BNI SYARIAH KANTOR CABANG PEMBANTU MIKRO
BOGOR
Oleh
YUSUF KURNIAWAN PUTRA
H24104098
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PT. BANK
BNI SYARIAH KANTOR CABANG PEMBANTU MIKRO
BOGOR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA
EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
YUSUF KURNIAWAN PUTRA
H24104098
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pengembalian
Pembiayaan Murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor .
Nama : Yusuf Kurniawan Putra
NIM : H24104098
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA NIP. 19550626 198003 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Dr. Mukhamad Najib, STP, MM NIP. 19760623 200604 1 001
ABSTRAK
YUSUF KURNIAWAN PUTRA. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pengembalian Pembiayaan Murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mikro Bogor. H. MUSA HUBEIS.
Pada sebuah perbankan risiko kredit merupakan risiko yang sangat dihindari, baik bank umum konvensional ataupun bank umum syariah. Salah satu perbankan dalam negeri yang menyalurkan kredit/pembiayaan dalam prinsip syariah adalah BNI Syariah Cabang Mikro yang kegiatan utamanya menyalurkan pembiayaan kepada nasabah, yakni para pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan pembiayaan akad murabahah guna pembiayaan investasi, modal kerja atau konsumsi dengan plafon mulai dari Rp5.000.000,- s/d Rp50.000.000,- dengan jangka waktu minimal 6 bulan dan jangka waktu maksimal 60 bulan. Pilot
project tersebut meresmikan satu unit cabang BNI Syariah Mikro dan lima unit
cabang pembantu BNI Syariah Mikro pada 20 Januari 2012 di kawasan Depok dan Bogor. Untuk mengelola pembiayaan yang disalurkan BNI Syariah Mikro pada setiap unit cabang, dilaksanakan sebuah tools Pengambilan Uang Angsuran Nasabah disebut PUAN. PUAN digunakan untuk meminimalisir pengembalian pembiayaan yang macet. Tujuan penelitian ini menganalisis pengaruh peubah kesalahan bank, kesalahan nasabah dan faktor eksternal terhadap pengembalian pembiayaan murabahah yang disalurkan. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini berdasarkan rumus Slovin berjumlah 62 responden dengan teknik
randomsampling. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linear berganda
dari hasil uji simultan dapat dikatakan peubah kesalahan bank, peubah kesalahan nasabah dan peubah faktor eksternal secara bersama-sama nyata memengaruhi pengembalian pembiayaan. Sedang hasil uji terhadap parameter individual menunjukkan peubah kesalahan bank tidak nyata memengaruhi, peubah kesalahan nasabah dan peubah faktor eksternal. Hasil tersebut menunjukkan pengaruh nyata pengembalian pembiayaan murabahah PT. Bank BNI Syariah KCP Mikro Bogor.
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari keluarga
Bapak Deden Suharjo dan Ibu Husniah. Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada
tanggal 03 Desember 1989. Masa pendidikan penulis dimulai dari SDN 03 Pagi
Jakarta dan lulus pada tahun 2001, kemudian berlanjut pada jenjang pendidikan
SLTP 276 Jakarta dan lulus pada tahun 2004 dan melanjutkan pendidikannya di
Sekolah Madrasah Aliyah Negeri 13 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Pada
tahun 2007, penulis diterima dan melanjutkan pendidikan di Direktorat Program
Diploma, Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Akuntansi melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil lulus pada tahun 2010.
Selama masa pendidikan SD hingga Diploma, penulis aktif dan berprestasi
di luar kegiatan akademik seperti Oganisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Rohani
Islam (Rohis) dan Tim Nasyid Sekolah. Prestasi yang sempat ditorehkan dan
persembahkan untuk institusi sekolah berupa piala-piala festival nasyid antar
sekolah.
Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Program
Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama masa pendidikan tersebut penulis
aktif dalam organisasi kampus yang bernama KAMUS (Keluarga Muslim
Ekstensi). Selain itu, penulis juga berkerja di Bank BNI Syariah Kantor Cabang
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas
segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga Skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 dengan
judul Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pengembalian Pembiayaan
Murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Mikro Bogor.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu,
keluarga, dan seluruh pihak atas segala dukungan yang diberikan baik materil,
do‟a, perhatian dan kasih sayangnya. Penghormatan dan terima kasih disampaikan kepada Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing,DEA selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak membantu dalam mengarahkan dan memberikan saran
dalam penyempurnaan penulisan skripsi.
Sebagaimana kodrat seorang manusia yang terlahir dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi skripsi yang lebih baik. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini
bermanfaat untuk orang lain sebagai sarana referensi ilmu pengetahuan dan
penelitian selanjutnya.
Bogor, November 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Segenap kerendahan hati, penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak
lepas dari sentuhan dan iringan do‟a berbagai pihak yang senantiasa menuntun
penulis dalam pembuatannya. Dalam kesempatan ini, izinkan penulis untuk
menyampaikan kata terima kasih kepada:
1. Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing,DEA selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan saran, arahan, serta bimbingannya kepada penulis
selama penyusunan usulan penelitian dan pelaksanaan hingga penyelesaian
skripsi ini,
2. Dr. Mukhamad Najib,STP,MM dan Farida Ratna Dewi,SE,MM sebagai dosen
penguji yang telah memberikan saran kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Kedua orang tua berserta keluarga yang memberikan dukungannnya, baik
secara moral, materil, maupun spiritual,
4. Seluruh dosen Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB beserta seluruh pegawai
sekretariat,
5. Bapak Anang Wahyudi dan seluruh rekan kerja di PT. Bank BNI Syariah
Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor yang telah memberikan kesempatan
untuk bergabung dan pengaplikasikan ilmu,
6. Riska Noviana, mahasiswi Fakultas Pertanian Jurusan Proteksi Tanaman 45
Institut Petanian Bogor,
DAFTAR ISI
1.3. Tujuan Penelitian ...4
1.4. Kegunaan Penelitian ...4
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...6
2.1. Bank dan Hukum Perbankan...6
