• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian ekonomi lanskap agroforestri sebagai jasa lingkungan di daerah aliran sungai Krueng Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penilaian ekonomi lanskap agroforestri sebagai jasa lingkungan di daerah aliran sungai Krueng Aceh"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN EKONOMI LANSKAP AGROFORESTRI

SEBAGAI JASA LINGKUNGAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KRUENG ACEH

ZULKIFLI AIYUB KADIR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Penilaian Ekonomi Lanskap Agroforestri sebagai Jasa Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

(4)
(5)

 

RINGKASAN

ZULKIFLI AIYUB KADIR. Penilaian Ekonomi Lanskap Agroforestri sebagai Jasa Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN dan EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Pemanfaatan lanskap oleh manusia menghasilkan karakter lanskap yang bervariasi pada kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh. Perubahan terjadi merupakan dampak dari tidak harmonisnya penataan tataguna lahan di DAS Krueng Aceh telah menyebabkan bencana banjir dan kekeringan. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan dengan cara praktek tumpang sari, tegakan pohon dan tanaman semusim. Praktek tersebut dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan yaitu penurunan kesuburan tanah, banjir, kekeringan, kepunahan flora fauna, dan perubahan iklim global.

Penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis keanekaragaman jenis tumbuhan pada praktek agroforestri yang mempunyai jasa konservasi air di lanskap DAS Krueng Aceh (2) Menilai ekonomi jasa lanskap agroforestri dalam manajemen sumber daya air DAS Krueng Aceh (3) Menyusun strategi pengembangan agroforestri sebagai jasa lingkungan di DAS Krueng Aceh

Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode Rapid Agro-Biodiversity Appraisal. Penilaian ekonomi total dengan nilai guna dan nilai non guna dari agroforestri. Analisis Strategi pengembangan agroforestri sebagai jasa lingkungan dilakukan dengan pendekatan Strenght-Weakness-Opportunities-Threat (SWOT).

Komposisi struktur vegetasi yang terdapat pada lokasi penelitian cenderung beragam dengan indeks keanekaragaman agroforestri yang tergolong sedang (1<H’<3) di kawasan hulu dan tengah DAS Krueng Aceh. Nilai ekonomi total agroforestri yang dihasil kawasan DAS Krueng Aceh yaitu sebesar Rp.8 707 679 246 232. Berdasarkan analisis SWOT dan matriks Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). dihasilkan delapan strategi prioritas pengelolaan agroforestri sebagai jasa lingkungan.

Berdasarkan hasil keragaman jenis agroforestri, maka perlu peningkatan jenis keragaman jenis tanaman pada praktek agroforestri hulu dan tengah di kawasan DAS Krueng Aceh, terutama tanaman yang mempunyai jasa lingkungan dalam upaya konservasi tanah dan air, antara lain yaitu Aleuritas moluccana, Mangifera indica, Bamboo sp, Ficus variegeta, Salix tetrasperma, Arenga pinata.

(6)
(7)

 

SUMMARY

ZULKIFLI AIYUB KADIR. Economic Valuation of Landscape Agroforestry as Environmental Services in Krueng Aceh watershed. Supervised by HADI SUSILO ARIFIN and EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Utilization of the landscape by humans resulted varied landscape character in watershed Krueng Aceh. Changes occur is not harmonious arrangement of the impact of land use in the Krueng Aceh watershed has caused floods and droughts. Agroforestry is a land management system by means of the practice of intercropping, stands of trees and crops. The practice can be offered to address the problems that arise as a result of land use which decrease in soil fertilites, floods, droughts, flora fauna extinction, and global climate changes.

This study aims (1) to analyze the diversity of plants in agroforestry practices that have a water conservation in landscape services Krueng Aceh. (2) Assess the service economy agroforestry landscape in the management of water resources in Krueng Aceh. (3) Develop agroforestry as a development strategy in the environmental services in watershed Krueng Aceh.

The research location were determined by using purposive sampling method. Data collection was performed by the method of Rapid Agro-Biodiversity Appraisal. Total economic assessment with use value and non use values of agroforestry. Analysis of agroforestry as a development strategy for environmental services subsequently approach to Strength - Weakness - Opportunities - Threat (SWOT) analysis.

The composition of the vegetation structure found in the study sites tend to vary with agroforestry diversity index were moderate (1 < H ' < 3) on the upper stream and middle stream Krueng Aceh watershed. Total economic value of the resultant agroforestry Krueng Aceh region was equal Rp.8 707 679 246 232. Based on the SWOT analysis and matrix Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) generated eight priority agroforestry management strategies as environmental services.

Based on the results of the diversity of agroforestry, the need improvement types of plant species diversity in agro-forestry practices, both at the upper stream and middle stream watershed Krueng Aceh, especially plants that have environmental services in an effort to conserve soil and water, among others, Aleuritas moluccana, Mangifera indica, Bamboo sp, Ficus variegeta, Salix tetrasperma, Arenga pinata.

Keywords: soil and water conservation, total economic value, tree species.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebahagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

PENILAIAN EKONOMI LANSKAP AGROFORESTRI

SEBAGAI JASA LINGKUNGAN

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KRUENG ACEH

ZULKIFLI AIYUB KADIR

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Penilaian Ekonomi Lanskap Agroforestri Sebagai Jasa Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh Nama : Zulkifli Aiyub Kadir

NIM : P052100121

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Dr. Ir.Eka Intan Kumala Putri, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Penilaian Ekonomi Lanskap Agroforestri sebagai Jasa Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Atas bimbingan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Sc. Anggota komisi pembimbing.

2. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. Ketua program studi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.

3. Dr.Ir Leti Sundawati, M.Sc.For. Penguji luar komisi pada ujian tesis. 4. Sofyan Hadi Lubis, Steve Mualim, Dedi Fernando, Mursalin, teman

teman PSL 2010, IKAMAPA, IPTR, IMTR dan TIM Bogor.

5. Abang Adwin, Ketua Forum Sayang Krueng Sayeung (FORSAKA) Jantho beserta anggotanya, Bapak T. Novizal Aiyub, SE.Ak. Direktur PDAM Tirta Montala beserta staf.

6. Ibunda Rosdiana, Ayahanda Aiyub AK, Abang M Ya’kub, Adek M. Daud, Munadhillah, M. Rifqi. Istri Ratna putri dan ananda Muhammad Syamil As-sajjad.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam mendukung kebijakan pemerintah, khususnya Aceh untuk pengembangan Agroforestri dan memberikan kontribusi bagi masyarakat.

