• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Pengolahan Pt. Anugrah Tanjung Medan Labuhanbatu Selatan Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Pengolahan Pt. Anugrah Tanjung Medan Labuhanbatu Selatan Tahun 2017"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

Assalamualaikum Wr. Wb.

Saya Very Bastian bermaksud meneliti tentang “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA DI PT. ANUGRAH TANJUNG MEDAN (ATM) LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2017”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Pada penelitian ini peneliti akan bertanya mengenai karakteristik pekerja, faktor intrinsik pekerjaan, faktor ekstrinsik pekerjaan dan beberapa indikator perubahan akibat stres kerja. Wawancara akan berlangsung selama 15-20 menit. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban anda akan

dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja anda, kemudian kuesioner ini akan disimpan oleh peneliti.

Untuk itu mohon kesediannya kepada pekerja PT. Anugrah Tanjung Medan selaku responden untuk mengisi kuesioner ini.

Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan diatas, dan saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

Labuhanbatu Selatan,...2017

(...) (...)

(2)

Nomor Responden

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN DIISI OLEH

PENELITI

A1 Usia :……….tahun

A2 Masa Bekerja :………..tahun

A3 Pendidikan : SD/SMP/SMA/Diploma/Sarjana A4 Status Perkawinan : Kawin/Tidak Kawin

B. FAKTOR INTRINSIK PEKERJAAN B1. KEBISINGAN

B1.1 Apakah anda merasa lingkungan kerja anda bising ?

1. Ya 2. Tidak

B1.2 Apakah anda merasa pusat perhatian terhadap pekerjaan menjadi berkurang dengan suara yang bising ?

1. Ya 2. Tidak

B1.3 Apakah anda merasa sulit berkomunikasi dengan orang lain dengan adanya suara yang bising ?

(3)

C1. PERANAN DALAM ORGANISASI

C1.1 Apakah anda mempunyai pengaruh terhadap keputusan yang perusahaan buat terkait dengan pekerjaan anda ?

1. Ya 2. Tidak

C1.2 Apakah anda dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan pekerjan anda ?

1. Ya 2. Tidak

Ci.3 Apakah pendapat terkait pekerjaan anda, diterapkan oleh perusahaan ?

1. Ya 2. Tidak

C2. PENGEMBANGAN KARIR

C2.1 Apakah anda merasa puas terhadap kesempatan promosi kerja / kenaikan jabatan yang ada ?

1. Ya 2. Tidak

C2.2 Apakah anda mendapatkan kesempatan mengembangkan bakat dan kreatifitas dengan menyalurkan ide pada perusahaan?

1. Ya 2. Tidak

C2.3 Apakah anda mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan di dalam atau di luar perusahaan ?

1. Ya 2. Tidak

C2.4 Apakah anda merasa ada beberapa karyawan baik prestasinya dalam bekerja tidak mendapatkan promosi ?

(4)

D. Berilah tanda (√) pada kolom indikator perubahan akibat stres kerja No. INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA

(5)

D33 Cepat merasa lupa

D34 Menunda-nunda pekerjaan D35 Minum kopi/ merokok D36 Minum obat tidur/ obat

penenang

D37 Mengkonsumsi minuman berakohol

D38 Menghindar dari interaksi sosial (pergaulan)

(6)
(7)

42 24 1 2 1 1 2 2 6 2 6 2 4 1 30 2

Keterangan :

U : Umur responden

KU : Kategori umur responden (1 = <31 Tahun dan 2 = > 31 Tahun)

MK : Masa Kerja Responden

KMK : Kategori masa kerja responden (1 = < 3 Tahun dan 2 = > 3 Tahun)

PD : Tingkat pendidikan responden (1 = < SMA dan 2 = > SMA)

PK : Status perkawinan responden (1 = kawin dan 2 = tidak kawin)

B1 : Kategori beban kerja (1 = beban kerja ringan, 2 = beban kerja sedang, 3

= beban kerja berat, 4 = beban kerja sangat berat, 5 = beban kerja sangat

berat sekali)

B2 : Faktor kebisingan di tempat kerja

KB2 : Kategori kebisingan di tempat kerja (1 = tidak bising dan 2 = bising)

C1 : Peran individu dalam organisasi

KC1 : Kategori peran invidu dalam organisasi (1 = berperan dan 2 = tidak

berperan)

C2 : Pengembangan karir responden

KC2 : Kategori pengembangan karir responden (1 = memuaskan dan 2 = tidak

memuaskan)

D : Stres Kerja

KD : Kategori stress kerja responden ( 1 = stres kerja ringan dan 2 = stres

(8)
(9)

Valid tidak bising (skor <=3) 4 9.5 9.5 9.5

bising (skor >3) 38 90.5 90.5 100.0

Total 42 100.0 100.0

peran individu dalam organisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid berperan (skor <=3) 14 33.3 33.3 33.3

tidak berperan (skor >3) 28 66.7 66.7 100.0

Total 42 100.0 100.0

pengembangan karir

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid memuaskan (skor <=4) 10 23.8 23.8 23.8

tidak memuaskan (skor

>4) 32 76.2 76.2 100.0

Total 42 100.0 100.0

tingkatan stres kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid stres ringan (skor 1-25) 12 28.6 28.6 28.6

stres berat (skor >25) 30 71.4 71.4 100.0

(10)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

umur responden *

tingkatan stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0% masa kerja * tingkatan

stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

tingkat pendidikan *

tingkatan stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0% status perkawinan *

tingkatan stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0% beban kerja *

tingkatan stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

kebisingan * tingkatan

stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

peran individu dalam organisasi * tingkatan

stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%

pengembangan karir *

(11)

(12)

Crosstab

(13)

(14)

Crosstab

(15)

(16)

Crosstab

(17)

(18)

Crosstab

(19)
(20)

41 Hendra 78 116 97

42 Abdi 82 121 101,5

(21)
(22)
(23)
(24)

Gambar 1. Kawasan Wajib Menggunakan APD

(25)
(26)

Gambar 5. Screw Press (alat yang digunakan untuk mengeluarkan minyak dari

daging buah) pada stasiun pengempaan.

(27)

76 Pekerja Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2009.Skripsi. Diakses 5 November 2016.

http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id

Anoraga, P., 2001. Psikologi Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.

Budianto, T., & Pertiwi, EY. 2010. Hubungan Kebisingan dengan Masa Kerja

Terhadap Terjadinya Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Tenun “Agung Saputra Tex” Piyungan Batul Yogyakarta Tahun 2010. Skripsi. Diakses

5 November 2016.http://journal.uad.ac.id

Danapriatna, N & Setiawan, R.2005.Pengantar Statistika. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Karima, A. 2004.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada

Pekerja di PT. X Tahun 2004.Skripsi. Diakses 5 November 2016.

http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id

Fitri, A.M. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubugan dengan

KejadianStres Kerja Pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT).Skripsi. Diakses 5 November 2016. http://undip.ac.id

Hadi, S. 2001. Statistik Jilid 2. Andi.Yogyakarta.

Hawari, D. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Badan Penerbit FKUI. Jakarta

Harrianto, R. 2008. Buku AjarKesehatan Kerja.EGC.Jakarta

Haris, A. F. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stres

Kerjapada Pekerja Unit Produksi IV PT. Semen Tonasa.

