• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Gulma pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengendalian Gulma pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional

Pengembangan Jar& Pagar

( J a a o p h

w m

L h )

Unmk

B

iodiesel dan

Mnyak Bakar, Bogor,

22

Desernber

2005

PENGf

NDAUAN

GULMA

PADA PERTANAMAN J A M PAGAR (JAfROPHA CU-S)

Soekisman Tjirosemito

Laboratohurn Fisiologi Turnkhan, Departemen Biologi, FMIPA,

IPB

dan Lakaratonurn Pengelohan Hama dart Penyakit di BIOTROP., Bogor,

I. PENDAHULUAN

Keterkaitan budidaya jarak pagar dengan karakteristiknya dibeberapa

negara dengan teknik analisis resiko gulma yang mereka pakai, jarak pagar termas* dalam kategori yang tidak boleh masuk apalagi ditanam di negara

bemangkubn. Pengendalian gulma pada penanaman jafak pagar akan rnengikuti pola Pengendalian Gulma Terpadu (PGT) sebagai bagian dari Pengendalian Hama Terpadu (PI-IT) yang menrpakan komponen pen ting dalam keselumhan sistem produksi terpadu, karma jarak pagar rnernpunyai

nilai analisis resiko gulma yang bunrk.

If.

PENGENDALIAN GULMA TERPADU ( Integrated Weed Management). Pengendalian Gulma Terpadu (PGT) adalah sistem pengendalian gulma

yang mengin tegrasikan pengendalian gulma

sejak

sebelum tanam, sampai panen, bahkan sesudah panen terrnasuk dalam kerangka Pengsndalian Hama Terpadu (PHT) atau integrated Pest Management (IPM) sebagai komponen dari pengelolaan produksi terintegrasi (PPT), Dalam pengelolaan produksi terintegrasi tanaman jarak, diharapkan agar sistern rnemberikan

basil yang optimum

sebagai

tujuan utamanya. Hasil optimum dicapai melalui

pengendalian gulrna terpadu yang menrpakan bagian dari pengendalian hama terpadu sebagai komponen dari pengelolaan produksi terintegrasi (PPT).

Sistern produksi pertanian yang demikian dikornbinasikan dengan

sistem

social

dan politik dalam kerangka HAM yang selanjutnya dikernbangkan GAP

(Good

Agricultural Practices).

5eberapa lstilah dan pengertian.

Apa itu gulma (Weds)? Apa itu

hama

(Pests)? Secara infernasional
(2)

Seminar

Nasional

Pengembangan Jarak

Pagar {Jatropha

curcas

Linn)

Untuk

Biodiesel

dan Minyak Bakar, Bogor, 22 Desember

2005

gulma. Oleh karena kita bergerak dibidang pedanian dapat memakai istilah

pmduk dalarn pengertian pertanian. WTO berisi kesepakatan perdagangan

intemasional dimana anggotanya dapat

saling

menawarkan p d u k untuk

dijual

dinegara anggota dengan ketenfuan bahwa negara yang diberi penawaran produk tidak boleh menolak melalui tarif seperti dulu, tetapi n e g a r a t

e

r

s

e

b

u

t boleh menolak berdasarkan SPS dan bersifat ilmiah. Kesepakatan ini menarik karena kita di benarkan untuk menawarkan

segala

produk pertanian keselunrh negara di dunia, dan negara yang kita tawari itu

tidak boleh menolak. Melalui SPS suatu negara boleh menolak impor ketika impor itu rnembahayakan sistem produksi negara tersebut, membahayakan rnanusia atau membahayakan tingkungan; rnisalnya diketahui negara pengekspor tanamannya diserang oleh suatu hama penting yang dinegara pengimpor itu M u m ada, maka ekspor produk pertanian itu boleh ditolak. Dibenarkan juga negara pengimpor menanyakan daftar hama dan penyakit

apa

saja yang ada dalam sistem produksi kita. Disamping ha1 tersebut ha1

lain yang

perlu

diperhatikan adalah bagaimana produk pertanian itu

dihasilkan apakah memenuhi standar GAP (Good Agricultural Practices)

atau tidak. Kalau tidak memenuhi standard GAP negara pengimpor dapat

menolak produk pertanian yang dihasilkan.

Tanaman yang Sehat

Pengendalian gulma

terpadu

{PGT) sebagai bagian

dari

PHT menunkrt bahwa tanaman budidaya yang akan dikendalikan hamanya (termasuk gulma) dan penyakitnya hams dalam kondisi 'sehat" dalarn pengertian bahwa bibif yang dipakai dalam kondisi "baik"

karena

dalam haf i n i jarak mungkin m a s i h dalam taraf

awal,

belum mengalami proses seleksi sewra genetik berpotensi berproduksi tinggi, tahan serangan hama dan penyaki t, tetapi

telah dipiiih bibit yang tumbuh

jagur.

Lahan digemburkan dengan memperhatikan konservasi, ditanaman

dalam jarak tertentu, dipupuk, serta diberikan pengairan. Perlakuan tersebut

berdasarkan hasil penelitian berpotensi unhrk

mernberikan

hasil y a ng tinggi.

Pemakaian bibit unggul dan penanaman dapat dilakukan dengan praktek agronomi yang memadai.

Kondisi tanaman budidaya

yang

sehat d a n bai

k

diharapkan

rnarnpu
(3)

Seminar

Nasional

Pengembangan Jarak Pagar

(Jafropha

curcas

Linn)

U

ntuk

BiodieseI dan

Minyak

Bakar, Bogor, 22 Desember

2005

membiayai ongkos produksi dan proteksi serta investasi lingkungan , tetapi barus tetap dapat menghasilkan keuntungan yang memadai. Oari uraian singkat diatas sebenamya kita dituntut untuk memahami detail dari biologi

jarak

pagar untuk dapat merekayasa agar berpotensi

dan rnenghasilkan

produksi tinggi.

Persiapan bibit jarak pagar

Bibit jarak pagar dalam budidaya perlanian merupakan komponen

sangat

penting . Pada fase persiapan penyelenggaraan pertanian rnernpunyai kesempatan emas walaupun

terbatas

untuk membangun bibit yang

rnemiliki akar, batang, daun yang baik, bebas hama dan penyakit,

sudah

melalui berbagai seleksi sehingga ketika proses pemindahan ke tapang, bibit bisa turnhuh sernpurna berkornpetisi dengan gulma,

serta

melawan hama dan penyakit yang mungkin menyerangnya. Bibit dapat disiapkan melalui biji, stek atau kultur jaringan.

,.

Biologi

penting jarak pagar.

Jarak pagar (J.cunas) adalah tumbuhan asing yang datang dan

Amen ka tropik, terrnasuk dalam suku Euphorbiaceae, rnarga Jatmpha; Jika ingin dikembangkan untuk mencaii bibit unggul yang berpotensi produksi tinggi, dari berbagai kombinasi faktor genetik, variasi genetik dapat diperoleh

dicenter of origin Amerika Selatan itu. Tanaman jarak pagar di Indonesia sudah ternaturalisasi dan

iersebar

dari Aceh sarnpai Merauke, dan mungkin di Indonesia tejadi ekotipe akibat adaptasi terhadap lingkungan yang berbeda antara Indonesia Baratllndonesia Timur,

daerah

basahlkering dsb.

Perbedaan

ini dimungkin kan untuk

sementara dapat diseleksi dan disilangkan

untuk mendapatkan bibit unggul.

Biji merupakan bagian yang dipanen dari jarak pagar,

u

n t u k i t u maka biologi pembungaan, polinasi dan pembuahan rnenjadi penting sekali.

Jarak

pagar adalah tumbuhan menaun (tahunan) mem bentuk semak,

afau

pohon kecil. Behunga biasanya pada akhir musirn kering atau selama

musirn hujan,

tetapi

dapat saja beradapiasi dengan lingkungan setempat selama dalam proses naturalisasi dan behunga sepanjang tahun. Jarak pagar
(4)

Seminar Nasional Pengembangan Jarak P a ~ a r

(Jatrophu

m c a r Li

nn)

Untuk

Biodiesel dan Minyak Bakar, Bogor, 22 Desember

2005

Biasanya dalam satu karangan bunga terdapat 1-5 bunga betina dikellingi oleh 2593 bunga jantan (Raju dan Gradanam, 20021, rata-rata 1 bunga

betina dengan

29

bunga jantan. Karangan bunga akan mekar setiap hari selama kurang lebih 11 hari. Bunga

jantan

yang mekar lebih dahulu aka n

layu, lalu disusul oleh bunga jantan lainnya dan mekar setiap hari sampai

seluruh bunga jantan habis. Bunga betina mekar diantara hari ke dua dan

keenam dari mekamya bunga

jantan

itu.

