Skripsi ini diajukan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Rahmawati Wulandari
NIM. 1112015000068
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM STUDI EKONOMI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
ALIYAH PONDOK PESANTREN AL-HAMIDIYAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenulii Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Rahmawati Wulandan NIM 1112015000068
Mengesahkan:
Skripsi I Pembin ScriDSi II
Dr. TetkuRathli Zakaria, MA Tti Harjawáti, M.
NIP. 195'0902 197903 1 001 NIDN. 24118001
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY4RIF IHDAYATULLAH
JAKARTA
ALIYAH PONDOK PESANTREN AL-HAMLDIYAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Rahmawati Wulandari NIM: 1112015000068
Mengesahkan:
Pembjnbingjkripsi II
NIP. 19520902 197903 1 001 N1DN. 2014118001
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1112015000068, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 06 Januari 2017 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana (Si) dalam bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta, 06 Januari 2017 Panitia Ujian Munaqosah
Tanggal Tanda Tangan Ketua Sidang (Ketua Jurusan Pendidikan IPS)
Dr. Iwan Purwanto. M.Pd
4).61
NIP. 19730424200801 1 012
Sekretaris Sidang (Sekretaris Jurusan P. IPS)
Drs. Svaripulloh. M.Si NIP. 19670909200701 1 033
Doseii Peiiguji 1
Dr. Nurochim, MM
NIP. 19590715 198403 1 003 Dosen Penguji 2
Andri Noor Ardiansyah, M.Si NIP. 19840312201503 1002
Jé-oi-i7
Mengetahui
Dekan Fakultas mu Tarbiyah c kT 1eguru
UIN Syari I yatull J akarta
Narna : Rahmawati Wulandari
NIM :1112015000068
Jurusan : Pendidikan IPS/ Ekonomi
Judul Skripsi : Pengaruh Status Sosial Ekonorni Orang Tua terhadap Motivasi Belajar Siswa di Madrasab Aliyah Pondok Pesantren A1-l-Iamidiyah
Dengan
mi
menyatakan bahwa:I. Skripsi
mi
merupakan hasil karya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah ZDsatu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif i-I idayatullah Jakarta.
2. Scmua sumber yang saya gunakan dalarn penulisan telab saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidavatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terhukti bahv;a karva
mi
hukan hasil karya ash saya atau jiplakan clan karya orang lain, maka saya bersedia menenima sanksi berdasarkan ketentuan yang benlaku di Universitas Islam Negeni Syanif 1-Iidavatullah Jakarta.Jakarta, 21 Desember 2016 j\\
I \ .MP.EJ- I DF843506421
*
i
Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar siswa di madrasah aliyah pondok pesantren al-hamidiyah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Depok . Teknik pengambilan sampel yaitu simple random sampling dengan sampel sebanyak 34 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar siswa di madrasah aliyah pondok pesantren al-hamidiyah, depok. Hasil ini ditunjukan pada nilai Sig sebesar 0,001 pada koefesien regresi lebih kecil dari nilai probabilitas (0,001 < 0,05) dengan pengujian hipotesis juga dapat ditunjukan bahwa thitung > ttabel atau ditafsirkan dengan nilai 3,620 > 2,036 maka dalam penelitian Ha = diterima dan Ho = ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara status sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar siswa di Madrasah Aliyah pondok pesantren al-hamidiyah. Dengan demikian peningkatan motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh status sosial ekonomi orang tua.
ii
Sciences. Tarbiyah Faculty and Teaching. State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
The aim of this study is to measure how much influence parents socio-economic status through students' motivation in madrasah aliyah boarding school al-Hamidiyah.
The method in this research used a descriptive method with quantitative approach. The population in this study is the Madrasah Aliyah in Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Depok. The sampling technique is simple random sampling with a sample of 34 respondents. The instrument used was a questionnaire. Data analysis technique used is a simple linear regression analysis.
The results showed that there is a significant influence between parents socio-economic status through students' motivation in madrasah aliyah boarding school al-Hamidiyah, Depok. These results are shown in the Sig 0,001 on regression coefficient is less than the probability value (0.001 < 0.05) with hypothesis testing can also be shown that thitung > ttabel or interpreted with a value of 3.620 > 2.036, so in this study Ha = accepted and Ho = rejected , This shows that there is significant influence between parents socio-economic status through students' motivation in Madrasah Aliyah boarding school al-Hamidiyah. Therefore the increase students motivation is influenced by parents socio-economic status.
iii
SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah
Pondok Pesantren Al-Hamidiyah” untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan pada sang baginda alam, Nabi besar Muhammad SAW, Beserta keluarga, sahabat, beserta umatnya.
Sebagai mahluk sosial pada umumnya, penulis menyadari bahwa pengetahuan, pemahaman, pengalaman, kemampuan dan kekuatan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dalam proses penyelesaian skripsi ini banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga penyusunan skripsi berjalan lancar.
Maka dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak bisa terhitung jumlahnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Yang senantisa memberikan banyak perhatian dan motivasi kepada mahasiswa tingkat akhir, disela-sela kesibukanya.
3. Bapak Drs. Syaripulloh M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Yang juga senantisa memberikan banyak perhatian dan motivasi kepada mahasiswa tingkat akhir, disela-sela kesibukanya.
4. Ibu Dr. Ulfah Fajarini, M.Si., selaku Dosen Penasehat Akademik.
iv
7. Ibu Neng Sri Nuraeni, M.Pd., yang telah banyak memberikan bimbingan kepada saya baik itu dalam bidang akademik maupun non akademik, dan juga selalu berusaha meluangkan waktunya di sela-sela kesibukannya. 8. Seluruh Dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan
ilmu kepada penulis. Yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat saya.
9. Ayahanda Kastono dan Ibunda Evayanti yang telah membesarkan dan mengajarkan penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih atas setiap cinta yang terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiringi setiap derap langkah penulis. Terima kasih juga atas dukungan berupa moril maupun materil yang luar biasa selalu kalian berikan dan nomor satukan ditengah-tengah kesibukan kalian untuk penulis.
10. Arrum Nisa (kakak), Rahmania Syifa dan Aisyah Azzahratunnisa (adik) yang senantiasa selalu membantu penulis dalam kondisi apapun.
11. Bapak Suyatno, S.Si, M.Pd., selaku kepala Madrasah Aliyah yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di Pondok Pesantren Al-Hamidiyah.
12. Seluruh adik-adik Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Al-hamidiyah bersedia meluangkan waktunya tatkala penulis melakukan penelitian.
13. Kepada sahabat yang selalu menemani setiap langkah penulis, Savinatunnaja dan Anissa Ramadanti.
14. Sahabat perjuanganku, Inayati Ma’rifah dan Via Oktaviani yang telah
v
Ciputat dan Komisariat Tarbiyah. Terimakasih atas segala pengalaman serta ilmu yang telah diberikan. YAKUSA!
17. Seluruh kawan-kawan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
18. Seluruh keluarga besar Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (DEMA FITK) periode 2015 yang telah memberikan banyak dukungan serta doa agar penulis menyelesaikan skripsinya.
