MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN PERBANKAN
( STUDY PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG
TERCATAT DI BEI )
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai
Derajat Sarjana Ekonomi
Oleh :
ISWANTO
201010160311041
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN PERBANKAN
( STUDY PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG
TERCATAT DI BEI )
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai
Derajat Sarjana Ekonomi
Oleh :
ISWANTO
201010160311041
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan
judul “Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Perbankan (Study Pada
Perusahaan Perbankan yang Tercatat Di BEI)”. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu prasyarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi.
Shalawat serta salam tak lupa diucapkan semoga tercurah kepada baginda
Rosululah SAW, keluarga, dan para sahabatnya. Beliaulah yang berjuang dan
membawa bendera islamiah ke dunia ini dengan harapan mengantarkan umatnya
kejalan yang diridhai oleh Allah SWT.
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, bantuan serta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui tulisan ini penulis menyampaikan
banyak terimakasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1.
Bapak Dr. H Nazaruddin Malik, M.Si selaku dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis.
2.
Ibu Dra. Siti Nurhasanah, M,Si selaku dosen wali yang telah memberikan
dukungan dan arahan selama masa studi.
3.
Drs. Wiyono, M.M selaku Dosen Pembimbing I yang dengan tulus ikhlas,
bimbingan dan pengarahan yang berharga sampai akhir penulisan tugas akhir
ini.
4.
Drs. M Jihadi, M.Si selaku Dosen Pembimbing II, yang selalu meluangkan
waktu dan selalu siap membimbing, memberi arahan, semangat serta
dukungan kepada penulis dalam penyusunan Skripsi ini dengan penuh
kesabaran.
5.
Seluruh dosen pengajar, dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Malang.
6.
Ayahanda, Ibunda tercinta serta saudara-saudara saya yang saya sayangi, atas
segala do’a dan dukungan yang diberikan dengan setulus hati dan tanpa henti
untuk selalu menyayangi, membimbing serta berkorban untuk masa depanku.
Semua jasanya tidak akan pernah aku lupakan.
7.
Sahabat-sahabat penulis: Rizky Dwi Ayu, Nobita, Mariana Lestari
(Mboknah), Hesti Anis, Mitta, Bayu Asih (Bu Cil), Ali Ashat, Yayak,
Hilarius (Iyon), Via, Lotus, Kibul, Yuni, Silon, Sugeng, Gilang, Nita, Bashor,
Vika, Anna, Nana, Okky, Eva, dan teman-teman lainnya yang telah
memberikan pelajaran tentang arti persahabatan, dan telah bersedia
mendengarkan segala keluh kesah saya selama ini. Terima kasih atas motivasi
dan dukungan kalian.
8.
Teman-teman Manajemen kelas A angkatan 2010 terimakasih atas kerjasama
yang baik dan saling memberi motivasi yang sangat luar biasa.
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang juga telah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu
penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata,
semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Malang, 26 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...
i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I.
PENDAHULUAN ... 1
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 5
C.
Batasan Penelitian ... 5
D.
Tujuan Penelitian ... 5
E.
Manfaat Penelitian... 6
II.
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A.
Landasan Penelitian Terdahulu ... 7
B.
Kajian Teori ... 9
III.
METODE PENELITIAN ... 26
A.
Jenis Penelitian ... 26
B.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 26
C.
Populasi dan Sampel ... 29
D.
Jenis dan Sumber Data ... 30
E.
Teknik Pengumpulan Data ... 31
F.
Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 31
IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33
B.
Hasil Penelitian ... 35
C.
Pembahasan Hasil Penelitian ... 45
V.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 48
A.
Kesimpulan ... 48
B.
