• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur komunitas parasitoid hymenoptera di perkebunan kelapa sawit, desa pandu senjaya, kecamatan Pangkalan Lada, Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur komunitas parasitoid hymenoptera di perkebunan kelapa sawit, desa pandu senjaya, kecamatan Pangkalan Lada, Kalimantan Tengah"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

SENJAYA, KECAMATAN PANGKALAN LADA

KALIMANTAN TENGAH

BANDUNG SAHARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Struktur Komunitas Parasitoid

Hymenoptera di Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pandu Senjaya, Kecamatan

Pangkalan Lada, Kalimantan Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana

pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

(3)
(4)

Palm Plantations, Pandu Senjaya Village, Pangkalan Lada District, Central

Kalimantan.

Under

supervision

of

DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA

MANUWOTO, and ALI NURMANSYAH.

The focus of this research was to understanding the community pattern of

lepidopteran pests in oil palm plantation, based on effects of oil palm age gradient

and the present of the flowering plant

Turnera

subulata

J.E.Smith (Parietales:

Turneraceae) on hymenopteran parasitoid community. This research was conducted

in Central Kalimantan between September 2011 and June 2012. In total, as much as

17 species of lepidopteran pests were identified to infest oil palm by surveying 976

trees from three different ages of oil palm plantations. Limacodidae was found to be

the most specious and abundant family inhabiting oil palm plantations in the study

area.

Setora nitens

Walker (Lepidoptera: Limacodidae) was recorded to be the most

abundant species. Abundance structure of lepidopteran pests seems to be different for

different ages of oil palm.

S. nitens

was found to be dominant in less than three years

old oil palms and bagworm was dominant in six years old oil palms. Only five pests

species were parasitized by parasitoids including

Birthamula chara

Swinhoe

(Lepidoptera: Limacodidae), Darna diducta

Snellen (Lepidoptera: Limacodidae),

Darna trima

Moore (Lepidoptera: Limacodidae), Darna bradleyi

Holloway

(Lepidoptera: Limacodidae) and ulat bulu-3 (Lepidoptera: Limantriidae). Parasitizing

parasitoids

were

Braconidae-y

(Hymenoptera: Braconidae),

Euplectrus

sp

(Hymenoptera:

Eulophidae)

and

Tachinidae-1

(Diptera:Tachinidae).

For

hymenopteran parasitoid community, in total, there were 7,675 specimens belonging

to 204 morphospecies.

Brachymeria lasus

Walker (Hymenoptera: Chalcididae) and

Brachymeria

sp (Hymenoptera: Chalcididae) were recorded to be the most dominant

species inhabiting oil palm plantations. Flowers of

T. subulata

only support a certain

number of species of hymenopteran parasitoid. Species richness was not different

between hymenopteran parasitoids visiting flowers of

T. subulata

and inhabiting

inside oil palm plantations, however species composition show different pattern. Oil

palm age has an effect on species richness, abundance, and species composition of

hymenopteran parasitoid in an oil palm plantation. In general, younger oil palm

plantations seem to support higher number of species and individual of hymenopteran

parasitoids than older oil palm plantations.

(5)

BANDUNG SAHARI.

Struktur Komunitas Parasitoid Hymenoptera di Perkebunan

Kelapa Sawit, Desa Pandu Senjaya, Kecamatan Pangkalan Lada, Kalimantan Tengah.

Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI, SJAFRIDA MANUWOTO, dan ALI

NURMANSYAH.

Tujuan utama penelitian ini adalah (1) mempelajari pola komunitas hama

Lepidoptera yang menyerang tanaman kelapa sawit dan parasitoid yang berasosiasi,

(2) memahami pengaruh umur tanaman kelapa sawit terhadap komunitas parasitoid

Hymenoptera di lapangan, (3) mempelajari respon komunitas parasitoid Hymenoptera

terhadap penanaman tanaman berbunga

Turnera subulata

J.E.Smith (Parietales:

Turneraceae) sebagai sumber pakan bagi parasitoid, dan (4) memahami faktor-faktor

kunci yang mempengaruhi komunitas parasitoid Hymenoptera di perkebunan kelapa

sawit.

Untuk mempelajari struktur komunitas serangga hama Lepidoptera yang

menyerang tanaman kelapa sawit, tingkat parasitisisasi dan keanekaragaman musuh

alaminya, larva Lepidoptera dikoleksi dari setiap tanaman kelapa sawit mengikuti

jalur transek diagonal pada lima blok (dua blok adalah tanaman berumur kurang dari

tiga tahun dan tiga blok adalah tanaman berumur enam tahun) pertanaman kelapa

sawit. Secara keseluruhan, terdapat 17 spesies hama yang ditemukan menyerang

tanaman kelapa sawit. Perbedaan umur tanaman kelapa sawit mempengaruhi struktur

komunitas hama Lepidoptera yang berasosiasi. Ulat api (Limacodidae), terutama

Setora nitens

Walker (Lepidoptera: Limacodidae) merupakan hama yang perlu

diwaspadai untuk tanaman kelapa sawit berumur tiga tahun, sedangkan ulat kantung

(Lepidoptera: Psychidae) dan ulat bulu (Lepidoptera: Limantriidae) untuk tanaman

kelapa sawit yang berumur enam tahun. Hanya lima spesies hama yang ditemukan

terparasit, yaitu

Birthamula chara

Swinhoe (Lepidoptera: Limacodidae), Darna

diducta

Snellen (Lepidoptera: Limacodidae), Darna trima

Moore (Lepidoptera:

Limacodidae), Darna bradleyi

Holloway (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat

bulu-3 (Lepidoptera: Limantriidae). Parasitoid yang ditemukan menyerang kelima spesies

tersebut

adalah Braconidae-y

(Hymenoptera: Braconidae),

Euplectrus

sp

(Hymenoptera: Eulophidae) dan Tachinidae-1 (Diptera: Tachinidae). Kombinasi jenis

parasitoid meningkatkan

parasitisasi secara keseluruhan.

Braconidae-y

dan

Euplectrus

sp. secara bersama memberikan tingkat parasitisasi yang cukup baik pada

D. trima.

(6)

dibandingkan dengan jumlah individu pada habitat kebun kelapa sawit. Hal ini tidak

terlepas dari kontribusi

B. lasus

yang jumlahnya sangat melimpah pada bunga

T.

subulata.

Secara umum, penanaman

T. subulata

tidak menyokong seluruh spesies

parasitoid Hymenoptera yang berkunjung, hanya sebagian kecil spesies saja.

Komposisi spesies penyusun komunitas parasitoid terlihat lebih mirip baik menurut

umur tanaman kelapa sawit maupun tipe habitat. Perbedaan komposisi spesies akan

mempengaruhi fungsi-fungsi ekologi dari setiap spesies penyusun komunitas.

Komposisi parasitoid dapat digunakan sebagai indikator yang penting untuk melihat

status fungsi keanekaragaman hayati parasitoid secara keseluruhan.

Untuk

meningkatkan keefektifan pengendalian hayati dengan parasitoid, disarankan untuk

menanam lebih dari satu spesies tanaman berbunga untuk menjaga keanekaragaman

parasitoid.

(7)
(8)

KALIMANTAN TENGAH

BANDUNG SAHARI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.

(10)

Nama

: Bandung Sahari

NRP

: A 361070031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Damayanti Buchori, M.Sc.

Ketua

Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.

Dr.Ir. Ali Nurmansyah, M.Si.

Anggota

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(11)

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga karya

ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan

sejak bulan September 2011 hingga Juni 2012 ini adalah pengendalian hayati di

perkebunan kelapa sawit, dengan judul Struktur Komunitas Parasitoid Hymenoptera

di Perkebunan Kelapa Sawit, Desa Pandu Senjaya, Kecamatan Pangkalan Lada,

Kalimantan Tengah. Terimakasih Penulis ucapkan kepada Dr. Damayanti Buchori,

sebagai ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Sjafrida Manuwoto dan Dr. Ali

Nurmansyah, sebagai anggota Komisi Pembimbing.

Terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Departemen Proteksi Tanaman,

Dr. A. Asih Nawangsih, dan Ketua Program Studi Program Studi Entomologi,

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dr. Pudjianto yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan studi di IPB. Saya juga berterimakasih

kepada seluruh pengajar IPB yang telah membantu dan memberikan masukan yang

bernilai. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Bapak

Widya Wiryawan, Bapak Bambang Palgoenadi, Bapak Joko Supriyono, selaku

President Direktur dan Direksi, Bapak Satyoso Harjotedjo, Administratur PT Agro

Menara Rahmat dan seluruh jajaran staf untuk semua dukungan dan fasilitas yang

diberikan selama saya menjalankan penelitian dan menulis disertasi. Ucapan

terimakasih secara khusus disampaikan kepada Prof (Riset) Dr. Rosichon Ubaidillah

untuk dukungan dan masukan yang berarti serta kepada tim R&D PT Astra Agro

Lestari yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian. Secara khusus saya

berterimakasih kepada istri tercinta Lu’lu’ Agustina, anak-anakku tercinta Ghifa and

Hanif, Ibu dan seluruh keluarga atas dukungan yang tidak terhingga. Saya berharap

bahwa hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan

dan dapat diaplikasikan di lapangan.