2.1.1 Definisi Bank ...6
2.1.2 Definisi Hukum Perbankan...6
2.1.3 Jenis-Jenis Bank...7
2.2. Kredit Perbankan ...7
2.2.1 Pengertian Kredit ...7
2.2.2 Unsur-Unsur Perkreditan ...8
2.2.3 Jenis-Jenis Kredit ...9
2.2.4 Dasar-Dasar Pemberian Kredit Bank...9
2.2.5 Analisis Risiko ...11
2.3. Sistem Perekonomian Islam ...13
2.3.1 Pengertian Ekonomi Islam ...13
2.3.2 Konsep Dasar serta Prinsip Ekonomi Islam ...13
2.4. Bank Islam dalam Praktik ...14
2.4.1 Pengertian Syariah ...14
2.4.2 Pengertian Bank Islam ...14
2.4.3 Prinsip Bank Islam ...14
2.4.4 Fungsi dan Peran Perbankan Syariah ...15
2.4.5 Produk Perbankan Syariah ...17
2.5. Hukum Kredit ...20
2.5.1 Hukum Perjanjian Kredit ...20
2.5.2 Perjanjian Menurut Hukum Islam ...21
2.5.3 Wanprestasi Perjanjian dan Akibat-Akibatnya ...21
2.6. Hukum Jaminan ...22
2.6.1 Definisi Jaminan ...22
2.6.2 Fungsi Jaminan ...22
2.6.3 Macam-Macam Jaminan ...22
2.7.1 Pengertian Kredit Bermasalah ...22
2.7.2 Penggolongan Nasabah Bermasalah ...23
2.7.3 Sebab-Sebab Terjadinya Kredit Bermasalah ...23
2.7.4 Gejala Dini Timbulnya Kredit Bermasalah ...23
2.7.5 Pembinaan, Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah ...23
2.7.6 Tindakan, Tata Cara dan Kriteria Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah ...24
2.7.7 Monitoring dan Pengawasan Kredit/Pembiayaan ...24
2.2. Penelitian Terdahulu yang Relevan ...25
III. METODE PENELITIAN ...28
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...28
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...30
3.3. Hipotesis dan Peubah Penelitian ...30
3.4. Pengumpulan Data ...30
3.5. Pengolahan dan Analisis Data ...32
3.5.1 Uji Validitas ...32
3.5.2 Uji Reliabilitas ...33
2.5.3 Analisis Regresi Linear Berganda ...34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...38
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ...38
4.1.1 Sejarah Singkat BNI Syariah ...38
4.1.2 Latar Belakang BNI Syariah Mikro ...39
4.1.3 Maksud dan Tujuan ...40
4.1.4 Sasaran Pembiayaan ...40
4.1.5 Produk Pembiayaan BNI Syariah Mikro ...40
4.2. Pembiayaan Murabahah oleh Bank BNI Syariah Mikro ...41
4.2.1 Persyaratan dalam Pengajuan Pembiayaan Murabahah ...41
4.2.2 Proses Pembiayaan Murabahah ...43
4.2.3 Implementasi Pembiayaan Akad Murabahah Bank BNI Syariah Mikro ... 43
4.2.4 Implementasi PUAN dalam Pembiayaan Murabahah Bank BNI Syariah Mikro ...46
4.3. Hasil Penelitian ...48
4.3.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ...48
4.3.2. Karakteristik Responden ...48
4.3.3. Uji Asumsi Klasik ...51
4.3.4. Pengujian Hipotesis ...53
4.4 Implikasi Manajerial ...56
KESIMPULAN DAN SARAN ...57
1. Kesimpulan ...57
2. Saran ...58
DAFTAR PUSTAKA ...59
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Tabel outstanding Bisnis Mikro Area Bogor ...2
2. Tingkat pengembalian KCPM Bogor Grosir ...3
3. Fungsi Bank Islam ...16
4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah ...16
5. Kewenangan pejabat pemutus pembiayaan ...43
6. Skema pemutus pembiayaan Mikro 2 dan 3 ...43
7. Hasil Uji Homogen ...52
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ...29
2. Struktur organisasi kantor cabang BNI Syariah Mikro ...39
3. Alur proses pembiayaan dengan akad murabahah ...46
4. Alur proses kegiatan puan ...47
5. Penyebaran responden berdasarkan usia ...49
6. Penyebaran responden berdasarkan pendidikan ...49
7. Penyebaran responden berdasarkan bidang usaha ...50
8. Penyebaran responden berdasarkan pendapatan ...50
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Kuesioner penelitian ...62
2. Hasil uji validitas ...65
3. Uji reliabilitas ...69
4. Uji normalitas ...72
5. Uji multikolinieritas ...72
6. Uji kehomogenan ragam sisaan ...73
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip Syariah Islam
dalam menjalankan oprasionalnya, adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Bank ini
berdiri pada tahun 1991 dan mulai beroperasi pada tahun 1992. Prakarsa pendirian
bank ini datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia. Pada
saat itu, bank yang berprinsip syariah ini belum disebut Bank Syariah. Ia masih
disebut bank berprinsip bagi hasil, sesuai dengan penyebutan dalam UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. Namun pada Tahun 1998, UU No. 7/1992 yang memuat
ketentuan bagi hasil itu, kemudian diubah dengan UU No. 10 tahun 1998. Melalui
Undang-undang ini, dijelaskan 3 bentuk Bank Syariah yang bias didirikan. Pertama,
Bank Syariah Murni, seperti yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia. Kedua,
dengan mengonversi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah. Ini dipelopori oleh
Bank Syariah Mandiri. Dan ketiga, dual-banking system, yaitu Bank Konvensional yang (setelah memenuhi syarat) boleh menjalankan Unit Usaha Bank Syariah. Ini
dimotori oleh BNI Syariah (Al-Jambi, 2011).
Bank Indonesia (BI) pun mencatat penyaluran pembiayaan syariah pada sektor
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai 70% dari total pembiayaan,
atau sebesar Rp58 triliun hingga akhir September 2012. Dari segi pembiayaan secara
syariah, persentase yang tersalurkan ke UMKM ini mencapai 70% dari total
pembiayaan syariah atau mencapai Rp58 triliun per September 2012, baik melalui
Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Adapun untuk segmen konsumer, pembiayaannya sendiri hanya mencapai Rp23,9
triliun (Sugianto, 2012).
Manisnya ranah bisnis di sektor mikro membuat lembaga keuangan
berlomba-lomba untuk membuka pelayanan khusus mikro. Diantaranya adalah yang dilakukan
oleh Bank Negara Indonesia Syariah yang telah spin off dengan BNI 46 yang saat ini telah menjadi Bank Umum Syariah pada 19 Juni tahun 2010 telah berkomitmen di
awal tahun 2012 dengan meluncurkan layanan mikro. Dengan adanya layanan mikro
tersebut, BNI Syariah ingin lebih dekat dengan masyarakat kelas bawah dan sekaligus
peminjaman diberikan untuk setiap nasabah adalah antara
Rp5.000.000-Rp500.000.000,- dengan akad murabahah produk mikro 2 iB Hasanah dan mikro 3 iB Hasanah. Hingga saat ini, BNI Syariah telah mempunyai 61 outlet mikro, yang terdiri dari 12 Kantor Cabang dan 49 Kantor Cabang Pembantu, di seluruh Indonesia. Dan
hingga Desember 2012, penyaluran pembiayaan ke sektor usaha mikro telah mencapai
Rp 265 miliar untuk 5.355 nasabah. Dari total pembiayaan tersebut, sebanyak Rp
219,4 miliar atau sekitar 82,8%, disalurkan ke sektor usaha produktif dengan fokus
pada perdagangan dalam bentuk eceran. Di mana wilayah yang paling agresif dalam
penyaluran pembiayaan ini adalah Sumatera dan Makasar (Meryana, 2013).