Implikasi ... 48
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Prediksi Kebangkrutan ... 16
Tabel 4.1
Daftar Bank Tidak Bangkrut ... 36
Tabel 4.2
Daftar Bank Bangkrut ... 36
Tabel 4.3 Uji Likelihood yang Memasukkan Kosntanta (Block Number 0) ... 37
Tabel 4.4 Uji Likelihood yang Memasukkan Konstanta dan Seluruh Variabel
Independen (Block Number 1) ... 38
Tabel 4.5
Hasil Pengujian Likelihood ... 38
Tabel 4.6 Tingkat Keakuratan dengan Memasukkan Kosntanta ... 39
Tabel 4.7 Tingkat Keakuratan dengan Memasukkan Kosntanta dan Seluruh
Variabel Independen ... 40
Tabel 4.8
Hasil Cox And Snell R Square dan Negelkerke R Square... 41
Tabel 4.9
Hasil Pengujian Hosmer and Lemeshow’s ... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Daftar Bank Tidak Tidak Bangkrut
Lampiran II Daftar Bank Bangkrut
Lampiran III Ikhtisar Rasio Keuangan Bank Tidak Bangkrut, Bank Bangkrut,
dan Hasil Prediksi
Lampiran IV Output SPSS Regresi Logistik
Lampiran V Scatter Chart
DAFTAR PUSTAKA
Ali Masyhud. 2006.
Manajemen Risiko: Strategi Perbankan Dan Dunia
Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Edisi 1. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Diah Patriana Dewi. 2006. Analisis CAMEL Rating System Sebagai Alat
Prediki Kebangkrutan Bank. Skripsi S-1. Universitas Sebelas Maret.
E- Jurnal. 2013. Pengertian Kebangkrutan
www.E-jurnal.com/2013/09/pengertian-kebangkrutan.html.
Diakses Tanggal 10 April 2014.
E- Jurnal. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan.
www.E-jurnal.com/2013/09/faktor-faktor-penyebab-kebangkrutan
.html?m=1. Diakses tanggal 10 April 2014.
Ganiarto, F.K dan A. Ibad.2003.”Meneropong Kesanggupan Beberapa Bank
Di Dki Jakarta Untuk Memenuhi Ketentuan Rasio Npl Maksimum 5%
Pada Juni 2003”. JBII, Vol, 10,No.1
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Gudono, Ph,D, CMA. 2012. Analisis data multivariat, Ed 2. Yogyakarta:
BPFE
Haryetty. 2010. Analisis Financial Distress Untuk Memprediksi Risiko
Kebangkrutan Perusahaan. Jurnal Ekonomi UNRI.
Idroes, Ferry N. 2008. Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman
Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan
Pelakasanaannya Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Kuncoro ,M dan Suharjono.2002. Manajemen Perbankan Teori Dan Aplikasi.
Ed. I. BPFE Yogyakarta.
Penni Mulyaningrum. 2008. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap
Kebangkrutan Bank Di Indonesia. Thesis Progam Pasca Sarjana.
Universitas Diponegoro.
Rivai Veithzal, dkk. 2007. Bank dan Financial Institution Manajement, Edisi
1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Riyadi, S. 2006. Banking Assets And Liability Manajement, Ed 3. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Jakarta.
Sahamok. Bank-Bank Berhenti Beroperasi.
http://www.sahamok.com/bank/bank-berhenti-beroperasi/.Diakses
Tanggal 20 Januari 2014.
Sartono Agus. 2010. Manajemen Keuangan Teori Dan Aplikasi, Edisi 4.
Yogyakarta: BPFE
Siamat Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter
dan Perbankan, Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : PT. Refika Aditama.
Suharman, H. 2007. “Analisis Risiko Keuangan untuk Memprediksi
Tingkat Kegagalan Usaha Bank.” Jurnal Imiah ASET, Vol. 9, No. 1
Februari
Tradergila. 2010. Refleksi Krisis 2008 Nouriel Roubini Crisis Economics.
http://tradergila.com/2010/05/26/refleksi-krisis-2008-nouriel-roubini-
crisis-economics/comment-page-1/?wpmp_switcher=mobile&wpmp_tp=1. Diakses Tanggal 18 Oktober
2013.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis perbankan yang terjadi pada November 1997 dan terulang kembali di tahun 2008 merupakan situasi ketidak pastiaan karena suku bunga tinggi, ketatnya likuiditas, kredit macet dan depresiasi nilai mata uang rupiah terhadap dollar. Krisis tersebut berawal dari Sub-prime mortage atau disebut juga housing bubble yang mempunyai kesalahan paradigma bahwa “Aset perumahaan akan terus naik, housing never lose value, safe investment”. Sebagai contoh lembaga yang turut mempengaruhi krisis di Indonesia yaitu Lehman Brothers dan Washington Mutual (Trader.com).