(12)

sebagai anak ke tujuh dari delapan bersaudara, putra dari Bapak Slamet Sutarso

(Alm) dan Ibu Sri Sumijarti. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Hama

dan Penyakit Tumbuhan, lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2001, melanjutkan

pendidikan Magister Sains, pada program studi Entomologi. Pada tahun 2004, gelar

Magister Sains diperolehnya untuk kemudian tercatat kembali menjadi Mahasiswa

program Doktor mulai tahun 2007.

(13)

AB

A

BA

A

A

B

! "

#$# % & ' ( ) ) #! ! # * + ,

A

- . '/# (0 -1 # //' ( "2 . *-1 "3 ('/ 0'* (4 !

A

!( !/ 0/ 4#. *-1 "% !' 4#.*-1 "+ ( ! ! '& 56 78

-trophic Interaction

9: .' * ( ( ( *:/!/ 0 2; !' 4 ## *< .' # ( ('/ / 4# .* -1=

B

! >4# !

?... ...

22

KOMUNITAS HAMA LEPIDOPTERA DAN

PARASITOIDNYA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Abstrak...

27

Abstract...

27

Pendahuluan...

27

Metode Penelitian...

30

Hasil Penelitian...

32

(14)

xiii

PENGARUH UMUR TANAMAN KELAPA SAWIT

TERHADAP KOMUNITAS PARASITOID

HYMENOPTERA

Abstrak...

44

Abstract...

44

Pendahuluan...

45

Metode Penelitian...

47

Hasil Penelitian...

49

Pembahasan...

57

Simpulan...

Daftar Pustaka...

61

61

KOMUNITAS PARASITOID HYMENOPTERA

PENGUNJUNG BUNGA

Turnera subulata

PADA

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT, KALIMANTAN

TENGAH

Abstrak...

64

Abstract...

64

Pendahuluan...

65

Metode Penelitian...

67

Hasil Penelitian...

69

Pembahasan...

80

Simpulan...

Daftar Pustaka...

83

83

KOMUNITAS PARASITOID HYMENOPTERA DI

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT: GRADIEN UMUR,

TANAMAN BERBUNGA

T. subulata,

METODE

KOLEKSI SERANGGA

Abstrak...

87

Abstract...

87

Pendahuluan...

88

(15)

xiv

Simpulan...

Daftar Pustaka...

(16)

xv

Tabel 2.1

Distribusi luas kebun sawit menurut pemiliknya

di Indonesia 2004 – 2010...

15

Tabel 2.2

Spesies tumbuhan yang memiliki potensi untuk

menarik parasitoid...

25

Tabel 3.1

Daftar spesies Lepidoptera yang menyerang

tanaman kelapa sawit dan jumlah pokok yang

terserang dari total 976 contoh tanaman kelapa

sawit...

33

Tabel 3.2

Parasitoid yang ditemukan menyerang larva

hama ulat api...

37

Tabel 3.3

Larva Lepidoptera yang dikoleksi, mortalitas,

dan larva terparasit...

38

Tabel 3.4

Waktu pengamatan dan curah hujan...

39

Tabel 4.1

Rata-rata nilai suhu, kelembahan, dan cahaya di

lokasi penelitian...

59

Tabel 5.1

Daftar spesies yang diwakili oleh lebih dari 30

(17)

xvi

Halaman

Gambar 1.1

Posisi lokasi kebun penelitian ... ...

9

Gambar 1.2

Peta jalan penelitian... ... ...

11

Gambar 2.1

Proporsi impor 17 minyak nabati dunia pada tahun

2010...

12

Gambar 2.2

Produksi dan impor 17 minyak dan lemak nabati dunia

pada tahun 2010. ... ... ...

13

Gambar 2.3

Negara pengimpor minyak sawit pada tahun 2010...

13

Gambar 2.4

Kontribusi negara produsen dalam minyak sawit

pasokan dunia 2010... ... ...

14

Gambar 2.5

Produksi minyak sawit Indonesia dari tahun 2004

hingga 2010...

14

Gambar 2.6

Luas lahan yang digunakan untuk perkebunan kelapa

sawit dari tahun 2004 hingga 2010...

15

Gambar 3.1

Pola pengambilan contoh serangga hama pada kelapa

sawit...

31

Gambar 3.2

Proporsi kelimpahan famili hama Lepidoptera yang

menyerang tanaman kelapa sawit... ...

34

Gambar 3.3

Distribusi 17 jenis larva Lepidoptera yang menyerang

tanaman kelapa sawit contoh... ...

34

Gambar 3.4

Kelimpahan individu dari 17 spesies Lepidoptera yang

menyerang tanaman kelapa sawit ...

35

Gambar 3.5

Struktur kelimpahan Lepidoptera yang menyerang

kelapa sawit pada umur kurang dari tiga tahun dan

enam tahun...

35

Gambar 3.6

Jumlah larva yang dikoleksi dan larva terparasitid...

37

Gambar 4.1

Kurva akumulasi spesies untuk komunitas parasitoid

yang dikoleksi dari seluruh blok contoh kebun

sawit...

49

Gambar 4.2

Jumlah total individu dan spesies untuk setiap famili

(18)

xvii

Gambar 4.4

Rata-rata jumlah spesies parasitoid Hymenoptera yang

dikoleksi dari kelompok umur tanaman kelapa sawit

yang berbeda ...

52

Gambar 4.5

Rata-rata

jumlah

individu

spesies

parasitoid

Hymenoptera yang dikoleksi dari kelompok umur

tanaman kelapa sawit yang berbeda ...

52

Gambar 4.6

Plot skala dua dimensi berdasarkan nilai indeks

Sørensen untuk mengukur kemiripan komposisi

spesies antar plot pengamatan...

53

Gambar 4.7

Fluktuasi

kelimpahan

morfospesies

parasitoid

Hymenoptera yang dikoleksi dari kebun sawit berumur

kurang dari tiga tahun menggunakan nampan kuning

dan jaring serangga. ...

55

Gambar 4.8

Fluktuasi

kelimpahan morfospesies Hymenoptera

parasitoid yang dikoleksi dari kebun sawit berumur

kurang dari enam tahun menggunakan nampan kuning

dan jaring serangga. ...

56

Gambar 4.9

Plot skala dua dimensi berdasarkan nilai indeks

Sørensen untuk mengukur kemiripan komposisi

spesies antar plot pengamatan...

57

Gambar 5.1

Kurva akumulasi spesies untuk komunitas parasitoid

pengunjung bunga

T. subulata...

70

Gambar 5.2

Proporsi kekayaan spesies dari famili Hymenoptera

yang mengunjungi bunga

T. subulata

di perkebunan

sawit... ...

70

Gambar 5.3

Proporsi kelimpahan inividu parasitoid Hymenoptera

dari berbagai famili yang mengunjungi bunga

T.

subulata

di perkebunan kelapa sawit...

71

Gambar 5.4

Peringkat kelimpahan individu dari 16 spesies

parasitoid Hymenoptera yang mengunjungi bunga

T.

subulata... ...

71

Gambar 5.5

Rata-rata jumlah spesies parasitoid Hymenoptera yang

dikoleksi dari tiga kelompok umur kelapa sawit

(19)

xviii

dengan masing-masing dua blok contoh...

73

Gambar 5.7

Plot skala dua dimensi berbasis pada nilai indeks

Sørensen untuk melihat kemiripan komposisi spesies

diantara plot-plot pengamatan pada tiga kelompok

umur tanaman yang berbeda...

74

Gambar 5.8

Frekuensi kunjungan parasitoid Hymenoptera pada

bunga

T. subulata

dari kebun kelapa sawit berumur

kurang dari tiga tahun. ... ...

76

Gambar 5.9

Frekuensi kunjungan parasitoid Hymenoptera pada

bunga

T. subulata

dari kebun kelapa sawit berumur

enam tahun. ... ...

77

Gambar 5.10

Frekuensi kunjungan parasitoid Hymenoptera pada

bunga

T. subulata

dari kebun kelapa sawit berumur 18

tahun. ...

78

Gambar 5.11

Rata-rata jumlah spesies yang dikoleksi dengan

metode nampan kuning dan koleksi langsung dengan

jaring serangga...

79

Gambar 5.12

Rata-rata jumlah individu yang dikoleksi dengan

metode nampan kuning dan koleksi langsung dengan

jaring serangga...

79

Gambar 5.13

Plot skala dua dimensi proyeksi dari perhitungan

indeks Sørensen untuk kesamaan komposisi spesies

Hymenoptera parasitoid yang tertangkap dengan

nampan kuning... ...

80

Gambar 6.1

Kurva akumulasi komunitas parasitoid Hymenoptera

di kebun sawit... ...

92

Gambar 6.2

Peringkat kelimpahan relatif dari 37 spesies parasitoid

Hymenoptera di kebun kelapa sawit. ... ...

93

Gambar 6.3

Kelimpahan relatif parasitoid Hymenoptera yang

dikoleksi dari dalam kebun (atas) dan dari vegetasi

T.

subulata

(bawah) ...

94

Gambar 6.4

Rata-rata jumlah individu parasitoid Hymenoptera

(20)

xix

kelimpahan parasitoid Hymenoptera dari kelompok

umur tanaman yang berbeda...

97

Gambar 6.6

Plot skala dua dimensi berbasis indeks Sørensen untuk

mengukur kemiripan komposisi spesies antar plot-plot

pengamatan dari kelompok umur yang berbeda...

