SKRIPSI
PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN
Oleh: RINI AGUSTINA
F14103007
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departeman Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINI AGUSTINA
F14103007
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Rini Agustina. F14103007. Pemanfaatan Air pada Bendung Kecil di Sub Das Ciomas - DAS Cidanau, Banten. Di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS. 2007
RINGKASAN
Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi ketersediaanya tidak selalu sejalan dengan kebutuhannya. Permasalahan air yang umum adalah ketidaksesuaian antara kebutuhan dan pasokan pada waktu dan tempat tertentu. Permasalahan air akan semakin kompleks karena tingkat kebutuhan yang berubah dengan cepat, baik dari segi jumlah maupun mutu, yaitu mengikuti peningkatan jumlah penduduk, industrialisasi, pendapatan, dan konflik antar pengguna, untuk pertanian dan bukan pertanian, serta di daerah perkotaan dan pedesaan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan air adalah dengan pengelolaan sumber daya air yang sesuai dengan kaidah konservasi, yaitu dengan pembangunan bendung kecil. Usaha pembangunan bendung kecil diharapkan berdampak positif dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Kolam bendung akan menyimpan air di musim hujan dan kemudian dimanfaatkan selama musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Melalui pembangunan bendung kecil ini, alokasi sumber daya air lebih efisien, membantu tindakan konservasi tanah, meningkatkan produktivitas lahan, menurunkan debit puncak dan memperpanjang waktu respon DAS.
Sub DAS Ciomas merupakan salah satu dari anak sungai Cidanau. Sub DAS ini memiliki luas wilayah kurang lebih 3.290 ha. Dari analisis Peta Rupa Bumi, jaringan aliran sungai Ciomas sepintas tampak menyerupai percabangan pohon dengan corak alirannya berbentuk kombinasi dengan jumlah orde sebanyak tiga. Kemudian dari analisis peta Sub DAS Ciomas memiliki dua anak sungai yaitu Sungai Ciomas hulu dan Sungai Cibopong yang menjadi calon lokasi dibangunnya bendung kecil dengan masing-masing luasan sebesar 197.3 ha dan 164,7 ha.
Dimensi bendung kecil yang tepat untuk Sub DAS Ciomas yaitu volume tampungan sebesar 5.000 m3 dengan luas genangan 1,5 ha. Kemudian diperoleh volume tampungan untuk sungai Cibopong sebesar 2.275 m3, tinggi bendung 5 m dan panjang bendung 13 m. Untuk sungai Ciomas Hulu, volume tampungan sebesar 2.725 m3, tinggi bendung 6 m dan panjang bendung 13 m.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibolga pada tanggal 1 Agustus 1985 sebagai putri
keempat dari pasangan Mulkan Harahap dan Nurida Nasution. Penulis memiliki
tiga orang kakak dan satu orang adik.
Pada tahun 2000 penulis diterima di Sekolah Menengah Umum Negeri 2
Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Teknologi Pertanian,
Departemen Teknik Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut
Pertanian Bogor (USMI).
Pada tahun 2006 penulis melakukan praktek lapangan selama dua bulan di
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung dengan
judul praktek lapangan “Mempelajari Pembangunan Areal Model DAS Mikro (MDM) di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung”. Kemudian pada tahun yang sama penulis juga ikut serta dalam kegiatan Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS)
XIX di Malang, Jawa Timur.
Sebagai salah satu syarat untuk, memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian IPB, penulis melakukan tugas akhir berupa penelitian dengan judul
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departeman Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINI AGUSTINA
F14103007
Dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1985 di Sibolga, Sumatera Utara Tanggal Lulus : Oktober 2007
Menyetujui, Bogor, Oktober 2007
Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat yang telah diberikan-Nya sehingga
skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang
dilaksanakn penulis pada bulan Februari sampai Juli 2007 dengan judul
”Pemanfaatan Air pada Bendung Kecil di Sub Das Ciomas – DAS Cidanau, Banten”.
Terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga
penyusunan skripsi ini, yaitu :
1. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS, selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama ini.
2. Dr. Ir. H. Sukandi Sukartaatmadja, MS dan Ir. Gardjito, MSc selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan guna kesempurnaan skripsi ini.
3. Mama, Papa, Abang, Kakak-kakak dan Adik, yang selalu memberikan doa
dan menjadi penyemangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Keluarga besar Departemen Teknik Pertanian dan teman-teman di
Laboratorium Teknik Tanah dan Air angkatan 40, atas kebersamaan dan
dukungannya selama ini.
5. Yossy Renggo Wardhani dan Erfan Andriyanto, yang telah bersama-sama
penulis dalam melakukan penelitian.
6. Ervian Anas, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis
selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu
saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga skripsi ini
memberi manfaat bagi pembaca.
Bogor, Oktober 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR. ... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR. ... v
DAFTAR LAMPIRAN. ... vi
I. PENDAHULUAN. ... 1
A. Latar Belakang. ... 1
B. Tujuan. ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 3
A. Daerah Aliran Sungai... 3
B. Sistem Air dalam DAS... 5
C. Konservasi Sumber Daya Air. ... 6
D. Bendung Kecil. ... 7
III. METODOLOGI... 10
A. Kerangka Pemikiran. ... 10
B. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 11
C. Alat dan Bahan. ... 11
D. Tahapan Penelitian. ... 11
IV. KONDISI UMUM SUB DAS CIOMAS A. Keadaan Biofisik. ... 20
B. Keadaan Sosial Ekonomi... 22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20
A. Karakteristik Sub DAS Ciomas... 25
B. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Sebelum Dibangunnya Bendung Kecil. ... 28
VI.KESIMPULAN DAN SARAN. ... 38
A. Kesimpulan. ... 38
B. Saran. ... 38
DAFTAR PUSTAKA. ... 39
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Jenis Tanah dan Sifat Fisik Tanah Sub DAS Ciomas. ... 21
Tabel 4.2. Data Populasi Ternak (ekor) Tahun 2007 ... 26
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk dan Kebutuhan Air Penduduk... 29
Tabel 5.2. Jumlah Industri dan Kebutuhan Air Industri... 29
Tabel 5.3. Kebutuhan Air Pertanian untuk Masing-masing Musim Tanam dalam Satu Tahun ... 30
Tabel 5.4. Kebutuhan Air Ternak... 31
SKRIPSI
PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN
Oleh: RINI AGUSTINA
F14103007
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departeman Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINI AGUSTINA
F14103007
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Rini Agustina. F14103007. Pemanfaatan Air pada Bendung Kecil di Sub Das Ciomas - DAS Cidanau, Banten. Di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS. 2007
RINGKASAN
Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi ketersediaanya tidak selalu sejalan dengan kebutuhannya. Permasalahan air yang umum adalah ketidaksesuaian antara kebutuhan dan pasokan pada waktu dan tempat tertentu. Permasalahan air akan semakin kompleks karena tingkat kebutuhan yang berubah dengan cepat, baik dari segi jumlah maupun mutu, yaitu mengikuti peningkatan jumlah penduduk, industrialisasi, pendapatan, dan konflik antar pengguna, untuk pertanian dan bukan pertanian, serta di daerah perkotaan dan pedesaan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan air adalah dengan pengelolaan sumber daya air yang sesuai dengan kaidah konservasi, yaitu dengan pembangunan bendung kecil. Usaha pembangunan bendung kecil diharapkan berdampak positif dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Kolam bendung akan menyimpan air di musim hujan dan kemudian dimanfaatkan selama musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Melalui pembangunan bendung kecil ini, alokasi sumber daya air lebih efisien, membantu tindakan konservasi tanah, meningkatkan produktivitas lahan, menurunkan debit puncak dan memperpanjang waktu respon DAS.
Sub DAS Ciomas merupakan salah satu dari anak sungai Cidanau. Sub DAS ini memiliki luas wilayah kurang lebih 3.290 ha. Dari analisis Peta Rupa Bumi, jaringan aliran sungai Ciomas sepintas tampak menyerupai percabangan pohon dengan corak alirannya berbentuk kombinasi dengan jumlah orde sebanyak tiga. Kemudian dari analisis peta Sub DAS Ciomas memiliki dua anak sungai yaitu Sungai Ciomas hulu dan Sungai Cibopong yang menjadi calon lokasi dibangunnya bendung kecil dengan masing-masing luasan sebesar 197.3 ha dan 164,7 ha.
