• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 PERSEPSI AREMANIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB 2 PERSEPSI AREMANIA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1.1. Definisi Persepsi

Teori persepsi digunakan peneliti bertujuan untuk mengetahui persepsi dari anggota komunitas GATE 4 terhadap paham Ultras. Persepsi menurut peneliti merupakan proses pemaknaan individu terhadap informasi yang diterima melalui alat indra. Menurut Desiderato (Rakhmat, 2004:51) definisi persepsi adalah

“Pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.”

(2)

mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2005:167 ).

Sedangkan menurut Gibson (1992:53) dalam Nugroho (2013:36), “persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu”. Hal tersebut menyebabkan munculnya perbedaan persepsi pada setiap orang yang melihat barang yang sama. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gibson dan Hodgetts yang menyatakan bahwa persepsi merupakan pandangan individu terhadap sebuah realitas.

“Mungkin persepsinya terbentuk dari kumpulan berbagai faktor, yaitu pengalaman masa lalu, kesopanan terhadap pesan dan si Pembawa pesan, kemampuan mental seperti kepandaian dan kemampuan berkomunikasi secara lisan maupun tulisan” (Gibson dan Hodgetts, 1990:15) dalam Nugroho (2013:36). Dengan kata lain persepsi mencakup penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap.

Manusia tak lepas dari kegiatan berpersepsi, hampir tiap hari manusia berpersepsi seperti persepsi ketika kita mencium aroma makanan, ketika melihat televisi, mendengarkan radio, menyentuh kain dan sebagainya. Secara garis besar persepsi manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu (Mulyana, 2005: 171-176):

a. Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik ); sifat- sifat luar, sedangkan

(3)

anda mempersepsi mereka. Dengan kata lain, persepsi terhadap manusia bersifat interaktif.

b. Persepsi terhadap manusia; melalui lambang- lambang fisik, sedangkan

persepsi terhadap orang melalui lambang- lambang verbal dan nonverbal. Orang lebih aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit diramalkan Demikian juga yang terjadi dengan para anggota komunitas GATE 4 dalam mempersepsikan paham Ultras. Dengan mereka memahami suatu hal tentang apa itu Ultras, maka akan mempengaruhi bagaimana mereka akan bersikap atau pun bertindak sesuai dengan apa yang mereka fahami.

2.1.2 Tahap - tahap Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi baik itu terhadap obyek ataupun manusia, menurut Mulyana (2005: 168) dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” menyebutkan bahwa ada tiga langkah dalam proses terjadinya persepsi yang dapat digambarkan dalam bentuk sebagai berikut :

1. Sensasi (pengindraan)

(4)

2. Atensi (perhatian)

Atensi adalah perhatian, suatau pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi ini juga di dapatkan dari pengindraan, ingatan dan proses kognisi lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan mental kita yang terbatas, yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi terhadap rangsangan tertentu. Atensi juga dapat merupakan proses sadar ataupun tidak sadar (Mulyana, 2005:169). Atensi dipengaruhi oleh dua faktor (Rakhmat, 2004:52): a. Faktor Eksternal

Yaitu merupakan faktor yang dipengaruhi oleh luar individu: 1. Atribut Objek

2. Gerakan secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak. 3. Intensitas Stimuli, kita akan memerhatikan stimuli yang menonjol

dari stimuli yang lain.

4. Kebaruan, hal-hal yang baru dan luar biasa, yang beda, akan menarik perhatian.

5. Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali bila disertai sedikit variasi akan menarik perhatian.

b. Faktor Internal

Faktor yang dipengaruhi dalam diri pribadi seseorang 1) Faktor-faktor Biologis

Hal yang bersifat biologis atau sesuatu hal yang menjadi kebutuhan alam manusia

2) Faktor-faktor Sosiopsikologis

(5)

3. Interpretasi

Intrepetasi adalah proses terpenting dalam persepsi karena persepsi merupakan suatu komunikasi untuk mengorganisasikan informasi, sehingga mempunyai arti bagi individu. Dalam melakukan interpretasi itu terdapat pengalaman masa lalu serta sistem nilai yang dimilikinya. Sistem nilai di sini dapat diartikan sebagai penilaian individu dalam mempersepsi suatu obyek yang dipersepsi, apakah stimulus tersebut akan diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut menarik atau ada persesuaian maka akan dipersepsi positif, dan demikian sebaliknya, selain itu adanya pengalaman langsung antara individu dengan obyek yang dipersepsi individu, baik yang bersifat positif maupun negatif (Mulyana, 2005:169-170).