Skripsi.Diakses 21Januari 2016.http://repository.unhas.ac.id/

ILO., 2015.Hari Keselamatan dan Kesehatan se-Dunia: Mencegah

kecelakaan kerja melalui pelaksanaan manajemen risiko K3. diakses

pada 6 November2016. http://www.ilo.org/

Ismar, R.,Amri, Z.,Sostrosumihardjo, D., 2011. Stres Kerja dan Berbagai

Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Call Center PT. “X” di Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 61 No 1.Diakses 2

(28)

Kumalasari, F. 2014. Perbedaan Hubungan Antara Faktor

LingkunganPekerjaan dengan Stres Kerja pada Pekerja di Departemen Operasi Pusri IV PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun 2014. Skripsi.Diakses 17 Januari 2016.http://akademik.unsri.ac.id

Lestari, K. 2014. Analisis Tingkat Stres Kerja pada Karyawan Produksi dan

Non Produksi PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim Tahun 2014 .Skripsi. Diakses 21 November 2016.http://akademik.unsri.ac.id

Lestari, P.P 2013.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerjapada

Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur

Tahun 2013 .Skripsi. Diakses 21 November

2016.http://repository.uinjkt.ac.id

Malia, N. 2016.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja di PT.

Sisirau Aceh Tamiang .Skripsi. Diakses 5 November 2016. http://repository.usu.ac.id

Mangkunegara, A.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT Remaja Rosdakarya.Bandung

Martina, A. 2012.Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat

Inap Rumah Sakit Paru Dr. Muhammad Goenawan Pratowidigdo Cisarua Bogor (RSPG). Skripsi. Diakses 21 November 2016.http://lib.ui.ac.id

Munandar, 2001.Psikologi dab Organisasi.UI. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

Nurmalasari, W. 2012.Pengaruh Lingkungan Kerja dan Beban Kerja

Terhadap Stres Kerja Perawat Pada RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.diakses pada 21 November 2017.Jurnal Institutional Repository

UPN Veteran Yogyakarta.http://jurnal.upnyk.ac.id

Ratih,YFE., & Suwandi, T. 2013. Anaisis Hubungan Antara Faktor

Individudan Beban Kerja Fisik dengan Stres Kerja di Bagian Produksi di PT. X Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and

Health, Vol.2, No. 2 Jul-Des 2013: 97–105. Diakses pada 21 November 2016.http://journal.unair.ac.id/

(29)

Sedarmayanti.2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.CV Mandar Maju.Bandung

Setiawan, D.A & Sofiana, L. 2013.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Stres Kerja di PT. Chanindo Pratama Piyungan Yogayakarta. Jurnal

Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2, Desember 2013: 134-144. Diakses pada 5 November 2016.https://publikasiilmiah.ums.ac.id

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Penerbit Andi.Yogyakarta.

Subaris H. 2011. Hygiene Lingkungan Kerja.Mitra Cendikia Press. Jogjakarta.

Suma’mur. PK. 2009.Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).

Sagung Seto. Jakarta

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. EgC. Jakarta

Tarwaka, dkk.2004. ErgonomiUntuk Kesehatan kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta

Utomo, P. 2008. Analisis Pengaruh Pemberdayaan Dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan Patra Semarang Convention Hotel.Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Vinallia, B. 2011.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Stres Kerja pada Pekerja Bagian Weaving PT. Unitex Tbk Tahun 2011.

Diakses pada 5 Februari 2016 http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id

(30)

32

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk

melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel

dependen.Dengan menggunakan desain studi cross-sectional yaitu mencari

faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel dependen (informasi dan gambaran

analisis mengenai situasi yang ada) dalam waktu yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Anugrah Tanjung Medan (ATM).Waktu

penelitian dilaksanakan pada Februari sampai selesai.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi yang diambil dari penelitian ini adalah seluruh

karyawan bagian produksi di PT. Anugrah Tanjung Medan (ATM) yang

berjumlah 42 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah populasi

(31)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan sumber data primer dan

sekunder, yaitu :

3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan membagikan kuesioner

kepada karyawan PT. Anugrah Tanjung Medan yang menjadi

responden.Kuesioner untuk penilaian stres kerja menggunakan kuesioner dari

Hawari dalam Malia (2016).

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari literatur ilmiah dan

penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan stres kerja dan juga

dokumen-dokumen yang diperlukan yang diperoleh dari PT. Anugrah Tanjung

Medan. Data-data sekunder tersebut yang berasal dari perusahaan berupa

pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan oleh Balai Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Medan tahun 2016, laporan personalia dari bulan Juni 2016

sampai dengan Desember 2016.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu yang

digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh

(32)

1. Variabel independen yaitu faktor intrinsik, faktor ekstrinsik, dan faktor

individu. Faktor intrinsik berupa, beban kerja, kebisingan, dan panas. Faktor

ekstrinsik berupa peran individu dalam organisasi kerja, hubungan

interpersonal, perkembangan karir dan faktor individu berupa usia, masa

kerja, status perkawinan, pendidikan.

2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah stres kerja.

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Stress kerja adalah respon emosional dan fisik yang dialami oleh responden

sehubungan dengan pekerjaan yang diukur berdasarkan indikator stress.

2. Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus

diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam janga

waktu tertentu.

3. Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada

tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

4. Peranan dalam organisasi adalah keikutsertaan responden dalam pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan dirinya di perusahaan.

5. Perkembangan karir adalah peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan

seseorang untuk mencapai suatu rangkaian pekerjaan yang dipegang selama

keidupan kerja, seperti kenaikan jabatan, kesempatan mengembangkan

kreativitas, mendapatkan pendidikan dan pelatihan, serta kepuasan atau

(33)

6. Umur adalah rentang kehidupan pekerja yang dihitung dalam tahun.

7. Masa kerja dihitung sejak adanya hubungan kerja antara pekerja dengan

perusahaan atau sejak pekerja pertama kali mulaibekerja diperusahaan dengan

berdasarkanpada perjanjian kerja.

8. Pendidikan adalah tingkatan sekolah atau perguruuan tinggi yang diikuti oleh

pekerja.

9. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat pernikahan

tenaga kerja yang terdapat pada kartu identitas pekerja, dan dikategorikan atas

kawin dan tidak kawin.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Penentuan Tingkat Stres Kerja

Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan indikator yang telah

ditetapkan sesuai dengan metode self report measurement oleh Karoley yang

dapat digunakan untuk mengukur tingkat stres. Metode self report measurement

menggunakan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan

fisiologis, psikologi dan perilaku yang dapat dijawab dengan tidak pernah diberi

skor 0, kadang-kadang diberi skor 1 dan sering diberi skor 2.Perubahan fisiologis,

psikologi dan perilaku yang digunakan berdasarkan pendekatan yang dilakukan

oleh Karoley dalam Hawari (2001). Hasil skornya adalah hasil total skor seluruh

jawaban responden kemudian dikategorikan menjadi 2, yaitu kategori stres berat

(34)

3.6.2 Penentuan Tingkat Kebisingan

Untuk mengetahui kebisingan pekerja bagian produksi, maka diukur

dengan kuesioner yang berisi 3 pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan

skor untuk pertanyaan :

1 :Tidak

2 : Ya

Nilai untuk kebisingan adalah :

a. Bising, jika skor total : > 3

b. Tidak bising, jika skor total : ≤ 3

3.6.3 Penentuan Tingkat Peranan dalam Organisasi

Untuk mengetahui peranan dalam organisasi pekerja bagian produksi,

maka diukur dengan kuesioner yang berisi 3 pertanyaan menggunakan skala

Guttman dengan skor untuk pertanyaan :

1 : Ya

2 : Tidak

Nilai untuk peranan dalam organisasi :

a. Tidak berperan, jika skor total : > 3

b. berperan, jika skor total : ≤ 3

3.6.4 Penentuan Tingkat Pengembangan Karir

Untuk mengetahui pengembangan karir pekerja bagian produksi, maka

diukur dengan kuesioner yang berisi 4 pertanyaan menggunakan skala Guttman

(35)

1 : Ya

2: Tidak

Skor untuk pertanyaan 4 :

1 : Tidak

2 : Ya

Nilai untuk pengembangan karir adalah :

a. Tidak Memuaskan, jika skor total : >4

b. Memuaskan, jika skor total : < 4

3.6.5 Penentuan Tingkat Beban Kerja

Pengukuran beban kerja dilakukan dengan cara menghitung denyut nadi

kerja dari para pekerja dengan menggunakan stopwatch oleh petugas

kesehatandari klinik perusahaan.Denyut nadi yang dihitung adalah denyut nadi

istirahat dan denyut nadi kerja, kemudian hasilnya disesuaikan dengan tabel

kategori beban kerja berdasarkan denyut jantung oleh Christensen dalam Tarwaka

(2004).

