• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN SUBJEK (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN SUBJEK (1)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN SUBJEKTIF

PEKERJA UNTUK AKTIVITAS PEMINDAHAN BATAKO

SECARA MANUAL

Disusun oleh : Nama : Marulloh

NPM : 34410248

Jurusan : Teknik Industri

Pembimbing : Dr. Ir. Hotniar Siringoringo, MSc

Disusun Guna Melengkapi Sebagaian Syarat

Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu ( S1 )

Jakarta

(2)

v MARULLOH / 34410248

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN SUBJEKTIF PEKERJA UNTUK AKTIVITAS PEMINDAHAN BATAKO SECARA MANUAL Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma, 2014.

Kata Kunci: Postur kerja, Keluhan subjektif, Pemindahan batako, Potensi penyakit.

(xv + 67 halaman + Lampiran)

Pekerjaan manual seperti pemindahan material yang dilakukan dengan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami keluhan muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Keluhan muskuloskeletal berpotensi dirasakan pada pekerja pengangkut batako. Aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan masih dilakukan secara manual. Aktivitas pemindahan batako tersebut tidak hanya berpotensi menimbulkan keluhan muskuloskeletal, namun berpotensi juga pada peningkatan biaya kesehatan, penurunan produktivitas, dan rendahnya kualitas hidup.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keluhan yang dirasakan oleh pekerja pengangkut batako, menganalisa potensi penyakit dan tingkat bahaya yang mungkin akan timbul akibat postur kerja dan tindakan yang harus dilakukan, dan mengusulkan posisi kerja yang lebih baik untuk mengurangi keluhan yang terjadi. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner nordic body map dan penilaian postur kerja menggunakan metode Rapid Entire Body Asessment (REBA) dengan perangkat lunak ERGO Intelligence.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan berupa sangat sakit dirasakan pada tubuh bagian belakang seperti punggung, pinggang, dan pinggang bagian bawah. Potensi penyakit yang terjadi pada rangka yaitu dislokasi dan kifosis. Potensi penyakit yang terjadi adalah pada otot yaitu nyeri bawah pinggang, bursitis, hipertrofi kaku leher, terkilir atau keseleo dan kram. Hasil penilaian menunjukkan bahwa aktivitas pengambilan batako dan aktivitas peletakan batako memiliki level risiko sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan perbaikan sekarang juga. Pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan memiliki level risiko tinggi sehingga perlu dilakukan perbaikan segera. Perbaikan posisi kerja pada aktivitas pengambilan batako dan peletakan batako yaitu sebaiknya dilakukan dengan berjongkok.

(3)

I-1 1.1 Latar Belakang

Pekerjaan manual merupakan pekerjaan yang dilakukan dengan mengandalkan kekuatan fisik seseorang. Pekerjaan manual seperti pemindahan material yang dilakukan dengan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami keluhan muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan pada bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Otot yang menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan dapat diistilahkan dengan keluhan muskuloskeletal atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Pekerjaan berulang yang dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien (Tarwaka, 2010).

(4)

yang dilakukan oleh pengangkut batako memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, karena memiliki karakteristik produk yang berbeda dan aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan masih dilakukan secara manual. Proses pengambilan batako dari mesin cetak dan peletakan batako pada stasiun pengeringan juga dilakukan dengan cara membungkuk. Aktivitas pemindahan batako tersebut tidak hanya berpotensi menimbulkan keluhan muskuloskeletal, namun berpotensi juga pada peningkatan biaya kesehatan, penurunan produktivitas, dan rendahnya kualitas hidup.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini yaitu apa saja keluhan yang dirasakan oleh pekerja, bagaimana tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat postur kerja, dan bagaimana posisi kerja yang dapat diusulkan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan oleh pekerja pemindahan batako.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui keluhan yang dirasakan oleh pekerja pengangkut batako.

2. Menganalisa potensi penyakit dan tingkat bahaya yang mungkin akan timbul akibat postur kerja dan tindakan yang harus dilakukan.

(5)

II-1 2.1 Pemindahan Material Secara Manual

Pemindahan material secara manual apabila dilakukan dengan tidak ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri. Kecelakaan industri merupakan kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh beban angkat yang berlebih (Nurmianto, 2008). Pengangkatan beban merupakan faktor terbesar yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja pada bagian punggung. Pengangkatan beban yang melebihi kadar dari kekuatan manusia menyebabkan penggunaan tenaga yang lebih besar pula (Bridger, 1995).

Keluhan seperti hernia, keseleo, ketegangan, dan luka-luka disebabkan oleh cara mengangkat dan membawa yang tidak ergonomis. Seluruh tubuh manusia akan mengalami semacam ketegangan jika tubuh manusia mengangkat suatu beban. Otot tubuh berfungsi untuk menegakkan tubuh manusia, namun jika diberi beban tambahan akan menyebabkan kelelahan. Jika seseorang mengangkat sesuatu beban, otot-otot tubuh akan mengalami tegang sehingga pembuluh darah akan mengecil. Keadaan ini mengurangi aliran darah yang membawa oksigen dan gula ke seluruh tubuh. Manusia akan merasa lelah akibat keadaan tersebut sehingga tulang belakang dan otot akan merasa sakit (Silalahi, 2006).

(6)

Kebutuhan untuk mengangkut secara manual harus diteliti secara ergonomis. Penelitian ini akan mengakibatkan standarisasi dalam aktivitas angkat manusia. Standar kemampuan angkat tidak hanya meliputi arah beban, tetapi berkaitan dengan ketinggian dan jarak operator terhadap beban yang diangkat. Sehingga standar pelatihan mengangkat beban dan metode angkat yang terbaik dapat diimplementasikan (Nurmianto, 2008).

Tulang punggung merupakan bagian tubuh yang paling terpengaruh dan berpotensi mengalami cedera pada saat mengangkat dan membawa beban. Ketegangan yang diderita tulang punggung semakin berat jika beban semakin berat. Menurut Sastrowinoto (1985), kecelakaan dalam bekerja dapat dihindari apabila beban yang diangkat tidak melebihi berat maksimum (kilogram) seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Batasan Berat Maksimum Beban Angkat

Aktivitas Dewasa Remaja

Pria Wanita Pria Wanita

Angkat kadang kala 50 20 20 15

Angkat sering atau terus-menerus 18 12 11-16 7-11

Sumber: Sastrowinoto (1985)

(7)

The National Occupation Health and Safety mengeluarkan lembaran kerja untuk pemindahan material yang aman pada bulan Desember 1986. Tabel 2.2 merupakan dokumen tersebut memberikan batasan untuk tindakan bagi batasan angkat ideal.

Tabel 2.2 Tindakan yang Harus Dilakukan Berdasarkan Batas Angkat

No. Batas Angkat (Kg) Tindakan - Dipilih job redesign (rancang ulang terhadap

tipe pekerjaan).