Pilot project Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah tersebut membuka satu
unit cabang BNI Syariah Mikro dan 5 unit cabang pembantu BNI Syariah Mikro di
kawasan Depok dan Bogor. Unit BNI Syariah Mikro diresmikan pada tanggal 20
Januari 2012 yakni Kantor Cabang Mikro Bogor Kedung Badak dan Kantor Cabang
Pembantu Mikro Bogor Grosir, Cibinong, Citereup, Cileungsi dan Depok. Adapaun
jumlah utang debitur setiap unit cabang dan cabang pembantu mikro kawasan Depok
dan Bogor pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013 dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tabel outstanding Bisnis Mikro Area Bogor
N
o Nama Unit
Outstanding
Juli Agustus September Oktober
1 Kantor cabang
Mikro Bogor Rp3,997,878,973.00 Rp3,994,718,378.00 Rp4,059,718,738.00 Rp3,899,384,908.00 2 KCP Mikro
Bogor Grosir Rp10,066,146,235.00 Rp9,880,508,893.00 Rp10,323,867,237.00 Rp10,435,074,052.00 3 KCP Mikro
Cibinong Rp5,642,847,445.00 Rp5,911,060,596.00 Rp6,060,769,607.00 Rp6,557,701,940.00 4 KCP Mikro
Cileungsi Rp6,466,492,110.00 Rp6,466,492,110.00 Rp7,472,746,989.00 Rp6,996,501,212.00 5 KCP Mikro
Citeurep Rp7,006,249,110.00 Rp7,006,249,110.00 Rp7,762,938,710.00 Rp7,935,542,326.00 6 KCP Mikro
Depok Rp6,404,350,976.00 Rp6,404,350,976.00 Rp6,848,490,458.00 Rp7,291,135,569.00
Sumber : Laporan pencairan bisnis mikro PT. Bank BNI Syariah Area Bogor (2013)
Berdasarkan Tabel 1 di atas, unit yang memiliki total jumlah utang debitur
terbanyak adalah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor Grosir dengan total dengan
total nasabah/debitur pada akhir bulan Oktober 2013 sebanyak 127 nasabah.
Sedangkan pengembalian pembiayaan pada saat jatuh tempo kantor cabang pembantu
mikro Bogor Grosir pada pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013 dijelaskan
Tabel 2. Tingkat pengembalian KCPM Bogor Grosir
Nama Unit Rate of Return on Loan
Juli Agustus September Oktober
KCP Mikro Bogor
Grosir 98,47% 82,65% 94,19% 94,15%
Sumber : Laporan tingkat pengembalian KCPM Bogor Grosir (2013)
Salah satu cara pihak BNI Syariah unit Mikro dalam mengelola angsuran
nasabah pembiayaan adalah dengan tools yang dinamakan Pengambilan Uang Angsuran Nasabah disebut PUAN. Dengan adanya tools tersebut BNI syariah mikro bertujuan memberikan layanan prima kepada para nasabah mikro dan sebagai alat
yang digunakan untuk melakukan pemantauan pembiayaan nasabah (early warning
system) untuk meminimalisir peluang pengembalian pembiayaan atau angsuran
nasabah yang macet dengan system jemput bola mengambil uang angsuran dengan
langsung mengunjungi nasabah. Namun pada kenyataannya PUAN dan tingkat
pengembalian tidak berjalan mulus sesuai harapan, masih terdapat penyaluran
pembiayaan yang mengalami gagal bayar dari total pencairan Juli sampai dengan
Oktober yang dijelaskan pada Tabel 2. Maka rata-rata pengembalian KCPM Bogor
Grosir pada periode Juli hingga Oktober 2013 sebesar 92,37%, hal ini menandakan
terdapat rata-rata gagal bayar penyaluran pembiayaan periode Juli hingga Oktober
sebesar 7,63%.
Dalam penyaluran pembiayaan pihak bank menggunakan rumus 5C
yaitu character, capacitys, capital, collateral, dan condition of economy sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya pembiayaan bermasalah (Hermansyah, 2005).
Faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan macet menurut Rivai, et al (2013) adalah : (1) Karena kesalahan bank, meliputi kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah, kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan
tujuan penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali, kurang lengkap
mencantumkan syarat-syarat, pemberian kelonggaran terlalu banyak, kurang
mengadakan review terhadap calon nasabah, kurang mengadakan kunjungan, sikap memudahkan dari pejabat bank. (2) Karena kesalahan nasabah, meliputi nasabah tidak kompeten, nasabah tidak atau kurang pengalaman, nasabah kurang memberikan
Dari uraian yang telah dikemukakan maka, dilakukan penelitian berjudul
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pengembalian Pembiayaan Murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pembiayaan akad murabahah yang diterapkan di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor ?
2. Bagaimana secara simultan peubah kesalahan bank, peubah kesalahan nasabah dan peubah faktor eksternal memengaruhi pengembalian
pembiayaan murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor ?
3. Bagaimana secara parsial peubah kesalahan bank, peubah kesalahan nasabah dan peubah faktor eksternal memengaruhi pengembalian pembiayaan
murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan konsep pembiayaan akad murabahah di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor.
2. Mengkaji peubah kesalahan bank, peubah kesalahan nasabah dan peubah
faktor eksternal secara simultan memengaruhi pengembalian pembiayaan
murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor.
3. Mengkaji peubah kesalahan bank, peubah kesalahan nasabah dan peubah
faktor eksternal secara parsial memengaruhi pengembalian pembiayaan
murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor.
1.4. Kegunaan Penelitian
a. Dapat dijadikan bahan pertimbangan PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Pembantu Mikro Bogor dalam menganalisa calon nasabah yang dibiayai secara
selektif dan berhati-hati.
b. Dapat dijadikan masukan-masukan PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Pembantu Mikro Bogor dalam mengevaluasi pembiayaan di masa mendatang.
c. Dapat dijadikan materi baru evaluasi, apakah pelaksanaan sudah berjalan
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang memengaruhi pengembalian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank dan Hukum Perbankan 2.1.1 Definisi Bank
Definisi bank dan perbankan sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang Perbankan
No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992,
disebutkan pengertian bank adalah :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.”
Perbankan didefinisikan berikut :
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam menatalaksanakan kegiatan
usahanya.”
Menurut Hermansyah (2005), pengertian bank adalah lembaga keuangan yang
menjadi tempat bagi perorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik
negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintah penyimpan dana-dana yang dimilikinya.
Melalui kegiatan pengkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani
kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua
sektor perekonomian. Menurut Sembiring dalam Kristiyanto (2008) di dalam buku
berjudul “Hukum Perbankan” memberikan definisi bank sebagai berikut, bank adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak dibidang jasa keuangan, bank
sebagai badan hukum berarti secara yuridis adalah merupakan subyek hukum yang
berarti dapat mengikatkan diri dengan pihak ketiga.
2.1.2 Definisi Hukum Perbankan
Hukum perbankan menurut Fuady dalam Kristiyanto (2008) adalah :
“Seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah
perbankan sebagai lembaga dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang
harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak dan kewajiban,
yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan dan lain-lain
yang berkenaan dengan dunia perbankan tersebut.”
Menurut Djumhana (2000), ruang lingkup hukum perbankan di Indonesia
meliputi hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan yang berlaku sekarang di
Indonesia. Dengan demikian berarti akan membicarakan aturan-aturan perbankan yang
masih berlaku sampai saat ini, sedangkan peraturan perbankan yang pernah berlaku
pada masa yang lalu, harus dibahas apabila mempunyai keterkaitan dengan ketentuan
yang berlaku saat ini atau pembahasan dalam kerangka sejarah perbankan di
Indonesia. Sedangkan Hukum perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum
yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat
dari segi esensi dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang
lain.
