Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya Very Bastian bermaksud meneliti tentang “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA DI PT. ANUGRAH TANJUNG MEDAN (ATM) LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2017”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Pada penelitian ini peneliti akan bertanya mengenai karakteristik pekerja, faktor intrinsik pekerjaan, faktor ekstrinsik pekerjaan dan beberapa indikator perubahan akibat stres kerja. Wawancara akan berlangsung selama 15-20 menit. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban anda akan
dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja anda, kemudian kuesioner ini akan disimpan oleh peneliti.
Untuk itu mohon kesediannya kepada pekerja PT. Anugrah Tanjung Medan selaku responden untuk mengisi kuesioner ini.
Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan diatas, dan saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Labuhanbatu Selatan,...2017
(...) (...)
Nomor Responden
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN DIISI OLEH
PENELITI
A1 Usia :……….tahun
A2 Masa Bekerja :………..tahun
A3 Pendidikan : SD/SMP/SMA/Diploma/Sarjana A4 Status Perkawinan : Kawin/Tidak Kawin
B. FAKTOR INTRINSIK PEKERJAAN B1. KEBISINGAN
B1.1 Apakah anda merasa lingkungan kerja anda bising ?
1. Ya 2. Tidak
B1.2 Apakah anda merasa pusat perhatian terhadap pekerjaan menjadi berkurang dengan suara yang bising ?
1. Ya 2. Tidak
B1.3 Apakah anda merasa sulit berkomunikasi dengan orang lain dengan adanya suara yang bising ?
C1. PERANAN DALAM ORGANISASI
C1.1 Apakah anda mempunyai pengaruh terhadap keputusan yang perusahaan buat terkait dengan pekerjaan anda ?
1. Ya 2. Tidak
C1.2 Apakah anda dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan pekerjan anda ?
1. Ya 2. Tidak
Ci.3 Apakah pendapat terkait pekerjaan anda, diterapkan oleh perusahaan ?
1. Ya 2. Tidak
C2. PENGEMBANGAN KARIR
C2.1 Apakah anda merasa puas terhadap kesempatan promosi kerja / kenaikan jabatan yang ada ?
1. Ya 2. Tidak
C2.2 Apakah anda mendapatkan kesempatan mengembangkan bakat dan kreatifitas dengan menyalurkan ide pada perusahaan?
1. Ya 2. Tidak
C2.3 Apakah anda mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan di dalam atau di luar perusahaan ?
1. Ya 2. Tidak
C2.4 Apakah anda merasa ada beberapa karyawan baik prestasinya dalam bekerja tidak mendapatkan promosi ?
D. Berilah tanda (√) pada kolom indikator perubahan akibat stres kerja No. INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA
D33 Cepat merasa lupa
D34 Menunda-nunda pekerjaan D35 Minum kopi/ merokok D36 Minum obat tidur/ obat
penenang
D37 Mengkonsumsi minuman berakohol
D38 Menghindar dari interaksi sosial (pergaulan)
42 24 1 2 1 1 2 2 6 2 6 2 4 1 30 2
Keterangan :
U : Umur responden
KU : Kategori umur responden (1 = <31 Tahun dan 2 = > 31 Tahun)
MK : Masa Kerja Responden
KMK : Kategori masa kerja responden (1 = < 3 Tahun dan 2 = > 3 Tahun)
PD : Tingkat pendidikan responden (1 = < SMA dan 2 = > SMA)
PK : Status perkawinan responden (1 = kawin dan 2 = tidak kawin)
B1 : Kategori beban kerja (1 = beban kerja ringan, 2 = beban kerja sedang, 3
= beban kerja berat, 4 = beban kerja sangat berat, 5 = beban kerja sangat
berat sekali)
B2 : Faktor kebisingan di tempat kerja
KB2 : Kategori kebisingan di tempat kerja (1 = tidak bising dan 2 = bising)
C1 : Peran individu dalam organisasi
KC1 : Kategori peran invidu dalam organisasi (1 = berperan dan 2 = tidak
berperan)
C2 : Pengembangan karir responden
KC2 : Kategori pengembangan karir responden (1 = memuaskan dan 2 = tidak
memuaskan)
D : Stres Kerja
KD : Kategori stress kerja responden ( 1 = stres kerja ringan dan 2 = stres
Valid tidak bising (skor <=3) 4 9.5 9.5 9.5
bising (skor >3) 38 90.5 90.5 100.0
Total 42 100.0 100.0
peran individu dalam organisasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid berperan (skor <=3) 14 33.3 33.3 33.3
tidak berperan (skor >3) 28 66.7 66.7 100.0
Total 42 100.0 100.0
pengembangan karir
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid memuaskan (skor <=4) 10 23.8 23.8 23.8
tidak memuaskan (skor
>4) 32 76.2 76.2 100.0
Total 42 100.0 100.0
tingkatan stres kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid stres ringan (skor 1-25) 12 28.6 28.6 28.6
stres berat (skor >25) 30 71.4 71.4 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umur responden *
tingkatan stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0% masa kerja * tingkatan
stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%
tingkat pendidikan *
tingkatan stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0% status perkawinan *
tingkatan stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0% beban kerja *
tingkatan stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%
kebisingan * tingkatan
stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%
peran individu dalam organisasi * tingkatan
stres kerja 42 100.0% 0 .0% 42 100.0%
pengembangan karir *
Crosstab
Crosstab
Crosstab
Crosstab
41 Hendra 78 116 97
42 Abdi 82 121 101,5
Gambar 1. Kawasan Wajib Menggunakan APD
Gambar 5. Screw Press (alat yang digunakan untuk mengeluarkan minyak dari
daging buah) pada stasiun pengempaan.
76 Pekerja Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2009.Skripsi. Diakses 5 November 2016.
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id
Anoraga, P., 2001. Psikologi Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.
Budianto, T., & Pertiwi, EY. 2010. Hubungan Kebisingan dengan Masa Kerja
Terhadap Terjadinya Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Tenun “Agung Saputra Tex” Piyungan Batul Yogyakarta Tahun 2010. Skripsi. Diakses
5 November 2016.http://journal.uad.ac.id
Danapriatna, N & Setiawan, R.2005.Pengantar Statistika. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Karima, A. 2004.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja di PT. X Tahun 2004.Skripsi. Diakses 5 November 2016.
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id
Fitri, A.M. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubugan dengan
KejadianStres Kerja Pada Karyawan Bank (Studi pada Karyawan Bank BMT).Skripsi. Diakses 5 November 2016. http://undip.ac.id
Hadi, S. 2001. Statistik Jilid 2. Andi.Yogyakarta.
Hawari, D. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Badan Penerbit FKUI. Jakarta
Harrianto, R. 2008. Buku AjarKesehatan Kerja.EGC.Jakarta
Haris, A. F. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stres
Kerjapada Pekerja Unit Produksi IV PT. Semen Tonasa.