4 34 - Harus dibantu dengan peralatan mekanis

Sumber: The National Occupation Health and Safety (1986)

Cedera trauma kumulatif merupakan cedera pada sistem kerangka otot yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma kecil secara terus menerus yang disebabkan oleh desain buruk seperti desain alat atau sistem kerja. Cedera trauma kumulatif juga disebabkan karena penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan normal, gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi normal, dan waktu istirahat yang tidak cukup untuk memulihkan trauma sendi. Sakit atau nyeri pada otot, gerakan sendi yang terbatas, dan terjadi pembengkakkan merupakan gejala yang berhubungan dengan cedera trauma kumulatif (Tayyari dan Smith, 1997).

(8)

2.2 Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan atau cedera pada sistem muskuloskelatal (Tarwaka, 2010).

Beberapa faktor risiko pekerjaan yang berpotensi menimbulkan keluhan muskuloskeletal meliputi postur, repetisi, durasi dan beban. Postur didefinisikan sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan satu sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu yang lama (Bridger, 1995).

(9)

Postur kerja dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu karakteristik pekerja seperti umur, antropometri, berat badan, pergerakan sendi, gangguan muskuloskeletal sebelumnya, operasi yang pernah dialami sebelumnya, penglihatan, jangkauan tangan, dan obesitas. Postur kerja dipengaruhi faktor persyaratan tugas seperti kebutuhan visual, kebutuhan untuk pekerjaan manual (posisi, gaya), pergantian shift, waktu istirahat, pekerjaan statis atau dinamis. Postur kerja juga dipengaruhi oleh desain area kerja seperti dimensi tempat duduk, dimensi permukaan kerja, desain tempat duduk, dimensi ruang kerja, privasi, tingkat dan kualitas pencahayaan (Bridger, 1995).

(10)

Tulang punggung terhadap pelvis merupakan pusat pendukung tubuh dalam posisi duduk. Postur duduk melibatkan fleksi pada lutut dan fleksi punggung terhadap paha. Kelebihan postur duduk adalah untuk mendukung postur yang stabil pada tubuh dengan nyaman disepanjang waktu, puas secara psikologis dan sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Hal ini berarti secara umum postur duduk lebih disenangi secara psikologis (Pheasant, 1991). Orang tidak mampu untuk duduk dalam posisi tegak lurus dalam waktu yang lama sehingga mereka akan duduk dalam posisi yang agak sedikit merosot. Posisi duduk yang agak merosot dapat membuat jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan sehingga menimbulkan kesakitan. Membungkuk merupakan salah satu postur kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah apabila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama (Bridger, 1995).

(11)

pekerjaan. Semakin lama durasi dalam melakukan pekerjaan yang sama akan semakin tinggi risiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk pemulihan tenaga. Gaya merupakan usaha mekanik atau fisik yang dikeluarkan untuk melakukan gerakan atau peregangan. Gaya dapat berarti sebagai tenaga yang dikeluarkan ketika melakukan sesuatu. Gaya juga berhubungan dengan beban dan berat objek yang ditangani. Semakin berat objek yang ditangani semakin besar gaya yang harus dikeluarkan tubuh. Secara umum semakin besar gaya yang dikeluarkan untuk menangani suatu objek, maka risiko kesehatan yang dapat terjadi juga akan semakin besar (Bridger, 1995).

2.3 Kelainan dan Gangguan pada Tulang, Sendi, dan Otot

(12)

Kelainan atau gangguan pada sendi manusia dapat berupa keseleo, dislokasi, arthritis, dan ankilosis. Terkilir atau keseleo adalah gangguan sendi akibat gerakan pada sendi yang tidak biasa, dipaksakan atau bergerak secara tiba-tiba. Umumnya keseleo bisa menyebabkan rasa yang sangat sakit dan bengkok pada bagian yang keseleo. Dislokasi adalah gangguan pada sendi seseorang di mana terjadi pergeseran dari kedudukan awal. Artritis adalah radang sendi yang memberikan rasa sakit dan terkadang terjadi perubahan posisi tulang. Salah satu contoh arthritis yang terkenal adalah rematik. Ankilosis adalah gangguan pada sendi menyebabkan sendi tidak dapat digerakkan di mana ujung-ujung antar tulang terasa bersatu (Budiyono, 2011).

Fraktura tulang adalah retak tulang atau patah tulang yang dapat terjadi akibat benturan, kelebihan beban, tekanan, dan lain sebagainya. Fraktura tulang sederhana yaitu keretakan tulang yang tidak melukai organ-organ yang ada di sekelilingnya. Fraktura kompleks yaitu keretakan tulang yang menyebabkan luka pada organ sekitar (Budiyono, 2011).

(13)

2.4. Metode Penilaian Postur Kerja

Penilaian postur kerja diperlukan ketika postur kerja pekerja memiliki risiko menimbulkan cedera muskuloskeletal yang diketahui secara visual atau melalui keluhan dari pekerja itu sendiri. Penilaian dan analisis perbaikan postur kerja dapat diterapkan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko cedera muskuloskeletal yang dialami pekerja (Pangaribuan, 2010).

Penilaian kembali postur kerja diperlukan ketika terjadi perubahan spesifikasi produk atau penambahan jenis produk baru. Kedua hal tersebut akan memungkinkan terjadinya perubahan metode kerja yang dilakukan pekerja dalam menghasilkan produk, dan metode baru tersebut kemungkinan juga dapat menimbulkan cedera muskuloskeletal, sehingga perlu dilakukan penilaian postur kerja kembali (Pangaribuan, 2010).

(14)

2.4.1 Nordic Body Map

Metode nordic body map merupakan metode penilaian yang sangat subjektif artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukan penelitian dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman pengamat yang bersangkutan. Kuesioner nordic body map ini telah digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2010).

Penerapan metode nordic body map menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh dengan cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan memerlukan waktu yang sangat singkat ± 5 menit per individu. Pengamat dapat langsung melakukan wawancara atau menanyakan kepada responden otot skeletal bagian mana saja yang mengalami gangguan berupa nyeri atau sakit dengan menunjuk langsung pada setiap otot skeletal sesuai yang tercantum dalam lembar kerja kuesioner nordic body map. Kuesioner nordic body map meliputi 28 bagian otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan otot pada kaki. Melalui kuesioner ini akan dapat diketahui bagian-bagian otot mana saja yang mengalami gangguan berupa nyeri atau keluhan dari tingkat rendah (tidak ada keluhan atau cedera) sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat sakit) (Tarwaka, 2010).

(15)

mereprensentasikan populasi secara keseluruhan. Jika metode ini dilakukan hanya untuk beberapa pekerja di dalam kelompok populasi kerja yang besar, maka hasilnya tidak akan valid. Penilaian dengan menggunakan kuesioner nordic body map dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menggunakan 2 jawaban sederhana yaitu Ya (adanya keluhan atau rasa sakit pada otot skeletal) dan Tidak (tidak ada keluhan atau tidak ada rasa sakit pada otot skeletal). Tetapi lebih utama untuk menggunakan desain penelitian dengan skor misalnya 4 skala Likert. Apabila menggunakan skala Likert maka setiap skor atau nilai harus mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden (Tarwaka, 2010).

