• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Sunggal Serta Pemecahannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Sunggal Serta Pemecahannya"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PERKEMBANGAN DAN DORMANSI PADA

BIJI PADI (

Oryza sativa

L.)VARIETAS ARIZA DAN

SUNGGAL SERTA PEMECAHANNYA

TESIS

DONNA SINAMBELA

067001001/Agr

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KAJIAN PERKEMBANGAN DAN DORMANSI PADA BIJI

PADI (

Oryza sativa

L.)VARIETAS ARIZA DAN SUNGGAL

SERTA PEMECAHANNYA

TESIS

UntukMemperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Agronomi Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Donna Sinambela

067001001/Agr

SEKOLAH PASCASARJANA AGRONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : KAJIAN PERKEMBANGAN DAN DORMANSI PADA BIJI

PADI (Oryza sativa L.,) VARIETAS ARIZA DAN SUNGGAL SERTA PEMECAHANNYA

Nama Mahasiswa : Donna Sinambela

Nomor Pokok : 067001001

Program Studi : Agronomi

Menyetujui:

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B.MSc) (Dr. Ir. Elisa Julianti, MS) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc) (Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. Msc)

(4)

Telah diuji Pada

Tanggal, 09 September 2008

Panitia Penguji Tesis :

Ketua : Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. MSc Anggota : Dr. Ir. Elisa Julianti, MS

Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc Dr. Ir. Rosmayati, MS

(5)

ABSTRAK

Donna Kristina Sinambela.. Kajian perkembangan dan dormansi pada biji padi (Oryza sativa L.) varietas Sunggal dan Ariza Hibrindo R-1 serta pemecahannya, dibawah bimbingan Prof. Dr. T. Chairun Nisa, B. MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Elisa Julianti, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perkembangan benih padi varietas Sunggal dan Arize-hibrindo R-1, serta menetapkan fase matang fisiologis pada ke dua varietas tersebut. Untuk mengetahui penyebab serta pemecahan dormansi yang tepat dan efektif pada varietas sunggal dan arize hibrindo R-1 sehingga dapat diterapkan oleh analis benih Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) dan Produsen benih dalam pengujian perkecambahan, untuk mendukung program sertifikasi benih.

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Penelitian pertama tentang perkembangan fisiologis biji padi pada kedua varietas. Parameter yang diamati : berat segar biji dan berat kering biji, kadar air biji, dan kandungan hormon ABA dan IAA selama perkembangan biji. Analisis data disusun berdasarkan statistik deskriptif. Penelitian ke dua tentang mengkaji dormansi serta pemecahannya yang disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah varietas padi yang terdiri dari 2 taraf yaitu varietas : Sunggal, Hibrida (Arize-Hibrindo R-1) dan Faktor ke dua adalah Pemecahan Dormansi yang terdiri dari 7 taraf yaitu : 1. Benih tidak diberi perlakuan (kontrol); 2. Pengupasan sekam secara hati-hati; 3. Pengupasan sekam dan menggores endosperm; 4. Pemanasan benih dalam oven pada suhu 50°C selama dua hari; 5. Perendaman benih dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama dua hari; 6. Pemanasan benih dengan

oven pada suhu 50°C selama dua hari, diikuti perendaman dalam larutan KNO3 3%

masing-masing selama 2 hari; 7. Perendaman benih dalam larutan giberelin 0.02% selama 2 hari. Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan metode Roled Paper. Empat ratus (400) butir benih diambil dari masing-masing perlakuan dan ditabur dalam empat (4) ulangan. Parameter yang diamati : persentase daya berkecambah pada 0, 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah panen, kadar lemak biji pada 0, 6 minggu setelah panen.

Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa perkembangan benih padi pada kedua varietas menunjukkan pola/kurva perkembangan benih fisiologis secara normal untuk berat segar biji dan berat kering biji, kadar air biji, dan stadium masak fisiologis dicapai pada umur 27 hari setelah antesis. Kandungan hormon ABA pada biji semakin meningkat dengan meningkatnya stadia kemasakan biji. Selanjutnya kandungan hormon IAA pada perkembangan biji menurun dengan semakin meningkat stadia kemasakan biji.

(6)

setelah panen memiliki perkecambahan yang lebih tinggi dari pada varietas Sunggal, sedangkan untuk varietas Sunggal perkecambahan yang tinggi mulai 4 minggu setelah panen. Pemecahan dormansi yang lebih cepat pada perlakuan Giberelin yang ditunjukkan oleh persentase benih berkecambah 98% pada 0 dan 2 minggu setelah panen.

Pemanasan benih dengan oven pada suhu 500C selama 2 hari diikuti perendaman dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama 2 hari dan perlakuan

pemanasan benih dalam oven pada suhu 500C selama 2 hari mengakibatkan penurunan kandungan asam lemak yang nyata baik pada varietas sunggal maupun arize.

(7)

ABSTRACT

Donna Kristina Sinambela. Studies on the development and dormancy of the rice seed, (Oryza sativa L,.) varieties Sunggal and Ariza Hibrindo-R1, and methods for breaking it, under supervision of Prof. Dr. T. Chairun, Nisa, B., MSc (Supervisor) and Dr. Ir. Elisa, Julianti, MS (Co- Supervisor).

The first objective of the research was to study the development pattern of the two rice seed varieties in order to ascertain their physiological maturity stage, while the second objective was to obtain the most effective treatment for breaking their dormancy closely after harvest, in order to facilititate the seed analyst at BPSB to record the germination percentage for the seed certification programme.

The research consisted of two experiments. The first was a descriptive experiment on the physiological development of both varieties of rice seeds. Parameters observed were fresh and dry seed weight, seed moisture content, and changes in the contents of the growth regulators ABA and IAA during seed development. Data were analyzed using the descriptive statical method. The second experiment was on dormancy breaking, using the Factorial Completely Randomized Design with two factors. The first factor was rice variety wich consisted of two levels, namely the sunggal variety and the ariza hibrindo R-1 variety. The second factor was seed treatments which consisted of seven levels : 1. without any treatment (control); 2. peeling the hull carefully; 3. peeling the hull and scratching the endosperm; 4. heating at 50°C for two-days; 5. soaking in 3% KNO3 for two-days; 6.

heating at 50°C for two-days; followed soaking in 3% KNO3 for two-days each,

soaking in 0.02 % gibberellin for two-days. After each treatment, germination test were carried out by the rolled paper towel method using 400 seeds with 4 replicates each. Parameters observed were germination percentages at 0, 2, 4, 6 and 8 week after sowing and fatty acid content of the seeds at 0 and 6 weeks after harvest.

Results from the first experiment showed that seeds of both rice varieties followed normal physiological development curves for both fresh and dry seed weight, and seed moisture content, and that physiological maturity stage was obtained at 27 days after anthesis. ABA content increased with increase in seed maturity, while IAA content decreased with seed maturity.

Results from the second experiement showed significant differences between the varieties and among seed treatments. Earlier germination at 0 and 2 weeks after harvest was obtainted for the variety ariza while for the variety sunggal high germination percentages started at 4 weeks after harvest. Highest germination percentages at 0 and 2 weeks after harvest of 98% each, was obtained from soaking in 0.02% gibberelin. Heating at 50°C followed by soaking in 3% KNO3 each for

two-days, and heating at 50°C for two-days resulted in significant decreases of the fatty acid content of seed of both varieties.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Kerajaan Surga atas kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya dari mulai perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dari banyak pihak, baik berupa doa, dorongan semangat, perhatian, bimbingan, tenaga, fasilitas, materi, dana dan sebagainya. Dalam tulisan ini penulis mencoba semampunya untuk menuangkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian dan tulisan ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang terdalam kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. Msc., selaku Ketua Komisi Pembimbing sekaligus Direktur Sekolah Pasca Sarjana USU yang telah begitu banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Ibu Dr. Ir. Elisa Julianti, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang juga telah banyak membantu penulis dalam penulisan tesis ini.

(9)

4. Kepala Balai Pengawasan Dan Sertifikasi Benih Medan, Kepala Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti izin belajar pada Sekolah Pasca Sarjana USU.

5. Bapak Ir. Lalu Sukarno, selaku Kepala Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Bogor, Ibu Dr. Ir. Elisa Julianti, selaku Kepala Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Medan, Bapak Kusnadi, selaku Asst. Kebun Percobaan Pasar Miring Medan, dan juga seluruh Staff dan Pegawai Kebun Percobaan Pasar Miring Medan yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.

6. Spesial Thanks buat temanku yang sangat baik yaitu Lince Romauli Panataria yang telah banyak berkorban baik waktu maupun materi selama penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.

7. Sobatku yang baik Titir br. Butar-butar, Julia br. Hutahaean yang telah banyak membantu dan memberi dorongan kepada penulis selama study maupun selama penelitian berlangsung. Kalian adalah sobatku yang baik.