(6)

Tiap individu memiliki gambaran yang berbeda mengenai realita yang berada di sekelilingnya. Menurut Mulyana (2005:176-201) ada beberapa prinsip penting mengenai persepsi sosial, yaitu

a. Persepsi berdasarkan pengalaman

Persepsi manusia terhadap seseorang,objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal – hal itu berdasarkan pengalaman (dan pembelajaran) masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek dan kejadian serupa.

b. Persepsi bersifat selektif

Atensi seseorang pada suatu rangsangan merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas seseorang atas rangsangan tersebut.

c. Persepsi bersifat dugaan

Proses persepsi yang bersifat dugaan memungkinkan seseorang menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang manapun. Oleh karena informasi yang lengkap tidak tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat pengindraan tersebut.

d. Persepsi bersifat evaluatif

(7)

e. Persepsi bersifat kontektual

Konteks yang melingkungi seseorang ketika melihat seseorang, suatu objek, atau suatu kejadian sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan dan oleh karenanya juga persepsi seseorang.

Proses persepsi Proses pembentukan persepsi terdiri dari lima tahapan menurut Devito (2007: 81) dalam Nugroho (2013: 38 - 41), yaitu: pertama, tahap dimana individu mendapat informasi melalui alat indra pada tahapini disebut dengan tahap stimulation.

“Stimulation, tahap dimana individu menerima informasi atau stimuli melalui inderanya. Pada tahap ini terjadi seleksi sehingga ada stimulus yang diabaikan dan tidak diabaikan.”

Kedua, pada tahapan ini setiap individu akan mengelola setiap informasi yang masuk melalui alat indra mereka melalui beberapa cara baik itu melalui peraturan (rules), skema (schemata), dan naskah (script).

“Organization, tahap dimana individu mengelola informasi yang dipilih oleh indera mereka. Terdapat tiga cara seseorang dalam mengelola persepsi mereka, yaitu dengan rules (peraturan), schemata (skema), dan scripts (naskah).Organization by Rules;Terdapat tiga peraturan yang dapat mempengaruhi atau membentuk persepsi seseorang, yaitu proximity (kedekatan), similarity (kesamaan), dan contrast (ketidaksamaan). Organization by Schemata;Cara lain dalam mengelola informasi atau materi adalah dengan membuat skema, yaitu kerangka yang dapat membantu dalam mengelola berbagai informasi yang diperoleh setiap saat. Skema membuat kita menghapus informasi positif ketika stereotype bersifat negatif, dan sebaliknya menghapus informasi negatif jika stereotype bersifat positif. Skema dibentuk dari pengalaman, yang diperoleh dari televisi, membaca, dan mendengar. Organization by Scripts; merupakan sekumpulan informasi yang telah ditata tentang aksi, peristiwa atau prosedur.“

(8)

informasi melibatkan beberapa aspek yaitu pengalaman masa lalu individu, nilai yang dianut tiap individu, harapan individu dan lain sebagainya.

“Interpretation–Evaluation, adalah tahap yang sangat subjektif karena prosesnya sangat dipengaruhi oleh pengalaman, kebutuhan, keinginan, nilai, kepercayaan, harapan, tingkat emosional dan sebagainya yang dimiliki oleh masing-masing individu. Tahap Interpretation-Evaluation seseorang juga akan dipengaruhi oleh rules, schemata, dan scripts.”

Tahap keempat, merupakan tahap dimana individu menyimpan informasi yang sudah ditafsirkan oleh individu guna dimunculkan kembali saat individu mendengar dan mengetahui yang sama seperti persepsi individu,

“Memory, setelah melalui tahap Interpretation-Evaluation, persepsi seseorang telah terbentuk dan kemudian disimpan ke dalam memori untuk suatu saat akan dimunculkan kembali ketika melihat atau mendengar sesuatu yang sesuai dengan persepsi yang telah terbentuk.”

Kelima, adalah tahap dimana individu mengingat kembali persepsi yang selamaini disimpan oleh individu tersebut atau biasa disebut Recall, adalah tahap dimana persepsi yang tersimpan dalam memori telah dimunculkan kembali.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tahap - tahap persepsi untuk menjelaskan proses terjadinya persepsi dari anggota GATE 4 terhadap paham Ultras.