Bogor, Januari 2014

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... i

DAFTAR LAMPIRAN ... i

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

Kerangka Pemikiran ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA ... Sejarah dan Perkembangan Agroforestri ... 5

Sistem Agroforestri ... 5

Praktek Agroforestri di Indonesia ... 6

Peranan Agroforestri terhadap Kondisi Hidrologi Kawasan ... 6

Valuasi Ekonomi Lingkungan ... 8

Nilai Total Ekonomi... 8

Willingness to Pay ... 9

Analisis SWOT ... 10

Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10

3 METODE PENELITIAN ... 12

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

Data Penelitian ... 12

Metode Pengambilan Sampel ... 12

Karakteristik Responden 12

Analisis Data 14

4 HASIL PENELITIAN ... 22

Analisis Situasional ... 22

Analisis Deskriptif Masyarakat terhadap Jenis Tumbuhan pada Praktek Agroforestri ... 29

Analisis Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Praktek Agroforestri 32 Analisis Nilai Ekonomi Total Agroforestri ... 35

Analisis Strategi Agroforestri sebagai Jasa Lingkungan ... 44

5. PEMBAHASAN 48

Analisis Situasional ... 48

Analisis Deskriptif Masyarakat terhadap Jenis Tumbuhan pada Praktek Agroforestri ... 49

(18)

Rekomendasi Strategi Pengelolaan Agroforestri berdasarkan

Analisis SWOT 56

6. SIMPULAN DAN SARAN 57

Simpulan ... 57

Saran 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(19)

DAFTAR TABEL

1. Jenis data, sumber dan kegunaanya ... 13

2. Nilai ekonomi dan metode penelitian dari agroforestri 17

3. Matrik analisis SWOT ... 21

4. Karakteristik Lokasi Penelitian 23

5. Data iklim di DAS Krueng Aceh ... 24

6. Penggunaan dan perubahan luas lahan di DAS Krueng Aceh tahun 2006-2011 ... 26

7. Jumlah dan kepadatan penduduk ... 26

8. Tipe Penggunaan lahan untuk agroforestri ... 30

9. Persepsi masyarakat terhadap agroforestri ... 31

10. Jenis dan keragaman agroforestri di hulu DAS Krueng Aceh 32

11. Jenis dan keragaman agroforestri di tengah DAS Krueng Aceh 34

12. Nilai produksi pertanian agroforestri di hulu DAS Krueng Aceh 36

13. Nilai produksi kayu agroforestri di hulu DAS Krueng Aceh 36

14. Nilai produksi pertanian agroforestri di tengah DAS Krueng Aceh 36

15. Nilai produksi kayu agroforestri di tengah DAS Krueng Aceh 36

16. Nilai Penjualan air di PDAM Tirta Montala tahun 2012 37

17. Nilai karbon agroforestri di kawasan DAS Krueng Aceh 38

18. Nilai willingness to pay (WTP) keberadaan agroforestri di DAS Krueng Aceh 39

19. Hasil analisis regresi nilai willingness to pay (WTP) keberadaan 39

20. Nilai willingness to pay (WTP) warisan agroforestri di DAS Krueng Aceh 41

21. Hasil analisis regresi nilai willingness to pay (WTP) warisan 42

22. Skor dan bobot internal dan eksternal 45

23. Matriks strategi SWOT untuk pengelolaan agroforestri 47

24. Prioritas strategi dalam pengelolaan agroforestri 47

DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka Pikir Penelitian ... 1

2. Pola Perubahan Penutupan atau Penggunaan Lahan 6

3. Model Nilai Ekonomi Total Kawasan Hutan 9

4. Kurva Surplus Konsumen 9

5. Peta Lokasi Penelitian 12

6. Bentuk Plot Sampling Petak Kuadrat 15

7. Matriks EFE dan IFE 20

8. Peta Tutupan Lahan DAS Krueng Aceh 25

9. Tingkat usia responden 27

10. Tingkat pendidikan responden 28

11. Jenis pekerjaan responden 28

(20)

13. a) Struktur agroforestri pada lahan yang baru di buka,

kemiri (Aleurites moluccana) dan pohon trum (Alstonia shcolaris). b) Struktur agroforestri pohon kemiri (Aleurites moluccana)

diantara tanaman pinang (Areca catechu) dan

pohon jenis Flacortia sp. 29

14. a) Agroforestri dengan pohon langsat (Lansium domesticium) diselingi tanaman labu tanah (Cucurbita moschata) dan cabe rawit (Capsicum frutescens) b) Agroforestri dengan pohon langsat (Lansium domesticium) diselingi tanaman nenas (Ananas comosus) dan pisang (Musa paradisiaca) 30

14. Strata tumbuhan pada agroforestri di hulu DAS Krueng Aceh 33

15. Strata tumbuhan pada agroforestri di tengah DAS Krueng Aceh 35

16. Nilai ekonomi total agroforestri di DAS Krueng Aceh 43

17. Matrik IFE dan EFE agroforestri di DAS Krueng Aceh 46

DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuesioner Rapid Agro-Biodiversity Appraisal ... 63

2. Kuesioner Willingness to Pay 64

(21)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-Undang RI No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, menyebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan yang bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah dengan meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan sebaran proprosional. Dalam Undang Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air yang dimaksud dengan DAS didefinisikan sebagai suatu kawasan daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Peran penggunaan lahan dalam mengurangi dampak lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk masih membutuhkan kajian. Lanskap agroforestri merupakan skala bentang alam yang digunakan untuk praktik agroforestri. Hal ini diharapkan untuk mencapai harmonisasi pembangunan dengan berbasis DAS. Keseimbangan ini bisa diukur antara hubungan hulu, tengah dan hilir DAS atau keseimbangan lanskap perdesaan hingga perkotaan. Keseimbangan dan keberlanjutan lanskap tersebut dapat dicapai dengan mengaplikasikan konsep triple bottom line yaitu lingkungan (ekologi), masyarakat (sosial-budaya) dan ekonomi (Arifin et al. 2009).

Pemanfaatan lanskap oleh manusia menghasilkan karakter lanskap yang bervariasi pada kawasan DAS yang luas, tergantung kondisi alamiah dan sumber daya yang ada pada lanskapnya, aspek sosial dan masyarakatnya serta pengaruh urbanisasi dan kebijakan yang berlaku. Pada bagian hulu, dengan kondisi sosial dan budaya tradisional yang relatif homogen dan jauh dari urbanisasi akan ditemui karakter lanskap perdesaan, semakin ke hilir semakin kuat pengaruh urbanisasi. Kondisi lanskap dan aktivitas masyarakat di hulu akan mempengaruhi kondisi ekologis bagian hilirnya. Sebaliknya perkembangan perkotaan dibagian hilir juga akan mempengaruhi bagian hulu (Arifin et al. 2009).

Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh memiliki beberapa sub-DAS. Kondisi beberapa sub-DAS tersebut pada umumnya mengalami degradasi akibat dari perubahan tataguna lahan, khususnya di bagian hulu dari masing-masing sub-DAS. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan penggunaan lahan di DAS Krueng Aceh bagian hulu. Alih fungsi lahan hutan mejadi penggunaan lainnya dapat diamati secara kasat mata. Selanjutnya, fenomena terjadinya longsor dan banjir di daerah hilir mempunyai kaitan erat dengan perubahan tata guna lahan tersebut (Alemina et al. 2011).

(22)

2

Penilaian ekonomi terhadap praktek agroforestri di kawasan DAS Krueng Aceh belum banyak diteliti. Informasi nilai ekonomi DAS Krueng Aceh yang dapat dijadikan dasar bagi stakeholder melakukan pengambilan keputusan dalam penentuan pengelolaan kawasan tersebut yang berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Pengelolaan DAS Krueng Aceh belum memberikan penyelesaian yang menyeluruh atas konflik-konflik yang timbul sebagai konsekuensi dari tekanan pertumbuhan populasi dan ekonomi dengan usaha-usaha perlindungan lingkungan. Permasalahan permasalahan lingkungan yang berkembang di DAS Krueng Aceh di antaranya (ESP USAID 2005):

1. Vegetasi hutan di DAS Krueng Aceh sudah sangat kritis. Hutan alam hanya ditemui di daerah hulu Namun demikian, hutan alam yang masih tersisa inipun masih menghadapi tantangan yang besar dan sangat rentan terhadap penebangan liar.

2. Kegiatan pengerukan pasir. Umumnya kegiatan ini dilakukan dengan cara konvensional dan dapat dijumpai di sepanjang aliran sungai Krueng Aceh hingga pada daerah sub-DAS nya.

3. Belum jelasnya Tata Ruang Aceh secara menyeluruh, konsep DAS Krueng Aceh sebagai satuan unit perencanaan dan pengelolaan saat ini belum dihubungkan dengan pembangunan dalam arti yang luas. Terutama tentang perubahan vegetasi pada lahan yang menjadi kawasan penangkap air. 4. Data dari Balai Pengelola DAS Krueng Aceh Departemen Kehutanan,

tahun 1999-2008, banyak terjadi pengurangan luasan tutupan vegetasi DAS, termasuk didalamnya luasan daerah resapan air karena pembalakan liar. Kerusakan terparah terjadi di DAS Krueng Aceh. Tahun 1999, luas tutupan vegetasi DAS sekitar 207 740 hektar. Pada tahun 2008, berubah menjadi 172 370 hektar.

Dari permasalahan permasalahan tersebut, berakibat pada penurunan jasa-jasa lingkungan yang diberikan oleh ekosistem. Agroforestri diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan dengan tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan.

(23)

3 Dari permasalahan yang telah dikemukakan, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaman jenis tanaman agroforestri di hulu dan tengah DAS Krueng Aceh ?

2. Berapa nilai ekonomi agroforestri sebagai penyedia jasa lingkungan konservasi tanah dan air ?

3. Bagaimana kebijakan pengembangan agroforestri berkelanjutan di DAS, khususnya di bagian hulu dan tengah ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis keanekaragaman jenis tumbuhan pada praktek agroforestri yang mempunyai jasa konservasi air di lanskap DAS Krueng Aceh.

2. Menilai ekonomi jasa lanskap agroforestri dalam manajemen sumber daya air DAS Krueng Aceh.

3. Menyusun strategi pengembangan agroforestri sebagai jasa lingkungan di DAS Krueng Aceh.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan rekomendasi dalam pengambilan kebijakan perencanaan dan pengelolaan agroforestri di DAS Krueng Aceh.

2. Sebagai bahan informasi untuk pengembangan pembayaran jasa ketersediaan air dari masyarakat hilir ke hulu dan tengah.

Ruang Lingkup Penelitian

Lokasi penelitian ini berada dalam kawasan DAS Krueng Aceh, karena kawasan DAS Krueng Aceh yang sangat luas dan terdiri dari tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Penelitian untuk praktek agroforestri dibatasi di hulu dan tengah DAS Krueng Aceh. Sampel daerah hulu berada di Desa Bueng Jantho Aceh Besar. Sampel daerah tengah berada di Desa Ie Alang Kuta Cot Glie Aceh Besar.

Untuk penelitian nilai ekonomi total, pengambilan sampel responden diambil di daerah hulu, tengah dan hilir. Untuk sampel daerah hilir DAS Krueng Aceh berada di Kelurahan Deah Glumpang Banda Aceh dan sekitarnya. Hal tersebut menjadi pilihan karena DAS Krueng Aceh merupakan penyuplai utama air PDAM untuk warga Banda Aceh.

(24)

4

PDAM ke rumah tangga di kawasan hilir Banda Aceh, sedangkan nilai air pada sektor-sektor yang lain tidak diukur.

Kerangka Pemikiran

Pengelolaan DAS pada dasarnya bertujuan untuk pembangunan berkelanjutan yaitu pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar, pemerataan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan kualitas lingkungan dengan melibatkan semua pihak terkait. Persoalan yang dihadapai dalam upaya pelestarian dan perlindungan hutan alam di hulu DAS adalah masih kurangnya dukungan masyarakat dan instansi terkait, pengelola harus bisa meyakinkan bahwa berhasilnya upaya pelestarian kawasan ini akan memberi keuntungan secara ekonomis, sosial, budaya maupaun ekologis.

Agroforestri adalah salah satu upaya proteksi dan konservasi dalam optimalisasi penggunaan lahan. Jenis komoditas yang digunakan untuk dapat memanfaatkan agroforestri sebagai penyedia jasa lingkungan yang optimal. Dalam pengembangan agroforestri berkelanjutan mengusahakan komoditas hutan dan komoditas pertanian yang tidak hanya memberikan jasa lingkungan, tetapi juga manfaat ekonomi, melalui penilaian ekonomi bisa diketahui berapa nilai jasa lingkungan yang diberikan oleh agroforestri.

Pada awal penelitian, dilakukan identifikasi agroforestri sebagai salah satu penyedia jasa lingkungan di DAS Krueng Aceh. Proses identifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi aktual agroforestri di DAS Krueng Aceh, yaitu keragaman jenis tanaman pada agroforestri sebagai jasa konservasi air. Selanjutnya, diperlukan penilaian ekonomi terhadap jasa lingkungan yang diberikan oleh agroforestri dan persepsi masyarakat terhadap agroforestri sebagai penyedia jasa lingkungan. Untuk itu, perlu dikaji hambatan-hambatan dan peluang pengembangan agroforestri yang berkelanjutan di DAS Krueng Aceh yang ditunjukkan Gambar 1.

Penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air

Pola Agroforestri di DAS Krueng Aceh Jasa Lingkungan dari Lanskap Agroforestri

Menyusun Strategi Pengembangan Agroforestri dalam Manajemen Sumber Daya Air Menganalisis Keanekaragaman jenis

tumbuhan pada praktek agroforestri di DAS Krueng Aceh

RABA dan Analisis vegetasi TEV dan WTP

SWOT

Menilai ekonomi jasa lanskap Agroforestri sebagai penyedia air

(25)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Perkembangan Agroforestri

Sekitar tahun 7000 SM terjadi perubahan budaya manusia dalam mempertahankan eksistensinya dari pola hidup berburu dan mengumpulkan makanan ke cara bercocok tanam dan beternak. Pada akhir abad XIX, pembangunan hutan tanaman menjadi tujuan utama. Agroforestri dipraktekkan sebagai sistem pengelolaan lahan. Pada pertengahan 1800-an dimulai penanaman jati di Birma. Penanaman jati dilakukan melalui sistem “Taungya” (Taung = bukit; ya = budidaya), diselang seling dengan tanaman pangan semusim. Kesuksesan sistem ini mendorong penyebarannya makin luas. Sistem ini diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia oleh Belanda dalam rangka pengelolaan hutan jati akhir abad XIX. Selanjutnya sistem ini disebut tumpangsari (Rianse dan Abdi 2010).

Menurut Lundgren dan Raintree yang disitasi oleh Rianse dan Abdi (2010), agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem dan teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan, dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran, sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada. Agroforestri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Agroforestri biasanya tersusun dan dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan atau hewan, paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu).

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih, misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, dan obat-obatan.

5. Minimal mempunyai satu fungsi jasa, misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga menjadi pusat berkumpulnya keluarga atau masyarakat.

Sistem Agroforestri

Agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar (Foresta et al. 2000).

(26)

6

merupakan perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur, antara lain dengan menggunakan unsur pohon dengan peran ekonomi penting yaitu kelapa, karet, cengkeh, jati, unsur pohon dengan peran ekologi yaitu dadap dan petai cina, unsur tanaman semusim, tanaman lainnya dengan nilai ekonomi yaitu pisang, kopi, cokelat dan lain-lain (Arifin et al. 2009).

Sistem agroforestri kompleks merupakan sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, liana, herba, tanaman semusim dan juga rumput. Oleh karena itu penampilan fisik dan dinamika didalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam primer dan sekunder. Keunggulan sistem ini adalah perlindungan dan pemanfaatan sumber daya air dan tanah, serta mempertahankan keragaman biologi. Contoh praktek agroforestri komplek adalah pekarangan (home garden), kebun campuran (mixed gardens) dan kebun talun (forest garden). Kebun talun, kebun campuran dan pekarangan adalah bentuk agroforestri tradisional dengan berbagai kearifan lokal dalam mengkonservasi keragaman jenis biologi, mengelola sumber daya air, menciptakan kenyamanan iklim mikro khususnya dalam penyerapan karbon, maupun mempertahankan keindahan lanskap (Arifin et al. 2009).

Praktek Agroforestri di Indonesia

Agroforestri di Indonesia memiliki ciri-ciri ekologi, ekonomi dan sosial budaya khas yang merupakan ciptaan manusia dan dikembangkan dalam rangka pengembangan serta pelestarian sumber daya hutan, dan bukan merupakan upaya pengelolaan hutan alam. Agroforestri lahir dari praktek tradisional pengelolaan hutan dan terus dikembang terus menerus oleh masyarakat setempat dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka dengan melakukan pengaturan pemulihan sumber daya hutan. Perkembangan dan pengelolaan agroforestri juga dikontrol oleh sistem sosial dan budaya (Foresta et al. 2000).

Perubahan tatanan lanskap yang mengikuti perubahan penggunaan lahan yang terjadi dapat berupa agroforestri, modifikasi hutan, deforestrasi dan re-and-afforestration (Gambar 2). Kecenderungan ini merupakan respon dari faktor ekonomi, demografi, dan kebijakan publik. Perubahan lanskap yang berlangsung cepat memicu terjadinya permasalahan berkaitan dengan perkembangan dan praktik pertanian saat ini, seperti erosi tanah, pencemaran lingkungan, menurunnya ekonomi rumah tangga petani, kehilangan sumber daya hutan dan habitat liar.

Sumber: Van Noorwijk (2007) disitasi oleh Arifin (2009)

(27)

7 Sistem agroforestri merupakan alternatif dalam sistem pengelolaan sumber daya yang dapat mengatasi beberapa permasalahan tersebut. Sistem agroforestri telah dipahami peranan dan kontribusinya dalam menciptakan sistem pertanian berkelanjutan melalui minimum input dan biaya, mengurangi dampak

lingkungan dan menyediakan tambahan keuntungan ekonomi bagi petani (Arifin et al. 2009).

Peranan Agroforestri terhadap Kondisi Hidrologi Kawasan

Agroforestri memiliki persamaan dengan hutan alam, khususnya yang berkaitan dengan susunan vegetasi, pengaruh terhadap kondisi tanah dan kondisi bentang alam. Aspek terpenting dalam vegetasi adalah susunan tajuk yang berlapis-lapis, jenis tanaman dan tanaman bawah. Komposisi ini terkait dengan fungsi evaporasi dan intersepsi air hujan, dan iklim mikro.

Aspek terpenting dalam komponen tanah adalah sifat fisik lapisan atas, kemampuan sistem agroforestri untuk mempertahankan kehidupan dan kegiatan makro-fauna, menjaga kemantapan dan kontinyuitas ruangan pori serta mendorong daya hantar air atau laju infiltrasi yang tinggi. Aspek terpenting dalam kaitan dengan bentang lahan adalah menjaga kekasaran permukaan sehingga dalam kawasan masih dipertahankan adanya cekungan dan saluran yang dapat

menahan air sementara. Cekungan alami memberi manfaat antara lain adalah: 1. Meningkatkan kapasitas menahan air sementara di permukaan tanah,

sehingga air tidak segera hilang mengalir di permukaan tetapi secara berangsur akan masuk ke dalam tanah walaupun hujan sudah berhenti. 2. Menyaring sedimen yang terangkut dalam limpasan permukaan dengan

jalan mengendapkannya pada saat air menggenang

Hidrologi berhubungan dengan tata air dan aliran air dalam suatu kawasan, misalnya hujan, penguapan, sungai, simpanan air tanah, dan sebagainya. Suatu kawasan yang sering dipergunakan untuk analisis hidrologi adalah DAS. Sebuah DAS merupakan satuan hidrologi dan bisa dibagi menjadi Sub-DAS, Sub-Sub-DAS, dan seterusnya sesuai dengan ordo sungai. Pada sebuah DAS terdapat keterkaitan dan ketergantungan antara berbagai komponen ekosistem (vegetasi, tanah dan air) dan antara berbagai bagian dan lokasi (Widianto et al. 2003).