(16)

Tabel 2.3 Klasifikasi Tingkat Risiko Otot Skeletal Berdasarkan Total Skor Individu

2.4.2 REBA (Rapid Entire Body Assesment)

Rapid Entire Body Assesment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan kaki seorang operator. Metode ini dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan penilaian pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan risiko yang diakibatkan postur kerja operator (Hignett dan Mc Atamney, 2000).

(17)

pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja (Hignett dan Mc Atamney, 2000).

Metode REBA membagi segmen-segmen tubuh menjadi dua kelompok yaitu grup A dan grup B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat digunakan untuk mengetahui skor. Skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing tabel.

Gambar 2.1 Pergerakan Leher Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.1 pergerakan leher merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan yang dilakukan oleh leher manusia saat beraktivitas. Garis vertikal atau sumbu y pada pergerakan leher ditentukan berdasarkan garis lurus posisi leher dan kepala, sedangkan garis horizontal atau sumbu x berdasarkan posisi

(18)

skor 1, sedangkan pergerakan leher membentuk sudut lebih dari 20° fleksi atau ekstensi bernilai skor 2. Skor akan bertambah 1 jika saat bergerak, leher melakukan pergerakan memutar atau miring ke samping.

Gambar 2.2 Pergerakan Punggung Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.2 pergerakan punggung merupakan gerakan yang dilakukan oleh tubuh saat beraktivitas yang membentuk sudut tubuh. Sumbu tegak lurus atau sumbu y adalah garis sejajar dari tulang belakang manusia.

Tabel 2.5 Skor Pergerakan Punggung

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Tegak atau alamiah 1

+1 jika memutar atau miring ke samping

0° - 20° fleksi

0° - 20° ekstensi 2 20° - 60° fleksi

> 20° ekstensi 3 > 60° fleksi 4

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

(19)

bernilai 3 dan pergerakan yang membentuk sudut lebih dari 60° fleksi bernilai skor 4. Skor-skor tersebut akan mendapatkan tambahan skor sebesar 1 jika saat bergerak membentuk sudut tubuh terjadi gerakan memutar atau miring ke samping.

Gambar 2.3 Pergerakan Kaki Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.3 pergerakan kaki merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan kaki manusia saat beraktivitas. Terdapat dua pergerakan kaki yang dilakukan yaitu kaki yang tertopang sehingga bobot tersebar merata pada kedua kaki seperti duduk maupun berjalan dan kaki yang tidak tertopang atau bobot

+1 jika lutut antara 30° dan 60° fleksi +2 jika lutut > 60° fleksi(tidak ketika

(20)

1, sedangkan pergerakan kaki tidak tertopang atau bobot tersebar tidak merata mendapatkan skor 2. Skor akan bertambah 1 pada gerakan kaki yang dilakukan apabila lutut kaki membentuk sudut antara 30° dan 60° fleksi, sedangkan apabila lutut membentuk sudut lebih dari 60° fleksi (tidak ketika duduk) akan ditambahkan skor sebesar 2.

Tabel 2.7 Tabel A

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

(21)

apabila beban yang diberikan pada operator saat bekerja memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

Gambar 2.4 Pergerakan Lengan Atas Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.4 pergerakan lengan atas menunjukkan sudut-sudut gerakan yang dilakukan oleh lengan bagian atas manusia saat beraktivitas. Terdapat empat bagian pembobotan sudut yang dilakukan antara lain untuk 0°-20° fleksi maupun ekstensi dengan bobot skor sebesar 1. Pergerakan lengan atas fleksi mulai dari 20°-45° dan lebih dari 20° ekstensi berbobot skor sebesar 2. Pergerakan lengan atas fleksi dengan sudut 45°-90° berbobot skor sebesar 3. Pergerakan lengan atas yang terakhir adalah pergerakan fleksi lebih dari 90° mendapatkan bobot skor sebesar 4.

(22)

Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi abduksi (pergerakan menyamping menjauhi sumbu tengah tubuh) atau rotasi, jika bahu ditinggikan dan berkurang 1 jika bersandar atau bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi. Gambar 2.5 menunjukkan pergerakan lengan bawah yang membentuk sudut-sudut tertentu saat bekerja.

Gambar 2.5 Pergerakan Lengan Bawah Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Gambar 2.6 merupakan pergerakan tangan manusia selama proses bekerja yang membentuk sudut-sudut tertentu. Berdasarkan gambar tersebut, maka dapat ditentukan skor untuk pergerakan pergelangan atas.

Gambar 2.6 Pergerakan Tangan Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

(23)

Tabel 2.9 Skor Pergerakan Tangan

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0°-15° fleksiatau ekstensi 1

+ 1 jika pergelangan tangan menyimpang atau berputar > 15° fleksiatau ekstensi 2

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Tabel 2.10 merupakan tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh berdasarkan segmen tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Cara untuk mendapatkan nilai pada tabel B yaitu dengan mengurutkan nilai-nilai yang didapat dari masing-masing segmen pergerakan pada tabel B hingga mendapatkan hasil skor pada tabel tersebut. Skor yang didapatkan pada tabel B akan bertambah apabila memenuhi syarat yang terdapat pada coupling saat bekerja.

Tabel 2.10 Tabel B

(24)

Perhitungan Skor C dapat dilihat pada Tabel 2.11. Tabel C diisi sesuai dengan skor A dan skor B yang didapatkan dari tahap sebelumnya, lalu dicari perpotongan nilai dari kedua nilai tersebut. Nilai skor C dapat bertambah jika memenuhi syarat sesuai dengan nilai aktivitas.

Tabel 2.11 Tabel C

Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)

Nilai akhir REBA dapat diperoleh dari penjumlahan skor C dengan nilai aktivitas. Berdasarkan nilai akhir REBA, maka dapat ditentukan level risiko dan tindakan yang dilakukan. Tabel 2.12 merupakan pengelompokan hasil perhitungan REBA.

Tabel 2.12 Tabel Level Risiko dan Tindakan

Level Skor REBA Level Risiko Tindakan Perbaikan

0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu

1 2-3 Rendah Mungkin perlu

2 4-7 Sedang Perlu

3 8-10 Tinggi Perlu segera

4 11-15 Sangat Tinggi Perlu saat ini juga

(25)

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai “analisis keluhan sistem rangka dan otot pekerja

pembuatan batubata tradisional di daerah Pariaman Sumatera Barat” telah

dilakukan oleh Syarif (2011) dengan menggunakan kuesioner nordic body map. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa tingkat keluhan yang memiliki persentase tertinggi yaitu 100% responden merasakan sakit. Bagian tubuh yang merasakan sakit yaitu di bagian tulang belakang seperti bagian pinggang, leher, punggung, bokong, dan pantat. Potensi penyakit yang mungkin timbul yaitu hipertrofi, terkilir, dislokasi, kaku leher, dan kelainan tulang belakang yang disebabkan karena kesalahan posisi duduk.

Penelitian mengenai “analisis dan perbaikan postur kerja pengangkatan

kotak telur” telah dilakukan oleh Hamzah (2011) dengan menggunakan kuesioner

nordic body map dan metode REBA. Hasil kuesioner nordic body map menunjukkan pekerja yang mengalami keluhan paling besar adalah pekerja pengangkat kotak telur yang berada di atas mobil. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa pengangkatan kotak telur dengan beban 35,6 kg dan punggung yang terlalu membungkuk dapat berisiko cedera.