Skripsi.Diakses 21Januari 2016.http://repository.unhas.ac.id/
ILO., 2015.Hari Keselamatan dan Kesehatan se-Dunia: Mencegah
kecelakaan kerja melalui pelaksanaan manajemen risiko K3. diakses
pada 6 November2016. http://www.ilo.org/
Ismar, R.,Amri, Z.,Sostrosumihardjo, D., 2011. Stres Kerja dan Berbagai
Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Call Center PT. “X” di Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia Vol 61 No 1.Diakses 2
Kumalasari, F. 2014. Perbedaan Hubungan Antara Faktor
LingkunganPekerjaan dengan Stres Kerja pada Pekerja di Departemen Operasi Pusri IV PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun 2014. Skripsi.Diakses 17 Januari 2016.http://akademik.unsri.ac.id
Lestari, K. 2014. Analisis Tingkat Stres Kerja pada Karyawan Produksi dan
Non Produksi PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Unit Pertambangan Tanjung Enim Tahun 2014 .Skripsi. Diakses 21 November 2016.http://akademik.unsri.ac.id
Lestari, P.P 2013.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerjapada
Wanita Bekerja Sektor Formal di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur
Tahun 2013 .Skripsi. Diakses 21 November
2016.http://repository.uinjkt.ac.id
Malia, N. 2016.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja di PT.
Sisirau Aceh Tamiang .Skripsi. Diakses 5 November 2016. http://repository.usu.ac.id
Mangkunegara, A.P. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT Remaja Rosdakarya.Bandung
Martina, A. 2012.Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Paru Dr. Muhammad Goenawan Pratowidigdo Cisarua Bogor (RSPG). Skripsi. Diakses 21 November 2016.http://lib.ui.ac.id
Munandar, 2001.Psikologi dab Organisasi.UI. Jakarta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Nurmalasari, W. 2012.Pengaruh Lingkungan Kerja dan Beban Kerja
Terhadap Stres Kerja Perawat Pada RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.diakses pada 21 November 2017.Jurnal Institutional Repository
UPN Veteran Yogyakarta.http://jurnal.upnyk.ac.id
Ratih,YFE., & Suwandi, T. 2013. Anaisis Hubungan Antara Faktor
Individudan Beban Kerja Fisik dengan Stres Kerja di Bagian Produksi di PT. X Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and
Health, Vol.2, No. 2 Jul-Des 2013: 97–105. Diakses pada 21 November 2016.http://journal.unair.ac.id/
Sedarmayanti.2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.CV Mandar Maju.Bandung
Setiawan, D.A & Sofiana, L. 2013.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Stres Kerja di PT. Chanindo Pratama Piyungan Yogayakarta. Jurnal
Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 2, Desember 2013: 134-144. Diakses pada 5 November 2016.https://publikasiilmiah.ums.ac.id
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Penerbit Andi.Yogyakarta.
Subaris H. 2011. Hygiene Lingkungan Kerja.Mitra Cendikia Press. Jogjakarta.
Suma’mur. PK. 2009.Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).
Sagung Seto. Jakarta
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. EgC. Jakarta
Tarwaka, dkk.2004. ErgonomiUntuk Kesehatan kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta
Utomo, P. 2008. Analisis Pengaruh Pemberdayaan Dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Patra Semarang Convention Hotel.Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Vinallia, B. 2011.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stres Kerja pada Pekerja Bagian Weaving PT. Unitex Tbk Tahun 2011.
Diakses pada 5 Februari 2016 http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id
32
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk
melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel
dependen.Dengan menggunakan desain studi cross-sectional yaitu mencari
faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel dependen (informasi dan gambaran
analisis mengenai situasi yang ada) dalam waktu yang bersamaan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Anugrah Tanjung Medan (ATM).Waktu
penelitian dilaksanakan pada Februari sampai selesai.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2010). Populasi yang diambil dari penelitian ini adalah seluruh
karyawan bagian produksi di PT. Anugrah Tanjung Medan (ATM) yang
berjumlah 42 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah populasi
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan sumber data primer dan
sekunder, yaitu :
3.4.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan membagikan kuesioner
kepada karyawan PT. Anugrah Tanjung Medan yang menjadi
responden.Kuesioner untuk penilaian stres kerja menggunakan kuesioner dari
Hawari dalam Malia (2016).
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari literatur ilmiah dan
penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan stres kerja dan juga
dokumen-dokumen yang diperlukan yang diperoleh dari PT. Anugrah Tanjung
Medan. Data-data sekunder tersebut yang berasal dari perusahaan berupa
pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan oleh Balai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Medan tahun 2016, laporan personalia dari bulan Juni 2016
sampai dengan Desember 2016.
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh
1. Variabel independen yaitu faktor intrinsik, faktor ekstrinsik, dan faktor
individu. Faktor intrinsik berupa, beban kerja, kebisingan, dan panas. Faktor
ekstrinsik berupa peran individu dalam organisasi kerja, hubungan
interpersonal, perkembangan karir dan faktor individu berupa usia, masa
kerja, status perkawinan, pendidikan.
2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah stres kerja.
3.5.2 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Stress kerja adalah respon emosional dan fisik yang dialami oleh responden
sehubungan dengan pekerjaan yang diukur berdasarkan indikator stress.
2. Beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam janga
waktu tertentu.
3. Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
4. Peranan dalam organisasi adalah keikutsertaan responden dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan dirinya di perusahaan.
5. Perkembangan karir adalah peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan
seseorang untuk mencapai suatu rangkaian pekerjaan yang dipegang selama
keidupan kerja, seperti kenaikan jabatan, kesempatan mengembangkan
kreativitas, mendapatkan pendidikan dan pelatihan, serta kepuasan atau
6. Umur adalah rentang kehidupan pekerja yang dihitung dalam tahun.
7. Masa kerja dihitung sejak adanya hubungan kerja antara pekerja dengan
perusahaan atau sejak pekerja pertama kali mulaibekerja diperusahaan dengan
berdasarkanpada perjanjian kerja.
8. Pendidikan adalah tingkatan sekolah atau perguruuan tinggi yang diikuti oleh
pekerja.
9. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat pernikahan
tenaga kerja yang terdapat pada kartu identitas pekerja, dan dikategorikan atas
kawin dan tidak kawin.
3.6 Metode Pengukuran
3.6.1 Penentuan Tingkat Stres Kerja
Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan indikator yang telah
ditetapkan sesuai dengan metode self report measurement oleh Karoley yang
dapat digunakan untuk mengukur tingkat stres. Metode self report measurement
menggunakan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan
fisiologis, psikologi dan perilaku yang dapat dijawab dengan tidak pernah diberi
skor 0, kadang-kadang diberi skor 1 dan sering diberi skor 2.Perubahan fisiologis,
psikologi dan perilaku yang digunakan berdasarkan pendekatan yang dilakukan
oleh Karoley dalam Hawari (2001). Hasil skornya adalah hasil total skor seluruh
jawaban responden kemudian dikategorikan menjadi 2, yaitu kategori stres berat
3.6.2 Penentuan Tingkat Kebisingan
Untuk mengetahui kebisingan pekerja bagian produksi, maka diukur
dengan kuesioner yang berisi 3 pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan
skor untuk pertanyaan :
1 :Tidak
2 : Ya
Nilai untuk kebisingan adalah :
a. Bising, jika skor total : > 3
b. Tidak bising, jika skor total : ≤ 3
3.6.3 Penentuan Tingkat Peranan dalam Organisasi
Untuk mengetahui peranan dalam organisasi pekerja bagian produksi,
maka diukur dengan kuesioner yang berisi 3 pertanyaan menggunakan skala
Guttman dengan skor untuk pertanyaan :
1 : Ya
2 : Tidak
Nilai untuk peranan dalam organisasi :
a. Tidak berperan, jika skor total : > 3
b. berperan, jika skor total : ≤ 3
3.6.4 Penentuan Tingkat Pengembangan Karir
Untuk mengetahui pengembangan karir pekerja bagian produksi, maka
diukur dengan kuesioner yang berisi 4 pertanyaan menggunakan skala Guttman
1 : Ya
2: Tidak
Skor untuk pertanyaan 4 :
1 : Tidak
2 : Ya
Nilai untuk pengembangan karir adalah :
a. Tidak Memuaskan, jika skor total : >4
b. Memuaskan, jika skor total : < 4
3.6.5 Penentuan Tingkat Beban Kerja
Pengukuran beban kerja dilakukan dengan cara menghitung denyut nadi
kerja dari para pekerja dengan menggunakan stopwatch oleh petugas
kesehatandari klinik perusahaan.Denyut nadi yang dihitung adalah denyut nadi
istirahat dan denyut nadi kerja, kemudian hasilnya disesuaikan dengan tabel
kategori beban kerja berdasarkan denyut jantung oleh Christensen dalam Tarwaka
(2004).