Hutan bukan hanya kumpulan pepohonan tetapi merupakan suatu ekosistem dengan berbagai komponen dan fungsi masing-masing: vegetasi (campuran pohon dan tumbuhan yang tumbuh di bawahnya), kondisi tanah (porositas dan kecepatan infiltrasi), bentang lahan (dengan perbukitan, lembah dan saluran), dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi hidrologi:

1. Memelihara dan mempertahankan kualitas air 2. Mengatur jumlah air dalam kawasan

(28)

8

perdu, semak, herba dan rerumputan dapat menciptakan keragaman vertikal. Tipe agroforestri ini dapat terdiri dari berbagai jenis tanaman buat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman industri dan tanaman lainnya (keragaman horizontal). Produk dari sistem ini dapat memberi tambahan nutrisi dan tambahan pangan bagi masyarakat selain dapat memberi keuntungan bagi keberlanjutan lingkungan. Selain itu juga memperhatikan iklim mikro berbeda antar zona agroklimat pada setiap kawasan ekologis (bio-regional) dari suatu DAS dari hulu hingga hilir (Arifin et al. 2009).

Valuasi Ekonomi Lingkungan

Valuasi berasal dari kata bahasa Inggris “value” yang berarti, nilai yang artinya persepsi seorang terhadap makna suatu objek dalam waktu dan tempat tertentu. Jadi valuasi adalah prosedur yang dilakukan untuk menemukan suatu nilai. Nilai yang dimaksud dalam valuasi adalah nilai manfaat suatu barang yang dinikmati oleh masyarakat. Sistem valuasi ekonomi dikembangkan berbasis pada titik pertukaran (exchange) antara nilai barang dan jasa ekosistem serta kesediaan orang untuk membayar barang dan jasa tersebut.

Sumber daya alam selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung juga dapat menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang member manfaat dalam bentuk lain, seperti keindahan dan ketenangan, manfaat tersebut sering disebut sebagai manfaat ekologis yang sering tidak terkuantifikasikan dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai sumberdaya. Nilai tersebut tidak saja merupakan nilai pasar barang yang dihasilkan sumberdaya melainkan juga nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut (Fauzi 2004).

Nilai Ekonomi Total

Dalam ilmu ekonomi sumber daya alam telah dikembangkan nilai ekonomi total (NET/TEV = Total Economics Value) untuk memahami nilai sumberdaya alam dan fungsi lingkungan, walaupun tidak mencakup seluruh nilai yang dimiliki oleh suatu sumberdaya alam. Nilai ekonomi total suatu sumberdaya secara garis besar dikelompokan menjadi nilai guna (use value) dan nilai non-guna/intrinsic (non-use value). Nilai guna dibagi menjadi nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tidak langsung (indirect use value) dan nilai pilihan (option value). Nilai guna diperoleh dari pemanfaatan aktual lingkungan (Turner et al. 1994).

(29)

9 Ketidakpastian penggunaan dimasa yang akan datang berhubungan dengan ketidakpastian penawaran lingkungan, teori ekonomi mengindikasikan bahwa nilai pilihan adalah kemungkinan positif.

Nilai intrinsik dibagi menjadi dua bagian yaitu nilai keberadaan dan nilai warisan. Nilai intrinsik berhubungan dengan kesediaan membayar positif, jika responden tidak bermaksud memanfaatkannya dan tidak ada keinginan untuk memanfaatkannya (Pearce and Moran 1994). Nilai warisan berhubungan dengan kesediaan membayar untuk melindungi manfaat lingkungan bagi generasi mendatang. Nilai warisan bukan merupakan nilai penggunaan untuk individu petani, tetapi merupakan potensi penggunaan atau bukan penggunaan dimasa yang akan datang (Turner et al. 1994). Skema nilai ekonomi total tertera dalam Gambar 3.

Sumber: Pearce dan Moran 1994

Gambar 3 Model nilai ekonomi total kawasan hutan

Willingness to Pay

Untuk menilai manfaat intangible secara kuantitatif, para ahli ekonomi telah berusaha mengembangkan suatu pendekatan yakni pendekatan kemauan membayar willingness to pay (WTP) dari para konsumen yang bersangkutan. Menurut Hutchinson dan Chilton (1999) disitasi oleh Syakya (2005), WTP adalah keinginan individu membayar sejumlah uang untuk peningkatan kualitas lingkungan atau terhindar dari penurunan kualitas lingkungan. Pada prinsipnya WTP sama dengan pendugaan kurva permintaan yang merupakan tempat kedudukan besarnya kemauan membayar dari sekelompok konsumen pada berbagai tingkat konsumsinya (Darusman 2002). Kemauan membayar berada di area di bawah kurva permintaan. yang dikonsumsi ditunjuk pada Gambar 4.

Gambar 4 Kurva surplus konsumen Nilai Ekonomi Total

Nilai Guna

Nilai Guna Langsung

Nilai Non Guna

Nilai Guna

Tidak Langsung Nilai Pilihan Nilai Warisan

(30)

10

Teknik penilaian manfaat, didasarkan pada kemauan konsumen membayar perbaikan atau kemauan menerima kompensasi dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan dalam sistem alami serta kualitas lingkungan sekitar (Hufschmidt et al. 1987) disitasi oleh Fauzi (2004). Kemauan membayar atau

kemauan menerima merefleksikan preferensi individu, yang merupakan „bahan

mentah’ dalam penilaian ekonomi. Pearce dan Moran (1994) disitasi oleh Djiono (2002) menyatakan kemauan membayar dari rumah tangga ke - i untuk perubahan dari kondisi lingkungan awal (Q0) menjadi kondisi lingkungan yang lebih baik(Q1) dapat disajikan dalam bentuk fungsi, yaitu:

Keterangan:

WTPi : Kesediaan membayar dari rumah tangga ke i Powni : Harga dari penggunaan sumberdaya lingkungan

Psubi : Harga subtitusi untuk penggunan sumberdaya lingkungan Si : Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga ke i

Analisis SWOT

Analisis Strenght-Weakness-Opportunities-Threat (SWOT) adalah instrumen perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan eksternal dan ancaman, instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka. Dimensi pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek teknis-ekologis, sosial-ekonomi-budaya, sosial politik, dan hukum dan kelembagaan dalam menentukan suatu strategi pengelolaan suatu kawasan DAS.