Bunga jantan ukurannya kecil, tidak berbau, berbenkrk seperti genta.

Kelopak dan mahkota bunga masing-masing ada 5 dan terpisah. Tetapi

mahkota bunga pada pangkal bunga menyatu membentuk dasar bunga

menjadi seperti corong pendek. Tempat duduknya benang sari yang

membentuk dua lingkaran, atas dan bawah masing2 lima buah. Benang sari dari lingkaran bawah bebas tetapi lingkaran atas bersatu. Kepala sari

berwama kuning rnelekat bagian dorsalnya pada benang san. Bunga mekar mulai dari jam

530430

sampai sore dan kepala sari merekah mengeluarkan serbuk sari (polen), pada lingkaran bawah rata 220 popenlkepala sari dan lingkaran atas 435 polen lkepala sari; produksi polen

total 655 polenlbunga, dan rasio poledovum adalah 6332 : 1. Polen bemama kuning berbentuk bulat, ukurannya 89 pm pada lingkar bawah dan

81 prn pada lingkar atas. Pada dasar bunga ada kelenjar madu, yang

mengeluarkan kira-kira 20,3 pl madu per bunga. Bunga jantarl

gugur

pada

hari ketiga.

8unga b t i n a bentuknya

sama

dengan bunga jantan tetapi lebih besar.

Kelopak lima buah, mahkota juga lima buah membentuk corong pendek sebagai dasar bunga betina ini. Tangkai putik tiga

buah

masing-masing

bercabang dua untuk menyangga kepala putik. OvaFium mempunyai 3 karpel

masing-masing dengan satu ovul. Di dasar bunga betina dibawah ovarium ini ada 5 kelenjar madu. Bunga mekar sinkron dengan mekamya bunga jantan. Kepala putik siap menerima polen segera setelah bunga

mekar

sarnpai tiga hari kernudian. Kalau bunga betina tidak terpolinasi akan

gugur pada hari keempat. Yang terpolinasi akan tetap tumbuh, kelopak dan mahkota bunga tumbuh makin k s a r membungkus bakal buah sampai

masak.

(5)

Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pasar

(Jatropha

curcas

Linn)

Untuk

Biodiesel

dan Minyak Bakar, Bogor,

22

Desember

2005

dad bunga jantan batang lain dengan bunga betina) menghasil kan 96% bakal buah tetapi geitonogami (polen berasal dari bunga jantan satu batang dengan bunga betina). Bakal buah pada xenogami semua menjadi buah

sedang geitonogami 23% digugurkan, dan sisanya menjadi buah. Bakal

buah furnbuh menjadi buah masak memerlukan waktu 2 bulan, dengan

pertumbuhan tercepat pada minggu ketiga dan kelima. Buah masak pada mulanya berwarna hijau,

lalu

rnenguning dan akimya menjadi coklat tua atau hitam.

Bunga sederhana dengan corong pendek pada J.curcas adalah spesifik bunga yang polinasinya (penyerbukannya) dilakukan

melalui

bantuan serangga. Bunga ini menghasilkan banyak sekali polen yang dipaket dalam

kepala sari

dan

dijajar dalam dua bans yang sangat atraktif bagi serangga.

lagi pula pada dasar bunga baik bunga betina maupun bunga jantan

dikeluarkan tetesan madu yang berkilau kalau kena cahaya

rnatahari,

mengadvertensikan kalau dibagian tersebut terdapat madu, Hal ini mudah

dilihat dan sangat menarik bagi serangga terutama yang dapat terbang. Hal

ini istimewa karena madu biasanya tertutup dalam kelenjar madu, bukan

dipamerkan sebagai tetesan yang berkilau kilau kalau terkena sinar seperti pada jara k pagar.

Bunga

disusun dalam karangan bunga yang menarik bagi serangga penyeibuk. Lebah, seperti Apis indtca dan Apis sp lainnya, terutama Tngona

iridipenis dan Tngona sp lainnya yang mengambil madu dan polen

sangat

membantu penyerbukan. Lalat seperti Chrysomya (lalat hijau) juga berperan

dalam penyerbukan jarak ini.

Lalat rumah

Musca

sp,

dan

Ensfalis sp dapat saja bermanfaat, tetapi karena

lalat

ini hanya dapat terbang dalarn jarak pendek menyiasati untuk

menarik

mereka

misalnya dengan memberikan kompos atau residu tumbuhan yang sedang mem busuk sebagai tempatny a berbiak akan ban yak bermanfaat. Serangga yang dapat terbang ini akan mernfasilitasi

pemyerbukan geitonogami dan xenogami .

Disarnping

serangga terbang, semut juga sangat tertarik dengan madu

pada bunga jarak pagar ini. Olehkarena itu semut juga berperan besar

dalam

penyerbukan. Semut sepertr Camponatus compressus, serta Camponatus sp

lainnya, juga Cremefogaster sp., bahkan

pga

Pherdole

spathifer

atau
(6)

Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar

(Jatroph

curmr Linn)

Untuk

Biodiesel dan Minyak Bakar,

Bogor,

22 Desember 2005

sangat

dipengaruhi

ketersediaan serangga seiempat

apakah

C.compressus

atau Cmmatogasfer sp. yang ada. Serangga lain seperti Thrips juga

betperan dalam penyerbukan. Olehkarena keterbatasan gerakannya semut

dan thrip ini lebih ban yak mernfasilitasi penyehukan geiotonogami.

Walaupun saat ini populasi serangga penyehuk masih ban yak, tetapi dalam penyelenggaraan pertanaman jarak pagar ini, peran polinator perlu rnendapat perhatian yang memadai untuk memastikan bahwa penyerbukan

dapat te jadi dengan baik, dan produksi tidak terhambat karena polinasi

terhambat. Pada praktek penyelenggaraan perkebunan kelapa sawit misalnya

perlu untuk mendatangkan polinator kedalam kebun kelapa sawit.

Praktek Agronomi lainnya.

Praktek agronomi lainn ya rn e l i p u t i pemakaian bibit apakah dari biji atau stek

atau

dari

kuHur

jaringan, pembuatan lobang tanam pernilihan jarak

tanam, penyulaman, pengairan pemupu kan, penjarangan dan pemangkasan,

dan dafam konteks ini sudah diusahakan seoptimal mungkin, sehingga mernenuhi criteria tanaman yang sehat.

Setelah praktek agronomi t e rpenuhi dan bahwa pertanaman jarak pagar

akan berproduksi tinggi peluangnya c u k u p besar, maka ha1 yang

bemubungan dengan pmteksi perlu diperhatikan, dan lebih spesifik lagi

adala

h Pengelolaan

Gulma

Terpadu.

Pengendalian Gulma Terpadu

1 . Persiapan lahan

Masalah gulma perlu diperhatikan sejak persiapan lahan. Terdapat 2

cara

persiapan lahan ini yaitu (1)

cara

konvensional,

tanah

digernburkan

(bisa dicangkul, dibajak dengan tenaga temak maupun traktor, digam dan guirna dibersihkan dari lahan itu. Propagul

(alat

penyebaran gulma) gulma

yang bersifat menaun (perennial) haws dtsingkirkan dafl lahan, gulma seperti alang-a lang (Impemta cylindrical), Cynodon d a m o n , Panicurn

repens, dan

rumput

tahunan lainya,

teki-tekian

seperti Cypenrs rotuhdus,

Sderia

s p . ,

serta berhagai semak seperti Chmmolaena odorzrta, Melasfom

awn@, Lantana camara, Clibadiurn suriflamense, Clidemia hida , hams

(7)

Seminar

Nasional Pengembangan Jarak

Pagar

(JeoptBa

w c a s

Linn)

Untuk

Biodiesef

dan

Minyak

Bakar, Bogor,

22

Desember

2005

serninggu atau dua minggu. Hal tersebut ditujukan untuk mmbuat propagul

gulma

fahunan menjadi kering; setelah itu dilaktlkan pembajakan

lagi,

untuk

memecahkan bongkahan tanah yang dirnungkinkan masih menyimpan risoma

atau stolon gulma, proses penggaruan dapat dilakukan untuk mengumpulkan risoma atau propagul yang ada, kemudian dikumpufkan dan diambil dari

lahan dan dapat dibuat kompos.