Menurut Kilbon dalam Tarwaka (2004), pengukuran denyut jantung

selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovascular

strain.Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi

adalah teleetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph

(ECG).Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual

memakai stopwatch dengan metode 10 denyut. Dengan metode tersebut dapat

(36)

Tabel 3.1 Kategori Beban Kerja Menurut Denyut Jantung

Langkah-langkah melakukan pengukuran beban kerja yaitu :

1. Mengukur denyut nadi istirahat pekerja dilakukan sebelum mereka bekerja

dengan menghitug berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

denyut nadi yang ke sepuluh yang disesuaikan dengan waktu yang

ditunjukkan oleh stopwatch. Kemudian waktu terebut dicatat.

2. Mengukur denyut nadi kerja pekerja setelah 4 jam dari pengukuran denyut

nadi istirahat menggunakan meode yang sama dengan mengukur denyut nadi

istirahat. Kemudian waktu tersebut dicatat.

3. Menghitung nadi kerja dengan cara mengitung selisi antara denyut nadi kerja

dengan denyut nadi istirahat dari masing-masing pekerja.

4. Merata-ratakan waktu denyut nadi istirahat dan waktu denyut nadi kerja

untuk mendapatkan beban kerja.

5. Menyesuaikan dengan tabel untuk melihat beban kerja.

3.7 Pengolahan Data

Untuk menghasilkan informasi yang benar, maka data yang telah diperoleh

akan diolah dengan melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut :

1. Editing

Kategori beban kerja Denyut jantung (denyut/min)

Ringan 75-100

Sedang >100-125

Berat >125-150

Sangat berat >150-175

(37)

Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner apakah

sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan.

3. Tabulating

Mengelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut, sifat-sifat yang

dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Cleaning

Merupakan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan.

3.8 Analisa Data

Dalam penelitian ini digunakan beberapa analisa data, yaitu :

1. Analisa Univariat dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif variabel yang

diteliti, dihitung skor rata-rata dan persentasenya lalu ditampilkan berupa

tabel distribusi frekuensi.

2. Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen

dengan variabel dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan

dengan uji statistik chi-square, jika hasil output terdapat cells diatas 0 maka

digunakan uji exact fisher untuk melihat hubungan antara variabel

(38)

40

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah PT. Anugrah Tanjung Medan

Untuk meningkatkan volume ekspor di luar minyak dan gas bumi, sub

sektor perkebunan mempunyai peranan penting.Kegiatan perkebunan yang

dilaksanakan pemerintah dengan dukungan pihak swasta pada prinsipnya

bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mengarah kepada

tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.

PKS PT. Anugrah Tanjung Medan adalah salah satu badan usaha swasta

yang bergerak dalam bidang usaha pengolahan minyak kelapa sawit (CPO), garnel

atau inti, dan cangkang. Pada awal perencanaan PT. Sisirau mengusahakan proyek

pembangunan diatas lahan 16,5 Ha berdasarkan surat kesepakatan bersama antara

PT. Anugrah Tanjung Medan dengan pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan

pada tanggal 29 Januari2010 tentang pemberian izin lokasi untuk pembangunan

pabrik kelapa sawit.Pabrik kelapa sawitdibangun dengankapasitas 30 ton

TBS/jam.

PT. Anugrah Tanjung Medan Labuhanbatu Selatan resmi beroperasi pada

Februari 2012. Sumber bahan baku kelapa sawit diambil dari kebun sendiri

dengan luas 3.169 Ha dan untuk mencapai syarat minimal kebun mendirikan

PMKS 6000 Ha dilakuka kerjasama dengan PT. Herpinta mempunyai luas kebun

(39)

4.1.2 Visi dan Misi

4.1.2.1 Visi PT. Anugrah Tanjung Medan

1. Menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit terdepan dengan standar

internasional yang memiliki komitmen serta aktif berkontribusi bagi

keberlangsungan kehidupan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup

masyarakat baik secara social maupun ekonomi.

2. Menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit terdepan dalam pengembangan

teknologi ramah lingkungan dan mengedepankan kualitas yang diterima oleh

pasar baik nasional maupun internasional.

4.1.2.2 Misi PT. Anugrah Tanjung Medan

1. Berperan aktif salam melakukan sosiaisasi serta pendampingan program yang

berkaitan erat dengan peningkatan taraf dan standar hidup masyarakat yang

terkait dengan pengembangan, kesejahteraan ekonomi, kesehatan dan

peningkatan mutu pendidikan.

2. Taat dan patuh pada Undang-Undang dan peraturan yang berlaku pada

wilayah Negara Republik Indonesia.

3. Berperan aktif dalam menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan serta

menjaga sumber daya alam dan hayati yang ada, melakukan gerakan

penyelamatan lingkungan secara berkala untuk menjaga keseimbangan

dampak kerusakan lingkungan.

4. Berperan aktif bersama stekholder, dan masyarakat dalam peningkatan

pemberdayaan masyarakat dalam mensejahterakan perekonomian masyarakat

(40)

4.1.3 Operasi PKS

Tahapan-tahapan proses pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) menjadi

CPO dalam operasi PMKS sebagai berikut :

1. Penerimaan TBS

Tandan Buah Segar (TBS) yang masuk ke pabrik diangkut

denganmenggunakan truk. Buah lalu ditimbang di jembatan timbang untuk

mengetahui jumlah berat buah yang diterima oleh pabrik.Setelah ditimbang, TBS

dipindahkan ke lantai Loading Ramp tempat penimbunan sementara sebelum

dimasukkan ke rebusan. Buah yang akan diolah disortir di lantai Loading ramp.

Jalan yang dilalui oleh truk pengangkut TBS dari sumbernya ke PMKS adalah

Jalan lintas kecamatan dan jalan lintas provinsi.

2. Sterilizer atau Perebusan

Sebagai bahan bakar untuk memperoleh uap air sterilizer atau perebusan

TBS digunakan cangkang dan serat buah sawit. Cangkang dan serat ini

merupakan limbah padat hasil sisa proses pengolahan TBS menjadi CPO. Buah

yang telah disortir dimasukkan ke dalam lori yang terbuat dari plat baja

berlubang-lubang dan langsung dimasukkan ke alat sterilizer. Alat ini merupakan

bejana perebusan dengan menggunakan uap air bertekanan sekitar 3 kg/cm2.

Adanya lubang-lubang pada lori untuk memudahkan uap air masuk dan merebus

buah secara merata. Proses perebusan ini bertujuan untuk :

 Mematikan jamur dan enzim-enzim yang dapat menghidralosa minyak,

sehingga kualitas minyak menurun akibat tingginya kandungan asam

(41)

Memudahkan buah lepas dari tandannya di dalam Thresser, agar buah

mudah dilumatkan di dalam digester.