2.1.3 Jenis-Jenis Bank
Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang membagi bank dalam dua
jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Pengkreditan Rakyat (Hermansyah, 2005). Yang
dimaksud dengan bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan yang dimaksud dengan
bank prekreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran.
2.2. Kredit Perbankan 2.2.1 Pengertian Kredit
Secara etimologis, istilah kredit berasal dari bahasa Latin credere, yang berarti kepercayaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau
pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain
(Hermansyah, 2005).
Dalam Pasal 1 butir 11 UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga
(Hermansyah, 2005).
Djumhana (2000), menyatakan kredit berasal dari bahasa Romawi “credere”
yang berarti percaya. Dasar dari kredit adalah kepercayaan. Pihak yang memberikan
kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi
segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya maupun
prestasi dan kontra prestasinya.
2.2.2 Unsur-Unsur Perkreditan
Sebagaimana diketahui bahwa unsur esensial dari kredit bank adalah adanya
kepercayaan dari bank sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena
dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh
debitur, antara lain jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau
agunan, dan lain-lain. Maka dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari
bank sebagai kreditur bahwa kredit yang diberikan akan sungguh-sungguh diterima
kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan.
Suyatno (1992), menjelaskan unsur-unsur yang terdapat dalam kredit sebagai
berikut :
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa mendatang.
b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian
prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa mendatang.
c. Degree of Risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit
diberikan maka semakin tinggi tingkat risikonya. Dengan adanya unsur risiko
ini maka timbulah jaminan dalam pemberian kredit.
d. Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi
sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang
menyangkut uang yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan.
2.2.3 Jenis-Jenis Kredit
Hermansyah (2005), menjelaskan bahwa berdasarkan angka waktu dan
penggunaannya kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
a. Kredit Investasi, adalah kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan
kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi,
modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian tanah
dan bangunan untuk memperluas pabrik, yang peluasanya dari hasil usaha dengan
barang-barang modal yang dibiayai tersebut. Jadi, kredit investasi adalah kredit
menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa
yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan
kembali dan/atau pembuatan proyek baru.
b. Kredit Modal Kerja, adalah kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah
maupun valutas asing untuk memenuhi modal kerja dalam satu siklus usaha
dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
kesepakatan antara para pihak bersangkutan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
kredit ini diberikan untuk membiayai modal kerja dan modal kerja adalah jenis
pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan
sehari-hari.
c. Kredit Konsumsi, adalah kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada
debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala
rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitur yang
bersangkutan.
2.2.4 Dasar-Dasar Pemberian Kredit Bank
Menurut Hermanysah (2005) dalam pemberian kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, bank wajib memperhatikan hal-hal sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang
berbunyi :
Pasal 8 Ayat (1)
mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesusai dengan diperjanjikan.
Pasal 8 Ayat (2)
Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Berkaitan dengan itu, menurut penjelasan Pasal 8 Ayat (2) dikemukakan
bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank
dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah :
a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam
bentuk perjanjian tertulis.
b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah
debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan dan proyek usaha dari nasabah.
c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan
persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdsarkan prinsip
syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur dan/atau
pihak-pihak terafiliasi dan penyelesaian sengketa.
Menurut Hermansyah (2005), untuk menjaga terjadinya kredit bermasalah di
kemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu
permohonan kredit dilakukan dengan Formula 5C, dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Character (Kepribadian). Bahwa calon nasabah debitur memiliki watak, moral,
dan sifat-sfat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitur
untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya. Informasi ini dapat
diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari
b. Capacity (Kemampuan). Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan bisnisnya untuk melunasi hutangnya. Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu
tidak layak diberikan kredit dalam skala besar. Demikian juga jika bisnisnya
ataupun kinerja bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya tidak diberikan,
kecuali jika menurunnya dikarenakan kekurangan biaya sehingga dapat
diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka kinerja
bisnisnya tersebut dapat dipastikan akan semakin membaik.
c. Capital (Modal). Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian
terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah
semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi difokuskan kepada
bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh nasabah tersebut, sehingga sumber
yang telah ada dapat berjalan efektif.
d. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi). Bahwa dalam pemberian kredit oleh
bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi usaha pemohon kredit perlu
memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi
akibat oleh kondisi ekonomi tersebut.
e. Collateral (Agunan). Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian
kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur di kemudian hari, misalnya terjadi
kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik
pokok maupun bunganya.
2.2.5 Analisis Risiko
Dalam setiap pemberian kredit selalu dihadapkan pada suatu risiko. Segala
risiko akan timbul terhadap permohonan yang diajukan oleh nasabah sebelum kredit
tersebut diberikan. Berbagai risiko yang perlu diperhatikan dan dipahami oleh pejabat
kredit, dapat dikelompokan menjadi 6 jenis (Rivai et al. 2013), yaitu :
a. Risiko sifat usaha dari sifat-sifat usaha dapat diidentifikasi tinggi rendahnya
tingkat risiko dengan berbagai kreteria berikut ini.
1) Semakin lamban turn over suatu usaha, maka semakin tinggi tingkat risikonya. 2) Semakin tinggi dan canggih spesifikasi dan kekhususan usaha, maka semakin
3) Semakin besar pemakaian kredit investasi untuk modal kerja semakin tinggi
risikonya bila dibandingkan dengan investasi pada investasi barang modal.
4) Usaha dengan pada modal pada negara yang sedang berkembang, berisiko
lebih besar bila dibandingkan dengan usaha yang banyak mengerahkan
tenaga/padat karya.
5) Sifat usaha yang memang mengandung risiko tinggi, pengeboran minyak di
lepas pantai, usaha yang baru dirintis dan sebelumnya tidak dikenal atau belum
diupayakan orang.
b. Risiko Geografis
Letak geografis usaha nasabah erat hubungannya dengan tingkat risiko usaha yang
disebabkan seringnya terjadi bencana alam di lokasi usaha tersebut. Risiko usaha
tersebut berupa : (1) Usaha peternakan dan perkebunan di daerah gunung berapi,
(2) Usaha yang dibangun di daerah gempa/sering longsor, (3) Usaha yang
dibangun di daerah aliran sungai yang rawan banjir.
c. Risiko Politik
Stabilitas politik merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam kegiatan
perekonomian/bisnis di daerah tersebut. Untuk itu perlu kehati-hatian karena
mempunyai risiko sangat tinggi dan berdampak buruk kepada kredit yang
disalurkan.
d. Risiko Ketidakpastian
Faktor ini merangsang spekulasi dan setiap usaha yang didasarkan pada spekulasi
akan berisiko tinggi karena sudah dapat dipastikan bahwa usaha tersebut tidak
direncanakan dengan baik. Dengan demikian, untuk merencanakan kredit,
informasi, mengenai usaha-usaha yang bersifat spekulatif penting untuk
diwaspadai dan agar kredit yang diberikan terarah, sehingga akan mengurangi
terjadinya peluang kredit bermasalah.
e. Risiko Inflasi
Kondisi inflasi yang tinggi akan berakibat risiko tinggi pula terhadap kredit yang
diberikan. Meskipun nasabah telah melunasi kredit dan bunga, bila dibandingkan
dengan daya beli rupiah yang menurun. Biasanya inflasi yang tinggi ditandai
f. Risiko Persaingan.