Kalau perlakuan tersebut sudah diketjakan dengan baik dan konsisten

pada kesefumhan lahan maka masalah gulma tinggal masalah yang

timbul

behrengan dengan tumbuhnya tanaman budidaya dan terdiri dari gulma sernusim yang tumbuh dari biji-biji yang sudah ada daQm tanah.

(2).

Cara

olah

tanah konservasi, tanah tidak dibajak atau dicangkul,

tetapj

gulma hams dimatikan, misalnya dengan herbisida glyphosate (2 kg /ha) atau paraquat ( 1-1 -5 kgha) atau dengan dosis disesuaikan dengan keadaan dan kornposisi gulma di lahan yang akan ditanarni. H erbisida ini umumnya dapat mematikan gulma dan tidak meninggalkan residu am dalam tanah dan dapat dikombinasi dengan herbisida fain atau dengan teknik persiapan lahan

Iainnya dalam kerangka tanpa olah tanah atau oleh tanah konservasi. Gulma yang berpotensi tumbuh besar menyemak seperti C.&nta, M-affim, L-mmam. C-surinamnse, hams didongkel agar tidak meninggalkan

tunggul yang akan menjadi sumber munculnya kembali gulma-gulma.

Kalau

masalah gulma sudah dipethatikan

sejak

awal, maka masalah gulma

dapat dikendafikan dengan rnudah dalam

period@

pemeliharaan tanaman budidaya seperti dalam proses pemupukan atau pengairan.

2. Periode tanaman budidaya sudah ditanam diiapang tetapi

masih

rnuda

Masalah

gdma paling

besar

adafah pada saat tanaman budidaya masib kecil, belum mampu bersaing dengan gulma di Iapang yang jumlahnya hampir tidak tethitung itu. Pa& fase ini secara ekologi dalam pmses kompetisi memang gulrna akan selalu menang, dan tanaman budidaya seldu kalah, karena jumlahnya sedikit. Secara teoritis Relative Space Occupation digambarkan secara

matematis

sebagai

RSO

=

P.z((l+

6.z)

(8)

Seminar

Nasional

Pengembangan

Jarak Pagar

(Jatropha

curcm

Linn)

Untuk

Biodiesel dan Minyak Bakar, Bogor,

22

Desember

2005

artinya dikendalikan itu tadi. lni bukan ha! barn sejak zaman dahulu kala petani/pekebun sudah tahu tentang itu, tetapi bagaimana caranya ketika

lahan yang ditanami tanarnan budidaya itu

luas

sekali.

Dalam llmu Gulma dikenal period@ kritis y a h

pride

dimana gulma harus dikendalikan agar produksi tidak menurun karena kompetisi gulrna; terutama untuk tanaman budidaya semusim seperti padi atau jagung; walaupun banyak ahli berbeda

cam

pandang, konsep ini memberikan

arahan

pengelolaan gulma pada

tanaman

budidaya tahunan juga. Periode ini biasanya sekitar 3 bulan pertarna,

yaitu

sebelum

kanopi tanaman budidaya bertaut. Ini tentu saja akan sangat dipengaruhi oleh jarak tanam, kesuburan tanah, serta kecepatan tumbuh tanarnan. Prinsip pengendalian

pada saat ini adalah membuat tanaman budidaya tumbuh bagus,

cepat,

dapat bersaing dan mengalahkan gulma ketika kanopi tanarnan budidaya sudah bertaut yang akan menaungi gulma yang akan tumbuh.

Pengendalian gulma pada fase

ini

kalau

areatnya

tidak terlalu luas dan

tersedia tenaga keja arkup dapat dikejakan dengan menangani secara manual setelah tanaman berumur 3-4 minggu. Dapat juga disemprot dengan herbisida pasca t u m b u h setelah 3-4 minggu itu dengan misalnya seperti glyphosate aiau gtufosinate atau paraquat dengan dosis disesuaikan

dengan komposisi dan kepadatan gulma serta dike jakan dengan pelindung untuk melindungi tanaman budidayanya. Barangkali yang paling elegan dan terutama ketika arealnya luas dan ketersediaan tenaga rendah adalah pemakaian herbisida pra turnbuh seperti diuron (dosis 1,5-2 kgtha) yang

disemprotkan sehari atau dua hari setelah

tanam.

Tentu saja hams diuji terlebih dahulu selektivitas dosis diuron yang dipakai agar tidak beracun bagi

jarak, tetapi mematikan gulma yang akan tumbuh. Pengendalian gulma awal

ini sangat berguna bukan saja memberikan waktu yang leluasa bagi

penyelenggara

pekebunan, karena katau ada bagian terlewat untuk disemprot secara pra turn bu h, karena wa ktunya lewat misalnya dapat disemprot dengan pasca tumbuh tadi. Ketika arealnya has, sedang periode kritisnya hanya 3 bulan tadi, maka penyemprotan pra tumbuh secara

teknis ini sangat berguna. Dari segi tanaman budidaya juga bermanfaat karena tanaman itu dapat tumbuh dengan bebas dari gulma karena sudah

(9)

Seminar

Nasional Pengembangan Jarak Pagar

(Jatrophu

curcas

Linn)

Untuk

Biodiesel

dan

Minyak

Bakar,

Bogor,

22 Desernber

2005

Gulma

yang

tumbuh dari biji terutama

gulrna

musirnan (atau semusim) seperti Digitana ciiiaris, Clidemia hirta, Cleome rudifospermum,

Cmssocep halum

crepidioides,

Croton hirtus, Emilia sonchifoiia, Euphohla

hi&, Ekusine

indim,

juga gulma tahunan yang tumbuh dari biji seperti Bomria ala fa, Brachiaria sp., Mimosa pudica,

M.

in visa, Mikania micrantha,

C.odomta, Diodia sermentosa

Setaria

sp.dll. akan mudah dimatikan dengan herbisida diuron.

Seberapa

banyak

populasi gulma hams dikurangi? Apakah semua gulma hams diberantas total? Tentu saja tidak, dan disinilah bahwa penyelenggara perkebunan

dituntuf

untuk bijaksana yaitu mengendalikan

gulma tetapi pada saat yang sama juga rnebiarkan gulrna fumbuh. Karena

kalau gulma dibasmi total, jangan jangan malah rnenyebabkan erosi tanah sehingga bukan pertumbuhan yang bagus yang diperoleh tetapi pertumbuhan yang jelek dan tanah mengalami degradasi karena erosi. Dalam konsep

pengendalian perlu dipertahankan beberapa jenis gulma yang rnerupakan penyedia madu bagi

beberapa

musuh alarni hama

serangga

pada tanaman budidaya.

3. Tanaman budidaya sudah berproduksi.

Pada fase ini penyelenggara perkebunan dapat saja terlalu sibuk

panen,

dan lupa mengalokasikan biaya, tenaga dan waktu untuk

rnengendalikan gulma. Pada periode ini gutma yang masih tersisa juga sudah

berbunga dan berbuah. Untuk gulma tahunan perlakuaanya hams konsisten

yaitu mematikan gulma tersebut, kalau alang-alang atau P.repens dapat disempmt dengan spot

spary,

sedang

semak seperti C.odomta,

L. camara, M.affine, Dicranopteris lenearis haws didong kel atau dicabut

a kar- akamya. Sebali knya gulma semusim seperti Leucas sp. Agemtum connyzoides dapat saja dibiarkan tumbuh karena sesudah berbunga gulma itu mati sendiri.