Menurut Kilbon dalam Tarwaka (2004), pengukuran denyut jantung
selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovascular
strain.Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi
adalah teleetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph
(ECG).Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual
memakai stopwatch dengan metode 10 denyut. Dengan metode tersebut dapat
Tabel 3.1 Kategori Beban Kerja Menurut Denyut Jantung
Langkah-langkah melakukan pengukuran beban kerja yaitu :
1. Mengukur denyut nadi istirahat pekerja dilakukan sebelum mereka bekerja
dengan menghitug berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
denyut nadi yang ke sepuluh yang disesuaikan dengan waktu yang
ditunjukkan oleh stopwatch. Kemudian waktu terebut dicatat.
2. Mengukur denyut nadi kerja pekerja setelah 4 jam dari pengukuran denyut
nadi istirahat menggunakan meode yang sama dengan mengukur denyut nadi
istirahat. Kemudian waktu tersebut dicatat.
3. Menghitung nadi kerja dengan cara mengitung selisi antara denyut nadi kerja
dengan denyut nadi istirahat dari masing-masing pekerja.
4. Merata-ratakan waktu denyut nadi istirahat dan waktu denyut nadi kerja
untuk mendapatkan beban kerja.
5. Menyesuaikan dengan tabel untuk melihat beban kerja.
3.7 Pengolahan Data
Untuk menghasilkan informasi yang benar, maka data yang telah diperoleh
akan diolah dengan melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut :
1. Editing
Kategori beban kerja Denyut jantung (denyut/min)
Ringan 75-100
Sedang >100-125
Berat >125-150
Sangat berat >150-175
Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner apakah
sesuai dengan apa yang diharapkan.
2. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan.
3. Tabulating
Mengelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut, sifat-sifat yang
dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.
4. Cleaning
Merupakan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan.
3.8 Analisa Data
Dalam penelitian ini digunakan beberapa analisa data, yaitu :
1. Analisa Univariat dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif variabel yang
diteliti, dihitung skor rata-rata dan persentasenya lalu ditampilkan berupa
tabel distribusi frekuensi.
2. Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen
dengan variabel dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan
dengan uji statistik chi-square, jika hasil output terdapat cells diatas 0 maka
digunakan uji exact fisher untuk melihat hubungan antara variabel
40
HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah PT. Anugrah Tanjung Medan
Untuk meningkatkan volume ekspor di luar minyak dan gas bumi, sub
sektor perkebunan mempunyai peranan penting.Kegiatan perkebunan yang
dilaksanakan pemerintah dengan dukungan pihak swasta pada prinsipnya
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mengarah kepada
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
PKS PT. Anugrah Tanjung Medan adalah salah satu badan usaha swasta
yang bergerak dalam bidang usaha pengolahan minyak kelapa sawit (CPO), garnel
atau inti, dan cangkang. Pada awal perencanaan PT. Sisirau mengusahakan proyek
pembangunan diatas lahan 16,5 Ha berdasarkan surat kesepakatan bersama antara
PT. Anugrah Tanjung Medan dengan pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan
pada tanggal 29 Januari2010 tentang pemberian izin lokasi untuk pembangunan
pabrik kelapa sawit.Pabrik kelapa sawitdibangun dengankapasitas 30 ton
TBS/jam.
PT. Anugrah Tanjung Medan Labuhanbatu Selatan resmi beroperasi pada
Februari 2012. Sumber bahan baku kelapa sawit diambil dari kebun sendiri
dengan luas 3.169 Ha dan untuk mencapai syarat minimal kebun mendirikan
PMKS 6000 Ha dilakuka kerjasama dengan PT. Herpinta mempunyai luas kebun
4.1.2 Visi dan Misi
4.1.2.1 Visi PT. Anugrah Tanjung Medan
1. Menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit terdepan dengan standar
internasional yang memiliki komitmen serta aktif berkontribusi bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat baik secara social maupun ekonomi.
2. Menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit terdepan dalam pengembangan
teknologi ramah lingkungan dan mengedepankan kualitas yang diterima oleh
pasar baik nasional maupun internasional.
4.1.2.2 Misi PT. Anugrah Tanjung Medan
1. Berperan aktif salam melakukan sosiaisasi serta pendampingan program yang
berkaitan erat dengan peningkatan taraf dan standar hidup masyarakat yang
terkait dengan pengembangan, kesejahteraan ekonomi, kesehatan dan
peningkatan mutu pendidikan.
2. Taat dan patuh pada Undang-Undang dan peraturan yang berlaku pada
wilayah Negara Republik Indonesia.
3. Berperan aktif dalam menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan serta
menjaga sumber daya alam dan hayati yang ada, melakukan gerakan
penyelamatan lingkungan secara berkala untuk menjaga keseimbangan
dampak kerusakan lingkungan.
4. Berperan aktif bersama stekholder, dan masyarakat dalam peningkatan
pemberdayaan masyarakat dalam mensejahterakan perekonomian masyarakat
4.1.3 Operasi PKS
Tahapan-tahapan proses pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) menjadi
CPO dalam operasi PMKS sebagai berikut :
1. Penerimaan TBS
Tandan Buah Segar (TBS) yang masuk ke pabrik diangkut
denganmenggunakan truk. Buah lalu ditimbang di jembatan timbang untuk
mengetahui jumlah berat buah yang diterima oleh pabrik.Setelah ditimbang, TBS
dipindahkan ke lantai Loading Ramp tempat penimbunan sementara sebelum
dimasukkan ke rebusan. Buah yang akan diolah disortir di lantai Loading ramp.
Jalan yang dilalui oleh truk pengangkut TBS dari sumbernya ke PMKS adalah
Jalan lintas kecamatan dan jalan lintas provinsi.
2. Sterilizer atau Perebusan
Sebagai bahan bakar untuk memperoleh uap air sterilizer atau perebusan
TBS digunakan cangkang dan serat buah sawit. Cangkang dan serat ini
merupakan limbah padat hasil sisa proses pengolahan TBS menjadi CPO. Buah
yang telah disortir dimasukkan ke dalam lori yang terbuat dari plat baja
berlubang-lubang dan langsung dimasukkan ke alat sterilizer. Alat ini merupakan
bejana perebusan dengan menggunakan uap air bertekanan sekitar 3 kg/cm2.