2.1.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Persepsi

(9)

Menurut Rakhmat (2004:52) banyak faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Faktor-faktor fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu.

Krech dan Crutchfield (Rakhmad, 2004: 56) merumuskan dalil Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek-objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. Menurut McDavid dan Harari (Rakhmat, 2004:58), para psikolog menganggap konsep kerangka rujukan ini amat berguna untuk menganalisis interpretasi perseptual dari peristiwa yang dialami.

Dari penelitian ini, maka yang difokus kan adalah tentang pengalaman pribadi yang membentuk persepsi terhadap paham Ultras.

2. Faktor-faktor struktural

(10)

dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempersepsikan sesuatu.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep persepsi karena kajian utama dari penelitian ini adalah mengenai persepsi, khususnya persepsi suporter Aremania terhadap paham ultras. Oleh karena itu, agar dapat memahami konsep sekaligus menganalisis fenomena yang terjadi, peneliti menggunakan konsep persepsi dalam penelitian ini.

2.2. Ultras

Kata Ultras dimaknai sebagai lebih, sangat, luar biasa atau ekstrem. Dalam sepakbola Ultras mengacu kepada kelompok pendukung atau fans yang terorganisasi, memiliki kode berperilaku yang bersifat komunal, cenderung eksklusif serta memiliki identitas yang kuat serta loyalitas tak terbatas kepada tim sepakbola yang didukungnya. Ultras lebih daripada sekedar hadir di stadion dan memberi dukungan, ultras adalah sebuah totalitas mental, sikap dan perbuatan dalam mendukung klub, di dalam dan di luar stadion, saat ada dalam kelompok dan saat sendiri, saat menang dan saat kalah, saat klub di puncak kejayaan dan saat klub di nadir keterpurukan. Maka, empat nilai penting pada Ultras adalah kehormatan, totalitas, loyalitas dan solidaritas (Alvareza, 2012).

2.2.1. Sejarah Ultras

(11)

terkenal dengan ultras nya seperti Argentina dan Italia, menyediakan tribun berdiri di dalam salah satu sudut stadion mereka). Ultras bukanlah sekadar kumpulan suporter (tifosi) biasa, ultras merupakan kelompok suporter fanatik serta secara sungguh-sungguh melibatkan totalitas dalam mendukung klub yang mereka dukung. Ultras mempelopori suporter yang amat terorganisir dengan gaya dukung ‘teatrikal’ yang kemudian menjalar ke negara-negara lain (Alfareza, 2012).

Ultras merupakan kelompok yang terorganisasi hal ini dapat dilihat bagaimana mereka melakukan formasi Curva, pasti dalam melakukan formasi Curva mereka melakukan koordinasi, melakukan koordinasi dengan pihak yang bersangkutan untuk mendapatkan alokasi tempat dalam stadion, untuk mendapatkan tiket yang lebih murah, untuk mendapatkan akses ke stadion lebih awal sebelum pertandingan untuk mempersiapkan koreografi dan memasang atribut-atribut kebesaran timnya.

Dalam tradisi calcio, ultras adalah “baron” dalam stadion. Mereka menempati dan menguasai salah satu sisi tribun stadion, biasanya di belakang gawang, yang kemudian lazim dikenal dengan sebutan curva. Ultras tersebut menempati salah satu curva itu, baik nord (utara) atau sud (selatan), secara konsisten hingga bertahun-tahun kemudian. Utras dari klub-klub yang berbeda ditempatkan pada curva yang saling berseberangan (Handoko, 2008:45).

(12)

(Squadre d’Azione Nerazzurra). Fenomena ultras sempat surut dan muncul lagi untuk menginspirasi dunia dengan aksi-aksi megahnya pada pertengahan tahun 1980-an.

Fenomena ultras sendiri diilhami dari demontrasi-demontrasi yang dilakukan anak-anak muda pada saat ketidakpastian politik melanda Italia di akhir 1960-an. Alhasil, sejatinya ultras adalah simpati politik dan representasi ideologis. Setiap ultra memiliki basis ideologi dan aliran politik yang beragam, meski mereka mendukung klub yang sama. Ultras memiliki andil “melestarikan” paham-paham tua seperti facism, dan komunism socialism.