19. Seluruh teman-teman Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial 2012 20. Para adik-adik seperjuangan Dini Utami dan Zefi Khomara yang banyak
memberikan bantuan serta motivasi.
21. Dan semua pihak yang penulis sadari atau tidak sadari telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga segala kebaikan yang diberikan mendapatkan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT dan senantiasa selalu dilindungi oleh Allah SWT.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang akan digunakan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta,21 Desember 2016
vi
Halaman
LEMBAR HALAMAN
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
PERNYATAAN UJI REFERENSI
PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Status Sosial Ekonomi ... 9
1. Pengertian Status Sosial Ekonomi ... 9
2. Variabel Status Sosial Ekonomi ... 11
a. Penghasilan ... 12
b. Pekerjaan ... 14
c. Pendidikan ... 15
vii
4. Pengertian Motivasi Belajar ... 20
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar .... 22
a. Faktor Instrinsik ... 22
b. Faktor Ekstrinsik ... 23
C. Pondok Pesantren ... 26
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 26
2. Kegiatan Santri ... 28
D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30
E. Kerangka Berfikir ... 35
F. Hipotesis Penelitian ... 38
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
B. Metode Penelitian ... 40
C. Populasi dan Sampel ... 40
1. Populasi ... 40
2. Sampel ... 41
D. Teknik Pengumpulan Data ... 43
E. Instrumen Penilaian ... 44
1. Status Sosial Ekonomi ... 44
a. Definisi Konseptual ... 44
b. Definisi Operasional ... 44
c. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 44
2. Motivasi Belajar ... 45
a. Definisi Konseptual ... 45
b. Definisi Operasional ... 46
c. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 46
viii
b. Uji Regresi Linear Sederhana ... 52
c. Koefesien Korelasi ... 53
d. Koefesien Determinasi ... 53
e. Uji T ... 54
H. Hipotesis Statistik ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 55
B. Hasil Data Penelitian dan Analisis ... 57
1. Hasil Angket Penelitian ... 57
2. Hasil Pengujian Instrumen ... 73
a. Uji Validitas Instrumen ... 73
b. Uji Reliabilitas Instrumen ... 75
3. Hasil Uji Pra Syarat ... 79
a. Uji Normalitas ... 79
b. Uji Linearitas ... 80
4. Hasil Analisis Data ... 80
a. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana... 80
b. Hasil Uji Koefesien Korelasi ... 82
c. Hasil Uji Koefesien Determinasi ... 83
5. Pengujian Hipotesis ... 84
C. Pembahasan Penelitian ... 85
D. Keterbatasan Penelitian ... 88
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 89
B. Implikasi ... 89
C. Saran ... 89
x
xi
Tabel 2.2 Kegiatan Mingguan Santri ... 29
Tabel 2.3 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan ... 33
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 39
Tabel 3.2 Jumlah Populasi Penelitian... 41
Tabel 3.3 Jumlah Sampel Penelitian ... 42
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel X ... 45
Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Y ... 46
Tabel 3.6 Skor dan Alternatif Jawaban Variabel Status Sosial Ekonomi Or- ang Tua ... 50
Tabel 3.7 Skor dan Alternatif Jawaban Variabel Motivasi Belajar Siswa ... 50
Tabel 3.8 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 53
Tabel 4.1 Rata-rata Nilai Motivasi Belajar Siswa dengan Status Sosial Eko- nomi Orang Tua ... 58
Tabel 4.2 Meminum Susu Setiap Hari ... 58
Tabel 4.3 Bapak/ Ibu Selalu Memenuhi Peralatan Sekolah ... 59
Tabel 4.4 Jadwal Bapak/ Ibu Memberikan Uang Saku ... 59
Tabel 4.5 Jumlah Uang Saku yang diberikan oleh Bapak/ Ibu ... 60
Tabel 4.6 Pekerjaan Bapak ... 61
Tabel 4.7 Pekerjaan Ibu ... 61
Tabel 4.8 Bapak/ Ibu Memiliki Pekerjaan Sambilan ... 62
Tabel 4.9 Status Kepemilikan Rumah Bapak ... 62
Tabel 4.10 Harta Milik Bapak Selain Rumah ... 63
Tabel 4.11 Kendaraan Pribadi yang digunakan... 63
Tabel 4.12 Jumlah Anak Bapak & Ibu ... 64
Tabel 4.13 Penghasilan Rata-rata Bapak Setiap Bulan ... 64
Tabel 4.14 Penghasilan Rata-rata Ibu Setiap Bulan ... 65
xii
Tabel 4.20 Kesulitan Mengatur Jadwal Belajar dengan Kegiatan Pesantren .. 68
Tabel 4.21 Ibu Selalu Menjadi Pendengar yang Baik ... 69
Tabel 4.22 Semakin Termotivasi Jika Dipuji Karena Nilai yang Bagus... 69
Tabel 4.23 Termotivasi untuk Mengungguli Teman yang Mendapatkan Nilai Tinggi ... 70
Tabel 4.24 Mendapatkan Penghargaan adalah Tujuan Utama dalam Belajar . 70 Tabel 4.25 Orang Tua Jarang Memperhatikan Kesulitan Belajar ... 71
Tabel 4.26 Merasa Cukup atas Apa yang Telah Dicapai dalam Belajar Sela- ma ini ... 71
Tabel 4.27 Orang Tua Selalu Memberikan Bimbingan dan Semangat dalam Belajar ... 72
Tabel 4.28 Suasana Pesantren yang Damai dan Sejuk Membuat Senang Be- lajar di Pesantren ... 72
Tabel 4.29 Tabel Penolong Validitas Variabel X... 73
Tabel 4.30 Tabel Penolong Validitas Variabel Y... 74
Tabel 4.31 Tabel Penolong Reliabilitas Variabel X ... 75
Tabel 4.32 Tabel Penolong Reliabilitas Variabel Y ... 77
Tabel 4.33 Hasil Uji Linearitas ... 80
Tabel 4.34 Tabel Penolong untuk Mencari Konstanta a dan b ... 80
Tabel 4.35 Tabel Perhitungan untuk Mencari Koefesien Korelasi ... 82
Tabel 4.36 Hasil Uji Koefesien Determinasi... 83
xiii
Lampiran 2 Surat Balasan dari MA Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok Lampiran 3 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Profil Sekolah
Lampiran 5 Hasil Uji Validitas Status Sosial Ekonomi Orang Tua Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Motivasi Belajar Siswa
Lampiran 7 Hasil Uji Reliabilitas Status Sosial Ekonomi Orang Tua Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas Motivasi Belajar Siswa
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keberadaan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Artinya dalam perkembangan kebudayaan manusia, pendidikan merupakan tolak ukur untuk mengetahui berhasil tidaknya suatu kebudayaan manusia pada masa dan bangsa tertentu. Suatu bangsa dapatlah dikatakan maju jika didalamnya terdapat pendidikan yang mampu menjadi pelapis dalam setiap diri manusianya. Sumardi
Suryabrata di dalam bukunya Psikologi Pendidikan mengatakan “Pendidikan
dilakukan sejak anak manusia pertama lahir kedunia, telah dilakukan usaha untuk pendidikan, kendatipun dengan cara yang sangat sederhana. Jadi masalah pendidikan adalah masalah setiap orang dari dahulu hingga sekarang, dan diwaktu-waktu yang akan datang”.1
Pendidikan itu sudah ada dan sudah dilakukan sejak kecil, contohnya dari lahir orang tua sudah mengajarkan dan mendidik anaknya dengan cara yang mudah dipahami seperti mengajarkan anak caranya berjalan, caranya berbicara juga caranya agar anak dapat menghafal benda-benda. Pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua sejak dini bisa berupa moral, nila-nilai, hingga agama. Orang tua tiada hentinya bersabar untuk mendidik anaknya agar menjadi anak yang cerdas dan berguna untuk masyarakat.