Adanya lubang-lubang pada lori untuk memudahkan uap air masuk dan merebus
buah secara merata. Proses perebusan ini bertujuan untuk :
Mematikan jamur dan enzim-enzim yang dapat menghidralosa minyak,
sehingga kualitas minyak menurun akibat tingginya kandungan asam
Memudahkan buah lepas dari tandannya di dalam Thresser, agar buah
mudah dilumatkan di dalam digester.
Memudahkan pemisahan cangkang dari inti dengan keluarnya air dari biji.
Proses perebusan biasanya berlangsung selama ± 90 menit dan uap yang
dibutuhkan sebesar 6600 kg uap rebusan TBS. Pada proses perebusan ini
dihasilkan kondensat yang mengandung 1,2 % minyak ikutan pada temperatur
tinggi. Kondensat ini kemudian dimasukkan ke dalam fat pit untuk memisahkan
minyak dan air. Minyak yang terpisah diambil secara manual untuk recycle
kembali. Tandan buah yang sudah disterilisasi dimasukkan ke dalam thresher
dengan menggunakan tripller.
3. Pemisahan Berondolan
Perlakuan kedua terhadap buah setelah disterilisasi disebut stripping
atau threshing. Tujuannya untuk memisahkan brondolan (fruitlet) dari tangkai
tandan.Alat yang digunakan disebut thresher berupa drum berputar (rotary
drumthresher). Hasil pemisahan brondolan ini tidak selalu sempurna karena masih
adabrondolan buah yang melekat pada tangkai tandan yang disebut USB
(Unstripped Bunch).Untuk mengatasi hal ini, maka dipakai sistem “Double
threshing”. Sistemini bekerja dengan cara tandan kosong (EFB :Empty Fruit
Bunch) dan USB yang keluar dari thresher pertama tidak langsung dibuang, tetapi
masuk ke thresher kedua yang selanjutnya tandan kosong dibawa ke tempat
4. Pelumatan (Digesting)
Buah yang lepas dari tandan dibawa ke alat digester oleh fruit
conveiyor.Dalam digester dengan menggunakan pisau-pisau digester daging buah
dilepaskan dari biji.Selama pelumatan berlangsung temperature dijaga stabil
100°C menggunakan uap.
5. Pengempaan (Pressing)
Masa buah dimasukkan ke dalam screw press (alat kempa) terpadu dengan
sistem automatis hidrolik, dapat menurunkan oil losses, mesin pengempa yang
biasa digunakan adalah double screw press. Alat ini terdiri dari dua worm screw
yang terletak di dalam press cake dan dua buah cone yang dapat bergerak maju
mundur. Akibat putaran kedua worm screw dan penekanan cone maka minyak
dalam mesocarp akan diperas dan keluar melalui lubang-lubang kecil pada
presscake. Ampas hasil kempa campuran serat (fibre) dan kernel (nut) keluar
melaluibagian ujung worm screw. Proses pengempaan harus dilakukan sampai
kering sehingga minyak yang melekat pada ampas (oil losses) pengempaan cukup
rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekan cone, tetapi akibatnya akan
menaikkan jumlah kernel yang pecah. Agar di peroleh pengektrasian minyak yang
maksimum diperlukan keseimbangan dan proses pengendalian yang baik.
6. Pemurnian Minyak (Clarification)
Hasil dari proses pengempaan diperoleh CPO (Crude Palm Oil) yang
merupakan campuran minyak, air, dan padatan (solid). Penyaringan minyak ini
dilakukan dengan alat vibrating screen yang bertujuan untuk memisahkan
pengempaan. Disamping itu, penyaringan juga menurunkan kekentalan (viscosity)
CPO yang selanjutnya dipompakan ke tangki clarifier.
Pengutipan minyak secara statis berlangsung dalam clarifier tank. Dalam
tangki ini berlaku sistem pengendapan, dimana minyak mempunyai berat jenis
ringan akan berada di lapisan atas, sedangkan sludge berada di lapisan bawah.
Minyak yang berada dilapisan atas masuk ke tangki oil tangki dan sludge
dimasukkan ke dalam tangki lumpur (sludge tank). Desain volume clarifier tank
harus disesuaikan dengan kapasitas pabrik dengan ketentuan volume 3,75 m3/ton
TBS. Hal ini berkaitan dengan waktu yang diperlukan untuk pengendapan
(retention time) adalah 4 (empat) sampai 5 (lima) jam dan temperatur
dipertahankan 100°C.
7. Pengolahan Inti Sawit
Ampas kempa yang terdiri dari biji dan serat/serabut dimasukkan ke
depericarper melalui cake breaker conveyer yang menggunakan sistem
parang-parang pelempar sehingga press cake terurai dan mempermudah proses pemisahan
serat dari biji pada depericarper. Pemisahan ini terjadi akibat perbedaan daya isap
blower.Biji ditampung pada nut silo.Serat yang terpisah dialirkan ke boiler
sebagai bahan bakar ketel uap.
8. Ripple Mill
Ripple mill adalah alat untuk memecah biji dengan cara digiling dengan
putaran rotor bar sehingga biji akan bergesek dengan ripple plate, selanjutnya biji
dialirkan ke Light Tenera Dust Seperator (LTDS) dan grading traction grade
untuk memisahkan cangkang halus dengan Nut utuh yang terlewat dari ripple mill.
9. Clay Bath
Masa cangkang yang bercampur inti dialirkan masuk ke clay bath untuk
memisahkan cangkang dengan inti.Clay bath terdiri dari bak clay bath,
kernelvibrating, dan shell vibrating. Cangkang yang dipakai sebagai bahan bakar
keteluap selebihnya dijual kepada Pihak Ketiga, sedangkan inti dialirkan masuk
ke dalam kernel silo untuk proses pengeringan sampai kadar air 7 % dengan
tingkat pengeringan 50 oC, 60 oC, dan 75 oC, dalam waktu 4-5 jam. Selanjutnya,
inti ditimbun dalam kernel storage pada bulk silo (Hopper) yang siap untuk
dipasarkan.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator perubahan Akibat Stres Kerja Pada Proses Produksi
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator perubahan Akibat Stres Kerja Pada Proses Produksi
No. INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA
D8 Telinga berdenging 5 21 16 43
D31 Absenteisme (ketidak
hadiran) tinggi 34 8 8
D38 Menghindar dari interaksi
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada perubahan fisiologis, terdapat
30 orang sering mengalami sakit kepala, dan 12 orang lainnya jarang.Sebanyak 25
orang sering mengalami sakit punggung, 14 orang jarang mengalaminya, dan 3
orang lainnya tidak pernah mengalami sakit punggung.Terdapat 41 orang tidak
pernah mengalami gangguan seksual, dan hanya 1 orang yang jarang mengalami
gangguan seksual.Sebanyak 3 orang sering mengalami asma, 22 orang jarang, dan
17 orang tidak pernah mengalami asma/sesak nafas. Ada 10 orang tidak perna
mengalami gangguan pada lambung dan usus, 26 orang jarang mengalami, dan 6
orang lainnya sering mengalami gangguan pada lambung dan usus. Sebanyak 23
orang sering megalami insomnia, 11 orang jarang mengalaminya, dan 8 orang
tidak pernah mengalami insomnia.Dalam satu bulan terakhir sebanyak 2 orang
jarang mengalami diare dan 40 lainnya tidak pernah mengalami diare.Sebanyak
16 orang pekerja sering mengalami telinga berdenging, 21 orang jarang
mengalaminya, dan 5 orang lainnya tidak pernah mengalainya.Sebanyak 3 orang
sering mengalami bruxims, 10 orang jarang, dan 29 orang lainnya tidak pernah
mengalami bruxims.Seluruh pekerja sebanyak 42 orang tidak pernah mengalami
sakit rahang.Ada 6 orang pekerja merasa sering mengalami gejala tekanan darah
tinggi, 13 orang jarang, dan 23 orang lainnya tidak pernah.Sebanyak 30 orang
pekerja tidak pernah mengalami gejala penyakit jantung koroner, dan 12 orang
lainnya jarang.Keseluruhan pekerja sebanyak 42 orang tidak pernah mengalami
gejala herpes.Sebanyak 18 orang sering mengalami migrain, 24 orang jarang
mengalami migrain.Sebanyak 24 orang tidak pernah mengalami gejala tukak
lambung. Ada 25 orang pekerja tidak pernah mengalami jantung berdebar-debar,
10 orang jarang mengalaminya, dan 7 orang lainnya sering mengalami jantung
berdebar-debar. Sebanyak satu orang pekerja merasa sering buang air kecil, 30
orang lainnya jarang, dan 11 orang lainnya merasa tidak sering buang air kecil.
