• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisa Penurunan Pondasi Tiang Pancang Kelompok Pada Proyek Internasional Trade Center (PT. CBD Polonia-Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "analisa Penurunan Pondasi Tiang Pancang Kelompok Pada Proyek Internasional Trade Center (PT. CBD Polonia-Medan)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PENURUNAN PONDASI TIANG PANCANG

KELOMPOK PADA PROYEK INTERNASIONAL TRADE CENTER (PT. CBD POLONIA-MEDAN)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Oleh:

090424048 BUDI IRAWAN

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA PENURUNAN PONDASI TIANG PANCANG KELOMPOK PADA PROYEK INTERNASIONAL TRADE CENTER (PT. CBD

POLONIA-MEDAN) TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh :

09 0424 048 BUDI IRAWAN

Dosen Pembimbing:

NIP. 19640404 199103 1 001 Dr. Ir. M. Sofian Asmirza S, M.Sc

Penguji I Penguji II

Ir. Rudi Iskandar, MT M. Agung Putra Handana, ST, MT NIP. 19650325 199103 1 006 NIP. 19821206 201012 1 005

Mengesahkan:

Koordinator PPSE Ketua

Departemen Teknik Sipil FT USU Departemen Teknik Sipil FT USU

Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc

NIP. 19560326 198103 1 003 NIP. 19561224 198103 1 002 Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul "Analisa Penurunan Pondasi Tiang Pancang Kelompok Pada Proyek Internasional Trade Center (PT. CBD Polonia-Medan)" ini disusun guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Strata Satu (S-1) di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr.Ir. M. Sofian Asmirza S.,M.Sc, selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini;

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng. Sc selaku Koordinator Program Pendidikan Ekstension;

4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT selaku dosen penguji;

5. Bapak M. Agung Putra Handana, ST,MT selaku dosen penguji;

6. Seluruh Dosen dan pegawai Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Teknik Sipil yang telah mendidik dan membina penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan;

(4)

telah memberikan bimbingan kepada penulis;

8. Terimakasih yang teristimewa, penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta Ibunda Syamsiah dan Ayahanda Amril, yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan serta selalu memberikan dukungan baik moral, material, maupun doa yang tidak henti-hentinya mereka mohonkan kepada Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Begitu juga kepada keluarga yang telah memberikan seni kehidupan dan dukungan yang tiada henti-hentinya kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini;

9. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa dan teman-teman yang memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini kemungkinan belum sempurna, untuk itu penulis dengan tulus dan terbuka menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semuanya.

Medan, Januari 2015

Penulis,

(5)

ABSTRAK

Dalam merencanakan pondasi tiang pancang, disamping harus sanggup memikul beban konstruksi di atasnya, juga harus mampu mengantisipasi keamanan terhadap penurunan tiang pancang yang mungkin akan terjadi adalah juga merupakan permasalahan pokok. Mengingat bahaya yang akan terjadi akibat penurunan tiang menimbulkan resiko yang sangat buruk.

Penyusunan Tugas akhir ini dimaksudkan untuk menganalisa besarnya penurunan tiang pancang beton dengan spesifikasi ditentukan pada proyek Internasional Trade Center (PT. CBD Polonia-Medan). Tujuannya adalah untuk menganalisa perhitungan penurunan pondasi tiang pancang tunggal dan kelompok berdasarkan data melaui pengujian lapangan dengan menggunakan metode elastic settlemet dan consolidasi settlement.

Tahapan penelitian yang dilakukan adalah meninjau teori-teori yang berkaitan dengan tiang pancang, selanjutnya melakukan peninjauan lokasi serta mengumpulkan data-data mencakup parameter tanah dan uji beban. Tahapan terakhir mengadakan analisa perhitungan.

