• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN KERJASAMA SEKOLAH DAN RUMAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MANAJEMEN KERJASAMA SEKOLAH DAN RUMAH"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

moh andi kusumawardhana

PANDUAN PENDIDIKAN

BAGI ORANG TUA & GURU

(2)

Judul Buku : Panduan Pendidikan Bagi Orang Tua & Guru Penyusun : Moh. Andi kusumawardhana

Tahun penyusunan : 2011 Kota :

Tebal Buku : 157 halaman qwarto

Cover, data buku, persembahan, halaman kosong, pengantar, daftar isi, isi buku , pustaka, biografi.

(3)

seorang aki wartawan 73 tahun :

Darmawidyawati

Atsar

Rofyq

Syahid

(4)

KATA PENGANTAR

Idealnya Fungsi Pendidikan dalam sebuah masyarakat harus dipenuhi berbareng oleh keluarga dan sekolah. Meski peran tugas keluarga dan sekolah tidak sama, pada potensi masing-masing akan saling melengkapi dalam menumbuhkan generasi yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Sekolah adalah spesialisasi kelembagaan ditengah masyarakat yang

menangani khusus sosialisasi ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai. Dengan kerja kelembagaan yang bersifat khusus ini, anak-didik bisa di akselarasi untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang terbentuk selama ratusan tahun oleh karya para ilmuwan Dengan kerja sekolah pula, anak-anak dapat di kondisikan

kepada situasi sosialisasi yang seragam dan merata terhadap seluruh generasi didalam pembinaan moral keagamaan. Sehingga pewarnaan moral dan agama akan merata terhadap generasi berikutnya sesuai standarisasi yang diinginkan dan direncanakan. Sehingga setiap anak yang berasal dari berbagai ragam keluarga, akan meraih kompetensi moral dan agama yang setara tanpa terhalang oleh variable pembatas yang bersifat khusus yang ada pada setiap keluarga.

Bersama lembaga sekolah, perkembangan metode pembelajaran juga terus mengalami perubahan penyempuranaan untuk selalu menjadi lebih baik. Sayangnya hasil yang didapat masih selalu saja tidak maksimal. Rata-rata nilai dan angka kelulusan sekolah selalu saja tidak maksimal dalam meraih standar kompetensi yang sudah ditetapkan. Salah satu penyebabnya adalah kesenjangan antara materi ajar dan praktik metode pembelajaran yang harus dikembangkan. Materi ajar telah

berkembang sedemikian lengkap dan komprehensif. Sementara praktik metode pembelajaran terseok mengawang dalam tingkat perencanaan dan pelatihan demi pelatihan. Sehingga indikator hasil belajar anak anak didik kita menjadi sering tidak memuaskan dan seringkali pula mencemaskan.

(5)

dan orang tua dirumah memang perlu pembagian kerja. Sekolah mendesain kondisi sosialisasi ilmu pengetahuan secara total melalui ceramah guru, praktikum,

penyediaan bacaan, pengaturan kegiatan anak disekolah yang serius maupun yang santainya, serta penugasan-penugasan PR yang harus diselesaikan melalui kerjasama dengan orang tua di rumah.

Di rumah, orang tua tidak mungkin menguasai seluruh materi ajar, dan tidak pula mungkin bisa menjadi guru untuk semua materi ajar. Amat banyak materi ajar pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas yang saat ini telah demikian sulit untuk dikuasai sekaligus oleh para orang tua.

Sekalipun orang tua tidak bisa menjadi guru seperti guru di sekolah, orang tua bisa tetap fungsional dalam mengkonstruksi anak untuk lebih ber-ilmu. Yaitu sebagai penyedia sarana belajar anak, dan sebagai teman diskusi bagi anak untuk seluruh mata pelajaran. Kalaupun orang tua tidak menguasai bahan pelajaran, orang tua tetap bisa berdiskusi sebagai motivator atau sebagai pemberi solusi dalam mencari

referensi atau rujukan ketika anak mendapat tugas atau pekerjaan rumah dari sekolah. Kegiatan belajar dirumah bukanlah seformal disekolah, orang tua bisa

merubah bentuk kegiatan dalam alokasi waktu yang tetap itu menjadi diskusi-diskusi ilmiah yang di stumulasi orang tua. Didalam diskusi-diskusi ilmiah yang di stimulasi orang tua itu orang tua juga bisa berperan sekaligus sebagai stimulator rasa ingin tahu yang bisa mendorong anak untuk mencari tahu secara aktif.

Buku ini mencoba merinci apa yang bisa di sejalankan oleh orang tua dirumah bersama guru di sekolah dalam menumbuhkan kecerdasan anak. Khususnya pada anak-anak didik pada tingkat dasar (kelas 1 s/d 9). Semoga anak didik akan mendapat tiang tambahan penguat tegaknya kemampuan akademis. Sebab orang tua pasti bisa sumbang positif bagi pertumbuhan kecerdasan anak dengan memanfaatkan 12 s/d 16 jam waktu anak di rumah setiap harinya.

(6)

Kata Pengantar 4

DAFTAR ISI 6

BAB 1 BAHTERA DAN SAMUEDRA 8

1.1.Bosan di Sekolah 9

1.2.Bosan di Rumah 13

1.3. Akiba Bosan di Sekolah dan Bosan di Rumah 16

1.4. Prestasi Belajar Yang Menyelamatkan 23

1.5. Apakah Bahayanya Jika tidak diberi Kebanggaan Prestasi ??? 28

1.6. Mengerahkan Guru dan Orang Tua 32

BAB 2 TUJUAN PRAGMATIS DAN KOMUNIKASI PEMBELAJARAN 40

2.1. Tujuan Pragmatis Pendidikan 40

2.2. Komunikasi Sebagai Cara Meraih Tujuan 43

2.3. Bumper Sistim Keyakinan Untuk Proses Komunikasi 58 2.4. Metode Metode Mengoptimalkan Komunikasi Pembelajaran 60

BAB 3 GURU DI SEKOLAH DAN ORANG TUA DI RUMAH 67

3.1. Dua Komunikator Pendidikan ; Guru dan Orang Tua 67

3.2. Guru di Sekolah 68

3.3. Orang Tua di Rumah 71

BAB 4 PRAKTIK PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DAN DI RUMAH 75 4.1. Praktik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Kls 1 SD/MI 75 4.1.1. komunikasi pembelajaran oleh guru di sekolah 76 4.1.2. komunikasi pembelajaran oleh orang tua di rumah 88 4.2. Praktek Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kls 1 SD / MI 90 4.2.1. komunikasi pembelajaran oleh guru di sekolah 90 4.2.2. komunikasi pembelajaran oleh orang tua di rumah 98

4.3. Praktik Pembelajaran IPA Kls 7 SMP/MTs 102

4.3.1. komunikasi pembelajaran IPA Kls 7 SMP/MTs di sekolah 103 4.3.2. komunikasi pembelajaran IPA Kls 7 SMP/MTs di rumah 116

(7)

4.4.2. pembelajaran IPS-7 di rumah 124

BAB 5. KUMPULAN TIPS UNTUK ORANG TUA DAN GURU 126

5.1. Tips Membantu Anak Menurut Seorang Wartawan 127 5.2. Tips Membantu Anak Menurut Seorang Ayah di Amerika 129

5.3. Tips Membantu Anak Menurut Seorang Dokter 133

5.4. Tips Kerjasama Orang Tua dan Sekolah Menurut Fihak Lembaga Pendidikan 137 5.5. Tips Menangani Disgraphia Menurut Psikiater 140

5.6. Tips Kerjasama Orang Tua Masyarakat 141

5.7. Tips Mencegah Anak Didik Depresi 143

PUSTAKA 146

Glosary 147

Index 153

(8)

BAB I

BAHTERA DAN SAMUDERA

Usia belajar adalah usia berlayar.

Menempuh perjalanan melintas samudera hingga ke tujuan.

Menaiki bahtera lembaga pendidikan,

hingga lulus meraih ilmu dan predikat kelulusan.

chobynet.wordpress.com

Bahtera lembaga pendidikan yang sesungguhnya bagi anak adalah seluruh forum interaksi dan komunikasi yang dijalani anak selama usia belajar. Dimulai sejak bayi hingga remaja menjelang dewasa pada usia 20 s/d 22 tahun ketika pada umumya di usia tersebut anak-anak sudah bisa lulus sekolah akademi atau universitas.

(9)

adalah yang bersifat positif dua lingkugnan interaksi yang harus di bangun menjadi menarik dan dicintai oleh anak didik adalah keluarga dan sekolah. Mereka tidak boleh kehilangan kepercayaan dan kecintaan dari rumah dan sekolah. Tidak pula boleh terjadi ada tempat kurang baik atau buruk yang lebih dicintai dan terasa lebih menyenangkan dibandingkan forum rumah dan forum sekolah.

Forum interaksi dan komunikasi pemberi input nalar dan pengetahuan ini tidak boleh dibuat jauh atau tidak menarik bagi anak-anak. Jika kemudian terjadi bahwa anak-anak terlepas dari lingkungan rumah atau sekolah, sama artinya mereka telah pergi dari daratan untuk berlayar, tapi kemudian mereka meninggalkan perahu yang akan menyampaikan mereka menuju tujuan1.

1.1. Bosan di sekolah (ilustrasi)

Di sebuah sekolah menengah pertama, pada jam 12 siang, semua murid kelas

7 masih duduk di kelas. Mereka mencatat beberapa kesimpulan pelajaran yang

ditugaskan oleh guru. Sepintas dapat terlihat bahwa mereka mencatat dengan

terburu-buru, mengikuti sekretaris kelas yang ditugaskan pak guru untuk menyalin

dari buku pribadi beliau ke papan tulis.