Dimensi bendung kecil yang tepat untuk Sub DAS Ciomas yaitu volume tampungan sebesar 5.000 m3 dengan luas genangan 1,5 ha. Kemudian diperoleh volume tampungan untuk sungai Cibopong sebesar 2.275 m3, tinggi bendung 5 m dan panjang bendung 13 m. Untuk sungai Ciomas Hulu, volume tampungan sebesar 2.725 m3, tinggi bendung 6 m dan panjang bendung 13 m.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibolga pada tanggal 1 Agustus 1985 sebagai putri
keempat dari pasangan Mulkan Harahap dan Nurida Nasution. Penulis memiliki
tiga orang kakak dan satu orang adik.
Pada tahun 2000 penulis diterima di Sekolah Menengah Umum Negeri 2
Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Teknologi Pertanian,
Departemen Teknik Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut
Pertanian Bogor (USMI).
Pada tahun 2006 penulis melakukan praktek lapangan selama dua bulan di
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung dengan
judul praktek lapangan “Mempelajari Pembangunan Areal Model DAS Mikro (MDM) di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung”. Kemudian pada tahun yang sama penulis juga ikut serta dalam kegiatan Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS)
XIX di Malang, Jawa Timur.
Sebagai salah satu syarat untuk, memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian IPB, penulis melakukan tugas akhir berupa penelitian dengan judul
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departeman Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh : RINI AGUSTINA
F14103007
Dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1985 di Sibolga, Sumatera Utara Tanggal Lulus : Oktober 2007
Menyetujui, Bogor, Oktober 2007
Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim, segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat yang telah diberikan-Nya sehingga
skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang
dilaksanakn penulis pada bulan Februari sampai Juli 2007 dengan judul
”Pemanfaatan Air pada Bendung Kecil di Sub Das Ciomas – DAS Cidanau, Banten”.
Terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga
penyusunan skripsi ini, yaitu :
1. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS, selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama ini.
2. Dr. Ir. H. Sukandi Sukartaatmadja, MS dan Ir. Gardjito, MSc selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan guna kesempurnaan skripsi ini.
3. Mama, Papa, Abang, Kakak-kakak dan Adik, yang selalu memberikan doa
dan menjadi penyemangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Keluarga besar Departemen Teknik Pertanian dan teman-teman di
Laboratorium Teknik Tanah dan Air angkatan 40, atas kebersamaan dan
dukungannya selama ini.
5. Yossy Renggo Wardhani dan Erfan Andriyanto, yang telah bersama-sama
penulis dalam melakukan penelitian.
6. Ervian Anas, yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis
selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu
saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga skripsi ini
memberi manfaat bagi pembaca.
Bogor, Oktober 2007
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR. ... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR. ... v
DAFTAR LAMPIRAN. ... vi
I. PENDAHULUAN. ... 1
A. Latar Belakang. ... 1
B. Tujuan. ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 3
A. Daerah Aliran Sungai... 3
B. Sistem Air dalam DAS... 5
C. Konservasi Sumber Daya Air. ... 6
D. Bendung Kecil. ... 7
III. METODOLOGI... 10
A. Kerangka Pemikiran. ... 10
B. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 11
C. Alat dan Bahan. ... 11
D. Tahapan Penelitian. ... 11
IV. KONDISI UMUM SUB DAS CIOMAS A. Keadaan Biofisik. ... 20
B. Keadaan Sosial Ekonomi... 22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20
A. Karakteristik Sub DAS Ciomas... 25
B. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Sebelum Dibangunnya Bendung Kecil. ... 28
VI.KESIMPULAN DAN SARAN. ... 38
A. Kesimpulan. ... 38
B. Saran. ... 38
DAFTAR PUSTAKA. ... 39
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Jenis Tanah dan Sifat Fisik Tanah Sub DAS Ciomas. ... 21
Tabel 4.2. Data Populasi Ternak (ekor) Tahun 2007 ... 26
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk dan Kebutuhan Air Penduduk... 29
Tabel 5.2. Jumlah Industri dan Kebutuhan Air Industri... 29
Tabel 5.3. Kebutuhan Air Pertanian untuk Masing-masing Musim Tanam dalam Satu Tahun ... 30
Tabel 5.4. Kebutuhan Air Ternak... 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Corak Daerah Aliran Sungai... 4
Gambar 2.2 Sistem Air pada DAS. ... 5
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan Penelitian. ... 19
Gambar 4.1. Sawah di Desa Barugbug, Kecamatan Padarincang... 23
Gambar 4.2. Kolam Ikan untuk Pemancingan di Desa Barugbug Kecamatan Padarincang. ... 24
Gambar 5.1. Penampang Memanjang Sungai Ciomas Hulu. ... 26
Gambar 5.2. Penampang Memanjang Sungai Cibopong... 27
Gambar 5.3. Penampang Melintang Sungai Ciomas... 27
Gambar 5.4. Grafik Ketersediaan Air Rata-rata... 28
Gambar 5.5. Grafik Kebutuhan Air untuk Masing-masing Sektor. ... 32
Gambar 5.6. Neraca Air Saat Itu. ... 32
Gambar 5.7. Hubungan antara Potensi Debit danRealisasi Kebutuhan Air Total... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Batas Sub DAS Ciomas pada DAS Cidanau. ... 41
Lampiran 2. Batas Sub DAS Ciomas. ... 42
Lampiran 3. Tata Guna Lahan Sub DAS Ciomas. ... 43
Lampiran 4. Kecamatan, Desa, dan Kampung di Wilayah
Sub DAS Ciomas... 44
Lampiran 5. Tipe Iklim Menurut Oldeman dalam Hubungan
dengan Pertanian Khususnya Tanaman Pangan. ... 45
Lampiran 6. Data Curah Hujan Periode 2002 – 2006. ... 46
Lampiran 7. Data Debit harian dan Evaporasi Harian
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis air akhir-akhir ini hampir selalu terjadi setiap tahun di Indonesia.
Umumnya pada musim hujan, banyak daerah dilanda banjir dan juga tanah
longsor karena aliran air permukaan akibat curah hujan yang tinggi tidak tertahan
oleh vegetasi yang memadai. Sementara itu pada musim kemarau terjadi
kekeringan di lahan pertanian maupun di pemukiman karena hampir tidak ada
lagi air yang mengalir dari hulu sungai, cadangan air di waduk relatif sedikit,
serta permukaan air tanah yang semakin dalam.
Permasalahan air yang umum adalah ketidaksesuaian antara kebutuhan
dan pasokan pada waktu dan tempat tertentu. Permasalahan air di negeri ini
menjadi semakin kompleks karena tingkat kebutuhan yang berubah dengan
cepat, baik dari segi jumlah maupun mutu, yaitu mengikuti peningkatan jumlah
penduduk, industrialisasi, pendapatan, dan konflik antar pengguna, untuk
pertanian dan bukan pertanian, serta di daerah perkotaan dan pedesaan. Tekanan
penduduk terhadap lahan juga telah mengakibatkan penurunan kapasitas sumber
air dan faktor penyebab kelangkaan air terutama di pulau Jawa (Pasandaran,
2006). Air merupakan faktor produksi yang tidak dapat disubsitusi, memegang
peranan penting untuk mendukung keberhasilan sistem produksi pertanian,
sehingga air dapat dikategorikan sebagai faktor pembatas produksi pertanian
(Hilman Manan, 2005 dalam Pasandaran., 2006)
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem ekologis atau
ekosistem alamiah yang memiliki unsur-unsur flora, fauna, dan manusia dengan
segala aktivitasnya. Daya tampung alami DAS di Indonesia terus merosot akibat
peningkatan permukaan kedap air, penebangan tanaman permanen dan
intensifnya usaha tani tanaman semusim yang kurang memperhatikan tindakan
konservasi tanah dan air. Rusaknya kondisi DAS bagian hulu pada saat ini
dicirikan dengan besarnya selisih debit air di DAS pada musim kemarau dan
hujan. Kondisi ini dapat terjadi karena hujan yang jatuh di kawasan hulu belum
Kegiatan perambahan hutan terjadi di kawasan Cidanau hulu, yaitu
pemanfaatan kayu untuk bangunan dan bahan bakar, kemudian lahannya
dijadikan lahan pertanian. Akibat perubahan penggunaan lahan tersebut akan
berpengaruh terhadap kondisi sumber daya air dan aktivitas lain di hilirnya.