Mayoritas ketegangan antar suporter disebabkan oleh perbedaan pilihan ideologis daripada perbedaan klub kesayangan. Tradisi Ultras di Italia terdapat kode etik yang namanya Ultras codex, salah satu fungsi kode etik itu “mengatur” pertempuran antar ultras tersebut bisa berlangsung lebih fair dan “berbudaya”. Salah satu etika itu adalah dalam hal bukti kemenangan, maka bendera dariultras yang kalah akan diambil oleh ultras pemenang. Kode etik lainnya ialah, seburuk apapun para tifosi itu mengalami kekejaman dari tifosi lainnya, maka tidak diperkenankan untuk lapor polisi.

(13)

Modus terbentuknya kelompok - kelompok ini beraneka - ragam, menggabungkan kelompok-kelompok kecil yang sudah ada sebelumnya, dari sosialisasi di cafe atau bar, kelompok di sekolah atau kampus, komunitas suatu area geografis tertentu, partai politik dan sebagainya. Usia mereka saat terbentuknya kelompok ini biasanya berkisar antara 15-25 tahun. Kelompok-kelompok pertama yang terbentuk di atas biasanya tidak bertahan lama. Kelompok baru dari klub yang sama bermunculan, bersaing dan menyisihkan yang sebelumnya (Handoko,2008:97).

2.2.2. Karakteristik Ultras

Dalam kelompok ultras ada seorang leader atau biasa di sebut “Capo Tifoso1” yang memimpin kelompoknya. Peran capo ini cukup sentral dalam suatu kelompok. Seorang capo bertugas mengkoordinir anggota dalam segala hal baik tentang tata aturan kelompok maupun dalam hal koreografi. Posisi mereka begitu disegani oleh anggotanya (Wahyudi, 2009:68).

Giant flag yang berkibar-kibar, flare yang memerahkan stadion, banner yang mengancam dan juga membakar semangat tim tertata di sudut belakang gawang2. Umumnya mereka berpakain serba hitam dengan tutup kepala (sebagian orang) dan bahkan bertelanjang dada ditengah-tengah hujan dan terik matahari.

1

Capo Tifoso, berasal dari bahasa Italy yang berarti pemimpin supporter. Sebutan Capo Tifoso ini biasanya digunakan oleh kelompok supporter fanatik Ultras. Seorang Capo Tifoso diluar sana pasti sudah tau dan paham tentang kehidupan Ultras, dan bagaimana caranya agar dia bisa menjadi seorang pemimpin bagi rekan-rekan supporternya. Ini tentu tak mudah dalam pelaksanaannya, karena disamping harus berani dan tegas memutuskan suatu hal, disisi lain seorang capo juga dituntut harus bisa mengerti bagaimana cara dia untuk menjadi panutan memimpin gerakan dan mengatur kondisi atau keadaan orang orang kelompoknya.

(CNFX.Kaukah Sosok Capo.

http://Ultrasin-Indonesia.com/2013/01/kau-kah-sosok-capotifoso.html, Diakses tanggal 12 Juni 2013 pukul 15.30wib)

2

(14)

Ultras memiliki gaya-gaya tersendiri, beberapa kelompok ini ada yang menjual produk-produk untuk menjaga kelangsungan kelompok. Produk yang dijual antara lain adalah kaos atau t-shirt, jaket, topi, scraft, bahkan meroduksi flare.

Ultras mempunyai kebiasaan selalu berdiri sepanjang pertandingan dengan koreo bendera mendapat kritik dari kelompok penonton non-ultras. Tempat mereka (ultras) yang umumnya berada di barisan depan dianggap menghalangi pandangan suporter yang di belakangnya (non-ultra). Umumnya ini terjadi pada klub yang memiliki kelompok Ultras yang belum begitu besar. Jadi tempat Ultras dalam stadion masih berbaur dengan suporter biasa atau non-ultras (Alfareza, 2012: 54).

Bendera Ultras memiliki simbol-simbol yang beragam, makna yang terkandung berarti kebanggaan, garis keras, dukungan, perlawanan, dan ancaman. Flare atau suar biasa dinyalakan pada pembuka pertandingan, selebrasi gol, dan penutup laga. Tidak peduli apakah suar kriminal atau bukan yang mereka pegang adalah keyakinan bahwa “pyro is not crime “. Flare dapat membakar semangat para pemain merupakan suatu kepercayaan yang kokoh. Terlepas apakah flare itu dilarang atau tidak yang jelas, flare benar-benar menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok ini.

(15)

menyusun koreografi yang rumit dan motif yang detail. Semakin rumit motif koreografinya semakin bangga dengan kelompoknya (Alfareza,2012).