98

Gambar 6.7

Plot skala dua dimensi berbasis pada indeks Sørensen

untuk mengukur kemiripan komposisi spesies antar

(21)

xx

Lampiran 1

Pangsa pasar pestisida di Indonesia...

119

Lampiran 2

Gambar beberapa jenis ulat api yang dikoleksi dari

lokasi penelitian... ... ...

120

Lampiran 3

Gambar beberapa jenis ulat api terparasit dan

parasitoidnya...

121

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

Daftar morfospesies/spesies parasitoid Hymenoptera di

kebun sawit. ... ... ...

Hasil analisis ragam jumlah spesies dan jumlah

individu parasitoid yang dikoleksi dari dalam kebun

tanaman kelapa sawit dengan umur yang berbeda...

Hasil analisis ragam jumlah spesies dan jumlah

individu parasitoid Hymenoptera yang dikoleksi

dengan nampan kuning dan jaring serangga untuk

habitat di dalam blok...

Hasil analisis ragam data log jumlah spesies dan log

jumlah

individu

parasitoid

Hymenoptera

yang

mengunjungi bunga

T. subulata

pada umur tanaman

kelapa sawit yang berbeda...

Hasil analisis ragam data log jumlah spesies dan log

jumlah

individu

parasitoid

Hymenoptera

yang

mengunjungi bunga

T. subulata

yang dikoleksi dengan

nampan kuning dan jaring serangga...

Hasil analisis ragam data log jumlah spesies dan log

jumlah

individu

parasitoid

Hymenoptera

yang

dikoleksi dari dua tipe habitat yang berbeda...

Hasil analisis ragam data log jumlah spesies dan log

jumlah

individu

parasitoid

Hymenoptera

yang

dikoleksi baik dari dalam kebun dan

yang

mengunjungi bunga

T. subulata

pada umur tanaman

kelapa sawit yang berbeda...

122

127

128

129

130

131

(22)

elakang

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang sangat penting di dunia,

terutama jika dilihat dari permintaan pasar terhadap minyak sawit yang jauh lebih

tinggi dibanding minyak nabati lain. Indonesia merupakan produsen utama

dengan memasok sekitar 47% kebutuhan minyak sawit dunia. Pada tahun 2010,

produksi minyak sawit Indonesia mencapai 21,9 juta ton yang dihasilkan dari 8,1

juta hektar luas kebun sawit yang meliputi perkebunan pemerintah, sektor swasta,

dan masyarakat (KMSI 2010). Minyak sawit merupakan produk pertanian terbesar

ke dua di Indonesia, dan sektor pertanian berkontribusi 14,4% dalam produk

domestik bruto (World Growth 2011). Dengan kondisi ini, ekspor minyak sawit

diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan

perekonomian nasional, sehingga kesejahteraan masyarakat baik yang terkait

langsung maupun tidak langsung dengan produksi minyak sawit akan meningkat.

Tanaman kelapa sawit,

fg

aei

h

g

ijkl

e

k h

i

h

Jacq. (Arecales: Arecaceae), yang

berasal dari Afrika Barat telah banyak dibudidayakan di berbagai negara tropis di

Asia dan Amerika Selatan (Latiff 2000). Indonesia merupakan lokasi yang sangat

cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Namun demikian di saat

yang sama, Indonesia juga menjadi surga bagi serangga-serangga herbivora,

termasuk yang menjadi hama kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit telah masuk

Asia sejak 100 tahun lalu, dan beberapa spesies herbivora lokal yang berasosiasi

dengan tumbuhan golongan palem telah beradaptasi dengan kelapa sawit, serta

kemudian berkembang menjadi hama penting kelapa sawit (Basri & Kamarudin

2000). Untuk perkebunan kelapa sawit monokultur skala luas, serangan hama bisa

menjadi masalah yang sangat serius, dan dilaporkan mampu mengakibatkan

kehilangan hasil hingga 90% (Sudharto

e

m

a

g

. 2003). Oleh karena itu, kemudian

serangga hama ini dikenal menjadi faktor pembatas produksi yang sangat

diperhitungkan baik untuk masa lalu, saat ini, dan masa depan.

(23)

Masalah hama ini pada umumnya diatasi dengan aplikasi pestisida untuk menjaga

populasi hama tetap rendah. Pada tahun 2010, pangsa pasar pestisida di Indonesia

berdasarkan jenis tanaman, paling besar adalah tanaman padi yang mencapai 42%

diikuti oleh tanaman perkebunan 40%, sedangkan berdasarkan jenisnya,

insektisida adalah yang terbesar, yaitu 41% (Direktorat Pupuk dan Pestisida 2012,

diunduh dari situs Perhimpunan Entomologi Indonesia). Aplikasi bahan kimia

pembunuh hama ini memberikan dampak negatif terhadap musuh alami dan

kesehatan agroekosistem (Garratt

e

n

a

o

. 2011). Serangga penyerbuk kelapa sawit,

po

aed

qrstu v

a

w xy tzs

c

tu

Faust. (Coleoptera: Curculionidae), juga dikhawatirkan

dapat menjadi salah satu serangga berguna yang terkena dampaknya sehingga bisa

menurunkan produksi buah segar. Produksi buah sawit ini sangat bergantung pada

keberhasilkan penyerbukan yang dibantu oleh serangga tersebut.

Tantangan lain muncul dari meningkatnya kesadaran global tentang konsep

keberlanjutan (lihat Prinsip dan Kriteria RSPO-

Roundtable for Sustainable Palm

Oil

-; ISPO-

Indonesia Sustainable Palm Oil

-, lihat dokumen

Peraturan

Menteri

Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011;

Green Economy Scheme

), yang

secara simultan mendorong perkebunan sawit untuk menerapkan praktik

pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan. Disinilah kemudian, prinsip dan

konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) berperan penting sebagai landasan

pengembangan teknik-teknik pengendalian hama ramah lingkungan. PHT

merupakan sistem penunjang pengambilan keputusan dalam memilih dan

menerapkan taktik pengendalian organisme pengganggu tanaman yang dipadukan

ke dalam strategi pengelolaan usaha tani, dengan berdasarkan pada analisis

biaya/manfaat, dan dengan mempertimbangkan kepentingan serta dampaknya

pada petani, khalayak, dan lingkungan (Kogan 1998). Teknik pengendalian hama

dengan meningkatkan peran musuh alami dipercaya sebagai tulang punggung

PHT. Namun demikian, dalam implementasinya, tidak seluruh teknologi PHT

dapat diterapkan dengan baik, dan hasilnya pun masih jauh dari yang diharapkan.

(24)

thuringiensis

menjadi pilihan utama. Namun demikian, teknik ini banyak

mengalami kendala, diantaranya adalah ketidaksesuaian tingkat keasaman

pencernaan serangga target dengan protein kristal dari bakteri sehingga protein

kristal tidak bisa tercerna dan gagal melepaskan racun yang dapat merusak sel-sel

epitel dalam saluran pencernaan. Selain itu masalah ketepatan waktu aplikasi

bakteri juga menentukan keefektifan pengendalian (Basri & Kamarudin 2000).

Untuk skala perkebunan yang luas, optimalisasi peran musuh alami yang

ada di lapangan merupakan strategi yang paling tepat. Selain berfungsi sebagai

pengendalian hama secara alami, pengendalian hayati juga berperan penting untuk

menjembatani terwujudnya pertanian berkelanjutan dan ekosistem yang lebih

sehat. Namun demikian, pengendalian hayati ini tidak bekerja secara optimal

karena peledakan hama masih sering dijumpai, sehingga muncul pertanyaan

mengapa peledakan hama masih saja terjadi?, bagaimana peran musuh alami?,

apakah ada yang salah dari praktik-praktik PHT yang diterapkan?

Dalam kaitan dengan strategi untuk mengatasi masalah hama di lapangan,

kita harus memahami apa yang disebut konsep interaksi tiga tingkat trofik (

tri-trophic interaction

) antara tanaman inang, hama dan musuh alaminya.

Pemahaman terhadap konsep ini merupakan dasar dari pengembangan strategi

pengendalian hama yang efektif. Dalam konsep interaksi tiga tingkat trofik,

tanaman sangat mempengaruhi interaksi antara hama dan musuh alaminya.

Fenologi tanaman, karakteristik, dan senyawa volatil memiliki peran penting

dalam

evolusi

dan

ekologi

perilaku

pada

interaksi

inang/mangsa-parasitoid/predator. Tanaman dapat mempengaruhi parasitisasi, baik melalui

senyawa volatil yang dihasilkannya, maupun dengan menyediakan pakan alami

seperti embun madu atau nektar untuk parasitoid (Godfray 1994). Perkembangan

terakhir dari hipotesis interaksi tiga tingkat trofik dibahas lebih lanjut oleh

Mooney

et al

. (2012).

(25)

konsekuensi terhadap proses-proses ekologi dan interaksi antar tingkat trofik yang

terlibat seperti parasitoid/predator, serangga herbivora, dan tanaman inang. Di

perkebunan kelapa sawit, peledakan hama diduga merupakan akibat dari

menurunnya keanekaragaman musuh alami karena miskinnya kualitas habitat di

agroekosistem (Kruess &Tscharntke 1994; With

et al

. 2002). Penurunan

keanekaragaman hayati musuh alami menyebabkan banyak serangga herbivora

terhindar dari parasitisasi (Kruess & Tscharntke 1994) dan predasi (With

et al

.

2002).