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ……… ... 3

1.3 Mamfaat ... 4

1.4 Pembatasan Masalah ... 4

1.5 Metode Pengumpulan Data ... 5

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… ... 7

2.1 Pengertian Umum ………. 7

2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) ……… ... 9

2.2.1. Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT) …...………… 9

2.2.2. Standard Penetration Test (SPT) ... 13

2.3 Macam-macam pondasi ... 14

2.4 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang ... 18

(7)

2.4.2 Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya ... 28

2.5 Alat Tiang Pancang ………... 29

2.6 Hidrolik Sistem ... 32

2.7 Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang ... 35

2.8 Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek ... 40

2.9 Kapasitas Daya Dukung ... 42

2.9.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir... 42

2.9.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT ... 46

2.9.3 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Bacaan Jack Manometer ... 53

2.10 Kapasitas Kelompok Tiang ... 54

2.11 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang dalam Tanah Kohesif ... 55

2.12 Penurunan Tiang (Pile Settlement) ... 60

2.13 Perkiraan Penurunan Tiang Tunggal... 62

2.14 Perkiraan Penurunan Tiang Kelompok ... 68

2.15 Penurunan Diijinkan ... 69

2.16 Faktor Keamanan (Safety Factor) ... 70

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… ... 73

3.1 Data Umum ... 73

3.2 Data Teknis Tiang Pancang ... 74

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 74

3.4 Cara Analisis ... 76

3.5 Bagan Penelitian ... 77

(8)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 79

4.1 Pendahuluan ... ... 79

4.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data Sondir ……. 79

4.2.1 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang dengan Metode Aoki dan De Alencar di Lapangan pada titik 3 (S-3)... 79

4.2.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang dengan Metode Meyerhoff pada Titik 3 (S-3) ………... ... 82

4.3 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data SPT ……… . 88

4.4 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pada Saat Penekanan Berdasarkan Bacaan Manometer dari Alat Hydraulic Jack………… ... 95

4.5 Perhitungan Efisiensi Group Tiang ... 99

4.5.1 Metode Converse-Labarre ... 100

4.5.2 Metode Los Angles Group ... 101

4.6 Menghitung Penurunan Tiang Tunggal (Single Pile).. ... 104

4.6.1 Penurunan Tiang Tunggal dengan Rumus Poulus-Davis ... 104

4.6.2 Dari data Sondering S-3 ... 107

4.7 Penurunan Tiang Kelompok Berdasarkan Metode Poulus Davis ... 109

4.8 Penurunan yang Diijinkan ... 110

4.9 Diskusi... 110

4.10.1 Kelebihan dan Kelemahan dari Metode-Metode Pengujian . 114

4.10.2 Hasil Perhitungan Daya Dukung dan Penurunan ... 117

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 121

(9)

5.2 Saran ……… 122 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Macam-Macam Tipe Pondasi Berdasarkan Kualitas Material Dan

Cara Pembuatan (Sosrodarsono-K. Nakazawa, 1983) . ... 10

Tabel 2.2 Faktor Empirik Fb Fs (Titi & Farsakh, 1999) ... 32

Tabel 2.3 Hubungan DR, Φ dan N dari pasir (Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi Sosrodarsono Suyono Ir, 1983) ... 34

Table 2.4 SPT hammer efficiencies (Clayton, 1990) ... 36

Tabel 2.5 Borehole, Sampler and Rod Correction Factors (Skempton, 1986) . 37 Tabel 2.6 Hubungan Antara N Dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983) 38 Tabel 2.7 Faktor Pengaruh Im (Lee,1962) dan Ip (Schleicher,1962) ... 48

Tabel 2.8 Perkiraan Modulus Elastisitas (E) ... 48

Tabel 2.9 Perkiraan Angka Poisson (µ) ... 53

Tabel 2.10 Faktor Aman Yang Disarankan (Reese & O'Neill, 1989) ... 58

Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang pada Titik S-01 ... 73

Tabel 4.2 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang pada Titik S-02 ... 74

Tabel 4.3 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang pada Titik S-03 ... 76

Tabel 4.4 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang pada Titik S-04 ... 77

Tabel 4.5 Sistem Pelapisan Tanah Berdasarkan Deskripsi Visual BH-01 ... 78

Tabel 4.6 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang pada Titik BH-01 ... 80

Tabel 4.7 Sistem Pelapisan Tanah Berdasarkan Deskripsi Visual BH-02 ... 81

Tabel 4.8 Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang pada Titik BH-02 ... 82

(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Macam-macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak, (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang

(Hardiyatmo, 1996) ... 9 Gambar 2.2 Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile (Bowles, 1991) 12 Gambar 2.3 Tiang Ditinjau Dari Cara Mendukung Bebannya (Hardiyatmo,

