• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Karbon Aktif Dalam Menurunkan Kadar Bilangan Peroksida Dan Penjernihan Warna Pada Minyak Goreng Bekas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Karbon Aktif Dalam Menurunkan Kadar Bilangan Peroksida Dan Penjernihan Warna Pada Minyak Goreng Bekas"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

EFEKTIFITAS KARBON AKTIF DALAM MENURUNKAN KADAR BILANGAN PEROKSIDA DAN PENJERNIHAN WARNA

PADA MINYAK GORENG BEKAS

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

WINDY UTARI NIM. 091000158

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : EFEKTIFITAS KARBON AKTIF DALAM

MENURUNKAN KADAR BILANGAN PEROKSIDA

DAN PENJERNIHAN WARNA PADA MINYAK

GORENG BEKAS Nama Mahasiswa : Windy Utari

No Induk Mahasiswa : 091000158

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Kesehatan Lingkungan Tanggal Lulus : 17 Oktober 2013

Disahkan oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH (dr. Surya Dharma,MPH) NIP. 1949 1119 198701 1001 NIP. 1958 0404 198702 1001

Medan, Oktober 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Dekan

(4)

ABSTRAK

Kebutuhan akan minyak goreng saat ini semakin meningkat. Mengingat harga minyak goreng yang tergolong mahal dan keterdesakan ekonomi, masyarakat sering mengkonsumsi minyak goreng bekas terus-menerus yang mengandung kadar bilangan peroksida yang tinggi. Karbon aktif merupakan adsorben yang digunakan untuk mengolah minyak goreng bekas tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas karbon aktif dalam menurunkan kadar bilangan peroksida dan penjernihan warna pada minyak goreng bekas.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasy Experiment dengan rancangan penelitian Pre and Post Test Design. Minyak goreng bekas yang tidak diberi perlakuan (tanpa penambahan karbon aktif) dan yang diberi perlakuan dengan menambahkan 1 gr, 2 gr, dan 3 gr karbon aktif pada setiap 100 gr minyak goreng bekas. Masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.

Hasil penelitian menunjukkan kadar bilangan peroksida pada minyak goreng bekas tanpa penambahan karbon aktif yaitu 12,0 meq/kg dengan warna kuning kecoklatan. Kadar bilangan peroksida pada penambahan masing-masing 1 gr, 2 gr, dan 3 gr karbon aktif yaitu 5,4 meq/kg, 1,1 meq/kg, dan 1,2 meq/kg dengan warna kuning keemasan dan jernih, sedangkan menurut Departemen Perindustrian SNI 3741-1995, kadar bilangan peroksida yang diperbolehkan yaitu 2 meq/kg dengan warna muda jernih. Berdasarkan hasil uji Anova One-Way menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara perlakuan berbagai kadar karbon aktif dalam menurunkan kadar bilangan peroksida minyak goreng bekas. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa 2 gr karbon aktif paling efektif menurunkan kadar bilangan peroksida.

Disarankan kepada masyarakat khususnya pedagang gorengan atau bahan makanan lain yang diolah menggunakan minyak goreng sebagai perantara, untuk menggunakan karbon aktif dengan kadar 2 gr dalam mengolah minyak goreng bekas untuk setiap 100 gr minyak goreng bekas.

(5)

ABSTRACT

The need of cooking oil is increase. Because of the price of cooking oil is relative expensive and the urgency of economic, unwittingly, people often consume the used cooking oil that contains high levels of peroxide continuously. Activated carbon is an adsorbent that is used to process the used cooking oil.

The purpose of this research is to determine effectiveness of activated carbon in decreasing peroxide levels in the used cooking oil.

The type of research is Quasy Experiment with Pre and Post Test Design. The used cooking oil as control was not given the activated carbon and the other mixed 1 gr, 2 gr and 3 gr of the activated carbon into every 100 grams used cooking oil. Each done three times.

The result of research showed that peroxide levels of the used cooking oil without being mixed the activated carbon is 12,0 meq/kg with the yellow brown color. Peroxide levels of each activated carbon 1 gr, 2 gr, and 3 gr were 5,4 meq/kg, 1,1 meq/kg, and 1,2 meq/kg with the yellow golden color, while according to Departemen Perindustrian SNI 3741-1995, the peroxide levels that permitted is 2 meq/kg. Based of Anova One-Way, the result showed there were significant differences between various treatment of the activated carbon to decrease peroxide levels in the used cooking oil. BNT test result showed that 2 gr activated carbon is the most effective to decrease peroxide levels in the used cooking oil.

Suggested to the people especially to fried merchant or for another food that is processed using cooking oil as an intermediary, to use 2 gr activated carbon to every 100 grams the used cooking oil.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : WINDY UTARI

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 17 Agustus 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 2 dari 4 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jalan Nusa Indah VII No. 96, Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1996-1997 : TK Yayasan Perguruan Markus

Medan

2. Tahun 1997-2003 : SD Yayasan Perguruan Markus

Medan

3. Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 18 Medan

4. Tahun 2006-2009 : SMA Negeri 12 Medan

5. Tahun 2009-2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektifitas

Karbon Aktif Dalam Menurunkan Kadar Bilangan Peroksida dan Penjernihan Warna Pada Minyak Goreng Bekas”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Kesempurnaan hanya milik Tuhan. Dalam penulisan ini, saya menyadari

masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan mengingat

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan

dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu

dalam kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM

USU.

3. Bapak Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH, selaku Dosen Pembimbing I, yang dalam

penulisan skripsi ini telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, arahan

serta masukan kepada Penulis.

4. Bapak dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing II, yang juga dalam

penulisan skripsi ini telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, arahan

(8)

5. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, MKes dan Prof. Dr. Dra. Irna Marsaulina, MS selaku

Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada Penulis.

6. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Penasehat Akademik.

7. Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku Kepala Laboratorium Kimia Analitik

FMIPA Universitas Sumatera Utara.

8. Sri Pratiwi, Msi selaku Laboran Kimia Analitik FMIPA USU, yang telah

membimbing selama proses penelitian berlangsung.

9. Seluruh Dosen dan staf di FKM USU, khususnya Departemen Kesehatan

Lingkungan yang telah berjerih lelah memberikan dukungan dalam banyak hal

dan pengetahuan kepada Penulis, juga kepada Kak Dian yang selalu setia

mengurus administrasi.

10. Teristimewa untuk orangtua tercinta, Papa (R.L.Tobing, S.E) dan Mama

(D.Sitompul) untuk doa, kasih sayang, dukungan, semangat yang diberikan

kepada Penulis.

11. Buat Kakak (Tetty Vera Wahyuni, S.Si) dan adik-adik tersayang (Krisna dan

Gieni) yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat.

12. Buat Shining Kleros yang terkasih (Kak Margaret, Sailent, Putri, Bian, Vebri,

Novtalin) untuk doa, motivasi, pengertian, semangat, dan waktu kebersamaan

kita, terkhusus untuk sahabatku Putri dan Sailent yang telah meluangkan

waktunya selama proses penelitian berlangsung.

