr alam material.

1. Penjelasan ttg kontingensi.

(10)

sesuatu. Kehrsan logis a/ kehrsan dr 1 pernyataan spt ucapan “a/ wajib atau perlu bhw...” Kehrsan ini tdk pernah menyentuh 1 barang atau hal. Dia mrpk pernyataan yg dihasilkan dr pengertian mns. Kehrsan ini berbeda dgn kehrsan adanya sesuatu. Kehrsan yg terakhir ini dibedakan dr kehrsan yg bersyarat, y/ sesuatu itu hrs ada sejauh dia ada. Dia ada scr bersyarat. Kehrsan yg tak bersyarat berarti sesuatu yg mutlak ada; realitasnya tdk bergantung pd sesuatu yg lain. Kontingensi justru dipertentangkan dgn kehrsan tak bersyarat ini. Keharusan tak bersyarat ini dikenakan pd realitas mutlak atau Allah. Keharusan tak bersyarat ini memberi dasar bg kontingensi.

2. Langkah Pembuktian

Ada 3 langkah utk mengembangkan pemahaman ttg perbedaan antara realitas ada yg bersifat mutlak & realitas ada yg kontingen.

1. Langkah pertama: Hrslah diakui bhw tdk mgkn ada 1 realitas yg berasal dr sesuatu yg tdk ada. Hrslah ada 1 dasar mutlak yg mendasari realitas yg ada ini. Dasar mutlak itu ada dr dirinya sendiri. Hanya persoalannya: apakah realitas mutlak ini identik dgn dunia dlm arti totalitas dunia atau bagian dr dunia ataukah realitas mutlak ini berbeda dr dunia.

2. Langkah k2: Realitas mutlak tdk identik dgn dunia bx bkn 1 totalitas dunia maupun bkn bagian dr dunia. Realitas mutlak ini sempurna, & ciri khasnya ialah bhw dia mendasari dirinya dr dirinya sendiri, & tdak ada sesuatu di luar dirinya. Ia bersifat melampaui dunia ini (transenden) tpi juga ada scr implisit dlm dunia ini (immanen).

(11)

4. 4. Mns di hadapan misteri dunia yg tengah berkembang Peristiwa dunia menunjuk kpd realitas Allah. Peristiwa dunia itu tampak dlm 1 gejala yg menonjol, y/ proses mjd”. 1. Problematika proses “mjd”.

 Proses “mjd” berarti proses perkembangan dr yg lama kpd yg baru. Itu dsbt juga “perubahan”. Persoalannya: Apakah perubahan atau perkembangan itu bersifat hakiki atau sekunder (semu)? Problem itu dipertajam lagi dgn pengalaman subyek, misalnya subyek Andrew. Subyek berkembang dr masa anak2 sampai masa tua, bx perubahan psikologis maupun perubahan biologis. Pertanyaannya: apa perubahan ini melibatkan perubahan jati diri subyek atau tdk melibatkan perubahan jati diri subyek. Jawabannya “ya” & “tdk”; masing2 memiliki argumentasinya. Pengalam-an perubahan subyek itu menyentuh pengalam-an “kebaruan”. Dr mana asal kebaruan itu?  Filsafat merefleksikan asal usul kebaruan dgn bertolak pd pengalaman konkrit. Hal yg baru tdk hanya berasal dr luar, juga tdk hanya berasal dr dlm, tpi dr “hasil perwujudan diri dlm proses utk mjd lebih sempurna. Dgn kata lain, kebaruan itu berasal dr realitas keberadaan diri yg aktif dlm proses penyempurnaan diri sbg perwujudan diri yg terus menerus. Tpi jawaban terakhir ini meninggalkan persoalan metafisis: Apakah realitas keberadaan diri yg aktif itu aktif dr dirinya sendiri atau digerakkan o/ realitas Ada absolut yg dsbt Allah?

2. Prestasi diri sbg moment penentu dlm evolusi.

BEBERAPA ISTILAH Agnostisisme

(12)

Dlm artinya yg dipakai skrg, istilah ini mengungkapkan faham falsafi yg menganggap bhw sgl sesuatu yg berada di atas rasa tdk mgkn diketahui. Dgn kata lain, agnotisisme a/ pengingkaran scr umum thd sgl metafisika sbg sumber pengetahuan nyata; scr khusus, agnotisisme mrpk pengingkaran dr kemunginan utk mengetahui Allah. Faham ini menerima kemungkinan adanya suatu kenyataan yg bersifat transenden thd mns, namun menolak gagasan bhw mns dpt mengetahui scr pasti eksistensi & khususnya hakekat kenyataan yg transenden itu. Sbg akibatnya, pengetahuan dibatasi pd barang2 material dunia ini, sedang pengetuhan mengenai yg transenden diserahkan saja kpd perasaaan atau “kepercayaan

Antropomorfisme

kecenderung utk menafsirkan smw wujud luar dlm istlah2 yg sesuai dgn kodrat mns. Dlm bidang keagamaan kecenderungan itu terwujud dlm penyebutan Allah dgn memakai sifat2 badani & etis yg khas manusiawi.