2002) ... 13 Gambar 2.4 Tiang Pancang dengan Tahanan Lekatan (Adhesive Pile) ... 13 Gambar 2.5 One Dimensional Consolidation (L.D. Wsly, 1977) ... 17 Gambar 2.6 Grafik Percobaan Konsolidasi pada Undisturbed (L.D. Wely,

1977) ... 19 Gambar 2.7 Uji konsolidasi pada Normally Consolidated (L.D. Wesly, 1977) 20 Gambar 2.8 Uji konsolidasi Over- Consolidated (L.D. Wesly, 1977) ... 21 Gambar 2.9 Perhitungan Tegangan Di Bawah Pondasi Persegi (L.D.Wesly, 1977) ... 23 Gambar 2.10 Perhitungan Tegangan Di Bawah Pondasi Bulat (L.D.Wesly,

(13)

Gambar 2.16 Kelompok Tiang dalam Tanah Lempung yang Bekerja sebagai

Balok ... 45

Gambar 2.17 Defenisi Jarak s dalam Hitungan Efisiensi Tiang ... 47

Gambar 2.18 Faktor Penurunan Io (Poulos dan Davis) ... 50

Gambar 2.19 Koreksi Kedalaman, Rh (Poulos dan Davis) ... 50

Gambar 2.20 Koreksi Kompresi, Rk (Poulos dan Davis) ... 51

Gambar 2.21 Koreksi Angka Poisson, Rμ (Poulus dan Davis) ... 51

Gambar 2.22 Koreksi Kekakuan Lapisan Pendukung, Rb (Poulos dan Davis) 52 Gambar 2.23 Variasi jenis bentuk unit tahanan friksi (kulit) alami terdistribusi sepanjang tiang tertanam ke dalam tanah (Bowles, 1993) ... 54

Gambar 2.24 Tipe Penurunan ... 56

Gambar 3.1 Lokasi Proyek (Google Earth) ... 61

Gambar 3.2 Peta Kawasan CBD Polonia ... 61

Gambar 3.3 Bagan Penelitian ... 63

Gambar 3.4 Lokasi Titik Sondir dan Bor Hole ... 64

Gambar 4.1 Grafik CPT Test S-03 (Soil Investigation, 2011) ... 68

Gambar 4.2 Perkiraan Nilai qca (base) ... 69

Gambar 4.3 Nilai qc (side) pada titik sondir S-03 ... 70

Gambar 4.4 Kelompok Tiang ... 87

Gambar 4.5 Nilai qc (side) pada titik sondir 1 (S-01) ... 92

(14)

DAFTAR NOTASI

JP = Jumlah Perlawanan (kg/cm2) PK = Perlawanan Konus (kg/cm)

A = Tahapan Pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

B = Faktor Alat (10) I = Kedalaman (m)

Quit = Kapasitas daya dukung tiang q

b = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang

qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5Ddiatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung tiang; Fb: faktor empirik

Fb = Faktor empirik, tergantung pada tipe tanah

R = Kekuatan geser tanah (kg/cm2) C = Kohesi tanah (kg/cm2)

A = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2) = Sudut geser tanah (°)

Ap = Luas penampang tiang bor (m2)

Qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton/m2)

Qp = Daya dukung ujung tiang (ton) N = Nilai rata-rata SPT

f = Tahanan satuan skin friction (ton/m2).

(15)

Qs = Daya dukung selimut tiang (ton) α = Faktor adhesi.

cu = Kohesi tanah (ton/m2)

K0 = 1 — sin φ

σv’ = Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m2)

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang η = Efesiensi alat pancang

E = Energi alat pancang yang digunakan s = Banyaknya penetrasi per pukulan A = Luas penampang tiang pancang

Ep = Modulus elastis tiang

Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang

a = konstanta b = konstanta

eh = Efesiensi baru

Eb = energi alat pancang

S = Banyaknya penetrasi pukulan, dari data kalendering di lapangan

SF = Faktor keamanan (3)

S = Penurunan (Settlement) untuk tiang tunggal sl = Penurunan elastis / segera

s2 = Penurunan konsolidasi primer

s3 = Penurunan konsolidasi sekunder Q = Beban yang bekerja

(16)

Rk = Faktor koreksi kemudah mampatan tiang

Rh = Faktor koreksi ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras

Rµ = Faktor koreksi angka Poisson, µ

Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

h = Kedalaman total lapisan tanah; ujung tiang ke muka tanah. D = Diameter tiang

K = Faktor kekakuan tiang.

Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang. ES = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang.

Ed = Modulus elastisitas tanah didasar tiang

Qwp = Kapasitas daya dukung ujung tiang

Qsp = Kapasitas daya dukung tahanan kulit ξ = Koefisien dari skin friction

Ap = Luas penampang tiang

(17)

ABSTRAK

Dalam merencanakan pondasi tiang pancang, disamping harus sanggup memikul beban konstruksi di atasnya, juga harus mampu mengantisipasi keamanan terhadap penurunan tiang pancang yang mungkin akan terjadi adalah juga merupakan permasalahan pokok. Mengingat bahaya yang akan terjadi akibat penurunan tiang menimbulkan resiko yang sangat buruk.

Penyusunan Tugas akhir ini dimaksudkan untuk menganalisa besarnya penurunan tiang pancang beton dengan spesifikasi ditentukan pada proyek Internasional Trade Center (PT. CBD Polonia-Medan). Tujuannya adalah untuk menganalisa perhitungan penurunan pondasi tiang pancang tunggal dan kelompok berdasarkan data melaui pengujian lapangan dengan menggunakan metode elastic settlemet dan consolidasi settlement.

Tahapan penelitian yang dilakukan adalah meninjau teori-teori yang berkaitan dengan tiang pancang, selanjutnya melakukan peninjauan lokasi serta mengumpulkan data-data mencakup parameter tanah dan uji beban. Tahapan terakhir mengadakan analisa perhitungan.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan era perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini, banyak ditemukan jenis-jenis kontruksi dengan berbagai spesifikasi dan fungsi serta pemanfaatannya, seperti bangunan-bangunan tingkat tinggi, jalan layang (fly over), jembatan, bendungan dan kontruksi lainnya dengan fungsi berbeda-beda, yang menggunakan pondasi tiang pancang sebagai penopang utama. Tiang pancang yang umum digunakan adalah tiang pancang beton prategang

(prestressed concrete pile) dan tiang pancang besi (steel pile). Tiang pancang seperti ini telah dipakai secara luas sebagai suatu elemen struktur bagian bawah yang serba guna.

(19)

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan penggunaan tiang pancang akan dibahas pada bab berikutnya, terutama yang berkaitan dengan penurunannya. Skripsi ini mengupayakan suatu analisa penurunan pondasi tiang pancang kelompok yang berkaitan dengan kondisi tanah dari bangunan proyek internasional trade center (PT. CBD Polonia-Medan) Sumatera Utara.

Rencana anggaran biaya yang telah dialokasikan untuk pelaksanaan penyelidikan tanah (soil investigation) dalam hal untuk menyediakan data teknis kepada perencana kontruksi sebenarnya cukup besar, antara lain dengan melakukan investigasi tanah dengan boring, pengujian di laboratorium, uji SPT

(Standard Penetration Test), sondir (Sondering, Cone Penetration Test, CPT).

Pada kenyataan di lapangan, walaupun sebelum pelaksanaan pekerjaan konstruksi telah dilakukan berbagai pengujian untuk perencanaan serta persiapan pelaksanaan seperti uji SPT dan sondir, masih juga dilakukan pengujian dinamis

(Pile Dynamic Analysis, PDA) pada titik dimana dilakukan pelaksanaan pekerjaan pemancangan untuk memberikan keyakinan yang lebih bagi perencana konstruksi dan bagi pelaksana kontruksi, dan juga memberikan analisis perbandingan perhitungan dari basil masing-masing metode yang dipakai guna mendapatkan informasi yang akurat tentang penurunan dan hubungannya dengan kondisi geologi tanah.

Adapun fungsi dari tiang pancang pada umumnya di gunakan sebagai: 1. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau

(20)

2. Untuk menahan gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial. 7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas

permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, 1991).

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :

(21)

2. Membandingkan hasil daya dukung tiang pancang dengan metode penyelidikan dari data Sondir, SPT (Standart Penetration Test) dan Bacaan Jack Manometer.