Papan tulis di depan telah penuh dengan catatan kesimpulan pelajaran ketika

sekretaris kelas menyudahi kerja menulis di papan tulis, lalu melangkah menuju ke

tempat duduk pak guru. Ia mengembalikan buku yang jadi sumber salinan di

kembalkan kepada pak guru. Kemudian sang sekretaris kembali duduk di bangkunya.

10 menit kemudian, kelas beranjak agak gaduh. Sebagian besar dari siswa

kelas tersebut memang telah menyelesaikan menyalin catatan ringkasa yang tadi

dituliskan oleh sekretaris kelas.

Matahari siang telah tegak di atas kepala, bersama udara yang terasa

gersang. Beberapa helai daun cemara di halaman yang kering karena musim

kemarau bergoyang tertiup angin lembut. Halaman sekolah dan jejeran ruang kelas

1

(10)

mulai sedikit gaduh, tak berarti banyak dibanding keadaan keseluruhan sekolah yang

sepi .

Guru di depan kelas duduk di kursinya, dengan meja yang sedikit berantakkan

karena beberapa buku yang berserak. Vas bunga yang berdebu, masih menemani

meja walau sepertinya telah beberapa hari tidak mengenal lap atau pembersih debu.

Sesekali pak guru beralih posisi duduk, terlihat bahwa beliau mulai tak betah duduk

di kursinya.

Suasana sepi siang itu tiba-tiba pecah, ketika bel pulang sekolah berbunyi.

“ Treeettt…… Treeettt…., “

Tanda bahwa jam sekolah telah berakhir.

Kemudian muncullah suara-suara ramai dari anak-anak di kelas :

“horeeee….!!!!”,

“asiiik-asiiik …!!!!”.

Demikian beberapa kalimat yang keluar dari anak-anak didik siang itu.

Sebagian lainnya bahkan memperlihatkan kegembiraan dengan saling dorong

dengan teman duduk satu meja.

Yang amat perlu diperhatikan dari ilustrasi tadi adalah peralihan ekspresi emosi yang terdapat pada anak-anak. Yang tadinya terlihat jenuh dan bosan, tiba-tiba menjadi gembira sukacita ketika bel pulang berbunyi.

(11)

berakhir” hari itu.

Ilustrasi ini memberikan penjelasan tentang adanya sebuah sekolah yang telah kurang berhasil membangun magnit interaksi. Anak-anak tidak merasa tertarik untuk berada di sekolah. Sehingga menit-menit belajar disekolah adalah beban tugas yang harus dipikul sebagai pengorbanan. Semakin lama di sekolah, akan semakin dirasakan sebagai pengorbanan yang semakin besar.

Ketika sekolah gagal menjadi magnit lingkungan interaksi, anak didik akan menjadi pembosan

dan tidak betah di sekolah.

dwiky10.wordpress.com

Judul Beban terhadap aktifitas bersekolah bagi anak-anak adalah hal yang seharusnya haram untuk muncul. Tapi pada kenyataannya hal demikian memang menjadi sulit dihindari berkembang dalam pemikiran anak-anak. Pelajaran demi pelajaran dan waktu demi waktu sekolah lebih menjadi pikulan yang harus di

(12)

anak dari kesempatan tumbuh sehat sebagai penuntut ilmu atau anak didik. Sebagai anak didik, mereka seharusnya mengalami pertumbuhan pohon nalar secara amat subur dan kondusif. Subur Karena di pupuk oleh motivasi demi motivasi guru, serta subur karena setiap fasilitas yang ada. Setiap fasilitas belajar dan guru-guru

matapelajaran adalah partner pertumbuhan mereka. Partner dalam artian sebagai stimulant rasa ingin tahu, serta partner mempermudah mereka untuk mendapat jawaban ilmiah dari setiap pertanyaan rasa ingin tahu mereka yang muncul. Sekolah amat berharga, karena di sekolah selalu ada guru yang bisa

menjelaskan mengapa pintu berbentuk persegi panjang dan mengapa memiliki engsel. Mengapa pula meja harus memiliki empat kaki agar tidak goyah. Dari mulai gerbang masuk hingga toilet ada berbagai penjelasan ilmiah yang bisa dibantu ditemukan oleh guru di sekolah. Sehingga anak-anak akan bernar benar menguasai ilmu fisika, ilmu matematika geometris, serta ilmu ilmu lainnya. Sebab setiap subjek ilmu tadi telah ada bentuk nyatanya disekolah dalam bentuk berbagai fasilitas dan kegiatan sehari-hari belajar dan mengajar di sekolah. Semua yang ada disekolah bisa menjadi pupuk dan iklim penyubur karena dibantu ditafsirkan dan dimanaatkan untuk mengantar pemahaman kepada anak didik oleh para guru.

Kesempatan berharga hadir di sekolah adalah kesempatan dibantu guru untuk memahami keseluruhan peragaan atau refleksi penjelasan pengetahuan mulai dari pintu gerbang hingga toilet. Jika anak-anak betah di sekolah, berbagai peragaan dan refleksi penjelasan tadi bisa menumbuhkan mereka menjadi anak-anak pemilik konstruksi pemahaman yang terus tumbuh subur. Sebaliknya ketika mereka menjadi tidak betah utuk berada disekolah, kesempatan berharga menikmati sekolah sebagai lahan pertumbuhan melalui sarana belajar fisik, guru dan kurikulum (kurikulum eksplisit, kurikulum implicit, dan kurikulum tersembunyi) menjadi gagal di dapat.

Jika dirinci secara detail, beberapa hal yang pasti tidak menjadi optimal bagi anak anak yang tidak betah di sekolah adalah : (1) ruang imaginasi pertumbuhan nalar, (2) kurikulum eksplisit, (3) kurikulum implicit, (4) kurikulum tersembunyi, (5) peer pressure terhadap hal positif, (6) stimulasi rasa ingin tahu akademik.

(13)

1.2. Bosan di Rumah

Mita adalah seorang gadis cilik yang baru saja memasuki kelas satu di sebuah sekolah menengah pertama. Secara ekonomi ia cukup beruntung, karena orang tuanya bisa menyekolahkannya ke sekolah favorit. Setiap hari ia bisa bisa berangkat

kesekolah dengan uang jajan cukup dan plus perlengkapan sekolah yang disediakan orang tuanya. Di tasnya selalu tersedia handphone, buku, pulpen, penggaris, dan laptop.

Handphone : buku tulis & ballpoint

bekasi.olx.co.id guruindo.blogspot.com

buku pelajaran : notebook :

(14)

tidak kekurangan. Karena cita-cita baik orang tuanya memang di wujudkan dengan perhatian untuk membelikan sarana hidup yang juga cukup. Untuk mudah

berkomunikasi dengan orang tua, anak di bekali handphone. Sementara agar mudah mencatat pelajaran dan browsing wawasan pelajaran orang tua juga menyediakan note-book sederhana tapi memadai sebagai bekal belajar.

Seorang Ibu akan selalu selalu berusaha melepas anak ke sekolah dengan berbagai fasilitas apapun

yang bisa diberikannya kepada anak.

f-buzz.com

Dalam perjalanan keseharian setelah memasuki sekolah apa yang di cita-citakan orang tua dengan mencukupi teknologi belajar bagi anak ternyata tidak selamanya bermanfaat positif.

(15)

Sebab disana tersimpan konvergensi media, komunikasi, hiburan, internet, plus aktualita

yang bisa dinikmati secara audio-visual

ibu-2 asik BB-an remaja pelajar asik BB-an

fotographer.net adib.000space.com

putri cilik juga asik BB-an

picplz.com akuperi.blogspot.com

Mama Mita yang bukan wanita karier seharusnya punya banyak rencana dan waktu membangun forum interaksi dengan anak di rumah. Namun akibat teknologi baru, ternyata lambat laun forum-forum interaksi primer yang dulu sangat intens dan hangat antara ibu dan putrinya kini sedikit demi sedikit mulai menjauh.

Menjauhnya intensitas interaksi antara ibu dan anak ini potensial akan membawa beberapa problem secara berurutan : Problem pertamanya adalah kehilangan waktu forum interaksi. Problem berikutnya yang menyusul adalah kehilangan dari konten forum interaksi berupa nasehat atau kata-kata dan sikap yang

(16)

berikutnya lagi yang kemudian menyusul adalah anak-anak akan kehilangan ketergantungan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang tua. Sebab yang dahulunya ia selalu tergantung untuk mencari jawaban atau solusi permasalahan melalui kedekatan interaksi dengan orang tuanya, kini ia mulai terbiasa mencari ‘jawaban masalah’ tidak dari orang tuanya.

Pada stage atau tahap tertentu dari merenggangnya interaksi ibu dan putrid tercintanya adalah akan menuju kepada ‘kebosanan’ anak untuk berada di rumah. Padahal jika tahap ‘bosan’ dirumah ini sudah mulai muncul secara eksplisit, dapatlah diartikan bahwa anak sedang siap untuk terjun menuju lingkungan baru yang tak pernah punya janji komitmen apapun yang setara dengan yang selalu ada dalam sanubari orang tua terhadap anak-anaknya.

1.3. Akibat bosan di sekolah dan bosan di rumah

Sekolah sangat menjemukan, lalu rumah pun tidak membuat mereka betah dan nyaman.

Kebosanan di rumah dan sekolah, Adalah pendorong besar bagi anak untuk mulai melirik tempat-tempat yang dianggap bisa memberi kesenangan.

(17)

yang bukan di dalam rumah dan bukan pula di sekolah. Ada kemungkinan mereka akan memasuki lingkungan yang baik, menularkan kebiasaan belajar bersama, membawa kepada berbagai kegiatan kemanusiaan, dan solidaritas pertemanan yang tinggi. Namun seringkali kemungkinan yang muncul adalah pada sisi yang tidak sebaik yang pertama. Karena, bagaimanapun lingkungan interaksi di luar rumah dan sekolah kebanyakan bukan lingkungan yang terbimbing kedewasaan guru atau orang tua.