13. Teman-teman, kakak-kakak dan adik-adik di FKM USU, terkhusus stambuk ’09,

Departemen Kesehatan Lingkungan, yang selalu memberi semangat kepada

(9)

14. Teman-teman PP GKPI Resort Helvetia Medan, untuk doa, kebersamaaan dan

semangat yang senantiasa diberikan kepada Penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat

Penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, semangat, dukungan

dan bantuan.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi

ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, Oktober 2013

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

2.6. Parameter Kualitas Minyak Goreng ... 14

2.7. Komposisi Minyak ... 18

2.8. Minyak Goreng Bekas ... 18

2.9. Bahaya Minyak Goreng Bekas ... 20

2.10. Karbon Aktif ... 21

2.11. Adsorpsi Bilangan Peroksida dan Zat Warna oleh Karbon Aktif ... 24

2.12. Kerangka Konsep ... 26

2.13. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

3.2. Lokasi Penelitian ... 27

3.3. Waktu Penelitian ... 27

3.4. Sampel Penelitian ... 27

(11)

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 28

3.7. Penentuan Bilangan Peroksida ... 28

3.8. Defenisi Operasional ... 30

3.9. Teknik Analisa Data ... 31

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 35

4.1. Hasil Penelitian ... 35

4.2. Analisa Statistik Pengaruh Penambahan Karbon Aktif terhadap Kadar Bilangan Peroksida Minyak Goreng Bekas ... 37

BAB V. PEMBAHASAN ... 39

5.1. Kualitas Minyak Goreng Bekas Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Kadar Bilangan Peroksida dan Pengamatan Warna ... 39

5.2. Pengaruh Pemberian Berbagai Kadar Karbon Aktif terhadap Kadar Bilangan Peroksida Minyak Goreng Bekas ... 40

5.3. Pengaruh Pemberian Berbagai Kadar Karbon Aktif terhadap Penjernihan Warna Minyak Goreng Bekas ... 42

5.4. Kadar Karbon Aktif yang Paling Efektif untuk Menurunkan Kadar Bilangan Peroksida Minyak Goreng Bekas ... 42

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

6.1. Kesimpulan ... 44

6.2. Saran... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.7. Standar Mutu Minyak Goreng di Indonesia Menurut Departemen

Perindustrian SNI 3741-1995 ... 18 Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida Sebelum Penambahan

Karbon Aktif ... 35 Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida Setelah Penambahan

Karbon Aktif ... 36 Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida Setelah Penambahan

Karbon Aktif ... 37 Tabel 4.4. Hasil Uji Kesamaan Varians Kadar Bilangan Peroksida ... 38 Tabel 4.5. Hasil Uji Anova One-Way Kadar Bilangan Peroksida ... 38 Tabel 4.6. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Kadar Bilangan Peroksida pada

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 2 : Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian

Lampiran 3 : Standar Mutu Minyak Goreng di Indonesia Menurut Departemen Perindustrian SNI 3741-1995

Lampiran 4 : Hasil Analisa Statistik

a. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (Normalitas) Kadar Bilangan Peroksida Setelah Penambahan Berbagai Kadar Karbon Aktif b. Hasil Uji Kesamaan Varians (Levene) Kadar Bilangan Peroksida c. Hasil Uji Anova One-Way Kadar Bilangan Peroksida

d. Perhitungan Nilai Koefisien Keragaman (KK) Kadar Bilangan Peroksida

e. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) atau LSD Kadar Bilangan Peroksida pada Berbagai Kadar Karbon Aktif

Lampiran 5 : Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida Sebelum dan Setelah Penambahan Berbagai Kadar Karbon Aktif

Lampiran 6 : Cara Perhitungan Kadar Bilangan Peroksida

(14)

ABSTRAK

Kebutuhan akan minyak goreng saat ini semakin meningkat. Mengingat harga minyak goreng yang tergolong mahal dan keterdesakan ekonomi, masyarakat sering mengkonsumsi minyak goreng bekas terus-menerus yang mengandung kadar bilangan peroksida yang tinggi. Karbon aktif merupakan adsorben yang digunakan untuk mengolah minyak goreng bekas tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas karbon aktif dalam menurunkan kadar bilangan peroksida dan penjernihan warna pada minyak goreng bekas.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasy Experiment dengan rancangan penelitian Pre and Post Test Design. Minyak goreng bekas yang tidak diberi perlakuan (tanpa penambahan karbon aktif) dan yang diberi perlakuan dengan menambahkan 1 gr, 2 gr, dan 3 gr karbon aktif pada setiap 100 gr minyak goreng bekas. Masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan.

Hasil penelitian menunjukkan kadar bilangan peroksida pada minyak goreng bekas tanpa penambahan karbon aktif yaitu 12,0 meq/kg dengan warna kuning kecoklatan. Kadar bilangan peroksida pada penambahan masing-masing 1 gr, 2 gr, dan 3 gr karbon aktif yaitu 5,4 meq/kg, 1,1 meq/kg, dan 1,2 meq/kg dengan warna kuning keemasan dan jernih, sedangkan menurut Departemen Perindustrian SNI 3741-1995, kadar bilangan peroksida yang diperbolehkan yaitu 2 meq/kg dengan warna muda jernih. Berdasarkan hasil uji Anova One-Way menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara perlakuan berbagai kadar karbon aktif dalam menurunkan kadar bilangan peroksida minyak goreng bekas. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa 2 gr karbon aktif paling efektif menurunkan kadar bilangan peroksida.

Disarankan kepada masyarakat khususnya pedagang gorengan atau bahan makanan lain yang diolah menggunakan minyak goreng sebagai perantara, untuk menggunakan karbon aktif dengan kadar 2 gr dalam mengolah minyak goreng bekas untuk setiap 100 gr minyak goreng bekas.

(15)

ABSTRACT

The need of cooking oil is increase. Because of the price of cooking oil is relative expensive and the urgency of economic, unwittingly, people often consume the used cooking oil that contains high levels of peroxide continuously. Activated carbon is an adsorbent that is used to process the used cooking oil.

The purpose of this research is to determine effectiveness of activated carbon in decreasing peroxide levels in the used cooking oil.

The type of research is Quasy Experiment with Pre and Post Test Design. The used cooking oil as control was not given the activated carbon and the other mixed 1 gr, 2 gr and 3 gr of the activated carbon into every 100 grams used cooking oil. Each done three times.

The result of research showed that peroxide levels of the used cooking oil without being mixed the activated carbon is 12,0 meq/kg with the yellow brown color. Peroxide levels of each activated carbon 1 gr, 2 gr, and 3 gr were 5,4 meq/kg, 1,1 meq/kg, and 1,2 meq/kg with the yellow golden color, while according to Departemen Perindustrian SNI 3741-1995, the peroxide levels that permitted is 2 meq/kg. Based of Anova One-Way, the result showed there were significant differences between various treatment of the activated carbon to decrease peroxide levels in the used cooking oil. BNT test result showed that 2 gr activated carbon is the most effective to decrease peroxide levels in the used cooking oil.

