• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Karakteristik Balita, Kondisi Fisik Rumah, Perilaku Penghuni Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Marubun Jaya Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2016"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ISPA

2.1.1 Pengertian ISPA

ISPA adalah penyakit saluran pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis, dan pneumonia yang dapat berlangsung selama 14 hari.Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit tersebut.Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta oragan seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes, 2008).

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka diperlukan usah agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan.Perbedaan ISPA dengan pneumonia yaitu ditandai apabila balita penderita ISPA menderita batuk-pilek yang tidak menunjukkan gejala frekuensi sesak nafas dan tidak menunjukkan adanya penarikan dinding bagian bawah ke dalam (Depkes, 2008).

(2)

parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran nafas bawah misalnya bronchitis, bila menyerang anak-anak,khususnya balita akan memberikan gambaran klinik yang berat dan sering sekali berakhir dengan kematian (Alsagaff, 2006).

2.1.2 Klasifikasi ISPA

Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Desi (2015):

1. ISPA ringan adalah seorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk,pilek dan sesak.

2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39 ºC dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun.

Klasifikasi ISPA dalam WHO (2003) yaitu : a. Berdasarkan Lokasi Anatomik

Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas dan ISPA bawah. Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (Common cold), Pharingitis, Otitis, Flusalesma, Sinusitis dan lain-lain.ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan Pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian (WHO, 2003).

b. Berdasarkan Golongan Umur

Berdasarkan golongan umur, ISPA dapat diklasifikasikan atas 2 bagian yaitu sebagai berikut:

(3)

dada yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (WHO, 2003).

2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi atas pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas.Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur yaitu 40 kali permenit atau lebih.Bukan pneumoni bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat (WHO, 2003).

2.1.3Etiologi

Menurut Widoyono (2008) etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis penyakit bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Beberapa diantaranya

1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus, dan influenza.

2. Virus : influenza, adenovirus, sitomegalovirus.

3. Jamur : Aspergiius sp., Candida albicans, dan Histoplasma.

4.Aspirasi : makanan, asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian dan mainan plastik).

2.1.4 Diagnosa ISPA

(4)

ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura (Halim, 2000).

Diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.Rujukan penderita pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum.Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non pnemonia lainnya (Halim, 2000). 2.1.5 Penyebaran Infeksi

Menurut Alsagaff (2006), pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu: 1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk

2. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin 3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah di cemari jasad renik (hand to hand transmission)

(5)

2.1.6 Gejala ISPA

Secara umum yang sering di dapat adalah rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk-batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis.Suhu badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah dan insomnia.Kadang-kadang dapat juga terjadi diare. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit (Alsagaff, 2006 ).

Gejala ISPA pada balita secara umum sebagai berikut: batuk dengan dahak kental, pilek, kesukaran bernapas (sesak napas), suara serak, nyeri tenggorokan, suhu tubuh yang cenderung meningkat, sakit kepala, lesu, gelisah, nafsu makan menurun (Hartono, 2012).

2.1.7 Faktor Risiko

Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Adelina (2014) secara umum terdapat 3 faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, dan faktor perilaku.

1.Faktor lingkungan

a.Pencemaran udara dalam rumah

(6)

b.Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

c.Kepadatan hunian rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, kepadatan hunian ruang tidur minimal luasnya 8m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

2. Faktor Individu Anak a. Umur anak

Sejumlah studi yang bedar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi,balita dan usia dini anak-anak tetapi akan menurun ketika remaja.

b. Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita.Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi.

c. Status Imunisasi

(7)

campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk menghindari faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakit tidak menjadi lebih berat.

3. Faktor Perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya.Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga saling mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga.Hal ini perlu banyak menyerang balita, sehingga ibu dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

(8)

2.1.8Pencegahan ISPA

Menurut Misnadiarly (2008) pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan : 1.Menyediakan makanan bergizi sesuai preferensi anak dan kemampuan untuk mengkonsumsi makanan untuk mendukung kekebalan tubuh alami

2. Pemberian imunisasi lengkap kepada anak

3. Keadaan fisik rumah yang baik, seperti : ventilasi rumah dan kelembaban yang memenuhi syarat.

4. Menjaga kebersihan rumah, tubuh, makanan dan lingkungan agar bebas kuman penyakit.

5. Menghindari pajanan asap rokok, asap dapur

6. Mencegah kontak dengan penderita ISPA dan isolasi penderita ISPA untuk mencegah penyebaran penyakit.

2.2 Karakteristik Balita

2.2.1 Berat Badan Lahir (BBL)

Menurut Depkes RI didalam Maryani (2012), berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infesi terutama ISPA.