8. Thanks buat Bang Sabar Sinaga dan Rekan-rekanku yang ada di Laboratorium Kak Ir. Raulina Situmeang, Kak Herdeliana Manihuruk, Kak Bonur Situmorang, Kak Lusperia Butar-butar, Kak Liner Simanjuntak, Kak Purnama Hutasoit ’n Eka Ruliyani.

(10)

10.Kepada kedua orang tua, Bapak K.R Sinambela dan Ibu S.T. Naiborhu yang memotivasi untuk melanjutkan pendidikam S2, dan semua adik-adikku, Elisabeth, Horas, Natalin, terima kasih atas semua dukungan doa dan perhatiannya.

11.Terima kasih yang terdalam kusampaikan kepada suami terkasih, Raja Marnangkok Siahaan, S.E., Ak., yang dengan setia memberi motivasi/dukungan moral dan materiil, juga kepada putra-putriku Gamaliel Bungaran Siahaan, Galvano Sosuharon Siahaan, Giovanni Serena Siahaan atas pengertian, waktu, dan dorongan sekolah. Kiranya karya ini, hadiah terindah buat kalian.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

Medan, Juli 2008

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan RahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. T. Chairun Nisa, B. MSc. Selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan kepada Ibu Dr. Ir.. Elisa Julianti, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini berjudul ”Kajian Perkembangan dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza dan Sunggal serta Pemecahannya”. Tulisan ini merupakan persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan terutama bagi para produsen benih, analis benih di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih untuk mendapatkan cara pemecahan dormansi yang tepat dan efektif.

(12)

Akhir kata penulis berharap, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2008 Hormat saya,

(13)

DAFTAR

 

ISI

 

Proses Pembentukan Biji dan Perkecambahan ... 6

Dormansi Pada Benih Padi ... 9

Perlakuan Pematahan Dormansi ... 12

Perlakuan Mekanis ... 12

Perlakuan Kimia ... 14

Perlakuan Hormon Giberelin ... 14

Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh dalam Perkecambahan ... 16

Hormon ABA (Asam Absisat) ... 16

Hormon IAA (Asam indol-3 asetat) ... 16

METODE PENELITIAN ... 18

Tempat dan Waktu ... 18

Bahan dan Alat Penelitian ... 18

(14)

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Pemeliharaan Tanaman ... 22

Perkecambahan ... 23

Penelitian Pertama ... 24

Pengamatan Kandungan Hormon pada Biji Padi ... 24

1. Analisisis Kandungan ABA ... 24

Variabel Yang Diamati pada Penelitian Pertama ... 27

1. Berat Segar Benih ... 27

Variabel yang Diamati pada Penelitian Kedua ... 29

1. Lemak ... 29

2. Daya Berkecambah ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Hasil Penelitian Tahap Pertama ... 31

Hasil Penelitian Tahap Kedua ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

Kesimpulan ... 62

Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1. Rataan Berat Segar Biji, Berat Kering Biji, Kadar Air Biji,

Kekerasan Biji, Daya Kecambah mulai dari 0 HSA (Awal Anthesis) sampai 30 HSA (Panen) ... ……...

31

2. Perkembangan Bunga Padi Varietas Sunggal ...

40

3. Perkembangan Biji Padi Varietas Sunggal ...

41

4. Perkembangan Bunga Padi Varietas Ariza ……….………...

43

5. Perkembangan Biji padi Varietas Ariza ...

44

6. Rataan Persentase Benih Berkecambah Pada Padi (%) Pada Perlakuan Varietas Dan Pemecahan Dormansi ………..

54

7. Rataan Persentase Kadar Asam Lemak Pada Padi (%) pada Perlakuan Varietas dan Pemecahan Dormansi ………...

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 1. Pertambahan Berat Basah Biji Pada Tanaman Padi Varietas

Sunggal Dan Varietas Ariza mulai dari 0 – 30 HSA …... 32 2. Perubahan Berat Kering Biji Pada Tanaman Padi Varietas

Sunggal Dan Varietas Ariza dari 0 – 30 HSA ... 33 3. Perubahan Kadar Air Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal

Dan Varietas Ariza dari 0 – 30 HSA ……... 34 4. Grafik Perubahan Berat Segar, Berat Kering, Kadar Air Pada

Tanaman Padi Varietas Sunggal dari 0 – 30 HSA ………... 35 5. Grafik Perubahan Berat Segar, Berat Kering, Kadar Air Pada

Tanaman Padi Varietas Ariza mulai dari 0 – 30 HSA……….... 35 6. Perubahan Kekerasan Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal

Dan Varietas Ariza dari 0 – 30 HSA …………... 36 7. Perubahan Daya Berkecambah Biji Pada Tanaman Padi Varietas

Sunggal danVarietas Ariza dari 0 – 30 HSA ……….. 38 8. Bagian – bagian Bunga Padi ……….. 39 9. Kurva Perubahan Kandungan Hormon ABA Dan IAA Pada Biji

Padi Varietas Sunggal pada 28 sampai 77 HSA ……… 50 10. Kurva Perubahan Kandungan Hormon ABA Dan IAA Pada Biji

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 0 Minggu Setelah

Panen ……….. 69

2. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 0 Minggu Setelah

Panen ……….. 69

3. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 2 Minggu Setelah

Panen ... 70 4. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 2 Minggu Setelah

Panen ... 70 5. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 4 Minggu Setelah

Panen ... 71 6. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 4 Minggu Setelah

Panen ... 71 7. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 6 Minggu Setelah

Panen ... 72 8. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 6 Minggu Setelah

Panen ... 72 9. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 8 Minggu Setelah

Panen ... 73 10. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 8 Minggu Setelah

Panen ... 73 11. Rata - Rata Persentase Kadar Lemak Umur 0 Minggu Setelah Panen 74 12. Sidik Ragam Persentase Kadar Asam Lemak Umur 0 Minggu

Setelah Panen ………. 74

13. Rata - Rata Persentase Kadar Asam Lemak Umur 6 Minggu Setelah

Panen ……….. 75

(18)

Setelah Panen ... 75 15. Matriks Korelasi Berat Segar, Kadar Air, Kekerasan, Daya

Berkecambah Berat Kering, Kandungan Hormon ABA dan

Kandungan Hormon IAA Varietas Sunggal Sunggal ... 76 16. Matriks Korelasi Berat Segar, Kadar Air, Kekerasan, Daya

Berkecambah Berat Kering, Kandungan Hormon ABA dan

Kandungan Hormon IAA Varietas Ariza Hibrindo R-1 ………. 76 17. Matriks Korelasi Persentase Benih Berkecambah, Kadar Lemak

Varietas Ariza ...

76

18. Matriks Korelasi Persentase Benih Berkecambah, Kadar Lemak Varietas Sunggal ...

77

19. Perubahan Daya Berkecambah (%) Biji Pada Tanaman Padi

Varietas Sunggal dan Vaeietas Ariza dari 0-30 HSA ……… 77 20. Tranformasi Perubahan Daya Berkecambah (%) Biji Pada Tanaman

Padi Varietas Sunggal dan Vaeietas Ariza dari 0-30 HSA ………… 77 Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 28 HAS ……….. 78 21. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 35 HAS ……….. 79 22. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 49 HAS ……….. 80 23. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid)

Pada Sampel Padi Varietas Sunggal – 56 HAS ……….. 81 24. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid)

Pada Sampel Padi Varietas Sunggal – 77 HAS ……….. 82 25. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Ariza Hibrindo R-1 – 28 HSA ………... 83 26. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

(19)

27. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Ariza Hibrindo R-1 – 49 HSA ……… 85 28. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Ariza Hibrindo R-1-56 HSA ………... 86 29. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi dalam rangka ketahanan pangan nasional adalah dengan mengembangkan padi varietas unggul bersertifikat dan memperbaiki teknik budidaya padi sawah. Diantara padi varietas unggul bersertifikat adalah varietas sunggal yang mempunyai umur panen 115 -125 hari, dan padi hibrida yang varietasnya telah banyak dilepas oleh pemerintah seperti varietas hibrida Ariza-hibrindo R-1 yang mempunyai umur panen 108-118 hari (Baihaki 2004, Sinambela, dkk, 2004, dan Mashur 2007).

Sertifikasi benih telah diterapkan sebagai suatu mekanisme pengendalian mutu eksternal, untuk melindungi konsumen dalam memperoleh benih yang baik dan untuk membantu produsen dalam membangun kepercayaan konsumen terhadap mutu benih yang dihasilkan.

Sampai saat ini produksi benih padi bersertifikat di Indonesia baru mencapai sekitar 25% dari kebutuhan total. Dari sekian banyak kendala dalam produksi benih padi bersertifikat, di antaranya berkaitan dengan dormansi benih (Sinambela, dkk, 2004).

(21)

(Gardner, dkk, 1991), bahan perangsang pertumbuhan sering menurun selama pembentukan biji, sedangkan penghambat pertumbuhan seperti ABA meningkat. Akibatnya terjadi dormansi pada saat biji masak, karena adanya ketidak-seimbangan hormon.