Suggested to the people especially to fried merchant or for another food that is processed using cooking oil as an intermediary, to use 2 gr activated carbon to every 100 grams the used cooking oil.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,

berwujud cair pada suhu kamar (25˚C) dan lebih banyak mengandung asam lemak

tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak dapat bersumber dari

tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga

matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin,

minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat

digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan

bahan pokok yang dikomsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Konsumsi minyak

goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan, penambah

citra rasa, atau pun shortening yang membentuk struktur pada pembuatan roti

(Wijana,dkk 2005).

Saat ini kebutuhan minyak goreng semakin meningkat. Setelah digunakan

minyak goreng tersebut akan mengalami perubahan sifat dan bila ditinjau dari

komposisi kimianya minyak goreng bekas pakai mengandung senyawa-senyawa yang

bersifat karsinogenik yang terjadi selama proses penggorengan. Penggunaan minyak

goreng sebagai bahan dasar penghantar panas untuk membantu memasak makanan itu

mengubah kandungan dalam minyak goreng. Pemanasan minyak goreng, terlebih

(17)

vitamin-vitamin yang ada pada minyak tersebut dan terbentuk asam lemak yang

justru tidak menyehatkan.

Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu

dan nilai dari minyak dan bahan yang digoreng. Pada minyak yang rusak terjadi

proses oksidasi, polimerisasi, dan hidrolisis. Proses tersebut menghasilkan peroksida

yang bersifat toksik dan asam lemak bebas yang sukar dicerna oleh tubuh.

Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam

lemak bebas. Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam

1000 gram lemak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan

derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat

oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat

ditentukan dengan metode iodometri. (Ketaren,1986).

Penggunaan minyak goreng berulang kali juga dapat menyebabkan perubahan

warna pada minyak goreng tersebut. Warna minyak goreng dapat ditentukan dengan

menggunakan Lovibond tintometer atau spektrofotometer. Penentuan dengan

menggunakan Lovibond bersifat subjektif, sedangkan penentuan warna menggunakan

spektrofotometer lebih bersifat objektif. Penentuan warna dengan menggunakan

spektrofotometer dengan minyak segar sebagai referensi (blanko). Kenaikan nilai

absorbansi minyak memperlihatkan warna minyak semakin gelap yang disebabkan

oleh adanya kenaikan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak.

Sehubungan dengan banyaknya minyak goreng bekas dari sisa industri

(18)

dan keterdesakan ekonomi maka perlu dilakukan upaya untuk memanfaatkan minyak

goreng tersebut agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan. Pemanfaatan minyak

goreng bekas ini dapat dilakukan dengan pemurnian agar dapat digunakan kembali.

Karbon atau sering juga disebut sebagai arang merupakan suatu padatan

berpori yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing

berikatan secara kovalen serta memiliki luas permukaan yang sangat besar, dihasilkan

dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi.

Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara

didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut

hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Karbon selain digunakan sebagai bahan

bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh

luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap

karbon tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan

pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, karbon akan mengalami

perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Karbon yang demikian disebut sebagai karbon

aktif.

Karbon aktif dapat bersumber dari bahan baku yang berasal dari hewan,

tumbuh- tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon dapat dibuat

menjadi karbon aktif, antara lain: tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung,

tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas,

serbuk gergaji, kayu keras dan batubara.

Permukaan karbon aktif bersifat non-polar sehingga lebih mudah melakukan

(19)

mutu minyak. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa- senyawa kimia

tertentu yang bersifat selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas

permukaan. Karbon aktif banyak digunakan oleh kalangan industri.

Salah satu upaya untuk memanfaatkan minyak goreng bekas agar tidak

terbuang dan dapat digunakan kembali serta tidak berbahaya bagi kesehatan

masyarakat adalah dengan menggunakan adsorben, yaitu karbon aktif, sehingga

penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Efektivitas Karbon Aktif

dalam Menurunkan Kadar Bilangan Peroksida dan Penjernihan Warna pada Minyak Goreng Bekas”.

1.2. Rumusan Masalah

Tingginya kadar bilangan peroksida pada minyak goreng bekas

mengakibatkan minyak goreng bekas tidak aman lagi untuk dipergunakan. Pemakaian

minyak goreng bekas berkali-kali juga dapat mengakibatkan perubahan warna pada

minyak goreng tersebut. Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi

makanan yang digoreng. Jika minyak goreng tersebut digunakan kembali untuk

menggoreng berbagai jenis makanan maka hal itu akan membahayakan kesehatan

masyarakat yang mengkonsumsinya. Karbon aktif banyak digunakan sebagai

adsorben pemurnian gas, pemurnian pulp, penjernihan air, pemurnian minyak, katalis,

dan sebagainya. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah seberapa besar penurunan

kadar bilangan peroksida dan penjernihan warna pada minyak goreng bekas dengan

(20)

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas karbon aktif dalam menurunkan kadar bilangan

peroksida dan penjernihan warna pada minyak goreng bekas.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar bilangan peroksida dan warna pada minyak goreng

bekas sebelum penambahan karbon aktif.

b. Untuk mengetahui kadar bilangan peroksida dan warna pada minyak

goreng bekas setelah penambahan karbon aktif masing-masing 1 gr, 2 gr,

dan 3 gr dengan waktu kontak 30 menit.

c. Untuk mengetahui seberapa besar persentase penurunan kadar bilangan

peroksida setelah ditambahkan karbon aktif masing-masing 1 gr, 2 gr, dan

3 gr dengan waktu kontak 30 menit.

d. Untuk mengetahui kadar karbon aktif yang paling efektif dalam

menurunkan kadar bilangan peroksida dan penjernihan warna pada minyak

goreng bekas sehingga sesuai dengan standar mutu Departemen

(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat untuk mendapatkan suatu

bahan alternatif yang murah, mudah dan sederhana untuk menurunkan

kadar bilangan peroksida dan penjernihan warna pada minyak goreng

bekas.

2. Bagi Peneliti : menambah wawasan peneliti dalam pengelolaan minyak

goreng bekas sekaligus sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.

3. Memberikan data informasi tentang kemampuan karbon aktif dalam

menurunkan bilangan peroksida dan penjernihan warna minyak goreng

bekas sehingga untuk selanjutnya minyak goreng tersebut dapat

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Minyak

Minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan

lipid netral. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,

berwujud cair pada suhu kamar (25˚C) dan lebih banyak mengandung asam lemak

tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Sedangkan lemak adalah gliserida

yang berbentuk padat pada suhu kamar (Wikipedia 2013).

2.2. Defenisi Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak pangan yang terdiri dari asam lemak dan

gliserol yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Asam lemak yang

terkandung dalam minyak goreng ada yang bersifat jenuh dan ada yang bersifat tidak

jenuh. Asam lemak tidak jenuh yaitu asam lemak yang mempunyai ikatan tidak jenuh

(rangkap) baik tunggal maupun ganda. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah rusak

apabila terkena panas. Asam lemak yang bersifat jenuh yaitu asam lemak dengan

rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau lemak yang

berasal dari hewan (Sjahmien,1992)

Di Indonesia minyak pangan yang banyak digunakan adalah minyak nabati.

Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng

yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati) dan minyak goreng yang berasal dari

hewan yang terkenal tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi) dan lard (minyak atau lemak berasal dari babi). Minyak goreng nabati contohnya minyak sawit, minyak

(23)

Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya

matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sediki gum, menghasilkan tekstur dan

rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang, serta

menghasilkan warna keemasan pada produk. ( Wijana,dkk 2005 dalam Fransiswa)

Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3-4 kali penggorengan. Jika

digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan,

ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk

asam lemak jenuh. Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak

tak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya.

Minyak goreng dikatakan berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi

terhadap panas. Selain itu, mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu

suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat

menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap makin baik mutu

minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar

gliserol bebas. Akibat penggorengan berkali-kali asam lemak yang terkandung dalam

minyak akan semakin jenuh dan membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi. Hal ini

akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi kesehatan

(24)

2.3. Klasifikasi Minyak

2.3.1. Berdasarkan sifat mengering, minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Minyak tidak mengering ( non drying oil)

- Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan

minyak kacang.

- Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape dan minyak biji mustard.

- Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi.

2. Minyak setengah mengering, misalnya minyak biji kapas dan minyak biji bunga

matahari.

3. Minyak mengering, misalnya minyak kacang kedelai dan minyak biji karet.

2.3.2. Berdasarkan sumbernya, minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Bersumber dari tanaman

a. Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,

kedelai, bunga matahari.

b. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit

c. Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, coklat, inti sawit, babassu,

cohune dan sejenisnya.

(25)

2.4. Fungsi Minyak

Dalam pengolahan makanan, minyak berfungsi sebagai :

a. Sebagai media penghantar panas sewaktu menggoreng makanan

b. Sebagai bahan untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa makanan

c. Sebagai penambah kandungan energi dalam makanan (Hambali,dkk 2007)

2.5. Sifat Fisik dan Sifat Kimia Minyak 2.5.1. Sifat Fisik Minyak

Warna

Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu :

1. Zat Warna Alamiah ( Natural Coloring Matter)

Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan

yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.

Zat warna tersebut antara lain terdiri dari dan karoten, xanthofil, klorofil, dan

anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning

kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang

bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak

jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi,

sehingga intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada

suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang.

(26)

2. Warna dari hasil degradasi zat warna alamiah

a. Warna Gelap

Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak

bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak

bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak.

Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan,

yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan dengan cara hidraulik

atau expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi. Di samping itu minyak yang

terdapat dalam suatu bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warn yang

terdapat dalam bahan tersebut.

2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang lebih

tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap

3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu, misalnya

campuran pelarut petroleum-benzena akan menghasilkan minyak dengan warna lebih

cerah jika dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut trichlor

etilen, benzol dan heksan.

4. Logam seperti Fe,Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diingini dalam

minyak.

5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak menghasilkan warna

(27)

b. Warna Coklat

Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal

dari bahan yang telah busuk atau memar.

c. Warna Kuning

Hubungan yang erat antara proses absorbsi dan timbulnya warna kuning

dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini

timbul selama penyimpanan dan intensitas warna berasal dari kuning sampai ungu

kemerah-merahan.

2.5.2. Sifat Kimia Minyak 1. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan

minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak

tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan

flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.

2. Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen

dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau

tengik pada minyak dan lemak. Faktor-faktor yang menyebabkan minyak goreng

teroksidasi dengan cepat diantaranya : pemanasan berulang, cahaya, katalis logam

seperti besi dan tembaga, senyawa oksidator pada bahan pangan yang digoreng,

jumlah oksigen, dan derajat ketidakjenuhan asam lemak dalam minyak. Oksidasi

(28)

hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity

terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi, kenaikan Peroxida Value (PV)

hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.

3. Polimerisasi

Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena

reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan

terbentuknya bahan menyerupai gum (gummy material) yang mengendap di dasar

wadah penggoreng. Proses polimerisasi ini mudah terjadi pada minyak setengah

mengering atau minyak mengering, karena minyak tersebut mengandung asam lemak

tidak jenuh dalam jumlah besar.

Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi

(200-250˚C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit

misalnya diarrhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan

menurunkan nilai cerna lemak. Bahan makanan yang mengandung lemak dengan

bilangan peroksida tinggi akan mempercepat ketengikan, dan lemak dengan bilangan

peroksida lebih besar dari 100 dapat meracuni tubuh.

3. Hidrogenasi

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan

ikatan rangkap dan rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi

hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan

(29)

2.6. Parameter Kualitas Minyak Goreng 1. Bilangan Peroksida

Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas,

sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida.

Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi

beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin

A,C,D,E,K, dan sejumlah kecil vitamin B).

Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara non enzimatis

dalam otot usus dan mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan

denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoproein dalam keadaan

normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika

lipoprotein mengalami denaturasi akan mengakibatkan deposisi lemak dalam

pembuluh darah (aorta) sehingga menimbulkan gejala atherosclerosis. (Ketaren,

1986).

Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah miliequivalen peroksida

dalam setiap 1000 g minyak atau lemak. Bilangan peroksida >20 menunjukkan

kualitas minyak yang sangat buruk, biasanya teridentifikasi dari bau yang tidak enak

(Rahman, 2007 dalam Dwi Krisna Fatoni, 2012). Bilangan peroksida adalah nilai

terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam

lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga

membentuk peroksida (Ketaren,1986).

Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan

(30)

pelarut asam asetat dan kloroform, kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan

titrasi memakai Na2S2O3 (Winarno,1992).

Secara umum reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut :

R CH = CH R’ + O O

R CH CH R’ R CH CH R’ R C O

O O O

O

Monoksida Peroksida Aldehid

Bilangan peroksida menyatakan terjadinya oksidasi dari minyak. Bilangan

peroksida berguna untuk penentuan kualitas minyak setelah pengolahan dan

penyimpanan. Peroksida akan meningkat sampai pada tingkat tertentu selama

penyimpanan sebelum penggunaan, yang jumlahnya tergantung pada waktu,suhu, dan

kontaknya dengan cahaya dan udara. Tingginya bilangan peroksida menandakan

oksidasi yang berkelanjutan, tetapi rendahnya bilangan peroksida bukan berarti bebas

dari oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida meningkat, tetapi menguap dan

meninggalkan sistem penggorengan pada temperatur yang tinggi (Sinaga,2010).

Rumus untuk menentukan bilangan peroksida :

Bilangan peroksida

Dimana :

A = Jumlah ml larutan Na2S2O3

(31)

G = berat contoh minyak (gram) (Ketaren,1986)

Cara Penentuan Bilangan Peroksida :

1. Timbang sampel yang dibutuhkan dengan menggunakan timbangan dan masukkan

ke dalam Erlenmeyer 250 ml.

2. Tambahkan asam asetat-kloroform 6:4, kemudian kocok larutan sampai semua

larut.

3. Tambahkan 1 ml larutan KI jenuh dan 1 ml larutan pati 1% dan didiamkan selama

2 menit.

4. Titrasi dengan Natrium thiosulfat 0,1 N.

5. Hitung volume Na2S2O yang habis untuk titrasi.

6. Hitung bilangan peroksida

2. Bilangan Asam

Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang

terdapat dalam minyak.

3. Bilangan Iodine

Bilangan iodine memberikan gambaran mengenai derajat ketidakjenuhan suatu lemak

atau minyak. Besarnya jumlah iodine yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap

atau ikatan tidak jenuh.