Produksi yang dihasilkan nasabah apakah merupakan jenis produk yang telah
banyak di pasaran atau mungkin merupakan produk yang telah jenuh. Di sini
pejabat bank perlu memperhatikan kemungkinan risiko yang akan mengancam
kredit yang disalurkan. Risiko tersebut adalah :
1) Mampu mendeteksi kemampuan nasabah membiayai usahanya, selain yang
diperoleh dari bank.
2) Kemampuan menghitung berapa kebutuhan nasabah yang sesungguhnya.
3) Kemampuan menghitung nilai jaminan yang melingkup kredit yang diberikan
dengan tujuan untuk berjaga-jaga kemungkinan tidak dilunasinya kewajiban
kredit.
4) Kemampuan memperhitungkan kemungkinan risiko yang dihadapi dengan
pemberian kredit dan mengetahui sumber pelunasan.
5) Kemampuan mendeteksi risiko pemberian kredit yang mungkin secara
kemampuan mungkin cukup baik, tetapi dari sisi moral kurang menguntungkan
bagi bank.
6) Kemampuan mendeteksi mutu jaminan yang akan menimbulkan masalah
dikemudian hari.
2.3. Sistem Perekonomian Islam
2.3.1 Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dapat diartikan sebagai ilmu ekonomi yang dilandasi oleh
ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-quran, As-sunnah, Ijma‟ (kesepakatan ulama) dan Qiyas (analogi). Al-quran dan As-sunnah merupakan sumber utama sedangkan ijma‟ dan qiyas merupakan pelengkap untuk memahami Al-quran dan
As-sunnah (Sawit dalam Kristiyanto 2008).
2.3.2 Konsep Dasar serta Prinsip Ekonomi Islam
Menurut Rivai, et al (2013) konsep dasar Islam menyatakan bahwa uang bukan komoditi tetapi sebagai alat tukar, tidak mengakui konsep time value of money, tidak membolehkan praktik spekulasi, harta harus berputar dan tidak boleh berpusat pada
segelintir orang, mencari nafkah hukumnya wajib dan sekaligus ibadah, berlaku adil
Menurut Karim (2007), prinsip ekonomi Islma diuraikan sebagai berikut : (1)
Kepemilikan Multijenis, yakni mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik
oleh swasta, negara atau campuran, (2) Kebebasan Bertindak/Berusaha, yakni dengan
penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang profesional dan prestatif
dalam segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Pelaku-pelaku ekonomi
dan bisnis menjadikan nabi sebagai teladan dan model dalam melakukan aktivitasnya,
(3) Keadilan Sosial, dalam Islam pemerintah bertanggungjawab menjamin pemenuhan
kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial diantara yang kaya
dan miskin.
2.4. Bank Islam dalam Praktik
2.4.1 Pengertian Syariah
Kata „syariah‟ diartikan sebagai aturan dalam penyebutannya sering pula
dipertukarkan dengan kata „din‟, karena makna kedua kata tersebut saling berhubungan satu sama lain, hingga menurut Rakhman dalam Rivai, et al (2013) :
„syariah‟ adalah peraturan dalam perjalanan hidup dan subjeknya adalah Tuhan, Allah
SWT. sedangkan „din‟ adalah keseluruhan kepatuhan pada perjalanan hidup itu,
sehingga subjeknya adalah manusia.
2.4.2 Pengertian Bank Islam
Pengertian bank Islam menurut Rivai, et al (2013), adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian
(akad) antara bank dengan pihak lain (nasabah) berdasarkan hukum Islam. Perbedaan
antara bank Islam (syariah) dengan bank konvensional terletak pada prinsip dasar
operasinya yang tidak menggunakan bunga, akan tetapi menggunakan prinsip bagi
hasil, jual beli dan prinsip lain yang sesuai dengan syariat Islam, karena bunga
diyakini mengandung unsur riba yang diharamkan (dilarang) oleh agama Islam.
2.4.3 Prinsip Bank Islam
Menurut Rivai, et al (2013) dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan disebutkan bahwa bank Islam adalah bank
umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam
menjalankan kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam
a. Prinsip keadilan, prinsip tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil
dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama atara bank dengan
nasabah.
b. Prinsip kemitraan, bank Islam menempatkan nasabah penyimpan/pengguna dana,
maupun bank pada kedudukan yang sama antara nasabah penyimpan/ pengguna
dana maupun bank sederajat sebagai mitra usaha.
c. Prinsip ketentraman, produk-produk bank Islam telah sesuai dengan prinsip dan
kaidah muamalah Islam, antara lain tidak ada unsur riba dan penerapan zakat harta.
d. Prinsip transparansi/keterbukaan, melalui laporan keuangan bank yang terbuka
secara berkesinambungan, nasabah dapat mengetahui tingkat keamanan dana dan
mutu manajemen bank.
e. Prinsip universalitas bahwa bank dalam mendukung oprasionalnya tidak
membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan agama dalam masyarakat dengan
prinsip Islam sebagai „rakhmatan lil alamin‟.
f. Tidak ada riba dan laba yang wajar
2.4.4 Fungsi dan Peran Perbankan Syariah
Bank Islam mempunyai dua peran utama, yaitu sebagai badan usaha dan badan
sosial. Sebagai badan usaha, bank Islam mempunyai fungsi sebagai manajer investasi,
investor dan jasa pelayanan. Sementara itu sebagai badan sosial, bank Islam
mempunyai fungsi sebagai pengelola dana sosial untuk penghimpunan dan penyaluran
Tabel 3. Fungsi Bank Islam
ber : Rivai, 2013
Dan secara rinci perbedaan bank konvensional dengan bank Islam dimuat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Uraian Bank Konvensional Bank Syariah
Fungsi dan Kegiatan Bank Intermediasi dan Jasa Keuangan
Prinsip Dasar Operasi - Bebas nilai (prinsip materialis)
- Uang sebagai Komoditi.
- Bunga
- Tidak bebas nilai (prinsip Syariah Islam)
- Uang sebagai alat tukar (bukan komoditi) - Bagi hasil, jual beli dan
sewa
Prioritas Pelayanan Kepentingan Pribadi Kepentingan Publik
Orientasi Keuntungan Tujuan sosial-ekonomi Islam dan keuntungan
Bentuk Bank Komersial Bank komersial, bank pembangunan dan bank universal
Evaluasi Nasabah Kepastian pengembalian pokok dan bunga (creditworthiness dan collateral)
Lebih berhati-hati, karena partisipasi dalam risiko
Hubungan Nasabah Terbatas dalam debitur-kreditur
Erat sebagai mitra usaha
Sumber Likuiditas Jangka Pendek
Pasar Uang dan Bank Sentral. Pasar Uang Syariah dan Bank Sentral
Pinjaman yang diberikan Komersial dan non komersial, serta berorientasi laba
Komersial dan non komersial, berorientasi laba dan non laba.