Tahun 2009 terdapat penelitian mengenai “analisis pemindahan material

(26)
(27)

III-1 3.1 Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu alat tulis, kamera video sebanyak dua unit, timbangan sebanyak satu unit, busur derajat, dan kuesioner nordic body map sebanyak delapan lembar pengamatan. Kamera video digunakan untuk mendokumentasikan pekerjaan yang dilakukan oleh operator. Timbangan digunakan untuk mengukur berat beban yang dibawa pada saat bekerja. Busur derajat digunakan untuk mengukur sudut yang dibentuk pada postur tubuh pekerja pada saat bekerja. Kuesioner nordic body map digunakan sebagai alat untuk mengetahui profil pekerja dan keluhan pada saat wawancara dengan pekerja.

3.2 Percobaan

Subjek pada penelitian ini adalah operator pengangkut batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan pada CV. Hekta Jaya Perkasa. Penelitian diawali dengan memberikan penjelasan kepada operator mengenai maksud, tujuan dan cara pengambilan data termasuk data postur tubuh saat bekerja. Hal tersebut dilakukan agar operator melakukan pekerjaan secara normal atau berdasarkan pekerjaan yang biasa dilakukan.

(28)

pekerjaan pengangkutan batako secara manual. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap kedelapan operator tersebut. Wawancara dilakukan sebelum kedelapan operator tersebut melakukan pekerjaan. Hal tersebut bertujuan agar tidak menganggu konsentrasi operator apabila wawancara dilakukan saat bekerja maupun mengganggu istirahat operator apabila wawancara dilakukan saat jam istirahat atau setelah jam kerja.

Informasi yang ditanyakan pada saat wawancara yaitu profil pekerja seperti nama, umur, berat badan, berat beban, masa kerja, dan waktu bekerja. Informasi mengenai profil pekerja dijadikan keterangan dokumenter dalam lembar pengamatan kuesioner nordic body map. Berat badan kedelapan operator dan berat beban diukur dengan menggunakan timbangan. Hasil pengukuran berat beban dijadikan data masukan saat menilai postur kerja dengan metode Rapid Entire Body Asessment (REBA). Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini tidak hanya keterangan dokumenter, namun diperlukan juga informasi lain seperti proses produksi termasuk proses pengangkutan batako, frekuensi batako yang diangkut dalam sehari, dan keluhan yang dirasakan.

(29)

map. Tabel 3.1 merupakan kuesioner nordic body map yang digunakan pada penelitian ini.

Tabel 3.1 Kuesioner Nordic Body Map

TS AS S SS

0 Sakit kaku di bagian leher bagian atas

1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah

(30)

Data postur tubuh diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap aktivitas pemindahan batako secara manual. Gambaran postur pekerja seperti leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci diperoleh dengan merekam video postur tubuh pada saat bekerja. Data postur tubuh cukup direkam untuk satu operator, hal tersebut dikarenakan teknik yang digunakan dalam aktivitas pemindahan batako sama dengan operator lain. Kamera video diletakkan pada tempat yang mampu merekam gambaran postur tubuh pekerja secara keseluruhan dengan pandangan kanan dan pandangan kiri. Hal ini dilakukan supaya mendapatkan data postur tubuh secara detail dan mudah, sehingga dari hasil rekaman video bisa didapatkan data seperti sudut fleksi atau ekstensi yang akurat maupun pergerakan lain yang dapat mengakibatkan penambahan skor pada tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

Data postur tubuh diperoleh dari tiga tahapan dalam aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan Ketiga tahapan tersebut direkam dengan menggunakan kamera video. Tiga tahapan tersebut yaitu operator mengangkat batako dari mesin cetak batako, operator membawa batako ke stasiun pengeringan, dan operator meletakkan batako di stasiun pengeringan. Postur tubuh yang diamati dibagi menjadi dua bagian yaitu kanan dan kiri, sehingga akan diperoleh enam level risiko dan tindakan.

(31)

alas pada tempat pengeringan batako sesuai susunan batako yang terakhir. Operator akan membungkuk apabila meletakkan susunan batako yang di bawah. Ketiga tahapan tersebut diteliti karena memiliki postur kerja yang paling sering diulang dan postur kerja yang membutuhkan kekuatan otot yang cukup besar serta berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan karena memiliki cara kerja membungkuk.

3.3 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dengan membuat tabel persentase keluhan kumulatif dari hasil wawancara kuesioner nordic body map. Tabel tersebut dapat menunjukkan tingkat keluhan yang dominan pada otot skeletal operator pengangkut batako. Tabel tersebut juga digunakan sebagai data masukan untuk pembuatan diagram persentase keluhan. Berdasarkan hasil diagram persentase keluhan, dapat dianalisis jenis keluhan yang paling dominan diderita dari kedelapan operator dan potensi penyakit yang mungkin terjadi.

(32)

Penilaian postur kerja dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Entire Body Asessment (REBA) untuk memperoleh gambaran tingkat risiko dari suatu aktivitas atau postur kerja. Pengolahan data metode REBA menggunakan perangkat lunak ERGO Intelligence. Perhitungan besar sudut dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung, leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki dilakukan berdasarkan hasil rekaman video postur tubuh dari pekerja. Perhitungan besar sudut dilakukan dengan menggunakan bussur derajat. Penilaian terhadap postur kerja dengan metode REBA dilakukan untuk setiap tahapan pada aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan baik untuk sisi kanan maupun kiri. Gambar 3.1 merupakan tampilan perangkat lunak ERGO Intelligence untuk metode REBA.

(33)

Metode REBA membagi segmen tubuh menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung, leher, dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Skor dapat diketahui berdasarkan data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup. Skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing tabel.

(34)

Pengujian hipotesis dengan analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis apakah ada hubungan antara usia operator dan masa kerja terhadap keluhan pada bagian bawah pinggang. Informasi mengenai usia operator dan masa kerja dapat diketahui berdasarkan kuesioner nordic body map. Keluhan pada bagian bawah pinggang ditentukan sebagai variabel terikat karena sebagian besar aktivitas pemindahan batako memiliki postur kerja membungkuk dan dilakukan secara berulang dalam periode yang cukup lama. Pengujian hipotesis menggunakan metode kai kuadrat dengan bantuan perangkat lunak SPSS. Metode kai kuadrat merupakan salah satu uji non parametrik untuk kasus yang memiliki data kurang dari 30, data yang tidak berdistribusi normal, serta tidak linier. Tingkat keyakinan yang digunakan pada pengujian hipotesis yaitu 95% dan tingkat ketelitian (α)

sebesar 5%.

(35)

IV-1 4.1 Proses Produksi Batako

Batako merupakan salah satu alternatif yang digunakan pada pembuatan dinding. Batako terbuat dari campuran pasir, semen, dan air. Pembuatan batako dapat dilakukan secara manual dan dengan bantuan mesin cetak. Pembuatan batako secara manual dipadatkan dengan tangan atau cangkul, sedangkan pembuatan batako dengan mesin cetak menggunakan bantuan gravitasi dan getaran. Perbedaan hasil pembuatan batako secara manual dan bantuan mesin cetak terletak pada kepadatan permukaan batako.