4. Tanaman tua.

Ketika tanaman jarak pagar ini tidak lag; produktif dan hams diganti maka siklus perhatian pengendalian gulma diulang kembali, tetapi

biasanya gulma dimatikan bahkan sebelum perkebunan jarak pagar itu

(10)

Seminar

Nasio

nal

Pengembangan

Jarak

Pagar

(Jafroph curcar

Linn)

Untuk

Biodiesel dan Minyak Bakar, Bogor,

22

Desember

2005 [image:10.498.52.477.119.359.2]

tetapi ketika pengendalian dilakukan sesudah dibongkar maka akan memerfukan biaya yang lebih rnahal

Gambar 1. Diagram yang menunjukkan titik dimana pengendalian gulma

hams

diperhatikan

Dari

Garnbar.1

dapat dilihat titik titik dimana pengelolaan gulma harus diperhatikan, pengolahan lahan, dan pengelolaan gulma ketika tanaman

jarak

masih muda sangat penting untuk dipefiatikan. Gagal memperhatikan titik titik ini maka kernungkinan

k s a r

gagal pula usaha pertanaman jarak pagar ini.

Ada tebih dari 100 jenis gulma umum yang ditemukan di perkebunan karet di Jabar misalnya (Tjitrosoedirdjo, 1993) dari behagai jenis itu

dibedakan menjadi 4 kelornpok yaitu yang bermanfaat (A), tidak merugikan

(B), dapat bermanfaat kalau tidak berlebihan (C), merugikan

(D)

dan yang harus diberantas (E).Beberapa gulma demikian akan dijurnpai pula dalam

pertanaman jamk yang akan ditanam di Indonesia..

Kalau

identifikasi masalah gulma sudah dikerjakan dan diikuti dengan langkah perencanaan pem i lihan metoda yang tepat dan disinkronkan dengan aktivitas lain datam keseluruhan usaha produksi ma ka masalah gulma

akan terkendali dan tidak akan

menurunkan

potensi produksi yang dibawa oleh tanaman budidaya. Monitoring dan evaluasi setiap tahap baik terhadap tanaman budidayanya maupun potensi gulma maka pengelolaan gulma akan
(11)

Seminar Nasionai Pengembangan

Jarak Pagar

(Jutropha crrrcas

Linn)

U

ntuk

Biodiesel

dan

Minyak Bakar,

Bogor,

22

Desember

2005

pengendalian gulma dilakukan secara kimiawi, maka pengetahuan tentang herbisida dari penyelenggara haws mernadai, bukan saja bagaimana cara aplikasi tetapi lebih dari itu bagaimana hams memilih yang paling baik.

Ill. JARAK PAGAR SEBAGAI GULMA

Sehubungan dengan berbagai kesepakatan didunia seperti CBD (Convention on Biological Diversrty) yang sudah diratifikasi Indonesia sejak 1 994

melalui

undang-undang No. 5 ta hun 1994 tentang konsepsi berbagai

negara

didunia tentang jarak

pagar,

CBD ini terdiri dari 42 articles (pasal) yang ditulis dalarn bahasa Arab, Inggris, Rusia dan Spanyol yang sama autentisitasn ya. Pada pasal 8 CBD membicarakan In Situ Conservation dan pada ayat h rnenyatakan bahwa : Each

contracting

party shall, as fa as

possible and as appropriate to prevent the infroduction of,

control

or

eradicate those alien species which threaten ecosystems, habitats, or

species (UNEP, 1992). Terdapat 2 hal penting yaitu 1).

mencegah

intmduksi, mengontml dan rnengemdikasi alien species, 2). adala h ba hwa alien species atau species asing yang ada di lndonesia banyak yang

merugikan (eceng gongok,

C.odomta,

M-invisa) tetapi ada juga yang sangat bermanfaat (Karet, kelapa sawit, cabe, singkong dsb). Untuk itu kita . dituntut untuk mernpelajari habitat kita dan kemungkinan adanya ancaman alien species tersebut. Alien species ini tentu saja termasuk hama penyakit

yang bersama kita pemngi selama ini. Species mana saja yang

akan

masuk dan

yang sudah ada di Indonesia mengancam ekosistem, habitat dan

species lokal.

Apa hubungannya CBD dan jarak ini?

Jara k pagar adalah species

asing,

bukan asli dari Indonesia, tetapi

dari Amerika Selatan, dan kemung kinan tidak

rnembawa

serta

musu h alaminya kesini, walaupun disini tentu akan menemui

musuh

alami baru,

hanya seberapa jauh, kita belurn mengetahui secara detail. Tidak semua

species asing berbahaya. Bagaimana menilai bahwa suatu species asing

yang masuk ke Indonesia atau ke suatu negara akan berbahaya atau tidak,

biasanya dilakukan analisis resiko, dan kia kenal adanya PRA (Pest Risk

(12)

Seminar

Nasional Pengembangan Jarak Pagar

(Ju~ropha

curcas

Linn) Untuk

Biodiesel dan Minyak Bakar, Bogor,

22

Desember

2005

Di Indonesia metode analisis resiko belum ada dan

barn

dibahas oleh teman-teman di karantina dan departernen pertanian. Pembahasannya hams

menyeluruh karena melibatkan banyak fihak terutama dalam hubungannya

dengan W O . Artinya jika memperdagangkan produk perbnian dan terdapat kontaminasi alien

species,

atau ketika tidak

mampu

memberikan dokumen berupa

d a b r

hama dan penyakit dari produk ditempat produksi, maka akan dipersulit atau bahkan ditolak sama sekali seperti ekspor capsikum kita ke Taiwan. Untuk itu metode WRA untuk Indonesia sesegeramungkin d i keluarkan.

Untuk negara seperti Australia, New Zealand, Amerika, tnggris dan negara2 lain di Eropa Barat, serta Afrika Selatan, mereka mengembangkan WRA dengan mengajukan berbagai macam

pertanyaan

yang hams dijawab oleh ahlinya untuk rnengevaluasi s e berapa besar resiko jika suatu

species

tumbuhan dtimpor masuk ke suatu negara. Sebagai contoh dalam makalah

disertakan daftar pertanyaan yang digunakan di Australia. Fite

tentang

Jatmpha curcas belum ditemukan,

tetapi

cara rnengevaluasi analisis resiko sama saja dengan setiap tumbuhan yang dibawa masuk ke Hawai (Daehler

q999) (contoh kasus saja, tidak disarankan untuk dipakai di Indonesia)

Analisis resiko gulma Paspalum conyugatum untuk masuk keHawaii. Nilainya 28 dan ditolak masuk

ke

Hawaii

-

1.01 1.02 1.03 2.01

2.02

2.03 2.04

2 -05

3.01

3.02

Paspalurn

conjugaturn;

hilograss

I s the species highly dornesticatd?

Has the wies h o m e naturali~d wherc grobn'?

Does the species have wccdy rams?

Species suited ro tropical or subtropial cIimalc(s) (0-low; 1- intemwbtc; 2-high) - If island i s primarily uJct habitat, then substitute "m tropical" for "tropid or subtropical"

Quality of climtc malch data (0-low; 1-intermodiaie; 2-hgh)

scc appendix 2

Broad climate suitability (environmental versatility)

Nati\-e or naturalzed in regions with tropicnl or subtropicd climales

Does the species have a history of rcpcatcd introductions outside

ib natural range?

Naturali/nd beyond native r a n g y = I*mnltipiicr (see Append 2). n= question 2.05

~ a r d c d a m c n ~ ~ ~ / d i s ~ r ~ : m c e weed y = I *n~uItipIicr (m Append 2)

Answer *v=-3, n = ~

y=-l, n=-l

y=-l,n=-1

k c Append 2

4 ~ 1 , n=O

y-1, n=O

y=-2 ?=-1, n-O

n=O

[

n

y n 2-

2

'I'

y

y

(13)

Seminar

Nasional Pengembangan Jarak Pagar

(Jatroph

curcm

Li

nn) Untuk

Biodiesel

dan

Minyak Bakar, Bogor,

22

Desember

2005

3.03

3.04 3.05 4.0 1 4.02

n=O

n=O

n=O y=I, n=O y=l, n=O

y-1, n=O y=l, n=-1

y=1, -0 4'1, n 4

y= l , n=O

,FI , n=O

4'1, n=O

1 , m=0

--

-

y=l. n=O

y l . n 4 \=5 n+)