Jadi, pengertian Ultras secara singkat adalah sekelompok suporter yang memiliki fanatisme yang luar biasa terhadap timnya, mereka biasa menduduki tribun khusus untuk mendukung tim berlaga.Ultras biasanya ditempatkan dibelakang gawang baik itu utara dan selatan.

2.3. Penelitian Terdahulu

Studi penelitian terdahulu sangat penting bagi bahan acuan yang membantu penulis dalam merumuskan asumsi dasar untuk pengembangan kajian. Tentunya studi terdahulu tersebut harus yang relevan baik dari konteks penelitian maupun metode penelitian yang digunakan.

Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti penulis yaitu: Penelitian pertama, dilakukan oleh Tri Novan Susetya mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan untuk skripsi yang berjudul “ Stereotype Bonek (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pandangan Masyarakat Surabaya tentang Stereotype Bonek).

(16)

deskriptif yaitu penelitian tanpa mencari atau menjelaskan hubungan antar variable, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.

Hasil penelitian pendapat informan cenderung lebih banyak positif dari pada negatifnya, yang secara tidak langsung dapat membuktikan bahwa tidak adanya stereotipe Bonek. Hal ini dikarenakan informan kita adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dengan Bonek dan lebih banyak mengetahui tentang Bonek. Banyak sisi positif dari Bonek yang masyarakat kurang mengetahuinya, Bonek memiliki tingkat solidaritas yang sangat tinggi, tapi porsi pemberitaan media terhadap bonek sangat kurang berimbang.

Penelitian yang kedua, penelitian dari Yopie Hambali mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian ini dengan judul ”Persepsi Masyarakat Pecinta Sepak Bola terhadap Nasionalisme dan Implikasinya Bagi Ketahanan Nasional”, dengan studi tentang ekspresi kelompok suporter sepak bola The Jakmania dalam penyelenggaraan Piala Asean Football Federation (AFF) tahun 2010.

(17)

Metode yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif, dengan pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam dan focus group discussion (small FGD). Sementara pengambilan sampling dilakukan secara purposive. The Jakmania merupakan kelompok suporter sepak bola yang memiliki manajemen organisasi modern dan jumlah anggota cukup besar. Mereka secara konsisten mendukung tim nasional sejak pertandingan pertama hingga memasuki babak final dalam penyelenggaraan Piala AFF di Jakarta tahun 2010 yang lalu.

Namun demikian, terdapat permasalahan yang patut dikaji secara lebih mendalam terkait ekspresi dukungan The Jakmania pada penyelenggaraan Piala AFF. Masih ada kecenderungan suporter The Jakmania untuk menonjolkan identitas klub yang bersifat lokal, padahal mereka tengah mendukung laga tim nasional. Bahkan masih di tahun 2010, terdapat beberapa catatan terkait aksi vandalisme dan anarkisme yang dilakukan oleh oknum suporter The Jakmania. Realitas ini tentu patut menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan dalam persepakbolaan nasional, karena usia para suporter yang tergolong dalam kelompok pemuda perlu diberdayakan dalam rangka meningkatkan Ketahanan Nasional.

(18)
(19)

24 Kualitatif tentang

Pandangan

Masyarakat Surabaya tentang Stereotipe Bonek).

negatifnya, yang secara tidak langsung dapat membuktikan bahwa tidak adanya stereotipe Bonek.

Hal ini dikarenakan informan kita adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dengan Bonek dan lebih banyak mengetahui tentang Bonek.

Banyak sisi positif dari Bonek yang masyarakat kurang mengetahuinya, Bonek memiliki tingkat solidaritas yang sangat tinggi, tapi porsi pemberitaan media terhadap bonek sangat kurang berimbang.

membahas tentang suporter. Namun penelitian ini menggunakan bahasan mengenai Stereotype dan menggunakan kelompok suporter Bonek sebagai objek penelitiannya.

2. Yopie Hambali

Persepsi Masyarakat Pecinta Sepak Bola terhadap Nasionalisme dan Implikasinya Bagi Ketahanan Nasional (Studi tentang ekspresi

Kualitatif Deskriptif

Hal yang perlu dilakukan sejumlah langkah kongkrit dan strategis untuk mendidik para suporter khususnya The Jak dalam bentuk supporters education (pendidikan untuk para suporter).