Aseitas

Aseitas [dr kata Latin a se, “dr dirinya sendiri”] ialah kekhasan sesuatu yg memiliki alasan & tujuan eksistensinya dlm dirinya sendiri. Istilah ini diciptakan pd Abad Pertengahan utk menunjuk salah 1 sifat dasar Allah, y/ sifat-Nya bhw Ia tdk mempunyai penyebab lain selain diriNya sendiri.

Deisme

(13)

menelurkan pencerahan materialistis & ateis di Perancis. Sejak pertengahan abad ke-18 faham ini juga mendapat beberapa penganut di Jerman.

Deontologis

Argumen deontologis [dr kata Yunani dein “yg seharusnya”, dlm arti moral] bertolak dr kenyataan adanya kewajiban moral. Tdk dapat disangkal bhw sekurang-kurangnya beberapa tindakan qt tampak bagi qt sbg tindakan yg dipengaruhi o/ suatu nilai mutlak atau sbg tindakan yg harus dilakukan atau dihindari tnp syarat. Sang filsuf lalu bertanya: bagaimana kenyataan ini dapat diterangkan? Manakah syarat yg paling jauh bagi kemungkinannya atau bagi integibilitasnya? Apakah dasar terakhir kewajiban ini? – argumen ini menjawab: hanyalah suatu Nilai Mutlak, yakni Allah sendiri sbg Nilai, & dlm nilai itu smw nilai moral yg qt alami ambil bagian.

Docta Ignorantia

Menurut Nicolaus dr Kusa, “docta ignorantia” berarti: munculnya kesadaran berdasarkan penalaran, artinya: terbukti o/ akal budi, akan alasan-alasan mengapa qt tdk dapat mengenal segala sesuatu yg berhubungan dg yg tdk terbatas, khususnya Allah, dlm dirinya sendiri; ketidakmungkinan itu sebabkan o/ jarak tak terbatas yg ada antara yg terbatas & yg tak terbatas. – Istilah ini sudah digunakan o/ St, Agustinus & St. Bonaventura.

Emanatisme

(14)

saat dlm emanasi itu ada akibat dr saat yg mendahuluinya & asal dr segala saat yg mengikutinya. Emanatisme scr tegas berbeda dg faham penciptaan, yg berasal dr tradisi yudeo-kristiani, yg memandang bhw Allah tetap terpisahkan & berbeda dg makhluk.

Fatum[nasib]

Dlm masyarakat zaman dahulu, fatum a/ suatu keniscayaan mutlak yg menetapkan jalan kejadian segala hal sebelum hal-hal itu terjadi, di dlm segala aspeknya, & bahkan tdk terjangkau o/ dewa-dewa. Dlm Illiades karya Homerus, Yupiter [Zeus] digambarkan menentukan nasib Hector Achilles dg meletak nasib masing-masing dr k2 org itu pd k2 piring timbangan, utk mengetahui kemana miringnya timbangan. – Oedipus mrpk gambar yg tepat dr mns yg dikejar-kejar o/ fatum.

Fideisme

(15)

Okasionalisme

Okasionalisme a/ faham yg 1-satunya menyatakan bhw 1-satunya sebab sejati segala kejadian dlm dunia material & dunia rohani a/ Allah; sebab-sebab lgsg & terbatas tdk lebih dr kesempatan-kesempatan bagi campur tangan ilahi. Okasionalisme mencapai puncak perkembangannya pd tengahan ke dua abad ke 17, di dlm lingkungan murid-murid Descartes [L. Delaforge, G. De Cordemoy, A. Geulinx, J. Claubert, & terutama Nicholas de Malebrance, yg terpenting di antara mrk krn besarnya gagasannya].

