• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Upaya Pengobatan Dan Pencegahan Yang Dilakukan Ibu Pada Balita Dengan Penyakit Diare Di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Upaya Pengobatan Dan Pencegahan Yang Dilakukan Ibu Pada Balita Dengan Penyakit Diare Di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

Hamdani : Pengaruh Faktor Upaya Pengobatan Dan Pencegahan Yang Dilakukan Ibu Pada Balita Dengan Penyakit Diare Di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008, 2009

PENGARUH FAKTOR UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

YANG DILAKUKAN IBU PADA BALITA DENGAN PENYAKIT

DIARE DI PUSKESMAS BANDAR BARU

KABUPATEN PIDIE JAYA

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

HAMDANI

057023005/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

(2)

PENGARUH FAKTOR UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

YANG DILAKUKAN IBU PADA BALITA DENGAN PENYAKIT

DIARE DI PUSKESMAS BANDAR BARU

KABUPATEN PIDIE JAYA

TAHUN 2008

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi

Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HAMDANI

057023005/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN YANG DILAKUKAN IBU PADA BALITA DENGAN PENYAKIT DIARE DI PUSKESMAS BANDAR BARU KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Hamdani Nomor Pokok : 057023005

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A (K)) (drh. Hiswani, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal 30 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A (K) Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR UPAYA PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN

YANG DILAKUKAN IBU PADA BALITA DENGAN PENYAKIT

DIARE DI PUSKESMAS BANDAR BARU

KABUPATEN PIDIE JAYA

TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009

(6)

ABSTRAK

Diare hingga kini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian, Epidemiologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah geografis dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka kematian akibat diare di Indonesia mencapai 23 orang per 100 ribu penduduk untuk dewasa dan 75 per 100 ribu balita.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross-sectional

yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita dengan penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya. Pengambilan sampel berjumlah 271 orang, dengan menggunakan simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Metode analisa data yang digunakan adalah

Chi-Square Test dan Regresi Logistik.

Berdasarkan hasil penelitian, variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada balita adalah status gizi anak, sumber air bersih, tempat pembuangan tinja, lamanya pemberian ASI, kebiasaan cuci tangan. Berdasarkan uji multivariat ditemukan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita adalah variabel status gizi anak dengan dengan nilai Exp ( ) 5,426.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya agar selalu memperhatikan program peningkatan status gizi anak dan diusahakan agar program pemberian makanan tambahan kepada balita dapat diteruskan dalam penyusunan rencana strategis (Renstra) pada tahun berikutnya.

(7)

ABSTRACT

Up to now, diarrhea is still one of the main causes of the incident of morbidity and mortality. The epidemiology of diarrhea can geographically be found in all areas of the world and the cases of diarrhea can occur in all age groups but severe diarrhea with high mortality especially occurs in the infants and children under five years old. Based on the Household Health Survey done in 2004, in Indonesia, the diarrhea caused mortality rate reached 23 persons out of 100 thousand adults and 75 persons out of 100 thousand children under five years old.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design is to analyze the influence of the treatment and prevention efforts done by mothers of children under five years old on diarrhea in Bandar Baru Health Center, Pidie Jaya District. The samples for this study were 271 mothers, selected through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire based interviews. The data obtained were analyzed through Chi-square and Logistic Regresion tests.

The result of bivariate test shows that the variables that are significantly related to the incident of diarrhea in the children under five years old are the children’s nutrition status, clean water resources, human feces dumping place, length of breasfeeding, and habit of washing hand. The result of multivariate test shows that the most influencing variable on the incident of diarrhea in the children under five years old is the children’s nutrition status with Exp ( ) 5.426.

It is expected that Pidie Jaya District Health Office to pay attention to the improvement of the children’s nutrition status and continue the program of administrating supplementary food to the children under five years old in the planning process of strategic plan for the coming years.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat dapat menyelesaikan

tesis dengan judul “Pengaruh Faktor Upaya Pengobatan dan Pencegahan yang

Dilakukan Ibu pada Balita dengan Penyakit Diare di Puskesmas Bandar Baru

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008”.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini dapat penulis selesaikan oleh

karena adanya arahan dan bimbingan serta dukungan dari berbagi pihak. Oleh karena

itu pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis,

DTM&H, Sp.A (K) yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada

penulis untuk menempuh pendidikan.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Ibu Prof. Dr. Ir. T.

Chairun Nisa B, MSc, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Bapak Dr. Drs.

Surya Utama, MS yang juga telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menjadi mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Komisi Pembimbing, Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A(K) selakuKetua Komisi

Pembimbing dan Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan yang sangat besar,

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Kepada Ibu dr. Halinda Sari Lubis, M.Kes dan Ibu Ir. Indra Chahaya S, M.Si

selaku Dosen Pembanding.

6. Kepala Dinas Kesehatan Pidie Jaya yang telah memberikan izin untuk dapat

(9)

7. Camat Bandar Baru yang juga telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat

melaksanakan penelitian di Puskesmas Bandar Baru.

8. Kepala Puskesmas Bandar Baru yang telah memberikan izin dan data-data yang

penulis perlukan dalam menulis tesis ini.

9. Isteri tercinta Cut Fajriah, Amd.Keb yang telah sangat banyak membantu penulis

dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10.Ananda tercinta Hanif Fuadi, dan Syakir Afifi yang telah menjadi motivator besar

bagi penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

11.Ayahanda sekeluarga yang juga telah membantu dan mendoakan sehingga penulis

dapat menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

12.Yusnidariyani, SKM, dr. Irawati, Alfian Helmi, S.Kep,M.Kes, Laila Kusumawati,

SKM, M.Kes dan Zulkifli, M.Kes yang juga turut membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan tesis ini.

13.Seluruh teman-teman peminatan Epidemiologi Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih perlu perbaikan, untuk itu

penulis mengharapkan kirtik dan saran yang sifatnya membangun.

Medan, Januari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Hamdani

Tempat/Tanggal Lahir : Pulo Pueb, 22 Januari 1975

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Jumlah Anak : 2 Orang

Alamat Kantor : AKPER Pemerintah Kabupaten Pidie Sigli

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1987 Lulus SD Negeri Pulo Pueb

2. Tahun 1990 Lulus SMP Negeri Lueng Putu

3. Tahun 1993 Lulus SMA Negeri Lueng Putu

4. Tahun 1996 Lulus AKPER MONA Banda Aceh

5. Tahun 1999 Lulus FKM UNMUHA Banda Aceh

6. Tahun 2005 Tugas Belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

RIWAYAT PEKERJAAN

1. 1 Maret 2000 diangkat menjadi CPNS.

2. 1 April 2001 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.

(11)

DAFTAR ISI

2.3. Patogenesis ………....………..……….

2.4. Gejala Diare……….………..

2.5. Epidemiologi Penyakit Diare……….

2.6. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pencegahan dan

Pengobatan Diare….….…………...