Masalah yang perlu mendapat prioritas adalah pemulihan kemampuan
berbagai sumber daya alam yang mengalami degradasi pada DAS Cidanau hulu
tersebut. Konsep pemulihan kemampuan DAS perlu dilihat dalam perspektif
jangka panjang sebagai upaya pemeliharaan kemampuan optimal DAS secara
berlanjut. Salah satu konsep yang perlu diperhatikan adalah membangun
bangunan-bangunan air baik yang meredam pengaruh banjir maupun yang
menahan sedimentasi adalah contoh-contoh yang sering dipraktekkan disamping
pendekatan yang mengutamakan penanaman berbagai vegetasi.
Salah satu upaya pengelolaan air yang dapat dilakukan di DAS Cidanau
bagian hulu adalah dengan pembangunan bendung kecil, yaitu bangunan yang
yang dapat mengendalikan endapan dan aliran air permukaan dari daerah
tangkapan air dibagian hulu serta menstabilkan debit sungai dan juga
meningkatkan permukaan air tanah di bagian hilirnya. Upaya pembangunan
bendung kecil diarahkan terutama pada DAS Cidanau bagian hulu yang juga
dapat dilakukan pada Sub DAS Ciomas bagian hulu yang menjadi salah satu
anak dari DAS Cidanau tersebut untuk meningkatkan daya tampung air hujan
serta membantu tindakan konservasi.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis manfaat bendung kecil pada Sub
DAS Ciomas untuk :
a.Merencanakan pembangunan bendung kecil yang tepat untuk alokasi sumber
daya air di Sub DAS Ciomas
b.Mengetahui dimensi dan volume bendung kecil
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi
oleh pemisah topografi yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah
hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau ke laut
(Asdak, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi DAS adalah faktor iklim,
faktor tanah yang meliputi topografi, jenis tanah, geologi, dan morfologi serta
faktor tata guna lahan.
Sub DAS adalah bagian DAS dimana air hujan diterima dan dialirkannya
melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi ke dalam sub-sub
DAS. Sebuah sistem dengan anak-anak sungainya dapat dianggap sebagai
sebuah kesatuan yang disebut ekosistem DAS (Manan, 1979). Dalam membagi
ekosistem DAS, biasanya terbagi atas daerah hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu
berkaitan dengan wilayah konservasi dan rehabiltasi lahan yang seharusnya
terjaga kelestariannya, mempunyai kerapatan drainase yang lebih tinggi,
merupakan daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 15 %. Daerah hilir
cenderung ke arah pemanfaatan dan penggunaan air, baik untuk keperluan air
bersih maupun kebutuhan pertanian, mempunyai kemiringan lereng lebih kecil
dari 8 %. Sedangkan daerah tengah berkaitan dengan infrastruktur dan prasarana
pengairan dan merupakan daerah transisi antara daerah hulu dan daerah hilir.
Komponen biofisik yang berpengaruh dominan terhadap karakteristik dan
ekosistem DAS adalah air hujan. Peranan air hujan berkaitan erat dengan
unsur-unsur yang lain, terutama adalah jenis tanah, tataguna lahan, topografi,
kemiringan lahan dan panjang lereng (Smith, 1995 dalam Pasandaran, 2006).
Oleh karena itu, hujan yang tercurah dalam bentuk runoff di dalam DAS perlu dikelola secara terpadu.
DAS sebagai suatu sistem hidrologi dalam satuan wilayah dapat dikenali
bentuk dan ukuran-ukuran luasnya secara geografis. Bentuk dan ukuran DAS
berbeda antara DAS yang satu dengan DAS lainnya. Robert E. Horton,
mengklasifikasikan sungai berdasarkan tingkat kerumitan anak-anak sungainya.
mempunyai satu atau lebih anak sungai first order disebut saluran sungai second order. Sebuah sungai dikatakan third order jika sungai itu mempunyai sekurang-kurangnya satu anak sungai second order dan begitu seterusnya. Dengan demikian, semakin besar urutan (orde) maka semakin luas wilayah Sub DAS dan
semakin banyak pula percabangannya.
Sosrodarsono dan Takeda (1977) menyatakan setidaknya ada tiga bentuk
atau corak daerah aliran sungai, diantaranya : berbentuk bulu ayam/burung, kipas
dan kombinasi, seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Laut Laut Laut
Bentuk Bulu Ayam Bentuk Kipas Bentuk Kombinasi
Gambar 2.1. Corak Daerah Aliran Sungai
Sungai dengan corak aliran berbentuk bulu ayam/burung memiliki orde
sungai yang kecil dengan anak cabang kurang dari tiga, topografinya curam,
jalur daerah kiri kanan sungai utama dengan anak-anak sungainya yang mengalir
ke sungai utama, memiliki debit banjir yang kecil tetapi berlangsung lama.
Sungai dengan corak aliran berbentuk kipas orde sungai yang tinggi, biasanya
lebih dari empat dan topografinya landai dari pada bentuk bulu ayam,
mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak sungainya. Sungai
yang corak alirannya berbentuk kombinasi memiliki orde sedang antara 3 – 4,
topografinya berbentuk lembah sejajar, memiliki debit banjir yang terakumulasi
dari berbagai arah sungai di bagian hilir, sedangkan di bagian hulu sekuensial
Evapotranspirasi
Masukan Keluaran :
- Aliran Sungai
Hujan - Sedimen
- Unsur Hara
B. Sistem Air dalam DAS
Sistem air di daerah aliran sungai dapat disederhanakan dalam model
seperti Gambar 2. Respon DAS terhadap hujan terdiri dari respon DAS pada
limpasan langsung (direct runoff) dan pada aliran dasar (baseflow). Berdasarkan gambar tersebut, masukan (input) berupa presipitasi (alami atau buatan) dan keluaran (output) berupa aliran/air beserta sedimen dan unsur hara. Proses yang berpengaruh terhadap pengubahan hujan menjadi runoff yaitu evapotranspirasi, evaporasi, infiltrasi, perkolasi, penampungan aliran/air, perjalanan aliran atau
pemindahan aliran dan gaya gravitasi erosi dan sedimentasi.
Gambar 2.2. Sistem Air pada DAS
Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran air pada DAS (Seyhan, 1975
dalam Ulfanisvatin, 1993) membagi dua kelompok, yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi volume air.
Volume air dalam setahun dipengaruhi oleh faktor :
a. Presipitasi
b. Evapotranspirasi
c. Luas DAS
2. Faktor yang mempengaruhi distribusi aliran air.
Distribusi aliran air dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh faktor :
a. Distribusi spasial dan waktu dari presipitasi.
b. Kondisi geologi (batuan dan pelapisan batuan).
c. Tanah (tekstur, struktur dan kedalaman solum tanah).
d. Penutup lahan.
e. Topografi jaringan alur sungai. Aliran Langsung
f. Faktor manusia, meliputi pembuatan bangunan air, urbanisasi dan
pengelolaan lahan.
Faktor-faktor presipitasi dan kondisi geologi sangat sulit dikelola untuk
mendapatkan tata air yang baik, sedangkan faktor lainnya dapat diubah melalui
perlakuan tertentu agar diperoleh tata air yang baik melalui pendekatan teknologi
serta pengelolaan yang baik secara terpadu.
Perubahan perilaku puncak aliran air dan hasil sedimen dapat dipelajari
dengan menggunakan parameter hidrologi seperti :
1. Debit aliran (debit puncak, debit minimum, debit rendah dan debit tinggi)
baik besarannya maupun kecenderungannya (volume dan kecepatan aliran).
2. Bentuk dan ukuran hidrograf satuan.
3. Koefisien aliran, ada dua macam koefisien aliran yang dapat digunakan yaitu
koefisien aliran tahunan dan koefisien aliran saat hujan deras (koefisien
aliran puncak).