Dalam konteks pengendalian hayati di perkebunan kelapa sawit, penelitian

yang ada lebih banyak terkonsentrasi pada pendataan musuh alami (Sankaran &

Syed 1972; Mexzon & Chincilla 1991), status serangan hama (Mexzon &

Chincilla 1991; Fee & Cheong 1991), pemantauan hama, dan alternatif

pengendaliannya (Sudharto

et al

. 2003). Informasi yang terkait dengan pola

interaksi tiga tingkat trofik dan implikasinya terhadap serangan dan pengendalian

hama belum banyak dilaporkan. Jadi ide dasar dari penelitian ini adalah

memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola interaksi tiga tingkat

trofik antara musuh alami, serangga hama, dan tanaman inang, serta

keterkaitannya dengan pengendalian hayati di lapangan.

Dalam penelitian ini, kegiatan difokuskan pada kelompok parasitoid

Hymenoptera di perkebunan kelapa sawit. Diantara berbagai kelompok musuh

alami, parasitoid merupakan agens pengendalian hayati paling efektif dalam

menekan populasi hama di lapangan (Hawkins

et al.

1997). Kelompok

Hymenoptera parasitika merupakan kelompok serangga penting

dalam

(26)

parasitoid Hymenoptera ditemukan menyerang hama ulat kantung (Psychidae)

(Syankaran & Syed 1972; Basri

et al

. 1995; Cheong

et al

. 2010) dan ulat api

(Limacodidae) (Desmier de Chenon

et al

. 1989). Walaupun demikian, bukan

berarti keberadaan parasitoid secara otomatis akan menurunkan populasi hama

seperti yang diharapkan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

meskipun keberadaan parasitoid dapat mempengaruhi populasi ulat kantung di

lapangan, tetapi hasilnya masih belum seperti yang diharapkan (Cheong

et al

.

2010).

Efektifitas pengendalian hayati secara alami di lapangan sangat dipengaruhi

oleh kompleksitas komunitas parasitoid yang ada. Kompleksitas ini menjadi kunci

yang menentukan tingkat parasitisasi di lapangan (Kruess & Tschartke 1994;

Menalled

et al

. 1999). Di perkebunan kelapa sawit, kompleksitas habitat sangat

dipengaruhi oleh praktik agronomi yang diterapkan. Pada umumnya, tanaman

tidak ditanam secara serempak, tetapi secara bertahap mengikuti proses

land

clearing

, sehingga menciptakan keanekaragaman umur (gradien) tanaman kelapa

sawit di lapangan. Gradien umur tanaman pada perkebunan kelapa sawit ini akan

membawa konsekuensi terhadap tingkat kompleksitas vegetasi yang hidup di

dalamnya. Artinya bahwa peningkatan umur kelapa sawit akan mengubah pola

vegetasi lain karena semakin tua umur kelapa sawit maka kanopi terbentuk,

naungan meningkat dan intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang,

sehingga iklim mikro, jenis vegetasi, dan ketersediaan pakan untuk parasitoid juga

akan berubah (Perovic

et al.

2010). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian

lain yang melaporkan bahwa keberadaan tanaman herba berbunga di suatu habitat

dapat menyediakan pakan yang berlimpah untuk parasitoid (Lee & Heimpel 2005;

Rohrig

et al

. 2008; Perovic

et al

. 2010).

(27)

agroekosistem diharapkan dapat meningkatkan peluang parasitoid untuk bertahan

dan berkembang (Gillespie

et al

2011). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa

keberadaan tanaman berbunga memainkan peran penting dalam mempertahankan

komunitas parasitoid di lapangan (Basri

et al

. 1999, 2001; Basri & Kamarudin

2002; Desmier de Chenon

et al

. 2002) dengan menyediakan pakan berupa nektar

yang sangat dibutuhkan parasitoid sebagai sumber energi (Hogg

et al

. 2011),

diharapkan dapat menjaga populasi parasitoid untuk bertahan di lapangan.

Saat ini, penanaman tanaman berbunga untuk konservasi musuh alami dan

optimalisasi pengendalian hayati banyak mendapat perhatian dari berbagai

peneliti di dunia (Wratten

et al

. 2003; Lee & Heimpel 2005; Fiedler & Landis

2007). Untuk tanaman kelapa sawit, eksplorasi berbagai spesies herba yang dapat

menyediakan pakan untuk parasitoid telah banyak dilakukan, dan disebutkan

bahwa

Casia cobanensis

Linnaeus (Fabales: Leguminosae) dan

Euphorbia

heterophilla

Linnaeus (Malpighiales: Euphorbiaceae) merupakan tanaman terbaik

(Desmier de Chenon

et al

. 2002; Tuck

et al.

2003; Kamarudin & Basri 2010 ).

Namun demikian, di lapangan termasuk di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi,

Turnera subulata

J.E.Smith. (Parietales: Turneraceae) merupakan jenis tanaman

berbunga yang banyak ditanam. Padahal dari berbagai jenis yang dieksplorasi,

T.

subulata

adalah jenis yang belum banyak diteliti terutama dari potensinya sebagai

tanaman yang dapat menarik parasitoid. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah

T. subulata

dapat menarik semua jenis parasitoid, atau hanya jenis tertentu saja

yang akan diuntungkan?

Jika dilihat dari sisi lain, parasitoid Hymenoptera sangat selektif dalam

(28)

gradien umur kelapa sawit juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh?

Data yang menjelaskan tentang aspek-aspek di atas sangat penting untuk

membangun suatu pendekatan pengelolaan kebun sawit ramah lingkungan,

terutama dalam kaitan dengan strategi pengendalian hama yang efektif dan

mampu menjembatani terwujudnya pertanian berkelanjutan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab berberapa pertanyaan seperti

diuraikan dibawah ini:

(1) Apakah kompleksitas parasitoid Hymenoptera memiliki dampak yang

signifikan terhadap komunitas hama Lepidoptera yang berasosiasi dengan

kelapa sawit?

(2) Apakah gradien umur kelapa sawit mempengaruhi komposisi spesies,

keanekaragaman, dan kelimpahan parasitoid Hymenoptera?

(3) Apakah

T. subulata

yang ditanam di kebun sawit hanya dapat menyokong

takson tertentu dari parasitoid Hymenoptera?

(4) Apakah faktor-faktor kunci yang mempengaruhi dinamika pola komunitas

parasitoid Hymenoptera?

{ |

juan Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mendasar

dan baru mengenai pola interaksi tanaman, serangga hama dan komunitas

parasitoid di perkebunan kelapa sawit, sehingga dapat dibangun suatu strategi

pengendalian hayati hama yang lebih baik berdasarkan informasi yang dihasilkan.

Tujuan utama penelitian ini adalah:

(1). Mempelajari pola komunitas hama Lepidoptera yang menyerang tanaman

kelapa sawit dan parasitoid yang berasosiasi

(2). Memahami pengaruh umur tanaman kelapa sawit terhadap komunitas

parasitoid Hymenoptera di lapangan

(3). Mempelajari respon komunitas

parasitoid

Hymenoptera terhadap

penanaman tanaman berbunga

T. subulata

sebagai sumber pakan bagi

parasitoid

(29)

}~

faat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai

aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam meningkatkan peran pengendalian

hayati menggunakan parasitoid pada perkebunan kelapa sawit skala besar. Salah

satu pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah apakah

semua parasitoid dapat disokong oleh penanaman tanaman

T. subulata

yang

sekarang ini banyak ditanam? Melalui penelitian diharapkan dapat dihasilkan

informasi tentang jenis-jenis parasitoid Hymenoptera yang dapat disokong oleh

tanaman berbunga

T. subulata.

Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pola

dinamika komunitas parasitoid Hymenoptera yang hidup di perkebunan kelapa

sawit juga dapat diidentifikasi sehingga dapat dikembangkan strategi yang lebih

tepat dalam meningkatkan peran parasitoid di lapangan.

Lokasi Penelitian

(30)

Gambar 1.1 Posisi lokasi kebun penelitian, Desa Pandu Senjaya, Kecamatan

Pangkalan Lada, Kalimantan Tengah

€ ‚ƒ „… †ƒ „‡ ˆ‰

enelitian

(31)

dilakukan serangkaian penelitian, pertama adalah struktur komunitas hama

Lepidoptera yang menyerang perkebunan kelapa sawit dan parasitoidnya.