 Memudahkan pemisahan cangkang dari inti dengan keluarnya air dari biji.

Proses perebusan biasanya berlangsung selama ± 90 menit dan uap yang

dibutuhkan sebesar 6600 kg uap rebusan TBS. Pada proses perebusan ini

dihasilkan kondensat yang mengandung 1,2 % minyak ikutan pada temperatur

tinggi. Kondensat ini kemudian dimasukkan ke dalam fat pit untuk memisahkan

minyak dan air. Minyak yang terpisah diambil secara manual untuk recycle

kembali. Tandan buah yang sudah disterilisasi dimasukkan ke dalam thresher

dengan menggunakan tripller.

3. Pemisahan Berondolan

Perlakuan kedua terhadap buah setelah disterilisasi disebut stripping

atau threshing. Tujuannya untuk memisahkan brondolan (fruitlet) dari tangkai

tandan.Alat yang digunakan disebut thresher berupa drum berputar (rotary

drumthresher). Hasil pemisahan brondolan ini tidak selalu sempurna karena masih

adabrondolan buah yang melekat pada tangkai tandan yang disebut USB

(Unstripped Bunch).Untuk mengatasi hal ini, maka dipakai sistem “Double

threshing”. Sistemini bekerja dengan cara tandan kosong (EFB :Empty Fruit

Bunch) dan USB yang keluar dari thresher pertama tidak langsung dibuang, tetapi

masuk ke thresher kedua yang selanjutnya tandan kosong dibawa ke tempat

(42)

4. Pelumatan (Digesting)

Buah yang lepas dari tandan dibawa ke alat digester oleh fruit

conveiyor.Dalam digester dengan menggunakan pisau-pisau digester daging buah

dilepaskan dari biji.Selama pelumatan berlangsung temperature dijaga stabil

100°C menggunakan uap.

5. Pengempaan (Pressing)

Masa buah dimasukkan ke dalam screw press (alat kempa) terpadu dengan

sistem automatis hidrolik, dapat menurunkan oil losses, mesin pengempa yang

biasa digunakan adalah double screw press. Alat ini terdiri dari dua worm screw

yang terletak di dalam press cake dan dua buah cone yang dapat bergerak maju

mundur. Akibat putaran kedua worm screw dan penekanan cone maka minyak

dalam mesocarp akan diperas dan keluar melalui lubang-lubang kecil pada

presscake. Ampas hasil kempa campuran serat (fibre) dan kernel (nut) keluar

melaluibagian ujung worm screw. Proses pengempaan harus dilakukan sampai

kering sehingga minyak yang melekat pada ampas (oil losses) pengempaan cukup

rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekan cone, tetapi akibatnya akan

menaikkan jumlah kernel yang pecah. Agar di peroleh pengektrasian minyak yang

maksimum diperlukan keseimbangan dan proses pengendalian yang baik.

6. Pemurnian Minyak (Clarification)

Hasil dari proses pengempaan diperoleh CPO (Crude Palm Oil) yang

merupakan campuran minyak, air, dan padatan (solid). Penyaringan minyak ini

dilakukan dengan alat vibrating screen yang bertujuan untuk memisahkan

(43)

pengempaan. Disamping itu, penyaringan juga menurunkan kekentalan (viscosity)

CPO yang selanjutnya dipompakan ke tangki clarifier.

Pengutipan minyak secara statis berlangsung dalam clarifier tank. Dalam

tangki ini berlaku sistem pengendapan, dimana minyak mempunyai berat jenis

ringan akan berada di lapisan atas, sedangkan sludge berada di lapisan bawah.

Minyak yang berada dilapisan atas masuk ke tangki oil tangki dan sludge

dimasukkan ke dalam tangki lumpur (sludge tank). Desain volume clarifier tank

harus disesuaikan dengan kapasitas pabrik dengan ketentuan volume 3,75 m3/ton

TBS. Hal ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan untuk pengendapan

(retention time) adalah 4 (empat) sampai 5 (lima) jam dan temperatur

dipertahankan 100°C.

7. Pengolahan Inti Sawit

Ampas kempa yang terdiri dari biji dan serat/serabut dimasukkan ke

depericarper melalui cake breaker conveyer yang menggunakan sistem

parang-parang pelempar sehingga press cake terurai dan mempermudah proses pemisahan

serat dari biji pada depericarper. Pemisahan ini terjadi akibat perbedaan daya isap

blower.Biji ditampung pada nut silo.Serat yang terpisah dialirkan ke boiler

sebagai bahan bakar ketel uap.

8. Ripple Mill

Ripple mill adalah alat untuk memecah biji dengan cara digiling dengan

putaran rotor bar sehingga biji akan bergesek dengan ripple plate, selanjutnya biji

(44)

dialirkan ke Light Tenera Dust Seperator (LTDS) dan grading traction grade

untuk memisahkan cangkang halus dengan Nut utuh yang terlewat dari ripple mill.

9. Clay Bath

Masa cangkang yang bercampur inti dialirkan masuk ke clay bath untuk

memisahkan cangkang dengan inti.Clay bath terdiri dari bak clay bath,

kernelvibrating, dan shell vibrating. Cangkang yang dipakai sebagai bahan bakar

keteluap selebihnya dijual kepada Pihak Ketiga, sedangkan inti dialirkan masuk

ke dalam kernel silo untuk proses pengeringan sampai kadar air 7 % dengan

tingkat pengeringan 50 oC, 60 oC, dan 75 oC, dalam waktu 4-5 jam. Selanjutnya,

inti ditimbun dalam kernel storage pada bulk silo (Hopper) yang siap untuk

dipasarkan.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator perubahan Akibat Stres Kerja Pada Proses Produksi

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator perubahan Akibat Stres Kerja Pada Proses Produksi

No. INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA

(45)

D8 Telinga berdenging 5 21 16 43

D31 Absenteisme (ketidak

hadiran) tinggi 34 8 8

D38 Menghindar dari interaksi

(46)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada perubahan fisiologis, terdapat

30 orang sering mengalami sakit kepala, dan 12 orang lainnya jarang.Sebanyak 25

orang sering mengalami sakit punggung, 14 orang jarang mengalaminya, dan 3

orang lainnya tidak pernah mengalami sakit punggung.Terdapat 41 orang tidak

pernah mengalami gangguan seksual, dan hanya 1 orang yang jarang mengalami

gangguan seksual.Sebanyak 3 orang sering mengalami asma, 22 orang jarang, dan

17 orang tidak pernah mengalami asma/sesak nafas. Ada 10 orang tidak perna

mengalami gangguan pada lambung dan usus, 26 orang jarang mengalami, dan 6

orang lainnya sering mengalami gangguan pada lambung dan usus. Sebanyak 23

orang sering megalami insomnia, 11 orang jarang mengalaminya, dan 8 orang

tidak pernah mengalami insomnia.Dalam satu bulan terakhir sebanyak 2 orang

jarang mengalami diare dan 40 lainnya tidak pernah mengalami diare.Sebanyak

16 orang pekerja sering mengalami telinga berdenging, 21 orang jarang

mengalaminya, dan 5 orang lainnya tidak pernah mengalainya.Sebanyak 3 orang

sering mengalami bruxims, 10 orang jarang, dan 29 orang lainnya tidak pernah

mengalami bruxims.Seluruh pekerja sebanyak 42 orang tidak pernah mengalami

sakit rahang.Ada 6 orang pekerja merasa sering mengalami gejala tekanan darah

tinggi, 13 orang jarang, dan 23 orang lainnya tidak pernah.Sebanyak 30 orang

pekerja tidak pernah mengalami gejala penyakit jantung koroner, dan 12 orang

lainnya jarang.Keseluruhan pekerja sebanyak 42 orang tidak pernah mengalami

gejala herpes.Sebanyak 18 orang sering mengalami migrain, 24 orang jarang

mengalami migrain.Sebanyak 24 orang tidak pernah mengalami gejala tukak

(47)

lambung. Ada 25 orang pekerja tidak pernah mengalami jantung berdebar-debar,

10 orang jarang mengalaminya, dan 7 orang lainnya sering mengalami jantung

berdebar-debar. Sebanyak satu orang pekerja merasa sering buang air kecil, 30

orang lainnya jarang, dan 11 orang lainnya merasa tidak sering buang air kecil.