(9)

pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernafasan tetapi mengalami lebih berat infeksinya (Maryani,2012).

2.2.2 Status Imunisasi

Imunisasi adalah menyuntikkan virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan dosis tertentu (kecuali untuk vaksin polio, yang biasanya diberikan lewat mulut). Vaksin dirancang untuk memicu tubuh agar membuat antibodi,tapi tidak cukup kuat untuk bisa menimbulkan infeksi atau penularan dari penyakit itu sendiri.Imunisasi dapat mencegah atau meminimalkan risiko terkena beberapa penyakit menular yang sering menyerang bayi,balita dan anak-anak seperti ISPA (Grifford,2008).

(10)

kematian bayi serta balita yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Adelina,2014).

Menurut Adelina (2014), jenis-jenis imunisasi dan jadwal pemberian imunisasi yang diharuskan di Indonesia yaitu sebagai berikut :

1.Imunisasi BCG(bacillus calmette-guerrin )

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC).Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang pada saat berumur 2 bulan atau 3 bulan.Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini berhasil maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Dengan cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas.

2.Imunisasi DPT

Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Pemberian imunisasi DPT sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Cara pemberian imunisasi melalui suntikanintar muskuler. Efek samping dari imunisasi ini hanya gejala-gejala ringan seperti sedikit demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan agak nyeri dan pegal-pegal di daerah penyuntikan dan akan hilang sendiri dalam beberapa hari.

3.Imunisasi Polio

(11)

interval 4 minggu.Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama setelah lahir.Selanjutnya, vaksin ini diberikan tiga kali, yakni saat bayi berumur 2, 4, dan 6 bulan.

4.Hepatitis B

Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegahan penyakit liver (hati).Virus ini dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dalam kandungan. Pemberian imunisasi dilakukan dalam waktu kurang dari 12 jam sejak lahir (0 hari) dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 6 bulan.

5.Imunisasi Campak

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali yaitu pada usia 9 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan.

2.2.3Status ASI Ekslusif

Menurut Grifford (2008), ASI adalah makanan pertama yang paling cocok bagi bayi karena mengandung semua asupan gizi yang diperlukan agar bayi tumbuh sehat dengan proporsi yang tepat dan bisa tersedia langsung tanpa harus repot mensterilkan peralatan untuk memberikan susu pada bayi. Susu formula yang dibuat mendekati karakteristik dari ASI, tetapi susu formula tetap tidak bisa memberikan manfaat kesehatan seperti ASI, yang akan memberikan banyak keuntungan banyak bagi bayi.

(12)

sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-ekslusif cenderung sering mengalami ISPA (Rusca et al, 2011).

Pemberian ASI secara ekslusif dianjurkan minimal 4 bulan lamanya tetapi lebih baik jika diberikan selama 6 bulan. Para ahli mengemukakan bahwa manfaat ASI akan semakin meningkat jika bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Setelah bayi berusia 6 bulan,barulah bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping secara benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diberikan kepada bayi sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih 2 tahun. Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan apapun sampai berusia 6 bulan kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus yang membuat bayi perlu diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan.Misalnya terjadi peningkatan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI ekslusif tidak berjalan dengan baik. Namun,sebelum diberikan makanan tambahan, ibu sebaiknya memperbaiki terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada bayi (Roesli, 2001).

ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan. Menurut Grifford (2008) ada tiga manfaat ASI yaitu:

1. ASI meningkatkan daya tubuh

(13)

tanpa bantuan makanan akan menghasilkan lebih banyak antibodi sebagai responsnya terhadap vaknisasi.