Sebanyak 32 orang pekerja merasa seing keluar keringat, dan 10 orang lainnya
jarang keluar keringat.Ada satu orang pekerja sering merasa gugup, 19 orang
jarang, dan 22 orang lainnya tidak pernah merasa gugup. Terdapat 7 orang pekerja
merasa sering kehilangan nafsu makan, 6 orang lainnya jarang, dan 29 orang
lainnya tidak pernah kehilangan nafsu makan. Sebanyak 5 orng pekerja tidak
pernah merasa badannya terasa lemah, 7 orang lainnya merasa jarang, dam 30
orang lainnya merasa badannya sering terasa lemah.Sebanyak 26 orang pekerja
merasa sering letih/lesu, 9 orang lainnya jarang merasa letih/lesu, dan 7 orang
lainnya tidak pernah.
Pada perubahan psikologi, sebanyak 21 orang pekerja merasa tidak mudah
marah, 15 orang merasa jarang mudah marah, dan 6 orang lainnya sering merasa
mudah marah. Sebanyak 35 orang pekerja tidak pernah merasa mudah
tersinggung, 7 orang jarang merasa mudah tersinggung.Terdapat 7 pekerja merasa
perasaannya tertekan, 16 orang merasa perasaannya jarang tertekan, dan 19 orang
lainnya tidak merasa tertekan.Ada 31 orang merasa tidak pernah merasa gelisah,
dan 11 orang lainnya merasa jarang merasa gelisah.Sebayak 41 orang tidak pernah
merasa putus asa, dan 1 orng lainnya jarang memiliki rasa mudah putus
orang lainnya merasa pernah mengalami sikap acuh tak acuh.Keseluhan pekerja
sebanyak 42 orang tidak pernah memiliki perasaan tegang.
Pada perubahan perilaku, sebanyak 5 orang sering mengalami merasa
malas bekerja, 30 orang lainnya merasa jarag, dan 7 orang lainnya tidak pernah
mengalami rasa malas bekerja. Sebanyak 34 orang merasa bahwa absenteismenya
tidak tinggi, dan 8 orang lainnya jarang. Sebanyak 12 orang pekerja merasa sering
kurang konsentrasi, 10 orang jarang mengalami kurang konsentrasi, dan 20 orang
lainnya tidak pernah mengalami kurang konsentrasi. Sebanyak 9 orang pekerja
mengaku sering cepat merasa lupa, 6 orang jarang, dan 27 orang lainnya merasa
tidak pernah cepat merasa lupa. Ada 29 orang pekerja tidak pernah merasa
menunda pekerjaannya, 12 orang lainnya jarang, dan 1 orang lainnya sering
merasa menunda pekerjaannya.sebanyak 30 orang pekerja sering minum kopi dan
merokok, 7 orang lainnya jarang, hanya 5 orang yang tidak pernah minum
kopi/merokok. Sebanyak 38 orang pekerja tidak pernah minum obat
penenang/obat tidur, dan 4 orang lainnya pernah melakukannya. Sebanyak 9
0rang pekerja mengaku sering meminum minuman berakohol, 13 orang pekerja
jarang, dan 20 orang pekerja mengaku tidak pernah meminum
minumanberakohol. Ada 6 orang pekerja merasa sering menghindari interaksi
sosial, 11 orang lainnya jarang melakukannya, dan 25 orang pekerja lainnya tidak
pernah melakukannya.
Total skor pada tabel indikator perubahan akibat stres kerja menunjukkan
bahwa indikator perubahan akibat stres kerja yang paling sering dialami pekerja
(76,2%) menjawab sering (skor 2) dan 10 orang responden (23,8%) menjawab
kadang (skor 1). Indikator perubahan akibat stres kerja yang paling sering dialami
pekerja selanjutnya adalah sakit kepala/pusing dengan total skor 72 dimana 30
orang responden (71,4%) menjawab sering (skor 2) dan 12 orang responden
(28,6%) menjawab kadang (skor 1).
4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Stres di Tempat Kerja pada Pekerja Bagian Produksi PT. Anugrah Tanjung Medan
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi
No. Tingkat Stres Frekuensi Presentase
(Orang) (%)
1. Stres Ringan 12 28,6
2. Stres Berat 30 71,4
Total 42 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang mengalami stres ringan yaitu sebanyak 12 orang (28,6%), dan 30 orang (71,4%) lainnya
4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individu, Faktor Intrinsik, dan Faktor Ekstrinsik yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi PT. Anugrah Tanjung Medan
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individu di Tempat Kerjapada Pekerja Bagian Proses Produksi
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 22 orang (52,4%)
memiliki umur < 31 tahun, dan jumlah responden yang memiliki umur > 31
berjumlah 20 orang (47,6%).
Pada variabel masa kerja, diketahui bahwa sebanyak 17 orang responden
(40,5%) memiliki masa kerja < 3 tahun, dan responden yang memiliki masa kerja
> 3 tahun sebanyak 25 orang (59,5%).
Pada variabel pendidikan, diketahui bahwa responden yang berpendidikan
< SMA berjumlah 28 orang (66,7%), dan yang berpendidikan > SMA berjumlah
Pada variabel status perkawinan, diketahui bahwa sebanyak 31 orang
responden (73,8%) berstatus kawin, dan 11 orang responden (26,2%) lainnya
berstatus tidak kawin.
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Intrinsik di Tempat Kerja pada Pekerja Bagian Proses Produksi
Variabel Frekuensi Presentase
Tabel diatas menunjukkan bahwa pada variabel beban kerja diketahui
responden yang memiliki beban kerja ringan sebanyak 14 orang (33,3%), dan
responden yang memiliki beban kerja sedang sebanyak 28 orang (66,7%).
Pada variabel kebisingan dapat diketahui bahwa sebanyak 40 orang
responden (95,2%) merasa tempat tempat kerjanya bising, dan hanya sebanyak 2
orang responden (4,8%) merasa tempat kerjanya tidak bising.