2.7. Pencegahan Penyakit Diare...……….………

2.8. Kerangka Teoritis...……….

2.9. Kerangka Konsep Penelitian....……….………

BAB III. METODE PENELITIAN……….……… 3.1. Jenis Penelitian…...……….…...

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian …..………...

3.3. Populasi dan Sampel....………...………...

3.4. Metode Pengumpulan Data...………...

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ….………... 3.6. Metode Pengukuran..………...

3.7. Metode Analisa Data ……….…………...

(12)

BAB IV. HASIL PENELITIAN... 4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 4.2. Analisis Univariat... 4.3. Analisis Bivariat... 4.4. Analisis Multivariat ...

BAB V. PEMBAHASAN... 5.1. Karakteristik Ibu... 5.1. Karakteristik Anak... 5.3. Upaya Pengobatan ... 5.4. Pencegahan Diare ...

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA... 60 60 64 71 80

83 83 88 91 92

98 98 98

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Sistem Skor Dehidrasi……….. 23

2.2 Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif………. 28

2.3 Baku Antropometri Menurut Standar WHO – NCHS………….. 31

2.4 Cara Pemberian Oralit……….. 33

3.1 Definisi Operasional.……… 53

3.2 Tabel Skor……… 59

4.1 Nama-Nama Desa yang Termasuk Wilayah Kerja Puskesmas

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008………. 61

4.2 Jumlah Kunjungan Menurut Bulan pada Puskesmas Bandar

Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008……….. 62

4.3 Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Jenis Pendidikan yang Bekerja pada Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008………. 63

4.4 Distribusi Sepuluh Besar Penyakit yang Dilayani di Puskesmas

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008……... 63

4.5 Distribusi Responden Menurut Umur, Tingkat Pendidikan, Pengetahuan dan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008……….. 65

4.6 Distribusi Balita Menurut Umur, Jenis Kelamin, dan Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008……….. 67

4.7 Distribusi Responden Menurut Upaya Pengobatan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008……… 68

4.8 Distribusi Responden Menurut Sarana Air Bersih, Tempat Pembuangan Tinja, di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru

(14)

4.9 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Mencuci Tangan di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 69

4.10 Distribusi Responden Menurut Lamanya Penyapihan,

di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 70

4.11 Distribusi Responden Menurut Pemberian Imunisasi

di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 71

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 72

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu dan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008……… 72

4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Bandar Baru

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008……… 73

4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan dan Kejadian Diare Pada Balita di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008……… 74

4.16 Distribusi Balita Berdasarkan Umur dan Kejadian Diare

di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008…. 74

4.17 Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kejadian Diare

di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008….. 75

4.18 Distribusi Balita Berdasarkan Status Gizi dan Kejadian Diare

di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008…... 76

4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pengobatan dan

Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 76

4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Air Bersih dan

Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 77

4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Pembuangan Tinja dan Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

(15)

4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Pemberian ASI dan Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten

Pidie Jaya Tahun 2008……… 78

4.23 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Cuci Tangan dan Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 79

4.24 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Imunisasi dan Kejadian Diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

Tahun 2008………. 80

4.25 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pemodelan Faktor Resiko Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar

Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008... 81

4.26 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pemodelan Faktor Resiko Diare pada Balita Setelah Dikeluarkan Faktor Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Interelasi Tumbuh Kembang Anak ... 46

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ………. 105

2. Hasil Uji Regresi Logistik ……….. 111

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas………. 130

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diare merupakan salah satu penyakit menular dengan peningkatan kasus

kesakitan dan kematian yang signifikan di beberapa daerah di Indonesia, terutama

pada golongan umur di bawah lima tahun masih merupakan masalah kesehatan yang

harus mendapat perhatian yang lebih serius dari berbagai lapisan masyarakat,

terutama pemerintah melalui bidang kesehatannya.

Diare hingga kini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan

kematian, epidemiologi penyakit diare dapat ditemukan pada seluruh daerah

geografis dunia dan kasus diare dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi

penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak

balita. Di negara berkembang anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali dalam

setahun, dan menjadi penyebab kematian dengan CFR 15% sampai dengan 34% dari

semua kematian, kebanyakan terjadi pada anak-anak (Aman, 2004).

Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi

masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah

kesehatan. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne

infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp,

Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium

(19)

Di negara maju diperkirakan insiden diare 0,5-2 episode/orang/tahun

sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200

juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.

Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia (WHO, 2000), di Bangladesh selama

kurun waktu 10 tahun (1974 - 1984) angka kejadian diare berkisar 1,93% - 4,2%, dan

di Thailand dari seluruh pasien rawat jalan anak di rumah sakit ditemukan 20%

merupakan penderita diare. Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan

kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak-anak terserang diare

infeksi 7 kali setiap tahunnya.

Hasil Survei Depkes R.I tahun 2000 memperlihatkan angka kesakitan diare

pada semua usia mencapai 301 per 1000 penduduk. Kebanyakan kasus diare muncul

pada dua tahun pertama usia anak dan proporsi tertinggi terjadi pada kelompok usia

6-11 bulan saat dimulainya pemberian makanan pendamping ASI atau makanan

sapihan "Case fatality ratenya saat KLB mencapai 1,6%.

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 angka

kematian akibat diare di Indonesia mencapai 23 orang per 100 ribu penduduk untuk

dewasa dan 75 per 100 ribu balita. Angka kejadian itu termasuk masih cukup tinggi

dibandingkan negara lain.

Hasil survei Depkes RI, pada 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare pada

semua usia di Indonesia adalah 423 per 1000, dan frekwensi 1-2 kali per tahun pada

anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Pada 2001, angka kematian rata-rata yang

(20)

tinggi terjadi pada kelompok anak berusia di bawah 5 tahun, yaitu 75 per 100.000

orang. Sementara kematian anak berusia di bawah tiga tahun akibat diare dengan

CFR 19%.

Di Indonesia angka insiden diare selama kurun waktu 4 tahun dari tahun 2000

sampai dengan tahun 2003 mempunyai kecenderungan menurun dari 21,9 per 1000

pada tahun 2000 menjadi 10,6 per 1000 pada tahun 2003. Namun dalam kurun waktu

dua tahun terakhir terjadi peningkatan hampir 2 kali lipat yakni 6,7 per 1000 pada

tahun 2002 menjadi 10,6 per 1000 pada tahun 2003 (Depkes RI, 2004).

Kondisi kejadian diare pada balita di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

pada tahun 2004 sebanyak 32.466 balita, untuk tahun 2005 berjumlah 37.801 balita,

yang berarti terjadi peningkatan sebesar 16,43% pada tahun 2006 kejadian diare pada

balita berjumlah 36.960 balita. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi

penurunan sebesar 2,2% (Dinkes NAD, 2007). Namun demikian penurunan ini tidak

dapat disimpulkan insiden diare menurun, tetapi karena cakupan penerimaan laporan

juga menurun.