David (2009) mendefinisikan manajemen strategis merupakan ilmu tentang perumusan dan evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Menajemen strategis terfokus pada upaya memadukan menajemen pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi penelitian dan pengembangan, dengan sistem informasi untuk mencapai keberhasilan dalam organisasi. Tujuan manajemen strategis adalah memanfaatkan dan menciptakan peluang-peluang baru dan berbeda di masa mendatang. Strategi hendaknya disusun melalui penelaahan tentang kondisi dan kenyataan di lapangan, untuk menggali unsur-unsur kekuatan, kelemahan dan peluang serta ancaman yang ada.

Penelitian Terdahulu yang Relevan

(31)

11 tanaman hortikultura tahunan (38.37 %) tanaman hortikultura semusim (6.77 %) dan tanaman pangan (10.74 %). Pada zona B = 700 – 900 m dpl. meliputi tanaman hutan (42.91 %) tanaman hortikultura tahunan (35.53 %) tanaman hortikultura semusim (6.77 %) dan tanaman pangan (14.79 %). Pada zona C > 700 m dpl, meliputi tanaman hutan (12.31 %) tanaman hortikultura tahunan (69.44 %) tanaman hortikultura semusim (4.57 %) dan tanaman pangan (13.68 %). Pengembangan agroforestri di DAS terkait pada aspek kepemilikan lahan, kesadaran pemilik dan pengelola lahan akan pentingnya fungsi lahan berpenutup vegetasi di DAS.

Afifuddin (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Penilaian ekonomi Agroforestri Tembawang di Kabupaten Sintang dan Sangau Propinsi Kalimantan

Barat” menyatakan hasil dari Nilai Ekonomi Total pada seluruh agroforesrtri

Tembawang memperlihatkan bahwa nilai TEV terbesar pada Tembawang Binjai sebesar Rp.518 950 401/ha atau Rp.1 245 480 061/ha untuk seluruh luasan Tembawang (2.4 ha). Pada Tembawang Sanjan sebesar Rp. 439 109 363/ha dan pada seluruh luasan besarnya Rp.7 025 749 815 (16 ha). Kedua tembawang tersebut memiliki nilai keanekaragaman yang cukup tinggi dengan digambarkan oleh nilai kelimpahan (Indeks Shannon - Wienner) sebesar 3.1 pada Tembawang Binjai dan 3.0 pada Tembawang Sanjan. Nilai Ekonomi Total (TEV) ini disumbangkan terbesar oleh nilai bukan kayu (NBK) atau Non Timber Forest Product (NTFP) rata-rata sebesar 35.56 %. Kemudian penyumbang kedua adalah nilai Karbon stock (NKS) rata-rata sebesar 30.85 %, kayu log (NKL) rata-rata sebesar 24.68 %, dan kayu bakar rata-rata sebesar 8.79 %. Sedangkan nilai yang menggunakan metode CVM kecenderungan memiliki nilai yang rendah yaitu sebesar 0.06 % untuk nilai pengurangan erosi (NPE) 0.03 untuk Nilai Pilihan (NP) dan Nilai Keberadaan (NB) Tembawang memberikan nilai ekonomi yang cukup besar yaitu semakin kompleks tembawang maka semakin tinggi nilai ekonomi yang dihasilkannya walaupun tidak sebesar di hutan alam.

Sutopo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “pengembangan kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum (studi kasus DAS Cisadane hulu)” menyatakan hubungan hulu (penyedia) dan hilir (pemanfaat) dalam pengelolaan air minum menjelaskan bahwa antara aktor, ruang dan waktu saling terkait, terjadi saling ketergantungan dan membentuk suatu sistem ekologis, sehingga ketersediaan sumberdaya air di kawasan hilir (perkotaan) tergantung kepada upaya konservasi lingkungan (lahan hutan di daerah aliran sungai) di kawasan hulu. Komponen antar pemanfaat air minum dan penyedia jasa air dapat menyeimbangkan ekosistem sehingga dapat berlangsung dan berfungsi dengan baik dan berkelanjutan, sehingga diperlukan adanya aliran

feedback atas penggunaan bahan dan energi berupa pembebanan biaya

kompensasi atas penggunaan jasa lingkungan berupa pembayaran dengan sejumlah uang tertentu dari pengguna (users pay principle) kepada penghasil jasa lingkungan sesuai dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan, hal ini dikarenakan pengguna di hilir merupakan penerima manfaat. Sedangkan di hulu sebagai penyedia.

(32)

12

Sementara pada penelitian ini, akan dilakukan valuasi ekonomi agroforestri di DAS Krueng Aceh, sehingga nilai ekonomi total sumberdaya alam dapat diketahui. Informasi nilai ekonomi tersebut dapat dijadikan dasar bagi stakeholder melakukan pengambilan keputusan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan.

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah lahan-lahan agroforestri yang ada di DAS Krueng Aceh, pada kawasan hulu (Desa Bueng Janthoe), pada kawasan tengah (Desa Ie Alang, Kuta Cot Glie), sedangkan bagian hilir di kota Banda Aceh, menjadi kawasan sampel untuk responden Willingness To Pay (Gambar 5). Pelaksanaan dan deskripsi kegiatan penelitian di lapangan dilakukan selama 4 bulan dari bulan September 2012 sampai Desember 2012.

Sumber: Badan Planologi Departemen Kehutanan 2012

Gambar 5 Peta Lokasi Penelitian

Data Penelitian

(33)

13 Tabel 1 Jenis Data, Sumber dan Kegunaannya

Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive

sampling yaitu pemilihan sampel secara sengaja dengan pertimbangan bahwa

responden adalah pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang kondisi dilapangan. Responden adalah masyarakat yang tinggal di kawasan DAS Krueng Aceh sebanyak 120 responden. Sebagian besar responden adalah laki-laki yang merupakan kepala keluarga. Responden penelitian di kawasan DAS Krueng Aceh terdapat di tiga Gampong (Desa) yaitu Gampong Bueng Janthoe yang berada di hulu, Gampong Ie Alang yang berada di tengah, serta Kelurahan Deah Glumpang di hilir juga pihak-pihak yang berkepentingan.

No Jenis Data Unit Sumber Cara

Analisis Kegunaan

Aspek Biofisik

1 Peta Dasar Lembar Badan Planalogi

Departemen Kehutanan Delianiasi Lokasi sampel

2 Tanah Jenis

Tanah Dinas Pengairan Aceh Deskripsi

Mengetahui

6 Jenis Pohon Spesies Survai lapang

Deskripsi,

masyarakat % Survai lapang

Wawancara,

masyarakat % Survai lapang

Wawancara, FGD

(34)

14

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkan metode penelitian yang digunakan, terdiri atas empat kelompok yaitu:

1. Responden untuk Rapid Agro-biodiversity Appraisal berjumlah 42 orang, terdiri dari tokoh masyarakat pengelola agroforestri di hulu dan tengah DAS krueng Aceh, tokoh adat, akademisi, LSM, Pemerintahan dan PDAM, yang memahami permasalahan agroforestri dan manajemen sumber daya air di DAS Krueng Aceh.