Dormansi, disatu pihak bersifat positif tapi dilain pihak bersifat negatif pada saat benih diperlukan untuk segera tumbuh. Dormansi pada benih padi menguntungkan produsen benih karena dapat menekan laju deteriorasinya pada masa prapanen maupun pascapanen (pengeringan, prosesing, dan penyimpanan). Dormansi pada lot benih menyulitkan analis, karena dapat menimbulkan kekeliruan dalam pengujian daya berkecambah benih. Pengujian daya berkecambah terhadap lot benih dorman tanpa didahului oleh pematahan dormansi yang efektif dapat menyebabkan daya berkecambah benih yang dihasilkan tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Benih dorman yang tidak berkecambah akan dikelompokkan oleh analis ke dalam benih mati (Udin, 2001,Ade Santika, 2007).

(22)

kontribusi terhadap penurunan vigor atau daya simpan benih. Hal ini dapat diketahui dari seringnya dijumpai kasus-kasus penurunan daya berkecambah benih menjadi di bawah 80%, sementara label masih berlaku. Oleh karena itu, pemecahan dormansi yang efektif sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil pengujian daya berkecambah yang benar untuk menghindari penundaan sertifikasi yang dapat menurunkan vigor dan daya simpan benih. Bila pemecahan dormansi yang efektif sudah diketahui, maka kekeliruan dalam penilaian daya berkecambah benih dapat diatasi, atau waktu yang diperlukan untuk pengujian daya berkecambah menjadi lebih singkat.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul ” Kajian Perkembangan dan Dormansi pada biji Padi (Oryza sativa L) varietas Arize dan varietas Sunggal serta pemecahannya”.

Perumusan Masalah

Dormansi pada benih padi menyulitkan analis benih, karena dapat menimbulkan kekeliruan dalam pengujian daya berkecambah, dimana benih dorman yang tidak berkecambah akan dikelompokkan oleh analis ke dalam benih mati, sehingga hasil pengujian daya berkecambah tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.

(23)

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola perkembangan benih padi varietas Sunggal dan Arize-hibrindo R-1, serta menetapkan fase matang fisiologis pada ke dua varietas tersebut.

2. Untuk mengetahui penyebab serta pemecahan dormansi yang tepat dan efektif pada padi varietas Sunggal dan Arize-hibrindo R-1 sehingga dapat diterapkan oleh analis benih Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) dan Produsen benih dalam pengujian perkecambahan, untuk mendukung program sertifikasi benih.

Hipotesis Penelitian

1. Fase matang fisiologis biji padi dicapai pada kisaran 26-28 HSA.

2. Penyebab dormansi terdapat peningkatan kandungan ABA (Asam Absisat) dan penurunan kandungan IAA (Indol Acetic Acid) pada benih padi dengan semakin meningkatnya stadia kemasakan benih.

3. Giberelin merupakan suatu cara pemecahan yang tepat dan efektif dalam pematahan dormansi padi yang dapat mempercepat perkecambahannya.

(24)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi bagi analis benih khususnya (BPSB) dan Produsen benih dimana hasil pengujian daya berkecambah dapat mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembentukan Biji dan Perkecambahan

Setelah terjadi pembuahan atau peleburan diri antara inti sperma dengan inti sel telur, akan dihasilkan sebuah zygot atau embrio yang kelak akan menjadi tanaman baru, lalu zygot itu akan beristirahat dulu beberapa waktu. Peristiwa kedua adalah penggabungan diri antara inti sperma yang lain, dengan dua inti polar, dapat menyebabkan terjadinya endosperma yang mengandung zat makanan. Setelah endosperma terbentuk, maka inti endosperm akan membelah diri berulang kali dengan cepat, kadang-kadang dapat mendesak nucellus sedemikian hebatnya sehingga nucellus akhirnya hanya tinggal sebagai selaput yang tipis didalam biji. Pertumbuhan embryo di dalam biji pada permulaan berjalan lamban. Setelah embrio itu menyerap zat makanan yang tertimbun didalam endosperm maka tumbuhnya akan lebih cepat (Kamil, 1982, Santoso, 1992, Copeland dan Mc.Donald 2001, Sutopo, 2004)

Zygot, kantong embrio dan ovul berkembang menjadi biji sementara ovarium di sekelilingnya berkembang menjadi buah (perikarp). Proses pertumbuhan, bahan kimia yang disebut zat tumbuh atau hormon tumbuh sangat berperan penting (Salisbury dan Ross 1995, Copeland dan Mc.Donald 2001).

(26)

kemasakan benih terjadi sejak fertilisasi ditunjukkan dengan perubahan morfologi, fisiologi maupun biokimia. Salah satu faktor yang menentukan tingkat mutu benih adalah fase perkembangan dan kemasakan benih.

Proses perkembangan dan kemasakan benih melalui tiga fase masing-masing 1) fase pertumbuhan, 2) fase menghimpun makanan, dan 3) fase pemasakan. Fase pertumbuhan terjadi beberapa hari sesudah penyerbukan dan pembuahan. Laju fase pertumbuhan mengikuti laju pembentukan jaringan yang berisi laju pembelahan sel dalam embrio dan kulit benih. Kadar air benih pada fase itu sekitar 75 – 80 %. Pada fase penghimpunan bahan makanan bobot kering benih meningkat hingga tiga kali sebaliknya kadar air menurun sekitar 60%. Akhir fase ini bobot kering benih mencapai maksimum dan benih mencapai tingkat masak fisiologis. Benih yang sehat padat dan masak biasanya lebih awet disimpan dibandingkan dengan benih yang belum masak (Kamil, 1982, Ismunadji, dkk, 1988, Santoso, dkk, 1990).

(27)

Sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sampai sekitar 20%, maka biji mencapai fase masak fisiologis, dimana tidak terjadi proses pertumbuhan pada biji sehingga biji tidak bertambah besarnya atau biji telah mencapai ukuran besar maksimum, berat kering maksimum, serta daya kecambah maksimum (Kamil, 1982).

Perkecambahan biji, bagi ahli fisiologi benih adalah munculnya radikula melalui kulit benih, sedangkan bagi analis benih perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur-struktur penting dari embrio benih. Proses metabolisme perkecambahan benih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah air, gas, suhu dan cahaya (Copeland dan Mc Donald, 2001).

Air adalah kebutuhan dasar untuk perkecambahan benih yang penting untuk aktivitas enzim, penguraian, translokasi dan penggunaan cadangan makanan. Proses pertama yang terjadi selama perkecambahan adalah pengambilan air melalui proses imbibisi. (Copeland dan Mc Donald, 2001) menyatakan imbibisi tergantung pada komposisi kimia benih, permiabilitas kulit benih dan ketersediaan air. Sedangkan ketersediaan air tergantung pada kekuatan matrik dinding sel, konsentrasi osmotik sel, dan tekanan turgor sel.

(28)

merupakan fase pertumbuhan (Come dan Thevenot, 1982; Hadas, 1982). Fase ini hanya dialami oleh benih non dorman.

Fase aktivasi merupakan fase yang paling kritis karena fase ini berperan dalam proses pertumbuhan yang menuju pada pembentukan tanaman (Come dan Thevenot, 1982; Hadas, 1982). Bewley dan Black, (1985) juga menekankan pentingnya lag phase karena pada fase ini terjadi peritiwa-peristiwa metabolik untuk persiapan pemunculan akar.

Dormansi Pada Benih Padi

Dormansi diartikan sebagai suatu fenomena fisiologis yang menunjukkan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada kondisi optimum (Copeland dan Mc Donald, 2001, ISTA. 2005). Pada benih padi, dormansi telah terjadi sejak benih masih berada pada tanaman induknya setelah embrio berkembang penuh, sehingga disebut innate dormancy atau dormansi primer (Ellis dkk, 1985). Dormansi yang demikian dapat berperan dalam mencegah benih berkecambah pada malainya sebelum dipanen atau viviparous yang merugikan produsen benih (Ellis dkk, 1985).

Benih dalam keadaan dorman bukan berarti mati, karena benih tersebut dapat

dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan. Benih yang dorman dan

benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada

akhir perkecambahan sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan maka benih

(29)

misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan dan atau bila dipijat terasa lembek, berarti

benih tersebut mati (Saenong dkk.1989).

Benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahannya (Schmidt, 2000, Viemont dan J. Crabbe, 2000).

Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi benih adalah tidak sempurnanya embrio, embrio belum masak fisiologis, kulit benih yang tebal, kulit yang impermiabel dan adanya zat-zat penghambat perkecambahan (Schmidt, 2000, Copeland dan Mc.Donald 2001).

Beberapa jenis benih tetap dorman disebabkan oleh kulit benihnya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari embrio. Kulit benih tidak dapat dilalui air atau udara karena keras atau tertutup oleh gabus maupun lilin. Jika kulit benih dihilangkan maka akan terjadi perkecambahan. Dormansi juga dapat disebabkan keadaan fisiologi dari embrio antara lain akibat embrio yang rudimenter atau secara fisiologis belum masak, maksudnya belum mampu membentuk zat-zat yang diperlukan untuk perkecambahan misalnya zat tumbuh seperti Giberelin (Schmidt, 2000).