4. Bilangan Penyabunan

Bilangan ini menyatakan besar kecilnya molekul lemak. Makin besar bilangan

penyabunan suatu lemak, makin kecil molekul lemak tersebut, sebaliknya makin kecil

(32)

5. Kadar Air

Air adalah konstituen yang keberadaannya dalam minyak sangat tidak diinginkan

karena akan menghidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang

menyebabkan bau tengik pada minyak.

6. Kadar Kotoran

Kadar kotoran yang terdapat pada minyak dapat menurunkan kualitas minyak karena

dapat mempengaruhi rasa, bau, dan warna pada bahan pangan yang digoreng.

7. Indeks Bias

Indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat

menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalisis. Semakin panjang rantai karbon

dan semakin banyak ikatan rangkap, indeks bias bertambah besar. Indeks bias dipengaruhi

oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu.

8. Titik Asap

Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis

yang kebiru-biruan pada pemanasan.

9. Titik Kekeruhan

Titik kekeruhan adalah untuk menentukan adanya pencemaran oleh bahan asing atau

(33)

2.7. Komposisi Minyak

Standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-3741-1995

seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.7 Standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-3741-1995

No KRITERIA UJI PERSYARATAN UJI

1 Bau Normal

8 Bilangan peroksida Max 2 meq/Kg

9 Bilangan iodium 45-46

10 Bilangan penyabunan 196-206

11 Titik asap Minimal 200˚C

Sumber : Departemen Perindustrian (SNI 3741-1995)

2.8. Minyak Goreng Bekas

Minyak goreng bekas atau minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan

dari sisa penggorengan, baik dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak

(34)

meninggalkan warna coklat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang

digoreng. Dengan meningkatnya produksi dan konsumsi minyak goreng, ketersediaan

minyak jelantah kian hari kian melimpah. Sampai saat ini minyak jelantah belum

dimanfaatkan dengan baik dan hanya dibuang sebagai limbah rumah tangga ataupun

industri (Hambali,dkk 2007 hal 25-26).

Menurut Walujo dalam Hartin, 2008, pemanasan berlebihan pada minyak

goreng dapat mengubah asam lemak tak jenuh menjadi gugus peroksida dan senyawa

radikal bebas lainnya. Hal ini dapat menimbulkan kanker. Selain itu menggunakan

minyak goreng berulang-ulang dapat juga mengubah asam lemak tak jenuh menjadi

asam lemak trans. Hal ini dapat meningkatkan lipoprotein LDL dan menurunkan

lipoprotein HDL sehingga bisa meningkatkan resiko jantung koroner. Bahan baku

minyak goreng juga sebaiknya diperhatikan. Hal ini dikarenakan bahan baku dapat

mempengaruhi stabilitas minyak goreng itu sendiri. Stabilitas minyak goreng

dipengaruhi oleh ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya dan penyebaran

ikatan rangkap. Ada tidaknya bahan lain juga dapat menghambat atau mempercepat

proses kerusakan minyak.

Perlu diketahui bahwa semua jenis minyak goreng yang beredar di pasar

mengandung asam lemak jenuh rantai panjang yaitu >90%. Asam lemak jenuh

berantai panjang yang dimiliki minyak goreng, dalam sistem metabolisme pencernaan

dapat beresiko memunculkan penyakit. Hal ini dikarenakan asam lemak jenuh rantai

panjang tidak bisa langsung diserap oleh tubuh atau usus (Hartin, 2008)

Kerusakan utama pada minyak adalah timbulnya bau dan rasa tengik,

(35)

acid (FFA), angka peroksida, angka karbonil, timbulnya kekentalan minyak,

terbentuknya busa dan adanya kotoran dari bumbu bahan penggoreng (Winarno,

1992). Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi.

Penggunaan minyak berkali-kali akan meningkatkan perubahan warna menjadi coklat

sampai kehitam-hitaman pada minyak tersebut.

2.9. Bahaya Minyak Goreng Bekas Terhadap Kesehatan

Minyak goreng bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi

juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorbsi dan

masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruang kosong yang semula

diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak. Konsumsi

minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak

dalam pembuluh darah (Artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak.

Dalam minyak yang dipanaskan kemungkinan juga terdapat senyawa

karsinogenik yang dibuktikan dari bahan pangan berlemak yang teroksidasi yang

dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain itu selama penggorengan juga

akan terbentuk senyawa acrolein yang bersifat racun dan menimbulkan rasa gatal

pada tenggorokan.

Pemanfaatan minyak goreng bekas dapat dilakukan dengan pemurnian agar

dapat digunakan kembali dan digunakan sebagai bahan baku produk berbasis minyak

(36)

2.10. Karbon Aktif

Karbon atau arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil

pembakaran melalui proses pirolisis. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed

carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko, 1985). Karbon aktif berwarna hitam,

berbentuk kristal mikro, karbon non grafit, tidak berbau, tidak mempunyai rasa,

higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam, pelarut organik dan memiliki luas

permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak. Luas permukaan karbon aktif

berkisar antara 300-3500 m2/gram. Daya serap karbon aktif sangat besar yaitu

25-1000% terhadap berat arang aktif. Karbon aktif tidak terdekomposisi atau bereaksi

setelah digunakan.

Sifat fisik karbon aktif dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Sifatnya keras dan bobot jenis tinggi, sesuai untuk bahan adsorpsi gas.

2. Sifatnya lunak dan bobot jenis rendah, sesuai untuk bahan adsorpsi cairan.

Karbon aktif adalah bahan padat berpori yang berwarna hitam sebagai hasil

pembakaran tidak sempurna dalam bentuk granular atau bubuk dan mempunyai luas

permukaan besar yaitu 500-1400 m2/g. Sedangkan menurut Gotz (1953) dalam

(Khairunisa, 2008), karbon aktif adalah karbon yang sudah diaktifkan atau

mengalami proses aktivasi sehingga pori-porinya lebih terbuka dan permukaannya

menjadi lebih luas, dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih besar.

Karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan baku yang mengandung karbon,

baik organik, anorganik, limbah, barang tambang, maupun mineral seperti : tulang,

(37)

penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara

(Neal, 2006).

Karbon aktif dapat digunakan sebagai adsorben (daya serap). Karbon aktif

dipakai dalam proses pemurnian udara, gas, larutan atau cairan (Kusnaedi, 2010).

Karbon aktif dapat mengadsorpsi bau, rasa, warna, dan beberapa zat organik. Kualitas

dari karbon aktif sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, cara

pembuatan, bahan aktif yang digunakan dan cara pengaktifannya.

Pada prinsipnya proses pembuatan arang aktif dibagi menjadi dua yaitu :

1. Proses Kimia

Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu seperti HCl, ZnCl2,

H2SO4, H4PO4, H3PO4, NH4CL, AlCl3, HNO3, KOH, KMN04, SO3, H2SO4, K2S,

kemudian dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotong-potong. Pada

proses pengaktifan, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu

ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-900˚C selama 1-2 jam.

2. Proses fisika

Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling.