2. ASI meningkatkan kecerdasan

ASI mengandung asam lemak non jenuh yang memiliki rantai panjang, yaitu DHA (docosahexaenoic acid) dan AA (aracbidonic acid), yang sangat diperlukan bagi perkembangan otak, jaringan syaraf dan retina mata bayi. Penelitian telah menunjukkan bahwa bayi yang menerima DHA dan AA memiliki kecerdasan kognitif yang lebih tinggi pada usia 10 bulan jika dibandingkan dengan kelompok kendali dari bayi yang tidak menerima zat-zat itu. Sebuah laporan yang dimuat dalam Lancet menyebutkan bahwa IQ dari bayi-bayi yang mendapatkan ASI pada umumnya lebih tinggi delapan poin daripada bayi-bayi yang tidak diberikan ASI.

3. Menghemat pengeluaran biaya

Menyusui secara ekslusif dapat menghemat biaya pengeluaran rumah tangga karena tidak mengeluarkan biaya untuk membeli susu formula dan makanan bayi selama 6 bulan.

Menurut Suraatmaja dalam Harahap (2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI antara lain:

1.Terjadinya perubahan sosial budaya

a.Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.

b.Meniru teman, tetangga, atau orang terkemuka yang memberikan susu botol. c.Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.

(14)

a.Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. b.Tekanan batin.

3. Faktor fisik ibu

a.Ibu sakit, misalnya mastitis.

4.Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI.

5.Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.

a.Keterangan mengenai ASI yang salah terkadang berasal dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.

Pada penelitian Rahayu (2011), terdapat hubungan antara bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita.Hasil studi yang menunjukkan bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap kejadian ISPA yaitu pada penelitian Sinaga (2012), bahwa ASI memiliki daya protektif terhadap kejadian ISPA pada bayi umur 0-4 bulan.

2.3Rumah

2.3.1 Pengertian Rumah

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia.Rumah dari zaman ke zaman mengalami perkembangan.Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua kemudian berkembang dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon.Sampai pada abad modrn ini manusia sudah membangun rumah untuk tempat tinggal (Notoatmodjo, 2007).

(15)

perlindungan dari pengaruh alam luar. Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum.Untuk memperoleh rumah yang sehat ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi perumahan.Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap sktruktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.Rumah juga merupakan salah satu bangunan tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria kenyamanan, keamanan, dan kesehatan guna mendukung penghuni agar dapat bekerja dengan produktif (Prasetya, 2005).

2.3.2Kriteria Rumah Sehat

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), rumah sehat adalah rumah yang memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1.Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup bagi penghuni dan terhindar dari kebisingan.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis yakni aman dan nyaman bagi penghuni.

3. Memenuhi pesyaratan pencegahan penularan penyakit seperti penyediaan sanitasi dasar,kepadatan hunian yang tidak berlebihan.

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan seperti tejatuh dan terbakar.

Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health Asociation (APHA) yang dikutip oleh Mubarak (2009) yaitu :

(16)

Letak rumah yang baik dapat menghindarkan penghuni dari bahaya timbulnya penyakit menular, dan kecelakaan.Persyaratan letak rumah merupakan persyaratan pertama dari sebuah rumah sehat.Berikut ini adalah pertimbangan memilih letak rumah.

a. Permukaan tanah dan lapisan bawah tanah,tanah rendah yang sering digenangi banjir sudah jelas tidak baik menjadi tempat perumahan yang permanen.Tanah berbatu karang biasanya lembab dan dingin,karena air pada waktu hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah. Akan tetapi, dengan konstruksi yang baik dan lantai yang kedap air rumah dengan kondisi tersebut bisa digunakan tanpa ada gangguan. Apalagi bila dilengkapi dengan drainase yang baik.

b. Hadap rumah (dalam hubungannnya dengan matahari,arah angin, dan lapangan terbuka). Di belahan bumi sebelah utara misalnya, kamar-kamar yang terletak di sebelah utara akan menerima sinar matahari lebih sedikit. Oleh karena itu,sebaiknya dapur dan ruang tempat menyimpan makanan terletak dibagian utara rumah.

2. Persyaratan Fisik

a. Kontruksi rumah harus baik dan kuat,sehingga dapat mencegah terjadinya kelembapan dan mudah diperbaiki bila ada kerusakan.

(17)

pernafasan. Luas optimum adalah 2,5 x 3 m² untuk tiap orang ( tiap anggota keluarga ).