Dari seluruh kejadian diare pada balita di Nanggroe Aceh Darussalam pada

tahun 2006 yang berjumlah 36.960 balita, 18% di antaranya terjadi di Kabupaten

Pidie. Kontribusi ini merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan kabupaten

lainnya (Dinas NAD, 2007).

Untuk Kabupaten Pidie pada tahun 2005, tercatat jumlah penderita diare pada

(21)

tahun berjumlah 5158. Jumlah ini mencapai 50% dari seluruh penderita diare untuk

semua golongan umur (Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, 2005).

Pada tahun 2006, mulai bulan Januari sampai dengan bulan November 2006

tercatat jumlah penderita untuk golongan umur di bawah 5 tahun sebanyak 4.773

penderita, dari jumlah keseluruhan untuk semua golongan umur 13.677 penderita,

atau 35% penderita diare adalah golongan umur di bawah lima tahun. Bila

dibandingkan dengan penyakit lainnya dari sepuluh besar penyakit yang sering

dialami oleh balita pada tahun 2006, maka penyakit diare menduduki peringkat kedua

terbesar setelah penyakit Influenza, dengan jumlah kasus 4773 balita, atau 35%.

Sedangkan peringkat ketiga terbesar adalah kasus Pneumonia dengan jumlah

penderita 581 balita (Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, 2005).

Tingginya kasus diare dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan perilaku

masyarakat karena penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan (Depkes RI, 2000). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya diare dapat berupa lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, sosial

ekonomi, dan faktor perilaku (

Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pemerintah telah mendirikan

Rumah Sakit dan Puskesmas. Dalam sistem manajemen, kesehatan puskesmas adalah

salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Puskesmas

merupakan pelaksana pelayanan kesehatan dasar. Untuk hal tersebut dalam rangka

(22)

menetapkan program, mempertahankan jangkauan dan pemerataan serta

meningkatkan mutu pelayanan (Depkes R.I, 1999).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nielsen di Pakistan tahun 2001

didapatkan bahwa persepsi ibu yang keliru tentang penyebab terjadinya diare.

Menurut ibu terjadinya diare pada balita disebabkan oleh karena terlalu banyak

mengkonsumsi cairan, tidak seimbangnya antara diet makanan panas dan dingin, ASI

ibu yang buruk, pemberian makanan pada bayi yang berusia lebih dari 6 (enam)

bulan, dan juga terjadi diare bila bayangan melewati anak (Nielsen, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh litbang Depkes RI tahun 2001 tentang

perilaku ibu untuk mengobati anaknya yang menderita diare adalah pernah mengobati

sendiri sebesar 46,6%, berobat ke dukun/tabib sebesar 0,9%, sedangkan yang berobat

ke tenaga kesehatan sebesar 52,5%. Dari keseluruhan ibu yang membawa anaknya

berobat ke pelayanan kesehatan, 29% dibawa ke Puskesmas dan pustu, praktek

petugas kesehatan 16,7% dan praktek dokter 6,8%.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kabupaten Pidie masih rendah, angka

kunjungan ke pelayanan kesehatan hanya sebasar 30%, selebihnya tidak

menggunakan pelayanan kesehatan (Surkesda Kab. Pidie, 2006).

Berdasarkan data-data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang

dilakukan ibu pada balita terhadap penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru

(23)

1.2. Permasalahan

Diare pada anak balita masih merupakan permasalahan kesehatan yang

penting mengingat angka kesakitan dan kematian yang relatif masih tinggi, dan diare

pada balita dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berhubungan dan saling

mempengaruhi. Selain itu adanya kenyataan dalam masyarakat di mana upaya

mencari pelayanan kesehatan di saat kondisi anak sudah dalam keadaan parah dan

persepsi masyarakat tentang pelayaan kesehatan yang kurang memuaskan. Maka

dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah “Apakah ada pengaruh faktor upaya

pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita terhadap penyakit diare

di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh faktor upaya pengobatan

dan pencegahan yang dilakukan ibu pada balita terhadap penyakit diare di Puskesmas

Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu

(24)

1.5. Manfaat

1. Manfaat bagi tenaga kesehatan, pemerintah/pengambil keputusan dapat

memberikan informasi tentang pengaruh antara faktor upaya pengobatan dan

pencegahan yang dilakukan ibu terhadap balita terhadap penyakit diare

di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya yang dapat digunakan

sebagai dasar untuk mengambil keputusan dalam menentukan kebijakan untuk

pencegahan dan penanganan kejadian diare.

2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan, memberikan informasi baru tentang ada

pengaruh faktor upaya pengobatan dan pencegahan yang dilakukan ibu pada

balita terhadap penyakit diare di Puskesmas Bandar Baru Kabupaten Pidie

Jaya yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian dimasa yang akan datang.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Diare

Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi

dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih

dari biasanya 3 kali atau lebih dalam 1 hari (Depkes RI, 2005). Dikatakan diare

apabila tinja mengandung lebih banyak air dibandingkan dengan yang normal.

Mengeluarkan tinja normal secara berulang tidak disebut diare (Andrianto, 1995).

Diare Akut adalah kondisi buang air besar dengan frekuensi yang meningkat

dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya,

dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 (dua) minggu (Suharyono, 2008).

Di samping itu ada juga klasifikasi yang lain berdasarkan organ yang terkena

infeksi yaitu:

a. Diare infeksi enteral atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit).

b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (Otitis media,

infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin dan lainnya) (Suharyono, 2008).

Menurut Depkes RI (1996), diare merupakan penyakit gastroenteritis yang

ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja menjadi lembek sampai

mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya, lazimnya tiga kali

atau lebih dalam sehari. Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan

(26)

kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau

tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut,

disentri, dan diare persisten. Menurut Depkes RI (2000), secara operasional

didefinisikan bahwa diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air

saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam

sehari).

Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi 4

kelompok yaitu:

1) Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang

dari 7 hari),

2) Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,

3) Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus

menerus,

4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)

mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit

lainnya.

Suharyono (1991), menjelaskan bahwa diare adalah buang air besar dengan

frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau

cair.

Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan,

atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif

(27)

minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan

diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi

buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan bentuk dan

konsistensi tinja penderita. Dikenal diare akut yang timbul dengan tiba-tiba dan

berlangsung beberapa hari dan diare kronis yang berlangsung lebih dari tiga minggu

bervariasi dari hari ke hari yang disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab

lainnya (Winardi, 1981).

2.2. Etiologi

Penyebab diare dapat berupa:

1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral, Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak, meliputi:

(1).Infeksi bakteri seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

(2).Infeksi virus seperti Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Polimyelitis)

Adeno-virus, Rotavirus, dan lain-lain.