(30)

dapat mengadakan sistem-sistem biokimia lebih kompleks yang berhubungan dengan kepekaan benih terhadap cahaya.

Bahan perangsang pertumbuhan sering menurun selama pembentukan biji, sedangkan penghambat pertumbuhan seperti ABA meningkat. Akibatnya, terjadi dormansi pada saat biji masak, karena adanya ketidak-seimbangan hormon (Gardner, dkk, 1991). ABA merupakan zat penghambat tumbuh, yang dalam fase dormansi biji menyebabkan biji tidak berkecambah. Hal ini terutama disebabkan oleh hambatan terhadap proses pemanjangan radikel.

Biji yang telah masak, waktu dikecambahkan ada yang tidak dapat

berkecambah meskipun berada dalam lingkungan yang baik. Schmidt (2000)

menyatakan bahwa terhalangnya perkecambahan biji dapat disebabkan faktor genetik

dan lingkungan. Ketebalan sekam lemma dan palea pada benih padi diduga dapat

menghambat perkecambahan. Dengan mengupas kulit biji, maka masa dormansi padi

dapat dipatahkan (IRRI, 1997).

Pada padi, masa dormansi benih beragam dari 0 sampai 11 minggu sesudah panen. Padi yang benihnya tidak memiliki dormansi memungkinkan untuk ditanam secara beruntun atau terus menerus. Walau bagaimanapun, benih dapat segera tumbuh apabila ditanam di musim hujan dan panen sewaktu masih banyak hujan, atau sewaktu disimpan sementara menjelang proses pengeringan. Namun hal ini berakibat turunnya mutu gabah/beras.

(31)

abscisic acid ( Hayashi, 1987), atau asam-asam lemak jenuh rantai pendek (IRRI, 1987).

Schmidt, (2000) membagi usaha pematahan dormansi dalam empat kategori yaitu perlakuan secara mekanis, perlakuan dengan memakai cahaya, perlakuan dengan suhu dan perlakuan dangan bahan kimia.

Perlakuan Pematahan Dormansi

Perlakuan Mekanis

Beberapa cara perlakuan mekanis untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermiabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas yaitu :

1. Skarifikasi.

(32)

Cooklebur dan oat liar merupakan contoh klasik dormansi biji yang diakibatkan oleh kulit biji kedap O2. Penghilangan sekam pada cooklebur dan oat liar

meningkatkan perkecambahan (Gardner, dkk, 1991).

Dormansi embrio pada barley dapat dipecahkan dengan membuang scutellum

dan pada apel dengan membuang sebagian jaringan kotiledon.

Penggerusan kulit biji pada palem dapat meningkatkan perkecambah sebesar 68.89% (Purba, 2000).

2. Daging buah dikupas

Daging buah yang menyelimuti biji sering mengandung zat penghambat yang dapat menghalangi perkecambahan benih.

Pada rotan diperoleh percepatan dan peningkatan daya kecambah dengan membuang kulit daging buah, dengan cara ini diperoleh daya kecambah diatas 80% (Schmidt, 2000).

Ketebalan sekam lemma dan palea pada benih padi diduga dapat menghambat

perkecambahan, dengan mengupas kulit biji, masa dormansi dapat dipatahkan

(Nugraha, 2001).

3. Perendaman dalam air panas

Beberapa jenis benih perlu diberi perlakuan perendaman dalam air panas dengan tujuan meningkatkan permeabilitas (Salisbury dan Ross, 1995).

(33)

meningkatkan persentase biji berkecambah. Telah dilaporkan, bahwa pemanasan biji legum pada suhu 100 0C selama 1.5 menit atau pada air panas dapat mengurangi biji yang keras dan pemberian panas 100 0C selama 5-20 detik dapat menyebabkan terbukanya pleurogram dan menghasilkan perkecambahan 95-100% (Olvera, dkk, 1982 dalam Gardner, dkk, 1991).

Demikian pula, pemanasan pada benih jati pada suhu 80 0C selama 2 hari menunjukkan peningkatan perkecambahan menjadi sebesar 56% (Haryati, 2002)

Perlakuan Kimia

Perlakuan dengan kimia sering dipakai untuk memecahkan dormasi pada benih, tujuannya agar kulit benih lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Bahan kimia yang biasa dipakai adalah Potassium Nitrat, Potassium hydroxide, asam Nitrat dan Thiourea (Schmidt, 2000, Sutopo, 2004 ).

Perendaman dengan Potassium Nitrat pada benih Acacia nilotica pada konsentrasi 1%, telah menyebabkan perkecambahan meningkat dari 37% (kontrol) menjadi 79%, dan pada konsentrasi 2% meningkat menjadi 85%. Pada benih

Casuarina equisetifolia perkecambahan meningkat dari 46% (kontrol) menjadi 65%

setelah perendaman dalam 1.5% selama 36 jam (Schmidt, 2000).

Demikian pula perendaman dengan Thiourea 1% selama 24 jam pada benih benih Ziziphus mauritiana, telah memperbesar persentase perkecambahan dari 41% (control) menjadi 78%. (Schmidt, 2000).

(34)

Amen (1963) dalam Gardner, dkk, 1991 menyatakan bahwa kebanyakan mekanisme dormansi dapat dihilangkan oleh bahan perangsang pertumbuhan. Kenyataan, bahwa perlakuan dengan GA3 (Giberelin Acid) dapat menggantikan

kebutuhan akan cahaya pada banyak biji fotoblastik (selada, tembakau) dan mengganti kebutuhan akan suhu dingin pada spesis yang membutuhkan stratifikasi.

Kandungan bahan perangsang pertumbuhan sering kali menurun selama pembentukan biji sedangkan penghambat pertumbuhan seperti ABA meningkat, akibatnya terjadi dormansi pada saat biji masak karena adanya ketidak seimbangan hormon. Penghambat pertumbuhan yang mengendalikan dormansi mungkin terdapat dalam embrio seperti pada beberapa rumput-rumputan ; dalam sekam seperti pada selada atau dalam buah seperti pada apel dan tomat (Abidin, 1987).

Menurut Bewley dan Black (1985) ABA terdapat pada biji dorman, tapi kebanyakan sudah hilang jauh sebelum dormansi berakhir. Jadi ABA mungkin merupakan penghambat kuat bagi perkecambahan tetapi masih ada penghambat lainnya yang menyebabkan biji dorman.

(35)

Giberelin terdapat pada banyak macam benih dimana apabila benih Avena

fatua keluar dari dormansi, terbentuklah suatu zat perangsang pertumbuhan yang

mirip giberelin. Benih ini juga dapat dipatahkan dormansinya apabila direndam dalam giberelin. Demikian juga peristiwa dormansi yang berhubungan dengan suatu zat penghambat dapat diatasi dengan cara merendam dalam larutan giberelin (Danoesastro, 1973).

Pengaruh GA3 terhadap perkecambahan biji berbeda-beda tergantung pada

jenis biji dan dormansinya. Pada biji yang masa dormansinya lama seperti Licuala

grandis, dan masa dormansinya sedang seperti Archontophoenix alexandrae

pemberian GA3 meningkatkan perkecambahan, tetapi tidak berpengaruh terhadap

Livistonia chinensis dan Caryota mitis dan malah menurunkan perkecambahan

Phytohosperma macarthurii (Lakitan, 1997).

Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Dalam Perkecambahan

Hormon ABA (Asam absisat)

(36)

Menurut Salisbury dan Ross (1995) zat pengatur tumbuhan yang diproduksi di dalam tanaman disebut juga hormon tanaman. Hormon tanaman yang dianggap sebagai hormon stress diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya ABA. Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut.

Hormon IAA (asam indol-3 asetat)

Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frist Went seorang mahasiswa Pasca Sarjana di negeri Belanda pada tahun 1926 yang kini diketahui sebagai asam indol-3 asetat atau IAA (Salisbury dan Ross 1995). Senyawa ini terdapat cukup banyak diujung koleoptil tanaman oat kearah cahaya. Dua mekanisme sintesis IAA yaitu pelepasan gugus amino dan gugus karboksil akhir dari rantai triphtofan. Enzim yang paling aktif diperlukan untuk mengubah triphtofan menjadi IAA terdapat di jaringan muda seperti meristem tajuk, daun serta buah yang sedang tumbuh. Semua jaringan kandungan IAA paling tinggi karena disintesis di daerah tersebut.

(37)

menjadi tunas absisi (pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh IAA.

METODE PENELITIAN

Penelitian pertama mengkaji perkembangan fisiologi biji padi serta kandungan hormon ABA dan IAA selama perkembangan.