Fungsi Bank Islam Sebagai Badan Usaha
Manajer Investasi Investor Jasa Perbankan
Lanjutan Tabel 4.
Uraian Bank Konvensional Bank Syariah
Lembaga Penyelesaian Sengketa
Pengadilan, Arbitrase Pengadilan, Badan Arbitrase Syariah Nasional
2.4.5 Produk Perbankan Syariah a. Simpanan
Menurut Pradjoto and Associates dalam Kristiyanto (2008), secara umum bank syariah dalam operasionalnya melakukan kegiatan meliputi 3 hal, yakni
penghimpunan dana, penyaluran dana serta memberikan jasa perbankan lainnya.
Dalam menghimpun dana, bank syariah menawarkan beberapa produk, yaitu simpanan
yang dibagi dalam 2 jenis, yaitu simpanan dengan prinsip wadiah (titipan), simpanan dengan prinsip mudharabah (bagi hasil).
b. Pembiayaan
Pradjoto and Associates dalam Kristiyanto (2008) menguraikan tentang pembiayaan syariah dengan menyatakan bahwa sumber pendapatan suatu perbankan
syariah berasal dari distribusi pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah,
yaitu :
1) Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah
2) Keuntungan atas kontrak jual beli (al-bai') 3) Hasil sewa atas kontrak ijarah
4) Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa syariah lain
Berdasarkan Pasal 1 angka (12) UU No. 10 Tahun l998 tentang perbankan,
dijelaskan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
a. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil 1) Mudharabah
Mudharabah merupakan penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu dengan pembagian menggunakan metode bagi untung rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah (bagian keuntungan usaha bagi masing-masing pihak yang besarnya ditetapkan
berdasarkan kesepakatan) yang telah disepakati sebelumnya.
2) Musyarakah
Musyarakah merupakan penanaman dana dari pemilik dana untuk
mencampurkan dananya pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pemilik dana berdasarkan bagian dana masing-masing.
b. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah merupakan transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau upah
mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa, atau
imbalan jasa sesuai dengan kesepakatan dan setelah masa sewa berakhir, maka barang
dikembalikan kepada bank.
c. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli 1) Murabahah
Murabahah merupakan akad jual beli yang disepakati antara bank syariah
dengan nasabah dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku,
atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh
nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank dari pemasok dan margin
keuntungan) pada waktu yang ditetapkan sesuai kesepakatan. Kepemilikan barang
akan berpindah dari bank kepada nasabah setelah akad jual beli ditandatangani. Dalam
hal ini bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang (wakalah), maka akad
murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
Dalam murabahah, cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati oleh kedua belah pihak, dapat dilakukan secara langsung ataupun angsuran secara
untuk mengantisipasi risiko, apabila nasabah tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimuat dalam akad. Bank juga dapat meminta pembayaran uang muka (urbun) oleh nasabah saat awal akad. Selama akad jual beli belum berakhir, harga jual beli tidak
boleh berubah, tetapi bila terjadi perubahan, maka akad menjadi batal.
2) Salam
Salam merupakan akad jual beli antara bank dengan nasabahnya atas suatu
barang dimana harganya dibayar oleh bank dengan segera, sedangkan barangnya akan
diserahkan kemudian oleh nasabah (produsen) kepada bank dalam jangka waktu yang
telah disepakati. Selanjutnya, bank dapat menjual kembali barang tersebut kepada
nasabah/pihak lain (pembeli) maupun kepada nasabah (produsen) semula secara
angsuran. Syarat utama dari salam adalah jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah barang yang dijual harus jelas dan menguntungkan. Keuntungan diperoleh oleh bank
dari selisih harga jual barang antara bank kepada pihak lain (pembeli) dan nasabah
(produsen) kepada bank. Pada umumnya banyak dilakukan untuk pembiayaan sektor
pertanian.
3) Istishna
Istishna merupakan akad jual beli yang dilakukan antara nasabah sebagai
pemesan/pembeli (mustashni) dengan bank syariah sebagai produsen/penjual (shani) dimana penjual (pihak bank) membuat barang yang dipesan oleh nasabah. Bank untuk
memenuhi pesanan nasabah dapat mengalihkan pekerjaannya kepada pihak lain dan
barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dulu dengan kriteria yang jelas.
Pada umumnya, pembiayaan istishna dilakukan untuk pembiayaan konstruksi.
d. Pembiayaan dengan Prinsip Akad Pelengkap 1) Hiwalah
Pengalihan piutang nasabah kepada bank syariah untuk membantu nasabah
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya dan bank mendapat
imbalan atas jasa pengalihan piutang tersebut. Hiwalah secara umum merupakan anjak piutang.
2) Rahn
Rahn adalah transaksi gadai antara bank syariah dengan pemilik barang yang membutuhkan dana dimana pemilik barang tersebut dapat menggadaikan barang yang
hingga pemilik barang bersangkutan boleh mengambil barangnya setelah melunasi
hutangnya kepada bank. Bank akan membebankan jasa gadai sesuai dengan
kesepakatan.
3) Qard
Qard merupakan kontrak antara bank syariah dengan nasabahnya untuk memfasilitasi nasabah yang membutuhkan dana talangan segera untuk jangka waktu
sangat pendek. Dalam hal ini, bank menyediakan fasilitas pinjaman dana kepada
nasabah yang patut dan nasabah hanya berkewajiban mengembalikan sejumlah
pinjaman, sedangkan bank dilarang meminta imbalan apapun dari nasabah, kecuali
nasabah memberikan dengan suka rela.
e. Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan multijasa merupakan pola pembiayaan yang menggunakan akad
ijarah atau kafalah. Dalam pembiayaan dimaksud, bank syariah memperoleh fee dari
imbalan jasa (ujrah) sesuai dengan kesepakatan awal, yang dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
f. Produk Lainnya
Bank syariah memberikan jasa perbankan lainnya berupa : Wakalah (arranger
dan transfer), Sharf (jual beli valuta), Kafalah (garansi bank), Ijarah (sewa), Wadi‟ah Amanah (titipan), dan lain-lain.
2.5. Hukum Kredit
2.5.1 Hukum Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling
berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak
atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam
persetujuan itu (Hermansyah, 2005).
b. Fungsi Perjanjian Kredit
Berkaitan dengan perjanjian, menurut Hermansyah (2005) perjanjian kredit
mempunyai fungsi berikut : (1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok,
kewajiban antara kreditur dan debitur, serta (3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat
untuk melakukan monitoring kredit.
2.5.2 Perjanjian Menurut Hukum Islam a. Definisi Akad (Perjanjian)
Secara khusus akada berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu. (Ascarya, 2007).
b. Rukun Akad
Menurut Jumhur Ulama (pendapat banyak ulama) rukun akad menyangkut tiga
hal, yaitu pelaku akad, objek Akad, dan shighah atau pernyataan pelaku akad. Sedangkan syarat dalam akad ada empat syarat, yaitu syarat berlakunya akad, syarat
sahnya akad, syarat terealisasinya akad dan syarat lazim (Ascarya, 2007).
c. Jenis-jenis Akad
Jenis-jenis akad/tarnsaksi yang digunakan pada perbankan syariah dibagi
menjadi 2 (Ascarya, 2007), yaitu Tabarru (tidak mencari keuntungan) dan Tijrah
(mencari keuntungan).