2. Responden untuk contingent valuation method (CVM) nilai keberadaan berjumlah 40 kepala keluarga (KK) atau orang yang dianggap sebagai kepala keluarga dari suatu unit keluarga, terdiri dari masyarakat umum yang tinggal dan bermukim di hilir DAS Krueng Aceh yaitu Kelurahan Deah Glumpang Kota Banda Aceh. Seluruh responden diwawancarai untuk mengetahui kesediaan membayar masyarakat terhadap keberadaan sumberdaya air di DAS Krueng Aceh.

3. Responden untuk contingent valuation method (CVM) nilai warisan berjumlah 32 kepala keluarga (KK) atau orang yang dianggap sebagai kepala keluarga dari suatu unit keluarga, terdiri dari masyarakat umum yang tinggal dan bermukim di wilayah hulu dan tengah DAS Krueng Aceh, yaitu Gampong Bueng Janthoe dan Gampong Ie Alang Kabupaten Aceh Besar. Seluruh responden diwawancarai untuk mengetahui kesediaan membayar masyarakat terhadap sumberdaya agroforestri yang diwariskan di DAS Krueng Aceh.

4. Responden untuk metode SWOT berjumlah 6 responden terpilih yang telah memahami kondisi DAS Krueng Aceh. Responden tersebut berasal dari dosen STIK Pante Kulu Banda Aceh selaku pihak akademisi yang mengembangkan hutan pendidikan Jantho, BP-DAS Krueng Aceh, Dinas Pengairan, PDAM, masyarakat pengelola agroforestri yang tergabung dalam Forum Sayang Krueng Sayeung (FORSAKA), LSM yang diwakili oleh WWF Aceh.

Analisis Data

Analisis Rapid Agro-Biodiversity Appraisal (RABA)

Rapid Agro-Biodiversity Appraisal adalah alat yang dirancang untuk mengetahui pandangan dari berbagai pihak terkait dengan konservasi keanekaragaman hayati. RABA menawarkan panduan tentang hal-hal penting yang harus dicatat dalam setiap upaya untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati pertanian dalam konteks jasa lingkungan. Mengumpulkan informasi tentang penggunaan lahan dan pengelolaan sumber daya alam dari penduduk setempat (Local Ecological Knowledge). Agrobiodiversitas dapat dipertimbangkan dalam tiga tingkatan berdasarkan: keragaman genetik, keanekaragaman jenis dan ekosistem yang dibentuk oleh interaksi spesies biotik

dan abiotik yang sebagian tergantung pada habitat pertanian (Kuncoro et al. 2006).

(35)

15 2. Jenis pohon hutan yang masih dipertahankan dalam praktek agroforestri. 3. Agroforestri memberikan jasa lingkungan bagi konservasi air untuk hulu dan

tengah di DAS Krueng Aceh.

4. Inventarisasi tersebut dilakukan dengan penggalian informasi dari masyarakat dengan wawancara, Focus Group Discussion (FGD) serta pengamatan langsung di lapangan terhadap keanekaragaman vegetasi pada praktek agroforestri. Dalam penelitian ini, keanekaragaman hayati dibatasi pada keragaman jenis tumbuhan.

Analisis Keragaman Jenis Tanaman

Inventarisasi pada tahapan ini difokuskan pada keragaman tanaman, fungsi ekologis pohon berdasarkan hulu, tengah di DAS Krueng Aceh. Dalam menentukan keragaman tanaman ini dilakukan dua metode untuk mengkuantifikasi keanekaragaman hayati yang ada pada praktek agroforestri tersebut, yaitu dengan menggunakan analisis vegetasi dan indeks keragaman (Index Shannon) pada setiap sampel di praktek agroforestri. Untuk menghitung keragaman tanaman pada agroforestri ini dilakukan perhitungan pada tempat praktek agroforestri terpilih, namun hanya dipilih beberapa lokasi yang dianggap mewakili (purposive sample) yang terlebih dahulu dilakukan pengamatan lapang (ground check) pada area hijau sesuai dengan pola vegetasi yang ada pada agroforestri agar dapat mendapatkan keterwakilan pada setiap agroforestri pada hulu dan tengah di DAS Krueng Aceh

Pada masing-masing lokasi agroforestri yang dipilih, dibuat petak penelitian dengan metode petak kuadran (20 m x 20 m = 0.04 ha) dengan 3 ulangan, masing-masing di hulu dan tengah kawasan DAS, yang terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Bentuk Plot Sampling Petak Kuadrat (Gonard 2004)

Adapun batasan tingkat pertumbuhan tanaman yang dibatasi pada jenis pohon, yaitu:

1. Semai, permudaan mulai kecambah, jenis tanaman pertanian semusim, rumput-rumputan. Tingginya dibawah 1 meter.

20 m x 20 m

5 m x 5 m 10 m x 10 m

(36)

16

2. Pancang (Saplings) merupakan tumbuhan yang mempunyai diameter batang kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1.5 m. dalam kelompok ini termasuk pula perdu, dan anakan pohon.

3. Tiang (Poles) adalah pohon yang mempunyai diameter batang antara 10 - 20 cm. dengan batasan ini tumbuhan memanjat, berkayu, palmae dan bambu yang mempunyai diameter seperti ketentuan tersebut termasuk dalam kelompok ini.

4. Pohon (Tree) adalah tumbuhan yang mempunyai diameter batang > 20 cm. Penentuan komposisi jenis pohon dominan menggunakan indeks nilai penting (INP) dengan melihat nilai frekuensi relatif dan kerapatan relatif yang dihitung dengan menggunakan rumus:

(Pohon dan Tiang) Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR ( Pancang dan Semai)

Secara kuantitatif gambaran umum mengenai keanekaragaman tegakan pada suatu area dapat dilihat dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon wiener, yang dihitung dengan menggunakan persamaan:

Keterangan:

(37)

17 N = Nilai INP total

Nilai perhitungan indeks keragam (H) tersebut menunjukkan bahwa:

Jika H ≥ 3 = keragaman spesies tinggi

Jika 1 < H < 3 = keragaman spesies sedang

Jika H ≤ 1 = keragaman spesies rendah

keragaman vertikal tercipta secara fisik melalui ketinggian tanaman. Menurut Arifin (1998), Strata ketinggian tanaman di bagi 5 strata, yaitu rumput/herba untuk ketinggian kurang dari 1 m (strata I), semak untuk ketinggian 1-2 m (strata II), perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m (strata III), pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m (strata IV), dan pohon tinggi untuk ketinggian pohon di atas 10 m (strata V).