Sekalipun tanpa pendorong dari faktor kejemuan sekolah dan rumah, sejalan dengan usia meningkat remaja, anak-anak memang akan beranjak dari rumah untuk memasuki dan mempunyai lingkungan interaksi primer baru, yaitu pertemanan akrab. Kehadiran dua kejemuan dari wadah hidup rumah dan wadah hidup sekolah yang semestinya menjadi magnit terkuat dan terindah di dunia, akan mempercepat keberangkatan mereka untuk memasuki pertemanan akrab.

Dalam istilah sosiologis pertemanan akrab ini disebut “peer-group” yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “teman sebaya”. Pertemanan akrab ini punya kekuatan signifikansi atau kekuatan menentukan perilaku yang hampir setingkat dengan keluarga. Beberapa penelitian perilaku, dari sosiologi2 maupun psikologi selalu menemukan bahwa dua lingkungan interaksi yang amat menentukan bagi anak anak adalah keluarga dan teman akrab / teman sebaya. Secara eskalatif, pengistilahan ilmu sosial kemudian mengangkat family dan peer group bukan lagi sekedar

socialization-agent (agen sosialisasi), tapi meningkat menjadi disebut ‘ significant-others’, yang artinya sudah betul-betul diakui signifikan berpengaruh terhadap perilaku anak-anak.

Yang agak kritis dari ‘keluarga baru’ yang disebut dengan peer group atau lingkungan pertemanan akrab adalah tidak adanya pembimbing dewasa pada lingkungan ini. Acuan perilaku para anggota kelompok lebih di lahirkan dari

‘manager’ pertemanan yang juga sama tidak dewasanya dalam menyikapi perubahan zaman. Jika tanpa di siasati orang tua dan guru dengan baik, ini akan menjadi potensi permasalahan di kemudian hari.

2

(18)

Kesetaraan usia dan tingkat pendidikan membuat satu sama lain merasa bisa eksis dan bisa merasa cukup berharga. Amat berbeda dengan dihadapan orang tua atau guru yang cukup sering secara keliru menempatkan anak-anak sebagai ‘sub-ordinat’ saja.

hariansumutpos.com

Saat anak didik terlepas dari rumah dan sekolah dan menjadi tidak betah dirumah atau disekolah, saat itu mereka seperti sebuah sekoci yang meninggalkan bahtera induk ditengah lautan luas. Mungkin saja mereka selamat dengan sekocinya, namun kemungkinan lebih besar bagi mereka adalah berbagai resiko badai lautan interaksi sosiologis dan psikologis yang amat besar.

Di tengah-tengah pertemanan, anak-anak akan mudah mencoba-coba berbagai hal seperti rokok, bacaan kurang baik, atau ganja / marijuana dan alkohol. Mudah pula bertemu dengan jejaring komunikasi global yang berserak disetiap sudut waktu dan ruang melalui Warnet, Handphone, dan Laptop. Kemudian setelah berberapa waktu muncul sebagai perilaku nyata baru yang dijalani oleh anak-anak, yang pastinya akan dianggap sebagai kebiasaan kurang baik oleh para orang tua.

(19)

anak-‘alkohol’, marijuana, perkelahian atau lainnya dengan mudah orang tua akan melarang anaknya masing-masing.

Penyebab persoalan yang sesungguhnya adalah justru terjadi pada kelompok pertemananyang sama-sama masih sangat ‘hijau’ dan ‘anak baik’ yang tak mampu mengerti mana akibat baik dan buruk dari sebuah tindakan coba-coba.

Persaingan ‘bisnis’ membentuk daya tarik antara merger rumah plus sekolah menghadapi lingkungan luar lainnya sangat tidak bisa dianggap enteng. Sebab kalah bersaing sama artinya dengan merelakan anak untuk menjadi anggota keluarga yang lebih taat di dalam ‘new family’ yang kita sebut dengan peer-group, yang kita tahu pasti disana tidak ada orang yang cukup dewasa untuk memimpin ‘keluarga’ menghadapi zaman.

Dua remaja ini, kemunkinan besar sedang Menjalani proses inisiasi memasuki sebuah Grup remaja. Mereka harus melalui proses seperti mos (masa orientasi siswa) sebelum di akui sebagai anggota ‘grup’.

ndulaylay.deviantart.com

Berbagai persoalan dan perilaku negatif remaja pelajar, biasanya dan

(20)

sekolah. Perilaku merokok, sok jago dan minuman keras, atau narkoba, kerap terjadi dan dimulai dari lingkungan pertemanan akrab.

(1) Rokok

Rokok adalah badai sosiologis yang sulit dihindari. jutaan atau bahkan

puluhan juta pelajar seluruh dunia setiap tahun memasuki dunia merokok.

Biasanya dimulai karena cetusan ide

yang muncul dalam kelompok pertemanan akrab

Sama-sama bukan perokok lalu sama-sama memulai mencoba merokok

achoey.wordpress.com

pada remaja lanjut (sekolah menengah atas), rokok biasanya jadi penyakit menular

(21)

(2)

Badai sosiologis kedua bagi pelajar adalah tontonan

yang mempromosikan betapa macho atau mengasikkannnya menjadi seorang

jagoan koboy atau karateka atau pendekar silat klasik yang punya titipan

pesan “PLUS”. Yang dimaksud plus adalah atribut kebiasaan merokok dan

minum minuman keras dari para jagoan filem. Akibat dari jenis tontonan

seperti ini adalah perilaku sok jago atau merasa jago jika bisa ‘berani’

menikmati minuman keras.

filem Koboi macho

arnekevinyahoo.blogspot.com alizbomb.blogspot.com

Minum alkohol plus “reward” bisa menghayal jadi pendekar hebat yang sakti. Harga diri merasa jadi pendekar sakti saat minum alkohol akan tercipta secara subjektif setelah menonton filem pendekar mabuk.

filem pendekar mabuk

indonesiamedia.com padepokanrumahkayu.blogdetik.com

(22)

(3)

Badai sosiologis ketiga adalah pergaulan bebas modern yang

berkawin dengan kebutuhan gaya hidup

. Telah memaksa banyak remaja putrid mencari jalan pintas untukmemperoleh uang banyak dan cepat. Pergaulan bebas telah membongkar benteng rasa malu untuk berzina, lalu kebutuhan gaya hidup mendorong terjadinya ekonomisasi zina yang sudah biasa dilakukan. Sehingga jutaan remaja sekarang terjebak prostitusi remaja.

Remaja terjebak jaringan prostitusi

riniyy.wordpress.com

jaringan distribusi

menggunakan teknologi canggih

masmintos.blogspot.com bratasatu.blogspot.com

P

(23)

1.4. Prestasi Belajar Yang Menyelamatkan

Menciptakan magnit atau menyegarkan magnit rasa betah bagi anak-anak pada lingkungan sekolah memang memerlukan banyak cara.

Cara yang paling konvensional dan bisa ditempuh adalah memilih pengertian awal yang sempit saja, yaitu mengartikan ‘pertumbuhan’ manusia pelajar pada sisi penguasaan akademik. Sisi penguasaan akademik adalah

kemampuan untuk menjawab soal-soal evaluasi dengan baik kemudian mereka akan mendapat raport denga nilai baik pula.

Tujuannya adalah sekedar agar anak-anak merasa cukup berharga dan merasa mampu untuk belajar di sekolah dengan baik. Jika mereka merasa mampu meraih prestasi, mereka akan senang untuk datang ke sekolah dan belajar. Sebaliknya jika mereka merasa tak mampu, kemungkinan besar mereka akan merasa pesimis kemudian menganggap sekolah sebagai beban yang tak disukai.

Terkadang , standar penilaian raport memang harus di turunkan Sehing-

ga mayoritas anak-anak berke- sempatan punya pengalaman mene- rima raport yang bisa mereka banggakan kepada orang tua di rumah.

( berilah pengalaman kepada anak-anak bahwa mereka pernah mendapat nilai

raport yang baik / bagus )

No Pelajaran Nilai Rata-rata kelas Nilai dicapai anak 4 Matematika 8,00 8,50 5 Bahasa

Inggris

7,80 8,30

6 IPA 7,60 8,20

7 Bahasa Daerah

7,80 7,50 8 Olah Raga 7,50 7.80

9 IPS 7,80 8,50

(24)

terhadap dirinya. Mereka tidak mudah untuk kecil hati manakala mengalami nilai raport yang kurang baik. Sehingga tetap bisa dipacu kembali

semangatnya untuk meraih kesempatan berikut, atau berikutnya lagi.

Gembira dan bangga menjadi anak murid sebuah sekolah secara bersama-sama setelah mendapat Nilai Raport Rata-rata bagus

smpnduaweru.blogspot.com

Jika guru mengetahui kalau sebagian anak-anak didik mereka memang kurang mampu meraih prestasi secara akademik. Langkah lain yang bisa di upayakan adalah menciptakan forum kegiatan yang bisa menjadi ‘alasan’ sekolah memberikan penghargaan sukses prestasi. Misalnya adalah

menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penelusuran bakat dan ekstra kurikuler.

Ekskul bela diri

brimobpoldakaltim.com

(25)

ternakkelinci.googleimage

Ekskul Mendaki Gunung / Gerak Jalan

krisnanda-smangondang.blogspot.com

Jika sekolah mempunyai cukup biaya, tidak ada ruginya sekolah menggaji seorang guru khusus yang bertugas menelusuri bakat-bakat dan kebiasaan anak murid yang nilai raportnya dibawah rata-rata.