Salah 1 akibat yg paling berat dr dualisme faham Descartes a/ ketidakmungkinan memahami hubungan antara jiwa & badan: Descartes mmg menyatakan adanya hubungan timbal balik antara jiwa & badan, namun di dlm sistemnya itu hubungan semacam itu scr dasariah tdk dapat dipahami. – Menurut para penganut faham okasionalisme, bila suatu aktus kehendak [jiwa] disodorkan, suatu aktus badani [badan] yg sesuai dengannya muncul juga; atau bila org mengalami suatu pengaruh pd badannya [badan], terjadilah suatu perubahan dlm jiwanya [jiwa] yg sesuai dg itu. & sebab sejati dr aktus badani pd kasus pertama, & perubahan dlm jiwa pd kasus k2 di atas a/, Allah semata-mata, sedangkan aktus kehendak & pengaruh pd badan tdk lebih dr kesempatan-kesempatan [atau sebab-sebab dlm rupa “kesempatan”] bagi tindakan Allah.

Dr premis tersebut di atas Malebranche menjabarkan nosi pegetahuan sbg “penglihatan hal-hal di dlm Allah”: Allah menyinari pikiran qt, maka qt sendiri lalu “membaca” di dlm Dia, yg mrpk wadah ilahi bagi ide-ide ttg segala hal, - apa yg menurut hemat qt qt ketahui lewat kontak lgsg dg kenyataan wadag & rohani. Sbg akibatnya, dunia objektif tidaklah benar-benar perlu bagi pengetahuan qt; & kepastian yg qt punyai ttg eksistensi dunia ini pd dasarnya yg terdalam hanyalah iman akan kebaikan & kejujuran Allah.

(16)

Suatu faham yg dirumuskan o/ K. C. F. Krause (1781-1832) yg tnp mencampuradukkan dunia dg Allah [seperti dlm panteisme], tdk mau memisahkannya pula dr dhat ilahi. Dlm konsepsi itu adanya Allah mmg tdk disempitkan mjd adanya dunia. Dunia mrpk ungkapan empiris Allah yg berada di dlm segala hal scr imanen & sekaligus transenden. Pankoskisme

Pankoskisme a/ semacam panteisme yg menciutkan Allah mjd semesta fisik, & memandang semesta fisik ini sbg kenyataan yg 1-satunya. Istilah yg diperkenalkan o/ Grote utk menyebut ilozoisme para filsuf pra-Sokrates ini [ilozoisme brasal dr kata Yunani ule, “segala” & zoe, “kehidupan”, jadi berarti bhw segala materi itu berkehidupan & mengandung suatu psikisme, sekurang-kurangnya benih-benih psikisme, sekurang-kurangnya benih-benih psikisme] a/ lawan kata a-kosmisme, istilah yg diperkenalkan o/ Hegel utk menyifatkan sistem Spinoza.

Panteisme

Panteisme [dr kata Yunani pan, “smw” & theos, “Allah”] a/ salah 1 bentuk-bentuk yg mgkn dr monisme. Menurut panteisme hanya ada 1 kenyataan, y/ Allah, sedang segala hal yg lain hanyalah mrpk berbagai cara beradanya Allah. Dg demikian Panteisme a/ sebuah faham imanensi total. Panteisme mmg mengaku suatu perbedaan ttt antara Allah & dunia, seperti perbedaan antara yg 1 & yg byk. Jadi menurut faham ini Allah bkn hanya himpunan dr hal-hal yg byk itu, melainkan Ia-lah asas kesatuan hal-hal itu. O/ krn kesatuan itulah hal-hal yg byk itu mewujudkan alam semesta. Org dapat menggambarkan perbedaan antara Allah & hal-hal yg byk itu seperti perbedaan antara laut & ombak.

Sientisme

(17)

mns sendiri direduksikan mjd dimensi “ilmiah” saja. Hanya ilmu positiflah [seperti kimia, fisika, astronommi, dll] yg mampu memecahka segala masalah & memberikan jawaban yg memuaskan kpd segala tuntutan inteligibilas mns. Itulah suatu pendapat yg menyamakan seluruh realitas dg hal yg dapat dimengerti scr ilmiah.

Sientisme menunjukkan suatu orientasi dasar lain lagi: sbg akibat dr rasionalisme materialis-nya, sientisme mengolah dg caranya sendiri apa yg dinamakannya obyektivisme. Sains bermaksud membuat suatu sintesa seluruh pengetahuan semata-mata pd taraf objek. O/ sebab itu, sientis mjd contoh utama dr mentalitas yg mencita-citakan suatu reduksi total dr realitas ke dlm kategori objek. Subyektivitas “dibendakan”. Interioritas dibahasnya sbg sifat-sifat formal yg khas bagi bagi obyek-obyek ttt: sebagaimana ada obyek-obyek yg berwarna biru, demikian pula ada obyek-obyek lain yg menunjukkan sifat interioritas.