Arang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi lalu dipanaskan

pada suhu 800-1000˚C. Selama pemanasan ke dalamnya dialirkan uap air atau gas

CO2.

Menurut Cheremisinoff dan AC. Moressi dalam Sembiring (1998), proses

pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap :

1. Dehidrasi : proses penghilangan air

(38)

2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon.

Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600˚C.

3. Aktivasi : proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga pori-pori menjadi

lebih besar.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi, yaitu :

1. Sifat adsorben

Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori. Struktur

pori berhubungan dengan luas permukaan. Semakin kecil pori-pori arang aktif

mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi

bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi lebih baik menggunakan arang

aktif yang dihaluskan. Jumlah dan dosis arang aktif yang digunakan juga

berpengaruh.

2. Sifat serapan

Banyak senyawa yang dapat di adsorpsi oleh arang aktif, tetapi

kemampuannya dalam mengadsorpsi senyawa-senyawa tersebut berbeda. Adsorpsi

akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari

struktur yang sama. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus

fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa se

3. Temperatur

Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan

stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat

(39)

4. PH (Derajat Keasaman)

Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu

dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam

mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam

organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang

sebagai akibat terbentuknya garam.

5. Waktu Kontak

Semakin lama waktu kontak antara karbon aktif dengan adsorbat maka

semakin banyak adsorbat yang mengisi pori-pori karbon aktif. Pengadukan juga

mempengaruhi waktu kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan

pada partikel karbon aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan.

2.11. Adsorpsi Bilangan Peroksida dan Zat Warna oleh Karbon Aktif

Adsorpsi adalah penyerapan suatu molekul atau suatu zat pada permukaan

partikel secara fisik maupun kimia yang terjadi antara substrat (zat penyerap) dengan

produk yang terserap (Makfoeld,2002). Zat yang menyerap disebut adsorben

sedangkan zat yang diserap disebut adsorbat. Proses adsorpsi dapat terjadi antara

padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, dan cairan dengan

padatan (Ketaren,1986). Dalam hal ini karbon aktif adalah adsorben, sedangkan

bilangan peroksida dan zat warna adalah adsorbat.

Daya adsorpsi karbon aktif disebabkan karena karbon aktif mempunyai

pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi

potensial antara permukaan karbon dan zat yang diserap. Karbon aktif dapat

(40)

minyak. Karbon aktif juga dapat menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki yang

terdapat pada minyak dan menurunkan jumlah bilangan peroksida sehingga dapat

memperbaiki mutu minyak.

Jumlah adsorben yang digunakan kurang lebih sebanyak 1,0-1,5 persen dari

berat minyak. Minyak yang hilang karena proses pemucatan kurang lebih 0,2-0,5

persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan (bleaching).

Keuntungan penggunaan karbon aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena

lebih efektif dibandingkan dengan bleaching clay (tanah pemucat), sehingga karbon

aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil (Ketaren, 2005).

Proses adsorpsi pada karbon aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu : zat

terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori karbon dan terjerap ke

(41)
(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Quasy Experiment atau bersifat

Eksperimen Semu untuk mengetahui penurunan kadar bilangan peroksida dan

penjernihan warna pada minyak goreng bekas sebelum dan sesudah penambahan

karbon aktif yang dilakukan dengan 3 kali pengulangan untuk mendapatkan data yang

akurat. Rancangan penelitian adalah Pre and Post Test Design yaitu pengukuran

kadar bilangan peroksida dan warna minyak goreng bekas sebelum dan sesudah

ditambahkan karbon aktif sebanyak 1 gr, 2 gr, dan 3 gr dengan waktu kontak 30

menit.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU.

3.3. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013.

3.4. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah

satu pedagang gorengan.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer yang didapat dari hasil

pemeriksaan sampel minyak goreng bekas di laboratorium kimia analitik FMIPA

(43)

3.6. Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, yaitu melaksanakan pemeriksaan objek

sebelum dan sesudah penambahan karbon aktif.

3.7. Penentuan Bilangan Peroksida 1. Alat dan Bahan

a. Alat

- Penangas air

- Buret

- Erlenmeyer 250 ml

- Gelas Ukur

- Statif dan Klem

- Beaker Glass

- Timbangan/Neraca

- Pipet tetes

- Kertas saring

b. Bahan

- Minyak goreng bekas (100 gr)

- Asam asetat : Kloroform (6:4)

- Kalium Iodida jenuh

- Larutan Pati 1%

- Natrium Thiosulfat (Na2S2O3 0,1 N

(44)

2. Cara Kerja

a. Sebelum penambahan karbon aktif

- Timbang 5 gram minyak goreng bekas dengan menggunakan timbangan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml.

- Tambahkan asam asetat-kloroform 6:4, kemudian kocok larutan sampai semua larut. - Tambahkan 1 ml larutan KI jenuh dan 1 ml larutan pati 1% dan didiamkan selama 2

menit.

- Titrasi dengan Natrium thiosulfat 0,1 N.

- Hitung volume Na2S2O yang habis untuk titrasi

- Hitung bilangan peroksida

b. Penambahan karbon aktif pada minyak goreng bekas

1. Timbang 100 gr minyak goreng bekas dengan menggunakan timbangan dan

masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml..

2. Panaskan dengan menggunakan penangas air hingga suhu mencapai 70˚C.

3. Timbang 1 gr karbon aktif kemudian masukkan ke dalam erlenmeyer tersebut.

4. Aduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 50 rpm sampai homogen

selama 30 menit untuk memberikan waktu kontak bagi karbon aktif.

4. Kemudian saring dengan menggunakan kertas saring.

5. Filtrat hasil saringan diukur kadar bilangan peroksida dan warna.

6. Lakukan percobaan sebanyak 3 kali pengulangan.

7. Lakukan langkah-langkah percobaan yang sama untuk penambahan karbon aktif

(45)

3.8. Defenisi Operasional

1. Minyak goreng bekas adalah minyak yang dihasilkan dari sisa

penggorengan yang digunakan sebanyak lebih dari 3 kali penggorengan

yang diperoleh dari salah satu pedagang gorengan.

2. Kadar bilangan peroksida dan warna pada minyak goreng bekas sebelum

perlakuan adalah kadar bilangan peroksida dan warna pada minyak goreng

bekas sebelum ditambahkan karbon aktif yang diukur dengan metode

iodometri dengan satuan meq di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA

USU.

3. Karbon aktif adalah bahan dalam bentuk bubuk, berpori, yang berwarna

hitam dan mengalami proses aktivasi baik secara kimia maupun secara

fisika sehingga pori-porinya lebih terbuka dan permukaannya menjadi lebih

luas dan dengan demikian akan memiliki daya serap yang tinggi.

4. Kadar karbon aktif ialah jumlah karbon aktif yang ditambahkan ke dalam

minyak goreng bekas yaitu : 1 gr, 2 gr, 3 gr untuk setiap 100 gram minyak

goreng bekas.

5. Waktu kontak adalah waktu yang diberikan pada karbon aktif untuk kontak

dengan partikel bilangan peroksida dan warna pada minyak goreng bekas

yaitu 30 menit.