Pelajaran berharga dari krisis tersebut adalah bahwa industri perbankan nasional secara fundamental masih lemah karena belum memiliki kelembagaan perbankan yang kokoh yang didukung dengan infrastruktur perbankan yang baik sehingga belum mampu mengatasi gejolak internal maupun eksternal yang datang secara tiba-tiba. Fundamental perbankan yang belum kokoh merupakan tantangan yang masih harus diselesaikan guna mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kuat dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang diharapkan.
2
terintegrasi kebijakan moneter dan fiskal yang masih absen dari paska krisis yang terjadi di Indonesia. Sebagai lembaga keuangan, bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. (Dahlan Siamat, 2005:275)
Sebagai satu-satunya lembaga keuangan depositori, bank memiliki izin untuk menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito. Dana yang diperoleh kemudian dapat dialokasikan ke dalam aktiva dalam bentuk pemberian pinjaman dan investasi ( Ferry N. Idroes, 2008: 15). Kekhususan kegiatan yang dilakukan oleh bank ini berperan sebagai lembaga intermediasi yang menghimpun dana-dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk menjadi lebih produktif. Sebagai lembaga penyelenggara dan penyedia layanan jasa-jasa di bidang keuangan serta lalu lintas pembayaran maupun pemberian jasa-jasa keuangan lainnya (Masyhud Ali, 2006:356).
3
(Ferry N. Idroes, 2008:22-23) Banyak teori yang tersedia untuk mendefinisikan jenis-jenis risiko dalam menjalankan bisnis perbankan diantaranya risiko finansial dan risiko nonfinansial. Risiko finansial terkait dengan kerugian langsung berupa hilangnya sejumlah uang akibat risiko yang terjadi termasuk di dalamnya risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko kosentrasi kredit dan risiko suku bunga pada bank. Pada sisi lain, risiko nonfinansial terkait pada kerugian yang tidak dapat dikalkulasikan secara jelas jumlahnya seperti risiko bisnis, risiko stratejik, serta risiko reputasional.
Pengukuran risiko tersebut dimaksudkan agar bank mampu mengkalkulasikan eksprosur risiko yang melekat pada kegiatan usahanya sehingga bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap pemangku kepentingan (stakeholders) bank, yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga kepada perekonomian secara umum. Risiko yang memberikan dampak secara keseluruhan inilah yang disebut dengan systemic risk.
4
LPS ini ditetapkan sebagai peraturan pelaksanaan UU LPS dalam rangka melakukan likuidasi bank gagal yang dicabut izin usahanya dan optimalisasi pelaksanaan proses likuidasi atas Peraturan LPS Nomor 2/PLPS/2005 tentang Likuidasi Bank (www.lps.go.id).
Sehubungan dengan pengertian bank, peranannya di sektor perbankan, hal-hal yang menyebabkan bank dilikuidasi karena bangkrut yang memberikan dampak menyeluruh (systemic risk) sampai peranan LPS dalam melaksanakan penyelesaian bank gagal. Maka, industri perbankan adalah bersifat spesifik, yaitu bahwa perbankan dalam suatu negara selalu berkenaan dengan hajat hidup orang banyak yang memiliki unsur intermediasi atau sebagai agent of development.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah rasio CAMEL yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan perusahan perbankan yang tercatat di BEI ?
2. Seberapa besar tingkat ketepatan prediksi yang dihasilkan oleh persamaan logistik dalam melihat kebangkrutan bank ?
C. Batasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rasio CAMEL dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan perbankan. Di antaranya rasio (CAR, NPL, ROA, ROE, NIM, dan LDR) sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa laporan keuangan tahunan yang tecatat di BEI periode 2008-2012 dan laporan keuangan 1 tahun sebelum bank dinyatakan bangkrut atau dilikuidasi untuk dijadikan perbandingan dalam analisis.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui rasio CAMEL yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan perusahan perbankan yang tercatat di BEI.
6
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pihak bank
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan menjadi bahan referensi dalam evaluasi kinerja perbankan.
2. Bagi Investor
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah referensi dan pemahaman dalam pertimbangan pengambilan keputusan investasi.