Sebanyak 32 orang pekerja merasa seing keluar keringat, dan 10 orang lainnya

jarang keluar keringat.Ada satu orang pekerja sering merasa gugup, 19 orang

jarang, dan 22 orang lainnya tidak pernah merasa gugup. Terdapat 7 orang pekerja

merasa sering kehilangan nafsu makan, 6 orang lainnya jarang, dan 29 orang

lainnya tidak pernah kehilangan nafsu makan. Sebanyak 5 orng pekerja tidak

pernah merasa badannya terasa lemah, 7 orang lainnya merasa jarang, dam 30

orang lainnya merasa badannya sering terasa lemah.Sebanyak 26 orang pekerja

merasa sering letih/lesu, 9 orang lainnya jarang merasa letih/lesu, dan 7 orang

lainnya tidak pernah.

Pada perubahan psikologi, sebanyak 21 orang pekerja merasa tidak mudah

marah, 15 orang merasa jarang mudah marah, dan 6 orang lainnya sering merasa

mudah marah. Sebanyak 35 orang pekerja tidak pernah merasa mudah

tersinggung, 7 orang jarang merasa mudah tersinggung.Terdapat 7 pekerja merasa

perasaannya tertekan, 16 orang merasa perasaannya jarang tertekan, dan 19 orang

lainnya tidak merasa tertekan.Ada 31 orang merasa tidak pernah merasa gelisah,

dan 11 orang lainnya merasa jarang merasa gelisah.Sebayak 41 orang tidak pernah

merasa putus asa, dan 1 orng lainnya jarang memiliki rasa mudah putus

(48)

orang lainnya merasa pernah mengalami sikap acuh tak acuh.Keseluhan pekerja

sebanyak 42 orang tidak pernah memiliki perasaan tegang.

Pada perubahan perilaku, sebanyak 5 orang sering mengalami merasa

malas bekerja, 30 orang lainnya merasa jarag, dan 7 orang lainnya tidak pernah

mengalami rasa malas bekerja. Sebanyak 34 orang merasa bahwa absenteismenya

tidak tinggi, dan 8 orang lainnya jarang. Sebanyak 12 orang pekerja merasa sering

kurang konsentrasi, 10 orang jarang mengalami kurang konsentrasi, dan 20 orang

lainnya tidak pernah mengalami kurang konsentrasi. Sebanyak 9 orang pekerja

mengaku sering cepat merasa lupa, 6 orang jarang, dan 27 orang lainnya merasa

tidak pernah cepat merasa lupa. Ada 29 orang pekerja tidak pernah merasa

menunda pekerjaannya, 12 orang lainnya jarang, dan 1 orang lainnya sering

merasa menunda pekerjaannya.sebanyak 30 orang pekerja sering minum kopi dan

merokok, 7 orang lainnya jarang, hanya 5 orang yang tidak pernah minum

kopi/merokok. Sebanyak 38 orang pekerja tidak pernah minum obat

penenang/obat tidur, dan 4 orang lainnya pernah melakukannya. Sebanyak 9

0rang pekerja mengaku sering meminum minuman berakohol, 13 orang pekerja

jarang, dan 20 orang pekerja mengaku tidak pernah meminum

minumanberakohol. Ada 6 orang pekerja merasa sering menghindari interaksi

sosial, 11 orang lainnya jarang melakukannya, dan 25 orang pekerja lainnya tidak

pernah melakukannya.

Total skor pada tabel indikator perubahan akibat stres kerja menunjukkan

bahwa indikator perubahan akibat stres kerja yang paling sering dialami pekerja

(49)

(76,2%) menjawab sering (skor 2) dan 10 orang responden (23,8%) menjawab

kadang (skor 1). Indikator perubahan akibat stres kerja yang paling sering dialami

pekerja selanjutnya adalah sakit kepala/pusing dengan total skor 72 dimana 30

orang responden (71,4%) menjawab sering (skor 2) dan 12 orang responden

(28,6%) menjawab kadang (skor 1).

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Stres di Tempat Kerja pada Pekerja Bagian Produksi PT. Anugrah Tanjung Medan

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi

No. Tingkat Stres Frekuensi Presentase

(Orang) (%)

1. Stres Ringan 12 28,6

2. Stres Berat 30 71,4

Total 42 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang mengalami stres ringan yaitu sebanyak 12 orang (28,6%), dan 30 orang (71,4%) lainnya

(50)

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individu, Faktor Intrinsik, dan Faktor Ekstrinsik yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi PT. Anugrah Tanjung Medan

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individu di Tempat Kerjapada Pekerja Bagian Proses Produksi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 22 orang (52,4%)

memiliki umur < 31 tahun, dan jumlah responden yang memiliki umur > 31

berjumlah 20 orang (47,6%).

Pada variabel masa kerja, diketahui bahwa sebanyak 17 orang responden

(40,5%) memiliki masa kerja < 3 tahun, dan responden yang memiliki masa kerja

> 3 tahun sebanyak 25 orang (59,5%).

Pada variabel pendidikan, diketahui bahwa responden yang berpendidikan

< SMA berjumlah 28 orang (66,7%), dan yang berpendidikan > SMA berjumlah

(51)

Pada variabel status perkawinan, diketahui bahwa sebanyak 31 orang

responden (73,8%) berstatus kawin, dan 11 orang responden (26,2%) lainnya

berstatus tidak kawin.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Intrinsik di Tempat Kerja pada Pekerja Bagian Proses Produksi

Variabel Frekuensi Presentase

Tabel diatas menunjukkan bahwa pada variabel beban kerja diketahui

responden yang memiliki beban kerja ringan sebanyak 14 orang (33,3%), dan

responden yang memiliki beban kerja sedang sebanyak 28 orang (66,7%).

Pada variabel kebisingan dapat diketahui bahwa sebanyak 40 orang

responden (95,2%) merasa tempat tempat kerjanya bising, dan hanya sebanyak 2

orang responden (4,8%) merasa tempat kerjanya tidak bising.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Ekstrinsik di Tempat Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi

Variabel Frekuensi Presentase

(Orang) (%)

Peranan dalam Organisasi Tidak Berperan 28 66,7

(52)

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa pada variabel peranan dalam

organisasi sebanyak 28 orang responden (66,7%) merasa tidak berperan, dan 14

orang responden (33,3%) lainnya merasa berperan.

Pada variabel pengembangan karir diketahui bahwa sebanyak 32 orang

merasa tidak puas dalam pengembangan karir, dan 10 orang responden (23,8%)

merasa puas dalam pengembangan karir.

4.3 Hasil Uji Statistik

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individu (Usia, Masa Kerja, Pendidikan, Status Perkawinan) dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi

(53)

responden dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,011 (ρ< 0,05) yang berarti

ada hubungan antara usia responden dengan stres kerja.