L

y=l, n-0 y = l . n 4

y= 1. n=O

y= 1 , n-0 y=I, n=-1

-

\--I. n=-1 T I , n=-l y=-1, n=O

4-1. IF-I

S e e lefi

y= l , n=-I

y=l,n=-1

j=1, n--1

y=l.n=-1 y=l,n=-l y=l, n=-1 I ,1 y=l, n=-l

~ " 1 , n=-1

1 ,n - y=-1, n=l

y-1, n=-I

)=-I, n=l

n

AgnculWforestryhrti~~Iturai weed y = 2*muItiplier (see Appcndix 2)

-

-Environrncntal weed y = 2*multiplicr (see Append 2)

Congeneric weed y = I *multiplier (see Append 2)

Produccs spines, thorns or bwrs

Allclopatluc Y Y Y n n n n n n n n ! - n -\

-2- n V n II n y n v 1 y !- y y y n y y y y jr 28 4.03

4.04 -

4.05 4.06 4.07 4.08 4.09 4.1

4.1 I

4.12 5.01

5.02

5.03 -

5.04

6.0 I

6.02 6.03 6.04 6.05 - 6.06 6.07

7.0 1

7.02

7.03

7.01 7.05 7 .M

7.07

-

7.08 8.01 8.02 8 -03 8.04

8.05

Total score:

Parasitic

Unpalatable to w i n g animals Toxic to animals

Host for recognized pests and pall~ogens

Causesallergiesorisothenvise~oxictohumans

Creates a frre haard in natural ecosyaems

Is a shade tolcra~~t plant at mmc sUge of its life cycIc

Tolerates a widc mngc of soil conditions (or Ijmestonc conditions if not a volcanic island)

---

Climbing or smothcnng growth hab~t .

-Forms dcnsc duckcts -

Aquatic --- -- --

Grass

-laplant

Ccophyte (herbaceous with w~derground s l o ~ l g c organs - bulbs. conla, or tukrs)

Evidence of substantial q r o d u c ~ i v c farlurc in native habitat Produces viable sccd.

Hvbridi7xsnafurdlv

Self-compatible or apo~nictic - Rcquires specialist pollinators

Reprduaion by vegclative fragn~entation

Minimum generative time lycars) 1 year = I , 2 or 3 years = 0, 4+ years = - I

PropaguIes likcly to be dispersed unir~~cnti~nally (plarlts growing

in heavily trafiickcd areas)

Fropagulcs

--

dispersed i~ltcntiondly by peoplc

Propagdcs 1ikeIy 10 dispcrsc as a prducc conwtninan~

Propagules adapted to wind disperml Propagules walcr dlspcrsod

Propagules bird dispersed

Propagdes dispersed by otlicr animals (c~~cmallq-) PropaguIes survivc passage 1Ilrough Lhc gut

Prolificscedproduction(>l(W/m2)

Evidence that a persistent propagde bank is fomcd (> 1 yr)

Well control led by herbicides

Tolerates, or benefits from, mutilatiow cultivation, or fire

(14)

Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar

(Jatropha

m c a r

Linn) Untuk

Biodiesel

dan Minyak Bakar, Bogor, 22 Desember 2005

Data Pendukung :

1.01

1-02

1-03

2.0 I

2.02

.

2 0 4

2.05

3.01

-

3.02

3.03

Sou KC

(I) IJSDh ARS, N a t i m I ~ e n e t i c ~csollrces Program Gumplasm

R

- InCormaiion Network - (GIUN). [Onlinc Database]

Natiotut

Germplasm R e p o m s I ahmlwy, Beltsville, Unryland. Available:

h ~ p : l l w w w . a n - g r i n . g o v l c S ; - b i n t n p g s ~ m p I ? 2 6 8 5 (07

Ck#cr

%)

(2) Mannetjc , L. & R.M. Jones (1992) Plant Rtxourcesof Swth

-15sI kcir no.4 Forages. Prow F d i i o n Bogor, Indowsia. in

USDA MS. Nati<ma! C ~ n c t i c K m m s b p m . Gcrmphsm

Rcsourox

Information Nctctwori; - (GRIN) (Cmlinc D a l a b a x ] National C;ermpla<m

R u mL a b o n i q - , DchvilIe. Maryland, Available:

h t t p : ! ! u w . ~ n ~ .

~ v / c ~ - b i n h p g ~ t m l ~ t a ~ v n n p I ? 2 6 8 3 5 (07 C)ctaher 2M2)

G m j e . L. & Rh1 ~ o n k s ' ( 1 ~ 2 ) plant Rwurceaof South -East

Asia

m.4 Foraprs. Rrnca F e a t i o n Rogor, Indonesia. p 177 USDk ARS, Natiaul Gcwljc R w n s h > p r n . C m p l a s m

Rcsourccs

tnfonnrllon Network - (GRIN). [Online L1*rabnsc] National

Gcrmplasm

R-umcn h b o r a t ~ y . Rt-lkwllc, Maryland. Availahlc: 1Ptrp:~~www.us~n.

govlcgi-b;l/npgahtml~~xonnp1'R6835 (07 Ocldxr 2002) 1 1 ) USUq AKS, SlttmI Gcnetic Reso- Progam. C m p l a s m

R m u - Information N a a d -(GRIN). IOnlim D a d h s c l

National

Gennplasm Rare- l a b r a t c q , Helhvillc, Maryland. Availahlc: hUp://www.ars-grin eov/rr~-hinlnp~mlELnxonnPI?2h835 (0 7

M r

2002)

( 2 ) Manmfjc , L. & R.M. 1- (1942) I'lant K c m m e s o f South -

East Asia

w.4 I:uragcs. Rosca Fundatiq Wpr, hhmesaa. p. 177 USD.Q ARS, Nalirrrul Geridic Rewurccs h g r a m Germplasm

Resoumcs

Information N a w d - (GKIS). IOnlinc Databasel National Cmmphsm

R e s o m e I~hontory, k l ~ n - i H e , Maryland. Available: http:/!www.arsgnn.

prvtcgi-binlnpg~:Mrnl~'Lay~n p1?26835 (07 Octnhcr 2002) Whistler, kU7. ( 1995) Wayside Plants qCThe island^ Isle BQCINCZ Honoldu. 20% p 176

(I) Siiva Frcirc, A &; Cmaltro Percira, R.; K m u l do Sacramento.

C.

(1990) W d umtrnl wih mixturts o f hcrbicidcs in guarani

plantations.

A g d r 6 p i y 1990, Vol.2, No.1, pp.43-55.33 rrf. (Z)Hasselwnc4

E.L. and

G.G. Motla 1 9 8 3 . H a ~ d e of Hawaiian Weeds. U n k i t y of ILwai'i

h s .

Notes

no m i d a w

(1) Di&buIiwmI range: pmbbly pantropical

aidcly n a t m l w d in (TOPjcs

(2) Originally fmm Amuican tropics.

no evidence

Dkhbatiohll rangc:

pobably pmtropiul, widely ~ r ~ l l z o d in

tropics

" P . Cornjugaturn gmws fmm ~ C P i m l up IO 17W rn alli4udc.-

Dimibaiorul rangc:

pruhably pantrapiul, uidclj- naturalbed i n

tropics

( i ) Dtstribuiioml r a w : probably pantropical. widcly n a l m t i 7 , d m +cs

( 2 ) (higinally from American t q i c s .

IhstriWonal rangc.

p r d ~ b t y pnlropical, widely ~ ~ u r a l i / . d m tropics

"It is common to abundant iniams

d a i k and other didurbed hzbitzk,

particularty in wet plaws " [I& iincntionallp

hlank baause answer was YES for s ~ t u r a l ~ i c u l t u r c d ]

( I ) Iield (rials wa-e -c at Carnarnu

Hahia, to cvaluate the follouhg hchicide mixtrtres for Ihc control of wrcds ( m i n t y hgeratum cor~y~oidm Bidens pilo-

Digitaria sanguinak Digitaria imularis and

Paspalurn conjugalum )in a plantation of

2.5-year-old gummi (Pa'aullinia CupaM vat. srabilis ) sftruh: paraquat + am-q asulam. a h s n e , rnetolachlor or simazinc at

0 3 + 3 2 k+, diumn + paraquat at 2.4 +

0.3 ks, d i m + glyphosate a t 1.6 + 0.8 I+ rndnbuzh + paraqlrat at 0.8 + 0.3 kg, MShb\ + d i m at 2.4 + 1.6 kg and oxytluafcn + paraquat at I .h + 0.3 kg ?he beatrnLnL7

were c o r n p a d with clearin! hy machde or

b. The h d ~ c i d e mixtma, cnpxiafly

paraqut 4 a malra?inc. mctolachlor.

ox~ffuorfen or s i d n c and . W M A + d l u r o ~

(15)

Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar

(Jatropha

cerrcczr

Linn) Untuk

Biodiesel dan

M1nyak Bakar, Bogor, 22 Desember

2005

--

dicatyledonr,us weds. Paraqual 1

oxyflwrfen or asulam and d i m n +

glyphomtc m(ro1lcd d t m o n ~ ~ ~ l d o n o u s

d gexccp T). i m d a n ~ , for 65 d following lreatmcnt. No rnixturc was toxlc to

pd P]-X (2)ApefRjsl41 W -

Neal (1 965) noted t h a 'some native forests have W eextinct due to this p a . '

Paspalurn spp. -re lkted as serious,

principaf t o common weeds around the

wwld

no descrrption of these traits

no evidcnce

n o evldencc -.