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Ekstrinsik di Tempat Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi
Variabel Frekuensi Presentase
(Orang) (%)
Peranan dalam Organisasi Tidak Berperan 28 66,7
Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa pada variabel peranan dalam
organisasi sebanyak 28 orang responden (66,7%) merasa tidak berperan, dan 14
orang responden (33,3%) lainnya merasa berperan.
Pada variabel pengembangan karir diketahui bahwa sebanyak 32 orang
merasa tidak puas dalam pengembangan karir, dan 10 orang responden (23,8%)
merasa puas dalam pengembangan karir.
4.3 Hasil Uji Statistik
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Individu (Usia, Masa Kerja, Pendidikan, Status Perkawinan) dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi
responden dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,011 (ρ< 0,05) yang berarti
ada hubungan antara usia responden dengan stres kerja.
Pada variabel masa kerja < 3 tahun sebanyak 7 orang responden (16,7%)
mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 10
orang responden (23,8%). Sedangkan pada responden dengan masa kerja > 3
tahun sebanyak 5 orang responden (11,9%) mengalami stres kerja ringan, dan
yang mengalami stres kerja berat sebanyak 20 orang (47,6%). Berdasarkan hasil
uji Exact Fisher antara masa kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,174
(ρ> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja.
Pada variabel pendidikan, responden dengan tingkat pendidikan < SMA
sebanyak 8 orang responden (19,0%) mengalami stres kerja ringan, dan 20 orang
responden (47,6%) mengalami stres kerja berat. Pekerja dengan tingkat
pendidikan > SMA sebanyak 4 orang responden (9,5%) mengalami stres kerja
ringan, dan 10 orang responden (23,8%) mengalami stres kerja berat. Berdasarkan
hasil uji Exact Fisher antara pendidikan dan stres kerja menunjukkan nilai ρ =
1,000 (ρ> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara pendidikan dengan stres
kerja.
Pada variabel status perkawinan, pekerja yang berstatus kawin sebanyak 9
orang (21,4%) mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat
sebanyak 22 orang responden (52,4%). Pekerja yang berstatus tidak kawin
sebanyak 3 orang (7,1%) mengalami stres kerja ringa, dan yang mengalami stres
status perkawinan dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ> 0,05) yang
berarti tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja.
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Intrinsik (Beban Kerja, Kebisingan) dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi
responden (14,3%) mengalami stres kerja berat. Pada pekerja dengan beban kerja
sedang sebanyak 4 orang (9,5%) mengalami stres kerja ringan, dan yang
mengalami stres kerja berat sebanyak 24 orang (57,1%). Berdasarkan hasil uji
Exact Fisher antara beban kerja dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,009
(ρ< 0,05) yang berarti ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.
Pada variabel kebisingan, pekerja yang merasa tempat kerjanya tidak
bising sebanyak 4 orang (9,5%) mengalami stres kerja ringan, dan tidak ada
satupun responden yang merasa tempat kerjanya tidak bising mengalami stres
kerja berat. Pada pekerja yang merasa tempat kerjanya bising sebanyak 8 orang
(19,0%) mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat
dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 0,004 (ρ< 0,05) yang berarti bahwa ada
hubungan antara kebisingan dengan stres kerja.
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Ekstrinsik (Peran Individu dalam Organisasi, Pengembangan Karir) dengan Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Proses Produksi
Tabel diatas menunjukkan bahwa pada variabel peran individu dalam
organisasi, pada pekerja yang berperan sebanyak 4 orang responden (9,5%)
mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 10
orang (23,8%). Pada pekerja yang tidak berperan sebanyak 8 orang (19,0%)
mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat berjumlah 20
orang (47,6%). Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara peran individu dalam
organisasi dengan stres kerja menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ> 0,05) yang berarti
tidak ada hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja.
Pada variabel pengembangan karir, pekerja yang merasa pengembangan
karirnya memuaskan sebanyak 2 orang (4,8%) yang mengalami stres kerja ringan,
dan pekerja yang mengalami stres kerja berat berjumlah 8 orang (19,0%). Pada
orang (23,8%), dan yang mengalami stres kerja berat berjumlah 22 orang (52,4%).
Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara pengembangan karir dengan stres kerja
menunjukkan nilai ρ = 0,696 (ρ> 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara
59
5.1 Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel umur jumlah
responden yang mengalami stres kerja berat yang paling banyak adalah responden
dengan umur > 31 tahun yaitu sebanyak 18 orang responden (47,6%), dan yang
mengalami stres ringan sebanyak 2 orang responden (4,8%). Pada responden
dengan umur < 31 tahun yang mengalami stres kerja berat sebanyak 12 orang
(28,6%), dan 10 orang responden (23,8%) lainnya mengalami stres kerja ringan.
Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara usia responden dengan stres kerja
menunjukkan nilai ρ = 0,011 (ρ < 0,05) yang berarti ada hubungan antara usia
responden dengan stres kerja.
Hal ini sesuai dengan peneltian yang dilakukan Fitri (2013) dengan judul
faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada karyawan bank BMT
pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa umur adalah salah satu hal yang
mempengaruhi stres kerja seseorang dengan nilai ρ = 0,031. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratih dan Suwandi (2013) di bagian
produksi PT. X Surabaya yang menunjukkan bahwa semakin lanjut usia
seseorang, mengalami kecenderungan stres kerja semakin besar.
Berdasarkan teori yng dikemukkn oleh Rauschenbach dan Hertel dalam
Airmayanti (2009), hubungan antara umur dengan stress kerja membentuk kurva
“U” terbalik. Tingkat stress yang dialami pekerja muda (<35 tahun) cenderung
pada pekerja usia menengah (35-50 tahun) kemudian mengalami penurunan stress
ketika pekerja memasuki golongan usia tua (>50 tahun). Perbedaan tingkat stress
ini dipengaruhi oleh tuntutan kerja yang cenderung berbeda pada masing-masing
kelompok umur sehingga menghasilkan tingkat stress yang berbeda-beda.
Menurut Greenberg dalam Nurmalia (2016) semakin tua seseorang maka
semakin mudah terserang stres, hal ini disebabkan beberapa hal.Pertama, semakin
tua seseorang maka semakin berkurangnya daya tahan tubuh terhadap tekanan dan
beban yang diterimanya seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh. Kedua,
pertambahan umur akan memunculkan pertambahan tanggung jawab dan
harapan-harapan, serta tuntutan yang muncul dari orang-orang disekitar akan melakukan
perubahan dalam kehidupan.
Menurut Munandar yang dikutip dalam Malia (2016), hubungan umur
dengan stress kerja memiliki kesamaan dengan hubungan antara masa kerja
dengan stres. Namun, tidak selamanya umur dengan stress kerja dihubungkan
dengn masa kerja. Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan
umur, terutama yang berhubungan dengan sistem indra dan kekuatan fisik.
Biasanya pekerja yang mempunyai umur lebih muda memiliki penglihatan dan
pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh
yang lebih kuat. Namun untuk beberapa jenis pekerjaan lain, faktor umur yang
lebih tua, biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman bekerja yang lebih
banyak, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu dapat menjadi kendala dan dapat
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan stres kerja pada pekerja bagian pengolahan PT.