Pendidikan sudah diterapkan dari dulu hingga sekarang dan tidak akan pernah lepas dari setiap diri seseorang, karena apapun yang ada dalam diri seseorang dan kehidupannya akan bergantung pada pendidikan. Semua yang diajarkan bukan semata-mata hanya untuk hari ini atau esok, tetapi akan berguna untuk masa yang
1
akan datang. Namun untuk saat ini masalah yang sering muncul dalam hal pendidikan di era modern yaitu pola asuh orang tua yang hanya memberikan fasilitas kepada anak tanpa memperhatikan secara keseluruhan kegiatan anak, berdasarkan hasil wawancara dengan Fadel sebagai alumni dari pondok pesantren Darunnajah di Jakarta, mengatakan bahwa memberikan fasilitas yang berlebih kepada anak tanpa diawasi bisa menyebabkan anak melakukan hal yang tidak baik.2
Para pakar ekonomi-pendidikan memandang pendidikan sebagai investasi atau penanaman modal. Artinya, berapapun dana yang dibelanjakan untuk pendidikan dianggap sebagai modal yang ditanam. Secara individual (mikro), seseorang yang menanam investasi, yakni mengeluarkan dana untuk keperluan pendidikannya (expenditure), berharap akan memperoleh keuntungan setelah ia menyelesaikan pendidikan dan memanfaatkan hasil yang diperoleh dari pendidikan itu. Biasanya penganut pandangan seperti ini menghitung keuntungan dari menanam investasi (rate of return) dalam pendidikan, seperti halnya orang yang menanamkan modalnya dalam kegiatan bisnis yang bersifat komersial.3
Pendidikan maupun pengajaran merupakan suatu perkembangan dan pertumbuhan manusia yang terus menerus dalam bentuk generasi tua mengajarkan kepada generasi yang lebih muda, saling berbagi dari hasil pengalaman hidup mereka. Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia disebabkan oleh salah satunya yaitu pendidikan dan pengajaran. Abdullah Idi mengatakan, “Pada dasarnya setiap sekolah mendidik anak
agar menjadi anggota masyarakat yang berguna”.4
Sekolah menjadi tempat belajar kedua bagi anak setelah keluarga. Berbeda dengan keluarga, pendidikan dalam sekolah dilakukan secara formal dan terstruktur. Pendidikan dalam sekolah juga pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dalam pendidikan di keluarga, sekolah pun ingin anak didiknya menjadi
2
Hasil wawancara Fadel Muhammad Anugrah Alumni Pondok Pesantren Darunnajah, Senin 29 Agustus 2016
3Sa’id Aqiel Siradj
et al, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet. 1, h.172
4
manusia yang bermanfaat dimanapun mereka berada. Dengan segala ilmu yang telah diberikan dan pengajaran yang didapat, diharapkan mereka dapat menerapkannya dengan baik. Maka dari itu, dengan jalur pendidikan sumber daya manusia itu dibentuk menjadi generasi penerus bangsa yang berprestasi serta dapat memajukan dan menyelamatkan bangsanya dari kebodohan. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah anak diajarkan juga untuk mengenal dan mencintai bangsanya agar kelak dapat turut aktif dalam pembangunan bangsa.
Kekhawatiran masyarakat yang mengeluh bahwa akhlak dan perilaku pelajar dewasa ini cenderung merosot dengan berbagai tindakannya yang merisaukan banyak pihak. Karena itu, saat ini banyak orang tua yang mempercayakan pesantren dan menyerahkan anaknya ke pesantren agar dapat dibekali ilmu agama sehingga terbebas dari segalah hal kegiatan yang negatif dan merugikan. Namun permasalahan yang kerap terjadi ketika orang tua memutuskan untuk menitipkan anaknya di pesantren mereka melupakan peran orang tua dan menyerahkan seluruhnya kepada pesantren atau pihak sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibrahim salah satu santri pondok pesantren Al-hamidiyah, mengatakan bahwa ada beberapa santri yang mengalami hal tersebut. Menurut Ibrahim, hal tersebut biasanya terjadi kepada santri yang merantau, juga kesibukan orang tuanya yang bekerja. Sehingga kurangnya kunjungan yang dilakukan oleh orang tua dan menyebabkan anak jadi malas belajar.5
Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bamboo, atau barangkali berasal dari kata Arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama. Terlepas dari asal-usul kata itu berasal dari mana, yang jelas ciri-ciri umum keseluruhan pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang asli Indonesia,
5
yang pada saat ini merupakan warisan kekayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang.6 Metode pembelajaran pesantren yang paling mendukung terbentuknya pendidikan karakter para santri adalah proses pembelajaran yang integral melalui metode belajar-mengajar (dirasah wa ta’lim), pembiasaan berprilaku luhur (ta’dib), aktivitas spiritual (riyadhah), serta teladan yang baik (uswah hasanah) yang dipraktikkan atau dicontohkan langsung oleh kyai dan para ustadz dalam kesehariannya.
Secara tidak langsung, pesantren mengajarkan para santri untuk menghargai perbedaan suku, ras, bahasa serta menciptakan pergaulan. Para santri yang belajar di pesantren datang dari berbagai penjuru Tanah air dengan latar belakang suku dan bahasa yang berbeda-beda. Pergaulan lintas suku, bahasa dan daerah menjadikan para santri menyadari kebinekaan yang harus dihargai dan
menghayati semboyan bangsa kita, “Bhinneka Tunggal Ika”. Selain itu kegiatan
santri juga dikontrol melalui ketetapan dalam peraturan/ tata-tertib. Semua ini mendukung terwujudnya proses pendidikan yang dapat membentuk karakter mulia para santri, dimana dalam kesehariannya mereka dituntut untuk hidup mandiri dalam berbagai hal. Mulai dari persoalan yang sederhana seperti mengatur keuangan yang dikirim orang tua agar cukup untuk sebulan, mencuci pakaian, belajar adaptasi kepada orang yang baru dikenal, penyesuaian tempat tinggal, budaya antri, sampai ada persoalan yang serius seperti belajar dan memahami pelajaran.