3. Persyaratan Fisiologi Rumah sehat harus dipenuhi kriteria yang baik, pencahayaan yang cukup terhindar dari kebisingan dan adanya lapangan rekreasi, terutama untuk anak- anak bermain.

a. Rumah yang sehat apabila sebagai tempat udara masuk ke dalam rumah secara bebas, sehingga asap dan udara kotor dapat hilang secara cepat. Sehingga udara dapat masuk ke dalam kamar dan ruangan-ruangan.

b. Rumah yang sehat apabila memiliki pencahayaan yang cukup. Idealnya, cahaya masuk luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah.

c. Rumah yang sehat apabila bisa melindungi penghuni rumah dari kebisingan yang dapat mengganggu konsentrasi dan kenyamanan seseorang bila kebisingan yang terjadi dalam jangka waktu relatif lama akan menggunggu kesehatan. Gangguan kesehatan yang dapat di timbulkan ialah gangguan fisik seperti gangguan pendengaran dan gangguan mental seperti cepat marah.

4. Persyaratan psikologis

(18)

a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur di atas 10 tahun dan bukan berstatus sebagai suami istri, tidur di dalam satu kamar.

b. Jumlah orang di dalam rumah dibandingkan dengan luas lantai telah melebihi ketentuan yang telah diterapkan.

2.3.3Kondisi Fisik Rumah

Kondisi fisik rumah adalah keadaan rumah secara fisik dimana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.Penyakit atau gangguan saluran pernafasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk.Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi, kepadatan penghuni, suhu, kelembaban.Lingkungan perumahan sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit saluran pernapasan (Slamet, 2009).

2.3.3.1 Luas Ventilasi

Menurut Chandra (2007), ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Ventilasi digunakan untuk pergantian udara.Ventilasi merupakan sebagai pertukaran udara baik secara alamiah maupun buatan sebagai jalan masuk udara segar dan sinar matahari serta sirkulasi. Menurut Notoatmodjo (2007), Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan OЇ yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya OЇ di dalam rumah yang

(19)

samping itu tidak cukup ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri,pathogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). b. Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen. c. Menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban yang optimum.

Ada dua macam ventilasi yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan.Ventilasi alamiah yaitu dapat mengalirkan udara ke dalam kamar dan ruangan yang terjadi secara alamiah misalnya jendela, pintu, dan lubang angin.Ventilasi buatan adalah ventilasi yang dibuat secara sengaja untuk mengalirkan udara di dalam rumah misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara.Menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

2.3.3.2 Pencahayaan Alami

(20)

a. Cahaya alamiah, yaitu cahaya matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen yang ada di dalam rumah, misalnya seperti ISPA, TBC, influenza,penyakit mata dan lain-lain.Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai celah sebagai jalan masuk cahaya matahari ke dalam rumah.Sebaiknya luas jalan masuknya cahaya seperti jendela minimal 15% sampai 20% dari luas lantai rumah. Usahakan agar cahaya matahari yang masuk harus maksimal dan tidak terhalang oleh bangunan lain dan usahakan agar cahaya matahari lama menyinari lantai rumah agar bakteri yang ada di lantai mati.

b. Cahaya buatan, yaitu dengan menggunakan sumber cahaya lain selain matahari seperti lampu minyak tanah,listrik, dan api.

Pencahayaan alami menurut Kemenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 dianggap baik jika besarnya antara 60-120 Lux dan buruk jika kurang dari 60 Lux atau lebih dari 120 Lux. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela, perlu diusahakan agar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan tidak terhalang oleh bangunan lain.

2.3.3.3 Kelembaban

(21)

Menurut Kepmenkes No. 829 Taun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, kelembaban ruangan yang baik untuk kesehatan adalah 40% - 70%. 2.3.3.4 Kepadatan Hunian

Menurut Mubarak (2009), rumah tinggal dikatakan over crowding bila orang-orang yang tinggal di rumah tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut : a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur di atas 10 tahun

dan bukan berstatus sebagai suami istri, tidur di dalam satu kamar.

b. Jumlah orang di dalam rumah dibandingkan dengan luas lantai telah melebihi ketentuan yang telah diterapkan.kepadatan hunian ruang tidur minimal luasnya 8 m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun.Jumlah penghuni rumah juga harus disesuaikan dengan luas rumah agar rumah atau kamar tidak menjadi padat.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah,kepadatan hunian dalam rumah untuk satu orang minimal menempati luas rumah 4 m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan pencemaran udara dalam rumah yang telah ada.