6. Kadar bilangan peroksida dan warna pada minyak goreng bekas setelah

perlakuan adalah kadar bilangan peroksida dan warna pada minyak goreng

(46)

3 gr yang diukur dengan metode iodometri dengan satuan meq di

Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU.

7. Efektifitas karbon aktif adalah kemampuan karbon aktif dalam menurunkan

kadar bilangan peroksida dan penjernihan warna pada minyak goreng

bekas sehingga memenuhi standar mutu kualitas minyak goreng menurut

Departemen Perindustrian SNI 3741-1995.

3.9. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan objek akan dianalisis dengan :

1. Uji Kolmogorov-Smirnov

Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk mengetahui data berdistribusi

normal atau tidak. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Distribusi populasi yang diwakili sampel berdistribusi normal

Ha : Distribusi populasi yang diwakili sampel berdistribusi tidak normal

Dengan dasar pengambilan keputusan :

Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.

Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.

2. Uji Levene

Uji Levene digunakan untuk mengetahui varians data homogen atau tidak.

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Varians data populasi darimana data sampel ditarik seragam (homogen).

Ha : Varians data populasi darimana data sampel ditarik tidak seragam (homogen).

Dengan dasar pengambilan keputusan :

(47)

Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.

Apabila Ho diterima, maka dapat dilanjutkan dengan analisis varians.

Sebaliknya, jika Ho ditolak dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis.

3. Uji Kruskal-Wallis

Uji Kruskal-Wallis adalah uji non-parametrik yang digunakan untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan penurunan kadar bilangan peroksida pada

berbagai kadar karbon aktif. Uji ini dilakukan apabila sampel berdistribusi tidak

normal. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan penurunan kadar bilangan peroksida pada penambahan

berbagai kadar karbon aktif.

Ha : Ada perbedaan penurunan kadar bilangan peroksida pada penambahan berbagai

kadar karbon aktif.

Dengan dasar pengambilan keputusan :

Jika p > 0,05, maka Ho diterima.

Jika p < 0,05, maka Ho ditolak.

4. Uji Anova One-Way

Uji Anova One-Way adalah uji parametrik yang digunakan untuk mengetahui

ada atau tidaknya pengaruh penambahan karbon aktif dengan kadar yang berbeda

terhadap penurunan kadar bilangan peroksida. Uji Anova One-Way digunakan

apabila sampel berdistribusi normal. Taraf signifikan yang digunakan yaitu 5 % ( =

0,05). Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata

penurunan kadar bilangan peroksida minyak goreng bekas pada berbagai kadar

(48)

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Tidak ada perbedaan kadar bilangan peroksida minyak goreng bekas sebelum

dan sesudah penambahan berbagai kadar karbon aktif.

Ha : Ada perbedaan kadar bilangan peroksida minyak goreng bekas sebelum dan

sesudah penambahan berbagai kadar karbon aktif.

Dasar pengambilan keputusan adalah :

Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.

Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.

5. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Jika hasil uji Anova One-Way menunjukkan adanya perbedaan atau pengaruh

pemberian karbon aktif terhadap rata-rata kadar bilangan peroksida minyak goreng

bekas maka dilanjutkan dengan uji komparasi ganda (uji beda rerata) yaitu Uji Beda

Nyata Terkecil (BNT) atau LSD. Uji ini merupakan teknik uji beda rerata yang

digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata pasangan konsentrasi karbon aktif

yang berbeda secara signifikan. Penggunaan uji BNT ini didasarkan pada besarnya

nilai KK (Koefisien Keragaman). Pada percobaan kondisi homogen, apabila nilai KK

antara 5-10 %, menunjukkan nilai KK sedang dan dilakukan uji BNT.

Adapun KK ini dinyatakan sebagai persen rerata umum perlakuan sebagai

berikut :

KK = x 100%

Dimana : KTG = Kuadrat Tengah Galat

(49)

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Perbandingan rata-rata penurunan kadar bilangan peroksida antar berbagai kadar

karbon aktif tidak berbeda nyata.

Ha : Perbandingan rata-rata penurunan kadar bilangan peroksida antar berbagai kadar

karbon aktif berbeda nyata.

Dengan dasar pengambilan keputusan :

Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar karbon aktif yang optimal

dan paling efektif yang digunakan untuk menurunkan kadar bilangan peroksida dan

penjernihan warna pada minyak goreng bekas. Kadar karbon aktif yang digunakan

adalah 1 gr, 2 gr, dan 3 gr. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan awal sebelum

perlakuan. Adapun hasil pengukuran kadar bilangan peroksida dan pengamatan

warna minyak goreng bekas sebelum perlakuan adalah :

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida dan Pengamatan Warna Pada Minyak Goreng Bekas Sebelum Penambahan Karbon Aktif

No. Parameter Pengulangan Rata-rata (meq/kg)

2 Warna Kuning kecoklatan

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata hasil pengukuran kadar bilangan

peroksida pada minyak goreng bekas sebelum penambahan karbon aktif adalah

sebesar 12 meq/kg. Dibandingkan dengan standar mutu Departemen Perindustrian

(SNI 3741-1995), nilai ini telah jauh melebihi ambang batas yaitu 6 kali lipat lebih

tinggi, dimana kadar bilangan peroksida pada minyak goreng yang masih

diperbolehkan yaitu 2 meq/kg. Selain itu juga diperoleh hasil pengamatan warna

minyak goreng bekas sebelum penambahan karbon aktif adalah berwarna kuning

(51)

Penggunaan karbon aktif sebagai adsorben untuk menyerap bilangan

peroksida dan penjernihan warna pada minyak goreng bekas dilakukan sebanyak 3

kali pengulangan untuk setiap perlakuan berbagai kadar karbon aktif. Data hasil

pengukuran kadar bilangan peroksida dan pengamatan warna pada minyak goreng

bekas setelah diberi karbon aktif adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Setelah Penambahan Karbon Aktif

No.

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa hasil pengukuran kadar bilangan

peroksida pada minyak goreng bekas setelah penambahan 1 gr karbon aktif yaitu 5,4

meq/kg, 1,1 meq/kg pada penambahan 2 gr karbon aktif, dan 1,2 meq/kg pada

penambahan 3 gr karbon aktif. Dibandingkan dengan standar mutu Departemen

Perindustrian (SNI 3741-1995), kadar bilangan peroksida pada minyak goreng bekas

dengan penambahan 1 gr karbon aktif belum memenuhi standar mutu dimana kadar

bilangan peroksida pada minyak goreng yang masih diperbolehkan yaitu 2 meq/kg,

tetapi pada penambahan 2 gr dan 3 gr karbon aktif, kadar bilangan peroksida pada

(52)

Secara fisik, minyak goreng bekas yang telah diberi karbon aktif mengalami

perbedaan dibandingkan sebelum diberi karbon aktif. Awalnya minyak goreng bekas

tersebut berwarna kuning kecoklatan serta berbau tengik. Dengan penambahan

karbon aktif, minyak goreng bekas tersebut menjadi sangat jernih dan berwarna

kuning keemasan serta tidak berbau tengik lagi.

Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Sebelum dan Setelah Penambahan Karbon Aktif

No.