(32)
(33)

P

P

R

O

D

U

K

T

E

K

N

O

L

O

G

I

P

E

N

E

L

IT

IA

N

D

A

N

P

E

N

G

E

M

B

A

N

G

A

N

Gambar 1.2 Peta jalan penelitian

Pemer intah

Industr i

Masyar akat

Ber limpahnya komunitas par asitoid Hymenopter a

melalui manipulasi habitat : penyediaan tanaman ber bunga

Posisi

per kelapasawitan

Indonesia di dunia

Posisi

per

ta-naman

kelapa

sawit

Indo-nesia

Posisi

mi-nyak

kelapa

sawit

Indo-nesia

Pengendalian hayati

Mudah diaplikasikan

dan efektif

Memenuhi standar

RSPO, ISPO

PHT

Pr oduktifitas

Kualitas

Posisi Hama Kelapa

Sawit Indonesia

Studi

Pusta-ka

Peneli-tian

Str uktur

Komunitas

Dinamika

Populasi

Pengelolaan hama

Posisi Musuh Alami

Kelapa Saw it

[image:33.561.55.473.100.697.2]
(34)

“

r

”•

u

k

s

–—–

n

˜™š› ™–

w

t Du

n

– ™• ™

n

In

•

o

n

œ

s

– ™



inyak sawit merupakan minyak nabati terpenting di dunia

ž Ÿ  

antara 1

¡

minyak nabati yang dikonsumsi oleh masyarakat dunia

¢

pangsa pasar minyak

sawit merupakan yang terbesar

¢

yaitu 5

£¤¢

diikuti oleh minyak kedelai

¢

dan

minyak bunga matahari (

¥¦

mbar 2

ž§¨¦

n

¥¦

mbar 2

ž©

)

žª

ina

¢« ¬ ­®

opa

¢

dan

¯

ndia

merupakan tiga negara pengimpor terbesar dengan menyerap 52% produksi

minyak sawit dunia (

¥

ambar 2

ž°

)

ž ±¦

rena tanaman kelapa sawit hanya cocok

tumbuh di wilayah tropis

¢

maka negara produsen terbesar minyak sawit dunia

pada umumnya berasal dari wilayah ini

ž ¯

ndonesia merupakan negara produsen

terbesar dengan memasok sekitar 4

¡¤

kebutuhan minyak sawit dunia di tahun

2010

¢

yang diikuti oleh



alaysia dengan 3

¡

% (

¥

ambar 2

ž²

)

ž
(35)

¶ ·

mbar 2

¸¹ º

roduksi dan impor 1

»

minyak dan lemak nabati dunia pada tahun

2010 (

¼

umber

½¾

omisi

¿

inyak

¼

awit

À

ndonesia 2010)

(36)

ÄÅ

mbar 2

ÆÇ È ÉÊË

ribusi negara produsen dalam minyak sawit pasokan dunia 2010

(

Ì

umber

ÍÈ

omisi

Î

inyak

Ì

awit

Ï

ndonesia 2010)

Ð

roduksi minyak sawit di

Ï

ndonesia meningkat dari tahun ke tahun

Æ Ð

ada

tahun 2004

Ñ

produksi minyak sawit hanya sekitar 12

ÆÒÓÔÆÇÕÖ

ton

Ñ

dan mencapai

angka fantastik sekitar 21

ÆÖ×ØÆÕÓÙ

ton pada tahun 2010 (

ÄÅ

mbar 2

Æ ×

)

Æ ÚÅ

l ini

sejalan dengan meningkatnya luas perkebunan kelapa sawit dari 5

ÆÛÕÛÆ

02

Ô ÜÅ

ÝÅÞÅËÅÜß Ê ÓÙÙÇ à á ÊâÅÞ ã ØÆÕÕÙÆÇÇÛÜÅ ÝÅÞÅËÅÜßÊÓÙÕÙ

(

Ä ÅàäÅåÓÆÔ

)

Æ æÅ äáç ÓÆÕ àá Êß ÊâßèèÅ ÊäÅÜéÅ çáäãÜÞÅ åã ×ÙêçÅÜÅ Ê èá çÅ ÝÅëÅéã Ë Þãèá çÉçÅÉçáÜ Ýá åßëÅÜÅÅ ÊÑ èá àßÞã ÅÊ Ýáåèáäß ÊÅÊ èá çÅ ÝÅ ëÅéãË åÅèìÅ Ë Þ ÅÊ Ëá åÅèÜã å ìÅ Êí Þãèáç É çÅ ÉçáÜ Ýá åßëÅÜÅ ÅÊàã çãèÊáíÅ åÅÆ
(37)

î ï

mbar 2

ðñ ò

uas lahan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit dari

tahun 2004 hingga

2010 (

ó

umber

ô õ

omisi

ö

inyak

ó

awit

÷

ndonesia 2010)

ø ù

eh karena itu

ú

perusahaan

û

perusahaan perkebunan kelapa sawit

memegang peran penting bukan hanya dalam konteks produksi nasional

ú

tetapi

juga sebagai teladan dalam pencapaian produksi minyak sawit berkelanjutan

ð

üý

dak mengherankan jika kemudian

ú

skema

û

skema pertanian berkelanjutan seperti

þóÿ ø ï

n

÷óÿ øù

ebih ditekankan kepada perusahaan

ð

ü ï

bel 2

ð

1

ý

stribusi luas kebun sawit menurut pemiliknya di

÷

ndonesia pada

tahun 2004

2010

ü ï

hun

ò

uasan area (ha)

ö

asyarakat

ÿ

emerintah

ÿ

erusahaan

2004

2

ð

220

ð

33

(3

ú

%)

ñ ð

(

ú

)

ð ð

(

úñ

)

ðñð

(

ú

)

ñð

(

ú

)

ððñ

(

ú

)

ñ ðñð

(

úñ

)

ñ ð

(

ú

)

ðñð

(

úñ

)

ð ð

(

ú

)

ñð

(

ú

)

ðñðññ

(

ú

)

ðð

(

ú

)

ñ ñðñññ

(

ú

)

ð ð

(

ú

)

ðñ

(

ú

)

ñð ñ

(

ú

)

ð ñðñ

(

ú

)

ððñ

(

ú

)

ñð

(

ú

)

ð ð

(

ú

)

(38)

l

t

Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia, oleh karena itu hama yang

berasosiasi merupakan serangga-serangga lokal yang telah beradaptasi sejak

introduksinya (Basri & Kamarudin 2000). Serangga-serangga yang saat ini

dipandang sebagai hama pada tanaman kelapa sawit diantaranya adalah ulat

kantung (Lapidoptera: Psychidae) (Sankaran & Syed 1972; Basri & Kamarudin

2000; Susanto

t

. 2010), ulat api (Lepidoptera: Limacodidae), ulat buah kelapa

sawit

r

!"

r

#$

v

%

Walker (Lepidoptera:Pyralidae),

kumbang badak

&'

y

(

t

s r

!%)(!

r

)*

Linnaeus (Coleoptera: Scarabaeidae) (Basri & Kamarudin

2000; Susanto

t

. 2010),

+,)-)%

x

,.

t

)%

s

Ritsema (Coleoptera:

Scarabaeidae),

/!0%(!),)'

u

s

sp.

(Coleoptera: Curculionidae),

+.)'

tu

s

()1,'

ssu

s

Weber (Coleoptera: Scarabaeidae), belalang kembara

2)(

u

st

1 -')'

Linnaeus (Orthoptera: Acrididae), dan

3 %-%-'()'%

s

Burmeister

(Orthoptera: Acrididae) (Susanto

t

. 2010).

Dari berbagai jenis hama tersebut, ulat api dan ulat kantung merupakan

hama terpenting kelapa sawit yang dapat menyebabkan kehilangan hasil yang

signifikan (Kalshoven 1981; Sankaran & Syed 1972; Wood 2002, Sudharto

t

.

2003; Kamarudin & Basri 2010; Cheong

t

. 2010). Dari tujuh spesies ulat

kantung yang berasosiasi dengan kelapa sawit (Basri & Kamarudin 2000), tiga

spesies diantaranya menjadi hama utama kelapa sawit termasuk

4

t

s

p

%

Walker

5 4!*% ( )'"

tt

Tams

5

dan

6

r

)1 ,% .#

Joanis (Lepidoptera:

Psychidae) (Sankaran & Syed 1972; Wood 2002; Cheong

t

. 2010).

Hama-hama ini dilaporkan cukup penting di wilayah Sabah (Sankaran & Syed 1972) dan

mampu menyebabkan kehilangan hasil mencapai 43% setelah serangan yang

cukup serius (Kamarudin & Basri 2010). Jenis ulat kantung yang merugikan

secara ekonomi akan berbeda untuk lokasi yang berbeda (Basri & Kamarudin

2000). Ulat kantung dan dua spesies ulat api,

7

t

)' %

t

%*

Walker dan

8 '%

tr

1

Moore (Lepidoptera: Limacodidae) dapat meledak populasinya jika berada

dalam kondisi yang kondusif (Wood 2002). Di Indonesia, ledakan hama ulat api

dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 70% pada tahun pertama serangan,

(39)

(Sudharto

9

t

:;

. 2003). Oleh karena itu penanganan terhadap hama-hama tersebut

secara tepat menjadi penting. Struktur komunitas hama dan kaitannya dengan

status musuh alaminya di lapangan merupakan informasi yang diperlukan untuk

mengembangkan strategi pengendaliannya.

<=>=? @AB@CD

ym

E

n

o

pt

E

r

= EF=G

s

=@HG E

n

s

<E

n

G E

n

C=I@=JD=K=A@ C @<E

rk

EF

u

n

=J

K

E

l

=L =M =N @

t

Hymenoptera parasitika merupakan kelompok takson yang memiliki

kekayaan spesies cukup berlimpah (LaSalle 1993; Mason & Huber 1993; Quicke

1997; Whitfield 1998). Mayoritas anggota dari Hymenoptera parasitika berperan

sebagai parasitoid dan berfungsi dalam mengatur populasi serangga herbivora

(Quick 1997; Godfray 1994). Banyak spesies dari parasitoid Hymenoptera telah

digunakan untuk pengendalian hayati di lansekap pertanian (Noyes & Hayat 1984;

Quicke

1997).

Diantara

berbagai

kelompok

parasitoid

Hymenoptera,

Ichneumonidae dan Braconidae adalah famili terpenting yang ditemukan

menyerang berbagai jenis serangga dari ordo Lepidoptera dan Coleoptera

(Clausen 1940).