Penelitian ke dua untuk mengkaji dormansi serta pemecahannya pada biji padi varietas Hibrida (Arize-Hibrindo R-1), varietas unggul (Sunggal),

Tempat dan Waktu

Pertanaman padi dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasar Miring. Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, pada bulan Desember 2007 hingga Mei 2008. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Analisis hormon ABA dan IAA dilaksanakan di Balitbiogen Bogor. Penelitian ini dimulai bulan April 2008 sampai dengan Juli 2008

(38)

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: benih padi dari 2 varietas yang meliputi varietas Hibrida (Arize-Hibrindo R-1), varietas unggul (Sunggal), kompos jerami, pupuk Urea, TSP, dan KCL, untuk pengendalian hama dan penyakit serta gulma dipakai insektisida, pestisida.

Alat yang digunakan adalah etiket, tali rafia, spidol, mesin perontok padi, pinggan petri, kertas koran, gunting, gelas ukur, pinset, pensil, mistar, buku catatan

data, bak plastik, alat penghitung (counter), dan germinator model ”IPB73-2A/B”.

Prosedur kerja meliputi pengambilan sampel, pengujian, dan pengamatan.

Rancangan Penelitian

Penelitian pertama tentang perkembangan fisiologis biji dan kandungan hormon pada padi varietas Sunggal dan varietas Hibrida Ariza-Hibrindo R-1

Penelitian ke dua tentang mengkaji dormansi serta pemecahannya pada biji padi varietas Hibrida (Arize-Hibrindo R-1), varietas unggul (Sunggal), disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan model rancangan sebagai berikut :

Yijk = + i + j + ( )ij + ijk: dimana : i = 1,2,3,4 ; j = 1,2

Yijk = nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan varietas dan pemecahan dormansi

= nilai rata-rata

(39)

( )ij = adanya perbedaan tanggap dari dua varietas terhadap pemecahan

Dormansi

ijk = pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j

dari

faktor II pada ulangan ke-k

Faktor I adalah Varietas padi (V)

V1 = Sunggal

V2 = Hbrida (Ariza Hibrindo R-1

Faktor II adalah Pemecahan Dormansi (P)

Pemecahan Dormansi dilakukan dengan

P0 = Benih tidak diberi perlakuan (kontrol).

P1 = Pengupasan sekam secara hati-hati,

P2 = Pengupasan sekam dan menggores endosperm

P3 = Pemanasan benih dalam oven pada suhu 50°C selama dua hari

P4 = Perendaman benih dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama dua

hari

P5 = Pemanasan benih dengan oven pada suhu 50°C selama dua hari, diikuti

perendaman dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama dua hari

P6 = Perendaman benih dalam larutan giberelin 0.02%.selama dua hari

(40)

Pelaksanaan Penelitian Benih

Benih yang digunakan adalah benih yang mempunyai kelas benih Pokok (BP ) dan berasal dari Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balitpa) Sukamandi, Jawa Barat. Benih yang digunakan adalah varietas sunggal dan varietas Hibrida (arize- Hibrindo R-1).

Persiapan Lahan

Petak penelitian dilakukan pada satu petakan seluas 425 m dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm

Untuk perlakuan tradisionil tillage (TI) yaitu tanah sawah (petakan) digenangi dengan air sampai jenuh hingga tergenang selama 1 hari kemudian tanah dicangkul dengan ke dalam 20 cm dan di balik kemudian dibiarkan selama 2 hari, setelah itu tanah dicangkul kembali hingga halus dan diratakan kemudian bibit di tanam kelapangan dengan umur bibit 7 hari setelah semai.

Penyemaian Bibit

(41)

Sebelum benih disemai terlebih dahulu direndam dengan fungisida Ditane- M45 lebih kurang 15 menit, lalu direndam dalam air mengalir lebih kurang 24 jam, setelah itu bibit disebar merata di persemaian, kemudian ditutup dengan tanah tipis.

Penanaman Bibit

Bibit dipindahkan ke lapangan setelah berumur 7 hari setelah semai dengan 1 bibit/lubang tanam. Jarak tanam 30 cm x 30 cm. Pada saat penanaman bibit atau selama fase vegetatif (pertumbuhan) kondisi tanah di jaga agar tetap pada posisi jenuh air sehingga perkembangan akar dan anakan maksimal.

Pemupukan

Pupuk dasar (Urea, TSP dan KCL) diberikan sesuai dengan rekomendasi setempat yaitu, dosis anjuran pupuk Urea (150 kg urea/ha) pupuk urea diberikan 3 kali dengan dosis dari dosis anjuran, pemberian pemupukan urea pertama dilakukan pada saat tanam sebanyak (1,44 kg), pemberian pupuk yang kedua pada saat 3 Minggu Setelah Tanam (3 MST) sebanyak (1.44 kg), dan pemberian pupuk yang ketiga pada 6 MST sebanyak (1,44 kg).

Pupuk TSP dan KCL diberikan sekali yaitu pada saat tanam. Dosis anjuran untuk pupuk P (100 kg TSP/ha) pemberian pupuk P sebanyak (2.89 kg), dan untuk dosis anjuran untuk pupuk K (100 kg KCl/ha) pemberian pupuk K sebanyak (2.89 kg).

(42)

Kondisi tanah dijaga dalam kondisi jenuh air selama masa pertumbuhan vegetatif dengan cara mengatur air irigasi, bila terjadi hujan dibuat saluran pembuangan air sehingga kondisi tanah tetap jenuh air.

Setelah tanaman memasuki masa pertumbuhan generatif yang ditandai dengan pembengkakan batang utama (bunting), tanah sawah diberikan air sampai tergenang dengan ketinggian air mencapai 5-7 cm yang bertujuan untuk mengendalikan gulma, menekan serangan hama wereng, dan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman agar pertumbuhan generatif berjalan normal tidak terganggu.

Pengendalian gulma dilakukan dengan cara menyiangi rumput dari areal tanaman setelah tanaman berumur 3, 6 MST atau sehari sebelum aplikasi pemberian pupuk pada 3 dan 6 MST.

Pemberantasan terhadap hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan memakai beberapa jenis obat-obatan yang biasa dilakukan oleh petani setempat seperti hama keong mas disemprot dengan Samponen (2kg/rante), Kurater atau Furadan (17 kg/ha), hama putih, ulat penggulung daun disemprot dengan bestok, wereng disemprot dengan Aplaud, daun kuning disemprot dengan Bapistin, dan disesuaikan dengan jenis hama yang terdapat dilapangan.

(43)

Perkecambahan

Empat ratus (400) butir benih diambil secara acak dari masing-masing perlakuan dan ditabur dalam empat (4) ulangan, satu (1) ulangan sebanyak 100 butir. Benih ditaburkan antara dua lapis kertas basah lalu digulung kemudian dimasukkan dalam kantong plastik dan diletakkan berdiri dalam germinator (UKDp).

Penelitian Pertama

Pengamatan dilakukan sejak terjadinya antesis hingga mencapai masak fisiologis. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang berbunga, pemasangan label setelah terjadinya antesis pada tanaman untuk setiap varietas, pengamatan dilakukan setiap minggu setelah terjadinya antesis, ke tiga pengambilan sampel untuk diamati. Parameter-parameter yang diamati sebagai berikut : perkembangan gabah mulai antesis sampai matang fisiologis, berat segar biji, berat kering biji, kadar air biji, kekerasan biji, daya berkecambah biji.

Pengamatan kandungan hormon pada biji padi

1. Analisis kandungan ABA

(44)

penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih padi yaitu bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam nitrogen cair. Kemudian di purifikasi dengan larutan methanol: akuades : asam asetat ( 50 : 49 ; 1, v/v). Penetapan kandungan ABA, larutan contoh disuntikkan ke alat High Performance Liguid Chromatographi. Fase diam yang digunakan adalah kolom C 18 sedangkan fase cair adalah metanol : asam asetat : akuades. Detektor dengan 260 nm sedang kecepatan alir fase gerak adalah 1 ml/menit suhu detektor 25º C dengan attenuasi 0.02.

2. Analisis kandungan IAA

Analisis kandungan IAA ini menggunakan metode Sandberg dkk. (1987). Tahap analisis mencakup penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih padi yaitu bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam larutan metanol 0.3 g/ml yang mengandung 0.02 % natrium dietikarbamat, selama 2 jam. Ekstrak metalonat dipurifikasi dengan kromatografi XAD, kemudian dicuci 5 ml etil asetat/hexana (3:1,v/v), dan disuntikkan pada alat High Performance Liquid Chromatographi.