3 Menghitung kapasitas kelompok ijin tiang berdasarkan effisiensi.

4. Mengetahui besarnya penurunan (settlement) yang terjadi pada tiang pancang tunggal dan tiang pancang kelompok.

1.3. Manfaat

Penulisan Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat bagi :

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pembanding kelak jika akan melakukan suatu pekerjaan yang sama atau sejenis.

b. Terutama bagi penulis sendiri sebagai penambah ilmu pengetahuan dan pengalaman agar mampu melaksanakan kegiatan yang sama pada saat bekerja atau terjun ke lapangan.

c. Dapat membantu mahasiswa lainnya sebagai referensi atau contoh apabila mengambil topik bahasan yang sama.

I.4. Pembatasan Masalah

Umumnya telah diketahui bahwa banyak jenis pondasi tiang pancang yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi dan berbagai permasalahan yang terjadi dalam hal pelaksanaan pekerjaan pemancangannya. Pada tugas akhir ini disampaikan pembahasan tentang besarnya penurunan tiang pancang tunggal dan kelompok yang dipancangkan secara tegak lurus yang terjadi atau yang akan mungkin terjadi.

(22)

pancang tunggal dan kelompok berdasarkan data yang diperoleh melalui pengujian di lapangan dengan menggunakan metode elastic settlement.

1.5. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan beberapa cara untuk dapat mengumpulkan data yang mendukung agar Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa cara yang dilakukan antara lain:

a. Metode observasi

Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan data teknis pondasi tiang pancang diperoleh dari hasil lokasi proyek pembangunan Internasional Trade Center Polonia Medan.

b. Pengambilan data

Pengambilan data yang diperlukan dalam perencanaan diperoleh dari PT. Nusa Raya Cipta selaku Kontraktor pelaksana berupa data hasil sondir, hasil SPT (Standart Penetration Test), data hasil Bacaan Jack Manometer dan gambar struktur.

c. Melakukan studi keperpustakaan

Membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang ditinjau untuk penulisan Tugas Akhir ini.

I.6 Sistematika Penulisan

Rencana sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 5(lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut : Bab I: Pendahuluan

(23)

Bab II : Tinjauan Pustaka

Berisi mengenai penjelasan umum mengenai defenisi tanah, penggolongan pondasi tiang pancang, kapasitas daya dukung tiang pancang dari hasil Sondir, hasil SPT (Standart Penetration Test) , dan hasil Bacaan Jack Manometer, Tiang pancang kelompok, penurunan tiang dan penurunan yang diizinkan.

Bab III : Data Proyek

Berisi mengenai struktur bangunan proyek Internasional Trade Center Polonia Medan , Data teknis tiang pancang, Cara analisis, lokasi titik sondir, SPT (Standart Penetration Test) dan Bacaan Jack Manometer.

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Berisi mengenai data-data yang diperoleh dari proses pengumpulan dilokasi proyek dan selanjutnya dilakukan pengolahan untuk kepentingan analisis yang menghasilkan desain.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum

Konstruksi yang direncanakan secara keteknikan dibangun bertumpu pada tanah, harus didukung oleh pondasi, saat ini berkembang menuju konstruksi yang lebih ekonomis dengan perencanaan dan penggunaan bahan berkekuatan tinggi.

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, H. S., 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, J. E., 1991).

Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

(25)

Tiang Pancang umumnya digunakan:

8. Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal dan beban lateral boleh jadi terlibat.

9. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

10.Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

11.Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

12.Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

13.Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial. 14.Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas

(26)

2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Dalam Perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar diperoleh perencanaan yang optimal dan efisien.

Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure) serta berat sendiri pondasi.

Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian Laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah.

2.2.1. Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

(27)

sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga

terus diukur.

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar 2. 1):

(28)

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :

1. Hambatan Lekat (HL)

B A x PK JP

HL=( − ) ... (2.1)

2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

=

= n

i JHL

JHL

0 ... (2.2)

dimana :

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm²)

(29)

(a). Konus (b). Bikonus

Gambar 2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis (Sardjono, 1991)

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap

kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

(30)

maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah.

2.2.2. Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63,5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,

split spoon sampler, hammer, dan lain – lain;

2. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk;

3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor;

(31)

5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);

Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;

6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;

Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval.

2.3. Macam-macam Pondasi

(32)

a. Pondasi dangkal

Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung seperti:

1. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom (Gambar 2.2b).

2. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2a).