Keberhasilan anak dalam kegiatan belajar pada masa usia sekolah juga sangat dipengaruhi oleh berbagai motivasi, dan salah satunya adalah motivasi belajar. Sardiman mengatakan “motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memilki motivasi
6
kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar”.7 Beriringan dengan tumbuhnya motivasi belajar, maka setiap anak akan merasa bahagia serta bersemangat dalam belajar. Motivasi yang timbul akan menjadikan keinginan anak bukan hanya untuk mengetahui tetapi lebih kepada untuk memahami hasil pembelajaran tersebut. Dalam hal ini jelas kita mengetahui bahwa belajar adalah hal yang paling utama dalam pendidikan pesantren maupun sekolah.
Seringkali masalah belajar di dalam pesantren yang dominan dialami oleh santri adalah penyesuaian diri terhadap tugas-tugas pesantren. Perubahan jadwal dan kegiatan yang padat membuat santri kesulitan dalam menyesuaikan diri di lingkungan pesantren. Hal ini di ungkapkan oleh Savina salah satu alumni pondok pesantren Darunnajah di Jakarta.8
Menurut Savina, padatnya jadwal yang harus diterima oleh santri terkadang membuat kondisi yang berbeda dan berdampak terhadap pola kehidupannya. Dalam kegiatan pendidikan formal pada umumnya, peserta didik hanya melakukan kegiatan belajar ± 6-7 jam dalam sehari. Dalam lingkungan pondok pesantren santri mempunyai kegiatan rutin yang harus dilakukan mulai dari bangun tidur di waktu subuh hingga tidur kembali di malam hari. Santri diwajibkan untuk melakukan kegiatan belajar dan keagamaan baik yang bersifat wajib seperti sekolah, sholat berjama’ah, hafalan surat ataupun kegiatan yang bersifat sunnah seperti kegiatan ekstrakulikuler.
Didalam berlangsungnya kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari masalah ekonomi. Kebutuhan ekonomi yang tak terbatas membuat masalah ekonomi selalu mengikuti dalam setiap kehidupan manusia, dan terkadang menjadi penyebab berubahnya sikap seseorang. Biasanya masalah ekonomi terjadi di
7
Sardiman A.M, Interaksi & Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), Cet.21, h.75.
8
kalangan yang memiliki status ekonomi rendah, misal dalam hal pendidikan yang terjadi yaitu masalah kurangnya kemampuan orang tua dalam memberikan fasilitas yang memadai untuk anak belajar sehingga menurunkan tingkat kepercayaan diri anak, atau ketidakmampuan orang tua dalam menyekolahkan anaknya.
Hal ini diungkapkan oleh Ibrahim, salah satu santri madrasah aliyah pondok pesantren Al-hamidiyah yang merupakan kerabat dari objek penelitian. Ibrahim mengatakan bahwa kurangnya kemampuan orang tua menyebabkan beberapa anak menyendiri atau jarang bergabung, namun sikap menyendirinya lebih di isi dengan kegiatan belajar sehingga menyebabkan nilai anak tersebut lebih tinggi dibanding teman yang lain.9
Menurut Nasution “kedudukan atau status menentukan posisi seseorang dalam
struktur sosial, yakni menentukan hubungan dengan orang lain. Status atau kedudukan individu, apakah ia di atas atau di bawah status orang lain mempengaruhi peranannya. Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan
atau status seseorang”.10
Setiap orang di dalam masyarakat pasti mempunyai status atau kedudukan. Dan dalam tiap kedudukan seseorang menjalankan peranan sesuai dengan statusnya. Akan tetapi setiap orang dalam membawakan perananannya pastilah berbeda. Misalnya seorang orang tua dapatlah bersikap demokratis dalam peranannya. “Kesetaraan berasal dari kata “tara”, yang berarti sama (tingkatan dan kedudukan). Dengan demikian, kesetaraan menunjukkan adanya tingkatan atau kedudukan yang sama. Kesetaraan diperoleh melalui sikap dan perlakuan
9
Hasil wawancara Ibrahim Kelas XII Santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren AL-hamidiyah, Selasa 20 September 2016
10
yang sama terhadap sesama manusia, tanpa membedakan warna kulit, suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial-ekonomi dan sebagainya”.11
Oleh karena itu, banyak hal yang terkait dengan unsur pendidikan, maka tidak heran pula jika ada beberapa masalah yang terkait dengan pendidikan. Kondisi sosial ekonomi menjadi salah satu masalah bagi orang tua dalam melengkapi kebutuhan anaknya serta akan mempengaruhi motivasi anak dalam belajar untuk kedepannya.
Beradasarkan dengan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas
“Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah-masalah yang telah diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Pola mendidik anak yang salah
2. Kesibukan orang tua menyebabkan minimnya kedatangan, sehingga tingkat motivasi belajar siswa rendah
3. Kurangnya motivasi anak dalam belajar disebabkan karena kesulitan anak dalam menyesuaikan diri dengan tugas-tugas di dalam pesantren
4. Tingkat status sosial ekonomi orang tua menyebabkan kurang percaya diri anak dalam pergaulan
11
C.
Pembatasan Masalah
Karena banyaknya masalah yang dicakup dalam judul ini, dan agar peneliti terfokus pada satu objek kajian serta tidak mengembang, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
1. Kesibukan orang tua menyebabkan minimnya kedatangan, sehingga tingkat motivasi belajar siswa rendah
2. Kurangnya motivasi anak dalam belajar disebabkan karena kesulitan anak dalam menyesuaikan diri dengan tugas-tugas di dalam pesantren
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka masalah yang akan
dirumuskan sebagai berikut: “bagaimana pengaruh status sosial ekonomi orang
tua terhadap motivasi belajar siswa di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah?”
E.
Tujuan Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah yang sudah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar pengaruh status sosial ekonomi orang tua terhadap motivasi belajar siswa di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah.
F.
Kegunaan Hasil Penelitian
9
A.
Status Sosial Ekonomi
1. Pengertian Status Sosial Ekonomi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia status adalah “keadaan atau kedudukan (orang, badan, dsb) dalam hubungan dengan masyarakat di
sekelilingnya”.1
Menurut Mayor Polak, “status dimaksudkan sebagai kedudukan sosial seorang oknum dalam kelompok serta dalam masyarakat”.2
Sedangkan menurut Amin Nurdin “status adalah posisi sosial seseorang pada kedudukan tertentu yang mendapat pengakuan sosial”.3
Soerjono Soekanto membedakan status dengan status sosial; status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, hubungan antara seseorang dalam satu kelompok atau lebih besar dari kelompok tersebut. Sedangkan status sosial diartikan sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakat yang saling berkaitan, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya4 dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.5
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan
(seperti hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan)”.6
Suherman mengatakan “istilah ekonomi itu lahir di Yunani, dan dengan sendirinya istilah ekonomi itu pun berasal dari kata-kata bahasa Yunani pula.