Peranan parasitoid Hymenoptera dalam pengendalian hayati di perkebunan

kelapa sawit telah banyak diteliti, diantaranya adalah mengenai potensinya dalam

pengendalian ulat api dan ulat kantung. (Sankaran & Syed 1972; Basri

9

t

:;

.

1995; Idris 2001; Desmier de Chenon

9

t

:;

. 1989). Desmier de Chenon

9

t

:;

O

(2002) melaporkan bahwa 36 jenis parasitoid dari famili Trichogrammatidae,

Eulophidae,

Encytidae,

Chalcididae,

Braconidae,

Ceraphronidae

dan

Ichneumonidae ditemukan berasosiasi dengan hama Lepidoptera yang menyerang

tanaman kelapa sawit termasuk

Limacodidae, Psychidae, Lymantriidae,

Noctuidae, Hesperidae, dan Amathusiidae. Beberapa parasitoid penting yang

diidentifikasi dari penelitian ini adalah

P

r

QRSTUV:WW:X TQY9:

t

STZ9:9

Nagaraja

(Hymenoptera: Trichogrammatidae) yang menyerang telur Limacodidae,

[ \Q]:VQ:

sp. (Hymenoptera: Braconidae) yang secara spesifik menyerang inang

[O ]Q

t

9]Z

,

^ TV ]QRQ:

sp. (Hymenoptera: Braconidae) yang menyerang ulat api, dan

_\:]X9;9

s

sp. (Hymenoptera: Braconidae) yang menyerang ulat kantung.

(40)

parasitoid yaitu

b cdefge

u

s

eh gi jc

s

Walker

(Hymenoptera:

Eulophidae)

(parasitisasi 67,4%),

kflemnfdcoedcp

hc

t

pq pc

Nixon (Hymenoptera: Braconidae)

(parasitisasi 17,8%),

br clpqhe

(Hymenoptera: Eulophidae) (parasitisasi 10,2%),

stnp ofuhjq

t

nvl pw

(Hymenoptera: Ceraphronidae)

(parasitisasi 7,4%),

sjlfqp tnc

s p

sy

mnede

v

f

ru

s

(Hymenoptera: Braconidae)(parasitisasi 9,6%),

xjtclh jq mpyfwp oy npc

Ferriere (Hymenoptera: Eupelmidae)(parasitisasi 3,2%),

xji

yt

fhp

sp. (Hymenoptera:Eurytomidae) (parasitisasi 2,1%),

zchcljmnp

sp.

(Hymenoptera: Ichneumonidae) (parasitisasi 1,1%),

{fi

y

tnjq

sp. (Hymenoptera:

Ichneumonidae) (parasitisasi 1,1%) (Hymenoptera: Ichneumonidae).

|r tl pop

diparasit oleh

br e hgi

u

c

s

dan

{fi

y

tnjq

sp. (25%), sedangkan

|r mfi gc

tt

e

hanya

diserang oleh

sr bq

y

mnede

v

fi

u

s

. Selain dikenal sebagai parasitoid,

br p ofhpl

u

s

Gahan dan

br e hgi c

u

s

juga diidentifikasi sebagai hiperparasitoid dari

kr hc

t

pqpc

(Basri

c

t

plr

1995; Cheong

c

t

pl

. 2010).

Pada penelitian-penelitian sebelumnya, kegiatan lebih banyak dipusatkan

pada inventarisasi parasitoid (Sankaran & Syed 1972), potensinya di lapangan

(Cheong

c

t

pl

. 2010), dan peran tanaman berbunga yang sengaja ditanam agar

dapat meningkatkan populasi parasitoid di lapangan (Sankaran & Syed 1972;

Basri

c

t

pl

. 1995; 2002; Desmier de Chenon

c

t

pl

. 2002; Tuck

c

t

pl

. 2003;

Kamarudin & Basri 2010). Namun demikian, penelitian untuk melihat struktur

komunitas parasitoid, kondisi lansekap, dan implikasinya terhadap pengendalian

hayati masih sangat terbatas. Penelitian yang dilakukan oleh Idris (2001),

menunjukkan bahwa parasitoid dari Braconidae terlihat lebih melimpah dan

beraneka ragam dibandingkan Ichneumonidae di perkebunan kelapa sawit, hal ini

mungkin terkait dengan preferensi habitat yang berbeda dari dua kelompok

parasitoid ini. Di perkebunan kelapa sawit, belum ditemukan publikasi ilmiah

yang melaporkan pelepasan parasitoid untuk pengendalian hayati di lapangan.

Pengelolaan habitat melalui penanaman tanaman berbunga menjadi pilihan utama

(41)

}~~

n

lo

l

€€}~

rk

~‚€

u

n

n

K

~

l

€ƒ €„ €… †

t

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman pertanian penting di Indonesia

yang telah ditanam secara luas sekitar 8,1 juta ha hingga tahun tahun 2010 (KMSI

2010). Untuk perkebunan kelapa sawit skala besar. Praktik pengelolaan secara

intensif dengan sistem yang tepat selalu dikembangkan untuk menjamin

produktivitas yang semakin meningkat. Tanaman kelapa sawit pada umumnya

ditanam dalam sistem blok seluas 25 - 40 hektar untuk memudahkan pengelolaan,

baik dari sisi agronomi maupun pengaturan sumberdaya manusia (Dolmat MT

2000). Siklus hidup tanaman kelapa sawit berkisar antara 25 dan 35 tahun.

‡ˆ‰Š‹Œ ŽŒ 

(peremajaan) dilakukan tergantung pada fase produktif tanaman

kelapa sawit. Penanaman untuk kebun yang luas tidak dilakukan secara serempak

tetapi secara bertahap sehingga menciptakan variasi umur kelapa sawit dari yang

muda hingga tua (gradien). Kompleksitas habitat dalam kebun diduga dipengaruhi

oleh proses ini.

Tanaman legum yang berfungsi sebagai tanaman penutup tanah pada

umumnya ditanam segera setelah

Š‹Œ ‘Šˆ‹ ’ŽŒ 

dilakukan. Tanaman legum ini

diharapkan dapat berfungsi untuk menjaga kelembahan tanah, melindungi tanah

dari curahan air hujan secara langsung, membantu mempertahankan bahan

organik

t

“‰

s

“ŽŠ

, proses ekologi dalam tanah, dan infiltrasi air (Chew

ˆ

t

‹ Š

. 2009).

Pada tanaman muda, tanaman penutup tanah,

”

u

‘

u

Œ‹ •’‹ ‘

t

ˆ‹‹

DC.ex Kurz

(Fabales: Fabaceae) mendominasi vegetasi habitat lahan kebun sawit. Komposisi

dan kelimpahan vegetasi ini akan berubah mengikuti pertumbuhan kelapa sawit.

Dengan meningkatnya umur kelapa sawit, penutupan kanopi akan

meningkat diikuti dengan menurunnya intensitas cahaya, meningkatnya

kelembahan, dan perubahan arsitektur vegetasi. Penyiangan gulma dilakukan

secara terjadwal, sehingga arsitektur vegetasi akan selalu dinamis. Basset (1991)

menyatakan bahwa perbedaan struktur vegetasi akan mempengaruhi iklim mikro

yang pada akhirnya berdampak terhadap kelimpahan dan keanekaragaman

artropoda. Vegetasi yang lebih kaya akan menyediakan sumberdaya yang lebih

baik untuk menyokong keanekaragaman serangga yang lebih tinggi (Hunter

2002), serta dapat memberikan dampak signifikan terhadap pola komposisi

(42)

Di lokasi penelitian, pengendalian hama didekati dengan konsep PHT yang

berbasis pada informasi hasil pemantauan populasi hama di lapangan. Pemantauan

hama dilakukan secara rutin sebulan sekali untuk menentukan tingkat serangan.

Jika populasi meningkat di atas ambang pada blok-blok tertentu, maka interval

pemantauan populasi hama pada blok-blok tersebut akan ditingkatkan dan

dilakukan pengendalian. Untuk hama Lepidoptera, pengendalian dilakukan

menggunakan beberapa cara, yaitu (1) pengasapan dengan bioinsektisida berbahan

aktif

—˜

t

™š› œžœŸ  œ

s

, (2) kutip kepompong dan kutip ulat secara intensif, (3)

perangkap lampu, (4) aplikasi insektisida kimia sintetik dilakukan jika memang

sangat diperlukan (PT Astra Agro Lestari Tbk 2011)

¡ ¢ £¤

r

¥¦

s

§¨ §©¥¨ §

n

©

k

¥£¨

r

ª« §

k

(

Tri-trophic Interaction

), Ko

¤

mpl

k

s

§¥¬

t

­ ¥¢

s

¤

k

¥®

,

¯ ¥

n

°¤

n

©¤

n

¯ ¥± § ¥¢² ¥³ ¥£§

.