(3).Infeksi parasit seperti cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides),

protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),

(28)

b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis

media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,

dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur

di bawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi

(1).Malabsorbsi korbohidrat, disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan

sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada

bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa.

(2).Malabsorbsi lemak.

(3).Malabsorbsi protein.

3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak

yang lebih besar) (Ngastiyah, 2005).

Etiologi diare, pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan

tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Pada saat ini telah dapat

diidentifikasi tidak kurang dari jenis 25 jenis mikroorganisme yang dapat

menyebabkan diare pada bayi dan anak. Penyebab itu dapat digolongkan lagi ke

dalam penyakit yang ditimbulkan adanya virus, bakteri, dan parasit usus. Penyebab

utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya

ialah virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus dan virus

(29)

Di seluruh pelosok dunia diestimasikan bahwa Rotavirus menyebabkan lebih

dari 125 juta episode diare dan menjadi sebab hampir 1 juta kematian setiap tahun

pada bayi dan anak-anak. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tersebut

adalah Aeromonas hydrophila, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium

defficile, Clostridium perfringens, E. Coli Plesiomonas, Shigelloides, Salmonella spp,

Staphylococcus aureus, Vibrio cholrae dan Yersinia enterocolitica.

Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria

Philippinensis, Cryptosporodium, Entamoeba hytolitica, Giardia lamblia, Isopora

billi, Fasiolopsis buski, Sarcocytis suihominis, Strongiloides stercoralis, dan

Trichuris trichiura. Virus dapat menyebabkan 40-60% dari semua penyakit diare

pada bayi dan anak yang datang berobat ke rumah sakit, sedangkan untuk komunitas

sebesar 15%. Patogenesa terjadinya diare yang disebabkan virus (misal Rotavirus)

adalah sebagai berikut: virus masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman

setelah virus sampai ke dalam enterosit (sel epitel usus halus) akan menyebabkan

infeksi serta kerusakan jonjot-jonjot (fili) usus halus. Enterosit usus yang rusak

diganti oleh enterosit fungsinya masih belum baik. Jonjot-jonjot usus mengalami

atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, cairan dan

makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik

usus, usus meningkatkan motilitasnya (hiperperistaltik) sehingga cairan dan makanan

yang tak terserap akan didorong keluar usus melalui anus dan terjadilah apa yang

(30)

Diare karena virus ini biasanya tak berlangsung lama, hanya beberapa hari

(3-4 hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (self limiting disease). Penderita akan sembuh

kembali setelah enterosit usus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru dan yang

normal serta sudah matang (mature), sehingga dapat menyerap dan mencerna cairan

serta makanan dengan baik.

Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar, ialah bakteri

non infasif dan bakteri infasif. Yang termasuk dalam golongan bakteri noninfasif

adalah; Vibrio chlorerae, E. Coli patogen (EPEC, ETEC, EIEC). Sedangkan

golongan bakteri infasi adalah Salmonella spp, shigella spp, E. coli infasif (EIEC), E.

coli hemorrhagic (EHEC) dan Campylobacter spp. Diare karena bakteri infasif dan

nonifasif terjadi melalui salah satu mekasnisme yang berhubungan dengan pengaturan

transport ion dalam sel-sel usus berikut ini: cAMP (Cyclic Adenosin

Monophosphate), cGMP (Cyclic Guanosin Monophosphate), Ca-dependet dan

pengaturan ulang sitokeleton.

Terjadinya diare karena bakteri non infasif (misal V. cholerae) adalah sebagai

berikut: Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan atau minuman

yang tercemar oleh bakteri tersebut. Bakteri tertelan dan masuk ke lambung, di dalam

lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, namun bila jumlah bakteri cukup

banyak maka ada yang lolos sampai ke dalam usus 12 jari (duodenum). Di dalam

duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya mencapai 100 juta

koloni atau lebih per ml cairan usus halus. Dengan memproduksi enzim mucinase

(31)

usus sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membran (dinding sel epitel).

Di dalam membran bakteri mengeluarkan toksin yang disebut subunit A dan

subunit B. Subunit B akan melekat di dalam membran dari subunit A dan akan

bersentuhan dengan membran sel serta mengeluarkan cAMP (Cyclic Adenosin

Monophosphate). cAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus di bagian

kripta vili dan menghambat absopsi cairan di bagian apical vili, tanpa

menimbulkan kerusakan set epitel tersebut sebagai akibat adanya rangsangan

sekresi cairan dan hambatan absorpsi cairan tersebut, volume cairan di dalam

lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan menyebabkan dinding usus

menggelembung dan tegang dan sebagai reaksi dinding usus akan mengadakan

kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan

cairan ke bawah atau ke usus besar. Dalam keadaan normal usus besar akan

meningkatkan kemampuannya untuk menyerap cairan yang bertambah banyak,

tetapi tentu saja ada batasnya. Bila jumlah cairan meningkat sampai dengan 4500

ml (4,5 liter), masih belum terjadi diare, tetapi bila jumlah tersebut melampaui

kapasitasnya untuk menyerap, maka akan terjadilah diare. Jadi diare ini

sebenarnya merupakan proses fisiologis tubuh untuk mengeluarkan cairan yang

berlebih di dalam lumen usus, sama seperti halnya dengan terjadinya proses batuk,

flatus, bersin, dan sebagainya.

Toksin V cholerae dapat bertahan di dalam tubuh sehingga 36 - 72 jam dan

masih tetap akan menyebabkan diare walaupun kumannya telah mati. Diare karena

(32)

mencapai 5-10 liter sehari dan menyebabkan kematian yang cukup banyak. Kolera

biasanya terjadi dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) atau wabah, misalnya

karena banjir, adanya pengungsian besar-besaran karena bencana alam atau perang

dan sebagainya.

Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E coli agak berbeda

dengan patogenesis diare oleh V. cholera, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya

bakteri Salmonella dan Shigella dapat mengadakan invasi (menembus) sel mukosa

usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik (demam, kram perut dan

sebagainya) toksin Shigellae spp juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak

dan juga menyebabkan kejang. Diare oleh Salmonella dan Shigella sering juga

menyebabkan adanya darah dalam tinja, suatu keadaan yang disebut disentri.