Andai ada sekelompok anak murid yang raportnya hanya enam, tapi kemudian melalui penelusuran oleh guru khusus diketahui bahwa ia sering olah raga lari pagi atau berjalan kaki, sekolah dapat cepat mengambil keputusan penyelenggaraan lomba kecil mendaki gunung atau gerak jalan lintas alam. Forum lomba gerak jalan lintas alam atau mendaki gunung ini akan menjadi kesempatan kepada anak-anak yang prestasi akademiknya

Anak-anak akan merasa berharga karena sikap kasih dan perawatannya

diperlukan oleh kelinci-kelinci di sekolah.

Ekskul ternak juga bersifat menumbuhkan sikap kepemimpinan yang amat baik sebagai pelindung dan penjamin kesejahteraan ‘anak buahnya’.

Dari nama kegiatannya “Pencinta Alam”, akan

memberikan harga diri positif kepada anak-anak. sebagai orang yang ‘bermanfaat kepada alam’. Walau belum pernah ikut kegiatan

reboisasi.

(26)

mendapat penghargaan sebagai juara lomba, atau penghargaan sebagai anggota ‘tim-khusus’ sekolah dalam olah raga mendaki gunung atau gerak jalan lintas alam.

Guru khusus detektif bakat dan minat anak didik

malang.olx.co.id cerista.wordpress.com

Dengan langkah-langkah mewujudkan prestasi alternatif bagi yang kurang mampu secara akademik, seluruh anak didik di sekolah nantinya akan punya catatan prestasi kebanggaan masing-masing.

Sehingga nantinya di dalam gedung sekolah, tidak ada anak yang tidak memiliki prestasi dan memperoleh penghargaan atas prestasinnya.

Serta tidak ada pula anak yang menjadi murung karena merasa tak mampu atau merasa tidak berharga di sekolah. Semua akan cinta sekolah dan akan menyukai untuk datang ke sekolah.

(27)

kegiatan ekskul dan berbagai ketrampilan di sekolah

smpannur.sch.id

efkaluna.multiply.com nafis-audrey.blogspot.com

(28)

1.5. Apakah Bahayanya Jika Tidak Diberi Kebanggaan Prestasi ??? Jika anak-anak tidak punya pengalaman mendapat nilai raport yang

memuaskan, atau tidak punya pengalaman sukses berdiskusi dengan mampu memberikan jawaban memuaskan dihadapan guru, potensial akan membuat persepsi negative terhadap diri sendiri. Lalu mereka menjadi mudah patah semangat dalam soal belajar di sekolah.

Tak ada orang tua yang tak sedih

melihat anak murung karena terjebak persepsi diri negative. KemudianMelamun sendiri semisal karena raport tak pernah bagus

islamedia.web.id

gadis cilik murung

kesehatan-holistik.blogspot.com status-selebritis.com

Setelah patah semangat, yang berbahaya adalah bukan buruknya nilai raport, melainkan pelarian kepada upaya mencari perasaan memilikik harga diri

(29)

ini.

Dalam beberapa kajian, perilaku merokok, narkoba atau miras, dari para remaja adalah terkait dengan upaya mark-up harga diri mereka dihadapan orang lain. Mereka merasa lebih ‘dewasa’ dan jantan jika merokok, mereka juga merasa lebih ‘berani’ jika telah mencoba narkoba atau miras. “ Dewasa “, atau “berani” adalah dimensi-dimensi dari harga diri yang difahami anak-anak remaja secara subjektif dan singkat. Terlepas dari dibenarkan atau tidak oleh para orang tua, kenyataan objektif memang menunjukkan bahwa anak-anak remaja merasa punya gemuruh emosi prestasi ketika mereka ‘berani’

menghadapi ‘bahaya’ narkoba atau miras dengan ‘berani’ mengkonsumsinya.

Mark-up harga diri yang amat subjektif ini kemudian dapat berkembang menjadi idiologi kelompok pertemanan. Terjadi ketika anak yang sudah ‘sukses’ melakukan mark-up mengajak teman-teman dalam kelompoknya untuk turut mencoba. Kemudian teman-teman akan terpengaruh untuk turut mencoba dengan alasan sama, yaitu sebagai langkah ‘mark-up’ harga diri. Ketika anak didik memperoleh keyakinan subjektif dari lingkungan barunya, bahwa ‘jika ia melakukan sesuatu’ maka ia tergolong berprestasi (semisal sebutan anak hebat, jago, gaya, atau lainnya), ia dengan mudah untuk turut melakukan hal tadi, meskipun sebenarnya negatif.

Perilaku-perilaku seperti : 1. tattoo,

2. minuman keras, 3. narkoba,

(30)

bahwa jika mereka ‘melakukan itu’ mereka telah tergolong orang ‘hebat, jago, gaya atau lainnya yang senada.

Perilaku tattoo :

Perilaku tattoo banyak bersebar mewabah karena para musisi terkenal

menggunakan juga tattoo di tubuhnya.

profiles.friendster.com

perilaku minuman keras :

banyak di Amerika

.

(31)

juga terjadi di Indonesia (Sidoarjo))

kabarsidoarjo.com

perilaku narkoba :

kuburan masal korban narkoba

202.158.39.26 lingkarmerah.blogspot.com

Narkoba juga melanda sekolah-sekolah. Kebanyakan pada kelas 10 & 12

thehighestclass.com

(32)

Sebelum mengambil langkah menemui sentuhan profesionalisme para pengelola bimbingan belajar yang mahir mencetak pemecah soal, ajakan pertama membangun prestasi anak adalah kepada Guru dan Orang Tua.

Uapya membangun prestasi harus dilakukan bersama oleh guru dan orang tua di rumah secara bersama.

pomgarridho.wordpress.com

Penyelamatan darurat dengan pragmatisme :

kalau kita bukan orang tua dan guru yang belajar khusus mendalami ilmu pendidikan, kita mungkin akan sulit untuk memahami berbagai metode pendidikan yang njlimet. Anak kita telah sekola saat ini, sementara kalau kita harus belajar lagi metode pendidikan kita pasti akan membutuhkan waktu beberapa tahun. Sebagian dari kita akan bisa lulus memahami metode pendidikan dalam beberapa tahun itu, namun banyak dari kita tentunya sulit untuk meraihnya. Sebab pada usia dan posisi sebagai orang tua yang banyak disibukan oleh urusan lain akan memiliki banyak hambatan untuk bisa menjadi seorang sarjana pendidik yang ahli.

(33)

punya alokasi waktu belajar lebih banyak dan lebih sungguh-sungguh.

Dua kelebihan Minimal yang ada pada Orang Tua dan Guru untuk bisa digunakan sebagai instrument pengarah semangat dan cara anak meraih prestasi belajar adalah (1) Alokasi waktu bersama yang tinggi, (2) saham-saham fungsional penting Orang Tua dan Guru kedalam kehidupan anak.

Orang Tua dan Guru adalah lembaga tempat anak berinteraksi selama

bertahun-tahun dalam jumlah waktu yang paling besar. Karena alokasi waktu bersama yang besar, orang tua dan anak brada pada posisi komunikasi yang amat dekat dan mudah untuk saling memahami maksud. Sehingga

Orang tua dan Guru juga memiliki banyak saham fungsional yang tidak diberikan oleh lingkungan interaksi lain terhadap anak. Karena saham fungsional itu, orang tua dan guru akan lebih mudah dan lebih absah dimata pemikiran anak-anak untuk mengarahkan kepada kebaikan.

Sehingga yang pertama kali harus dimanfaatkan untuk mengajak anak

berprestasi secara akademik adalah kedua fihak saja ; Orang Tua dan Guru di sekolah.

Apa sajakah saham fungsional Orang Tua terhadap anak ?

1. perlindungan keselamatan

2. memenuhi kebutuhan makan dan minum 3. tempat mengadu dan mengeluh persoalan 4. sumber biaya sekolah

5. sumber uang jajan

6. tempat bertanya ketika mengerjakan PR

(34)

Lalu apa sajakah saham fungsional Guru/ Sekolah :

Anak-anak akan sangat ingat tiga tujuan pragmatis yang amat penting bagi mereka yaitu :

(1) harus bisa naik kelas sebab kalau tidak naik kelas akan malu dan sedih.

(2) yang bisa mengajari ia untuk bisa menjawab soal denga baik lalu bisa naik kelas hanya orang tua.

(3) guru dan sekolah adalah satu-satunya sumber ijazah resmi sekolah. Yang hanya dengan ijazah itu bisa untuk melanjutkan pendidikan ke pendidikan yang lebih tinggi.

Secara halus, tanpa harus merendahkan posisi anak, saham-saham fungsional ini bisa difahamkan kepada anak. Sehingga anak-anak akan mengerti dan punya alasan besar pada dirinya untuk mau ‘bekerja-sama’ dengan orang tua dan guru untuk meraih prestasi belajar lebih baik. Dengan cara sederhana, anak-anak pada usia kelas 6 SD s/d usia kelas 12 SMA akan bisa ‘diaktifkan’ perasaan dan pemahaman betapa pentingnya saham fungsional itu bagi mereka.

Pengertian ‘bekerja-sama’ ini kemudian juga akan bisa bertingkat sejalan dengan tingkat kemahiran orang tua dan guru dalam mencetak pemahaman anak. Adakalanya anak akan sadar karena posisi ketergantungan, lalu mendorong ia untuk ia pada awalnya takut jika tidak belajar dan tidak naik kelas. Ada kalanya pula anak akan sadar posisi kecintaan dan pengorbanan orang tua / guru, sehingga sang anak akan berusaha partisipatif setinggi mungkin. Yakni dengan berusaha belajar sebaik mungkin dengan niat membalas kebaikan orang tua dan gurunya.

(35)

fungsional seperti ini adalah pada sekitar jenjang kelas 6 SD sampai dengan usia kelas 12 sekolah menengah atas.