Anugrah Tanjung Medan dengan nilai ρ = 0,011 (ρ < 0,05). PT. Anugrah Tanjung
Medan tidak memperhatikan umur pekerja pada saat penerimaan maupun
penempatan tempat kerja. Pekerja dengan usia yang lebih tua akan mengalami
penurunan kekuatan pada otot yang berdampak pada kelelahan yang lebih cepat
dan menyebabkan beban kerja terasa lebih berat sehingga pekerja dengan usia
lebih tua lebih rentan mengalami stres kerja dibandingkan pekerja dengan usia
yang lebih muda.
5.2 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan masa kerja < 3
tahun yang mengalami stres kerja ringan sebanyak 7 orang responden (16,7%),
dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 10 orang responden (23,8%). Pada
responden dengan masa kerja > 3 tahun sebanyak 5 orang responden (11,9%)
mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 20
orang (47,6%). Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara masa kerja dengan stres
kerja menunjukkan nilai ρ = 0,174 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan
antara masa kerja dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Nurmalia (2016) pada pekerja bagian pengolahan di PT. Sisirau Aceh
Tamiang yang menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara masa kerja
dengan stress kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi
yang lebih lama memiliki pengalaman dalam bekerja yang lebih baik sehingga
memiliki tanggung jawab yang lebih besar.Sedangkan pada penelitian ini, masa
kerja tidak berhubungan dengan stres kerja bisa terjadi dikarenakan besarnya
tanggung jawab yang diberikan kepada pekerja tidak bergantung pada lamanya
masa kerja.Pekerja lama dengan pekerja baru tidak memiliki perbedaan beban
kerja yang signifikan. Oleh karena itu masa kerja tidak memliki hubungan yang
signifikan dengan stress kerja.
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres
kerja atau masa kerja bukan termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja
karena stresor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai
peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya
dan mengancam. Pengaruh positif terjadi bila semakin lama seorang pekerja
bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Masa kerja
yang lama akan cenderung membuat seorag pekerja lebih merasa betah dalam
suatu perusahaan, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan
lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan merasa nyaman
dengan pekerjaannya (Munandar, 2001).
Sejalan dengan teori tersebut, PT. Anugrah Tanjung Medan Labuhanbatu
Selatan resmi beroperasi pada Februari 2012 lalu, perusahaan ini baru beroperasi
selama 5 tahun, yang berarti tidak satu pun pekerja di bagian produksi yang telah
bekerja lebih dari 5 tahun. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa masa kerja
tidak termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja pada pekerja bagian
adalah pekerja dengan masa kerja yang lebih lama sudah berpengalaman dalam
pekerjaannya dan mereka sudah mampu beradaptasi dengan pekerjaan yang
mereka lakukan, serta setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda
terhadap stressor yang mereka hadapi. Selain itu stress berdampak positif (eustres)
dalam hal ini, para pekerja memiliki kemampuan adaptasi terhadap tempat
kerjanya mengenai stress yang dialaminya dengan masa kerja yang cukup lama.
5.3 Hubungan Antara Pendidikan dengan Stres Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel pendidikan, jumlah
responden yang mengalami stres kerja berat paling banyak adalah responden
dengan tingkat pendidikan di bawah SMA (< SMA) yaitu sebanyak 20 orang
responden (47,6%), dan responden yang mengalami stres kerja ringan sebanyak 8
orang responden (19,0%). Responden dengan tingkat pendidikan > SMA
sebanyak 4 orang responden (9,5%) mengalami stres kerja ringan, dan 10 orang
responden (23,8%) mengalami stres kerja berat.
Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Setiawan (2013), selain pengalaman
yang kurang, dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, penyelesaian
pekerjaan pekerja akan lebih sulit karena ilmu yang dimiliki lebih terbatas dan
menyebabkan beban kerja akan terasa lebih berat dibandingkan dengan pekerja
yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Kurangnya pengetahuan dalam
mengatasi masalah-masalah di tempat kerja dapat memicu terjadinya stres kerja
menyebabkan kinerja rendah, pengambilan keputusan jelek, dan kreatifitas serta
Menurut Budiono dalam Malia (2016) pendidikan mempengaruhi
seseorang dalam cara berpikir dan bertindak dalam menghadapi pekerja.
Indonesia sebagian besar adalah tenaga pelaksana yang berada dalam keadaan
sosial ekonomi lemah, yang disebabkan antara lain rendahnya tingkat pendidikan
dan ketrampilan yang mereka miliki. Pekerja dengan dasar pendidikan dan
ketrampilan yang sangat terbatas serta kondisi kesehatan yang buruk cenderung
akan menurunkan produktivitas.
PT. Anugrah Tanjung Medan pada umumnya menerima pekerja dengan
dasar pendidikan SD, SMP, dan SMA untuk pekerja bagian pengolahan.
Perusahaan tidak memperhatikan pendidikan pada saat penerimaan dan
penempatan tempat kerja karena pekerjaan yang akan dilakukan dianggap tidak
terlalu rumit. Sehingga pendidikan tidak terlalu berpengaruh untuk membuat
pekerjaan lebih ringan ataupun lebih berat.
Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara pendidikan dan stres kerja
menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa teori
yang menyatakan bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam
perkembangan individu tidak selamanya berhubungan dengan stres kerja.
5.4 Hubungan Antara Status Perkawinan dengan Stres Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel status perkawinan,
yang mengalami stres kerja berat paling banyak adalah pekerja yang berstatus
kawin yaitu sebanyak 22 orang (52,4%), 9 orang (21,4%) lainnya mengalami
mengalami stres kerja ringa, dan yang mengalami stres kerja berat berjumlah 8
orang (19,0%). Stres kerja dapat terjadi karena pekerja dengan status kawin
memiliki lebih banyak masalah di dalam rumah tangga dibandingkan dengan
pekerja yang tidak kawin, sehingga pada saat melaksanakan tugas-tugas
pekerjaan sering terganggu akan pikiran-pikiran diluar pekerjaan yang
mengakibatkan konsentrasi berkurang dan pekerjaan terasa lebih sulit
diselesaikan yang akhirnya dapat menimbulkan stres kerja.
Berdasarkan hasil uji Excat Fisher antara status perkawinan dengan stres
kerja menunjukkan nilai ρ = 1,000 (ρ > 0,05) yang berarti status perkawinan
tidak termasuk faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stres
kerja pada pekerja bagian pengolahan PT. Anugrah Tanjung Medan
Labuhanbatu Selatan.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fink dalam Fitri
(2013), status pernikahan berpengaruh pada tingkat stress seseorang. Individu
yang telah menikah biasanya memiliki tingkat stress yang lebih rendah
dibandingkan dengan individu yang tidak menikah. Hal ini terjadi dikarenakan
apabila pekerja mendapat dukungan dalam karir dari pasangannya maka stress
kerja yang dialaminya akan cenderung rendah karena adanya dukungan dari
pasangan.