4. Hasil sedimen, merupakan hasil proses geomorfologi (erosi dan longsor).
5. Unsur-unsur kimia air.
C. Konservasi Sumber Daya Air
Masalah pasokan air dalam DAS tidak lepas hubungannya dengan
keadaan pemanfaatan lahan di hulu DAS yang dianggap sebagai zona produksi
air yang penting bagi keseluruhan DAS. Salah satu dampak negatif dari
kerusakan DAS yang terus berlangsung hingga kini adalah semakin
berkurangnya ketersediaan sumber daya air. Kerusakan DAS telah menyebabkan
kodisi air menurun, baik secara kualitas, kuantitas maupun distribusinya. Untuk
mengatasi kerusakan tersebut, perlu adanya suatu usaha perbaikan dan
pelestarian yang lebih dikenal dengan istilah konservasi.
Pengertian konservasi air timbul karena kelangkaan air dan penyediaan
air yang tidak sesuai dengan kebutuhan para pengguna air. Konservasi air adalah
salah satu usaha untuk memanfaatkan air secara efisien dan pengaturan waktu
aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada
musim kemarau (Arsyad, 2000 dalam Gunawan, 2007). Dalam penerapannya
perlu mempertimbangkan kondisi fisik, sosial, kultural dalam masyarakat, agar
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (2002 dan 2003) telah
melakukan pendekatan konservasi air melalui penerapan dan pengembangan
channel reservoir (dam parit). Penerapan dam parit secara umum dapat meningkatkan produktivitas tanah dimana areal tanam meningkat demikian juga
intensitas tanam meningkat. Dam parit pada prinsipnya adalah memanen hujan
dan aliran permukaan (water harvesting) yang mengalir karena melebihi daya tampung suatu DAS yang akan digunakan sebagai sumber air irigasi pada musim
kemarau. Fungsi dam parit lainnya, dapat mengurangi banjir atau dapat
mengurangi debit puncak dan memperlambat waktu respon DAS.
Untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan air karena persaingan
kebutuhan diberbagai sektor tersebut, diperlukan solusi yang tepat. Pendekatan
konservasi air melalui pembangunan dam penahan merupakan solusi yang
ditawarkan selanjutnya dilanjutkan dengan optimasi penggunaan air dalam arti
pasokan dan distribusi penggunaan air.
D. Bendung Kecil
Hasil penelitian yang dilakukan di Sub DAS Bunder, Wonosari
menunjukkan bahwa dengan pembangunan bendung yang dilakukan secara
bertahap, dapat memperlambat waktu respon DAS dan mengurangi volume debit
puncak. Semakin banyak bendung yang dibangun menyebabkan semakin
lamanya waktu respon dan semakin sedikit volume debit puncaknya. Evolusi
debit puncak yang terukur di outlet Sub DAS dapat diketahui yaitu dengan semakin banyaknya bendung yang dibangun maka semakin lama waktu respon
dan semakin sedikit debit puncak yang terjadi. Kondisi ini menunjukkan bahwa
semakin lama waktu pengisian air tanah dan semakin banyak volume air yang
masuk ke dalam tanah. Sehingga cadangan air tanah meningkat dan dapat
mendukung pola tanam yang ada.
Bendung kecil merupakan bangunan penyimpan air yang dibangun di
daerah depresi yang hanya berukuran kecil (Departemen Pekerjaan umum,
1997). Kolam bendung akan menyimpan air di musim hujan dan kemudian
dimanfaatkan selama musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan pengguna air.
Jumlah kebutuhan tersebut akan menentukan tinggi dan kapasitas tampung
1. Tinggi tubuh bendung maksimum 10 m untuk tipe urugan, dan 6 m untuk
tipe graviti atau komposit.
2. Kapasitas tampung bendung maksimum 100.000 m3 3. Luas daerah tadah hujan maksimum 100 ha = 1 km2
Dimusim hujan, bendung tidak beroperasi karena air di luar bendung
tersedia cukup banyak. Oleh karena itu, pada setiap akhir musim hujan sangat
diharapkan kolam bendung dapat terisi penuh air sesuai desain. Untuk menjamin
fungsi dan keamanannya, bendung mempunyai beberapa bagian yaitu :
1. Tubuh bendung berfungsi menutup lembah atau cekungan (depresi) sehingga
air dapat tertahan di udiknya.
2. Kolam bendung berfungsi menampung air hujan.
3. Alat sadap berfungsi mengeluarkan air kolam bila diperlukan distribusi,
berupa rangkaian pipa atau saluran terbuka.
4. Saluran pelimpah berfungsi mengalirkan banjir (limpasan) dari kolam ke
lembah untuk mengamankan tubuh bendung terhadap luapan.
Dengan perencanaan pembangunan bendung kecil di Sub DAS Ciomas
ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar dan pengaruhnya terhadap
ketersediaan air (water supply), alokasi sumberdaya air lebih efisien, membantu konservasi tanah dan air, meningkatkan produktivitas lahan, serta untuk
memperlambat waktu respon dan mengurangi volume debit puncak yang
mengakibatkan banjir di hilir Sub DAS. Kemudian, semakin banyak volume air
yang meresap ke dalam tanah maka cadangan air tanah dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat pengguna air.
Pemilihan lokasi sasaran pembangunan bendung kecil hendaknya
mempertimbangkan ketentuan berikut :
1. Dipilih pada daerah yang beralur sempit, kedua sisi lereng relatif curam
sehingga dapat menampung air yang banyak, daerah dangkal yang sedikit
sehingga kehilangan air akibat rembesan dan penguapan kecil.
2. Pemilihan lokasi disesuaikan dengan keperluan, misalnya untuk keperluan
domestik, irigasi kebun pekarangan dan minuman ternak, maka
Air yang tertampung dalam bendung kecil dimanfaatkan untuk
kepentingan usaha pertanian (tanaman, ikan dan ternak). Pengelolaan air di DAS
bermanfaat untuk menjaga keseimbangan hidrologis di kawasan hulu dan hilir.
Maksud lain dari pengelolaan air di DAS bagian hulu adalah :
1. Merembeskan air ke dalam tanah melalui perkolasi
2. Meningkatkan kelembaban tanah, dan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran
Tujuan pengelolaan DAS adalah terkendalinnya hubungan timbal balik
sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar
terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya sumberdaya
alam bagi manusia secara berkelanjutan Aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada
suatu bagian DAS tidak hanya mempengaruhi bagian DAS yang bersangkutan
tetapi dapat mempengaruhi bagian DAS yang lain. Untuk itu diperlukan
keterpaduan pengelolaan berbagai sektor dari daerah hulu sampai hilir dengan
mempertimbangkan berbagai kepentingan, kondisi biofisik dan sosial ekonomi
yang ada dalam suatu DAS dalam mencapai tujuan bersama.
Usaha konservasi kawasan hulu pada suatu DAS merupakan langkah
yang harus ditempuh. Konservasi yang dilakukan juga tergantung pada
pengendalian aliran permukaan. Usaha untuk pendekatan konservasi air melalui
pembangunan infrastruktur (bendungan dan channel reservoir) merupakan salah satu solusi yang bijaksana. Pendekatan konservasi air dengan jalan menyediakan
air dipermukaan tanah sebagai sumber air irigasi dengan pembangunan
infrastruktur harus dilaksanakan. Pembangunan bendung kecil merupakan salah
satu usaha konservasi sumberdaya air. Disamping sebagai salah satu metode
konservasi sekaligus dapat meningkatkan ketersediaan air untuk mengatasi
kebutuhan air yang terus meningkat, serta meningkatkan resapan.
Dengan dibangunnya bendung kecil ini akan berdampak langsung
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat yang mayoritas bergerak
pada sektor pertanian. Kondisi tersebut akan memberikan manfaat bagi
masyarakat. Dengan begitu perlu adanya perbaikan strategi pengembangan
wilayah agar tercipta kondisi yang lebih baik dengan merubah komposisi potensi
lahan yang ada dan dengan mendirikan industri pedesaan sebagai sarana untuk
menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga dalam pembangunan bendung kecil
ini, selain digunakan untuk konservasi maka dapat juga digunakan sebagai
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada Sub DAS Ciomas - DAS
Cidanau, Serang – Banten. Pengambilan data dan pengolahan data dimulai dari
bulan Februari 2007 sampai dengan Juli 2007.