2.5.3 Wanprestasi Perjanjian dan Akibat-Akibatnya
Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak tidak melakukan apa yang
diperjanjikan, mungkin alpa, lalai atau ingkar janji. Bentuk daripada wanprestasi dapat
berupa empat macam (Simangunsong dalam Kristiyanto 2008), yaitu : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Wanprestasi (kelalaian) mempunyai akibat-akibat yang berat, maka tidak
mudah untuk menyatakan bahwa seseorang lalai atau alpa. Terhadap kelalaian atau
kealpaan seseorang, hukuman atau akibat-akibat yang halal ada empat macam, yaitu
membayar kerugian, pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian, bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan,
peralihan risiko dan membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan
2.6. Hukum Jaminan 2.6.1 Definisi Jaminan
Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit,
bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan
debitur untuk melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan. Sedangkan menurut Pasal 1
butir 23 yang dimaksud dengan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan
nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit, atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah (Hermansyah, 2005).
2.6.2 Fungsi Jaminan
Berdasarkan pada pengertian jaminan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa
fungsi utama dari jaminan untuk meyakinkan bank, atau kreditur bahwa debitur
mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai
dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama (Hermansyah, 2005).
2.6.3 Macam-Macam Jaminan
Pengikatan jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan, atau jaminan pribadi adalah
jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin kewajiban-kewajiban
dari debitur. Jaminan kebendaan selalu berupa suatu bagian dari kekaydaan seseorang,
si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan kewajiban dari seorang
debitur (Hermansyah, 2005).
2.7. Pembinaan, Penyelamatan, Monitoring dan Penyelesaian Kredit Bermasalah
2.7.1 Pengertian Kredit Bermasalah
Ada beberapa pengertian kredit bermasalah (Rivai et al. 2013), yaitu kredit yang di dalamnya belum mencapai target yang diinginkan pihak bank, kredit yang
memiliki kemungkinan timbul risiko dikemudian hari, mengalami kesulitan
penyelesaian kewajiban-kewajibannya baik pokok maupun bunga kredit dimana
2.7.2 Penggolongan Nasabah Bermasalah
Penggolongan kredit bermasalah menurut Rivai, et al (2013), dikategorikan sebagai berikut iktikad nasabah, prospek usaha nasabah, kredit bermasalah yang masih
mempunyai prospek, kredit bermasalah yang tidak mempunyai prospek.
2.7.3 Sebab-Sebab Terjadinya Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi, di mana persetujuan
pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan cenderung mengalami rugi
yang potensi. Beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah
(Rivai et al. 2013), adalah karena kesalahan bank, karena kesalahan nasabah, akibat faktor eksternal.
2.7.4 Gejala Dini Timbulnya Kredit Bermasalah
Perlu diketahui bahwa kredit tidak menjadi bermasalah secara tiba-tiba tanpa
gejala. Pada umumnya kredit berkembang menjadi bermasalah melalui tahap yang ada
gejalanya, sehingga gejala dini yang dapat dideteksi menurut Rivai, et al (2013) adalah ada tunggakan, mengajukan perpanjangan, saldo rata-rata menurun, hubungan
dengan bank semakin menurun, masalah keluarga, penggunaan kredit tidak sesuai
rencana, enggan dikunjungi.
2.7.5 Pembinaan, Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah a. Pembinaan Kredit
Pembinaan kredit adalah upaya yang dilakukan dalam mengelola kredit
bermasalah agar dapat diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan tujuan dari
pemberian kredit (Rivai et al. 2013).
b. Penyelamatan Kredit
Penyelamatan kredit adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan kredit
bermasalah yang masih mempunyai prospek dalam usahanya, dengan tujuan
meminimalkan kemungkinan timbulnya kerugian bagi bank, menyelamatkan kembali
kredit yang ada agar menjadi lancar, atau memperbaiki mutu usaha nasabah (Rivai et al. 2013).
c. Penyelesaian Kredit
Penyelesaian kredit adalah upaya yang dilakukan bank untuk menyelesaikan
penyelamatan dan dengan jalan apapun ternyata tidak mungkin dilakukan lagi, dengan
tujuan mencegah risiko bank yang semakin besar dan mendapatkan pelunasan kembali
atas kredit tersebut dari nasabah dengan berbagai macam upaya yang dapat ditempuh
oleh bank (Rivai et al. 2013).
2.7.6 Tindakan, Tata Cara dan Kriteria Penyelamatan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah
Menurut Rivai, et al (2013) tindakan, tata cara dan kriteria penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah adalah :
a. Terhadap nasabah yang masih mempunyai prospek dan mempunyai iktikad baik
untuk menyelesaikan kewajibannya : (1) Penagihan intensif oleh bank, (2)
Rescheduling, (3) Reconditioning, (4) Restructuring, (5) Management Assistancy,
dan(6)Penyertaan Bank.
b. Nasabah kurang mempunyai prospek dan tidak mempunyai iktikad baik untuk
menyelesaikan kewajibannya : (1) Novasi, (2) Kompensasi, (3) Likuidasi, (4)
Subrogasi, dan (5) Penebusan Jamina
c. Nasabah yang tidak memiliki prospek, tetapi mempunyai iktikad baik untuk
melunasi kewajibannya. Terhadap golongan ini sudah tidak memiliki prospek,
biasanya diberikan keringanan tunggakan bunga dan denda.
d. Nasabah yang tidak mempunyai prospek dan tidak memiliki iktikad untuk
menyelesaikan kewajibannya. Penyelesaian kredit melalui pengadilan negeri dan
pelelangan oleh bank.
2.7.7 Monitoring dan Pengawasan Kredit/Pembiayaan a. Pengertian Monitoring dan Pengawasan Kredit
Monitoring dapat diartikan sebagai alat yang digunakan untuk melakukan
pemantauan kredit agar dapat diketahui sedini mungkin (early warning system) deviasi yang terjadi akibat penurunan mutu kredit sehingga memungkinkan bank mengambil
langkah-langkah untuk tidak timbul kerugian (Rivai et al. 2013).
b. Fungsi Monitoring dan Pengawasan Kredit
Fungsi monitoring dan pengawasan kredit merupakan alat kendali apakah
dalam pemberian kredit telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, maupun
c. Tujuan Monitoring dan Pengawasan Kredit
Tujuan monitoring dan pengawasan dari sebuah kredit menurut Rivai, et al
(2013) sebagai berikut : Sistem/prosedur dapat dilaksanakan semaksimum mungkin,
penjagaan dan pengamanan kredit sebagai kekayaan bank yang harus dikelola dengan
baik, administrasi dan dokumentasi kredit harus terlaksana sesuai ketentuan,
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemberian kredit.