3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi-sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2c).

b. Pondasi dalam

Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:

(33)

(a)

(34)
[image:34.595.114.525.81.651.2]

Gambar 2.2 Macam-macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak , (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang (Hardiyatmo, H. C.,1996)

(c)

(d)

(35)

2.4. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

2.4.1 Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya

Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991), antara lain:

A. Tiang pancang kayu

Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.

Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu berganti-ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.

(36)

tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.

B. Tiang pancang beton

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E., 1991), yaitu:

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.3).

(37)

b. Precast Prestressed Concrete Pile

[image:37.595.102.537.292.499.2]

Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.5). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991)

c. Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

(38)
[image:38.595.168.511.157.415.2]

2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Gambar 2.5 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)

C. Tiang pancang baja

Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

(39)

a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka;

b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air;

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air tanah terendah.

(40)
[image:40.595.131.491.86.279.2]

Gambar 2.6 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991) D. Tiang pancang komposit

Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.

1. Water Proofed Steel and Wood Pile.

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.

(41)

a. Casing dan core (inti) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah yang terendah.

b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. c. Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core

ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing. 2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut:

a. Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b. Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.

c. Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing. d. Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan

(42)

berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut. e. Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan

padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell.

3. Composit Ungased – Concrete and Wood Pile. Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah:

 Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.

 Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah.

Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut:

a. Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t )

b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

(43)

d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola diatas tiang pancang kayu tersebut.

e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah. Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah.

f. Tiang pancang composit telah selesai

Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

 Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.

 Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.

b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras.

(44)

d. Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.

Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut:

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.

b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola.

c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

(45)

2.4.2 Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu:

A. Tiang pancang pracetak

Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :

1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah.

Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan:

a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali. b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah

dari bagian dalam tiang.

(46)

d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu:

1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain :

a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

2.5. Alat Tiang Pancang

(47)

diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada kepala tiang dalam pemancangan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.

A. Pemukul Jatuh (drop hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.7a).

(48)

[image:48.595.120.535.83.320.2]

(c) (d)

Gambar 2.7 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer), (c) Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2006)

C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)

Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.7b). Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi dari pada pemukul aksi tunggal. D. Pemukul Diesel (diesel hammer)

(49)

E. Pemukul Getar (vibratory hammer)

Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi (Gambar 2.7d).

2.6. Hidrolik Sistem

Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand.

Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok – balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.

Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah:

(50)

Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (environment friendly).

3. Daya dukung aktual per tiang diketahui

Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung.

4. Harga yang ekonomis

(51)

pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

5. Lokasi kerja yang terbatas

Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.

Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah : 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang

yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan;

2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan);

3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja;

(52)

2.7. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang

Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut: A. Pekerjaan Persiapan

1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.

3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set).

4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan.

(53)

6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang :

a. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada batang pertama.

b. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.

c. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat d. Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.

7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.

8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah keras/final set yang ditentukan.

9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan. B. Proses Pemancangan

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang. 3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet

(54)

4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan.

5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan

center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.

C. Metode pengangkatan tiang pancang

1. Pengangkatan tiang untuk disusun (dengan dua tumpuan )

Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya dilaksanakan pada saat penyusunan tiang pancang, baik itu dari pabrik (PT. Wika Beton) ke trailer ataupun dari Trailer ke penyusunan lapangan.

Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama.

(55)

kepala t iang

perm ukaan t anah bant alan

t it ik angkat ( garis rant ai) Kabel baj a pengangkat

Kabel baja pengangkat

1/5L 3/5L 1/5L

Gambar 2.8 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan

2. Pengangkatan dengan satu tumpuan

Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah ditentukan di lapangan.

(56)
[image:56.595.238.439.115.518.2]

tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.

Gambar 2.9 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan

D. Quality Control 1. Kondisi fisik tiang

a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak b. Umur beton telah memenuhi syarat

(57)

2. Toleransi

Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.

3. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.

[image:57.595.120.500.391.599.2]

(a) (b) (c)

(58)

2.8. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek

Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam (Hardiyatmo, H. C.,2002), yaitu:

1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang (Gambar 2.11a).

2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2.11b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

(a) (b)

Gambar 2.11 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya

(59)

2.9. Kapasitas Daya Dukung

2.9.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir

Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test

(CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah-tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar dengan persamaan sebagai berikut :

Qu = Qb + Qs = qb.Ab + f.As ... …(2.1)

dimana :

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.

Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.