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah seperangkat
komputer, alat hitung (kalkulator) dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain :
1. Peta wilayah Sub DAS Ciomas – DAS Cidanau, berupa Peta Rupa Bumi
Indonesia dengan skala 1 : 25.000 yang diperoleh dari Balai Koordinasi
Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) Bogor dengan
nomor-nomor peta 1109-542, 1109-631, dan 1109-631
2. Peta tanah skala 1 : 250.000 yang didapat dari Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat Bogor
3. Data curah hujan harian tahun 2002 - 2006 Sub DAS Ciomas
4. Data debit harian tahun 2002 - 2006 Sub DAS Ciomas
5. Data evapotranspirasi harian tahun 2002 – 2006 Stasiun Klimatologi
Serang – Banten
6. Data kependudukan Sub DAS Ciomas tahun 2007
7. Data kondisi sosial ekonomi Sub DAS Ciomas tahun 2007
D. Tahapan Penelitian 1. Pengumpulan Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
memanfaatkan data–data sekunder yang diperoleh dari instansi yang terkait
dalam upaya pembangunan daerah (infrastruktur) yang dilakukan di Sub
DAS Ciomas, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Serang-Banten,
Research Unit Biological and Resources Development (RUBRD)-IPB,
Stasiun Klimatologi Serang-Banten, maupun instansi-instansi terkait dengan
2. Analisis Sub DAS Ciomas
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam analisis Sub DAS Ciomas
antara lain:
a. Wilayah administrasi dan lokasi Sub DAS Ciomas
b. Kondisi sosial ekonomi meliputi keadaan penduduk, pertanian, industri,
peternakan, perikanan saat ini, dimana terdiri dari data sekunder yang
diperoleh dari Kecamatan Ciomas dan data aktual yaitu yang diperoleh
dari hasil survei dan dianalisis lebih lanjut dalam Andriyanto (2007)
c. Menganalisis penampang sungai yang meliputi penampang memanjang
dan penampang melintang sungai, serta elevasinya untuk menentukan
letak dan posisi bendung kecil
d. Keadaan iklim dan hidrologi Sub DAS Ciomas yang meliputi data iklim
(curah hujan dan evapotranspirasi) dan data debit sungai, dimana terdiri
dari data sekunder yang diperoleh dari Kecamatan Ciomas dan Stasiun
Klimatologi Serang
3. Analisis Kebutuhan Air
Secara umum kebutuhan air di Sub DAS Ciomas terdiri dari lima
sektor, yaitu :
a. Kebutuhan air untuk penduduk
b. Kebutuhan air untuk industri
c. Kebutuhan air untuk pertanian
d. Kebutuhan air untuk peternakan
e. Kebutuhan air untuk perikanan
Semakin meningkatnya kebutuhan sumberdaya air sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk, taraf hidup serta peningkatan proses
industrialisasi.
Estimasi kebutuhan air adalah perkiraan banyaknya air yang
dibutuhkan oleh tanaman, penduduk, industri, peternakan dan perikanan
dalam m3/hari. Data yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan air untuk digunakan dalam neraca air diperoleh dari hasil survei yang kemudian dapat
4. Neraca Air Berdasarkan Metode Simulasi
a. Ketersediaan air total
Potensi pasokan air dapat diartikan sebagai banyaknya air
berlebih dari hujan yang jatuh kemudian menjadi aliran permukaan (run off)setelah tanah dalam kondisi jenuh. Adanya kondisi tersebut sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya debit puncak sehingga dapat
menyebabkan banjir pada musim penghujan dan selain itu dapat
menyebabkan kekeringan pada musim kemarau. Jumlah ketersediaan air
total dapat dihitung dari penjumlahan total air yang tersedia di
tampungan setiap harinya.
b. Analisis Neraca Air
Besarnya air yang tersedia dalam suatu DAS dapat dinyatakan
dalam neraca air. Neraca air dianggap sebagai penjelasan yang rinci dari
hukum kekekalan massa (air), yaitu massa tidak bertambah atau tidak
berkurang tetapi hanya berubah bentuk atau berpindah tempat. Persamaan
hidrologi yang merupakan pernyataan secara sederhana dari hukum
kekekalan massa, dinyatakan pada persamaan 1 (Asdak, 2004) :
Eo = I-O-? s ... (1)
Dimana :
Eo = Evaporasi permukaan air tebuka (m3/detik)
I = Aliran masuk (m3/detik) O = Aliran keluar (m3/detik)
?s = Perubahan terhadap simpanan.
Menurut Dandekar dan Sharma (1991 dalam Gunawan, 2006)
sumber utama dari aliran masuk adalah curah hujan, dan sumber–sumber
aliran keluar adalah aliran permukaan, evaporasi, transpirasi, intersepsi
dan sebagainya. Perubahan simpanan adalah pengaruh dari perubahan
keluaran lengas tanah, simpanan cekungan dan simpanan sementara.
volume bendung kecil adalah dengan menggunakan metode neraca air
(DWGR-JICA, 1994 dalam Maulani, 2005) :
V1 = V2 + I + (R x A) – E – Sp – KAP – KAI – Etc ... (2)
Dimana :
V1 = Volume air pada bendung kecil diawal periode harian (m3)
V2 = Volume air pada bendung kecil diakhir periode harian (m3)
R = Jumlah curah hujan harian (m)
A = Luas permukaan bendung kecil (m2)
I = Aliran air ke dalam bendung kecil selama periode harian (m3) E = Kehilangan air akibat evapotranspirasi di bendung kecil (m3) Sp = Kehilangan air akibat rembesan selama periode harian (m3) KAP = Kebutuhan air penduduk selama periode harian (m3)
KAI = Kebutuhan air industri selama periode harian (m3)
Etc = Kebutuhan air untuk pertanian selama periode harian (m3) c. Analisis Data Aliran
Data aliran berupa debit yang digunakan adalah data yang
diperoleh dari kantor Kecamatan Ciomas. Curah hujan dan
evapotranspirasi yang digunakan data curah hujan yang terukur di Stasiun
Klimatologi Serang.
d. Analisis Dimensi Bendung Kecil
Besarnya daerah genangan berdasarkan ketersediaan air yang
dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan air dan memperhitungkan
kontur yang ada. Sedangkan dimensi bendungnya meliputi tinggi dan
Vh = Vi +10 Akt Rj atau Vh = Vj
5. Analisis Neraca Air Berdasarkan Hujan dan Debit Aliran Masuk pada Musim Hujan
a. Ketersediaan Air
Debit aliran masuk ke dalam bendung kecil berasal dari hujan
yang turun di dalam daerah cekungan. Sebagian dari hujan tersebut
menguap, sebagian lagi turun mencapai permukaan tanah. Hujan yang
turun mencapai tanah sebagian masuk ke dalam tanah (infiltrasi), yang
akan mengisi pori-pori tanah sebagian mengalir menuju dam penahan
sebagai aliran bawah permukaan, sedangkan sisanya mengalir di atas
permukaan tanah (run off). Jika pori tanah sudah mengalami kejenuhan, air akan mengalir masuk ke dalam tampungan air tanah. Gerak air ini
disebut sebagai perkolasi. Sedikit demi sedikit air dari tampungan air
tanah mengalir keluar sebagai mata air menuju alur dan disebut aliran
dasar. Sisa dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan, disebut
aliran permukaan, bersama aliran dasar bergerak menuju bendung kecil.
Ketersediaan air dapat dinyatakan sebagai air yang masuk ke
dalam kolam bendung kecil yang terdiri atas dua kelompok, yaitu air
permukaan dari seluruh daerah tadah hujan, dan air hujan efektif yang
langsung jatuh di atas permukaan kolam. Dengan demikian jumlah air
yang masuk ke dalam bendung kecil dapat dinyatakan sebagai berikut :
S S S ... (3)
Dimana :
Vh = Volume air yang dapat mengisi kolam bendung selama
musim hujan (m3)
Vj = Aliran bulanan pada bulan j (m3/bulan)
S Vi = Jumlah aliran total selama musim hujan (m3) Rj = Curah hujan bulanan pada bulan j (mm/bulan)
S Vj = Curah hujan total selama musim hujan (mm), curah hujan
musim kemarau diabaikan
Vn = Vu + Ve + Vi + Vs
b. Analisis Dimensi Bendung Kecil
1) Kapasitas tampung bendung
Bendung yang akan dibangun harus mampu menampung
penuh air di musim penghujan dan kemudian dioperasikan selama
musim kemarau untuk melayani berbagai kebutuhan, dimana
kapasitas tampung yang diperlukan (Vn) adalah :
..……… (4)
Dimana :
Vn = Kapasitas tampung total yang diperlukan suatu wilayah (m3)
Vu = Volume hidup untuk melayani berbagai kehidupan (m3)
Ve = Jumlah penguapan kolam selama musim kemarau (m3)
Vi = Jumlah resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh
bendung selama musim kemarau (m3)
Vs = Ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3)
Namun dalam menentukan kapasitas total suatu bendung
harus pula mempertimbangkan volume atau debit air yang tersedia
(Vh) dan kemampuan topografi untuk menampung air (Vp). Apabila
air yang tersedia atau kemampuan topografi kecil, bendung harus
didesain dengan kapasitas yang lebih kecil daripada kebutuhan
maksimum suatu wilayah. Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan
maksimum suatu wilayah diperlukan pembangunan lebih dari satu
bendung.