Penelitian Ke Dua

a. Pemanenan

(45)

Selanjutnya, malai dibawa ke BPTP Pasar Miring untuk dirontok dengan

menggunakan mesin perontok.

b. Pengujian

Gabah dirontok segera setelah panen, kemudian diambil sampel benih untuk pengamatan awal (daya berkecambah, kadar air). Sisa benih dikeringkan sampai kadar air ±11%, dibersihkan dan disortasi, kemudian dikemas dalam kantong plastik. Perlakuan meliputi: 1) pengupasan sekam secara hati-hati (P1),

2) pengupasan sekam dan menggores endosperm (P2), 3) benih tidak diberi

perlakuan (kontrol) (P0), 4) pemanasan benih dalam oven pada suhu 50°C selama

dua hari (P3), 5) perendaman benih dalam larutan KNO3 3% masing-masing

selama dua hari (P4), 6) pemanasan benih dengan oven pada suhu 50°C selama

dua hari, diikuti perendaman dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama 2 hari (P5), 7) perendaman benih dalam larutan giberelin 0.02% (P6). Benih

dinyatakan patah dormansinya apabila daya berkecambahnya 80% atau lebih. Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan metode Rolled Paper. Setiap varietas padi dianalisis secara terpisah.

c. Pengamatan Daya Berkecambah

Pengamatan daya berkecambah benih masing-masing varietas dari tiap

ulangan dilakukan pada hari ketujuh setelah pengecambahan, dengan cara

menghitung benih yang berkecambah. Menurut Kamil (1982), benih dikatakan

berkecambah bila radikula telah tampak keluar menembus koleorhiza diikuti

(46)

benih diambil sambil dihitung menggunakan alat penghitung (counter) dan

dikumpulkan pada bak plastik. Hasil pengamatan dicatat pada buku catatan data,

kemudian dibuat nilai rata-ratanya. Pengujian dilakukan setiap dua minggu,

dengan cara menyiapkan kembali benih yang diambil dari sampel benih yang

tersisa masing-masing 100 butir, dengan tiga ulangan untuk tiap varietas. Benih

dikecambahkan pada kertas koran. Kemudian diberi nomor urut varietas sesuai

dengan buku catatan data. Setelah diberi air secukupnya, benih disimpan dalam

germinator. Sisa benih yang telah dirontok disimpan dalam plastik transparan

pada ruang terbuka dengan suhu udara 26-33ºC. Pengujian dihentikan satu

minggu setelah varietas mencapai titik perkecambahan tertinggi.

Variabel Yang Diamati Pada Penelitian Pertama

1. Berat Segar Benih

Pengujian Berat Segar benih (g) dilakukan pada saat 7 HSA 14 HSA, 21 HSA, 28 HSA Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang benih sebanyak 100 butir. (ISTA Rules, 2005)

2. Berat kering Benih

(47)

3. Kadar air benih (%)

Penetapan kadar air dilakukan pada 7HSA, 14HSA,, 21HSA, 28HSA, Penetapan kadar air dilakukan dengan menghitung kadar air biji.

Kadar air (KA) dihitung berdasarkan rumus yang terdapat dalam ISTA Rules, (2005), yaitu sebagai berikut:

Berat Segar – Berat Kering Kadar Air =

Berat Segar

4. Kekerasan Benih

Kekerasan Benih (kg/cm2), diukur dengan cara mengukur kekerasan benih yang berumur 7HSA, 14HSA, 21HSA, 28HSA dengan menggunakan alat zwick. 5. Daya Berkecambah

Pengujian daya berkecambah dilakukan pada saat 7HSA, 14HSA, 21HSA dan 28HSA. Daya berkecambah diukur berdasarkan persentase kecambah nomal pada hari ke – 7 setelah benih dikecambahkan. Kriteria kecambah normal berdasarkan pada kriteria kecambah normal benih padi yaitu; pada akar dimana akar primer tumbuh panjang, disertai dengan banyak akar sekunder, pada

plumule dimana pertumbuhan daun pertama baik, biasanya muncul dari koleoptil

atau paling sedikit berukuran kira-kira seperdua panjang koleoptil atau koleoptil

mungkin pecah (terbuka), sehingga daun pertama tumbuh normal atau hanya sedikit membuka Kamil (1982). Daya Berkecambah (DB) akhir dihitung

(48)

berdasarkan rumus yang terdapat dalam Copeland dan McDonald (2001) yaitu sebagai berikut :

benih yang berkecambah normal

X 100% benih yang dikecambahkan

6. Kandungan ABA

Pengujian kandungan ABA dilakukan dengan menggunakan empat tingkat kemasakan 28HSA, 35HAS, 49HSA , 56 HAS.

Variabel Yang Diamati Pada Penelitian Kedua

1. Lemak

Pengujian kadar lemak dilakukan pada 1MSP dan 6MSP

Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan Tecator Soxter SystemHT 1043 dan Extraction unit Apriyantono dkk (1989) sebanyak 2-3 gram sampel yang dihaluskan (W0) dimasukkan kedalam timbel lalu ditimbang dan diatasnya

ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Kemudian timbel ditempatkan kedalam

thimbel holder dalam Extraction unit. Tambahkan 50 ml larutan alkohol dan chloroform dengan perbandingan 2 : 1 kedalam tiap cawan ektraksi yang telah ditimbang sebelumnya (W1).

Ekstraksi berlangsung selama 15 menit dengan timbel dalam posisi mendidih dan dalam posisi rinsing selama 30 menit. Setelah pelarut diuapkan, cawan ektraksi dikeluarkan untuk dikeringkan pada suhu 105 0C selama 30 menit. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Bagian

(49)

yang terlarut dinyatakan sebagai kandungan lemak dalam sampel (crude fat) dihitung sebagai berikut :

(W2 – W1)

Lemak = X 100 W1

2. Daya Berkecambah

Pengujian daya berkecambah dilakukan pada saat 0 MSP, 2 MSP, 4 MSP, 6 MSP, 8 MSP, 10 MSP, (sampai Patah Dormansinya), dengan berbagai perlakuan. Daya berkecambah diukur berdasarkan persentase kecambah nomal pada hari ke – 7 setelah benih dikecambahkan. Kriteria kecambah normal berdasarkan pada kriteria kecambah normal benih padi yaitu; pada akar dimana akar primer tumbuh panjang, disertai dengan banyak akar sekunder, pada

plumule dimana pertumbuhan daun pertama baik, biasanya muncul dari koleoptil

atau paling sedikit berukuran kira-kira seperdua panjang koleoptil atau koleoptil

mungkin pecah (terbuka), sehingga daun pertama tumbuh normal atau hanya sedikit membuka Kamil (1982). Daya Berkecambah (DB) akhir dihitung berdasarkan rumus yang terdapat dalam dalam Copeland dan Mc. Donald (2001) yaitu sebagai berikut :

benih yang berkecambah normal

DB = X 100% benih yang dikecambahkan

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Tahap Pertama

Kajian perkembangan fisiologi biji padi serta kandungan hormon ABA dan IAA selama perkembangan.

Berat Segar Biji (g)

Berat segar biji (g) diperoleh dari hasil penimbangan biji sebanyak 100 butir yaitu mulai dari umur 0 HSA sampai 30 HSA

Data rataan berat segar biji pada tanaman padi varietas sunggal dan ariza terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Berat Segar Biji, Berat Kering Biji, Kadar Air Biji, Kekerasan Biji, Daya Kecambah mulai dari 0 HSA (Awal Antesis) sampai 30 HSA (Panen)

(51)

0

varietas ariza menurun menjadi 1.01, pada umur 21 HSA mulai menaik sebesar 3.45 sesuai dengan keadaan lingkungan.

Agar lebih jelas pertambahan berat segar biji (g) pada varietas sunggal dan varietas ariza mulai dari 0 HSA sampai 30 HSA dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pertambahan Berat Basah Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan Varietas Ariza mulai dari 0-30 HSA

(52)

Donna Sinambela : Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Sunggal Serta Pemecahannya, 2008

2.5 Berat Kering Biji (g)

Berat kering biji (g) diperoleh dari hasil penimbangan berat segar biji (g)

kemudian dilanjutkan pengovenan untuk menimbang berat kering biji (g). Data rataan berat kering biji pada tanaman padi varietas sunggal dan ariza dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa pada umur 27 HSA, berat kering biji (g) untuk varietas sunggal dan ariza telah mencapai titik maksimum yang berarti biji telah mencapai fase matang fisiologis.

(53)

Donna Sinambela : Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Gambar 2. Perubahan Berat Kering Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan

Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Kadar Air Biji (%)

Data hasil pengamatan kadar air biji dapat dilihat pada tabel 1. Kadar air biji diukur setelah kering ovenkan yang diukur dengan metode yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui rataan kadar air biji dapat dilihat pada Tabel 1.

Kadar air biji yang terendah diperoleh pada pengamatan umur 30 HSA yaitu untuk varietas sunggal 20% dan varietas ariza 20.88%, sedangkan kadar air yang tertinggi diperoleh pada pengamatan umur 7 HSA sebesar 88.51 % untuk varietas sunggal dan 86.40% untuk varietas ariza.