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet.1, h.858
2
Abdulsyani, Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet.4, h.91-92
3
Amin Nurdin & Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi: Pengantar untuk Memahami Konsep-Konsep Dasar, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet.1, h. 45
4
Prestise (KBBI) adalah wibawa (perbawa) yang berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang
5
Abdulsyani, loc. cit h.92
6
Asal katanya adalah Oikos Nomos. Orang-orang Barat menerjemahkannya dengan management of household or estate (tata laksana rumah tangga atau pemilikan)”.7
Damsar mengatakan ekonomi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu economy. Sementara kata economy itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikonomike yang berarti pengelolaan rumahtangga. Adapun yang dimaksud dengan ekonomi sebagai pengelolaan rumahtangga adalah suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumberdaya rumahtangga yang terbatas diantara berbagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan keinginan masing-masing.8
Henry mengatakan “kata ekonomi berarti kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan atau wants (untuk peningkatan
kualitas kehidupan atau kesejahteraan) masyarakat”.9
“Ekonomi didefinisikan agak longgar, yaitu sebagai serangkaian kegiatan
produksi dan konsumsi yang saling berkaitan”.10
Sedangkan Ilmu ekonomi di definisikan oleh Lukman yaitu “suatu Ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana tingkah laku manusia dalam usaha memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas, dengan mengadakan pemilihan diantara berbagai alternatif pemakaian atas alat-alat pemuas kebutuhan yang tersedianya relatif terbatas/ langka”.11
Malo memberikan batasan tentang status sosial ekonomi yaitu “Status Sosial Ekonomi merupakan suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu didalam struktur tertentu dalam
7
Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekeatan Kepada Teori Ekonomi Mikro & Makro, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet.11, h. 4
8
Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2009), Ed. Pertama, Cet. 1, h. 9-10
9
Henry Faizal Noor, Ekonomi Publik, (Padang: Akademia Permata, 2013), Cet.1, h. 10
10
Richard G. Lipsey et all, Pengantar Mikro Ekonomi, Jilid 1,(Jakarta: Erlangga, 1997), Ed.8, Cet.7, h. 49
11
sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak
dan kewajiban yang baru dimainkan oleh si pembawa status”.12
FS. Chapin mendefinisikan “status sosial ekonomi sebagai posisi yang ditempati individu atau keluarga berkenaan dengan pengukuran rata-rata yang umum berlaku tentang pemikiran kultural, pendapatan efektif, pemilikan barang-barang, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dan
komunitasnya”.13
Menurut Ormrod status sosioekonomi sebuah keluarga- baik status sosial ekonomi yang tinggi, status sosial ekonomi menengah, ataupun status sosial ekonomi yang rendah –memberi petunjuk pada kita tentang kedudukan keluarga di dalam masyarakat: seberapa besar fleksibilitas yang dimiliki anggota keluarga dalam hal tempat tinggal dan apa yang mereka beli, seberapa besar pengaruh mereka dalam pengambilan keputusan secara demokratis ataupun otoriter, kesempatan pendidikan apa yang dapat mereka tawarkan kepada anak-anak mereka, dan masih banyak lagi.14
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi adalah tingkatan atau kedudukan seseorang atau sebuah keluarga di tengah masyarakat dan posisi yang disandangnya dikaitkan dengan berbagai faktor diantaranya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jenis pekerjaan orangtua responden.
2. Variabel Status Sosial Ekonomi
Warner menjelaskan indek ciri-ciri status sosial yang terdiri atas 4 komponen:
a. Pekerjaan
b. Sumber pendapatan c. Tipe rumah
d. Kawasan tempat tinggal15
12 Ade Citra Fadila & Dewi Ayu Hidayati, “Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orangtua
terhadap Perilaku Anak”, Jurnal Sociologie, Vol. 1, 2013, h. 263-264
13
Kaare Svalastoga, Diferensi Sosial, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), Cet.1, h. 26
14
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Perkembangan, Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2008), Ed.6, h.187
15
Nasution menjelaskan bahwa adapun “kriteria sosial ekonomi untuk membedakan berbagai golongan sosial seperti jabatan, jumlah dan sumber pendapatan, tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal keturunan, partisipasi dalam kegiatan organisasi, dan hal-hal yang
berkaitan dengan status sosial seseorang”.16
Menurut Gerungan “yang menjadi kriteria rendah-tingginya status sosial-ekonomi adalah jenis dan lokasi rumahnya, penghasilan keluarga, dan beberapa kriteria lainnya mengenai kesejahteraan keluarga”.17
Ormrod juga mengatakan “konsep status sosioekonomi (seringkali disingkat SES) mencakup sejumlah variabel, termasuk penghasilan keluarga,
tingkat pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua”.18
a. Penghasilan
Suherman menjelaskan “adanya pembedaan yang sering kali membingungkan tentang pengertian pendapatan (income) dan penghasilan (earning), karena penghasilan bisa jadi lebih besar daripada pendapatan sebab secara teoritis, penghasilan bruto atau biasa disebut sebagai penghasilan bersih harus dikurangi dengan setiap ongkos yang dikorbankan oleh seseorang demi
mendapatkannya pendapatannya”.19
Menurut Henry “parameter dari kesejahteraan masyarakat secara ekonomi ada 2 (dua), yaitu adanya penghasilan (income) yang memadai, dan tersedianya pilihan barang dan jasa dalam rangka memuaskan
kebutuhan dan keinginan konsumsi”.20
Gunadi pun mengatakan “tanpa adanya sumber asal aliran secara berulang-ulang suatu kemampuan ekonomis tidak dapat dianggap
penghasilan”.21
“Secara akuntansi, penghasilan (income) berarti suatu penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (PSAK Nomor 23 Buku
16
Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Ed.2, Cet.1, h.28
17
Gerungan W.A, Psikologi Sosial, Ed.3, (Bandung: Refika Aditama, 2004), Cet.1, h. 197
18
Jeanne Ellis Ormrod, op.cit h.187
19
Suherman Rosyidi, op.cit h. 101
20
Henry Faizal Noor, op.cit, h. 4
21
SAK Tahun 1999). Penghasilan meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains)”.22
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “penghasilan adalah perbuatan (cara, proses) menghasilkan atau bisa disebut sebagai pendapatan, yaitu perolehan (uang yang diterima dsb)”. 23
Menurut Tulus T.H Tambunan “pendapatan artinya pembayaran yang didapat karena bekerja atau menjual jasa, tidak sama dengan pengertian
kekayaan”.24
Menurut Yusuf dan Yuni “Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang atau natura25. Secara garis besar pendapatan dapat digolongkan menjadi 3 golongan:
1) Gaji dan upah
Imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan pekerjaan untuk orang lain.
2) Pendapatan dari usaha sendiri
Merupakan nilai total hasil produksi dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan (baik dalam bentuk uang atau natura). Tenaga kerja keluarga dan nilai sewa kapital milik sendiri (tanah, ternak, alat pertanian, dan lain-lain) tidak diperhitungkan. Dengan demikian pendapatan dari usaha tani misalnya, merupakan penerimaan atas tenaga kerja keluarga, tanah dan managemen (return to family labor, land and management).