(36)

Gambar 4.1 Mesin Pengaduk

Gambar 4.1 merupakan mesin pengaduk yang digunakan untuk mempercepat proses percampuran antara pasir, semen, dan air. Pekerja kedua bertugas memindahkan adonan yang siap digunakan dari mesin pengadukan ke mesin cetak batako dengan menggunakan sekop. Pekerja ketiga bertugas mengoperasikan mesin cetak. Pekerja ketiga meletakkan potongan papan di atas permukaan alat cetak. Potongan papan tersebut diambil dari tumpukan papan yang terletak di samping mesin cetak batako. Papan tersebut digunakan sebagai alas batako hasil cetakan dan memudahkan untuk proses pemindahan dari mesin cetak. Pekerja meratakan adonan pasir, semen, dan air yang terdapat pada mesin cetak dengan menggunakan sekop kecil. Hal tersebut perlu dilakukan agar kepadatan batako sesuai dengan standar.

(37)

Gambar 4.2 Mesin Cetak Batako

Pekerja keempat membawa batako hasil cetakan menuju tahapan pengeringan. Batako dan papan alas diletakkan pada tempat pengeringan dengan cara membungkuk apabila berada pada susunan yang paling bawah. Batako hasil cetakan disusun hingga delapan tingkat untuk efisiensi tempat pengeringan. Batako diletakkan pada tempat pengeringan yang hanya tertutup pada bagian atas, hal tersebut agar tidak tercampur air saat hujan serta mendapatkan angin yang cukup untuk pengeringan. Waktu pengeringan biasa dilakukan selama dua hari namun juga tergantung dari cuaca di sekitar area pembuatan batako. Batako yang telah kering dan memenuhi mutu sesuai standar siap dipasarkan. Gambar 4.3 merupakan lokasi stasiun pengeringan untuk batako yang telah dicetak.

(38)

4.2 Proses Kerja Operator Teramati

Pekerja pembuat batako semuanya berjenis kelamin laki-laki. Operator yang biasa melakukan aktivitas pemindahan batako berjumlah delapan orang, tetapi hanya dua orang yang melakukan aktivitas pemindahan batako untuk setiap proses produksi. Operator yang tidak melakukan aktivitas pemindahan batako melakukan tugas lain seperti pemindahan material bahan baku semen dan pasir, mengoperasikan mesin pengaduk, dan mengoperasikan mesin cetak batako. Pergantian tugas ditentukan berdasarkan shift untuk satu hari kerja. Operator yang diamati untuk penilaian postur kerja hanya satu orang karena teknik pemindahan batako yang dilakukan sama dengan operator yang lain, tetapi untuk wawancara dengan kuesioner nordic body map dilakukan terhadap delapan operator.

Setiap proses pemindahan batako terdiri dari papan alas dan dua batako hasil cetakan dengan total berat 12 kg. Setiap batako yang dipindahkan memiliki ukuran panjang 38 cm, lebar 8 cm, dan tinggi 14 cm. Setiap batako memiliki tiga rongga. Papan alas yang digunakan memiliki ukuran panjang 45 cm, lebar 22 cm, dan tebal 3 cm. Ukuran papan alas juga disesuaikan dengan area hasil cetakan pada mesin cetak. Papan alas ditumpuk dan diletakkan di samping mesin cetak batako, hal tersebut untuk memudahkan dan mempercepat proses pengambilan papan alas.

(39)

mengambil batako pada mesin cetak. Gambar 4.4 merupakan gambar pada saat operator mengambil batako pada stasiun pencetakan.

Gambar 4.4 Operator Mengambil Batako

Operator selanjutnya berdiri dan membawa batako tersebut menuju stasiun pengeringan. Jarak antara mesin cetak dengan stasiun pengeringan sekitar 3 hingga 6 meter. Gambar 4.5 merupakan gambar pada saat operator membawa dua batako beserta papan alas menuju stasiun pengeringan.

Gambar 4.5 Operator Membawa batako

(40)

alas yang digunakan. Operator kemudian kembali menuju stasiun pencetakan untuk mengangkut batako selanjutnya. Waktu yang dibutuhkan operator untuk memindahkan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan hingga kembali lagi menuju stasiun pencetakan adalah sekitar 22 detik. Proses perpindahan yang dilakukan setiap operator dapat mencapai 400 hingga 500 kali dalam sehari. Gambar 4.6 merupakan gambar pada saat operator meletakkan batako pada stasiun pengeringan.

Gambar 4.6 Operator Meletakkan Batako

4.3 Analisis Keluhan Muskuloskeletal

(41)

Tabel 4.1 Persentase Keluhan Operator Pemindahan Batako

No. Jenis Keluhan Jumlah Operator Persentase (%)

TS AS S SS TS AS S SS

(42)
(43)

yang dirasakan berupa agak sakit, sakit, dan sangat sakit. Keluhan agak sakit dirasakan pada alat gerak tubuh bagian bawah seperti lutut, pergelangan kaki, dan kaki. Keluhan berupa sakit dirasakan pada anggota tubuh leher, paha, betis, bahu, dan alat gerak tubuh bagian atas seperti lengan atas, lengan bawah, siku, pergelangan tangan, dan tangan. Keluhan berupa sangat sakit dirasakan pada tubuh bagian belakang seperti punggung, pinggang, dan pinggang bagian bawah.

Operator selama bekerja menggunakan rangka dan otot untuk menunjang pekerjaannya. Rangka yang digunakan selama bekerja yaitu tulang leher, tulang punggung, tulang pinggang, tulang selangka, tulang belikat, tulang paha, tulang betis, tulang pergelangan kaki, tulang telapak kaki, tulang lengan atas, tulang pengumpil, tulang hasta, tulang pergelangan tangan, dan tulang telapak tangan. Otot yang digunakan selama bekerja yaitu otot trapezius, otot trisep, otot bisep, otot pektoralis major, otot serratus anterior, otot latissimus dorsi, otot sartorius, otot gluteus maksimus, otot guadriseps femoris, otot peroneus, dan otot tibialis anterior.

(44)

berfungsi untuk melengkungkan kaki. Otot tibialis anterior berfungsi untuk mengangkat kaki.

Keluhan sangat sakit pada pinggang bagian bawah disebabkan karena aktivitas pengambilan dan peletakan batako yang dilakukan secara membungkuk dengan berulang-ulang dalam periode yang cukup lama. Membungkuk merupakan aktivitas yang tidak nyaman dalam pekerjaan. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Posisi ini juga memaksa kerja otot atau sendi tulang belakang dan akhirnya terjadi pembengkakan pada sendi. Ketika ruas-ruas tulang menekuk ke depan maka otot akan bekerja dengan keras untuk menopang tulang atau rangka bagian atas hingga kepala, sehingga otot akan melentur. Semakin sering dan semakin lama digunakan secara berlebihan, maka hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya kelenturan pada otot tersebut (Zulfiqor, 2010).