1.6.1. Memanfaatkan Alokasi Waktu Bersama

Orang tua dan Guru punya alokasi waktu yang besar di rumah dan di sekolah. Alokasi waktu ini bisa di kelola untuk mengatur munculnya event atau kejadian kejadian yang bersifat menumbuhkan pohon pengetahuan anak. Tentu saja tidak semua event atau kejadian yang dimunculkan berbentuk ceramah hafalan buku pelajaran, sebab dalam menggiring pertumbuhan pemahaman pastilah tidak hanya dilakukan dengan hanya menceramahkan buku pelajaran kepada anak. ada kalanya kita mengatur ‘bacaan tidak sengaja’ untuk anak pada jam-jam santai mereka di rumah. Ada kalanya pula kita cukup dengan menstimulasi ingatan dengan pertanyaan yang relevan dengan dimana si anak sedang berada, yang dikaitkan dengan tema pelajaran. Yang pasti, akan ada banyak cara dan sisi yang harus bisa diaktifkan sebagai kejadian pemuncul dan penyubur pemahaman pohon pengetahuan anak.

(pengelolaan mengisi waktu bersama : )

Saat bermain bersama, anak-anak bisa di perkenalkan kepada foto-foto album flora dan fauna.

(36)

( pengelolaan mengisi waktu bersama: )

saat anak mengerjakan PR, kita tampil di sisi anak sebagai

‘ penolong’ yang membantu membimbing anak kepada menemukan jalan pemecahan soal (bukan membuatkan PR)

bingung PR

cilupbahayo.blogspot.com

Alokasi waktu hidup yang besar, serta saham fungsional bagi banyak jenis hajat hidup anak adalah dua modal struktural3 yang akan bisa dimanfaatkan atau direkayasa untuk mengarahkan perilaku anak kepada perilaku meraih prestasi akademik.

Di sekolah setiap hari rata-rata anak didik mengalokasikan waktu hidupnya selama antara 7 s/d 8 jam. Sementara di rumah biasanya akan berkisar antara 14 s/d 18 jam. Jika dengan setengah jam saja setiap menjelang tidur anak-anak bisa menghafal isi dari satu sub-bab, dalam 6 bulan artinya anak-anak bisa menghafal sebanyak 180 sub bab pelajaran. Hasil yang jauh lebih besar dan bernilai tentunya akan bisa diperoleh jika yang diatur untuk transmisi

pengetahuan terhadap anak adalah seluruh waktu anak dirumah yaitu antara 6

3

Pengertian structural dalam bahasan ini lebih diartikan sebagai pemola perulangan tindakan atau perbuatan dari hari ke hari (terminologi sosiologi).

the-parenting-magazine.com

(37)

s/d 10 jam setiap hari. Yakni dengan merekayasa seluruh waktu anak dirumah sebagai waktu berkomunikasi muatan pelajaran dengan tiga cara :

(1) rekayasa waktu serius,

(2) rekayasa waktu santai, maupun

(3) rekayasa waktu tidak disengaja, pada waktu dan kesadaran anak didik yang sedang tidak tertuju kepada pelajaran.

(1) waktu serius :

aniie.student.umm.ac.id

(38)

(2) waktu santai:

mohammedali17.blogspot.com

(3) waktu tidak sengaja :

santepunyablog.blogspot.com

Membaca sambil santai memang paling indah dan asik….

catat ide dimanapun ia muncul,

(39)

Ketika usia meningkat , anak-anak akan punya alokasi waktu menaik di luar rumah yang artinya juga penurunan alokasi waktu di rumah. Namun,

sekalipun secara kuantitas alokasi waktu di rumah menurun, sebetulnya secara umum penurunan itu tidak disertai dengan perubahan derajat ketergantungan fungsional anak terhaap keluarga. Sebab yang terjadi sebenarnya hanya ketergantungan konsumsi emosi subjetif anak terhadap lingkungan barunya. Dan bukan terjadi pada aspek pemenuhan banyak jenis hajat hidup yang tetap hanya bisa disediakan oleh orang tua dan sekolahnya. Sehingga, potensi pemanfaatan posisi Orang Tua dan Posisi Guru dalam membangun prestasi akademik tetap tidak akan berkurang potensinya oleh kemunculan magnit pesaing di tempat lain.

Jika direnungkan

aku sadar, tidak boleh menyia- nyiakan kesempatan belajar untuk bisa lulus sekolah sebaik-mungkin.

robbie-alca.blogspot.com

Orang Tua = uang saku, anter jemput sekolah, picnic, merawat jika aku sakit, bawa aku kedokter, beli obat, beli buku, belikan seragam, bayar spp, belikan hp dst….

(40)

BAB II

TUJUAN PRAGMATIS

DAN KOMUNIKASI PEMBELAJARAN

2.1.Tujuan Pragmatis Pendidikan

Dengan mempelajari realita kita dapat dengan mudah menelusuri berbagai tujuan praktis dan sederhana para orang tua menyekolahkan anaknya. Di Indonesia yang kebanyakan beragama islam, warna tujuan ideal pragmatis dari upaya pendidikan akan berkisar pada keinginan membentuk anak menjadi :

1. pintar secara akademik yang ditandai angka rapor anak antara 8 dan 9. Jika pintar diharapkan anak mudah sekolah lebih lanjut dan mudah mencari nafkah atau pekerjaan.

2. taat beribadah & berbakti pada orang tua

3. bermanfaat bagi diri sendiri, kerabat dan masyarakat sekitar

(41)

Anak yang dicita-citakan orang tua :

(1) pintar secara akademik :

rumahzakat.org dailyclipart.net

(2) sholeh & taat ibadah & berbakti pada orang tua

berdoa pada tuhan

cumulonimbuss.wordpress.com

mengalahkan jabatan dan pangkat untuk tetap hormat orang tua

ski-smasa-ae.blogspot.com basaudan.org Sekalipun tidak absolut

(42)

(3) Bermanfaat bagi diri sendiri, kerabat dan masyarakat sekitar

matanews.com bbc.co.uk

berbagi ekonomi :

baitulmaaldesa.com ahmadtholabi.wordpress.com

(43)

2.2. Komunikasi sebagai Cara Meraih Tujuan

Kalimat tanpa dosa yang paling sederhana untuk diucapkan tapi sulit di implementasi adalah “Anak harus bisa belajar dengan baik”. Jika anak bisa belajar dengan baik maka tujuan meraih pendidikan akan bisa dicapai dengan mudah.

Persoalan besar dibelakang kalimat tadi adalah berbagai prasyarat kondisi yang harus bisa dipenuhi agar belajar dengan baik bisa dimungkinkan. Sebab yang dibutuhkan tidak hanya kepandaian guru tentang materi ajar , atau ditambah lagi dengan kemampuan guru mengajar. Lebih dari dua faktor ini, ada banyak hal lain yang harus bisa disiapkan dan dikondisikan agar anak bisa berada dalam proses

pertumbuhan kognisi yang subur untuk memiliki pemahaman baru sebagai ilmu pengetahuan yang benar.

Dalam komunikasi pendidikan, tiga aspek yang selalu jadi pusat perhatian adalah : 1) komunikator

2) isi pesan, kemasan pesan, katalisator pesan 3) komunikan

Piramida

Pengetahuan Anak didik

Kemasan pesan menumbuhkan

KOMUNIKATOR Pesan KOMUNIKAN

Katalisator pesan

Pesan adalah kurikulum bahan ajar. Kemasan pesan adalah gaya bicara, cerita

ilustrasi, poster, dan teknologi. Katalisator adalah sistim legitimasi nilai karakter

(44)

Komunikator adalah guru, isi pesan adalah bahan ajar, dan komunikan adalah anak didik. Pada ketiga aspek tadi ada berbagai varian baku dan kondisional yang perlu diseriusi untuk disiapkan sehingga sebuah situasi ‘anak bisa belajar dengan baik’ menjadi terwujud.

Dalam model berfikir metodologis yang berbentuk model analisis, ketiga variabel ini adalah sekaligus sebagai variable determinan untuk munculnya keadaan ‘anak bisa belajar denga baik’.

Ketiga variael determinan itu kemudian terbagi lagi menjadi sub-sub variabel yang variannya hingga sekarang masih terus bertambah sesuai situasi perkembangan zaman.

Komunikator (Guru matapelajaran) :

Mnimal kita akan menemukan tiga sub-variabel pengkonstruksi mutu komunikator ajar atau guru, yaitu :

(1a) kepandaian atau pemahaman materi pengajaran (1b) ilmu mengajar, dan

(1c) ketrampilan kreatif mengajar.

Pesan :

(2a) Isi pesan (2b) kemasan pesan

Anak Didik / komunikan :

(3a) Struktur referensi penafsiran terhadap materi ajar (struktur koherensi), (3b) imaginasi mereka tentang kenyataan (struktur korespondensi) dan (3c) emosi penyubur belajar,

(45)

Yang menjadi tujuan utama pembangunan kompetensi adalah anak didik, dan bukan fihak-fihak lainnya. Karena itu, berbagai bentuk metode pembelajaran atau metode komunikasi pendidikan haruslah berfokus kepada anak didik. Sehingga seluruh aktifitas membangun kompetensi harus dilakukan dengan mempertimbangan pemanfaatan empat sub-variabel yang ada pada anak didik yaitu : (3a) Struktur referensi penafsiran terhadap materi ajar (struktur koherensi), (3b) imaginasi mereka tentang kenyataan (struktur korespondensi) dan (3c) emosi penyubur belajar, (3d) rekomendasi sistim keyakinan anak didik terhadap semangat belajar.

Ad.3a. Struktur Referensi untuk mendiskusikan pelajaran :

Struktur referensi penafsiran anak didik terhadap materi ajar harus berwujud “nota-kesefahaman” antara guru dan murid. Sebab amat tidak mungkin terjadi komunikasi pembelajaran jika murid memakna secara berbeda terhadap sebuah istilah dengan makna yang dimaksud oleh gurunya. Kedua bahasa operasional (bahasa guru dan bahasa anak didik) harus disamakan, sehingga dapat terjadi komunikasi yang nyambung karena saling mengerti. Bahasa operasional adalah perbendaharaan nomenklatur atau definisi kerja yang digunakan dalam memahami sebuah subjek materi pelajaran.