3) Pendapatan dari sumber lain
Pendapatan yang diperoleh tanpa pencurahan tenaga kerja, antara lain:
a) Menyewakan asset; ternak, rumah dan barang lain b) Bunga uang
c) Sumbangan dari pihak lain d) Pensiun”26
Sedangkan menurut Kaare sumber pendapatan digolongkan sebagai berikut:
1) Kekayaan warisan (tertinggi)
2) Kekayaan yang diperoleh dari usaha 3) Keuntungan dan bayaran
22 Ibid., 23
Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit, h.300
24
Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Cet. Pertama, h. 97.
25
Natura (KBBI) adalah barang yang sebenarnya, bukan dalam bentuk uang (tt pembayaran)
4) Gaji 5) Upah
6) Dana hasil usaha pribadi
7) Dana bantuan pemerintah dan penghasilan gelap27
Badan Pusat Statistik yang dikutip oleh Mulyadi menjelaskan indikator tingkat pendapatan sebagai berikut:
Rendah < Rp 1.500.000
Sedang Rp 1.500.000 – Rp 3.000.000 Menengah Rp 3.000.000 – Rp 5.000.000 Tinggi > Rp 5.000.00028
Pendapatan atau income, membutuhkan tersedianya sumber nafkah atau penghasilan, yaitu lapangan pekerjaan.29
b. Pekerjaan
Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, manusia harus bekerja untuk mendapatkan pendapatan agar kebutuhan hidupnya tercapai, maka dari itu setiap manusia harus memiliki pekerjaan atau profesi yang
dijadikan sebagai identitas dirinya, “profesi adalah suatu jabatan atau
pekerjaan yang biasanya memerlukan persiapan dan keahlian dan biasanya memiliki kode etik”.30
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dsb); tugas kewajiban; hasil
bekerja; perbuatan”.31
Menurut Yusuf dan Yani pekerjaan dikelompokkan ke dalam 9 sektor, yaitu: petani, buruh tani, industri rumah tangga/ kerajinan, buruh industri, buruh bangunan, angkutan, dagang, jasa dan professional tatalaksana administrasi. Masing-masing sektor dibagi lagi dalam sub-sub sektor yang kesemuanya berjumlah 56 jenis kegiatan. Untuk penyederhanaan dalam analisa, maka dalam tabel-tabel yang disajikan, kegiatan/ pekerjaan dikelompokkan ke dalam 6
27
Kaare Svalastoga, op.cit h. 27-28
28
Mulyadi, Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Pengetahuan Masyarakat Akan Dampak Konversi Lahan, (Skripsi UIN Jakarta, 2015), h.18, tidak dipublikasikan.
29
Henry Faizal Noor, op.cit, h. 4
30
Oding Supriadi, Profesi Guru dan Langkah Pengembanganya, Jurnal Tabularasa PPS UNIMED Vol. 5, No. 1, 2008, h. 36.
31
[image:32.595.131.514.219.659.2]kegiatan, yaitu: usahatani padi, usahatani non padi, buruh tani, dagang, industri rumah tangga/ kerajinan dan buruh non pertanian.32 Soekidjo juga menjelaskan “tenaga kerja mencakup antara lain:buruh atau karyawan, petani, nelayan, pekerja-pekerja sektor non-formal,
pegawai negeri, dan sebagainya”.33
Menurut Jeffries “pekerjaan merupakan segi penting dari kelas. Dikemukakannya pula bahwa pendidikan sering menjadi prasyarat bagi pekerjaan tertentu”.34
c. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan, yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah sepanjang hidup untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa kini ataupun masa yang akan datang.35
3. Tingkatan dalam Status Sosial Ekonomi
Tingkat status sosial ekonomi seseorang adalah tingkatan diperoleh dari tingkatan yang ada di dalam masyarakat. Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:36
a. Golongan sangat kaya, b. Golongan kaya, dan c. Golongan miskin
Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:
32
Yusuf Saefudin dan Yuni Marisa, op.cit, h. 11.
33
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.200
34
Sunarto Kamanto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UniversitIndonesia, 2004), h. 94
35
Abdul Kadir, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012), Ed.Pertama, h. 60
36 “K
1= golongan sangat kaya 2= golongan kaya
3= golongan miskin
a. Golongan pertama: Merupakan kelompok terkecil dalam
masyarakat. mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
b. Golongan kedua: Merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. mereka terdiri dari para pedagang, dan sebagainya.
c. Golongan ketiga: Merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. mereka kebanyakan rakyat biasa.
Karl Marx juga membagi masyarakat ke dalam tiga golongan, yaitu:37
a. Golongan kapitalis atau borjuis: adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah: terdiri dari para pegawai pemerintah
c. Golongan proletar: adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah lebih sering dimasukkan dalam kategori golongan kapitalis, karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Sehingga hanya terdapat dua golongan masyarakat, yaitu golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.
“Warner menemukan enam golongan yakni golongan “upper-upper, lower-upper, upper-middle, lower-middle, upper-lower, lower-lower”. Jadi dapat
dibedakan golongan atas, menengah, dan bawah dan tiap golongan terbagi pula dalam dua bagian yakni bagian atas dan bawah sehingga terdapat enam
golongan”.38
Gerungan mengatakan bahwa walaupun status sosial-ekonomi orang tua memuaskan, tapi apabila mereka tidak pernah peduli atau hanya sesekali memperhatikan pendidikan anaknya hal tersebut tidak akan menguntungkan bagi
37
Ibid., 38
Nasution, op.cit, h.28
1
2
perkembangan sosial anaknya. Pada akhirnya, perkembangan sosial anak itu bisa dtentukan dari banyak faktor di luar dirinya dan di dalam dirinya, sehingga sulit untuk menentukan faktor mana yang menyebabkan kesulitan pada saat anak mengalami kegagalan.39
B.
Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Menurut Sardiman “kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagi daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan”.40
Menurut Sumardi “motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, guna mencapai suatu tujuan”.41
Sedangkan menurut Hamzah “motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu”.42
Motif itu merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif. Juga tingkah laku yang disebut tingkah laku secara refleks dan yang berlangsung secara otomatis, mempunyai maksud tertentu walaupun maksud itu tidak senantiasa sadar bagi manusia. Motif-motif manusia dapat bekerja secara sadar, dan juga secara tidak sadar bagi diri manusia.43
39
Gerungan, op.cit, h. 196
40
Sardiman A.M, Interaksi & Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), Cet. Ke-21, h. 73
41
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2005), Ed 5, Cet. 13, h. 70.
42
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi & Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), Cet.3, h. 3
43
“Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/ mendesak”.44
Menurut Ormrod “motivasi adalah sesuatu yang menghidupkan (energize), mengarahkan dan mempertahankan perilaku; motivasi membuat siswa bergerak, menempatkan mereka dalam suatu arah tertentu, dan menjaga mereka agar terus bergerak”.45
Menurut Mc. Donald, “motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan”.46
Dari pengertian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting.47
a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/ “feeling”, afeksi seseorang.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan
Menurut Hamzah “motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rang-sangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku/ aktivitas tertentu
lebih baik dari keadaan sebelumnya”.48
“Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasismenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi instrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)”.49
44
Sardiman A.M, op.cit, h. 73
45
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2008), Ed.6, h.58.