Qs = Kapasitas tahanan kulit.

qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

Ab = Luas di ujung tiang.

(60)

Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai

Metode Aoki dan De Alencar.

Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh

sebagai berikut :

qb =

b ca

F base

q ( )

... ..…(2.2)

dimana :

qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D

dibawah ujung tiang

Fb = faktor empirik tergantung pada tipe tanah.

Setelah diperoleh nilai qb maka kita hitung nilai kapasitas dukung ujung

tiang (Qb) dengan menggunakan rumus:

Qb =qbx Ap ………(2.3)

Kapasitas kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :

F = qc (side)

s s

F

α

... … (2.4)

dimana :

qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang

tiang.

Fs = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik αs

(61)

Tabel 2.1 Faktor empirik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999)

Tipe Tiang Pancang Fb Fs

Tiang Bor 3,5 7,0

Baja 1,75 3,5

[image:61.595.113.510.279.703.2]

Beton Pratekan 1,75 3,5

Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsak1999)

Tipe Tanah

αs

(%)

Tipe Tanah αs (%) Tipe Tanah αs (%)

Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2

Lempung berpasir

2,4

Pasir kelanauan 2,0

Pasir berlanau dengan lempung 2,8 Lempung berpasir dengan lanau 2,8 Pasir kelanauan dengan lempung

2,4 Lanau 3,0

Lempung berlanau dengan pasir 3,0 Pasir berlempung dengan lanau 2,8 Lanau berlempung dengan pasir 3,0 Lempung berlanau 4,0 Pasir berlempung 3,0 Lanau berlempung

(62)

Pada umumnya nilai αsuntuk pasir = 1,4 persen, nilai αs untuk lanau = 3,0

persen dan nilai αs untuk lempung = 6,0 persen.

Setelah kita peroleh nila f, maka kita dapat hitung kapasitas kulit (Qs) Setelah menggunakan rumus:

Qs = f x As

dimana:

f = Kapasitas dukung kulit persatuan

As = Luas kulit tiang pancang ………(2.5) Apabila nilai Qb dan Qs telah kita peroleh, maka nilai kapasitas daya dukungaksial ultimit tiang (Qu) dapat kita hitung dengan rumus di bawah ini:

Qu = Qb + Qs ………...…(2.6)

dimana:

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang

Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang

Qs = Kapasitas tahanan kulit

Pada tahap terakhir, kita dapat memperoleh daya dukung ijin tiang (Qa)

dengan memperhitungkan faktor keamanan (safety factor) sesuai dengan rumus berikut :

SF Q

Q u

a =

………...…(2.7)

dimana :

Qa = Daya dukung ijin tiang

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang

(63)

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff. Daya dukung ultimite pondasi tiang pancang tunggal dinyatakan dengan rumus:

Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11) ... …(2.8) dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.

qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K11 = Keliling tiang.

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

Qijin =

5 3

11

JHLxK xA

qc c

+ ... …(2.9)

dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang.

JHL = Jumlah hambatan lekat. K11 = Keliling tiang.

2.9.2. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

(64)
[image:64.595.115.511.139.372.2]

Tabel 2.3 Hubungan Dr, Ф dan N dari pasir (Mekanika Tanah & Teknik Pondasi, Sosrodarsono Suyono Ir, 1983)

Nilai N Kepadatan Relative (Dr)

Sudut Geser Dalam Menurut

Peck

Menurut Meyerhof 0-4 0,0-0,2 Sangat lepas < 28,5 < 30

4-10 0,2-0,4 Lepas 28,5-30 30-35

10-30 0,4-0,6 Sedang 30-36 35-40

30-50 0,6-0,8 Padat 36-41 40-45

> 50 0,8-1,0 Sangat Padat < 41 > 45

Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman).

1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :

N60 =

60 , 0

. .

.CB CS CR Em

... …(2.10)

dimana :

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.

Em = Hammer eficiency (Tabel 2.4). CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.5).

CS = Koreksi sampler (Tabel 2.5).

CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.5).

(65)

2. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut:

N’60 = CN . N60 ... …(2.11)

Pasir halus normal konsolidasi:

CN =

r v σ σ' 1 2 + ... …(2.12)

Pasir kasar normal konsolidasi:

CN =

r v σ σ' 2 3 + ... …(2.13)

Pasir over konsolidasi:

CN =

r v σ σ' 7 , 0 7 , 1

+ ... …(2.14)

dimana :

N’60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden.