Penyamaan struktur referensi ini tidak harus menjadikan anak didik mengikuti atau mengadopsi definisi kerja materi ajar yang formal digunakan oleh guru dan formal disepakati oleh sistim pendidikan. Seorang guru dapat saja menterjemahkan definisi kerja kedalam ruang berfikir anak didiknya. Sebagai guru kita dapat mencari dan menyelami ruang perbendaharaan konsep anak didik kita, lalu mencari konsep mana yang paling bersesuaian dengan yang kita maksud sebagai.

(46)

honor lebih kepada para guru, fihak sekolah bisa mengajak para guru untuk bekerja lebih keras dan lebih ideal. Yaitu dengan mau berkorban tambahan dalam membangun kesefahaman struktur referensi antara komunikator (guru) dan komunikan (murid). Sehingga langkah mencangkok-kan berbagai definisi kerja untuk mendiskusikan sebuah pelajaran yang bersifat se-arah bisa di tukar mejadi dua arah yakni dengan berusaha juga menerima berbagai konsep esoteris4 anak didik yang kita anggap sepengertian dengan yang kita maksud secara formal pada konsep konsep materi bahan ajar. Kegunaan dan manfaat dari langkah idelisme ini adalah dalam rangka mengejar kemungkinan ada atau banyaknya anak didik yang sebetulnya cerdas dan pintar, tapi menjadi terhambat dalam belajar karena aktifitas berfikirnya tidak memberi ruang untuk berusaha mengadopsi konsep-konsep secara formal. Contoh-contoh kasus yang sejalan dengan usaha ini adalah seperti apa yagn pernah dialami oleh Thomas Alpha Edison dan Albert Enstain. Kedua orang jenius ini pada walnya adalah orang yang sulit menyesuaikan diri dengan konsep-konsep baku yang ada pada lembaga pendidikan. Kecepatan imaginasi mereka membuat mereka lebih cepat berfikir menggunakan perbendaharan konsep yang tumbuh sendiri dalam benak mereka, dibanding menggunakan kosnep-konsep yang harus mereka cangkok lebih dahulu dari apa yang diberikan oleh sistim pendidikan formal.

Tidak hanya Thomas Alpha Edison atau Albert Enstain, beberapa tokoh pintar yang kemudian sangat besar pada 10 tahun belakangan ternyata juga berasal dari orang-orang yang memilih membesarkan konsep sendiri ketimbang harus mencangkok dari formalitas yang ada. Contoh sederhana untuk ini adalah orang-orang seperti Penemu Mirosoft Windows, Penemu Google, dan Penemu Facebook.

Amat tidak bijaksana jika kita sebagai guru mentertawakan anak didik yang menyebut sebuah fenomena atau kenyataan dengan bahasa logika mereka sendiri. Sebab boleh jadi rumusan fakta logis yang mereka miliki itu lebih baik dari rumusan formal yang kita anut. Yang dapat dipastikan oleh guru dalam masalah struktur referensi ini adalah sekedar keharusan penggunaan kenyataan atau realita yang sama antara guru dan murid. Sementara pembahasaan fakta logis nya dapat lebih baik menjadi demokratis membuka kesempatan kepada anak didik untuk memunculkan menurut ‘bahasa mereka’ sendiri. Setelah perumusan perumusan aktif yang muncul

(47)

tahu kepada mereka bahwa yang mereka maksud dengan ini dan itu adalah ‘ini’ dan ‘itu’ dalam bahsa konsep formal dari mata pelajaran yang sedang di ajarkan.

Konsistensi Struktur Referensi :

Apa yang dipayakan pada kalimat terakhir pada alinea sebelum ini adalah upaya membangun konsistensi struktur referensi. Bahwa setelah anak-anak didik dipersilahkan secara demokratis merumuskan dan menggunakan sendiri pembahasaan logis terhadap kenyataan yang sedang dipelajari atau didiskusikan. Guru mengajak mereka untuk menterjemahkan apa yang mereka bahasakan kedalam bahasa formal yang digunakan dalam sistim pendidikan. Kegunaannya adalah memberi kesempatan kepada mereka untuk mampu berkomunikasi dengan fihak lain secara lebih baku dan diakui. Namun, jika sekolah adalah lembaga pendidikan yang ‘kuat’ dalam artian mampu menyiapkan anak-anak untuk berkembang dengan tanpa harus ‘mengakui’ berbagai formalitas yang ada, hal terakhir ini dapat dilupakan secara total. Sebab boleh diyakini apa yang pernah terjadi kepada Edison atau orang-orang lain senasib denagn beliau adalah betul-betul hasil pembebasan formalisme definisi kerja baku dari sebuah subjek matapelajaran. Sehingga anak didik hanya di bangunkan untuk mempunyai konsistensi internal esoteris yang lengkap dan mampu membahasakan seluruh kenyataan menjadi fakta-fakta logis yang konsisten dan mampu menafsirkan kenyataan secara optimal. Dengan bekal konsistensi internal esoteris ini cukup banyak bukti menunjukkan, orang menjadi mampu untuk bergerak dan beramal pada tingkat aksiologis dengan menggunakan epistemologis esoteris yang dimilikinya. Yakni dengan ia mampu untuk merumuskan berbagai sikap dan solusi yang diperlukan setiap kali ia memahami sebuah realita persoalan.

(48)

fakta logis resmi atau istilah resmi yang dapat dimengerti oleh guru berbeda, serta oleh rekan-rekan pelajar berbeda pada sekolah lebih lanjut.

Pada langkah idealisme yang tadi di sarankan, hasil kerja yang muncul adalah dalam rangka mencetak orang-orang seperti Edison, Enstain, Bill Gate atau sejenisnya. Dan hal demikian pastilah memerlukan penanganan khusus yang panjang sehingga mereka dewasa. Yang bisa melakukannya hanyalah guru-guru privat yang siap bekerja keras dengan penuh waktu. Atau guru-guru di lembaga pendidikan bertaraf internasional yang siap bekerja dengan dukungan biaya kecukupan. Seperti diketahui, yang menyiapkan diri sebagai provider proses pertumbuhan Alpha Edison adalah ibunya sendiri.

Konsistensi Struktur Referensi Internal dan External

Konsistensi struktur referensi secara internal dan external bukanlah mengkonsistenkan istilah yang digunakan dalam berbahasa ilmiah. Maksud dari konsistensi struktur referensi internal adalah struktur koherensi kognisi yang dimiliki oleh anak didik dalam memandang berbagai subjek pelajaran atau kenyataan. Sementara konsistensi struktur referensi external adalah keberlanjutan cara pemaknaan yang sama terhadap dunia nyata.

Dalam lembaga pendidikan formal yang umum, maupun yang khusus (seperti sekolah privat Thomas alpha Edison), konsistensi internal dan external amat diharuskan. Koherensi konsep harus berstruktur dan saling melengkapi agar bisa saling menjelaskan dan saling memperkuat. Sedangkan eksternalitas konsep harus selalu dimaksudkan kepada kenyataan yang sama, dan tidak boleh berubah-ubah.

Sangat disayangkan jika sampai terjadi adanya inkonsistensi internal semisal

inkonsistensi koherensi antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.

(49)

dan hafalan cara kerja xylem pada pohon kayu, serta sedikit ilmu ekonomi pemenuhan kebutuhan, akan berpadu menjadi sebuah pemahaman yang saling menjelasakan dan saling memperkuat. Sehingga pada tahap terpadu nantinya hanya dengan 15 menit membaca satu paragraph anak-anak didik akan memiliki pengertian ulang yang lengkap tentang tiga pelajaran sekaligus : fisika, biologi tumbuhan, dan sedikit ilmu ekonomi pemenuhan kebutuhan.

(50)

Imaginasi anak didik tentang kenyataan harus di wujudkan langsung dengan membawa anak didik kedunia nyata dalam setiap komunikasi pendidikan. Sehingga anak didik tidak hanya akan mendapat isi pesan yang dibantu oleh kemasan pesan, serta di motivasi oleh norma-nilai local, tetapi juga akan di dukung oleh pijakan paling kuat dari pengetahuan yang disebut dengan kenyataan atau dunia nyata. Imaginasi tentang kenyataan yang bersambung dengan kenyataan sebetulnya disebut sebagai pengetahuan yang memiliki struktur korespondensi. Yaitu pengetahuan yang berpijak dan berbukti langsung kepada pengalaman-pengalaman dunia nyata.

Struktur korespondensi adalah padanan struktur referensi untuk memperkuat pembenaran pengetahuan yang terkonstruksi pada anak didik. Melalui struktur

referensi, pengetahuan baru yang didapat akan memperoleh tempat yang tepat dan mengambil posisi sinergi kepada pengetahuan-pengetahuan lama yang lebih dahulu dimiliki. Sedangkan melalui struktur korespondensi, anak didik akan mendapat pijakankenyataan terhadap pengetahuan baru yang datang dari komunikasi pendidikan gurunya.

Kemudahan ruang imaginasi anak yang didukung dengan interaksi angsung dengan kenyataan adalah syarat utama pendidikan modern. Penyebabnya adalah riuh informasi modern akibat dari revolusi teknologi komunikasi. Tanpa interaksi

langsung dengan kenyataan, imaginasi mereka pasti tidak akan cukup kuat untuk menghadapi godaan berbagai sajian informasi modern.