46
Sardiman A.M, op.cit, h. 74
47 Ibid,. 48
Hamzah B. Uno, op.cit, h. 9
49
2. Macam-macam Motivasi
Sumardi membedakan adanya dua macam motif, yaitu a. motif-motif ekstrinsik dan b. motif-motif intrinsik.
a. Motif-motif ekstrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.
b. Motif-motif intrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar.50
Hamzah juga menjelaskan perbedaan motivasi ekstrinsik dan motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik berisi:
1) Penyesuaian tugas dengan minat
2) Perencanaan yang penuh dengan variasi 3) Respon siswa
4) Kesempatan peserta didik yang aktif
5) Kesempatan peserta didik untuk menyesuaikan tugas pekerjaannya, dan
6) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. Sedangkan motivasi instrinsik berisi:
1) Penyesuaian tugas dengan minat
2) Perencanaan yang penuh dengan variasi 3) Umpan balik atas respon siswa
4) Kesempatan respons peserta didik yang aktif, dan
5) Kesempatan peserta didik untuk menyesuaikan tugas pekerjaannya51
Beberapa bentuk motivasi belajar ekstrinsik menurut Winkel di dalam buku Martinis, diantaranya adalah; 1) Belajar demi memenuhi kewajiban; 2) Belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan; 3) Belajar demi memperoleh hadiah material yang disajikan; 4) Belajar demi meningkatkan gengsi; 5) Belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting seperti orang tua dan guru; 6) Belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan pangkat/ golongan administratif.52
3. Fungsi Motivasi
Tiga fungsi motivasi menurut Sardiman:
50
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), Cet. 13, h. 72-73
51
Hamzah B. Uno, op.cit, h. 9
52
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menetukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.53
Sedangkan fungsi motivasi bagi manusia menurut Hamzah adalah: a. Sebagai motor penggerak bagi manusia
b. Menentukan arah perbuatan
c. Mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh d. Menyeleksi perbuatan diri54
Motivasi memiliki tujuan dan fungsi yang sangat menunjang siswa di dalam proses kegiatan belajar dan memiliki peranan yang sangat penting antara lain, yaitu mendorong siswa untuk berbuat melakukan sesuatu yang akan dicapainya, menentukan arah perbuatan kepada tujuan yang akan dicapainya, menyeleksi perbuatan dengan menentukan hal-hal apa saja yang harus dilakukan dengan tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan menyisihkan hal-hal yang sekiranya tidak memberikan manfaat dalam mencapai tujuan.55
4. Pengertian Motivasi Belajar
Slameto mengatakan bahwa “belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
53
Sardiman A.M, op.cit, h. 85
54
Hamzah B. Uno, op.cit, h.64
55Evi Fitriyanti, “Pengaruh Motivasi Belajar dan Persepsi Siswa Atas Layanan Konseling
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”.56
Muhibbin mengatakan “belajar juga dapat dipahami sebagai proses yang dengan proses itu sebuah tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi atau rangsangan yang ada”.57
Sardiman mengatakan “belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya”.58
Djamarah dalam bukunya juga menjelaskan bahwa “belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor”.59
Hamzah menjelaskan lebih jauh lagi bahwa “belajar adalah proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan interaksi antara individu dan lingkungannya yang dilakukan secara formal, informal dan
nonformal”.60
Menurut Sardiman “motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual”.61
Sedangkan Abd. Rachman Abror menyatakan bahwa “motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arahan pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu
tujuan”.62
56
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet.5, h. 2
57
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. 4, h. 69
58
Sardiman A.M, Interaksi & Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), Cet. Ke-22, h. 20
59
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Cet.3, h.13.
60
Hamzah B. Uno, op.cit, h. 22
61
Sardiman A.M, op.cit, h. 75
62
Martinis juga mengatakan bahwa “motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan
belajar dan menambah keterampilan, pengalaman”.63
Sedangkan Evi Fitriyanti menjelaskan bahwa motivasi belajar merupakan faktor yang menentukan dan berfungsi menimbulkan, mendasari, dan mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi belajar dapat menentukan baik tidaknya individu khususnya siswa sebagai peserta didik didalam mencapai tujuan dalam proses belajar, sehingga semakin besar motivasinya maka akan semakin besar juga kepercayaan, kegigihan, dan kesuksesan untuk meningkatkan prestasi dalam belajar.64
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
“Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik”.65
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yang berasal dari siswa itu sendiri/ intrinsik adalah:
1) Minat
Minat merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu, dimana minat belajar yang tinggi akan menyebabkan belajar siswa menjadi lebih mudah dan cepat. Minat berfungsi sebagai daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan tertentu yang spesifik. Minat adalah kecenderungan seseorang untuk merasa pada objek tertentu yang dianggap penting. Dari rasa ketertarikan terhadap sesuatu akan membentuk motivasi yang akhirnya terimplementasikan dalam perilaku belajarnya. Syarat yang penting untuk memulai sesuatu adalah minat terhadap apa yang akan dimulai dan dipelajari.
63
Martinis Yamin, op.cit, h. 173
64
Evi Fitriyanti, op.cit, h. 92.
65
2) Cita-cita
Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan serta oleh perkembangan kepribadian. Cita-cita untuk menjadi seseorang yang diinginkan (gambaran ideal) akan memperkuat semangat belajar. Seseorang dengan kemauan besar serta didukung oleh cita-cita yang sesuai maka akan menimbulkan semangat dan dorongan yang besar untuk bisa meraih apa yang diinginkan.
3) Kondisi siswa
Kondisi-kondisi tersebut baik fisik maupun emosi yang dihadapi oleh peserta didik akan mempengaruhi keinginan individu untuk belajar dan tentunya akan melemahkan dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kegiatan belajar. Kondisi fisik serta pikiran yang sehat akan menumbuhkan motivasi belajar. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan terganggu. Keadaan emosional dan sosial berupa perasaan tertekan, yang selalu dalam keadaan takut akan kegagalan, yang mengalami kegoncangan karena emosi-emosi yang kuat tidak dapat belajar efektif. Demikian pula anak yang tidak disukai oleh teman dan lingkungan sosialnya akan menemui kesulitan belajar.66
b. Menurut Elliot et al berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yang berasal dari luar individu/ ekstrinsik, adalah:
1) Kecemasan terhadap hukuman
Motivasi ekstrinsik berkenaan dengan intensif eksternal seperti penghargaan dan hukuman. Motivasi belajar dapat muncul jika ada kecemasan atau hukuman yang menyertai atau melandasi pembelajaran. Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) dimasa
66 “Faktor
-faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi Belajar”, http://sainsjournal-
lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang terkena hukuman (punishment). Maksudnya disini adalah seseorang jika mendapatkan hukuman akan lebih dikembangkan motivasinya kedepan agar tidak terkena hukuman kembali. Motivasi dengan kekerasan (motivating by force) yaitu memotivasi dengan menggunakan ancaman hukuman atau kekerasan agar yang dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan. 2) Penghargaan dan pujian
Baik orang tua maupun pengajar memiliki cara yang berbeda-beda untuk menumbuhkan motivasi belajar anak. Selain dengan hukuman juga dapat dilakukan dengan penghargaan atau pujian. Motivasi bisa muncul jika terdapat penghargaan atau pujian yang layak yang menyertai atau melandasi pembelajaran. Penghargaan (reward) menimbulkan efek diantaranya yaitu:
a) Penghargaan dapat menimbulkan proses belajar
b) Penghargaan mempunyai efek negatif atas keinginan individu untuk mencoba tugas-tugas yang menantang
c) Penghargaan dapat mempertahankan perilaku tertentu hanya dalam waktu jangka pendek.