Pada Entamoeba yang bersifat enterotoksigenik selain mengeluarkan toksin

yang bersifat labil pada suhu panas, juga mengeluarkan toksin yang stabil pada

suhu panas. Toksin itu merupakan suatu peptida kecil yang dapat menstimulasi

guanyllat cyclase yang mengakibatkan peningkatan konsentrsi cGMP intra seluler,

dan sebagaimana halnya cAMP, keadaan itu menyebabkan sekresi klorida dan

diare. Fasano A, 1998 menyebutkan pula bahwa kalsium intra seluler merupakan

regulator utama dari transpot elektrolit pada mamalia, dan berperanan secara

langsung maupun tidak langsung poda regulasi tranport dari elektrolit aktif, baik

di dalam usus halus maupun usus besar. Dalam sejumlah besar studi mengenai

entrosit, suatu keadaan yang menyebabkan peningkatan kosentrasi kalsium dapat

(33)

menghambat absorbsi Na dan Ca, menstimulasi sekresian ion atau memodulasi

konduksi Kapika atau basolateral membran. Dari hal-hal yang telah disebutkan itu

hasilnya adalah akumulasi cairan di dalam lumen, meskipun keadaan tersebut

efeknya lebih sedikit jika dibandingkan dengan cAMP.

Teori lain menegenai proses infasi, spreading, dan modulasi dari

permebilitas usus halus dari bakteri adalah konsep mengenai perubahan susunan

sitoskeleton dari enterosit. Perubahan susunan itu berhubungan dengan modifikasi

fungsional epitel usus halus, yaitu mempermudah "komunikasi" antara

kuman-kuman yang patogen pada usus dengan enterosit.

Lokasi dan faktor yang mempengaruhi timbulnya diare selalu saling terkait.

diare sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: diare infeksi,

yaitu suatu diare yang disebabkan infeksi kuman-kuman seperti bakteri, virus dan

parasit, sedangkan diare non inteksi yaitu penyakit diare yang disebabkan bukan

oleh infeksi kuman apapun, tetapi disebabkan oleh karena kurang gizi, alergi

maupun intoleran makanan tertentu (misalnya: susu atau produk susu) makanan

asing terhadap individu tertentu yang pedas atau tak sesuai kondisi usus, dapat

pula disebabkan penyakit imunodefisiensi (gangguan dalam pembuatan zat anti,

keracunan makanan oleh bahan-bahan kimiawi dan faktor psikologis).

Keseimbangan mikroflora atau mikrobiota dalam saluran gastrointestinal

dapat dikatakan merupakan kunci utama untuk nutrisi dan kesehatan manusia.

Melalui proses fermentasi, mikroflora usus memetabolisir berbagai macam

(34)

pendek dan gas. Metabolisme anaerob ini akan membantu memberikan tambahan

energi terhadap pejamu. Dalam keadaan tertentu gangguan keseimbangan dapat

menyebabkan proses fermentasi menghasilkan metabolit yang tidak diinginkan

dan hal ini bisa menyebabkan gangguan gastrointestinal baik akut maupun kronis,

terutama diare.

Beberapa macam obat, terutama antibiotika, dapat juga menjadi penyebab

diare. Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus sehingga organisme yang

tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotika akan berkembang bebas.

Di samping itu, sifat famakokinetika dari antibiotika itu sendiri juga memegang

peran penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin adalah antibiotik yang

dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora tinja secara intesig walaupun

diberikan secara parental. Antibiotik dapat pula menyebabkan malabsorbsi,

misalnya Tetrasiklin, Kanamisin, Basitrasin, Polimiksin, danNeomisin.

Beberapa keadaan akut bedah, misalnya invaginasi dapat menyebabkan

diare. Diare juga dapat berhubungan dengan penyakit lain, misalnya malaria,

schistosomiasis, campak, atau pada infeksi sistemik lain, misalnya peneumonia,

radang tenggorok dan otitis media serta mungkin akibat intoleransi ataupun alergi

terhadap makanan tertentu.

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu

diare somotik dan diare sekretorik, serta diare karena gangguan motilitas usus.

Diare osmotik terjadi karena adanya bahan yang tidak dapat diabsorpsi pada

(35)

menyebabkan air dari intraseluler diikuti hiperperistaltik usus, sebagai contoh

adalah akibat defisiensi laktase atau malabsorbsi glukosa galaktosa. Pada diare

sekretonik terjadi sekresi, cairan dan elektrolit oleh mukosa akibat stimulan

primer oleh enterotoksin atau oleh neoplasma yang mengeluarkan hormon tertentu

yang mempengaruhi sekresi, sedangkan transport absorpsi dan sekretonik diatur

oleh pembawa pesan intraselular termasuk ion kalsium bebas, adenosin,

monofosfat siklik (c-AMP) dan guanosin monofosfat siklik (c-GMP), serta

sitokleton. Cara kerja enterotoksin dan toksin lain dari bakteri terutama melalui

pembawa pesan intraselular ini. Sedangkan pada diare akibat gangguan motilitas

usus terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misalnya diaberik

neuropati, post vagotomi, post reseksi usus serta tiroksikosis.

Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta

gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan

hipokalemia, (2) Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik

sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang

terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah. Hipoglikemia

akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita mulnutrisi

(Soegijanto, 2002).

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar,

tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan

keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) infeksi yang

(36)

bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan

aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like agen dan

adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides,

Blastsistis huminis, protozoa, Entamuba histolitica, Giardia labila, Belantudium co/i

dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4) keracunan yang dapat disebabkan:

a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan yang dikandung dan

diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5) Imundefisiensi dan

(6) sebab-sebab lain (Widaya, 2004).

2.3. Patogenesis

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut, yakni

gangguan osmotik dan gangguan sekretorik (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI,

1998, Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Pemukiman, 1999).

2.3.1. Gangguan Osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit

dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan

ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap.

Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan

yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila

(37)

dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama

dengan cairan ekstraseluler dan darah, sehingga terjadi pula diare.

2.3.2. Gangguan Sekretorik

Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan

vili gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung

terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke

dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus

mengeluarkannya sehingga timbul diare.

1. Diare mengakibatkan terjadinya:

a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan

dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.

b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan

sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi

jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat,

kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita dapat meninggal.

c. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare

dan muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan

karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan

tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering

terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi

(38)

terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono,

2008).

2. Faktor penyebab diare:

a. Pengurangan atau penghambatan ion-ion.

b. Perangsangan dan sekresi aktif ion-ion pada usus (secretory diarrhea).

3. Terdapatnya zat yang sukar diabsorpsi atau cairan dengan tekanan osmotic yang

tinggi pada usus, yaitu:

a. Larutan yang sulit diserap/laksatif.

b. Penyimpangan pencernaan makanan.

c. Kegagalan pengangkutan makanan non-elektrolit yang mempunyai tekanan

osmotik yang tinggi.

4. Perubahan pergerakan dinding usus

a. Penurunan pergerakan peristaltik yang menyebabkan bertambahnya

perkembangbiakan bakteri dalam rongga usus.

b. Meningkatnya pergerakan usus yang menyebabkan kurangnya waktu kontak

antara makanan dengan permukaan usus halus, sehingga makanan cepat

masuk ke dalam lumen kolon.

c. Pengosongan kolon secara premature yang disebabkan isi kolon atau proses

peradangan kolon (sindrom irritable colon) yang mempersingkat waktu

kontak, sehingga volume dan feses akan bertambah cair (Inayah, 2004).