2.3.3.5 Jenis Lantai

(22)

kemarau dan tidak basah pada musim hujan, sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit terhadap penghuninya (Achmadi,2008).

Lantai rumah dapat memengaruhi terjadinya penyakit ISPA karena lantai yang tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA.Menurut Kepmenkes RI No. 829 Tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, lantai yang baik harus bersifat kedap air dan mudah dibersihkan yaitu terbuat dari keramik, ubin, atau semen. Jenis lantai yang terbuat dari tanah saat musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap penghuninya dan merupakan tempat yang baik untuk berkembangbiaknya kuman penyakit, termasuk bakteri penyebab ISPA. Lantai juga harus sering dibersihkan karena lantai yang basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit.

2.4 Perilaku

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Notoatmodjo, 2007):

1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance) atau usaha seseorang untuk menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :

(23)

b.Perilaku peningkatan kesehatan yang ditandai dengan kemauan masyarakat. c.Perilaku gizi, makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan

kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit.

2) Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan atau disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

3) Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang berespons terhadap lingkungannya sebagai determinan kesehatan manusia sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Perilaku ini antara lain mencakup :

a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan. b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi- segi higiene, pemeliharaan, teknik, dan penggunaannya.

c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair, termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik. d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, jenis lantai lantai, kelembaban, suhu dan sebagainya. e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor), dan sebagainya.

2.4.1 Perilaku Penghuni

(24)

kebersihan rumah seperti menyapu lantai, membersihkan debu-debu di dalam rumah, rutin mengganti sprei kasur dan sarung bantal secara teratur, membuka jendela dan ventilasi udara agar sirkulasi udara tetap lancar serta melarang anggota keluarga yang merokok untuk tidak merokok. Tindakan responden dalam mencegah terjadinya ISPA secara baik berdampak kesehatan balita. Ada beberapa perilaku penghuni yaitu sebagai berikut :

2.4.1.1 Membersihkan Rumah

Menurut hasil penelitian Indriani (2012), perilaku dalam pencegahan ISPA pada balita menunjukkan 45,7% responden mempunyai perilaku yang kurang. Kata kurang dapat diterjemahkan bahwa responden masih kurang mengerti bahwa dengan perilaku hidup sehat seperti ibu tidak melakukan kebersihan lantai seperti menyapu, mengepel lantai atau membersihkan meja dari debudengan kain lap, padahal dengan perilaku hidup sehat merupakan suatu tindakan yang baik dalam rangka mencegah terjadinya ISPA pada balita. Menurut Sartika (2012), menyatakan bahwa lantai yang berdebu merupakan salah satu bentuk polusi udara dalam rumah. Debu dalam udara bila terhirup akan menempel pada saluran pernafasan. Sehingga menyebabkan balita sulit bernafas. Seseorang yang tidak memiliki kebiasaan membersihkan rumah seperti menyapudan mengepel lantai kurang dari 2 kali sehari mempunyai resiko 23,327 kali lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki kebiasaan membersihkan rumah lebih dari 2 kali sehari.

2.4.1.2 Membuka Jendela Rumah

(25)

istirahat dan suasana santai serta tenang, agar penghuni dapat beristirahat dengan nyaman.Ruang ini harus di hindarkan dari kebisingan, polusi cukup sinar mataharai dan memiliki sirkulasi udara yang lancar. Sirkulasi yang lancar bisa didapatkan dari prilaku hidup sehat dengan membuka jendela udara akan berganti, sehingga kamar tidur tidak lembab dan pengap sehingga mikroorganisme penyebab ISPA dapat dicegah.

Ruang keluargaberfungsi sebagai tempat untuk menerima keluarga, ruang keluarga merupakan tempat untuk berkumpulnya keluarga sehingga pencemaran udara sering terjadi di ruang keluarga, itu disebabkan oleh kebiasaan merokok yang berada didalam rumah sehingga udara yang ada didalam rumah akan tercemar. Bukan hanya itu tetapi prilaku ibu dalam membersihkan rumah juga menjadi risiko pencemaran udara.Sehingga diharapkan untuk membuka jendela setiap pagi hari untuk mengeluarkan atau menggantikan udara yang ada di dalam rumah (Sastra, 2006).