AB- fhe productivdy of grazing sheep was assessed under 7 - y e a r 4 rubber at the

Rubber Research Icustitute of the Malaysia

E~penrnwrtal Station at Sungal b l o h near Kuala Lumwr, befween Odober 1988 and May 1990. The sheep were Dorset x Marlln

uossbred Iambs and they grazed planted Rgurnlnws cover crops and naturally wcurring species at a range of stock~ng rates. In the lrnrnaturc rulaber trrd,

presentatron yields of forage declined wRh

time regardless of s t d i n g rate. In the mature m b k r trial, presentation yields of forage were low (4000 kglha) due to low light trammissiwr. High stocking rates (r6

sheeplha) resulted in a decrease in the propMfion d palatawe species (Pueraria phasedoides. Paspalurn conjugaturn.

Asystasia gangefica and Mikania rnicrantha

1

ard an inuease in the propwtion of the less palatable species (such as Calopcgoniurn meruleurn and Cyrtococcurn oxyphyllum ). Darly t i w e i g h t gains ranged horn 100 @lamb ppr day at 4 sheeprha t o 70 Mamb

pec day a 1 4 sheepha in the immature r

AB The produclrvity of grazrng sheep was assessed under 7-year-old rubber at the Rubber Research Institute of the Malaysia Experimental Station at Sungai Buloh near Kuala Lumpur, bmveen Odober 1988 and

May 1990 The sheep were Domet x Marlin crossbred lambs and they grazed p l a n t d leguminous cover crops and naturally

a x w r i n g -ies at a range of stocking rates In the immature rubber trial. presentation yieids of forage declined with time regardless d stocking rate. In the mature rubber trial, presentation yields of forage were low (-4000 kglha) due to low

light transmisuon. High st- rates ( ~ 6

sheeplha) resulted in a decrease in the proport~on of palatable species (Pueraria phasedoides. Paspaturn conjugaturn, W a s i a gangefica and Mikania micrantha

1

and an increase in the proportion of the less palatable species (such as Calopogonium cacruleum and Cyrtocaccurn oxyphyllum )

Daily liveweight galns ranged fmm 100 gllamb per day a! 4 sheeplha to 70 gllarnb per day at 14 sheepha In the immature r

- 3.04

3.05

4.01

4.02 4 03

4 04

4.05

wJlwww.tmtany. h a w a i i . d u l ~ ~ l ~ _ s m ~ p a s p a s t ~ . M m

W o n . P.. PJ. Terry. N. Wallham, & P.Castro S. (1997) An Eledronic

M a s of World Weed and lnvasive Plants. Version 1.0. 1997. A database

based on the wiginal work'A Geographical Atlas of Wwld Weds" by Holm

ef a1 1979

Whistler, A.W. (1955) W a m e Plants of The Islands. Isle b n i c a .

Hondulu. ZOZpp, p 176

Chong. D. T.: Tajuddin. I : Sarnat,A. M . S.; Stiir, W. W.; Shelton. H. M.

(1997) Stodirng rate e f f d s on sheep and forage ptoduct~vrty under N bbe r

in Malaysia. Journal of AgrkuRural Science. 1997, Vol.128,

No.3, pp.339-

346.7 ref.

Chong. D. T.. Tajudd~n. 1 . . Sam&. A M S.. Stur. W. W.:

Shekon. H. M.

(1997) Stwking rate effects on sheep and forage producIivity under rubber

in Malaysia. Journal of Agricultural Science. 1997. Vo1.128.

lrl0.3, pp.339- 346. 7 ref.

(16)

Seminar Nasionai

Pengembangan

Jarak

Pagar

(Jafropha curcar

Linn) Untuk

Biodiesel

dan

Minyak Bakar, Bogor,

22

Desember

2005

4.06

4 07 ' 4 08

409

4.1

4.1 1

4-12

5.0j

5.02

5.03

5 . 0 4

6.01

(1) Liao ChungTa; Shiao ShiuhFeng (20001)

W o n a p m y r a asiatica

S v e r ( m e r a : Agrwnyijdae), a recently resurgent pest species which

damages rice in Taiwan. a n t Protection BulIehn Fa@&),

Zool. Vd.43,

Ho.4. pp.235242, 13 ref.

(2) Abenes, M. L. P.; Khan. 2. R. (1990) Feeding and food

assirnilation by

two species of rice leaffoklers (LF) on selected weed plants. International

Rice Research Newsletter, 1990, Vd.15. N0.3, pp.31-32

http:ll-.botany hawail edu:facuttylm ~rnithlpas-m.htm ( f ) T o l e d o . J . M . : h i a s , A . ; S c h u h - K r a f f . R ( I 9 8 9 )

Productivty and

shade tolerance of Axonopus spp.. Paspalurn spp. and Stenotaphmm

secundatum in the humid tropics. Proceedirrgs ofthe XVI International

Grassland Congress, 41 l October 1989. Nbce. France..

1989. pp.221-222, 2 ref.

(2) Ipot, I. B : Pdce, C E (1992) Shadrng effects on grcwth

and partitioning

of plant biomass in Paspalurn conjugaturn Berg. BIOTROPIA, 1992. No.6.

pp.5565. 21 ref.

Mannetje

.

LTZR,M, Jones (1992) Plant Resourcesaf South

-East Asia

no.4 Forages. Prosea Fundation, Bogor, Indonesia p.177 Whistler. A.W (1995) Wayside Plants of The Islands. lsle Botanica.

Honolulu: 202pp. p. f 76

~9lw.botany.hawaii.Wfa~u~tyl-vnifhlpas_cm.htm

. -

Whistler, A.W. (1 995) Wayside Ph& of The Islands. isle Botanica,

Honolulu. 202pp, p. 176

Whistler, A.W. (1 995) Waysde Plants of The lstands Isle Batanica,

Honolulu. 202pp. p 176

(1) AB: P. wiatica was recently rediscwered

causing damage to rice in central Taiwan in August 2001. Although thb species Ls

conveniionally treated as a minor pest of rice its resurgence and wid- distribution r q u i r e special attention. Thin study fwuses on taxonomic and morphological

doswiptions d t h i s pest spedes to assid furthw diagnostrc discrimination; a

redesuiptim and illustrahon in greater detail

of the external morphology and male terrninalra are given Moreover, m e

pefiminary data on ik ecology (featuring a distribution l ~ s t and a list d hosts- maize.