Menurut Hasan dkk (1985), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya

(39)

makanan tidak dapat diserap oleh organ pencernaan. Hal ini di sebabkan tekanan

osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit

di rongga usus. Akibat isi rongga usus berlebihan, merangsang usus

mengeluarkannya sehingga terjadi diare; 2) Gangguan sekresi. Diare terjadi karena

ada rangsangan zat tertentu misalnya oleh toksin. Hal ini menyebabkan dinding usus

meningkatkan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare

timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus; 3) Gangguan motilitas usus.

Hiperperitaltik usus akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus

menurunkan meningkatkan bakteri tumbuh berlebihan, dan akan memicu terjadinya

diare.

2.4. Gejala Diare

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,

terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi

dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit.

Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan

hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit

melampaui 15% (Soegijanto, 2002).

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 kali atau

lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak

nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat

mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba

(40)

kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-

gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala.

Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah

atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).

Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula

pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja

mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah

diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai

nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar

menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan

tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang

melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare

menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. Untuk dipakai

di lapangan oleh tenaga paramedis, dibuat suatu sistem untuk menilai derajat

dehidrasi seperti diperlihatkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sistem Skor Dehidrasi

Nilai Untuk Gejala yang Ditemukan Bagian Tubuh yang

Harus Diperiksa 0 1 2

Keadaan umum Sehat Gelisah, lekas marah, apatis,

ngantuk (lunglai)

Mengigau, koma atau renjatan

Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang

Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung

(41)

2.5. Epidemiologi Penyakit Diare

Menurut WHO pada tahun 2000 memperkirakan, tidak kurang dari 1 milyar

episode diare terjadi tiap tahun di seluruh dunia, 25-35 juta di antaranya terjadi

di Indonesia (Zein, 2001). Di negara berkembang, anak mengalami episode diare

lebih dari 12 kali setiap tahun, diperkirakan 4-6 juta penderita diare meninggal setiap

tahunnya.

Di Indonesia, dari beberapa penelitian di laporkan bahwa angka kesakitan

diare bervariasi dari tahun ke tahun. Dari survei Kesehatan Rumah Tangga (SKTR)

tahun 1980 dilaporkan angka proporsi kejadian diare 28,09%, SKTR tahun 1986

menurun menjadi 20,05%. Analisis lanjut dari survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 1991 menyatakan bahwa satu dari sepuluh balita menderita

diare dalam dua Minggu terakhir. Diare juga merupakan salah satu penyebab utama

kematian anak balita. SKRT tahun 1986 di laporkan 19,6% kematian, proporsi ini

meningkat pada SKRT 1992 menjadi 23%. Sementara itu hasil survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1991 menunjukkan bahwa anak yang termasuk

kelompok umur 12-23 bulan, merupakan golongan yang paling banyak menderita

diare dibanding dengan kelompok umur lain dari anak balita (Atmojo, 1998).

Pada tahun 1992 diare tidak lagi menempati urutan pertama dari penyebab

kematian di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan karena perbaikan kesehatan

lingkungan serta perorangan dan mungkin pula karena meningkatnya penggunaan

oralit dalam penanganan penyakit diare oleh masyarakat. Bila dibandingkan dengan

(42)

masalah serius lagi. Pada tahun 1974 angka kesakitan diare 70-80%. Pada tahun 1986

angka kesakitan diare menurun dari penyebab kesakitan nomor satu menjadi nomor 9

dengan angka 5,3%. Tahun 1992 sebesar 31% dari angka kesakitan terjadi pada anak

balita (Soegijanto, 2002).

Berdasarkan SKRT (1986), menunjukkan angka kesakitan diare untuk seluruh

golongan umur 120-360 per 1000 penduduk dan untuk balita 1-2 kali episode diare

setiap tahunnya atau 60% dari semua kesakitan diare. Angka kematiannya dapat

mencapai 5 per 1000 balita atau 135.000 kematian tiap tahun yang berarti tiap 4 menit

1 balita meninggal karena diare (Sudarmo dkk, 2001).

Dari hasil survei P2 diare (2000), diketahui angka kesakitan diare masih

cukup tinggi mencapai 301 per 1000 penduduk pada semua umur, dan episode pada

balita sebesar 1,5 per tahun. Dari SKRT (1995) diketahui angka kematian karena

diare untuk semua adalah 54 per 1000 penduduk dan pada balita 2,5 per 1000 balita

(Widaya, 2004).

Selama 2001-2003, KLB diare masih sering terjadi, malah di beberapa daerah

di Indonesia terjadi peningkatan kejadian dan penderitanya, tetapi dengan case

fatality rate yang semakin menurun, seperti terjadi di Propinsi NAD, Sumatera Utara,

Sumatera Barat, Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI

Jakarta, Kalimantan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, NTB,

NTT, dan Papua. KLB sering terjadi di daerah yang mengalami kekeringan, kemarau

(43)

2.6. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pencegahan dan Pengobatan Diare 2.6.1. Karakteristik Ibu

2.6.1.1.Umur

Menurut Siagian (1995), semakin lanjut usia seseorang semakin meningkat

pula kedewasaan tehnisnya, demikian pula psikologis serta menunjukkan kematangan

jiwa. Usia yang semakin meningkat akan meningkat pula kebijaksanaan kemampuan

seseorang dalam mengambil keputusan, berpikir rasional, mengendalikan emosi, dan

bertoleransi terhadap pandangan orang lain, sehingga berpengaruh terhadap

peningkatan motivasinya.

2.6.1.2.Pendidikan

Pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan

sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup,

proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan

terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau

mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang

optimum (Ihsan, 1997).

Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare di Indonesia disebabkan

oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan,

pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat yang secara langsung

ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare (Depkes RI., 1995).

Hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok ibu dengan tingkat pendidikan

(44)

rehidrasi pada balita, bila dibandingkan dengan kelompok ibu yang tingkat

pendidikannya SD kebawah. (Erial, 1994). Penelitian Wibowo, dkk (2002)

menunjukkan bahwa 23,8% kejadian diare pada anak balita yang ibunya memiliki

tingkat pengetahuan tentang diare dengan katagori kurang. Berdasarkan tingkat

pendidikan ibu, balita yang memiliki ibu dengan pendidikan rendah (SLTA kebawah)

lebih berisiko menderita diare dari pada balita dengan ibu yang berpendidikan tinggi.

2.6.1.3.Pengetahuan

Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor

yang sangat berperan dalam menginterpretasikan suatu rangsangan yang diperoleh.