(45)

Keluhan yang telah diketahui melalui wawancara dengan kuesioner nordic body map untuk setiap individu dapat digunakan untuk mengetahui tingkat risiko otot skeletal berdasarkan total skor individu. Pengolahan data tersebut menggunakan skala Likert untuk masing-masing tingkat keluhan. Tabel 4.2 merupakan hasil pengolahan data untuk mengetahui risiko otot skeletal tiap individu beserta informasi mengenai usia dan masa kerja.

Tabel 4.2 Tingkat Risiko Otot Skeletal

(46)

batako memiliki tingkat risiko otot skeletal tinggi. Tindakan perbaikan segera perlu dilakukan pada tingkat risiko otot skeletal tinggi dan tindakan perbaikan untuk tingkat risiko otot skeletal sedang dimungkinkan dilakukan di kemudian hari. Perbedaan tingkat risiko otot skeletal disebabkan karena kuesioner nordic body map yang bersifat subyektif. Usia dan masa kerja dari kedelapan operator memiliki variasi. Rata-rata usia operator pemindahan batako sebesar 34,6 tahun sedangkan rata-rata masa kerja operator sebesar 3 tahun.

4.4 Analisis Potensi Penyakit

Sikap kerja yang dilakukan oleh operator pemindahan batako seperti berdiri, berjalan, membungkuk, dan lain-lain berpotensi menimbulkan penyakit bila tidak dilakukan tindakan perbaikan terhadap keluhan muskuloskeletal yang dirasakan operator. Potensi penyakit dapat terjadi pada rangka maupun otot yang digunakan selama bekerja.

Dislokasi merupakan penyakit yang berpotensi terjadi pada rangka karena gangguan pada sendi seseorang di mana terjadi pergeseran dari kedudukan awal. Dislokasi juga terjadi diakibatkan tertariknya ligamen sehingga terjadinya pergeseran sendi. Penyakit kifosis disebabkan oleh posisi kerja yang membungkuk saat mengambil dan meletakkan batako sehingga mengakibatkan tulang belakang melengkung ke depan dan dalam jangka waktu panjang operator akan terlihat menjadi bungkuk.

(47)

Tekanan dari benda kerja yang ditopang apabila berlangsung terus menerus berlangsung akan mengakibatkan cairan dalam lutut mengalami penekanan sehingga membengkak menjadi kaku kemudian meradang disebut bursitis.

Penyakit hipertrofi disebabkan oleh aktivitas otot yang berlebihan saat mengangkut batako dengan beban kerja yang berat sehingga mengakibatkan otot menjadi lebih besar dan kuat. Operator akan menderita penyakit kaku leher sehingga leher tidak dapat digerakkan. Hal ini disebabkan karena otot trapezius pada leher dan bahu yang mengalami peradangan akibat hentakan atau salah gerak. Kelainan atau gangguan pada sendi manusia dapat berupa keseleo. Terkilir atau keseleo adalah gangguan sendi akibat gerakan pada sendi yang tidak biasa, dipaksakan atau bergerak secara tiba-tiba. Keseleo bisa menyebabkan rasa yang sangat sakit dan bengkok pada bagian yang keseleo. Operator berpotensi menderita penyakit kram pada alat gerak atas maupun bawah karena aktivitas otot yang terlalu berat.

4.5 Analisis Postur Tubuh

(48)

metode Rapid Entire Body Asessment (REBA) dengan bantuan ERGO Intelligence.

Gambar 4.8 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kiri Saat Mengambil Batako

(49)

Pergerakan lengan atas bagian kiri pada saat mengambil batako berupa gerakan fleksi dengan sudut 64° terhadap sumbu tubuh dan terdapat gerakan abduksi. Sudut pergerakan lengan bawah terhadap lengan atas dengan fleksi sebesar 39°. Sudut pergelangan tangan kiri fleksi ke depan sebesar 22°. Pergelangan tangan kiri bergerak menyimpang pada saat mengambil batako pada mesin cetak. Jenis coupling yang digunakan yaitu poor karena pegangan tangan pada papan alas tidak bisa diterima walaupun memungkinkan. Proses pengambilan batako menyebabkan perubahan postur yang cepat dari posisi awal yaitu berdiri menjadi membungkuk.

(50)

Gambar 4.9 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kiri operator pada saat mengambil batako pada mesin cetak menghasilkan nilai level risiko sebesar 13. Hasil tersebut termasuk dalam level 4 dengan level risiko sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan pada saat ini juga pada aktivitas pemindahan batako.

Gambar 4.10 merupakan gambar yang menunjukkan sudut segmen tubuh sisi kanan pada saat mengambil batako pada stasiun pencetakan. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa pergerakan punggung pada saat mengambil batako pada mesin cetak termasuk fleksi dengan sudut 63°. Punggung dalam posisi miring pada saat mengambil batako. Leher mengalami ekstensi sebesar 23° terhadap sumbu tubuh, tetapi leher dalam keadaan miring. Kaki tidak tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata karena tumpuan terletak pada kaki kiri dan sudut yang dibentuk pada lutut kanan sebesar 41°. Beban batako yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban secara tiba-tiba.

(51)

Pergerakan lengan atas bagian kanan pada saat mengambil batako berupa gerakan fleksi dengan sudut 79° terhadap sumbu tubuh dan terdapat gerakan abduksi. Sudut pergerakan lengan bawah terhadap lengan atas dengan fleksi sebesar 26°. Sudut pergelangan tangan kanan fleksi ke depan sebesar 27°. Pergelangan tangan kanan bergerak menyimpang pada saat mengambil batako pada mesin cetak. Jenis coupling yang digunakan yaitu poor karena pegangan tangan pada papan alas tidak bisa diterima walaupun memungkinkan. Proses pengambilan batako menyebabkan perubahan postur yang cepat dari posisi awal yaitu berdiri menjadi membungkuk.

(52)

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kanan operator pada saat mengambil batako pada mesin cetak menghasilkan nilai level risiko sebesar 13. Hasil tersebut termasuk dalam level 4 dengan level risiko sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan pada saat ini juga pada aktivitas pemindahan batako.

Gambar 4.12 merupakan gambar yang menunjukkan sudut segmen tubuh sisi kiri pada saat memindahkan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan. Gambar 4.12 menunjukkan bahwa pergerakan punggung pada saat membawa batako tidak tegak dan cenderung ekstensi karena menahan beban yang cukup berat. Punggung dalam posisi miring dan sedikit memutar hadapan pada saat hampir mendekati stasiun pengeringan. Leher mengalami fleksi sebesar 18° terhadap sumbu tubuh, tetapi leher dalam keadaan miring karena melihat ke arah tumpukan batako. Kaki pada saat berjalan tertopang sehingga bobot tersebar merata pada kedua kaki dan sudut yang dibentuk pada lutut kiri sebesar 27°. Beban batako yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban secara tiba-tiba.

(53)

jenis coupling yang digunakan yaitu poor Proses pemindahan batako tidak memiliki nilai aktivitas tambahan karena postur tubuh dalam posisi dinamis dan aktivitas berulang kurang dari empat kali tiap menit.