Cynodon dactylon. Eleusine india, Eragrostis pilosa. Setana wridis. Paspalurn conjugaturn, Leptochloa chinensis and Echinochloa crus-galli ) and preliminary

m e y data are a150 provided. (2) AB: The feeding rate and food assimitation of Cnaphalocrocis medinal~s and

Marasmia patnatis on 12 weed plants common in rice fields in the Philippines were studied in the greenhouse. Larvae of C. medinal~s fed most rn maaria ciiiaris, fol no evidence

no evidence

(1) AH: In the search for grasses for

sllvopastoral s y s t w . the agressiveness, ,

seasonal DM yeM and root length of 13

accessions d Axcmopus spp.. 23 accessions

of Paspalurn spp. and 1 accession of Stenotaphmrn secundatum were determined in a small-plot experiment in full sunlight and 60% intercepted sunlight Regardless d

season. A. cwnpressus and S . secundatum wore shade-preferring spedes, *ereas P. notatum was s h a w d e r a n t . P. pilosum and

P. plicatulum showed shade preference during the rainy season and intolerance during the dry, while A. allinis and P. conjugaturn were intolerant to shade in the rmny and tolerant in h e dry season. Crude

protein contents and digestibility in vitro of

10

higbyielding accessions selected for adaptation to shade are presented These

accessions are valuable as potential components of sllvopastwal systems. (2) AB: P. conjugaturn plants were grown in a greenhouse with 0.50 or 75% shading Leaf and stdon n u m b . DM produdion and

MAR ?re decreased, and lant heigh -It n found under plantationpcrop and also alorg sfream banks, roadsides and in disturbed, area on a variety of soils." ' a creeping perennial glass'

It f a m a dense ground wver even on

acidic, low-nvtrient soils [Mockr grmvth of ..- other plants. so a d s funtionally as a thicket] terrestrial

" a creeping perennial grass'

?..

grass

" a creeping perennial grass'

(17)

Seminar Nasional Pengembangan

Jarak

Pagar

(Jatroph

czrrcas

Li nn)

Untuk

Biodiesel dan Min yak

Bakar,

Bogor, 22 Desember

2005

Sauerborn, J. (1985) Studies on the segetal Rora of tam

(Colocasia

sswlema (L J Schott) and on the germination b i o l q y of

s d e c t d weeds of

Wsstern Sarnoa.[FT: Untersuchungen zur Segetalflora in Taro (Cdocaia

escrdenla (L .) Schol?) und zur Keimungsbidogie

a-hlter

Unkraularten a d WostSamoa.1 PLITS (Plant Pratdion

Information

TropicslSubtropics), 1985. Vd.3, No.1, W p . . i7' ref.

AB: Spscisr cornposition and-

the weed flora as?.&atd with h r o crops in

W&em Samoa was studled in 1982.

h n g the 89 species identfied bdongi ng

to

30 families. Mikania micrantha and

Pasparum tonjugaturn ~ccurred in all areas sampled. The diaspores of these s w i s s wwa capado of germination for3 mMtths

ader release from a felled secondary for&,

contributing t w a r d s a large soil seed bank.

Gertninatiwr studies using the 6 mod important weeds of taro (Ageratum

m y z o i d e s , Blechum brwunei,

Crassocephalum crepaioides. M micrantha.

P. conjugaturn and P. paniculatum )

indicatd that d y P. paniculatum possessed any markM dormancy.

) of Hawaii Gess Hawall @ 1481 ( cletstogamous or

6 06 1 Whistler. A bV (1 9953 W a M e Plants af lbe Islands Isle 'spreadlnq by long. offen reddrsh-purple

I I --

6.05 W a g ~ el a1.I W. Manual of f l w n n g plants of Hawail. Vol

Indonesia. p.178

b /

Mannetje. L & R.M. Jones (1992) Piant Resourserof South

I

no widence [Pbnts belonging to Poaceae

6 07

7.01

- 7.02

-€ad s t i t 110.4 Forages. Prosea Fundat~on. Bogor. spikes may contaminate seeds]

Indonesia, p.178

LA--

2 . Universitv are usually mnd poll~natd or sen pollinatrng.

-1

l b e - b y w n d a d g & ~ k p s e d

' ]

Uannetje , C. & R.M. Jones (1992) Plant Resourcesof South 'It is found under plantation crops and also -East Asla no.4 Forages Prosea Fundation, B q o r , along stream banks, roadsides and in

Indonesla p. 1 i7 dldurbed area on a variety of solls.' [no

dired evidence but appearence in stream bank may suggest water dispersal]

. . . W n i c a .

Honolulu. MZpp. p. 176

T . S . dos

Mon, S. A : S~lva. L. A. M.: Lisboa. G . ; Pereira. R. C ; Samos,

(19M) Studies of weedy plank of southern Bahia f .

P~~ and

phendogy. IFT: Subsidios para estudos de plantas invasoras no wJ do 8ahra. 1. R&ividde e ferwbgia.) W m

T w i c o , Centro de Pesquisas

do Cacau. 1980, No 73.18 pp., 7 r e f

Whistkr. A.W. (19%) Wayside Plants o f The Islands lsle Bdanica, Honol J u . 202pp. p. 176

Mannetje

.

L. & R.M. Jones (1 S 2 ) ~ % n t Resourcesol South

--

.

L. & R.M. Jones (1992) Plant Resourcesof South -East Asia

110.4 Fnraees. Prosea Fundafion. Qor? hdonesia. p, 1 7 7 J

.

Alan. E.. 8arrantes. U. @m) Structure, s1ze

and production

o f w e d seeds in the humid tropic. fFT: Estnrdum.

d~mensiones y

produccr6n de scrnilla de rnalezas del trbpico humedo.]

Agconomia

Mesoamerrcana, 2000, Vol.1 i , No.1, pp.31-39. 15 ref.

- . .

stolons.'

surface vegetation, after 1 0 5 days the AB A 200 X 400 rn plot was deared 01 all '

number, frequency and Mornass of the weed species present were determined. On thls basis species were ranked in relatjon to their

i m m a n c e in endangering young cocoa

plantations The most i m p t a n t species

m e Brachiaria rnutica, Ludwigra odovalvis.

Cypz-rw distam. Paspalum conjugaturn and

L. hyssopifdia. Monocotyledons provided

nearly w e as mu& biomass as dicolyledons, with Cyperaceae and Poaceae

having the h~ghesf net primary productivity. F w plants had producd seed at 105 days

but after 5 months much seed had been

shed. Recmmendations for weed control in young cmoa ptantatiom are based on these

t i d i n g s

'It is common to abundant in la-,

roadsides, and othcr d i s t u h d habrtats. particulady in wet @aces *

" P. conjugaturn IS propagated hwn

-East Asia no.4 Forages. Pmsea Fundation. Bwor.

they easily st~ck to me's legs and clothing ' prostrate

-

AB: 'Paspalum conlugaturn and P. virgatum

producd a larger number of spikelets per floral h m h (381 and t 185, respectively) than lschaemurn inddcurn (81) and

Rotiboel ha cwhjnchinens~s (1 4).

(18)

Seminar

Nasional Pengem

bangan Jarak

Pagar

(Jatropha

curcas

Linn) Untuk

Biodiesel

dm

Minyak Bakar,

Bogor,

22 Desember

2005

Jumlah skore 28 mengakibatkan species ini ditolak masuk

ke

Hawai Di Indonesia

belum

ada metode PRA seperfi contoh diatas. Pada bagian berikut disertakan contoh terjernahan

yang

dapat

digunakan sebagai bahan yang dapat dimodifikasi disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.

1000 seeds, if there are more than 3 floral

branches per square meter]

AB: S f d s off chinochloa cxusgalli. Portulaca oleracea. Fimbristylis miliacea. Eleusine indica, Monochoria vaginalis.

Polyprum lapathifdrum. Cyperus iria, Amaranthus viridis. Cyperus dnormis and Paspalum conjugaturn were placed in nybn mesh bags on the wrfaco a d at 2.5.7.5,

15- and 2 k m dams in the soil in November 1974 for 10.M.30.69.90. 220.

180,240,3LKl and 365 days. In germination tssts. seeds \& on the soil surface gave

h r% gemination than those that were buried. Statistical anatysis shcwed that the

total % germinatisn was not signifrcantty different for seeds buried 2.5 cm and deeper for the same time interval. The ten species

w edassified into 3 groups on the basis of

the germination data as f d l m : in C.

d h n . P, deracea. Eieuwne indlca and

Amaranthus viridis, the % gemination

remained constant and rdativcly high: in P.

conjugaturn % gwmination remained constant for 240 days and then gradually declined at 3W and 365 days, and in E

cnn-galli. M. u g i n a l i . P.

(1) AB: Seven experiments are reported in h i c h MSivtA was used alone or wiVl arninctriazole. 2.4-0 arnlne. sod~urn chlorate

or dalapon to control weeds in mature

rubbar. Paspalum conjugaturn w

c w o t l e d by 0.825 IMacre MSMA + 0.188-

0.375 Iblacre aminotriazole. A m i x 4 growth

d P a o n j u g a ~ and Mkania scandens was

controlled by 0.8211.65 Ib MSMA + 0.W.9

Ib 2 . 4 0 amine and thrs mixture was supplemented wth 4-5 1b d i u r n chbrate or

1-2 Ib dalapon when hrthw common w e d spp. were present.