Dalam menangani persoalan hama di lapangan, pola interaksi yang terjadi

antara tanaman sebagai inang serangga hama dan serangga hama sebagai inang

parasitoid perlu dipahami, serta perlu diketahui pengaruh tanaman inang terhadap

parasitoid. Hubungan antar tingkat trofik inilah yang menjadi dasar

pengembangan strategi pengendalian hama di lapangan. Tidak diragukan bahwa

tanaman memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap evolusi dan ekologi

perilaku interaksi inang-parasitoid (Price

Ÿ

t

´µ

. 1980; Godfray 1994). Peranan

parasitoid dan predator dalam interaksi trofik antara tanaman inang dan serangga

herbivora telah mendapat perhatian serius dari para ahli setelah tahun 1980-an

(Money

Ÿ

t

´µ

. 2012). Pengaruh tanaman terhadap interaksi antara parasitoid dan

inangnya telah banyak dibahas oleh Price

Ÿ

t

´µ

. (1980). Dalam kenyataanya,

semua komunitas yang hidup di wilayah daratan paling tidak tersusun oleh

tingkatan trofik yang berbeda: tanaman, herbivora dan musuh alami dari

herbivora. Price

Ÿ

t

´µ

. (1980) berargumentasi bahwa teori interaksi

serangga-tanaman tidak dapat berlangsung tanpa mempertimbangkan keterlibatan tingkat

trofik ke-tiga. Tingkat trofik ke tiga, harus dipertimbangkan sebagai bagian dari

pemicu pertahanan tanaman melawan serangga herbivora.

Parasitoid menggunakan stimulus yang dikeluarkan oleh tanaman untuk

(43)

mempengaruhi terjadinya parasitisme. Fase pertumbuhan dan sistem pertahanan

tanaman sangat berpengaruh terhadap serangga-serangga yang memakannya, yang

pada akhirnya berdampak terhadap terjadinya parasitisasi oleh parasitoid terhadap

serangga herbivora. Variasi karakteristik tanaman sangat mempengaruhi dinamika

interaksi parasitoid dan inangnya (van Emden 1966; Lawton & McNeill 1979).

Tanaman juga bisa sangat berpengaruh pada terjadinya parasitisasi, baik melalui

senyawa volatil tanaman atau dengan menyediakan pakan untuk parasitoid

melalui embun madu atau nektar (Price

t

·¸¹

1980).

Perkembangan terakhir tentang konsep interaksi tiga tingkat trofik dibahas

oleh Mooney

t

·¸

. (2012). Para peneliti ini kemudian mengajukan hipotesis

º

r

» ¼

tr

½¾¿ »À »Á¶

r

·À

t

»½Á

. Hipotesis ini merupakan pengembangan dari pendekatan

multitrofik yang melihat berbagai aspek yang mempengaruhi pola hubungan

tanaman, serangga herbivora dan parasitoid. Hipotesis ini dibangun dengan

mengintegrasikan dan membandingkan hipotesis-hipotesis yang sangat dikenal

sebelumnya:

t

¿¶ ¾¿

ys

»½¸½ à »À·¸¶Ä Ä»À» ¶ÁÀ

y

(herbivora spesialis lebih baik dibanding

generalis dalam menggunanan tanaman yang sama sebagai pakan, dan kualitas

tanaman inang berpengaruh besar pada generalis dibanding spesialis)

Å

s

¸½ Æ ¼

Ãǽ Æ

t

¿È¿»Ã¿É½Ç

t

·¸ »

ty

(kualitas inang yang rendah meningkatkan pengaruh musuh

alami)

Å

dan

¶Á¶É

y

¼Ä

r

¶¶

s

¾·À¶¿Ê¾½Â ¿¶

s

s

(herbivora spesialis lebih baik dibanding

generalis dalam menggunakan inang yang sama untuk menghindari predator).

Hipotesis-hipotesis tersebut menekankan tentang interaksi trofik dari kombinasi

yang spesifik antara serangga herbivora-kualitas tanaman, musuh alami, dan

variasi pakan herbivora mempengaruhi kebugaran (

¾¶

r

Ä½Ç É ·ÁÀ¶

) serangga

herbivora (Mooney

t

·¸

. 2012). Teori tentang interaksi tiga tingkat trofik yang

telah teruji menunjukkan bahwa kualitas tanaman inang, musuh alami, dan variasi

pakan akan sangat mempengaruhi kebugaran serangga herbivora. Secara spesifik,

hipotesis ini menduga bahwa herbivora spesialis (jika dibandingkan dengan

generalis) memiliki peluang lebih tinggi untuk terhindar dari musuh alami dan

mampu berkompetisi dengan baik karena laju pertumbuhannya lebih cepat.

Kualitas tanaman inang dan musuh alami sangat mempengaruhi pola makan

(44)

menjelaskan apa yang akan terjadi jika kedua kelompok herbivora ini berbagi

jenis pakan yang sama.

Transformasi ekosistem alami menjadi agroekosistem membawa banyak

konsekuensi terhadap proses-proses ekologi yang ada, khususnya interaksi inang

–parasitoid dan

dampaknya terhadap pengendalian hayati. Menurunnya

keanekaragaman parasitoid karena rendahnya kompleksitas habitat dalam

agroekosistem diduga menjadi kunci gagalnya pengendalian hayati (Kruess &

Tscharntke 1994). Hubungan antara kompleksitas lansekap dan komunitas

parasitoid telah didokumentasi oleh banyak laporan penelitian (Idris 2001; Marino

Ë

t

ÌÍ

. 2006; Buchori

Ë

t

ÌÍ

. 2008). Hal tersebut dijelaskan oleh hipotesis yang

menyatakan bahwa kompleksitas lansekap meningkatkan keanekaragaman

parasitoid dan laju parasitisme (lihat Menalled

Ë

t

ÌÍ

. 1999), yang saat ini menjadi

sebuah fenomena yang sangat umum. Beberapa studi juga mendukung hipotesis

bahwa kompleksitas habitat memiliki dampak yang signifikan terhadap kekayaan,

keanekaragaman dan kelimpahan spesies (Idris 2001; Marino

Ë

t

ÌÍ

. 2006; Buchori

Ë

t

ÌÍ

. 2008).

Pola komunitas parasitoid dalam suatu lansekap dapat dipengaruhi oleh

salah satu dari empat faktor sebagai berikut: (1) karakteristik inang (Hawkins

1994); (2) interaksi ekologi; (3) karakteristik habitat seperti habitat alami versus

agroekosistem, dan implikasinya pada stabilitas habitat dan keanekaragaman

(Hawkins 1994); dan (4) pola evolusi, termasuk didalamnya filogeni inang,

tingkat suksesi dari habitat inang, dan strategi pertahanan anti herbivora (Godfray

1994).

ÎÏ

n

ÐÏ

lo

l

ÑÑÒ Ó ÑÔ Õ

t

ÑÖ

u

n

tu

k

×ÏÏ

mp

rt

ÑØÑÒ

k

ÑÒ

Ko

mu

Õ

t

ÑÙ

n

ÎÑ

r

ÑÙ Õ

t

ÚÕ ÛÛÕ ÎÏ

rk

ÏÔ

u

n

ÑÒ

K

Ï

l

ÑÜ ÑÝ ÑÞÕ

t:

ÎÏ

r

ÑÒß ÑÒ Ñ

m

ÑÒ

B

ÏÔ

r

u

n

ÐÑ

Perkebunan kelapa sawit dalam skala besar sangat rentan terhadap

peledakan hama karena dukungan musuh alami yang terbatas, terutama parasitoid.

Habitat yang kompleks dapat menyediakan iklim mikro yang cocok serta sumber

pakan untuk parasitoid, sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman

parasitoid Hymenoptera (Fiedler & Landis 2007; Silvinski

Ë

t

ÌÍ

. 2006; Marino

Ë

t

(45)

memberikan sumber pakan, merupakan kunci untuk meningkatkan keefektifan

pengendalian hayati. Hubungan antara komunitas parasitoid dan tanaman

berbunga telah banyak dilaporkan (lihat Baggen & Gurr 1998; Wratten

à

t

áâã

2003; Lee & Heimpel 2005). Keanekaragaman parasitoid lebih tinggi pada habitat

yang memiliki banyak tumbuhan berbunga dibandingkan yang kurang memiliki

tumbuhan berbunga (Jervis

à

t

áâ

. 1993).

Dalam kaitannya dengan perkebunan kelapa sawit, beberapa peneliti telah

melaporkan beberapa spesies tumbuhan berbunga yang berpotensi digunakan

untuk menarik parasitoid diperkebunan sehingga pengendalian hayati menjadi

lebih efektif (Basri

à

t

áâ

. 1999; Desmier de Chenon

à

t

áâ

. 2002; Tuck

à

t

áâ

. 2003;

Kamarudin & Basri 2010). Teh (1996), Basri

à

t

áâã

(1999) dan Ho & Teh (1999)

telah menguji beberapa jenis tanaman yang memiliki potensi untuk menarik

parasitoid. Tabel 2.2 menunjukkan terdapat 10 famili dan 16 spesies tanaman

yang dapat menarik parasitoid pada perkebunan kelapa sawit. Basri

à

t

áâ

. (1999)

melaporkan bahwa

ä áå

s

æá çèéáêàêå æ

s

(Fabales: Leguminosae) dapat menarik

parasitoid

ëèì

y

íîïåéïêèî

Gauld (Hymenoptera: Ichneumonidae) dan

ðïñòáêæá

s

èó

y

òèìá

Tosquinet (Hymenoptera: Ichneumonidae). Hasil ini didukung oleh

penelitian lain yang melaporkan bahwa

ä ã ç èéáêàê

s

æ

s

dapat menarik banyak

parasitoid hama ulat kantung,

ôã íâ áêá

(Basri & Kamaruddin 2002). Namun

demikian Ho & Teh (1999) justru melaporkan bahwa

õïíîèìéæ á îà

t

à

r

èíîñâ âá

Linnaeus (Malpighiales: Euphorbiaceae) adalah tumbuhan yang paling baik dalam

menarik parasitoid. Tuck

à

t

áâã

(2003) mengkonfirmasi bahwa baik

õã

îà

t

à

r

èíîñââá

dan

ä ãçèéáêàêå æ

s

keduanya dapat meningkatkan aktivitas parasitoid

di lapangan.