Pada variabel masa kerja < 3 tahun sebanyak 7 orang responden (16,7%)

mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 10

orang responden (23,8%). Sedangkan pada responden dengan masa kerja > 3

tahun sebanyak 5 orang responden (11,9%) mengalami stres kerja ringan, dan

yang mengalami stres kerja berat sebanyak 20 orang (47,6%). Berdasarkan hasil

uji Exact Fisher antara masa kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,174

(ρ> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja.

Pada variabel pendidikan, responden dengan tingkat pendidikan < SMA

sebanyak 8 orang responden (19,0%) mengalami stres kerja ringan, dan 20 orang

responden (47,6%) mengalami stres kerja berat. Pekerja dengan tingkat

pendidikan > SMA sebanyak 4 orang responden (9,5%) mengalami stres kerja

ringan, dan 10 orang responden (23,8%) mengalami stres kerja berat. Berdasarkan

hasil uji Exact Fisher antara pendidikan dan stres kerja menunjukkan nilai ρ =

1,000 (ρ> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara pendidikan dengan stres

kerja.

Pada variabel status perkawinan, pekerja yang berstatus kawin sebanyak 9

orang (21,4%) mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat

sebanyak 22 orang responden (52,4%). Pekerja yang berstatus tidak kawin

sebanyak 3 orang (7,1%) mengalami stres kerja ringa, dan yang mengalami stres

(54)

status perkawinan dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ> 0,05) yang

berarti tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja.

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Intrinsik (Beban Kerja, Kebisingan) dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi

responden (14,3%) mengalami stres kerja berat. Pada pekerja dengan beban kerja

sedang sebanyak 4 orang (9,5%) mengalami stres kerja ringan, dan yang

mengalami stres kerja berat sebanyak 24 orang (57,1%). Berdasarkan hasil uji

Exact Fisher antara beban kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,009

(ρ< 0,05) yang berarti ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.

Pada variabel kebisingan, pekerja yang merasa tempat kerjanya tidak

bising sebanyak 4 orang (9,5%) mengalami stres kerja ringan, dan tidak ada

satupun responden yang merasa tempat kerjanya tidak bising mengalami stres

kerja berat. Pada pekerja yang merasa tempat kerjanya bising sebanyak 8 orang

(19,0%) mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat

(55)

dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,004 (ρ< 0,05) yang berarti bahwa ada

hubungan antara kebisingan dengan stres kerja.

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Ekstrinsik (Peran Individu dalam Organisasi, Pengembangan Karir) dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi

Tabel diatas menunjukkan bahwa pada variabel peran individu dalam

organisasi, pada pekerja yang berperan sebanyak 4 orang responden (9,5%)

mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 10

orang (23,8%). Pada pekerja yang tidak berperan sebanyak 8 orang (19,0%)

mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat berjumlah 20

orang (47,6%). Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara peran individu dalam

organisasi dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ> 0,05) yang berarti

tidak ada hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja.

Pada variabel pengembangan karir, pekerja yang merasa pengembangan

karirnya memuaskan sebanyak 2 orang (4,8%) yang mengalami stres kerja ringan,

dan pekerja yang mengalami stres kerja berat berjumlah 8 orang (19,0%). Pada

(56)

orang (23,8%), dan yang mengalami stres kerja berat berjumlah 22 orang (52,4%).

Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara pengembangan karir dengan stres kerja

menunjukkan nilai ρ = 0,696 (ρ> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara

(57)

59

5.1 Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel umur jumlah

responden yang mengalami stres kerja berat yang paling banyak adalah responden

dengan umur > 31 tahun yaitu sebanyak 18 orang responden (47,6%), dan yang

mengalami stres ringan sebanyak 2 orang responden (4,8%). Pada responden

dengan umur < 31 tahun yang mengalami stres kerja berat sebanyak 12 orang

(28,6%), dan 10 orang responden (23,8%) lainnya mengalami stres kerja ringan.

Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara usia responden dengan stres kerja

menunjukkan nilai ρ = 0,011 (ρ < 0,05) yang berarti ada hubungan antara usia

responden dengan stres kerja.

Hal ini sesuai dengan peneltian yang dilakukan Fitri (2013) dengan judul

faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada karyawan bank BMT

pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa umur adalah salah satu hal yang

mempengaruhi stres kerja seseorang dengan nilai ρ = 0,031. Hal ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratih dan Suwandi (2013) di bagian

produksi PT. X Surabaya yang menunjukkan bahwa semakin lanjut usia

seseorang, mengalami kecenderungan stres kerja semakin besar.

Berdasarkan teori yng dikemukkn oleh Rauschenbach dan Hertel dalam

Airmayanti (2009), hubungan antara umur dengan stress kerja membentuk kurva

“U” terbalik. Tingkat stress yang dialami pekerja muda (<35 tahun) cenderung

(58)

pada pekerja usia menengah (35-50 tahun) kemudian mengalami penurunan stress

ketika pekerja memasuki golongan usia tua (>50 tahun). Perbedaan tingkat stress

ini dipengaruhi oleh tuntutan kerja yang cenderung berbeda pada masing-masing

kelompok umur sehingga menghasilkan tingkat stress yang berbeda-beda.

Menurut Greenberg dalam Nurmalia (2016) semakin tua seseorang maka

semakin mudah terserang stres, hal ini disebabkan beberapa hal.Pertama, semakin

tua seseorang maka semakin berkurangnya daya tahan tubuh terhadap tekanan dan

beban yang diterimanya seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh. Kedua,

pertambahan umur akan memunculkan pertambahan tanggung jawab dan

harapan-harapan, serta tuntutan yang muncul dari orang-orang disekitar akan melakukan

perubahan dalam kehidupan.

Menurut Munandar yang dikutip dalam Malia (2016), hubungan umur

dengan stress kerja memiliki kesamaan dengan hubungan antara masa kerja

dengan stres. Namun, tidak selamanya umur dengan stress kerja dihubungkan

dengn masa kerja. Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan

umur, terutama yang berhubungan dengan sistem indra dan kekuatan fisik.

Biasanya pekerja yang mempunyai umur lebih muda memiliki penglihatan dan

pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh

yang lebih kuat. Namun untuk beberapa jenis pekerjaan lain, faktor umur yang

lebih tua, biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman bekerja yang lebih

banyak, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu dapat menjadi kendala dan dapat

(59)

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara umur dengan stres kerja pada pekerja bagian pengolahan PT.

Anugrah Tanjung Medan dengan nilai ρ = 0,011 (ρ < 0,05). PT. Anugrah Tanjung

Medan tidak memperhatikan umur pekerja pada saat penerimaan maupun

penempatan tempat kerja. Pekerja dengan usia yang lebih tua akan mengalami

penurunan kekuatan pada otot yang berdampak pada kelelahan yang lebih cepat

dan menyebabkan beban kerja terasa lebih berat sehingga pekerja dengan usia

lebih tua lebih rentan mengalami stres kerja dibandingkan pekerja dengan usia

yang lebih muda.