Itulah sebabnya mengapa sientisme mengandung pengingkaran segala metafisika, sejauh metafisika menyatakan bhw dlm kenyataan ditemukan data-data yg berbeda dr hubungan-hubungan ilmiah. Krn prasangka itu sientisme mjd suatu ateisme. Dg ajaran filsafat [epistemologi] materialisnya sientisme tdk boleh mengakui apa-apa yg bersifat spasio-temporal, krn menurut sientisme tdk ada realitas lain yg mgkn dihadapi o/ mns.

Teisme

(18)

akibatnya, teisme juga menolak segala bentuk prinsip mutlak yg berlawanan dg itu, yg mgkn dianggap sbg sumber kejahatan atau materi [dualisme]. Berlawanan dg deisme, teisme mempertahankan pelangsungan eksistensi makhluk-makhluk o/ Allah, kerjasama Allah dg makhluk-Nya lewat peyelenggaraan-Nya, & juga kemungkinan intervensi Allah dlm bentuk mukjizat & wahyu. Teisme juga berbeda dg jelas & panteisme krn tekanannya pd perbedaan dhatiyah antara Allah & dunia, & pd sifat Allah sbg pribadi.

Teleologis [argumen]

Bukti “teleologis” mendasarkan diri pd pertimbangan ttg keselarasan yg merajai alam semesta & perlunya Intelligensi Tertinggi utk menerangkan keselarasan tersebut. Teosofi

Eosofi mencoba mengembangkan kecenderungan-kecenderungan yg, menurut para pemeluknya, mrpk kecederungan kodrati tiap org, utk sampai pd suatu visi ttg Allah, & lewat visi itu mendapatkan suatu pengetahuan gaib ttg segala hal. Haruslah dibedakan dua macam teosofi: pertama, teosofi yg mrpk aliran umum yg terdapat dlm seluruh sejarah filsafat, & k2, teosofi modern, yg menimba inspirasi lebih-lebih dr buddhisme & hinduisme.

(19)

reinkarnasi dlm bentuk-bentuk eksistensi yg lebih tinggi atau lebih rendah, yg pd akhirnya membawa masing-masing org pd pembebasan “benih ilahi” yg dikandungnya & masuk ke dlm “nirvana”.

Dlm bidang moral, para teosofis mengikuti bentuk-bentuk modern buddhisme dg menekankan lebih-lebih kasih persaudaraan & beberapa bentuk asketis yg kadang-kadang aneh. Doa pribadi ditolak, & keselamatan jiwa tergantung seluruhnya & semata-mata pd masing-masing org. Ada ide-ide ttt & beberapa simbol yg diambil dr Kristianisme namun dilucuti maksud aslinya.

A. Rosmini Serbati juga menggunakan istilah teosofi, tpi dg arti yg berbeda sama sekali. Bagi filsuf besar ini teosofi berarti teori ttg ada di dlm keseluruhannya, atau ttg alasan-alasan tertinggi yg ada dlm keseluruhan ada. Dlm arti ini teosofi sama dg metafisika.

Catatan:

 a/ tanda bhw istilah tersebut sudah dikeluarkan atau ditanyakan dlm UTS tahun lalu.

“So i won’t give up, no i won’t break down Sooner than it seems life turn around And i will be strong, even if it all goes wrong When i’m standing in the dark i’ll still belive

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kreatifitas untuk mengetahui tingkat capaian kinerja pegawai yang ada di Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang, tergolong masih kurang baik, hal ini dibuktikan dengan

Apabila Jaminan Jasa Pelayanan berlaku, dan ketentuan-ketentuan untuk Jaminan Jasa Pelayanan sebagaimana ditetapkan pada Tarif dan Pedoman Jasa Pelayanan telah dipenuhi,

vastattiin yhdistämällä sisällön analyysillä aineistosta tuotettu teema- jäsennys ja teemojen esiintymisissä havaitut muutokset (tutkimuksen alakysymykset 1a ja 1b)

Salah satu teh yang sangat terkenal dan paling banyak dikonsumsi adalah Teh hijau, jenis teh ini sangat diminati setiap orang terutama oleh sebagian besar masyarakat Jepang dan

Hasil penelitian dalam puisi Al-Quds karya Nizar Qabbani yang terdiri dari 39 bait tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan yang tergambar dalam puisi menunjukan kondisi

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan prinsip-prinsip pola asuh yang digunakan orang tua dengan pengembangan konsep diri pada mahasiswa

Pada masa baru saja guru habis mengajar sesuatu kemahiran, mereka dapat mengingatinya dengan baik dan dapat juga menunjukkan prestasi yang bagus dalam latihan yang diberikan yang