Pengalaman masa lalu akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam interpretasi

(Notoatmodjo, 2005). Sebelum seseorang mengadobsi perilaku baru, harus tahu

terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan yang dicakup dalam domain

(45)

Tabel 2.2. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Domain Definisi Tahu Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Memahami Kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar.

Aplikasi Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil.

Analisis Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.

Sintesis Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Evaluasi Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

(Notoatmodjo, 2003)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian (Notoatmodjo,

2003). Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan

kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan

tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan

sosialnya menjadi sehat (Slamet, 1994).

2.6.1.4.Pekerjaan

Menurut Khomsan (2004), permasalahan penyakit diawali masalah kesehatan

berakar dari kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi yang belum membaik.

Permasalahan kesehatan dapat dikendalikan apabila angka kemiskinan dikurangi serta

perlakuan yang adil pada perempuan bisa menjadi salah satu kunci pemecahan

(46)

mempunyai posisi ekonomi yang baik. Hal ini juga disertai dengan mendapatkan

pendidikan, kesehatan, dan kesehatan yang lebih baik bagi anak-anaknya.

Pekerjaan ibu dapat dikatagorikan sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta

memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi bila dibandingkan dengan ibu yang bekerja

sebagai buruh atau petani. Kondisi ini mempengaruhi ibu dalam dalam mengasuh

anaknya, ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain,

sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terjadi diare (Giyantini, 2000).

2.6.2. Karakteristik Anak 2.6.2.1.Umur

Umur mempengaruhi seseorang untuk menderita suatu penyakit. Ada penyakit

yang banyak menyerang kelompok umur anak saja seperti Morbilli, Polio, Pertusis,

Diphtherie, Cacar air dan juga diare, hal ini terjadi karena anak belum mempunyai

kekebalan terhadapnya (Soemirat, 2005). Faktor umur sangat berpengaruh dalam

proses terjadinya suatu penyakit infeksi atau penyakit menular. Menurut Crofton et

al. (1992), kekuatan untuk melawan infeksi merupakan pertahanan tubuh untuk

mengatasi perkembangan infeksi, tergantung tingkat umur penderita saat terkena

infeksi. Pada awal kelahiran pertahanan tubuh sangat lemah dan akan meningkat

perlahan-lahan sampai umur 10 tahun. Setelah puberitas, pertahanan tubuh lebih baik

dalam mencegah penyebaran infeksi.

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DepKes RI tahun 2000,

bahwa 10% penyebab kematian bayi adalah diare. Data statistik menunjukkan bahwa

(47)

bayi dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Widjaja, 2002). Angka

kesakitan dan kematian pada anak usia 1-4 tahun dikarenakan diare sebagai akibat

pengaruh gizi buruk, anak di bawah 1 tahun rata-rata mendapat diare 1 kali dalam

setahun, sedangkan usia 1-5 tahun mendapat lebih dari 2 kali setahun terserang diare.

Sebagian besar diare terjadi pada anak di bawah umur usia 2 (dua) tahun.

Hasil analisis lanjut SDKI (1995) didapatkan bahwa umur balita 12 sampai dengan 24

bulan mempunyai risiko terjadi diare 2,23 kali dibandingkan anak umur 25 sampai

dengan 59 bulan.

2.6.2.2.Jenis kelamin

Insiden berbagai penyakit di antara jenis kelamin kebanyakan berbeda.

Perbedaan ini terutama disebabkan karena paparan terhadap agent bagi setiap jenis

kelamin berbeda, misalnya anak laki-laki lebih suka aktivitas fisik dari pada anak

perempuan, maka penyakit yang diderita akan berbeda akibat perilaku dan fungsi

sosial berbeda (Soemirat, 2005). Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan

perempuan dan mempunyai perbedaan dalam menentukan status kesehatan (Depkes.

RI, 1994).

2.6.2.3.Status gizi

Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat

keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan

yang dikonsumsi. Penentuan status gizi anak atau seseorang didasarkan pada kategori

dan indikator yang digunakan. Di bawah ini adalah kategori dan indikator yang

(48)

di Bogor bulan Januari 2000 dan di Semarang bulan Mei 2000, yang tercantum dalam

surat edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat No: KM.02.03.1,4,1298, tanggal 31

Juli 2000 tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita, Pemantauan Status Gizi (PSG)

dan Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG). Standar antropometri untuk pengukuran

status gizi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Baku Antropometri Menurut Standar WHO – NCHS

Indikator Status Gizi Keterangan

Berat badan menurut

Berat badan menurut tinggi badan

Penilaian status gizi berguna untuk memperoleh gambaran tentang:

Status gizi anak untuk memutuskan apakah anak perlu diberikan intervensi atau tidak.

Status gizi masyarakat yang sering digambarkan dengan besaran masalah gizi

pada kelompok anak balita. Besaran masalah gizi ini biasanya disajikan dalam nilai

(49)

2.6.3. Upaya Pengobatan 2.6.3.1.Rumah sakit

Fungsi rumah sakit selain yang diatas juga merupakan pusat pelayanan

rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan

Pemulihan (rehabilitasi pasien) (Depkes R.I, 1989).

Rumah sakit merupakan salah satu sistem penyelenggara pelayanan

kesehatan. Menurut Wolpen dan Pena (Azwar, 1997), rumah sakit adalah tempat

orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tindakan, penelitian

klinis untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan

lainnya diselenggarakan. Dari batasan tersebut di atas, fungsi dan kegiatan rumah

sakit saat ini mengalami berbagai perkembangan. Jika dahulu fungsi rumah sakit

hanya untuk menyembuhkan orang sakit (nasocomium/hospital), maka pada saat ini

telah berkembang menjadi tempat pendidikan.

2.6.3.2.Puskesmas

Depkes RI (1991) mendefinisikan puskesmas sebagai suatu kesatuan

organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan

pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya

dalam bentuk kegiatan pokok.

Salah satu kegiatan pokok puskesmas dalam upaya pencegahan penyakit

(50)

penyakit diare, melaporkan kasus penyakit diare, menyelidiki di lapangan untuk

melihat benar atau tidaknya laporan yang masuk untuk menemukan kasus-kasus baru,

dan untuk mengetahui sumber-sumber penularan, tindakan sesegera mungkin untuk

mencegah perkembangan penyakit secara luas, mengobati penderita sehingga tidak

lagi menjadi sumber penularan penyakit, pemberian imunisasi, pemberantasan vektor,

serta memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Effendy, 1998).

Upaya pengobatan diare yang dilakukan puskesmas yaitu: Melaksanakan

diagnosa penyakit diare sedini mungkin meliputi: mengkaji riwayat penyakit,

mengadakan pemeriksaan fisik, mengadakan pemeriksaan laboratorium, menegakkan

diagnosa diare. Setelah penentuan diagnosa, maka dilakukan tindakan pengobatan

segara terhadap penderita diare. Melakukan upaya rujukan bila dianggap perlu

(Effendy, 1998).