Gambar 4.12 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kiri Saat Membawa Batako

(54)

Gambar 4.13 Skor REBA Sisi Kiri Saat Membawa Batako

(55)

Beban batako yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban secara tiba-tiba.

Gambar 4.14 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kanan Saat Membawa Batako

(56)

Gambar 4.15 Skor REBA Sisi Kanan Saat Membawa Batako

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kanan operator pada saat membawa batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan menghasilkan nilai level risiko sebesar 8. Hasil tersebut termasuk dalam level 3 dengan level risiko tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan segera pada aktivitas pemindahan batako.

(57)

tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata karena tumpuan terletak pada kaki kiri dan sudut yang dibentuk pada lutut kiri sebesar 37°. Beban batako yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban secara tiba-tiba.

Gambar 4.16 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kiri Saat Meletakkan Batako

(58)

Gambar 4.17 Skor REBA Sisi Kiri Saat Meletakkan Batako

Gambar 4.17 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kiri operator pada saat meletakkan batako pada stasiun pengeringan menghasilkan nilai level risiko sebesar 13. Hasil tersebut termasuk dalam level 4 dengan level risiko sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan pada saat ini juga pada aktivitas pemindahan batako.

(59)

dalam keadaan miring karena melihat ke arah tumpukan batako. Kaki tidak tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata karena tumpuan terletak pada kaki kiri dan sudut yang dibentuk pada lutut kanan sebesar 12°. Beban batako yang diangkat lebih dari 10 kg dan tidak ada penambahan beban secara tiba-tiba.

Gambar 4.18 Sudut Segmen Tubuh Sisi Kanan Saat Meletakkan Batako

(60)

Gambar 4.19 menunjukkan bahwa penilaian postur kerja sisi kanan operator pada saat meletakkan batako pada stasiun pengeringan menghasilkan nilai level risiko sebesar 12. Hasil tersebut termasuk dalam level 4 dengan level risiko sangat tinggi sehingga diperlukan tindakan berupa perbaikan pada saat ini juga pada aktivitas pemindahan batako.

Gambar 4.19 Skor REBA Sisi Kanan Saat Meletakkan Batako

(61)

tindakan perbaikan sekarang juga. Aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan memiliki nilai level risiko tinggi. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi penilaian postur kerja dengan metode REBA yaitu aktivitas yang dilakukan dengan membungkuk. Aktivitas yang dilakukan dengan membungkuk dengan berulang-ulang dan dalam periode yang lama tentunya akan menyebabkan rasa nyeri terutama pada bagian bawah pinggang. Aktivitas pemindahan batako termasuk dalam level tinggi karena alat gerak tubuh terutama tangan menahan beban yang cukup berat dengan coupling yang tidak ideal.

Tabel 4.3 Penilaian Postur Kerja Metode REBA

No. Aktivitas Nilai Level Risiko Tindakan Kiri Kanan Kiri Kanan

(62)

sebagian besar dilakukan dengan membungkuk sehingga berpotensi menimbulkan keluhan nyeri pada bawah pinggang.

Pengujian hipotesis menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS dengan tingkat kepercayaan 95% dan taraf nyata (α) sebesar 5%. Tabel 4.4 merupakan rangkuman usia pekerja dan keluhan nyeri pada bawah pinggang dari hasil wawancara dengan kuesioner nordic body map.

Tabel 4.4 Rangkuman Usia Pekerja dan Keluhan Nyeri Bawah Pinggang

No. Usia Pekerja Nyeri Bawah Pinggang Total

Ya % Tidak % N %

1. ≥ 35 tahun 5 100 0 0 5 100

2. < 35 tahun 0 0 3 100 3 100

Total 5 100 3 100 8 100

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa usia pekerja dikategorikan menjadi dua jenis yaitu usia pekerja ≥ 35 tahun dan < 35 tahun. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Guo (1995) dan Chaffin (1979) dalam Khaizun (2013), yang menyatakan bahwa keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan bertambahnya umur. Hal ini dikarenakan kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan muskuloskeletal meningkat.

(63)

Hasil pengolahan metode kai kuadrat dengan bantuan SPSS menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 20% dari jumlah seluruh sel yang memiliki nilai yang diharapkan kurang dari 5. Selain itu, metode kai kuadrat ini didisain dengan 2 x 2 sel maka P value yang diperoleh yaitu pada fisher’s exact test sebesar 0,018. Hasil tersebut lebih kecil dibandingkan tingkat ketelitian sebesar 0,05, maka H0 ditolak. Sehingga berdasarkan hasil uji kai kuadrat diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan keluhan nyeri pada bawah pinggang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Guo (1995) dan Chaffin (1979). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilakukan oleh Kantana (2010), bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia pekerja dengan nyeri pada bawah pinggang dengan P value (0,017) < α (0,05) dengan

responden yang berusia ≥ 35 tahun yang mengalami keluhan nyeri pada bawah

pinggang sebanyak 22 orang (81,5 %), sedangkan responden yang berusia < 35 tahun yang mengalami keluhan nyeri pada bawah pinggang sebanyak 6 orang (42,9 %).

Tabel 4.6 Rangkuman Masa Kerja dan Keluhan Nyeri Bawah Pinggang

No. Masa Kerja Nyeri Bawah Pinggang Total

(64)

ergonomi yang dibuat oleh Hendra dan Rahardjo (2009) dalam Khaizun (2013), yang menyatakan bahwa pekerja yang mempunyai masa kerja lebih dari 4 tahun mempunyai risiko gangguan muskuloskeletal 2,775 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja ≤ 4 tahun.

Tabel 4.7Hasil Analisis Bivariat Masa Kerja dengan Nyeri Bawah Pinggang

Hasil pengolahan metode kai kuadrat dengan bantuan SPSS menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 20% dari jumlah seluruh sel yang memiliki nilai yang diharapkan kurang dari 5. Selain itu, metode kai kuadrat ini didisain dengan 2 x 2 sel maka P value yang diperoleh yaitu pada fisher’s exact testsebesar 0,196. Hasil tersebut lebih besar dibandingkan tingkat ketelitian sebesar 0,05, maka H0 diterima. Sehingga berdasarkan hasil uji kai kuadrat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan nyeri pada bawah pinggang.

(65)

signifikan terhadap keluhan muskuloskeletal dengan P value sebesar 0,439. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan bawah pinggang bisa saja dimungkinkan karena pekerja yang masa kerjanya masih tergolong baru banyak melakukan pekerjaan dengan posisi yang berisiko atau belum terbiasa melakukan pekerjaan sehingga akan mengalami risiko yang tinggi untuk mengalami keluhan pada bawah pinggang.

4.7 Usulan Perbaikan

Posisi kerja selama proses pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan adalah membungkuk dan berdiri. Aktivitas yang dilakukan dengan membungkuk sebaiknya diperbaiki. Aktivitas pengambilan batako pada mesin cetak sebaiknya dilakukan dengan berjongkok dengan posisi punggung dan leher yang tidak menyamping. Hal tersebut untuk mengurangi beban yang diterima oleh tubuh pada saat mengambil batako. Tempat hasil pencetakan pada mesin cetak harus dibuat rendah sehingga memudahkan dalam proses pengambilan batako dengan posisi tubuh jongkok.