2.2. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Abdurrahman (2010), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor
-Faktor yang Memengaruhi Kolektibilitas Pembayaran Kredit Bermasalah Pada
Debitur Kredit Usaha Mikro PT. Bank Mandiri Tbk. Micro Business Unit Bogor
Pajajaran”. Tujuan penelitian ini : (1) Mengetahui tahapan-tahapan proses kredit di PT. Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran (2) Mengkaji tingkat kolektibiltas pembayaran kredit di PT. Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran dan (3) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kolektibilitas pembayaran kredit usaha mikro di PT. Bank Mandiri MBU Bogor
Pajajaran. Hasil analisis diperoleh dua faktor utama yang menyebabkan kolektibiltas
pembayaran kredit menjadi bermasalah di Bank Mandiri MBU Bogor Pajajaran, yaitu faktor internal (10 indikator) yang berasal dari pihak bank dan faktor eksternal (10
indikator) yang berasal dari pihak debitur. Dalam faktor internal (bank) tersebut tidak
ditemukan indicator yang yang direduksi, dengan ekstraksi terbesar pada indikator
kesalahan analisis (64%) dan monitoring lemah (61%). Pada faktor eksternal debitur
terdapat satu indikator yang tereduksi, yaitu indikator terkena musibah, dengan
esktraksi pada indikator tidak tepat (72%) dan karakter kurang baik (71%).
Haloho (2010), melakukan penlitian berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Mikro PT. BPD Jabar Banten KCP
Darmaga”. Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan dan menganalisis faktor -faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit mikro KCP Dramaga melalui
karakteristik personal, karakteristik usaha, dan karakteristik kreditnya. Hasil
menunjukan bahwa peubah independen yang nyata memengaruhi tingkat
pengembalian adalah peubah usia, tingkat pendidikan dan jaminan kredit. Peubah usia
berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian menandakan semakin tinggi
pendidikan juga berpengaruh negatif terhadap pengembalian menandakan semakin
tinggi tingkat pendidikan nasabah peluang pengembalian secara lancar semakin kecil.
Sedangkan besar kecilnya jaminan yang diberikan nasabah pada saat penerimaan
kredit tidak dapat dijadikan patokan dalam pengembalian kredit.
Yulianti (2011), penelitian ini dilakukan pada PD. BPR BKK Wonosobo, yang
merupakan lembaga keuangan yang menyalurkan kredit. Tujuan penelitian ini
menganalisis adanya pengaruh faktor internal (aspek pemasaran, aspek pengaturan
keuangan, aspek dana, aspek teknis dan aspek manajemen) dan faktor (kebijakan
pemerintah dan perkembangan teknologi) eksternal terhadap kredit macet pada PD
BPR BKK Wonosobo secara simultan maupun parsial. Hasil analisis menunjukan
bahwa faktor internal dan eksternal nasabah secara simultan memengaruhi kredit
macet pada PD BPR BKK Wonosobo. Secara parsial faktor eksternal memiliki
pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan faktor internal dalam mempengaruhi
kredit macet pada PD BPR BKK Wonosobo.
Rachmat (2011), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi Pengembalian Pembiayaan Agribisnis Pada Bank Umum Syariah,
Kasus Pada BMI Cabang Pembantu Depok”. Hasil penelitian dari 8 variabel yang
diduga berpengaruh terhadap pengembalian pembiayaan adalah usia, jumlah
tanggungan, pendidikan terakhir, pemahaman akad, omset usaha, lama usaha, jenis
usaha, dan frekuensi banyaknya pembiayaan, ternyata hanya 4 variabel yang
mempunyai pengaruh nyata terhadap pengembalian pembiayaan BMI Cabang
Pembantu Depok adalah tanggungan keluarga, pendapatan usaha, lama usaha dan jenis
usaha. Namun variabel jumlah tanggungan keluarga dan jenis usaha mempunyai
pengaruh negatif terhadap pengembalian pembiayaan.
Rasyid (2012), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengembalian Murabahah untuk Usaha Mikro Agribisnis pada
KBMT Bil Barakah Bogor”. Tujuan penelitian (1) Mengidentifikasi karakteristik
nasabah pembiayaan murabahah pada KBMT Bil Barakah berdasarkan tingkat pengembaliannya dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pengembalian pembiayaan murabahah pada KBMT Bil Barakah untuk nasabah sektor
usaha mikro agribisnis. Hasil penelitian karakteristik nasabah dengan tingkat
tanggungan keluarga kurang dari 3 orang, tidak melakukan pinjaman pada pihak lain,
omset usaha kurang dari 3 juta rupiah, pengalaman usaha kurang dari 5 tahun, jumlah
pinjaman kurang dari 1 juta rupiah, memiliki frekuensi pembiayaan 6-10 kali dan
pengembalian pembiayaan kurang dari 20 minggu. Nasabah dengan pengembalian
tidak lancar memiliki pendidikan SD, tanggungan keluarga 4-6 orang, melakukan
pinjaman pihak lain, memiliki frekuensi pembiayaan kurang dari 5 kali, omset kurang
dari 3 juta rupiah, pengalaman usaha yang kurang dari 5 tahun, pinjaman kurang dari 1
juta rupiah, dan pengembalian pembiayaan 21-40 minggu. Sedangkan faktor yang
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah telah berkomitmen di tahun 2012
dengan meluncurkan layanan mikro. Dengan adanya layanan mikro tersebut, BNI
Syariah ingin dekat dengan masyarakat kelas bawah dan sekaligus memberikan solusi
dalam pengembangan sektor riil di mikro, dengan plafon peminjaman diberikan untuk
setiap nasabah adalah antara Rp5.000.000-Rp500.000.000,- dengan akad murabahah
produk mikro 2 iB Hasanah dan mikro 3 iB Hasanah. Salah satu unit cabang pembantu
pilot project Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah Mikro dari 5 unit cabang
pembantu BNI Syariah Mikro di kawasan Depok dan Bogor, Kantor Cabang
Pembantu Mikro Bogor Grosir yang memiliki total penyaluran terbanyak dengan total
penyaluran hingga akhir Oktober tahun 2013 sebanyak Rp10.435.074,052,- dengan
total nasabah sebanyak 127 nasabah. Salah satu cara pihak BNI Syariah unit Mikro
dalam mengelola angsuran nasabah pembiayaan adalah dengan tools yang dinamakan Pengambilan Uang Angsuran Nasabah disebut PUAN. Dengan adanya tools tersebut BNI syariah mikro bertujuan memberikan layanan prima kepada para nasabah mikro
dan sebagai alat yang digunakan untuk melakukan pemantauan pembiayaan nasabah
(early warning system) untuk meminimalisir peluang pengembalian pembiayaan atau
angsuran nasabah yang macet dengan system jemput bola mengambil uang angsuran
dengan cara mengunjungi nasabah. Namun pada kenyataannya PUAN dan tingkat
pengembalian tidak berjalan mulus sesuai harapan, masih terdapat penyaluran
pembiayaan yang mengalami gagal bayar dari total pencairan Juli sampai dengan
Oktober yang dijelaskan pada Tabel 2. Maka rata-rata pengembalian KCPM Bogor
Grosir pada periode Juli hingga Oktober hanya sebesar 92,37%, hal ini menandakan
terdapat rata-rata gagal bayar penyaluran pembiayaan periode Juli hingga Oktober
sebesar 7,63%.
Menurut Riva, et al (2013) kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi, dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan
cenderung menuju atau mengalami rugi potensial. Oleh karena itu, bahwa lebih dini