3. Bagi peneliti selanjutnya
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Penelitian Terdahulu
Diah Patriana Dewi (2006) dengan judul “Analisis CAMEL Rating
System Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan Bank”. Penelitian ini
menggunakan 2 kategori sampel yaitu kelompok bank bangkrut dan
kelompok bank sehat pada periode 1994-1997. Variabel yang digunakan
dalam mengukur tingkat kesehatan bank sebanyak 7 variabel (CAR, RORA,
NMP, ROA, BOPO, CML, LDR). Hasil penelitiannya menyatakan hasil
analisis regresi logistik untuk mengetahui prediksi rasio keuangan antara
bank bangkrut dan bank sehat menunjukkan bahwa secara bersama – sama
(multivariate analysis) rasio – rasio CAMEL yaitu rasio RORA, NPM, ROA,
dan BOPO mampu memprediksi kebangkrutan bank sampai 75% adalah
akurat. Dari keempat rasio RORA, NPM, ROA, dan BOPO hanya rasio
RORA yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemungkinan
kebangkrutan bank dengan tingkat signifikansi 2,6%.
Penni Mulyaningrum (2008) dengan judul “Pengaruh Rasio Keuangan
Terhadap Kebangkrutan Bank Di Indonesia”. Penelitiannya menggunakan
semua populasi bank di Indonesia pada tahun 2006 yakni berjumlah 130 bank
dan menggunakan variabel independent di antaranya; CAR, LDR, NPL,
BOPO, ROA, ROE, NIM. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa variabel
8
nilai signifikansi sebesar 0,049 dari rata-rata sebesar 76,30% untuk
keseluruhan bank. Di samping itu nilai rata-rata NPL keseluruhan bank
sebesar 4,25% yang mengindikasikan bahwa rata-rata kredit yang diberikan
tidak bermasalah dalam pengembaliannya.
Haryetty (2010) dengan judul “Analisis Financial Distress Untuk
Memprediksi Risiko Kebangkrutan Perusahaan (Studi Pada Industri
Perbankan Di BEI)”, penelitiannya menggunakan 10 sampel bank umum
swasta nasional pada tahun 2004-2007 dan menggunakan 12 rasio keuangan
yang dilakukan dengan pendekatan financial distress dengan hasil
penelitiaanya bahwa rasio keuangan yang paling dominan dalam mendorong
bank terancam financial distress sehingga memiliki risiko kebangkrutan
adalah rasio NPL (Non Performing Loan).
Berdasarkan atas penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
terdapat perbedaan dan persamaan antara penelitian yang dilakukan dengan
penelitian sebelumnya. Kesamaan penelitian yang akan dilakukan dengan
penelitian terdahulu adalah memprediksi kebangkrutan bank dengan
menggunakan rasio keuangan metode CAMEL. Sedangkan perbedaanya
adalah dalam periode penelitian, di mana periode penelitian ini menggunakan
periode 2008-2012. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return on
Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), dan
9
B. Kajian Teori
Banyak bankers dan pakar mendefinisikan bank yang berbeda, namun
pada dasarnya sepakat mengatakan bahwa bank sebagai badan usaha yang
kegiatan utamanya menerima simpanan dari masyarakat dan kemudian
mengalokasikannya kembali untuk memperoleh keuntungan serta
menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. G.M Verryn Stuart
dalam Veithzal (2007) menyatakan bahwa bank adalah suatu badan yang
bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat
pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun
dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar uang berupa uang giral.
Menurut Howard D. Crosse dan George J. Hemple dalam Veitzhal
(2007) menyatakan bank adalah suatu organisasi yang menggabungkan usaha
manusia dan sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsi bank
dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat dan untuk memperoleh
keuntungan bagi pemilik. Sementara itu, menurut F. E. Perry (2008), bank
adalah suatu badan usaha yang transaksinya berkaitan dengan uang,
menerima simpanan (deposit) dari nasabah, menyediakan dana atas setiap
penarikan, melakukan penagihan cek-cek atas perintah nasabah, memberikan
kredit, dan atau menanamkan kelebihan simpanan tersebut sampai dibutuhkan
untuk pembayaran kembali.