2) Ruang sedimen
Ruang untuk sedimen perlu untuk disediakan di kolam
bendung mengingat daya tampungan kecil, walaupun daerah tadah
hujan disarankan agar ditanami vegetasi (rumput) untuk
mengendalikan erosi. Berdasarkan pengamatan beberapa bendung
yang ada, secara praktis ruang sedimen setinggi 1 m di atas dasar
masih dapat dimanfaatkan selama masih belum terisi sedimen. Ruang
inilah yang menentukan umur ekonomis bendung tersebut.
3) Jumlah penguapan (Ve)
Di daerah semi kering penguapan dari kolam bendung akan
relatif besar jumlahnya apalagi aliran masuk di musim kering tidak
ada. Dengan demikian jumlah penguapan selama musim kemarau
perlu diperhitungkan dalam penentuan kapasitas atau tinggi bendung.
Penguapan di permukaan kolam bendung dapat dihitung secara
sederhana seperti berikut :
... (5)
Dimana :
Ve = Jumlah penguapan kolam selama musim kemarau (m3)
Akt = Luas permukaan kolam bendung pada setengan tinggi (ha)
Ekt = Penguapan bulanan dimusim kemarau pada bulan ke-t
(mm/bulan)
4) Jumlah resapan (Vi)
Air di dalam kolam bendung akan meresap masuk ke dalam
pori atau rongga dasar dan dinding kolam bendung. Besarnya resapan
secara praktis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
... (6)
Dimana :
R = Jumlah resapan (m3/hari) L = Luas daerah genangan (m2) P = Perkolasi (m/hari)
5) Menentukan kapasitas tampung desain (Vd)
Untuk menentukan atau memilih kapasitas tampung desain
suatu bendung (Vd) harus membandingkan ketiga hal yaitu :
Ve = 10 . Akt . S Ekt
a) Volume tampungan yang diperlukan (Vn) untuk menyediakan :
- kebutuhan penduduk, pertanian dan industri (Vu) di suatu desa
- volume cadangan untuk kehilangan air karena penguapan (Ve)
dan resapan (Vi)
- ruangan penampung sedimen (Vs) diperkirakan 0.05–0.1 Vu
b) Volume tampungan air yang tersedia musim hujan (Vh)
c) Daya tampung (potensi) selama musim hujan (Vp), yaitu
volume maksimum kolam yang terbentuk karena dibangunnya
suatu bendung.
Dari ketiga besaran tersebut yaitu : Vn, Vh, dan Vp dipilih yang
terkecil sebagai volume/kapasitas tampung desain suatu bendung
(Vd). Bilamana Vh atau Vp yang menentukan, maka kemampuan
bendung yang melayani penduduk akan berkurang yaitu tidak sebesar
yang diperlukan (Vn).
6. Optimasi Pola Tanam
Optimasi pola tanam dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan
air agar jumlahnya tidak melebihi jumlah air yang tersedia atau dapat
dimanfaatkan. Optimasi pola tanam berdasarkan pola tanam sering
digunakan oleh petani yang ada di Sub DAS Ciomas (pada saat ini) dan
untuk perencanaan diprioritaskan tanaman padi sebagai prioritas pertama,
karena dengan pertumbuhan penduduk maka kebutuhan padi akan semakin
meningkat. Dari beberapa pola tanam, dipilih yang paling maksimal dalam
produksi namun sesuai dengan ketersediaan air di Sub DAS Ciomas tersebut
dan komoditas yang dipilih adalah komoditas yang bernilai tinggi yang
nantinya dapat meningkatkan hasil pertanian dan secara otomatis akan
menambah pendapatan masyarakat. Dengan mengolah hasil pertanian
tersebut, maka dapat mengikutsertakan masyarakat sekitar didalamnya,
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahapan Penelitian Analisis Neraca Air :
Volume Tampungan, Debit Tersedia, Realisasi Kebutuhan Air, Potensi Debit Sungai
Selesai
Arahan Penggunaan Lahan dengan Pola Tanam
- Delinasi Peta
- Pembuatan Profil Memanjang dan Melintang Sungai
Analisis Letak Bendung Kecil
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Kebutuhan Air Penduduk, Pertanian, Industri, Peternakan, Perikanan
Simulasi Pertanian Data Sekunder :
- Data curah hujan - Data debit
- Data evapotranspirasi - Data kependudukan
Input Data : ETo, CH, Debit Input Data :
Peta Dasar Sub DAS Ciomas
Input Data : Data Kependudukan
Mulai
IV. KONDISI UMUM SUB DAS CIOMAS
A. Keadaan Biofisik
1. Letak dan Luas Sub DAS Ciomas
Sungai Cidanau merupakan sungai utama DAS Cidanau yang
mempunyai sekitar 21 Sub DAS dan semuanya bermuara di Rawa Danau
kemudian airnya mengalir melalui Sungai Cidanau ke laut. Salah satu Sub
DAS tersebut adalah Sub DAS Ciomas yang menjadi daerah penelitian ini.
Berdasarkan delinasi (Up Dating Peta Digital DAS Cidanau) dari Peta Rupa Bumi Indonesia wilayah DAS Cidanau, dapat diketahui bahwa luas
keseluruhan Sub DAS Ciomas kurang lebih 3.290 Ha.
Batas administrasi Sub DAS Ciomas sebelah Utara berbatasan dengan
Kecamatan Pabuaran, sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Karang,
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padarincang dan Ciomas, sebelah
Timur berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Padarincang. Wilayah Sub
DAS Ciomas sebagian besar hanya melewati dua kecamatan saja yaitu
Kecamatan Ciomas dan Padarincang. Kecamatan Ciomas terdapat sepuluh
desa tetapi yang masuk dalam wilayah Sub DAS Ciomas hanya lima desa.
Pada Kecamatan Padarincang terdapat 13 desa dan yang masuk wilayah Sub
DAS Ciomas hanya dua desa. Dari semua desa-desa tersebut, kemudian dibagi
lagi menjadi beberapa kampung. Keterangan tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 3.
2. Iklim
Wilayah Sub DAS Ciomas menurut data fisik yang ada termasuk Tipe
Iklim B2 (Oldeman), dalam hubungan dengan pertanian khususnya tanaman
pangan telah dijabarkan menurut tipe iklim daerahnya pada Lampiran 4.
Memiliki suhu berkisar antara 18o – 32oC dengan pH rata-rata 4,8 – 6. Curah hujan hampir merata sepanjang tahun, rata-rata curah hujan lima tahun
4. Jenis Tanah
Sebagian Kecamatan Ciomas dan Padarincang adalah yang menjadi
wilayah Sub DAS Ciomas. Berdasarkan analisis Peta Tanah yang didapatkan
dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor serta Forum Komunikasi
DAS Cidanau (2007) dapat diketahui bahwa pada kedua kecamatan tersebut
memiliki dua jenis tanah yaitu Latosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan
Regosol Kelabu Kekuningan. Pada Tabel 4.1 menyajikan jenis tanah dan sifat
[image:43.595.137.510.283.537.2]fisik jenis tanah tersebut.
Tabel 4.1. Jenis Tanah dan Sifat Fisik Tanah Sub DAS Ciomas
No Jenis Tanah Sifat Fisik Tanah
1. Regosol
Tanah ini bertekstur kasar, bahan induknya dari
batuan vulkanik atau reduksial, karena
teksturnya kasar maka daya untuk menyimpan
air kecil.