(2) AB: -A r e n ' w IS gwen of the weed

problems in tea plantations m Sumatra,

togeIher with details of chemical weed

-01 prwrammes used since 1971. An

Ansar m&re (MSMA 48.6% 4 l'itres + 2 , 4 Q

72% 1.8 l i e s + sodium &lorate 7.5 kglha)

controls brreria spp. and Paspalum

conjugaturn but is uneconomic against othw

species. " -. . . . -. .

-Close artting and heavy graAng are recammended (for culture) since it is tolerant of defoliation'; 'It is common to abundant in

h s , roadsides, and other disturbed

habaats'

No serious effort has been made to evaluate

this pest of native eccsyziems and

ranchlands for biologtcal control [It has

become a pest here, so enemies n d present]

8.02

8.03

- - - . . -.

8.04 -

8 . E

Homo. L. C . ; Leu. L. S. (1978) The effects of depih and duration of burial

on the germination of ten annual weed seeds. Wwd

S W ,1978, Vd.26,

No.1, pp.4-10, 18 ref.

(1) Yogaratnam. N. (1971) weedcontrol under Hevea in

CeylWr with

herbicide mutures based on MSMA. Quartdy Journai. Rubber Research

Institute of Ceylon. 1971. V d 48. No 314, pp.1m-180.10 ref.

(2) Staakluine. 0, van (1974) Weed w n t r d in tea plantations in Sumatra.

indonesia. Mdedelingen Fakulleit Landboclmuclenscheppm

Gent, 1974.

Vd.39. Mo.2, pp.465482, 4 r d .

- -

Mannqe , L. & R.M Jones (iE2) Plant Resourcesof SO%-

-East Asla

n0.4 Forages. Prosea Fundation. Bogor, Indonesia, p.178

(19)

Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar

(Jmopha

curms

Linn) Untu

k

Biodiesel dan

Minyak

Bakar,

Bogor, 22 Desember

2005

Nama Botani: Pemilaian

Narna herah Skore:

Suku: Nama

P

&

1

-

2

3

4

-

1

5

Don&~silkuItiv&

'

IHim

dan

dtslrib;si

Guia dal%m siuiasi

Sifat tercela tumbuhm

- -

-

I .O. I '

1.0.2

1.0.3

2.0.1

2 .O. 2

2 -0.3

2.0.4

2.0.5

3.0.1

3.0.2

3.0.3

3.0.4

3.0.5

4.0.1

4.0.2

4.0.3

4.0.4

4.65

4.0.6

4.0.7

4 -0.8

Sudah didomcstifikikan? Kalau "bclum" k ~ 2 . 0 . 1

4.0.9

Tmtllralimsi?

Jcnis ini nlempunyai kerabat gulmm?

eni is ini sesuai dengan ib;Clm Irdonesia(niIai O-

mn& 1-mldah, 2-ti mgp)

Akurasi prediksi (0-rcndiih; I -medium 2-linggi)

Sesuai dengan kdmgai iklirn

Tentpa a d daerah k&g

Introduksi diulang ulang

T e m a ~ i s a s i diIm daerah asli

G u l m pckanngan

Gulmm~nanlhorir/hutari

GuIma lingkungan

G u l m unlum

Mempunyai duri, rambut gatal, buah &jam

Alclopari

Parasit

Tunlbuhan taIm naungm

-

Tunlbuh ditempat rniskin

Mcmanjat tumbuhan lain

Membentuk scmak lebai

---

Turnbuhan air

-.

-- - T i p tnrnbuhm

--

-

-

-

4.0.10

4.0.1 1

4.0.12

5.0.1

Tid& ikmkan t&60

Bcracun pa& hewan

4-

I w g hanu penyakit

Menyebabkan alergUbmcun pada nlanusia

(20)

Seminar

Nasional

Pengembangan Jarak Pagar

(Jatroph curcas

Linn)

Untu

k

Biodiesel dan Minyak Bakar,

Bogor,

22 Desember 2005

Saat

ini

terdapat model yang dikeluarkan oleh F A 0 dari Roma (2005)

yang rnengandung pertanyaan lebih sedikit yaitu terdiri atas j3

perfanyaan

dan pihak Karantina

sedang

mernpersiapkan model Indonesia. Jarak pagar dari segi biologi dapat berkembangbiak secara vegetatif maupun generatif baik dengan sefing

ataupun

crossing. Kemampuan tersebut rnengindikasikan

bahwa

prak mempunyai potensi dalam wakrtu

singkat untuk

bertarnbah besar populasinya,

dan

tidak mengherankan dibeberapa negara dianggap sebagai

gulma,

seperti

di Brazil, Fiji, Honduras, Ausfralia, Jamaica,

Panama,

Puerto Rico, and Salvador (Holm et al, 1979).

-

6

7

8

5.0.2

5.0.3

6.0.1

6.0.2

6.0.3

6.0.4

6.0.5

6.0.6

6.0.7

7.0.1

7.0.2

7 .O. 3

7.0.4

7.0.5

7.0.6

7.0.7

7.0.8

8.0.1

8.0.2

8.0.3

8.0.4

8.0.5

RepmMsi

Mekanisme penyebaran

Persistensi

-A

Rurnput

Tumbuhan berkayu pcm~nbah N

Ada gaga1 reproduksi ditcmpat asal

Menghsilkan biji ymg viabcl

Bcrsilangan secara mudah

Penyerbukan scmdiri

Menlerluhn polinator

- - . . .

-.

Reproduksi vegctatif

~ak~ugcnerasi minimum

Propagul tedxu tanpa umgaja

Propagful tcrxbar olch nmusia

Propagul sebagai konlarninm

Propgul n~lalui angin

Propagut lcrsdxir rncngapung'-

Propagul tersebar melalui barang

Propagul tc&r old1 binatang ( e k s t e d )

Propagul tersebar oleh binalang (intcmal)

Prodtlksi biji SUI@ banyak0 > 6030 bijil rn2/tahun)

Membentuk bank bij i d m tanah

Dapat dikendalikan dengan hdisida

Tahan atau tersebar karena terpotong

Ada nlusuh alami d~ Indonesia

(21)

Seminar

Nasional

Pengemb

angan

Jarak Pagar

(Jufrrphu curcas

Li

nn)

Untuk

BiodieseI

dan

Minyak Bakar, Bogor,

22

Desember

2005

Di Indonesia

selama

mampu memanfaatkan jarak pagar dan rnengambil manfaatnya maka pe

Gambar

Gambar 1. Diagram yang menunjukkan titik dimana pengendalian gulma hams

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa jenis tanaman yang memitiki potensi sebagai sumber bahan bakar antara lain kelapa sawit, kelapa, kemiri, singkong, tebu, jarak pagar, nyamplung dan sebagainya..

[r]

Penyakit tumbuhan adalah suatu kondisi dirnana tanarnan/tumbuhan tidak dapat rnelakukan fungsi biologinya atau abnormal karena adanya serangan patogen, yang mana gangguan

Bagian tanaman yang diganggu tidak hanya satu bagian dapat seluruh bagian, kerugian yang ditimbulkan oleh hama mempunyai kisaran yang besar, dari tidak berarti

(1976) dalam Idwar dan Ali (1999) memberikan batasan bahwa keefisienan tanaman dalam penggunaan suatu unsur hara adalah hubungan antara hara yang terdapat dalam tanah pada

Kegiatan yang telah dilakukan pada Pengendalian gulma padi dengan alat pengendali gulma bermotor diantaranya peyuluhan tentang gulma pada tanaman padi,

Pengendalian gulma pada pembibitan main nursey tanaman kelapa sawit dilakukan dengan cara manual dan kimia, untuk gulma di dalam polybag dengan cara manual sedangkan gulma di

81 BIOMA: Jurnal Biologi dan Pembelajaran Biologi Jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/BIOMA p-ISSN 2527 – 7111 e-ISSN 2528 – 1615 Hidrolisis Lemak oleh Enzim Lipase pada Tanaman