Menurut Sartika (2012), fungsi jendela selain sebagai sirkulasi udara juga sebagai jalan masuknya cahaya matahari kedalam rumah,ibu yang tidak memiliki kebiasaan membuka jendela dari pagi hingga sore hari mempunyai resiko 3,618 kali lebih besar daripada yang memiliki kebiasaan membuka jendela dari pagi hingga sore hari.

2.3.1.3 Kebiasaan Merokok

(26)

sekitar 27,6 % dengan jumlah 65 juta perokok atau 225 miliar batang per tahun. Rokok merupakan benda beracun yang memberikan efek yang sangat membahayakan pada perokok ataupun perokok pasif,terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak asap rokok.Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernafasan bayi yang dapat menyebabka infeksi pada saluran pernafasan.

Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernafasan bayi. Nikotin yang terhidup melalui saluran pernafasan dan masuk ke dalam tubuh melalui ASI ibunya akan berakumulasi di dalam tubuh bayi dan membahayakan kesehatan si kecil. Paparan asap rokok berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita,dimana balita yang terpapar asap rokok berisiko lebih besar untuk terkena ISPA dibandigakan balita yang tidak terpapar asap rokok (Hidayat,2005)

Menurut Encyclopedia of Global Health di dalam Raja (2014), Secondhand smoke merupakan akumulasi asap yang dihasilkan oleh pembakaran rokok secara langsung dan asap yang dikeluarkan oleh perokok. Pada bayi, balita, dan anak–anak, paparan secondhand smoke akan meningkatkanpotensi terkena gangguan pendengaran, asma, gangguan pada perkembangan paru- paru, serta infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Bayi,balita dan anak-anak mendapatkan paparansecondhand smoke terbesar berada didalam rumah.

2.4.1.4 Penggunaan Anti Nyamuk bakar

(27)

obat nyamuk anti nyamuk bakar. Jenis ini mengandung zat kimia sintetik aktif (alletrin,transfultri,pralethrin,biolethrin, dan esbiothrin) yang sudah dibentuk sedemikian rupa sehingga mampu dihantarkan asap untuk membunuh nyamuk dan serangga lainnya. Oleh karena dipanaskan, maka bahan aktif itu terurai menjadi senyawa-senyawa lain yang jauh lebih reaktif dari sebelumnya.Lebih berbahaya apabila obat anti nyamuk bakar digunakan di ruang tertutup. Bahan kimia sintetik anti nyamuk yang dilepas dalam bentuk gas (aerosol) ini bisa mendesak oksigen sehingga distribusi oksigen dalam ruangan tidak merata, sehingga napas terasa agak berat (Yuliarti,2008).

(28)

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan (Gambar 2.1)

Variabel Bebas

Karakteristik Balita

1. Berat Badan Lahir (BBL) 2. Status Imunisasi

3. Status ASI Ekslusif

Perilaku Penghuni 1. Membersihkan Rumah 2. Membuka Jendela Rumah 3. Kebiasaan Merokok

4.Penggunaan Anti Nyamuk Bakar

Kondisi Fisik Rumah 1. Luas Ventilasi 2. Pencahayaan Alami 3. Kelembaban

4. Kepadatan Hunian 5. Jenis Lantai

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Pemilihan LangsungPekerjaan Pengadaan dan instalasi Hydran Tahun Anggaran 2017, dengan ini kami mengundang saudara untuk mengikuti rapat

•JWM adalah jumlah jam wajib mengajar (24 – 40 jam tatap muka per minggu) bagi guru kelas atau mata pelajaran atau jumlah konseli (150 – 250 konseli per tahun) yang dibimbing

[r]

[r]

Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Kelompok Kerja Provinsi Kepulauan Riau1. Ali Prakoso

(g) Pernyataan yang diberikan ekivalen dengan “Mengontrak pemain asing kenamaan adalah syarat perlu untuk Indonesia agar ikut Piala Dunia” atau “Jika Indonesia ikut Piala Dunia

Komunitas waria tu pada dasarnya begitu mereka menginjak atau merasakan diri menjadi waria dalam bergabung dengan temen2, mereka tu pasti ingin temen2nya pada dandan pada pake

kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel. komunikasi yang diujicobakan dan juga sebagai kisi-kisi