2. Latosol
Tanah ini mempunyai solum dangkal sampai
dalam, warna tanah kuning sampai coklat.
Bahan induk vulkan atau plutonik, bersifat
intermidier sampai biasa. Pada umumnya kesuburan tanahnya rendah sampai sedang
sehingga tidak mudah tererosi dan tidak mudah
longsor.
Sumber: Forum Komunikasi DAS Cidanau (2007)
Jenis tanah Regosol dapat dijumpai sekitar daerah pegunungan,
tepatnya di dataran rendah kaki bukit sedangkan jenis tanah Latosol dapat
dijumpai pada bentuk lahan dengan topografi mulai dari bergelombang,
berombak, berbukit sampai bergunung (Lembaga Penelitian Tanah, 1969
B. Keadaan Sosial Ekonomi 1.Keadaan Penduduk
Data kependudukan wilayah Sub DAS Ciomas yang digunakan
diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Kecamatan
Ciomas dan Padarincang (Mei, 2007) yang meliputi jumlah penduduk yang
dibagi berdasarkan tiga kelas yaitu kelas rendah, menengah, dan tinggi
(Andriyanto, 2007). Jumlah keseluruhan penduduk di wilayah Sub DAS
Ciomas sampai tahun 2007 adalah 28.357 jiwa. Untuk kelas rendah berjumlah
9.471 jiwa atau sekitar 33% dari total jumlah penduduk, untuk kelas
menengah berjumlah 17.468 jiwa atau sekitar 62% dari total jumlah
penduduk, dan untuk kelas tinggi berjumlah 1.418 jiwa atau sekitar 5% dari
total jumlah penduduk.
2.Keadaan Industri
Sektor industri di kawasan Sub DAS Ciomas masih sedikit jumlahnya,
dikarenakan sebagian penduduknya bermatapencaharian sebagai petani.
Jumlah industri pada tahun 2006 tergolong masih rendah, tidak ada industri
besar yang berkembang. Untuk industri berskala sedang hanya terdapat satu
saja yaitu perusahaan pengolahan air minum dalam kemasan yang berada di
Kecamatan Padarincang dan untuk industri berskala kecil berkembang cukup
banyak, yaitu sekitar 844 buah yang tersebar di Kecamatan Ciomas dan
Padarincang (Serang dalam Angka, 2005).
3.Keadaan Pertanian dan Perkebunan
Kegiatan ekonomi masyarakat wilayah Sub DAS Ciomas,sebagian
besar bergerak pada sektor pertanian yaitu terdiri dari penanaman padi dan
palawija, hortikultura, perkebunan rakyat, dan hutan rakyat. Berdasarkan
analisis Peta Rupa Bumi DAS Cidanau, khususnya Sub DAS Ciomas, luas
sawah yang berada pada Sub DAS Ciomas secara keseluruhan kurang lebih
683,09 Ha, yang sebagian besar adalah sawah irigasi (650,4 Ha) dan sisanya
adalah sawah tadah hujan (32,69 Ha). Pada Gambar 4.1 merupakan salah satu
kegiatan pertanian yaitu padi sawah yang terdapat di Desa Barugbug,
irigasi di daerah tersebut berasal dari sungai Ciomas tersebut. Untuk kegiatan
perkebunan, komoditas yang biasa ditanam pada Sub DAS Ciomas antara lain
[image:45.595.171.474.166.366.2]adalah kelapa, kopi, cengkeh, lada dan nilam.
Gambar 4.1. Sawah di Desa Barugbug, Kecamatan Padarincang
4.Keadaan Peternakan
Sektor peternakan yang ada di wilayah Sub DAS Ciomas cukup
bervariasi jenis dan jumlahnya, namun kebanyakan dalam skala
kecil/peternakan rakyat antara lain yang dikembangkan adalah peternakan
kerbau, kambing, domba, itik, dan itik manila. Sedangkan peternakan dalam
skala besar yang dikembangkan adalah ayam (buras ataupun ras). Berikut
dapat dilihat data populasi ternak pada tahun 2007 di wilayah Sub DAS
Ciomas.
Tabel 4.2. Data Populasi Ternak (ekor) Tahun 2007
No Kecamatan Kerbau Kambing Domba Itik Itik
Manila
Ayam
Buras
Ayam
Ras
1 Ciomas 124 1484 858 264 408 7822 12000
2 Padarincang 147 186 0 115 0 2903 23077
[image:45.595.134.545.608.693.2]5.Keadaan Perikanan
Sektor perikanan pada kawasan Sub DAS Ciomas ini sebagian besar
ditujukan untuk sektor komersial, misalnya untuk pemancingan. Berdasarkan
hasil survei pada tahun 2007, kolam pemancingan yang digunakan adalah tipe
kolam untuk pembesaran ikan dengan volume kolam 90.000 liter yang
berukuran 10 x 10 x 0.9 m. Berikut adalah salah satu contoh kolam
[image:46.595.170.477.253.455.2]pemancingan yang ada pada Kecamatan Padarincang yaitu di desa Barugbug.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Sub DAS Ciomas 1. Topografi
Berdasarkan data dari kantor kecamatan setempat, diketahui bahwa
ketinggian Sub DAS Ciomas berkisar antara 230 m sampai dengan 650 m
diatas permukaan laut. Karakteristik aliran suatu DAS diperkirakan
berdasarkan morfometri DAS yang bersangkutan. Morfometri DAS atau
karakteristik fisik DAS kajian diuraikan antara lain panjang sungai utama,
panjang sungai tingkat 1, 2 dan seterusnya, kemiringan alur sungai utama,
ketinggian DAS, kemiringan lereng DAS, kerapatan darinase (darinage density), serta debit aliran dari stasiun pengukuran debit (AWLR). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran secara umum hubungan antara
karakteristik aliran dan karakteristik fisik DAS pada suatu Sub DAS kajian.
Dari analisis Peta Rupa Bumi DAS Cidanau, jaringan aliran sungai
Ciomas sepintas tampak menyerupai percabangan pohon dengan corak
alirannya berbentuk kombinasi dengan jumlah orde sebanyak tiga. Kemudian
dari analisis peta tersebut diperoleh dua calon lokasi dibangunnya bendung
kecil yang berada di bagian hulu Sub DAS Ciomas yaitu Sungai Ciomas hulu
dan Sungai Cibopong. Kemudian diketahui bahwa panjang sungai Ciomas
hulu ± 3,75 km, sedangkan panjang sungai Cibopong ± 3.46 km. Kerapatan
drainase sungai Ciomas hulu ± 1.69 km/km2, sedangkan kerapatan drainase sungai Cibopong ± 1.499 km/km2. Jika kerapatan drainase kecil, berarti drainase kurang baik, percabangan/anak sungai sedikit, luas DAS kecil dan
daerah tangkapan hujan kecil.
Bendung kecil diarahkan terutama pada Sub DAS Ciomas bagian hulu
merupakan daerah tangkapan air dan pada kawasan tersebut perlu diberikan
perlindungan konservasi lahan, penampungan air dan pengendalian aliran
anak-anak sungai. Ketentuan lain untuk menentukan lokasi sasaran
pembangunan bendung kecil antara lain dicari lokasi dengan topografi
bergelombang pada daerah bagian hulu tersebut. Dipilih daerah yang beralur
0 100 200 300 400 500 600 700
0 125 250 500 750 1000 1125 1250 1750 2000 2125 2375 2625 3000 3375 3500
Jarak (m)
E
le
v
a
s
i
(m
)
2. Penampang Sungai
Analisis penampang sungai dilakukan dengan menggambarkan
penampang memanjang dan penampang melintang sungai, yang diukur
berdasarkan garis kontur sungai Ciomas. Penampang memanjang sungai
diukur untuk mengetahui lokasi yang sesuai untuk pembuatanbendung kecil,
sedangkan penampang melintang sungai dibuat untuk mengetahui seberapa
besar potensi luas daerah genangannnnya.
Untuk penampang memanjang sungai Ciomas Hulu dapat dilihat pada
Gambar 5.1. Dari gambar diperoleh informasi bahwa elevasi tertinggi sungai
berada pada 625 m dan elevasi terendah sungai pada 252.5 m. Kemudian
pemilihan lokasi pembangunan bendung kecil adalah tempat–tempat yang
cukup landai dan tidak berada di dekat outlet sungai. Letak yang mungkin untuk dibangunnya bendung kecil yaitu pada jarak ± 2000 m dari hulu dengan
[image:48.595.132.510.387.590.2]elevasi 362.5 m.