3) Peran orang tua
4) Peran pengajar
Peran pengajar dalam membangkitkan motivasi dalam diri peserta didiknya agar makin aktif belajar. Strategi utama dalam mebangkitkan motivasi belajar pada dasarnya terletak pada guru atau pelajar itu sendiri. Membangkitkan motivasi belajar tidak hanya terletak bagaimana peran pengajar, namun banyak hal yang mempengaruhinya. Kreatifitas serta aktifitas pengajar harus mampu menjadi inspirasi bagi para siswa sehingga siswa akan lebih terpacu motivasi untuk belajar, berkarya dan berkreasi.
5) Kondisi lingkungan
Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar berupa keadaan alam, tempat tinggal, pergaulan sebaya dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu kondisi lingkungan yang sehat turut mempengaruhi motivasi belajar. Lingkungan yang aman, nyaman, dan bisa disesuaikan sendiri dapat menumbuhkan dorongan untuk belajar. Sebaliknya lingkungan yang kurang menyenangkan seperti kegaduhan, kekacauan dan tidak adanya privasi dapat mengganggu kapasitas untuk berkonsentrasi dan menumbuhkan keinginan untuk tidak belajar.67
Slameto menjelaskan “penghargaan merupakan kebutuhan rasa berguna, penting, dihargai, dikagumi, dihormati oleh orang-orang lain. Secara tidak langsung ini merupakan kebutuhan perhatian, ketenaran, status, martabat, dan
lain sebagainya”.68
Ngalim Purwanto menjelaskan tentang peranan orang tua yang terdiri dari peranan Ibu dan Ayah.
a. Peranan Ibu
1) Sumber dan pemberi kasih sayang, 2) Pengasuh dan pemelihara,
3) Tempat mencurahkan isi hati,
4) Pengatur kehidupan dalam rumah tangga, 5) Pembimbing hubungan pribadi,
67 Ibid,. 68
6) Pendidik dalam segi-segi emosional. b. Peranan Ayah
1) Sumber kekuasaan di dalam keluarga,
2) Penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar, 3) Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga,
4) Pelindung terhadap ancaman dari luar,
5) Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan, 6) Pendidik dalam segi-segi rasional.69
Dalam buku Slameto, “Sutjipto Wirowidjojo menegaskan pernyataannya
yang menyatakan bahwa: Keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama”.
Orang tua yang kurang/ tidak mau memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka tidak menganggap penting kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak memantau kegiatan anaknya dalam belajar sehingga tidak mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja yang sedang dihadapi oleh anak dalam belajar dapat menyebabkan anak tidak/ kurang berhasil dalam belajarnya.70
Slameto juga menjelaskan bahwasanya keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas-fasilitas belajar. Fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.71
C.
Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “pondok adalah madrasah dan
asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam)”.72
Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bamboo, atau barangkali berasal dari kata Arab, funduq, yang artinya hotel atau asrama. Terlepas dari asal-usul kata itu berasal dari mana, yang jelas ciri-ciri umum keseluruhan pesantren
69
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Cet.20, h. 82-83
70
Slameto, op.cit, h.61
71
Ibid., h.63
72
adalah lembaga pendidikan Islam yang asli Indonesia, yang pada saat ini merupakan warisan kekayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang.73
Tambahan kata “pesantren” merupakan kata benda bentukan dari
kata santri yang mendapat awalan “pe-“ dan akhiran “-an”,
“pesantrian”. Menurut buku BabadCirebon, “santri” berasal dari kata
“chantrik,” yang berarti orang yang sedang belajar kepada seorang
guru. Jadilah bentukan kata baru “pesantrian” (orang Jawa mengucapkannya “pesantren”). Dengan demikian, pesantren adalah
sebuah tempat dimana para santri menginap dan menuntut ilmu (mathlab).74
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia “pesantrian (pesantren) tempat
untuk tinggal dan belajar para santri”.75
Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan di sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa buah bangunan, diantaranya: rumah kediaman pengasuh, sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran (dalam bahasa Arab disebut Madrasah, atau biasa disebut sebagai sekolah), dan asrama tempat tinggal para siswa pesantren.76 “Pondok pesantren dalam bacaan teknis merupakan suatu tempat yang dihuni oleh para santri. Pernyataan ini menunjukkan makna pentingnya ciri-ciri pondok pesantren sebagai sebuah lingkungan pendidikan yang integral”.77 Ciri khas paling menonjol yang membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah sistem pendidikan yang dilakukan selama dua puluh empat jam, dengan mengkondisikan para santri dalam satu lokasi asrama yang dibagi dalam bilik-bilik atau kamar-kamar sehingga mempermudah mengaplikasikan sistem pendidikan secara total.78
73
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren : Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta : LP3ES, 2011), Cet. 8, h. 41
74
Said Aqiel, dkk., Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet. 1, h. 133-134
75
Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit, h.783
76
Abdurrahman Wahid, dkk., Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1983), Cet. 2, h. 40
77
Said Aqiel, dkk., loc.cit, h. 13
78
2. Kegiatan Santri
Secara keseluruhan program pendidikan di pesantren terdiri atas bidang-bidang kegiatan sebagai berikut:
a. Bidang pengajaran kurikuler b. Bidang adiministrasi pesantren
c. Bidang pembinaan murid/santri (pupil personal work)79
[image:46.595.110.518.237.687.2]Zarkasyi menjelaskan berikut tabel kegiatan harian dan mingguan yang diasuh oleh Lembaga Pengasuhan:80
Tabel 2.1
Kegiatan Harian Santri
a. Harian
NO. JAM KEGIATAN
1 04.00-05.30
1. Bangun tidur
2. Salat Subuh berjamaah
3. Pembinaan kemampuan berbahasa Arab atau Inggris 4. Membaca al-Qur’an
2 05.30-06.00
1. Olahraga 2. Mandi
3. Kursus-kursus bahasa, kesenian, keterampilan, dan lain-lain
3 06.00-06.45 1. Makan pagi
2. Persiapan masuk kelas 4 07.00-12.50 Masuk kelas pagi
5 12.50-13.00 Keluar kelas
6 13.00-14.00 1. Salat Zhuhur berjamaah 2. Makan siang
79
Mastuki HS etall, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2005), Cet.2, h. 128-129
80
7 14.00-15.00 Masuk kelas sore 8 15.00-15.45 1. Salat „Ashar berjamah
2. Membaca al-Qur’an 9 15.45-16.45 Aktivitas bebas
10 16.45-17.15 Mandi dan persiapan ke Masjid untuk jamaa