Penelitian-penelitian

tersebut

terkonsentrasi

untuk

meningkatkan

pengendalian hama ulat kantung di Malaysia, sebaliknya di Indonesia, dimana ulat

api yang menjadi hama utama, penelitian yang mengarah pada eksplorasi tanaman

berbunga untuk menarik parasitoid belum banyak dilakukan (Desmier de Chenon

et

áâ

. 2002; Sudharto

à

t

áâ

. 2003). Salah satu studi untuk melihat peranan berbagai

tanaman berbunga dalam menyokong parasitoid dari ulat api dilakukan oleh

Desmier de Chenon

à

t

áâ

. pada tahun 2002. Dalam penelitian tersebut,

öã

s

(46)

demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa

ø ù

s

úû úü ýþ ý

adalah tanaman

berbunga yang paling banyak ditanam, walaupun penelitian untuk melihat

potensinya masih sangat terbatas. Parasitoid Hymenoptera sangat selektif dalam

memilih tanaman yang akan dikunjungi, bahkan cenderung memiliki preferensi

tertentu terhadap jenis tanaman berbunga (Coley & Luna 2000). Hal ini juga

didukung oleh Desmier de Chenon

ÿ

t

ýü

. (2002) yang melaporkan bahwa terdapat

hubungan yang spesifik antara spesies tanaman berbunga dan parasitoid

pengunjungnya. Suatu spesies tumbuhan berbunga mungkin hanya akan

dikunjungi oleh sekelompok parasitoid tertentu. Hal ini berarti, pola komunitas

parasitoid yang hidup dalam suatu agroekosistem mungkin akan sangat

dipengaruhi oleh keanekaragaman jenis tanaman berbunga yang ada di dalamnya.

Dengan demikian, pemilihan tanaman berbunga secara tepat sangat penting untuk

berperannya musuh alami secara efektif dalam menekan populasi hama tertentu di

(47)
(48)

( 3 2 $ '. /* #%4 # ,% #$ 2

P

$ -" ! " /". ! $ / 5 2

P

6# , . # ' /7 28 $% # /%" * / 2 &% . # 6" %#( ) '" * +$ ," -$ # .$%$ / # $ 0 1 2

B

#* &.$ " # * # " , #% #

3 2 $ '. /* #%4 # ,% #$ 2

P

$ -" ! " /". ! $ / 5 2

P

6# , . # ' /7 28 $% # /%" * / 2 &% . #

9 $%# ' : ; ; ;

6+$ ,"* ' #%#< * % . #+$ ,"* '# % #< : ; ; = 6 ," > '" #3 ? * % . #+$ ,"* '# % #< : ; ; = (

C

# //" #* ! # ,$, /" /9 ) '" * +$ ," -$ # .$%$ / # $ 0 1 2

B

#* &.$ " # * # " , #% #

3 2 $ '. /* #%4 # ,% #$ 2

P

$ -" ! " /". ! $ / 5 2

P

6# , . # ' /7 28 $% # /%" * / 2 &% . #

9 $%# ' : ; ; ;

C

%# '# " #@# ,@" ! # " *#7 ) '" * +$ ," -$ # .$%$ / # $ 0 1 2

B

#* &.$ " # * # " , #% # 3 2 $ '. /* #%4 # ,% #$ 2

P

$ -" ! " /". ! $ / 5 2

P

6# , . # ' /7 28 $% # /%" * / 2 &% . #

9 $%# ' : ; ; ;

C

6/ # #. $ , /" /9 ) '" * +$ ," -$ # .$%$ / # $ 0 1 2

B

#* &.$ " # * # " , #% # 3 2 $ '. /* #%4# ,% #$ 2

P

$ -" ! " /". ! $ / 5 2

P

6# , . # ' /7 28 $% # /%" * / 2 &% . #

9 $%# ' : ; ; ;

A B/& /% # /" #" ,% / #9 ) '" * +$ ," -$ # .$%$ / # $ 0 1 2

B

#* &.$ " # * # " , #% # 3 2 $ '. /* #%4 # ,% #$ 2

P

$ -" ! " / ". ! $ / 5 2

P

6# , . # ' /7 28 $% # /%" * / 2 &% . #

9 $%# ' : ; ; ;

A B+$ #% .* ,&@" -$ / (

) '" * +$ ," -$ # .$%$ / # $ 0 1 2

B

#* &.$ " # * # " , #% # 3 2 $ '. /* #%4 # ,% #$ 2

P

$ -" ! " /". ! $ / 5 2

P

6# , . # ' /7 28 $% # /%" * / 2 &% . #

9 $%# ' : ; ; ;

C

C

'$ .$ %" - / $ .#DC ) '" * +$ ," -$ # .$%$ / # $ 0 1 2

B

#* &.$ " # * # " , #% # 3 2 $ '. /* #%4 # ,% #$ 2

P

$ -" ! " /". ! $ / 5 2

P

6# , . # ' /7 28 $% # /%" * / 2 &% . #

9 $%# ' : ; ; ;

(49)

GHIJ KJ L M NOJN O PHQHOJ R SJ TUHV WT JHI HRJ PN VNKJRJ X Y Z J H[NHN \]^ _` ab cd `e_f g ` ch

iJV V HNY O

j `kb dl ` m] nb^ ]h f] a] ch ] oJ pS Vq

B

ehd l_f] ebh dh eb nh ah rS ONM s qtu v ]kfu cdh a `whn alh ] GN QQJ N QNq

P

]^ b ` gb u cbfg eu] c x HKyN Qq

P

zh n `fh k u c{ HsHVq| ]a eh c ab d lu cOM qtu e_ a`fhOM

} HOQJ]ah k ~ € € €

\ z]e ab dbkk h ah iHIHQy j `kb dl ` m] nb^ ]h f] a] ch ] oJ pS Vq

B

ehd l_f] ebh dh eb nh ah rS ONM s qtu v ]kfu cdh a `whn alh ] GN QQJ N QNq

P

]^ b ` gb u cbfg eu] c x HKyN Qq

P

zh n `fh k u c{ HsHVq| ]a eh c ab d lu cOM qtu e_ a`fhOM

} HOQJ]ah k ~ € € €

B

` e e] eb hkh ab ‚ `kb hƒY Z K }QH[ S VJT HNq„ s HK [JT J T HN … S†‡N s € € € PS KUWS V H[N HN ˆn ab m ` n ` nk]v a`v u c… S S y

†ƒQV

‰ ` e_v lu c gu n ` l {HY KT q

B

u c_fh nbh `w_f` eh ‡S OŠY JVNR q j `kb dl ` m] nb^ ]h f] a] ch ] oJ pS Vq

B

ehd l_f] ebh dh eb nh ah rS ONM s qtu v ]kfu cdh a `whn alh ] GN QQJ N QNq

P

]^ b ` gb u cbfg eu] c x HKyN Qq

P

zh n`f h ku c {Hs HVq |] aeh cabd lu c OM q tue_ a`f h OM q ˆu k` ch v l] cv c_d lb^ b ` euc‹ Y NONZ N[y

‡Y [y]ah k ~Œ   Ž

iHIJ H[NHN ‡Y QVN QH[NHN

\_v ab cg e]b v ]cP SJ R | u en] ehcu gu k h ah

}QH[ S VJT HNq„ s HK [JT J T HN

‰ ` e_v lu c gu n ` l {HY KT q

B

u c_fh nbh `w_f` eh ‡S OŠY JVNR q j `kb dl ` m] nb^ ]h f] a] ch ] oJ pS Vq

B

ehd l_f] ebh dh eb nh ah rS ONM s qtu v ]kfu cdh a `whn alh ] GN QQJ N QNq <

Gambar

Gambar 1.2 Peta jalan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

temuan pada tikus putih jantan dengan pemberian ekstrak air (seduhan) akar pasak bumi, antara lain (1) terjadi peningkatan kadar testosteron serum yang

Pengaruh umur bibit pindah tanam terhadap jumlah daun per tanaman Umur pindah tanam bibit 30 hari, tanaman akan mudah beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga

Melalui hasil eksperimen dan penelitian ini diperoleh bahwa produk serat sabut kelapa dapat dibentuk se-fleksibel mungkin dengan menganyam sabut kelapa pada rangka

Salah satu perhitungan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah metode servqual. Metode ini termasuk salah satu cara dimana responden diminta untuk

Kebutuhan rumah yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur selain sebagai kebutuhan dasar juga merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh menggunakan data tekstual, dimana data diperoleh dengan metode dokumentasi, yaitu pemilihan dan

Dapat dirumuskan bahwa pengertian pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat agar melaksanakan perilaku hidup

Menurut nashr al-din al- thusi, rida adalah tidak merasa kecewa, baik secara lahiriah maupun batiniah, dan baik hati, perkataan maupun perbuatan, atas segala yang terjadi dalam