Penanganan penderita diare dengan dehidrasi ringan atau sedang dilakukan

dengan pemberian oralit selama periode 3 (tiga) jam. Ketentuan pemberian oralit

berdasarkan usia dan berat badan.

Tabel 2.4. Cara Pemberian Oralita

Usia Barat Badan Jumlah (ml)

0 Sampai 4 bulan < 6 kg 200 – 400

4 sampai 12 bulan 6 s/d 10 kg 400 – 700

12 sampai 24 bulan 10 s/d 12 kg 700 – 900

(51)

Kemudian ajarkan kepada ibu cara pemberian oralit yaitu:

a. Minum sedikit-sedikit, tetapi sering.

b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan lagi pemberian oralit.

c. Lanjutkan pemberian ASI selama anak mau (Sudiharto, 2007).

2.6.3.3.Dokter praktek

Dokter praktek umum adalah kontraktor independen, yang memberikan

serangkaian pelayanan medik yang menyeluruh selama 24 jam sehari dan 7 hari

dalam seminggu kepada pasien pasien praktik mereka dan pasien di luar itu yang

mengalami kedaruratan. Dokter umum ini menetapkan target tertentu untuk

Imunisasi, sitologi dan screening untuk usia lanjut dan juga menetapkan anggaran

praktik.

2.6.3.4.Biaya

Perilaku seorang ibu dalam menangani anak balita yang sakit banyak

dipengaruhi oleh sosial diantaranya adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat

jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif. Alasan

lain adalah takut kepada dokter, takut pergi ke rumah sakit, dan takut akan biaya yang

besar. Katagori penggunaan pelayanan kesehatan juga dipengaruhi oleh pendapatan

keluarga. Ini berarti bahwa sumber pendapatan keluarga menentukan kesanggupan

untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi anggota keluarganya (Notoatmodjo,

2003).

Pendapatan rumah tangga merupakan sumber terbesar bagi pembiayaan atau

(52)

Pembayaran ini adalah setiap pembayaran yang dilakukan konsumen kepada pemberi

pelayanan kesehatan seperti pembayaran atas jasa yang dikonsumsi atau harga yang

harus dibayar untuk penggunaan barang dan peralatan fasilitas kesehatan pemerintah

mungkin saja menarik biaya kepada pengguna atas penggunaan pelayanan tertentu.

Tingkat pengeluaran rumah tangga yang ada saat ini sebagian besar akibat

dari pola pelayanan kesehatan yang ada, serta keterbatasan untuk dapat menggunakan

pelayanan kesehatan pemerintah yang gratis/murah biayanya. Masyarakat

berpendapatan rendah cenderung menunda penggunaan pelayanan kesehatan sampai

penyakitnya parah benar, sebagian dengan asumsi bahwa mereka menghindarkan

pembayaran yang tidak terjangkau (Tjiptoherijanto, 1994).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sigit diketahui bahwa tidak semua balita

dibawa berobat ke pelayanan kesehatan dan tingkat ekonomi berpengaruh dengan

pencarian pengobatan, di mana keluarga dengan tingkat ekonomi kurang berpeluang

1,42 kali, keluarga dengan tingkat ekonomi sedang berpeluang 1,65 kali, keluarga

dengan tingkat ekonomi cukup berpeluang 1,56 kali dan keluarga dengan tingkat

ekonomi tinggi berpeluang 2,09 kali untuk menggunakan pelayanan kesehatan bagi

balita (Purwatmoko, 2001).

Faktor yang mempengaruhi pencarian pengobatan pada oleh ibu balita adalah

pengaruh orang lain dan kepercayaan pengobatan. Pengaruh variabel orang lain

berpeluang mengobati anaknya ke tenaga kesehatan 6,54 kali dibandingkan dengan

ibu yang memilih upaya pencarian pengobatan dengan inisiatif sendiri (Hendarawan,

(53)

Sosial ekonomi keluarga mencerminkan singkat kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup, sosial ekonomi keluarga sama dengan tingkat pendapatan yang

diterima keluarga, sosial ekonomi menggambarkan tingkat kesejahteraan anggota

keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan, begitu juga terhadap pengelolaan jamban

keluarga, membutuhkan dana dan kemampuan untuk dapat membuat jamban yang

memenuhi syarat sehat (Rahmat, 1994).

2.6.3.5.Cara pemberian obat

Diare yang diinduksi oleh virus dan bakteri biasanya hanya membutuhkan diet

cair bersih serta peningkatan asupan cairan. Terapi anti mikroba dapat diindikasikan

bila ada darah dalam tinja. Zat-zat anti diare yang menurunkan mobilitas usus

dikontra indikasikan pada penyakit infeksi parasit dan beberapa infeksi bakteri,

karena menghambat pengeluaran organisme. Diare yang diinduksi oleh obat atau

toksin paling baik diterapi dengan menghentikan zat penyebab bila memungkinkan

(Olson, 2004).

Ada tiga patokan bagi seorang ibu untuk mengobati sendiri diare yaitu:

menambah cairan, makanan bagi si anak terus diberikan, jika tidak membaik maka

anak harus segera dibawa ke petugas kesehatan (Andrianto, 1995).

Menurut penelitian LA Maiman, faktor pendapatan dan pendidikan ibu

mempengaruhi perlakuan ibu terhadap pemberian obat bagi anaknya. Selain itu

persepsi ibu tentang kerentanan anaknya terhadap penyakit tertentu dan status sosial

Gambar

Tabel 2.1. Sistem Skor Dehidrasi
Tabel 2.2. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif
Tabel 2.3. Baku Antropometri Menurut Standar WHO – NCHS
Tabel 2.4. Cara Pemberian Oralita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisia univariat pada tabel 2 disamping menunjukkan bahwa lovestyle remaja lebih banyak dengan tipe ludus (33%) dan storge (29%), mempunyai sikap seksual

dengan butir pernyataan yang diterima adalah jika r hitung &gt; r tabel , maka butir. pernyataan

[r]

Penulisan Ilmiah ini membahas tentang pembuatan modul interktif yang dapat digunakan oleh mahasiswa maupun pemakai, selain itu terdapat berbagai macam animasi yang dapat

Buah berbentuk hampir bulat, warna coklat kelabu sampai hitam kecoklatan, garis tengah 2,5-6 mm, permukaan berkeriput kasar, dalam serupa jala, padaujung buah

Berdasarkan hasil dari latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan masalah yakni “ bagaimana merancang sistem informasi

 Ceiling ekspos pipa AC Cassette LG LTC-186ELE Ex.. Berdasarkan pada keterangan diatas gambar ceiling Studio alternatif 1 mampu menghasilkan bentuk yang unik sesuai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa construct yang dibuat dari TPB, berupa Konsekuensi, Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku bisa efektif untuk