Buntut dari ruang imaginasi yang terkooptasi oleh begitu menariknya informasi modern, akan membuat pembonsaian sosialisasi pendidikan yang sedang berproses terhadap anak-anak. sehingga pada umumnya anak-anak akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh nilai raport yang cukup baik. Pada kondisi

pembelajaran yang rendah kesempatan berjumpa dengan kenyataan, prestasi nilai akademis yang baik hanya bisa dicapai dengan kompensasi menambah jam belajar lebih banyak lagi melalui berbagai jenis les dan bim-bel.

(51)

menyerbu konsentrasi belajar anak didik kita. Sebab hampir setiap pelajar di kota besar dan kecil sekarang telah menggunakan dengan HP atau laptop. Kalaupun mereka tidak punya laptop atau computer, secara ‘anytime’ anak anak bisa mengakses informasi apapun yang menarik melalui warnet dengan hanya 2500 rupiah perjamnya.

Informasi dunia modern telah disajikan secara amat menarik dan multi sensor (audio-visual) sehingga anak-anak didik secara manja dan santai bisa menikmati komunikasi dari para penyaji informasi. Sedangkan informasi pengetahuan yang formal diperoleh dari sekolah seringkali hanya berujud ceramah guru, atau buku bacaan yang tebal dan sarat dengan ragam istilah yang harus dimengerti, dihafal dan difahami.

Korespondensi yang terstruktur

Pengetahuan akan menjadi kuat di ingat dan diyakini benar oleh anak didik setelah mereka menjumpai langsung pada dunia nyata. Yang diperoleh melalui kegiatan penelitian lapangan atau praktikum percobaan laboratorium.

Kenyataan hidup adalah begitu luas dan beragam silih berganti dan amat acak muncul dihadapan kita dan anak didik kita. Padahal yang kita butuhkan adalah kenyataan-kenyataan yang hanya berhubungan langsung dengan tema pelajaran yang sedang dipelajari oleh anak didik kita. Pilihan pilihan kenyataan yang bersifat menunjang dan memberi bukti kepada pengetahuan yang dipelajari di kelas harus di susun ‘pementasannya’ kepada anak didik. Caranya adalah dengan kegiatan praktikum atau penelitian lapangan yang di arahkan oleh guru dari mata pelajaran yang bersangkutan. Guru matapelajaran terkait dapat menyusun serangkaian kegiatan penelitian atau praktikum yang bersesuaian dengan bab demi bab pembahasan sesuai standar kompetensi.

(52)

oleh para guru. Guru-guru lebih sering sekedar mengulang metode lama yang menceramahkan dan menjelasakan materi ajar di depan kelas. Akhirnya, anak didik hanya akan memiliki struktur pengetahua yang tidak akan pernah bisa permanan dan tidak diperkuat oleh pijakan korespondensi dengan dunia nyata. Pada kondisi begini, biasanya anak-anak akan terbiasa lupa kepada pelajaran yang pernah diperoleh pada setahun sebelumnya. Anak kelas empat SD akan lupa pelajaran yang diperolehnya pada kelas tiga, atau anak kelas 8 SMP akan lupa mata pelajaran yang diperolehnya pada jenjang kelas 7.

Ad.3c. Emosi Penyubur belajar

Para pakar konsep pendidikan ada akhirnya menyimpulkan bahwa berbagai metode pendidikan akan sulit untuk berhasil diterapkan jika anak didik tidak punya emosi rasa suka terhadap kegiatan belajar di sekolah. Sekalipun guru di kelas adalah orang yang sangat ahli dalam bidang studi atau matapelajaran yang diajarkan, bukanlah jaminan bahwa anak didik akan suka untuk belajar, lalu kemudian menjadi pintar pada matapelajaran sang guru..

Hal demikian kemudian menelurkan konsep baru yang ingin diterapkan oleh Diknas Indonesia. Yaitu yang disebut dengan istilah PAKEM, kepanjangan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.

Sejalan dengan konsep ini, beberapa sekolah kemudian merombak total cara pembelajaran yang diberlakukan di sekolahnya. Yang kemudian dengan cara barunya memang terlihat nyata ada peningkatan prestasi belajar yang luar biasa pada anak-anak. Rombakan cara baru pembelajaran tidak pada peningkatan standar kesarjanaan dari S1 menjadi S2 atau S3, plus berbagai pelatihan pelatihan khusus para guru, melainkan lebih kepada perubahan suasana psikis dan fisik yang harus dialami oleh anak didik selama ia belajar di kelas.

Di antara langkah yang ditempuh adalah :

(53)

monitoring keseriusan belajar selalu bisa dilakukan, sehingga setiap bentuk bantuan ketertinggalan belajar akan selalu cepat bisa di lakukan. Anak yang selalu terbantu pada langkah pertama dari kesulitan karena termonitor oleh guru asisten akan menjadi lebih senang belajar di sekolah. (3) Selalu merubah-rubah posisi meja belajar agar tidak membosankan bagi

anak-didik.

(4) Memanjakan alat alat penginderaan pengetahuan mata, telinga dan familiarisasi motorik. Ketiga alat penginderaan ini di gunakan secara bersamaan dengan cara guru mengajar. Pesan pengetahuan disampaikan kepada mata anak didik, juga kepada telinga anak didik, dan juga kepada pembiasaan motorik mereka. Tentu saja yang disampaikan kepada mata anak didik bukanlah sekedar wajah dan mulut guru yang sedang berceramah dikelas. Sebab yang harus disampaikan adalah berbagai gambar visual dan kenyataan dari materi-materi ajar yang harus dimengerti anak didik. Dengan cara ini, anak-anak akan lebih santai dan bisa jauh dari suasana dahi berkerut dalam kegiatan belajarnya.

(54)

akan jauh berbeda hasil, jika pembelajaran membuat surat dan tabel dilaksanakan secara kaku dengan penugasan membuat surat resmi sekolah seperti di kantor-kantor. Untuk sekolah menengah, pembelajaran rekreatif ini dapat dilanjutkan lagi menjadi membuat blog, atau membuat website yang dirancang warna-warni sesuai aspirasi dan hobi masing-masing. (6) Selalu memberi pengakuan kepada setiap karya anak didik. Setiap karya

anak didik boleh di pamerkan minimal di ruang praktikum atau ruang ketrampilan.

(7) Beberapa cara tambahan lainnya yang belum merata tapi sudah mulai dilakukan adalah :

a. Menciptakan tim-tim lomba di sekolah. Misalnya tim futsal atau tim kasti. Kegunaan dari lomba antara Tim adalah mengkondisikan suasana persaingan tanpa resiko kecewa karena kalah. Sebab walaupun kalah, yang kalah adalah tim dan bukan menjadi beban mental perseorangan nantinya. Sementara jika tim menang, maka yang akan senang adalah seluruh anggota tim, sehingga semangat mereka akan bertambah lebih kuat lagi.

b. Selalu memberi hadiah terhadap berbagai prestasi belajar. Walaupun sekedar koin karton warna emas yang ditempel di tabel nama anggota kelas. Bagi nama yang berprestasi.

c. Memberi hadiah nyata berbentuk uang, makanan, atau voucher diskon di kantin sekolah bagi yang memperoleh prestasi.

d. Menghindari penghukuman bagi yang tidak berprestasi. Tapi memindahkannya kepada Tim yang berprestasi agar turut terbawa menjadi berprestasi.

(55)

membantu orang yang kesulitan. Anak-anak didik mengantarkannya bersama-sama ke penerima. Posisi ‘tangan diatas’ ini plus pembuktian nyata yang mereka lihat sendiri manfaat dari kerja filantropoi mereka, akan membuat perasaan menjadi manusia berguna lebih kuat lagi.

Kegiatan filantropi ini menjadi lebih penting lagi dilaksanakan selepas sekolah dasar yaitu pada tingkat sekolah lanjutan kelas 10 s/d 12. ancaman psikis pada anak-anak sekolah lanjutan ada datang dari dua sisi : (1) sisi pertama adalah ketidak jelasan masa depan karena kuliah mahal dan bekerja sulit, (2) sisi terpaan hiburan informasi modern yang mencontohkan perilaku negatif. Dua ancaman ini dapat di tepis dengan mengangkat semangat kemanusiaan mereka pada kegiatan kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan akan memperlihatkan kepada mereka lebih banyak lagi manusia lain yang hidup kesulitan tapi tetap sabar berusaha mengatasi keadaan. Lalu mereka juga akan punya harga diri lebih baik sebagai manusia bermanfaat, serta mereka akan terjalin berteman dengan teman-teman dalam kegiatan yang positif. Kegiatan petemananpositif ini akan jauh lebih membuat jiwa mereka tenang daripada pertemanan yang jor-joran, modis, dan hedonis seperti pada sebagian kawula muda sekarang.

Ad.3d. Rekomendasi Sistim Keyakinan Anak Didik

Yang sering terlupakan adalah tidak memanfaatkan sistiim keyakinan anak didik, sebagai pendorong motivasi belajar mereka di sekolah. Kebijaksanaan

(56)

adalah bagaimana memanfaatkan sistim keyakinan untuk mendorong lebih kuat lagi semangat belajar baik di sekolah maupun di rumah.

Beberapa penelitian neurosain menemukan bahwa ketenangan syaraf dan pembuluh darah adalah kunci penting agar otak bisa bekerja dengan baik. Beberapa orang yang tidak bijak, bahkan mengorbankan diri dengan menjadi perokok hanya untuk mengejar produksi neurotransmitter penenang yang disebut dopamine di otaknya. Karena dengan bekal penenang itu mereka bisa merasa lebih baik belajar dan bekerja.

Padahal jika ditelusuri secara bijak, produk ketenangan sebetulnya dapat sangat bisa dihasilkan oleh sistim keyakinan yang kebanyakan bersumber dari agama yang dipeluk. Kalau saja, mekanisme pembelajaran agama dapat di ‘ajak kerjasama’ dengan tujuan khusus membentuk ketenangan mental (otak dan syaraf) agar anak didik menjadi super dalam belajar, keadaan sistim pendidikan nasional kita mungkin tidak seburuk seperti sekarang ini.