Hasil peneltian ini juga tidak sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Munandar (2001) bahwa isu-isu dalam keluarga, kritis kehidupan, kesulitan
keuangan, dan konflik antara tunutan keluarga denga tuntutan pekerjaan,
sehingga menyebabkan seseorang menjadi stres dalam pekerjannya. Menurut
Tarigan dalam Nurmalia (2016) keluarga dapat menjadi sumber stres karena
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan para anggota
keluarganya.Bertambahnya anggota keluarga dapat menimbulkan stres bagi ibu
pada waktu kehamilan, kelahiran, dan pengasuhannya; bagi bapak keluarga
harus memikirkan tambahan penghasilan.Pertentangan keluarga – pekerjaan
terjadi ketika tenaga kerja menghadapi pertentangan antara peran mereka di
tempat kerja dengan peran mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penelitian ini tidak adanya hubungan antara status perkawinan
dengan stress kerja disebabkan tidak semua pekerja yang telah menikah
mendapat dukungan maupun tekanan yang berpengaruh terhadap penurunan dan
peningkatan tingkat stress kerja. Sehingga tidak terlihat perbedaan antara pekerja
yang telah kawin dengan pekerja yang tidak kawin.
5.5 Hubungan Antara Beban Kerja dengan Stres Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pada variabel beban kerja,
jumlah responden yang mengalami stres kerja berat paling banyak adalah
responden yang memiliki beban kerja sedang yaitu sebanyak 24 orang (57,1%),
dan 4 orang (9,5%) lainnya mengalami stres kerja ringan. Pada responden dengan
beban kerja ringan yang mengalami stres kerja ringan sebanyak 8 orang responden
(19,0%), dan 6 orang responden (14,3%) mengalami stres kerja berat.
Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara beban kerja dengan stres kerja
menunjukkan nilai ρ = 0,009 (ρ < 0,05) yang berarti ada hubungan antara beban
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nurmalia (2016) pada pekerja bagian pengolahan PT. Sisirau Aceh Tamiang yang
menyimpulkan bahwa ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja dengan
nilai ρ=0,030 (ρ<0,05).
Menurut Hans Selye dalam Nurmalia (2016), stres kerja adalah respon
tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya, misalnya
bagaimana respon tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami
beban kerja yang berlebihan. Bila dia sanggup mengatasinya artinya tidak ada
gangguan fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak
mengalami stres. Tetapi sebaliknya apabila dia mengalami gangguan pada satu
atau lebih fungsi organ tubuh yang mengakibatkan seseorang tidak lagi dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, maka ia disebut distres.
Menurut Munandar (2001) sumber intrinsik pada pekerjaan meliputi
tuntutan fisik dan tuntutan tugas.Beban kerja merupakan salah satu tuntutan tugas
yang yang menjadi stresor dalam pekerjaan.Munandar jugamenyatakan bahwa
beban kerja berlebih/beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit terjadinya
stres.
Menurut Manuaba dalam Airmayanti (2009) akibat beban kerja yang
terlalu besar dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau
penyakit akibat kerja. Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan
kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala,
gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu
akanmenimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena
tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada
pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja.Beban kerja yang
berlebih atau rendah dapat menimbulkan stres kerja.
Tingkat beban kerja yang dialami pekerja bagian produksi PT. Anugrah
Tanjung Medan Labuhanbatu Selatan akan meningkat sesuai dengan banyaknya
buah sawit yang masuk dan harus diolah dengan segera. Buah sawit yang tidak
diolah dengan segera dapat menyebabkan asam lemak bebas pada buah sawit
meningkat dan menyebabkan kualitas minyak menurun dan dapat menyebabkan
harga minyak menjadi rendah dan merugikan perusahaan. Hal tersebut
menyebabkan para pekerja mendapatkan beban fisik dan mental yang bertambah
dan menimbulkan stress kerja. Penelitian ini dilakukan ketika
pemasukan/penerimaan buah sedang tinggi, hal ini sangat berpengaruh pada hasil
penelitian mengenai hubungan beban kerja dengan stress.
5.6 Hubungan Antara Kebisingan dengan Stres Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel kebisingan, responden
yang mengalami stres kerja berat paling banyak adalah responden yang merasa
tempat kerjanya bising yaitu sebanyak 30 orang (31,4%), dan 8 orang (19,0%)
mengalami stres kerja ringan. Pada responden yang merasa tempat kerjanya tidak
bising yang mengalami stres kerja ringan berjumlah 4 orang (9,5%), dan tidak ada
satupun responden yang merasa tempat kerjanya tidak bising mengalami stres
Berdasarkan hasil uji Exact Fisher antara kebisingan dengan stres kerja
menunjukkan nilai ρ = 0,004 (ρ < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan antara
kebisingan dengan stres kerja.
Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budianto
(2010) di PT. Agung Saputra Tex Bantul, sebanyak 95,5% pekerja mengalami
stres karena kebisingan yang melewati Nilai Ambang Batas (NAB) >85 dB. Hasil
penelitian tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nurmalia (2016) pada pekerja bagian pengolahan PT. Sisirau Aceh Tamiang yang
menyatakan bahwa kebisingan memiliki hubungan yang signifikan dengan stres
kerja dengan ρ = 0,036 (ρ < 0,05).
Menurut Nuzulia dalam Airmayanti (2009) suara bising didengar sebagai
rangsangan pada sel syaraf pendengar dalam telinga yang ditimbulkan getaran
dari sumber bising (mesin produksi). Gelombang tersebut merambat melalui udara
atau penghantar lainnya, mengaktifkan sistem syaraf simpatis dan pusat hormonal
di otak (hipotalamus) seperti kotekolamin, epinefrin, norepinefrine,
glukokortikoid, kortisol (hormon stres) dan kortison.Sistem
Hipotalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) merupakan bagian penting dalam sistem neuroendokrin
yang berhubungan dengan terjadinya stres, hormon adrenal berasal dari medula
adrenal sedangkan kortikostreroid dihasilkan oleh korteks adrenal.Kelebihan
hormon kortisol bisa merusak fungsi di bagian prefrontal korteks yaitu pusat
emosional.Daerah ini juga berfungsi mengatur fungsi perencanaan, penalaran dan
pengendalian rangsangan atau impuls. Hipotalamus akan merangsang hipofisis,
(stressor) berhasil diidentifikasi, otak akan mengirimkan pesan yang bersifat
biokimia kepada semua sistem dalam tubuh. Akibatnya, pernafasan akan
meningkat, tekanan darah naik, otot menjadi tegang, dan timbul gejala fisiologis
lainnya. individu hanya mempunyai sumber energi yang terbatas, dan keterbatasan
kemampuan untuk menghadapi stressor sehingga individu tersebut menjadi stres.
Berdasarkan uji kebisingan yang dilakukan oleh Balai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Medan di PT. Anugrah Tanjung Medan pada tahun 2016
menunjukkan bahwa areal boiler pabrik dan kamar mesin memiliki hasil uji yang
masing-masing 92,5-93,8 dB dan 95,8-101,4 dB dimana menurut Kepmenaker
No.13 tahun 2011 menyatakan bahwa Nilai Ambang Batas untuk kebisingan
adalah 85 dB. Menurut Munandar (2001) paparan terhadap bising berkaitan
dengan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi.Sedangkan menurut Ivenich dan Mattenson yang dikutip dalam
Munandar (2001) berpendapat bahwa bising yang berlebih (>80 dB) yang
berulangkali didengar, dapat menimbulkan stres.
5.7 Hubungan Antara Peran Individu dalam Organisasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variabel peran individu dalam
organisasi, pada pekerja yang berperan sebanyak 4 orang responden (9,5%)
mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat sebanyak 10
orang (23,8%). Pada pekerja yang tidak berperan sebanyak 8 orang (19,0%)
mengalami stres kerja ringan, dan yang mengalami stres kerja berat berjumlah 20