5.2 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan masa kerja < 3

tahun yang mengalami stres kerja ringan sebanyak 7 orang responden (16,7%),

dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 10 orang responden (23,8%). Pada

responden dengan masa kerja > 3 tahun sebanyak 5 orang responden (11,9%)

mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 20

orang (47,6%). Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara masa kerja dengan stres

kerja menunjukkan nilai ρ = 0,174 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan

antara masa kerja dengan stres kerja.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Nurmalia (2016) pada pekerja bagian pengolahan di PT. Sisirau Aceh

Tamiang yang menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara masa kerja

dengan stress kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi

(60)

yang lebih lama memiliki pengalaman dalam bekerja yang lebih baik sehingga

memiliki tanggung jawab yang lebih besar.Sedangkan pada penelitian ini, masa

kerja tidak berhubungan dengan stres kerja bisa terjadi dikarenakan besarnya

tanggung jawab yang diberikan kepada pekerja tidak bergantung pada lamanya

masa kerja.Pekerja lama dengan pekerja baru tidak memiliki perbedaan beban

kerja yang signifikan. Oleh karena itu masa kerja tidak memliki hubungan yang

signifikan dengan stress kerja.

Tidak adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres

kerja atau masa kerja bukan termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja

karena stresor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai

peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya

dan mengancam. Pengaruh positif terjadi bila semakin lama seorang pekerja

bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Masa kerja

yang lama akan cenderung membuat seorag pekerja lebih merasa betah dalam

suatu perusahaan, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan

lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan merasa nyaman

dengan pekerjaannya (Munandar, 2001).

Sejalan dengan teori tersebut, PT. Anugrah Tanjung Medan Labuhanbatu

Selatan resmi beroperasi pada Februari 2012 lalu, perusahaan ini baru beroperasi

selama 5 tahun, yang berarti tidak satu pun pekerja di bagian produksi yang telah

bekerja lebih dari 5 tahun. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa masa kerja

tidak termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja pada pekerja bagian

(61)

adalah pekerja dengan masa kerja yang lebih lama sudah berpengalaman dalam

pekerjaannya dan mereka sudah mampu beradaptasi dengan pekerjaan yang

mereka lakukan, serta setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda

terhadap stressor yang mereka hadapi. Selain itu stress berdampak positif (eustres)

dalam hal ini, para pekerja memiliki kemampuan adaptasi terhadap tempat

kerjanya mengenai stress yang dialaminya dengan masa kerja yang cukup lama.

5.3 Hubungan Antara Pendidikan dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel pendidikan, jumlah

responden yang mengalami stres kerja berat paling banyak adalah responden

dengan tingkat pendidikan di bawah SMA (< SMA) yaitu sebanyak 20 orang

responden (47,6%), dan responden yang mengalami stres kerja ringan sebanyak 8

orang responden (19,0%). Responden dengan tingkat pendidikan > SMA

sebanyak 4 orang responden (9,5%) mengalami stres kerja ringan, dan 10 orang

responden (23,8%) mengalami stres kerja berat.

Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Setiawan (2013), selain pengalaman

yang kurang, dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, penyelesaian

pekerjaan pekerja akan lebih sulit karena ilmu yang dimiliki lebih terbatas dan

menyebabkan beban kerja akan terasa lebih berat dibandingkan dengan pekerja

yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Kurangnya pengetahuan dalam

mengatasi masalah-masalah di tempat kerja dapat memicu terjadinya stres kerja

menyebabkan kinerja rendah, pengambilan keputusan jelek, dan kreatifitas serta

(62)

Menurut Budiono dalam Malia (2016) pendidikan mempengaruhi

seseorang dalam cara berpikir dan bertindak dalam menghadapi pekerja.

Indonesia sebagian besar adalah tenaga pelaksana yang berada dalam keadaan

sosial ekonomi lemah, yang disebabkan antara lain rendahnya tingkat pendidikan

dan ketrampilan yang mereka miliki. Pekerja dengan dasar pendidikan dan

ketrampilan yang sangat terbatas serta kondisi kesehatan yang buruk cenderung

akan menurunkan produktivitas.

PT. Anugrah Tanjung Medan pada umumnya menerima pekerja dengan

dasar pendidikan SD, SMP, dan SMA untuk pekerja bagian pengolahan.

Perusahaan tidak memperhatikan pendidikan pada saat penerimaan dan

penempatan tempat kerja karena pekerjaan yang akan dilakukan dianggap tidak

terlalu rumit. Sehingga pendidikan tidak terlalu berpengaruh untuk membuat

pekerjaan lebih ringan ataupun lebih berat.

Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara pendidikan dan stres kerja

menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang

signifikan antara pendidikan dengan stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa teori

yang menyatakan bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam

perkembangan individu tidak selamanya berhubungan dengan stres kerja.

5.4 Hubungan Antara Status Perkawinan dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel status perkawinan,

yang mengalami stres kerja berat paling banyak adalah pekerja yang berstatus

kawin yaitu sebanyak 22 orang (52,4%), 9 orang (21,4%) lainnya mengalami

(63)

mengalami stres kerja ringa, dan yang mengalami stres kerja berat berjumlah 8

orang (19,0%). Stres kerja dapat terjadi karena pekerja dengan status kawin

memiliki lebih banyak masalah di dalam rumah tangga dibandingkan dengan

pekerja yang tidak kawin, sehingga pada saat melaksanakan tugas-tugas

pekerjaan sering terganggu akan pikiran-pikiran diluar pekerjaan yang

mengakibatkan konsentrasi berkurang dan pekerjaan terasa lebih sulit

diselesaikan yang akhirnya dapat menimbulkan stres kerja.

Berdasarkan hasil uji Excat Fisher antara status perkawinan dengan stres

kerja menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ > 0,05) yang berarti status perkawinan

tidak termasuk faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stres

kerja pada pekerja bagian pengolahan PT. Anugrah Tanjung Medan

Labuhanbatu Selatan.

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fink dalam Fitri

(2013), status pernikahan berpengaruh pada tingkat stress seseorang. Individu

yang telah menikah biasanya memiliki tingkat stress yang lebih rendah

dibandingkan dengan individu yang tidak menikah. Hal ini terjadi dikarenakan

apabila pekerja mendapat dukungan dalam karir dari pasangannya maka stress

kerja yang dialaminya akan cenderung rendah karena adanya dukungan dari

pasangan.

Hasil peneltian ini juga tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan

oleh Munandar (2001) bahwa isu-isu dalam keluarga, kritis kehidupan, kesulitan

keuangan, dan konflik antara tunutan keluarga denga tuntutan pekerjaan,

(64)

sehingga menyebabkan seseorang menjadi stres dalam pekerjannya. Menurut

Tarigan dalam Nurmalia (2016) keluarga dapat menjadi sumber stres karena

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan para anggota

keluarganya.Bertambahnya anggota keluarga dapat menimbulkan stres bagi ibu

pada waktu kehamilan, kelahiran, dan pengasuhannya; bagi bapak keluarga

harus memikirkan tambahan penghasilan.Pertentangan keluarga – pekerjaan

terjadi ketika tenaga kerja menghadapi pertentangan antara peran mereka di

tempat kerja dengan peran mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam penelitian ini tidak adanya hubungan antara status perkawinan

dengan stress kerja disebabkan tidak semua pekerja yang telah menikah

mendapat dukungan maupun tekanan yang berpengaruh terhadap penurunan dan

peningkatan tingkat stress kerja. Sehingga tidak terlihat perbedaan antara pekerja

yang telah kawin dengan pekerja yang tidak kawin.

5.5 Hubungan Antara Beban Kerja dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pada variabel beban kerja,

jumlah responden yang mengalami stres kerja berat paling banyak adalah

responden yang memiliki beban kerja sedang yaitu sebanyak 24 orang (57,1%),

dan 4 orang (9,5%) lainnya mengalami stres kerja ringan. Pada responden dengan

beban kerja ringan yang mengalami stres kerja ringan sebanyak 8 orang responden

(19,0%), dan 6 orang responden (14,3%) mengalami stres kerja berat.

Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara beban kerja dengan stres kerja

menunjukkan nilai ρ = 0,009 (ρ < 0,05) yang berarti ada hubungan antara beban

(65)

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Nurmalia (2016) pada pekerja bagian pengolahan PT. Sisirau Aceh Tamiang yang

menyimpulkan bahwa ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja dengan

nilai ρ=0,030 (ρ<0,05).

Menurut Hans Selye dalam Nurmalia (2016), stres kerja adalah respon

tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya, misalnya

bagaimana respon tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami

beban kerja yang berlebihan. Bila dia sanggup mengatasinya artinya tidak ada

gangguan fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak

mengalami stres. Tetapi sebaliknya apabila dia mengalami gangguan pada satu

atau lebih fungsi organ tubuh yang mengakibatkan seseorang tidak lagi dapat

menjalankan tugasnya dengan baik, maka ia disebut distres.

Menurut Munandar (2001) sumber intrinsik pada pekerjaan meliputi

tuntutan fisik dan tuntutan tugas.Beban kerja merupakan salah satu tuntutan tugas

yang yang menjadi stresor dalam pekerjaan.Munandar jugamenyatakan bahwa

beban kerja berlebih/beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit terjadinya

stres.

Menurut Manuaba dalam Airmayanti (2009) akibat beban kerja yang

terlalu besar dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau

penyakit akibat kerja. Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan

kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala,

gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu

(66)

akanmenimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena

tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada

pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja.Beban kerja yang

berlebih atau rendah dapat menimbulkan stres kerja.

Tingkat beban kerja yang dialami pekerja bagian produksi PT. Anugrah

Tanjung Medan Labuhanbatu Selatan akan meningkat sesuai dengan banyaknya

buah sawit yang masuk dan harus diolah dengan segera. Buah sawit yang tidak

diolah dengan segera dapat menyebabkan asam lemak bebas pada buah sawit

meningkat dan menyebabkan kualitas minyak menurun dan dapat menyebabkan

harga minyak menjadi rendah dan merugikan perusahaan. Hal tersebut

menyebabkan para pekerja mendapatkan beban fisik dan mental yang bertambah

dan menimbulkan stress kerja. Penelitian ini dilakukan ketika

pemasukan/penerimaan buah sedang tinggi, hal ini sangat berpengaruh pada hasil

penelitian mengenai hubungan beban kerja dengan stress.

5.6 Hubungan Antara Kebisingan dengan Stres Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel kebisingan, responden

yang mengalami stres kerja berat paling banyak adalah responden yang merasa

tempat kerjanya bising yaitu sebanyak 30 orang (31,4%), dan 8 orang (19,0%)

mengalami stres kerja ringan. Pada responden yang merasa tempat kerjanya tidak

bising yang mengalami stres kerja ringan berjumlah 4 orang (9,5%), dan tidak ada

satupun responden yang merasa tempat kerjanya tidak bising mengalami stres

(67)

Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara kebisingan dengan stres kerja

menunjukkan nilai ρ = 0,004 (ρ < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan antara

kebisingan dengan stres kerja.

Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budianto

(2010) di PT. Agung Saputra Tex Bantul, sebanyak 95,5% pekerja mengalami

stres karena kebisingan yang melewati Nilai Ambang Batas (NAB) >85 dB. Hasil

penelitian tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Nurmalia (2016) pada pekerja bagian pengolahan PT. Sisirau Aceh Tamiang yang

menyatakan bahwa kebisingan memiliki hubungan yang signifikan dengan stres

kerja dengan ρ = 0,036 (ρ < 0,05).

Menurut Nuzulia dalam Airmayanti (2009) suara bising didengar sebagai

rangsangan pada sel syaraf pendengar dalam telinga yang ditimbulkan getaran

dari sumber bising (mesin produksi). Gelombang tersebut merambat melalui udara

atau penghantar lainnya, mengaktifkan sistem syaraf simpatis dan pusat hormonal

di otak (hipotalamus) seperti kotekolamin, epinefrin, norepinefrine,

glukokortikoid, kortisol (hormon stres) dan kortison.Sistem

Hipotalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) merupakan bagian penting dalam sistem neuroendokrin

yang berhubungan dengan terjadinya stres, hormon adrenal berasal dari medula

adrenal sedangkan kortikostreroid dihasilkan oleh korteks adrenal.Kelebihan

hormon kortisol bisa merusak fungsi di bagian prefrontal korteks yaitu pusat

emosional.Daerah ini juga berfungsi mengatur fungsi perencanaan, penalaran dan

pengendalian rangsangan atau impuls. Hipotalamus akan merangsang hipofisis,

(68)

(stressor) berhasil diidentifikasi, otak akan mengirimkan pesan yang bersifat

biokimia kepada semua sistem dalam tubuh. Akibatnya, pernafasan akan

meningkat, tekanan darah naik, otot menjadi tegang, dan timbul gejala fisiologis

lainnya. individu hanya mempunyai sumber energi yang terbatas, dan keterbatasan

kemampuan untuk menghadapi stressor sehingga individu tersebut menjadi stres.

Berdasarkan uji kebisingan yang dilakukan oleh Balai Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Medan di PT. Anugrah Tanjung Medan pada tahun 2016

menunjukkan bahwa areal boiler pabrik dan kamar mesin memiliki hasil uji yang

masing-masing 92,5-93,8 dB dan 95,8-101,4 dB dimana menurut Kepmenaker

No.13 tahun 2011 menyatakan bahwa Nilai Ambang Batas untuk kebisingan

adalah 85 dB. Menurut Munandar (2001) paparan terhadap bising berkaitan

dengan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk

berkonsentrasi.Sedangkan menurut Ivenich dan Mattenson yang dikutip dalam

Munandar (2001) berpendapat bahwa bising yang berlebih (>80 dB) yang

berulangkali didengar, dapat menimbulkan stres.

5.7 Hubungan Antara Peran Individu dalam Organisasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel peran individu dalam

organisasi, pada pekerja yang berperan sebanyak 4 orang responden (9,5%)

mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 10

orang (23,8%). Pada pekerja yang tidak berperan sebanyak 8 orang (19,0%)

mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat berjumlah 20

Gambar

Gambar 1. Kawasan Wajib Menggunakan APD
Gambar 3. Stasiun Perebusan (Sterillizer)
Gambar 5. Screw Press (alat yang digunakan untuk mengeluarkan minyak dari daging buah) pada stasiun pengempaan
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator perubahan Akibat Stres Kerja Pada Proses Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlu ditekankan akan peningkatan sumber daya tenaga teknis yang profesional dalam hal ini adalah Bidan di desa dengan cara pemberian informasi atau pengadaan

 16 Buku Rancangan Pengajaran (BRP) Modul Preklinik di bawah pembinaan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari

Splitter merupakan suatu filter analog yang di dalamnya terdiri dari rangkaian low pass filter (LPF) dan high pass filter (HPF). LPF hanya akan melewatkan sinyal

Menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan selama kegiat an inisiasi berlangsung sepert i presensi pesert a t iap kelompok inisiasi, buku panduan inisiasi, buku

27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan mengatur bahwa perseroan terbatas yang melakukan penggabungan bahwa dalam setiap rancangan penggabungan

Dengan adanya SMO menggunakan facebook dapat mendukung metode SEO yang telah berjalan, sehingga diharapkan kedua metode ini dapat mencapai hasil yang maksimal dalam

Find the generalized PDF of

40 Tahun 2007 dan implikasinya dalam Praktek Akuisisi Perusahaan, Penggabungan, dan Peleburan Usaha di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.. Prodjodikoro, Wirjono,1992,