Saat ini, akibat dari jiwa yang tidak tenang, banyak pelajar mengalami depresi dengan berbagai luapan penyimpangan yang menggejala buruk di tengah masyarakat. Tawuran pelajar, perilaku retreat, perilaku memberontak, atau perilaku negative lainnya (seperti prostitusi) telah menjadi wabah yang mengkhawatirkan bagi remaja Indonesia. Padahal amat dapat dipastikan bahwa sederet hal negatif tadi pastilah tidak akan mungkin punya point sinergi positif begi terbentuknya semangat dan prestasi belajar secara nyata.

Terlepas apakah akan ditangani oleh sekolah atau dilepas ke rumah

(diserahkan kepada orang tua), muatan pendidikan beragama yang mencukupi akan sangat penting dala menunjang keberhasilan pembelajaran secara umum di sekolah. Di Jepang, yang anak-anak nya punya pretasi matapelajaran sains tergolong tertinggi di dunia, ternyata sejalan dengan kurikulum soft-skill dan muatan pendidikan

spiritual. Soft-skill dan muatan spiritual punya kelebihan dibanding dengan materi pelajaran sain secara umum yaitu dari sisi mempunyai nilai pembentuk rasa musikal

(57)

banyak dirasakan anak remaja yang hobi mendengarkan berbagai grup musik. Rasa

musical ini adalah pembentuk pola skema perilaku tujuan dan instrumental yang berskala lebih tinggi menembus batas rasionalisasi cara dan tujuan pada mode konvensional. Untuk tujuan yang musical tersebut, anak-didik akan menstruktur berbagai tujuan pendek untuk masuk kedalam terminal demi terminal dari skema cara tujuan yang terkait nuansa musical tadi. Dalam bahasa agama, orang yang punya tujuan pertemuan dengan Tuhan yang diyakininya pencipta berbagai keindahan di dunia, akan meletakkan seluruh kegiatan kehidupannya termasuk kegiatan belajar sebagai sub target atau target terminal yang terlindungi keberadaannya oleh niat lebih jauh yang terkait dengan tujuan akhirat ‘pertemuan dengan tuhan pencipta segala keindahan’. Pada posisi terminal yang terlindungi inilah, prestasi yang harus diraih dalam kegiatan belajar menjadi tidak mudah diganggu oleh distorsi berbagai muatan informasi global yang sering secara liar mengganggu konsentrasi anak didik.

Menumbuhkan prestasi anak didik adalah serupa menumbuhkan

tunas pohon. Garus di rawat dalam genggaman yang pasti, di lindungi

lewat bumper-bumper mental agar tidak terganggu oleh distorsi

gemuruh dan riuh dunia informasi modern.

inetgiant.com

(58)

berubah kebarat-baratan atau sekuler. Sarat emosi, Pengendalian diri yang tinggi, Pekerja keras, Bersungguh-sungguh, Senang berkarya, Sering membuat penemuan.

Tentu saja hal yang terakhir ini menjadi cukup sulit, karena ketika diserahkan kembali ke rumah, maka tentunya yang terjadi adalah ketidak seragaman corak dan format pengetahuan keagamaan yang ingin di bentukkan kepada murid. Sebab tidak semua orang tua akan punya kemampuan sama dalam membentuk anak, apalagi dalam membentuk spiritualisme, (spiritualisme islam). Yang dengan spiritualisme itulah anak didik nantinya mempunyai skema besar tujuan dan cara yang akan mempola langkah jangka panjang hidupnya, dan melindungi aktifitas belajar di sekolah sebagai salah satu tujuan terminal didalam tujuan jangka panjang tersebut.

Jepang, negeri matahari terbit

Yang kental dengan spiritualisme dan softskill Justru memunculkan prestasi sain yang tinggi

rendynihon.blogspot.com

2.3. Bumper Sistim Keyakinan untuk proses komunikasi

(59)

serius dalam pembinaan moral keagamaan. Untuk masyarakat yang punya keinginan lebih dalam kepada soal keagamaan, dipersilahkan oleh pemerintah untuk memilih sekolah yang berada dibawah naungan Departemen Agama. Alhasil, kondisi yang lahir adalah anak-anak sekolah di lembaga umum menjadi kurang agama, sebaliknya anak-anak sekolah di lembaga agama menjadi kurang pandai.

Tahun 2000 s/d 2010 adalah tangga baru dari sejarah pendidikan yang harus lebih berat dan sarat dengan tantangan globalisasi komunikasi. Televisi, Handphone, Komputer pribadi, dan Laptop adalah teknologi baru yang telah merusak kegiatan komunikasi berkonten pendidikan pada aktivitas keseharian anak. Teknologi ini telah menghasilkan pusaran perhatian dan impian anak-anak kepada hal baru yang

membuat mereka lupa dan tidak serius dengan mata pelajaran di sekolah. Secara hakikat setiap point konten komunikasi adalah juga konten pendidikan bagi setiap anak. Setiap point baru dari konten komunikasi yang lebih menarik dan memukau, sudah tentu pula secara pasti mengkooptasi dan menserabut anak dari keseriusan mereka terhadap konten pendidikan.

Bukti nyata dari pengaruh perkembangan teknologi tehadap anak adalah pengakuan mengagetkan dari beberapa aktivis pendidikan. Bahwa sesungguhnya secara nilai murni, masih banyak anak-anak Indonesia yang gagal dan tidak lulus dalam UAN SD, SMP maupuan SMA.

(60)

Belief system

advancedlifeskills.com

2.4. Metode-metode Mengoptimalkan Komunikasi Pembelajaran

Perjuangan sistim pendidikan nasional tidak mungkin bisa meraih kemenangan tanpa front memperbaiki kualitas komunikasi pada aktifitas pembelajaran.

Zaman kolonial belanda

Di zaman dahulu (zaman belanda) mutu komunikasi pendidikan bisa efektif mentransmisi pengetahuan secara terjaga oleh dua hal :

(1) masih sunyi-nya bingar konten pesaing melalui berbagai teknologi media global, dan

(2) adanya legitimasi sosial yang dipercaya anak didik bahwa menuntut ilmu adalah aktifitas mulia.

(61)

Dimasa sekarang, dua alasan ini hampir menjadi pupus tanpa sisa. Ramai media global yang telah masuk hingga ke dalam kamar tidur anak didik. Bahkan dengan teknologi hp masa kini, konten media global itu selalu ada ikut serta kemanapun para pelajar pergi. Volume perhatian terhadap konten komunikasi pembelajaran telah amat terkikis oleh konten hiburan teknologi global. Sementara legitimasi sosial yang mewariskan nilai mulia kepada aktifitas menuntut ilmu juga mulai surut kehilangan makna. Anak-anak tak lagi punya dorongan semangat idealisme dalam mereka pergi ‘menuntut ilmu’ ke sekolah. Yang ada, hanyalah sekedar rutinitas yang harus ditaati, sebab jiika tidak ditaati akan membawa kerugian ditegur guru, dihukum atau dikeluarkan dari sekolah.

Sekolah zaman belanda

osis-smangi.com

Berbagai metode pembelajaran yang populer punya strategi pembelajaran yang pekat dengan mutu komunikasi. CBSA, Contextual Teaching & Learning, Quantum Learning, Conditional Learning, Creatif Learning, kesemuanya punya volume dan bobot pematangan mutu komunikasi pendidikan yang besar.

(62)

pembelajaran dalam fungsinya sebagai penumbuh anak didik untuk berkemampuan ilmiah. Dimulai dari :

(1) merangsang perhatian komunikasi lewat penegasan manfaat materi ajar, kemudian

(2) secara multisensor anak didik di beri komunikasi input pengetahuan, serta

(3) melalui perayaan keberhasilan belajar, anak-anak akan punya eskalasi kebermaknaan terhadap setiap hasil komunikasi pendidikan yang menjadi karya keberhasilan mereka.

Contextual Teaching & Learning (CTL)

Adalah metode baru pembelajaran yang berusaha mencerdaskan anak didik melalui langkah memperbaiki mutu komunikasi.

Metode ini berusaha membantu komunikasi pembelajaran melalui pembelajaran luar ruang yang langsung melihat objek belajar. Secara kreatif mutu komunikasi

pendidikan mer

Gambar

Gambar ini cukup dipasang selama satu bulan berjalan yaitu saat materi pelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Ancaman Cyber Warfare dipandang anarki dalam perspektif ini, maksudnya adalah wacana ancaman perang secara dunia maya ini akan tetap menjadi fiksi jika Amerika Serikat

Dilihat dari nilai sejarah dan keunikan dari karakteristik Puri Kanginan Buleleng, maka kajian konservasi pada Puri Kanginan Buleleng diangkat untuk menjadi penelitian

Skripsi yang berjudul: Pertimbangan Hakim Dalam Menerima Dispensasi Kawin Di Beberapa Pengadilan Agama, ditulis oleh Taufik Rahman, telah diujikan dalam Sidang Tim Penguji

Kemudian selanjutnya apakah dengan pemodifikasian sistem injeksi Biosolar pada mesin diesel tersebut dapat menekan jumlah konsumsi bahan bakar yang diinjeksikan, tahapan akhir

Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa, atau lebih, dan klausa itu tidak memiliki status sintaktis yang sama. Salah satu dari klausa itu merupakan

Ekstrak seledri yang digunakan adalah ekstrak yang diperoleh dengan.. metode ekstraksi remaserasi, dimana pelarut yang digunakan

Selain itu akad ijarah muntahiyah bittamlik diharapakan dapat diterapkan dalam pemberian pembiayaan kepemilikan rumah agar nasabah dapat diberikan kemudahan dalam proses