Gambar 5.1. Penampang Memanjang Sungai Ciomas Hulu
Kemudian untuk penampang memanjang sungai Cibopong dapat
dilihat pada Gambar 5.2 . Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa elevasi
tertinggi sungai berada pada 700 m dan elevasi terendah sungai pada 259.5 m.
Letak yang mungkin untuk dibangunnya bendung kecil yaitu pada jarak ±
2250 m dari hulu dengan elevasi 360.5 m.
Elevasi bendung kecil Elevasi tertinggi sungai
0 100 200 300 400 500 600 700 800
0
125 250 375 500 625 637,
5
750 875 1000 1500 1875 2250 2375 2500 3000 3125 3250 3375 Jarak (m)
E
le
v
a
s
i
(m
)
[image:49.595.132.513.84.292.2]Gambar 5.2. Penampang Memanjang Sungai Cibopong
Beberapa titik pada penampang memanjang dapat digambarkan untuk
mendapatkan penampang melintang yang sempit sehingga dapat
meminimalisasi pengerjaan pembuatan bendung kecil. Berikut ini disajikan
gambar penampang melintang sungai Ciomas yang debitnya memungkinkan
untuk pembuatan bendung kecil yang diperoleh dari hasil analisis penelitian
sebelumnya, dimana penampang melintang sungai yang diperoleh merupakan
penampang melintang rata-rata yang dimaksudkan untuk mendekati lebar
penampang sebenarnya. Data tersebut bersumber dari masterplan DAS Cidanau. Penampang melintang tersebut dipergunakan untuk memperkirakan
potensi luas daerah genangan pada sungai Ciomas Hulu dan sungai Cibopong.
Gambar 5.3. Penampang Melintang Sungai Ciomas
Elevasi terendah sungai
Elevasi bendung kecil Elevasi tertinggi sungai
[image:49.595.172.484.560.733.2]0 50000000 100000000 150000000 200000000 250000000
0 100 200 300 400
Hari
ke-J
u
m
la
h
K
e
te
rs
e
d
ia
a
n
A
ir
(l
it
e
r/
h
a
ri
)
Ketersediaan Air C. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Sebelum Dibangunnya Bendung
Kecil
1.Ketersediaan Air
Ketersediaan air pada Sub DAS Ciomas merupakan ketersediaan air
yang ada pada kondisi saat itu, yaitu debit sungai rata-rata selama lima tahun
yang diperoleh dari BPSDA Serang. Berikut adalah grafik ketersediaan air
yang didapat dari hasil perhitungan penelitian sebelumnya (dalam Andriyanto,
[image:50.595.130.510.242.450.2]2007) yang sajikan dalam Gambar 5.4.
Gambar 5.4. Grafik Ketersediaan Air Rata-rata
2.Kebutuhan Air
Kebutuhan air pada Sub DAS Ciomas merupakan kebutuhan air yang
ada pada kondisi saat itu. Perhitungan kebutuhan air dilakukan dengan
menggunakan data-data kondisi saat ini yang ada di Sub DAS Ciomas.
Kebutuhan air kawasan secara keseluruhan didapatkan dari total kebutuhan air
dari beberapa sektor, antara lain sektor pertanian, penduduk, industri,
peternakan dan perikanan.
Dengan menggunakan model kebutuhan air kawasan dan koefisien
kebutuhan air yang yang didapatkan dari laporan penelitian alokasi air
BPSDA Ciliwung-Cisadane 2006, telah dilakukan perhitungan kebutuhan air
a.Kebutuhan Air Pemukiman
Kebutuhan air untuk penduduk wilayah Sub DAS Ciomas
tergantung pada setiap kelas sosialnya, penduduk dengan kelas sosial tinggi
sebanyak 5 %, menengah 62 %, dan rendah 33 % (Serang dalam Angka,
2006). Berikut disajikan jumlah penduduk dan kebutuhan air penduduk
pada masing-masing kelas sosialnya.
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk dan Kebutuhan Air Penduduk
No Kelas
Sosial
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kebutuhan Air Dasar (liter/hari)
k Total
Kebutuhan Air (liter/ hari)
1 Tinggi 1.418 60 1,5 127.620
2 Menengah 17.468 60 1,2 1.257.696
3 Rendah 9.471 60 0,5 248.130
Sumber : Andriyanto, 2007
b.Kebutuhan Air Industri
Kebutuhan air untuk kegiatan industri di wilayah Sub DAS Ciomas
berbeda-beda tergantung pada jenis industrinya. Perhitungan kebutuhan air
industri untuk Sub DAS Ciomas dilakukan dengan menggunakan model
kebutuhan air dan koefisien kebutuhan air industri untuk pedesaan
(Apriliawati, 2005). Pada Tabel 5.2 disajikan jumlah industri dan kebutuhan
air industri pada tiap-tiap jenis industri.
Tabel 5.2. Jumlah Industri dan Kebutuhan Air Industri
No Jenis
Industri
Jumlah Industri
( unit )
Kebutuhan Air Dasar (liter/hari)
k
Total Kebutuhan Air (liter/ unit/ hari)
1 Besar 0 500 8,6 0
2 Sedang 1 500 1,6 800
3 Kecil 844 500 0,4 168.800
c.Kebutuhan Air Pertanian
Kebutuhan air untuk pertanian pada saat itu di wilayah Sub DAS
Ciomas sangat dipengaruhi oleh pola tanam. Ada dua macam pola tanam
yang diterapkan oleh petani setempat yaitu Padi-Padi-Sayuran seluas
416,27 ha atau kurang lebih 64 % dari luas sawah total, dan pola tanam
Padi-Palawija-Sayuran seluas 234,14 ha atau kurang lebih 36 % dari total
luas sawah di wilayah Sub DAS Ciomas.
Kebutuhan air pertanian sendiri tergantung pada curah hujan efektif,
kebutuhan air tanaman, perkolasi dan efisiensi irigasi. Perkolasi untuk
tanaman padi sebesar 3 mm/hari, sedangkan untuk tanaman palawija dan
sayuran tidak memperhitungkan perkolasi. Nilai koefisien tanaman untuk
palawija rata-rata untuk setiap setengah bulannya adalah 0.5; 0.7; 0.95; 1.0;
0.95; dan 0.9. (Doorenbos dan Pruit, 1977 dalam Maulani, 2005). Efisiensi
irigasi diasumsikan sebesar 70 %. Kebutuhan air pertanian untuk
[image:52.595.144.511.443.569.2]masing-masing musim tanam dalam satu tahun disajikan dalam Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Kebutuhan Air Pertanian untuk Masing-masing Musim Tanam dalam Satu Tahun
Musim Tanam
KA Total Pola Tanam
Pertama (liter/musim)
KA Rata-rata (liter/hari)
KA Total
Pola Tanam
Kedua (liter/musim)
KA Rata-rata (liter/hari)
1 415.390.501 34.615.875 1.933.196.933 15.717.048
2 3.565.575.973 28.988.423 4.663.302.234 9.246.017
3 3.724.495.311 30.528.650 5.735.512.942 17.294.487
Sumber : Andriyanto, 2007
d.Kebutuhan Air Peternakan
Tingkat kebutuhan air untuk peternakan setiap harinya berbeda-beda
tergantung jenis ternaknya. Ternak tersebut antara lain kerbau, kambing,
domba, itik, itik manila, ayam buras, dan ayam ras. Setiap jenis ternak
memiliki tingkat kebutuhan air tersendiri setiap harinya. Pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Kebutuhan Air Ternak
Jenis Ternak
Jumlah (ekor)
k KAD
(liter/ekor/hari)
KAT (liter/hari)
Kerbau 271 4,70 15 19.106
Domba 858 1,00 15 12.870
Kambing 1.670 1,00 15 25.050
Ayam 45.802 0,07 15 48.092
Itik 787 0,10 15 1.181
Sumber : Andriyanto, 2007
e.Kebutuhan Air Perikanan
Sektor perikanan di Sub DAS Ciomas kebanyakan berupa
kolam-kolam pemancingan, jenis i