(66)

sudah kuat dan nyaman. Berdiri dengan bertumpu pada kaki yang terkuat agar beban diserap oleh otot kaki. Beban batako diangkat hati-hati dengan sikap punggung masih tegak sampai dengan berdiri sempurna. Berat beban digunakan untuk mengimbangi berat badan. Posisi tubuh harus tetap posisi merapat dan dekat dengan objek yang diangkat. Setelah berdiri dan mengangkat beban batako dengan stabil, sebaiknya mengubah arah kaki dan tidak memutar pinggul ketika pengangkatan menuju stasiun pengeringan.

Aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan sebaiknya dilakukan dengan posisi tubuh berdiri yang stabil. Pandangan ke depan selama pengangkatan dan tidak menurunkan atau menaikkan posisi beban. Operator hendaknya menegakkan pinggang dan tidak mengambil langkah yang terlalu cepat dan besar karena hal tersebut dapat memberikan penambahan tekanan pada jaringan otot tangan. Beban harus berada sedekat mungkin dengan tubuh dengan posisi tangan disesuaikan dengan kenyamanan saat berjalan.

(67)

menggunakan sarung tangan dan papan alas yang digunakan harus dirancang lebih ideal untuk bagian genggaman. Aktivitas pemindahan batako hendaknya juga dapat dilakukan bergantian dengan operator lain sehingga tidak tergantung dengan shift kerja yang telah ditentukan. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi beban kerja dan adanya relaksasi sehingga peredaran darah akan lancar.

(68)

V-1 5.1 Kesimpulan

Keluhan yang timbul akibat aktivitas pemindahan batako yaitu sebagian besar dirasakan di seluruh bagian tubuh delapan operator yang memindahkan batako secara manual dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan. Keluhan agak sakit dirasakan pada alat gerak tubuh bagian bawah seperti lutut, pergelangan kaki, dan kaki. Keluhan berupa sakit dirasakan pada anggota tubuh leher, paha, betis, bahu, dan alat gerak tubuh bagian atas seperti lengan atas, lengan bawah, siku, pergelangan tangan, dan tangan. Keluhan berupa sangat sakit dirasakan pada tubuh bagian belakang seperti punggung, pinggang, dan pinggang bagian bawah.

(69)

menuju stasiun pengeringan memiliki nilai level risiko yang tinggi sehingga diperlukan perbaikan segera.

Perbaikan posisi kerja pada aktivitas pengambilan batako dan peletakan batako yaitu sebaiknya dilakukan dengan berjongkok. Proses pengambilan batako sebaiknya diusahakan salah satu kaki yang terkuat diletakkan di depan sebagai tumpuan dan sikap punggung diusahakan tegak atau sebesar 60°. Tangan mengangkat beban dengan sikap punggung tetap tegak dan meletakkannya pada paha kaki yang terkuat. Berat beban digunakan untuk mengimbangi berat badan. Posisi tubuh harus tetap posisi merapat dan dekat dengan objek yang diangkat. Aktivitas pemindahan batako dari stasiun pencetakan menuju stasiun pengeringan sebaiknya dilakukan dengan posisi tubuh berdiri yang stabil.

5.2 Saran

(70)

Bridger, R.S.1995. Introduction to ergonomic.McGraw-Hill, Singapore.

Budiyono, Setiadi. 2011. Anatomi Tubuh Manusia. Penerbit Laskar Aksara, Bekasi.

Corlett, E.N., Eklund J.A.E., Reilly T. dan Troup, J.D.G. 1987. Assessment of Workload from Measurement of Stature. Applied ergonomics, v18, pp. 65-71.

Hamzah, Andi Januar. 2011. Analisis dan Perbaikan Postur Kerja Pengangkata n Kotak Telur. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Health and Safety Commission. 1986. Proposals for Health and Safety (Manual Handling of Loads). Regulations and guidance, HMSO, London.

Herdiana, Dian. 2009. Analisis Pemindahan Material Secara Manual Pekerja Pengangkut Genteng UD. Sinar Mas Dengan Menggunakan Metode Rapid Entire Body Assestment (REBA). Universitas Gunadarma, Depok. Highnett dan Mc Atamney. 2000. REBA Employee Assesment Worksheet. Applied

Ergonomics, 201-205.

Kantana, Trimunggara. 2010. Faktor Fa ktor Ya ng Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain Pada Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT Enseval Putera Megatrading Jakarta Tahun 2010. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Khaizun. 2013. Faktor Penyebab Keluhan Subjektif pada Punggung Pekerja

Tenun Sarung ATBM di Desa Wanarejan Utara Pemalang. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Penerbit Guna Widya, Surabaya.

Pangaribuan, Dina Meliana. 2010. Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA pada Pega wai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Universitas Sumatera Utara, Medan.

(71)

Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Silalahi, Bennett. 2006. Ergonomi Sebagai Azas Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen LPMI, Jakarta.

Stevenson, M.G. 1987. Readings inRSI : The Ergonomics Approach to Repetition Strain Injuries. UNSW Press, Sydney.

Syarif, Yondanil Setiawan. 2011. Analisis Keluhan Sistem Rangka dan Otot Pekerja Pembuatan Batubata Tradisional Di Daerah Pariama n Sumatera Barat.Universitas Gundarma, Jakarta.

Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Harapan Press Solo, Surakarta.

Tarwoto. 2009. Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Trans Info Media, Jakarta.

Tayyari, F. dan Smith, J.L. 1997. Occupational Ergonomics : Principles and Applications, Chapman & Hall.

Gambar

Tabel 2.4 Skor Pergerakan Leher Skor Perubahan Skor
Gambar 2.2 Pergerakan Punggung Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)
Gambar 2.3 Pergerakan Kaki Sumber: Hignett dan Mc Atamney (2000)
Tabel 2.7 Tabel A
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terima kasih karena telah menerima penulis sebagai bagian dari keluarga besar Balinuraga, bantuan dan kerjasamanya selama proses penelitian ini.. Kepada keluarga besar

Pada Tabel 8, dapat dilihat hasil pengolahan horizontal yang menunjukan hubungan antara elemen aktor dan elemen tujuan dalam strategi promosi melalui media internet pada

101 Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis telur cacing yang ditemukan pada feses sapi di TPA Jatibarang Semarang lebih tinggi dan lebih

Semua level karyawan di semua jenis perusahaan/organisasi yang berminat untuk memahami penyusunan dan pembuatan SOP yang tepat bagi perusahaan/organisasinya masing-masing..

Secara umum dapat dilihat bahwa pengetahuan dan keterampilan petani dalam materi pertanian organik, budidaya tanaman pangan, pembuatan pupuk organik cair dan

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Implementasi Profesi Nelayan Muslim

efektif dalam proses pembelajaran matematika pada materi segiempat. Nilai rata-rata yang diperoleh pada akhir perlakuan yaitu 70,23 untuk kelas kontrol yang

Sehingga perusahaan mampu memberikan informasi tentang pencatatan dan perhitungan pendapatan berdasarkan progress proyek setiap bulan maupun k omulatif yang diakui