(54)

Donna Sinambela : Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Sunggal Serta Pemecahannya, 2008

0

Berat Segar Var. Ariza (gr) Berat Kering Var. Ariza (gr)

Kadar Air Var. Ariza (%) Daya Kecambah (%)

0

Gambar 3. Perubahan Kadar Air Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan Varietas Ariza dari 0-30 HSA

(55)

200 Gambar 5. Grafik Perubahan Berat Segar, Berat Kering, Kadar Air, Daya

Berkecanbah Pada Tanaman Padi Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Kekerasan Biji (kg/cm2)

Kekerasan biji (kg/cm2) diperoleh dengan alat zwick. Data rataan kekerasan biji pada tanaman padi varietas sunggal dan ariza dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa pada pengamatan umur 0 HSA diperoleh kekerasan biji 9.50 kg/cm2 untuk varietas sunggal dan 10.50 kg/cm2 untuk varietas

m

ariza. Pengamatan selanjutnya sampai umur 30 HSA diperoleh kekerasan biji 1000.75 kg/cm2 untuk varietas sunggal dan 1163.25 untuk varietas ariza. Hal ini disebabkan karena tingkat kematangan biji, dimana dengan semakin matangnya biji

aka komponen – komponen biji semakin padat dan kompak dan kekompakan komponen biji tersebut mencerminkan kekerasan biji.

(56)

Gambar 6. Perubahan Kekerasan Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Perkembangan benih padi dalam penelitian ini menunjukkan pola yang normal dan sesuai dengan pola perkembangan benih secara umum, yaitu terdiri dari 3 fase. (Copeland dan Mc. Donald, 2001). Fase I., fase pembelahan sel (terjadi pertambahan berat segar), fase II, akumulasi cadangan makanan atau fase menghimpun cadangan makanan (terjadi pertambahan berat kering, penurunan kadar air), fase III, fase pemasakan (terjadi penambahan kekerasan benih).

Daya Kecambah (%)

Daya berkecambah diukur berdasarkan persentase kecambah nomal pada hari ke – 7 setelah benih dikecambahkan. Data rataan daya kecambah biji padi varietas sunggal dan ariza terdapat pada Tabel 1.

(57)

0

Gambar 7. Perubahan Daya Berkecambah Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal Agar lebih jelas pertambahan daya berkecambah (%) pada varietas sunggal dan varietas ariza mulai dari 0 HSA sampai 30 HSA dapat dilihat pada Gambar 6.

dan Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Ciri-Ciri Perkembangan Bunga dan Biji

(58)

pada penelitian ini maka dapat dibagi tiga fase (Ismunadji, dkk, 1988, Sadjad 1988, Santoso, dkk, 1990, Copeland dan Mc. Donald, 2001).

Fase pertumbuhan terjadi dari stadium 2 hingga stadium 3, fase menghimpun cadangan makanan terjadi dari stadium 4 hingga stadium 6, dan fase pemasakan terjadi dari stadium 7 hingga stadium 10. Penelitian ini menunjukkan bahwa stadium masak fisiologi dicapai pada stadium 8 umur 27 HSA. Ciri-ciri masak fisiologis biji untuk varietas sunggal adalah sebagai berikut : kulit biji berwarna kuning, berat segar ram, kulit biji semakin air biji 22.22% dan untuk varietas ariza r biji yaitu 3.38 gram, berat kering

ngeras, daya berkecambah 11%,

Paleal apiculus biji yaitu 3.47 gram, berat kering biji tertinggi yaitu 2.70 g

mengeras, daya berkecambah 5%, kadar

adalah kulit biji berwarna kuning emas, berat sega biji tertinggi yaitu 2.60 gram kulit biji semakin me kadar air biji 23.08%.

Awn

(59)

Rachilla

Liemma steril

Glumerudimentary

Penicel

Gambar 8. Bagian – bagian Bunga padi (Suyamto, 2006)

Tabel 2. Perkembangan bunga padi varietas Sunggal

Stadia perkembangan bunga (HSA) Ciri-ciri

Stadium 1 Bunga masih kuncup, perikarp berwarna hijau muda

(60)

Tabel 3. Perkembangan biji padi varietas sunggal

CIRI - CIRI Perkembangan

Biji (HSA) Morfologi Fisiologi

Stadium 3 (7) Kulit biji berwarna hijau. Berat segar biji 7.61 gram. Berat kering biji 0.88 gram

Daya berkecambah 0 %. Kadar air biji 88.51 %

Stadium 4 (14) Kulit Biji berwarna hijau gelap. Berat segar biji 4.09gram. Berat kering biji 1.60 gram

Daya berkecambah 0 %. Kadar air biji 60.96 %

Stadium 5 (21) Kulit biji berwarna hijau kekuningan. Berat segar biji

Daya berkecambah 1 %. Kadar air biji 38.379% 4.00 gram. Berat kering biji

(61)

Stadium 6 (23) Kulit biji berwarna hijau kekuningan. Berat segar biji 3.56 gram. Berat kering biji 2.65 gram

Daya berkecambah 1 %. Kadar air biji 25.50 %

Stadium 7 (25) Kulit biji berwarna kuning agak keputihan (kuning muda). Berat segar biji 3.38 gram. Berat kering biji 2.60 gram

Daya berkecambah 1 %. Kadar air biji 23.05 %

Stadium 8 (27) Kulit biji berwarna kuning. Daya berkecambah 5 %.

Berat segar biji 3.47 gram. Berat kering biji 2.70 gram

Kadar air biji 22.22 %

Stadium 9 (28) Kulit biji berwarna kuning kusam. Berat segar biji 2.94 gram. Berat kering biji 2.30 gram

(62)

Stadium10 30) Kulit biji berwarna kuning kusam. Berat segar biji 3.13 gram. Berat kering biji 2.50 gram

Daya berkecambah 5 %. Kadar air biji 20.0 %

Tabel 4. Perkembangan bunga padi varietas ariza.

Stadia perkembangan bunga (HSA) Ciri-ciri

Stadium 1 Bunga masih kuncup, perikarp berwarna hijau muda keputihan

(63)

Tabel 5. Perkembangan biji padi varietas ariza

CIRI - CIRI Perkembangan

benih (HSA) Morfologi Fisiologi

Stadium 3 (7) Kulit biji berwarna hijau terang.

Berat segar biji 5.42 gram. Berat

Daya berkecambah 0 %. Kadar air biji 86.40 % kering biji 0.74 gram

Stadium 4 (14) Kulit biji berwarna hijau. Berat

segar biji 1.01 gram. Berat kering biji 1.40 gram

Daya berkecambah 3 %. Kadar air biji 61.43 %

Stadium

gram

ah 10 %.

5 (21) Kulit biji berwarna hijau

kekuningan. Berat segar biji 3.45 gram. Berat kering biji 2.28

(64)

Stadium 6 (23) Kulit biji berwarna hijau kekuningan. Berat segar biji 3.39 gram. Berat kering biji 2.40 gram

Daya berkecambah 10 %. Kadar air biji 29.17 %

Stadium 7 (25) Kulit biji berwarna kuning.

Berat segar biji 3.34 gram. Berat kering biji 2.55 gram

Daya berkecambah 10 %. Kadar air biji 23.54 %

Stadium 8 (27) Kulit biji berwarna kuning emas.

Berat segar biji 3.38 gram. Berat kering biji 2.60 gram

Daya berkecambah 11 %. Kadar air biji 23.08 %

Stadium 9 (28) Perikarp berwarna kuning emas.

Berat basah benih 3.17 gram. Berat kering benih 2.50 gram

(65)

Stadia 10 (30) Perikarp berwarna kuning kusam. Berat basah benih 3.15 gram. Berat kering benih 2.49 gram

Daya berkecambah 15 %. Kadar air benih 20.88 %

Proses pembungaan mencakup beberapa proses yaitu terbukanya sekam kelopak, penaburan serbuk sari oleh kepala sari, penutupan sekam kelopak. Proses pembungaan terjadi pada pagi hari atau menjelang siang hari. Antesis telah mulai bila benang sari bunga paling ujung pada tiap cabang telah tampak keluar. Antesis terdiri dari beberapa peristiwa antara membukanya dan menutupnya bunga. Tiap bunga memiliki 6 benang sari yang menopang kepala sari yang berisi tepung sari yang berwarna kuning. Bagian – bagian bunga padi terdiri atas pedicel (tangkai padi), lemma mandul, rakhilla, ovary, urat sekam, lemma, putik, palea, awn (ekor gabah) dan benang sari. Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdapat pada cabang primer dan sekunder. Tiap unit bunga padi terdiri dari satu bunga sehingga padi termasuk bunga

(66)

Bakal biji (ovary), dapat menjadi biji setelah mengalami pembuahan. Penyerbukan pada padi adalah penyerbukan sendiri tidak dibantu oleh serangga, umumnya ditunjukkan oleh warna bunga yang kuning.

Setelah terjadi pembuahan atau peleburan diri antara inti sperma dengan inti sel telur, menghasilkan sebuah zygot atau embrio yang kelak akan menjadi tanaman baru maka zygot itu akan beristirahat dulu beberapa waktu. Peristiwa kedua adalah penggabungan diri antara inti sperma yang lain, dengan dua inti polar, dapat menyebabkan terjadinya endosperma yang mengandung zat makanan. Setelah endosperma terbentuk, maka inti endosperm akan membelah diri berulang kali dengan cepat, kadang-kadang dapat mendesak nucellus sedemikian kuatnya sehingga nucellus akhirnya hanya tinggal sebagai selaput yang tipis di dalam biji.