σ'

v = Tegangan overburden efektif.

σr = Reference stress = 100 kPa.

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian

Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies (Clayton, 1990)

Country Hammer Type

Hammer Release Mechanism

Hammer Effeciency, Em

Argentina Donut Cathead 0.45

Brazil Pin weight Hand dropped 0.72

(66)

Donut Cathead 0.50

Colombia Donut Cathead 0.50

Japan

Donut Donut

Tombi trigger Cathead 2 turns +

Special release

0.78-0.85 0.65-0.67

UK Automatic Trip 0.73

USA

Safety Donut

2 turns on cathead 2 turns on cathead

0.55-0.60 0.45

[image:66.595.112.512.82.350.2]

Venezuela Donut Cathead 0.43

Tabel 2.5 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)

Factor Equipment Variables Value

Borehole diameter factor,

CB 2.5-4.5 in (65-115 mm)

6 in (150 mm) 8 in (200 mm)

1.00 1.05 1.15 Sampling methode factor,

CS Standard sampler

Sampler without liner (not recommended)

1.00 1.20

Rod lenght factor, CR

(67)

13-20 ft (4-6 m) 20-30 ft (6-10 m) > 30 ft (> 10 m)

0.85 0.95 1.00

[image:67.595.108.513.85.171.2]

Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Table 2.6 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983)

Tanah tidak kohesif

Harga N <10 10 - 30 30 – 50 >50 Berat isi

γ kN/m3 12 – 16 14 - 18 16 – 20 18 – 23

Tanah kohesif

Harga N <4 4 - 15 16 – 25 >25 Berat isi

γ kN/m3 14 – 18 16 - 18 16 – 18 >20

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah dibawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah diatas muka air.

Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini :

1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga

(68)
[image:68.595.155.454.94.406.2]

Gambar 2.12 Grafik Variasi harga α berdasarkan kohesi tanah

Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji lapangan SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut:

1. Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976).

Untuk tanah pasir dan kerikil:

Qp = 40 . N-SPT . L D . Ap < 400 . N-SPT . Ap ... …(2.15) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

(69)

Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

Qs = α . cu . p . Li ... …(2.18)

Dimana : α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

Cu = Kohesi Undrained

p = keliling tiang

Li = panjang lapisan tanah

2. Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976).

Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) :

fs =

50 r

σ

N60 ... …(2.19)

Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) : fs =

100

r

σ N

60 ... …(2.20)

dan :

Psu = As . fs ... …(2.21)

dimana :

fs = Tahanan satuan skin friction, kN/m2.

N60 = Nilai SPT N60.

As = Luas selimut tiang.

Pus = Kapasitas daya dukung gesekan (skin friction), kN.

Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif : QS = 2 . N-SPT . p . Li ... …(2.22)

dimana:

(70)

Gambar

Gambar 2.2  Macam-macam  tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi
Gambar 2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile
Gambar 2.5 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)
Gambar 2.6 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pondasi tiang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah keras yang mempunyai

Pondasi tiang pancang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah keras yang

Berdasarkan pembebanan pada pondasi kelompok tiang pancang, hasil yang diperoleh tidak melebihi daya dukung ultimit tiang, sehingga aman untuk digunakan.. Pondasi

Pondasi tiang pancang yang digunakan dalam perencanaan adalah tiang pancang jenis square pile dari WIKA Beton dengan ukuran lebar 400 mm, kelas A.. Beban aksial maksimum

ANALISIS DAYA DUKUNG IJIN PONDASI TIANG PANCANG TUNGGAL DAN KELOMPOK PADA PROYEK PEMBANGUNAN PENDOPO KABUPATEN TAPIN Puteri Maulida1, Akhmad Gazali2, Hendra Cahyadi3 1Teknik

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan daya dukung pondasi tiang pancang kelompok pada proyek Tol Kayu Agung Palembang Betung STA 36+619 di Overpass

Daya dukung pondasi tiang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : Qu = qcx Ap+ JHL x Kt 4 Keterangan : Qu = Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang qc = Tahanan ujung Sondir Perlawanan

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pemancangan pondasi tiang pancang adalah pemancangan setiap satu tiang harus dilaksanakan sekaligus dan tidak boleh ditunda atau diteruskan