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
bentuk-10
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
banyak.(Veithzal Rivai, dkk, 2007:321).
1. Dampak Risiko Perbankan
(Ferry N. Idroes, 2008: 24) Sebagai dampak terjadinya risiko
kerugian keuangan langsung, kerugian akibat risiko (risk loss) pada suatu
bank dampat berdampak pada pemangku kepentingan (stakeholders) bank,
yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga
kepada perekonomian secara umum. Pengaruh risk loss pada pemegang
saham dan karyawan adlah langsung, sementara pengaruh terhadap
nasabah dan perekonomian tidak langsung. Berikut akan diuraikan dampak
potensial terhadap stakeholders dan ekonomi.
a. Dampak terhadap pemegang saham.
Pengaruh risk loss terhadap pemegang saham antara lain:
1) Penurunan nilai investasi, yang akan memberikan pengaruh
terhadap penurunan harga dan atau penurunan keuntungan;
turunnya harga saham menurunkan nilai perusahaan yang berarti
turunnya kesejahteraan pemegang saham.
2) Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya diterima
sebagai akibat dari turunnya keuntungan perusahaan.
3) Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang paling
parah adalah kebangkrutan perusahaan yang melenyapkan nilai
11
b. Dampak terhadap karyawan.
Karyawan suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk
event) yang menimbulkan risk loss terkait dengan keterlibatan mereka.
Pengaruh tersebut dapat berupa:
1) Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang menimbulkan
kerugian.
2) Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau potongan
gaji.
3) Pemutusan hubungan kerja.
c. Dampak terhadap nasabah.
Kegagalan dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap
nasabah. Dampak yang terjadi dapat secara langsung maupun tidak
langsung dan tidak seketika dapat diidentifikasikan. Pengaruh risk event
yang berlangsung secara berkelanjutan, pada gilirannya akan
menimbulkan risk loss terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri.
Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap nasabah bank adalah:
1) Merosotnya tingkat pelayanan;
2) Berkurangnya jenis dan kualitas produk yang ditawarkan
3) Krisis likuidasi sehingga menyulitkan dalam pencairan dana.
4) Perubahan peraturan.
d. Dampak terhadap perekonomian.
Masyhud Ali, (2006:43-44) menyatakan bahwa dampak bagi
12
kegiatan operasional perbankan memiliki kaitan
pengaruh-mempengaruhi dengan terjadinya siklus dalam perekonomian. Secara
timbal balik, terjadinya siklus dalam perekonomian (economic cycle)
itu dapat menyebabkan bank terjebak dalam “procyclicality effect”.
Istilah ini mengacu pada terdapatnya gejala di mana pada periode
booming economic condition, bank terjerumus pada posisi “over
lending”. Sedangkan sebaliknya pada periode resesi bank menjadi
“under lending”.
Ferry N. Idroes, (2008:25) menyatakan bahwa risk loss yang
terjadi pada suatu bank akan menimbulkan dampak tidak hanya
terhadap bank yang bersangkutan, tetapi juga akan berdampak terhadap
nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang
ditimbulkan tersebut dinamakan risiko sistemik (systemic risk). Risiko
sistemik secara spesifik adalah risiko kegagalan bank yang dapat
merusak perekonomian secara keseluruhan dan secara langsung
berdampak kepada karyawan, nasabah dan pemegang saham.
Secara umum, masyarakat awam tidak mengenal apa yang
disebut sebagai risiko sistemik. Namun mereka tidak asing dengan
istilah run on a bank ( baik riil maupun hanya persepsi dari nasabah).
Artinya sebuah bank di “rush” oleh nasabah bank yang ingin menarik
kembalik dananya secara bersamaan dan besar-besaran. Hal ini terjadi
13
menyediakan dana cukup pada saat nasabah melakukan penarikan
dananya.
2. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Dahlan Siamat, (2005: 179&183) menyatakan bahwa Lembaga
Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004. Menurut undang-undang ini LPS
merupakan lembaga idependen, transparan dan akuntabel dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya serta bertanggung jawab langsung
kepada Menteri Keuangan. Independensi LPS mengandung arti bahwa
pihak manapun termasuk pemerintah tidak boleh melakukan campur
tangan dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan oleh
undang-undang kecuali hal-hal yang dinyatakan secara jelas dalam
undang-undang ini.