Pertumbuhan embryo di dalam biji pada permulaan berjalan lamban. Setelah embrio itu menyerap zat makanan yang tertimbun di dalam endosperm maka tumbuhnya akan lebih cepat.

(67)

terlalu basah, tanahnya kurang mengandung unsur hara, ada serangan hama dan penyakit, pengaruh jumlah buah dan pengaruh jumlah biji.

Daei Tabel 1 terbukti bahwa pada stadium 8 pada padi varietas sunggal dan ariza, terdapat perkembangan yang sangat pesat pada berat kering benih dan daya berkecambah benih, yaitu hampir dua kali lipat dibandingkan dengan stadium 4. Pada stadium ini warna perikarp sudah kuning kulit biji sudah sangat keras, biji sudah bisa lepas dengan baik dari tangkai gabahnya.

Stadium 2 hingga stadium 3 diduga sebagai fase perkembangan embrio, hal ini ditandai dengan kekerasan benih. Kadar air biji yang sedang mengalami proses fertilisasi kira-kira 80%, beberapa hari kemudian kadar air akan meningkat sampai kira-kira 85%, hal ini sesuai dengan pendapat Sadjad (1980) bahwa pada fase pertumbuhan benih lajunya mengikuti laju pembentukan jaringan kadar air benih tetap tinggi sebesar 75-80% khususnya untuk padi masih sekitar 80-85%

(68)

Umur panen yang tepat bagi suatu benih sehingga benih yang dihasilkan bermutu tinggi adalah pada saat masak fisiologis. Saat masak fisiologis menurut Sadjad (1980) mutu benih baik secara fisik, genetik, dan fisiologi mencapai nilai yang tertinggi. Pada penelitian ini fase masak fisiologis dicapai pada stadium 8 pada 27 hari setelah antesis. Ditambahkan oleh Sadjad (1980), bahwa proses kemasakan benih yang terjadi adalah sejak fertilisasi. Proses kemasakan benih ini ditunjukkan dengan adanya perubahan morfologi, fisiologi maupun biokimia benih. Umur panen juga mempengaruhi terhadap penurunan kadar air benih, sehingga mempengaruhi viabilitas benih. Pemanenan yang dilakukan oleh petani selama ini adalah dengan melihat ciri morfologi saja tanpa diuji secara fisiologinya.

Stadium masak fisiologis benih, tidak hanya dilihat secara morfologi saja tetapi harus terbukti pula secara fisiologinya, diantaranya berat kering benih bisa meningkat. Dalam penelitian ini terjadi peningkatan sebesar 1.83 gram atau 210 % untuk varietas sunggal dan 1.86 gram atau 251 % untuk varietas ariza.

Memasuki stadium 9 (28 HSA), terlihat adanya perubahan fisik benih yaitu warna biji/gabah berubah menjadi kuning emas, sedangkan perubahan fisiologi ditandai dengan penurunan kadar air, berat kering. Ciri-ciri tersebut diatas diduga bahwa mulai stadia 10 (30 HSA) benih sudah memasuki fase setelah pematangan benih. Hal inidi tunjukkan dengan berat kering turun, kadar air turun..

(69)

Donna Sinambela : Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Sunggal Serta Pemecahannya, 2008

USU Repository © 2008

y = 16.278 + 1.0047x -0.008x2

dan klorofil menghilang, warna berubah dalam kisaran kuning coklat hitam pada buah macadamia, atau sesuai dengan spesiesnya.

Kandungan Hormon ABA dan IAA (ppm)

Pada Tabel 6. menunjukkan kandungan ABA dan IAA varietas Sunggal dan Ariza pada 28 HSA, 35 HSA, 49 HSA, 56 HSA dan 77 HSA.

e

Tabel 6. Kandungan hormon ABA dan IAA (ppm) pada biji padi varietas Sunggal dan Arize mulai dari 28 HSA sampai 77 HSA

Sunggal Ariz

Perkembangan kandungan hormon ABA dan IAA dari 28 HSA sampai 77 HSA pada biji padi varietas Sunggal terdapat pada Gambar 9.

(70)

y = 16.203 + 1.115x -0.0086x2

Gambar 10. Kurva Perubahan Kandungan Hormon ABA dan IAA pada biji padi Varietas Ariza pada 28 sampai 77 HSA

^

^

Gambar 9. Kurva Perubahan Kandungan Hormon ABA dan IAA pada biji Padi Varietas Sunggal pada 28 sampai 77 HSA

Perkembangan kandungan hormon ABA dan IAA pada biji padi varietas Ariza terdapat pada Gambar 10.

(71)

Pada Gambar 9 dan Gambar 10 terlihat bahwa, kandungan hormon ABA dalam biji semakin meningkat, dengan meningkatnya kemasakan biji. Sebaliknya kandungan hormon IAA selama perkembangan biji menurun, sejalan meningkat kemasakan biji. Hal ini menunjukkan bahwa, ABA merupakan penyebab dormansi, karena menurut (Gardner, dkk, 1991), bahan perangsang pertumbuhan sering menurun selama pembentukan biji, sedangkan penghambat pertumbuhan seperti ABA meningkat. Akibatnya terjadi dormansi pada saat biji masak, karena adanya ketidak-seimbangan hormon. Pada benih padi, dormansi telah terjadi sejak benih masih berada pada tanaman induknya, setelah embrio berkembang penuh, sehingga disebut innate dormancy atau dormansi primer. Dormansi yang demikian dapat berperan dalam mencegah benih berkecambah pada malainya sebelum dipanen atau viviparous yang merugikan produsen benih (Ellis dkk, 1985).

(72)

mempengaruhi proses fisiologis seperti mendorong pembesaran sel pada batang, akar dan daun.

Hasil Penelitian Tahap Kedua

Pemecahan Dormansi

Persentase Benih Berkecambah

Data rataan persentase benih berkecambah dari 0 – 8 minggu setelah panen disajikan pada Lampiran 1, 3, 5, 7, 9,11, 13 sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 2, 4, 6, 8, 10, 12.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan pemecahan dormansi serta interaksi kedua faktor perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap persentase benih berkecambah.

Rataan persentase perkecambahan biji padi dari umur 0 – 8 minggu setelah panen terdapat pada Tabel 6.

(73)

untuk padi varietas sunggal pada perlakuan V1P2, V1P5, dan V1P6 sedangkan untuk

padi varietas ariza persentase benih perkecambahan tertinggi pada perlakuan V2P2,

V2P4, V2P5 dan V2P6.

Pada 2 minggu setelah panen interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata. Persentase benih perkecambahan tertinggi untuk padi varietas sunggal pada perlakuan V1P1, V1P2 , V1P5 , V1P6 sedangkan untuk

padi varietas ariza persentase benih perkecambahan tertinggi pada perlakuan V2P1,

V2P2, V2P3, V2P4, V2P5 , V2P6 .

Gambar

Tabel 1. Rataan Berat Segar Biji, Berat Kering Biji, Kadar Air Biji, Kekerasan Biji, Daya Kecambah mulai dari 0 HSA (Awal Antesis) sampai 30 HSA (Panen)
Gambar 1. Pertambahan Berat Basah Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan Varietas Ariza  mulai dari 0-30 HSA
Tabel 1.
Gambar 2. Perubahan Berat Kering Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan Varietas Ariza  dari 0-30 HSA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diduga cekaman kekeringan pada berbagai tingkat kadar lengas tanah akan memberikan tanggap yang berbeda-beda dari masing-masing varietas padi gogo terhadap

Penggunaan Radiasi Sinar Gamma untuk Perbaikan Daya Hasil dan Umur Padi (Oriza sativa L.)Varietas Ciherang dan Cempo Ireng. Dibimbing

Adapun judul dari Skripsi ini adalah “ Pengaruh Aplikasi Biochar Sekam Padi dan Kulit Biji Kopi Terhadap Hara P dan Zn serta Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) di

Kementrian Pertanian telah melepas lebih dari 233 varietas unggul yang terdiri atas 144 varietas unggul padi sawah inbrida, 35 varietas unggul padi hibrida, 30 varietas unggul

Aplikasi Konsentrasi Asap Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Berbagai Varietas Padi (Oryza sativa L.).. Rasy,

Di antara sesama varietas padi sawah pada klaster pertama terdapat dua varietas dengan jarak genetik terjauh yaitu antara varietas Rathu Heenati dengan

Skripsi dengan Judul “Evaluasi Pertumbuhan dan Hasil Persilangan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Varietas Situ Patenggang dengan Varietas Inpara 8” oleh Nilam Dyah

Hasil perhitungan katagori ketahanan menunjukkan bahwa dari lima galur dan tujuh varietas padi terdapat satu varietas yang mempunyai kriteria ketahanan katagori Tahan (R)