[image:19.842.278.725.124.504.2]
(20)

25 kelompok suporter

sepak bola The Jakmania dalam penyelenggaraan Piala Asean Football Federation (AFF) tahun 2010)

Hal ini penting agar para suporter mampu mengekspresikan rasa nasionalismenya secara utuh dan menyeluruh, dapat menghindari aksi anarkisme dan vandalisme, serta lebih mengoptimalkan peran para pemuda melalui organisasi suporter, sehingga mereka dapat berkontribusi untuk meningkatkan Ketahanan Nasional.

Hal-hal esensial yang dapat diimplementasikan melalui format supporters education di antaranya adalah mengintensifkan kegiatan pemantapan nilai-nilai kebangsaan, pendidikan kewirausahaan untuk pemberdayaan ekonomi para suporter dan optimalisasi peran pemuda agar lebih responsif dalam menghadapi masalah-masalah sosial kemasyarakatan di Jakarta.

ini menggunakan suporter bola Jakmania sebagai objek penelitianya

(21)

2.4. Kerangka Pemikiran

Sumber: Diolah oleh Peneliti Bagan 1. Kerangka Pemikiran Keterangan Bagan:

Persepsi anggota komunitas GATE 4 terhadap paham Ultras dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: pertama, faktor fungsional dimana faktor-faktor tersebut berasal dari sifat personal. Misalnya kebutuhan individu, pengalaman masa lalu. Anggota komunitas GATE 4 memepersepsikan paham Ultras bisa jadi diperoleh dari pengalaman pada masa lalu yang pernah dialami oleh anggota GATE 4. Kedua, faktor struktural merupakan faktor yang berasal di

Faktor Pengaruh Persepsi 1. Faktor Fungsional 2. Faktor Struktural

Persepsi Aremania terhadap Paham Ultras (Studi Deskriptif Kualitatif pada Anggota

Komunitas GATE 4 Suporter Indonesia)

AnggotaKomunitas GATE 4

Persepsi Anggota Komunitas GATE 4 terhadap Paham Ultras

Tahap–tahap terbentuknya Persepsi

(22)

luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Anggota GATE 4 mempersepsikan sesuatu bisa jadi dipengaruhi oleh lingkungan .

Tahap berikutnya adalah setiap individu apabila ingin mempersepsikan sesuatu harus melalui tahapan - tahapan. Tahapan persepsi dibagi tiga yaitu Sensasi, Atensi dan Interpretasi. Pertama, tahap sensasi merupakan tahap awal masuknya stimuli melalui panca indra baik itu indra pengliatan, pengecap, pendengar dan sebagainya.

Kedua tahap Atensi, tahap atau perhatian ini merupakan pemrosesan secara sadar masuknya sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Atensi dipengaruhi faktor internal (faktor biologis dan sosiopsikologi) dan faktor eksternal (atribut objek, gerakan, intensitas stimuli, perulangan objek, dll). Anggota GATE 4 mempersepsikan paham Ultras berawal dari melihat atraksi atau gerakan suporter Ultras di luar negeri, atribut apa saja yang dipakai suporter Ultras dalam mendukung dan lain sebagainya.

Ketiga tahap interpretasi merupakan proses penafsiran dan memaknai stimuli yang masuk. Faktor yang mempengaruhi interpretasi meliputi pengalaman

Gambar

Tabel 2. Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Antara Kematangan Emosi dan Konformitas dengan Perilaku Agresif Pada Suporter Sepak Bola.. (Tidak

Semarang adalah salah satu klub sepak bola yang para suporternya. sering terlibat dalam bentrokan antar suporter. Salah satu

Bola.com merupakan unit bisnis portal berita khusus para pecinta sepak bola yang menyajikan informasi seputar pertandingan sepak bola terkini di Indonesia dan

Berdasarkan dari beberapa uraian tersebut di atas, peneliti memutuskan untuk membuat dan melakukan sebuah penelitian ilmiah yang diberi judul “Persepsi Aremania terhadap

subjek penelitian yang akan dilakukan pada suporter sepak

Melihat dari kondisi kekinian masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan stabilitas nasional yang terusik oleh perilaku agresi suporter sepak

Sikap etnosentrisme yang muncul dari suporter sepak bola jauh lebih besar dari pada cabang olahraga lainnya, hal ini dikarenakan sepak bola merupakan salah satu

Proses pelaksanaan kegiatan dakwah persuasif pencegahan antar Suporter sepak bola melalui kegiatan positif yang dilakukan oleh komunitas Aremania Pati yaitu 1 dengan cara melaksanakan