Fungsi LPS sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 24
Tahun 2004 adalah:
a. Menjamin simpanan nasabah penyimpan dan,
b. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai
dengan kewenangannya.
Dalam menjalankan fungsi-fungsinya tersebut diatas. LPS
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjamin
simpanan.
14
c. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif
memelihara stabilitas sistem perbankan,
d. Merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyesuaian
bank gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sitemik dan,
e. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.
Sementara dalam rangka melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas.
LPS mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. Menetapkan dan memungut premi penjaminan,
b. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali
menjadi peserta,
c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
d. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan
keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak
melanggar kerahasiaan bank,
e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi dan atau konfirmasi atas data
sebagaimana dimaksudkan pada huruf d,
f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugasakan pihak lain untuk
bertindak bagi kepentingan dna/atau atas nama LPS, guna
melaksanakan sebagaimana tugas tertentu,
h. Melakukan penyuluhan kepada bank dan mayarakat tentang
penjaminan simpanan dan,
15
Selanjutnya, dalam melaksanakan penyelesaian dan penanganan
bank gagal, LPS memiliki kewenangan:
a. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan kewenangan
pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS,
b. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank gagal yang
diselamatkan,
c. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap
kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak
ketiga yang merugikan bank, dan
3. Istilah Kebangkrutan
Prediksi mengenai perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan (financial distress), yang kemudian mengalami kebangkrutan
merupakan suatu anallisis yang penting bagi pihak-pihak yang
berkepentingan seperti kreditur, investor, otoritas pembuat peraturan,
auditor maupun manajemen. Bagi kreditur analisis ini menjadi bahan
pertimbangan utama dalam memutuskan untuk menarik piutangnya,
menambah piutang untuk mengatasi kesulitan tersebut, atau mengambil
kebijakan lain. Sementara dari sisi investor hasil analisisnya akan
digunakan untuk menentukan sikap terhadap sekuritas yang dimiliki pada
perusahaan di mana ia berinvestasi (Agus Sartono, 2010:114).
Terdapat beberapa pengertian kebangkrutan. Kebangkrutan
(bangkrupty) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam
16
Mastuti (2003) dalam E–Jurnal (2013). Sedangkan menurut
undang-undang No. 4 Tahun 1998, kebangkrutan adalah keadaan dimana suatu
institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur menilai dua /
lebih kreditur dan tidak membayar setidaknya satu utang yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih. (E-Jurnal 2013).
Menurut Farid dan Siswanto (1998) dalam Penny (2008), dalam
menentukan model kebangkrutan melalui analisis keuangan kemungkinan
kesalahan klasifikasi model (classification error) bisa dikelompokkan
menjadi dua:
a. Error tipe I terjadi apabila timbul misclasification yang disebabkan
oleh adanya prediksi bahwa perusahaan tidak bangkrut, tetapi
ternyata mengalami kebangkrutan.
b. Error tipe II terjadi apabila timbul misclasification prediksi yang
disebabkan oleh adanya prediksi bahwa perusahaan bangkrut, tetapi
[image:34.612.157.524.518.651.2]kenyataannya tidak bangkrut.
Tabel 2.1
Prediksi kebangkrutan
Hasil yang diharapkan Hasil sesungguhnya
Bangkrut Tidak bangkrut
Bangkrut
Tidak bangkrut
Benar
Kesalahan Tipe I Biaya : kecil 0% - 10%
Kesalahan Tipe II Biaya : lebih dari 100%
17
4. Penyebab Kebangkrutan
Banyak faktor-faktor penyebab kebangkrutan. Darsono dan Ashari
(2005) dalam E- Jurnal (2013), menyatakan secara garis besar penyebab
kebangkrutan bisa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan
perusahaan yaitu:
a. Manajemen yang tidak efisien. Manajemen yang tidak efisien akan
mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya
menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya.