Keterangan : Tanda (*) lihat pada Lampiran

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil pengukuran kadar bilangan peroksida

pada minyak goreng bekas mengalami penurunan setelah penambahan karbon aktif

dengan berbagai kadar dibandingkan sebelum penambahan karbon aktif.

Dibandingkan dengan rata-rata kadar bilangan peroksida pada minyak goreng bekas

sebelum penambahan karbon aktif yaitu 12 meq/kg, rata-rata kadar bilangan

peroksida pada minyak goreng bekas dengan penambahan 1 gr karbon aktif

mengalami penurunan sebesar 55% menjadi 5,4 meq/kg, pada penambahan 2 gr

karbon aktif rata-rata kadar bilangan peroksida pada minyak goreng bekas mengalami

penurunan sebesar 91% menjadi 1,1 meq/kg, dan pada penambahan 3 gr karbon aktif

rata-rata kadar bilangan peroksida pada minyak goreng bekas megalami penurunan

(53)

4.2. Analisa Statistik Perbedaan Kadar Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Dengan Penambahan Berbagai Kadar Karbon Aktif

Berdasarkan hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov bahwa distribusi populasi

yang diwakili sampel berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji kesamaan varians,

diperoleh bahwa varians data populasi darimana data sampel ditarik adalah seragam

(homogen). Berdasarkan hasil uji Anova One-Way kadar bilangan peroksida pada

minyak goreng bekas diperoleh bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kadar

bilangan peroksida minyak goreng bekas sebelum dan setelah penambahan berbagai

kadar karbon aktif.

Setelah uji Anova, maka dihitung nilai Koefisien Keragaman (KK) untuk

menentukan uji beda nyata yang digunakan. Hasil perhitungan nilai koefisisen

keragaman (KK) yang diperoleh adalah 9,2 %. Nilai KK ini tergolong sedang (antara

5-10% pada kondisi homogen), maka uji lanjutannya menggunakan uji Beda Nyata

Terkecil (BNT). Adapun hasil uji BNT tersebut menunjukkan bahwa perbedaan

rata-rata kadar bilangan peroksida pada minyak goreng bekas sebelum penambahan

karbon aktif berbeda nyata dibandingkan dengan setelah penambahan karbon aktif

dengan kadar 1 gr, 2 gr, dan 3 gr dengan masing-masing nilai p < 0,05. Rata-rata

kadar bilangan peroksida minyak goreng bekas pada penambahan 1 gr karbon aktif

juga berbeda nyata dengan penambahan 2 gr dan 3 gr karbon aktif dimana nilai p <

0,05. Akan tetapi perbedaan rata-rata kadar bilangan peroksida minyak goreng bekas

pada penambahan 2 gr karbon aktif tidak berbeda nyata dengan penambahan 3 gr

(54)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Kualitas Minyak Goreng Bekas Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Kadar Bilangan Peroksida dan Pengamatan Warna Sebelum Penambahan Karbon Aktif

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dengan metode iodometri

diperoleh bahwa minyak goreng bekas ternyata mengandung kadar bilangan

peroksida yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan penggunaan minyak goreng

berulang-ulang dengan pemanasan suhu tinggi. Kandungan bilangan peroksida

tersebut yang melebihi ambang batas di dalam minyak goreng akan mengakibatkan

gejala atherosclerosis, kanker dan jantung koroner (Ketaren,1986). Hal ini berkaitan

dengan pemanasan berlebihan pada minyak goreng dapat mengubah asam lemak tak

jenuh menjadi gugus peroksida, asam lemak trans dan senyawa radikal bebas lainnya

(Walujo dalam Hartin, 2008).

Berdasarkan pengamatan warna minyak goreng bekas yang juga dilakukan

diperoleh kualitas minyak goreng bekas secara fisik kurang baik, terlihat dari warna

yang kuning kecoklatan dan berbau tengik. Penggunaan minyak berkali-kali akan

meningkatkan perubahan warna menjadi coklat sampai kehitam-hitaman pada minyak

tersebut akibat adanya kotoran dari bumbu bahan penggoreng dan bercampurnya zat

dari bahan yang digoreng ke dalam minyak tersebut (Winarno,1992).

Menurut hasil pemeriksaan sebelum penambahan karbon aktif yang

ditunjukkan pada tabel 4.1, rata-rata kadar bilangan peroksida yang diperoleh adalah

(55)

standar mutu Departemen Perindustrian SNI 3741-1995 tentang standar mutu minyak

goreng di Indonesia dimana kadar bilangan peroksida yang masih diperbolehkan

yakni tidak melebihi 2 meq/kg.

5.2. Pengaruh Pemberian Berbagai Kadar Karbon Aktif terhadap Kadar Bilangan Peroksida Minyak Goreng Bekas

Adanya bilangan peroksida dalam minyak goreng bekas disebabkan oleh

penggunaan minyak goreng dengan suhu tinggi yang akan mengubah asam lemak

tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang dapat mengikat oksigen pada ikatan

rangkapnya (Ketaren,1986). Penambahan karbon aktif sebagai adsorben pada minyak

goreng bekas mampu menyerap bilangan peroksida. Adapun proses penyerapan

bilangan peroksida oleh karbon aktif adalah melalui tiga tahap yaitu bilangan

peroksida terjerap pada bagian luar karbon aktif, kemudian bergerak menuju

pori-pori karbon dan terjerap ke dinding bagian dalam dari karbon aktif. Karbon aktif

sebagai adsorben hanya bersifat menyerap, tidak terdekomposisi atau berekasi setelah

digunakan.

Rata-rata kadar bilangan peroksida sebelum penambahan karbon aktif yang

diperoleh dari hasil pemeriksaan yaitu sebesar 12,0 meq/kg. Penambahan 1 gr, 2 gr,

dan 3 gr karbon aktif berturut-turut dapat menurunkan kadar bilangan peroksida

menjadi 5,4 meq/kg, 1,1 meq/kg, dan 1,2 meq/kg dengan persentase penurunan

sebesar 55 %, 91 %, dan 90 %. Secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan antara kadar bilangan peroksida dan warna pada minyak goreng bekas

Gambar

Tabel 2.7 Standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-3741-
Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng
Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Kadar Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng
Gambar 1. Minyak goreng bekas sebelum pemurnian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian menunjukkan adanya jumlah atau persentase sumbangan pengaruh kualitas produk, harga dan lokasi secara simultan atau bersama-sama terhadap kepuasan konsumen

Sementara pada metode dual-rate, alokasi biaya dibedakan antara biaya tetap dan variabel, yaitu mengalokasikan biaya tetap dan variabel departemen pendukung dari

Untuk mengatasi atau meminimalkan efek Green Wall ini, ahli strategi lingkungan menyarankan bentuk integrasi manajemen lingkungan kedalam strategi bisnis, dalam bentuk mendukung

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari pembebanan mesin statik dan dinamik saat mesin beroperasi pada frekuensi puncak terhadap struktur dan

Menggabungkan kedua teori pidana (absolut dan relatif) bukan suatu jalan keluar, melainkan hanya suatu penyelesaian teoritis yang sifatnya tambal sulam. Pidana

[r]

Berdasarkan hasil refleksi bersama guru kelas I SDN Salatiga 05 dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: (1) guru belum menerapkan model pembelajaran