Ketidakefisien ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya,
kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.
b. Ketidak seimbangan dalam modal yang dimiliki yang jumlah piutang-
hutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan
biaya bungayang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa
menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan
karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak
menghasilkan pendapatan.
c. Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan
akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya
kebangkrutan perusahaan. Kecurangan dapat berupa manajemen yang
korup / memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau
18
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan
kebangkrutan adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari atau berpindah
sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan.
b. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu
memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain
dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan
menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan
sehingga memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi kepada
pelanggan (E – Jurnal, 2013).
5. Rasio CAMEL
Aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi
keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank.
CAMEL merupakan tolok ukur yang menjadi objek pemeriksaan bank
yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima kriteria,
yaitu: modal (capital), aktiva (assets), manajemen, pendapatan (earnings),
dan likuiditas (liquidity). Diketahui bahwa industri perbankan adalah
bersifat spesifik, yaitu bahwa keberadaan perbankan dalam suatu negara
selalu berkenaan dengan hajat hidup orang banyak. Di sinilah, kesehatan
bank itu perlu menjadi kajian serius dari pihak perbankan itu sendiri, dan
tentu saja dari pihak regulator (pemerintah). Veithzal Rivai, dkk,
19
Veithzal Rivai, dkk, (2007:705) menyatakan keberadaan konsep
CAMEL dapat dijelaskan melalui beberapa aspek berikut, dan juga
merupakan variabel independen penelitian ini:
a. Penilaian Pemodalan (Capital)
Capital untuk memastikan kecukupan modal dan cadangan
untuk memikul risiko yang mungkin timbul. Sesuai dengan
Peraturan Bank Indonesia, pendekatan sebagai dasar dalam
penilaian pemodalan ini adalah sebagai berikut : Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Bank diwajibkan
menyediakan modal sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko (ATMR) dengan catatan Bank Indonesia tidak terdapat
faktor lain yang dapat menambah risiko di luar yang telah dihitung
secara kuantitatif.
Modal merupakan benteng pertahanan bagi bank yang
terdiri dari modal inti yang di dalamnya meliputi: modal disetor,
agio saham, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan,
laba ditahan, dan laba tahun bertahan serta modal pelengkap yang
di dalamnya meliputi: cadangan revaluasi aktiva tetap, penyisihan
penghapusan aktiva produktif, modal pinjaman, dan pinjaman
subordinasi. Rumus yang digunakan adalah:
! "# # $
% &''(
20
% &''(
Menurut Laporan Pengawasan Perbankan (LPP) bahwa
bank yang masuk dalam pengawasan maupun yang sudah
dilikuidasi mempunyai potensi systemic risk karena memiliki
ciri-ciri total aset yang cukup besar.
b. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif (Assets Quality)
Salah satu rasio dalam mengukur risiko usaha yaitu Non
Performing Loan (NPL) seperti yang digunakan oleh Bank
Indonesia. Risiko usaha sering disebut dengan kualitas aktiva
produktif. Risiko kredit yaitu risiko yang timbul apabila peminjam
tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam dan bunga yang
harus dibayarnya. Salah satu rasio dalam mengukur risiko usaha
yaitu Non Performing Loan (NPL) seperti yang digunakan oleh
Bank Indonesia. Rumus yang digunakan adalah :
) * +, - ,. / 0
, % &''(
Kualitas kredit ditentukan oleh kolektibilitasnya, yaitu
lancar tidaknya pembayaran bunga dan pokok pinjaman serta
kemampuan debitur yang ditinjau dari keadaan usahanya. Oleh
karena itu, kolektibilitas kredit dikategorikan menjadi lancar,
dengan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet.
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah
21
kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian. Kredit
bermasalah menurut ketentuan Bank Indonesia merupakan kredit
yang digolongkan ke dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan
dan macet (Kuncoro dan Suharjono, 2001).
Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2001), kredit bermasalah
akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, yang selanjutnya
memungkinkan terjadinya penurunan laba. Ganiarto dan Ibad
(2003), menyatakan NPL menurunkan profitabilitas bank. Ganiarto
dan Ibad (2003) juga menyatakan bahwa semakin besar NPL
semakin besar pula cadangan yang harus dibentuk, yang berarti
semakin besar opportunity cost yang harus ditanggung oleh bank
yang pada akhirnya dapat mengakibatkan potensi kerugian pada
bank.
c. Penilaian Kualitas Manajemen
Manajemen umum memastikan kualitas dan tingkat
kedalaman penerapan prinsip manajemen bank yang sehat,
terutama yang terkait dengan manajemen umum dan manajemen
risiko. Qurriyani (2012) menyatakan bahwa perolehan laba sesuatu
bank itu merupakan refleksi dari aspek manajemen. Penilaian ini
didasarkan pada rasio dengan rumus sebagai berikut:
Return on Total Aset (ROA)
1 * - 2 - 3. 4
22
ROA menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam
menghasilkan income dari pengelolaan asset yang dimiliki. Riyadi
(2006) menyatakan ROA adalah rasio profitabilitas yang
menunjukan perbandingan antara laba (sebelum pajak), dengan
total asset bank, rasio ini menunjukan tingkat efisiensi pengelolaan
asset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.
d. Penilaian Rentabilitas (Earning )
Penilaian rentabilitas adalah hasil perolehan dari investasi
yang dikatakan dengan persentase dari besarnya investasi.
Pendekatan penilaian kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas
terhadap komponen berikut:
a) Return on Equity (ROE)
16 * - / 0 4
2 , % &''(
Return on equity merupakan indikator yang amat
penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk
mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih
yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan rasio
ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari laba yang
bersangkutan yang selanjutnya dikaitkan dengan peluang
kemungkinan pembayaran dividen (terutama bagi bank yang
go publik) Vietzal Rivai dkk (2007).
Menurut Riyadi (2006), Return on Equity adalah rasio
23
(setelah pajak) dengan Modal (Modal Inti) bank, rasio ini
menunjukkan tingkat % (persentase) yang dapat dihasilkan.
b) Net Interest Margin (NIM)
) 7 ,/ 0 8 73 9 7 - 73 :
5 , 3 ; % &''(
Rasio ini menunjukkan kemampuan earning assets
dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih. Riyadi (2006)
menyatakan bahwa Net Interest Margin adalah perbandingan
antara Interest Income dikurangi Interest Expenses dibagi
dengan Average Interest Earning Assets. Net Interest Margin
(NIM) mengukur kemampuan earning asset / aktiva produktif
atas hasil pendapatanya (net interest income / NII). Earning
asset terdiri dari surat-surat berharga, surat-surat berjangka,
pinjaman, penyertaan dan aktiva valuta asing. Sawir dalam
Suharman (2007) menyatakan semakin tinggi rasio,
menunjukkan semakin rendah kemungkinan bank mengalami
kebangkrutan.
e. Penilaian Likuiditas (Liquidity)
Veitzhal Rivai dkk, (2007:722) menyatakan bahwa
Penilaian likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan
bank untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan likuiditas yang
24
dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta
lancar lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya.
Salah satu rasio keuangan untuk mengukur likuiditas adalah
Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio ini mengukur perbandingan
jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh
bank, yang menggambarkan kemampuan bank dalam membayar
kembali penarikan dana oleh deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.oleh karena itu,
semakin tinggi rasionya memberikan indikasi rendahnya
kemampuan likuiditas bank tersebut, hal ini sebagai akibat jumlah
dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin
besar. Adapun rumusnya sebagai berikut Veitzhal Rivai dkk
(2007:724):
*< =3. 0 +, > < - ,
< 0 + % &''(
C. Hipotesis
Dari hasil penelitian terdahulu maka penelitian ini mengajukan hipotesis
sebagai berikut: rasio LDR yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan
perusahan perbankan yang tercatat di BEI.
D. Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teori diatas, dapat dibuat suatu model penelitian
25
CAMEL yang diantaranya: CAR, NPL, ROA, ROE, NIM, LDR yang akan
digunakan dalam memprediksi variabel dependen berupa probabilitas
kebangkrutan bank. Variabel dependen bersifat dikotomi dan kategorikal
yang mempunyai nilai 1 untuk bank bangkrut dan 0 untuk bank tidak
[image:43.612.148.491.270.415.2]bangkrut. Berikut ini adalah kerangka model penelitiannya:
Gambar 2.1 Kerangka Model Penelitian
X1 = CAR X2 = NPL X3 = ROA X4 = ROE X5 = NIM X6 = LDR