Nilai Ekonomi Total (TEV)

Nilai ekonomi total adalah nilai ekonomi total bagi setiap individu atas sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menghitung semua nilai guna dan nilai non guna. Dengan menggunakan rumus Pearce dan Moran (1994).

TEV = UV + NUV = DUV + IUV + OV + XV

Dengan melihat pentingnya pembangunan agroforestri ini dan memperkuat argumentasi dari sisi nilai suatu sistem agroforestri dengan komponen penyusunnya, maka dibuat pendekatan penilaian sumberdaya hutan. Penilaian sumberdaya hutan ini terkait dengan nilai guna, baik nilai guna langsung yang berupa hasil hutan kayu dan non kayu, maupun nilai guna tak langsung berupa jasa lingkungan serta nilai pilihan, nilai keberadaan, dan nilai warisan. Metode pengolahan data sumberdaya hutan dapat dilihat pada Tabel 2.

(38)

18

Jumlah cadangan karbon agroforestri di kawasan DAS Krueng Aceh didapat dengan menggunakan rumus allometrik untuk daerah lembab (Curah hujan 1500 mm – 4000 mm) dari Chave (Hairiah et al. 2011).

Responden diminta untuk membaca atau mendengar pernyataan tentang kualitas DAS yang baik. Selanjutnya, WTP pada nilai keberadaan yang ditawarkan, dibentuk dalam sebuah skenario sebagai berikut:

“Jika masyarakat memanfaatkan sumberdaya alam di DAS Krueng Aceh

yang selama ini kehidupannya bergantung kepada kualitas air DAS hulu Krueng Aceh, menginginkan adanya suatu upaya konservasi yaitu pelestarian, pengelolaan dan pembayaran jasa lingkungan sehingga kualitas sumberdaya alam dan lingkungan tetap terjaga. Suatu saat nanti apabila kualitas sumberdaya alam dan lingkungan menurun dikarenakan berbagai penyebab antara lain, pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan dan keterbatasan dana pelestarian dari pemerintah. Penyebab-penyebab tersebut dapat berdampak pada menurunnya kualitas sumberdaya alam lingkungan. Hulu DAS Krueng Aceh yang merupakan penyedia jasa lingkungan (air bersih) untuk daerah hilir yaitu

Banda Aceh”.

Untuk WTP nilai warisan, Responden diminta untuk membaca atau mendengar pernyataan tentang keberadaan agroforestri yang baik. Selanjutnya, WTP pada nilai warisan yang ditawarkan, dibentuk dalam sebuah skenario sebagai berikut:

“Jika masyarakat memanfaatkan agroforestri di DAS Krueng Aceh yang

selama ini merupakan salah satu matapencaharian serta memberi manfaat jasa lingkungan. Suatu saat nanti apabila keberadaan agroforestri tidak dapat memberikan lagi memberi mata pencaharian dan jasa lingkungan dikarenakan berbagai penyebab antara lain, berubah lanskap agroforestri menjadi areal pengguna lain. Penyebab-penyebab tersebut dapat berdampak pada menurunnya kualitas dan kuantitas agroforestri untuk waktu yang akan datang bagaimana, Lanskap agroforestri beserta manfaat manfaat tersebut tidak dapat diwariskan

pada waktu dan generasi yang akan datang”.

1. Kesediaan Masyarakat terhadap WTP

(39)

19 atau menolak terhadap kesediaan membayar sebagai upaya konservasi yang akan diberlakukan oleh pemerintah daerah.

2. Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP

Apabila alat survai telah dibuat, maka survai tersebut dapat dilakukan dengan wawancara langsung. Teknik yang digunakan dalam mendapatkan nilai penawaran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode referendum. Responden diberi suatu nilai rupiah kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak.

3. Memperkirakan Dugaan Rataan WTP

WTPi dapat diduga dengan menggunakan nilai tengah dari kelas atau interval kelas WTPi. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui bahwa WTPi yang benar berada antara jawaban yang dipilih (batas bawah kelas WTP) dengan WTP berikutnya (batas atas kelas WTP). Dugaan rataan WTP dihitung dengan rumus:

Keterangan:

EWTP : Dugaan rataan WTPi Wi : Nilai WTP ke i Pfi : Frekuensi relative n : Jumlah responden

I : Responden ke i yang bersedia membayar nilai SDA

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTP maka dapat diduga nilai WTP dari rumah tangga dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

TwTP : Total WTP

WTPi : WTP individu sampai ke – i

Ni : Jumlah sampel ke –I yang bersedia membayar sebesar WTP N : Jumlah sampel

P : Jumlah Populasi

I : Responden ke- iyang bersedia membayar jasa SDA dan Lingkungan

(40)

20

(reliability) fungsi WTP. Uji yang akan dilakukan dengan uji keandalan yang melihat nilai R2dari metode Ordinary Least Square (OLS) WTP.

Analisis Regresi Linear Berganda

Menurut Juanda (2009), analisis regresi linear berganda (multiple regression) adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara beberapa peubah bebas (independent variable) dan satu peubah tak bebas (dependent variable). Analisis regresi linear berganda pada penelitian ini digunakan untuk mengevaluasi penggunaan WTP. Evaluasi pelaksanaan dilihat dari tingkat keandalan fungsi (WTP). Persamaan regresi linear berganda yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP responden adalah sebagai berikut:

WTP = β0 + β1UR + β2TP + β3PK + β4PD + β5KL+…+ βnXY+ εi

Keterangan:

WTP : Nilai WTP Responden (Rp/orang)

β0 : Intersep

β1,…, βn : Koefisien regresi

UR : Usia responden (Tahun) TP : Tingkat pendidikan responden PK : Jenis pekerjaan responden (dummy) PD : Pendapatan responden (Rp/Bulan) KL : Jumlah anggota keluarga responden PA : Jumlah penggunaan air/kk (m3) FU : Pengetahuan fungsi DAS

ε : Error

i : Responden ke-i (i = 1,2,3,…,n)

Analisis SWOT dalam Pembayaran Jasa Lingkungan Agroforestri

Gabungan kedua matriks IFE dan EFE menghasilkan matriks eksternal-internal, tertera dalam Gambar 7.

Gambar 7 Matriks EFE dan IFE

(41)

21 lingkungan industri. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuataan dan kelemahan yang dianggap penting, khususnya dalam bidang fungsional. Matriks ini juga menjadi landasan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antar bidang (David 2009).

Prinsipnya ke sembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama yaitu:

1. Sel I, II dan IV disebut strategi tumbuh dan membangun. Strategi yang cocok adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan integrasi horizontal).

2. Sel III, V dan VII disebut strategi pertahankan dan pelihara. Penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang banyak dilakukan apabila perusahaan berada dalam sel ini. Sel VI, VIII dan IX disebut strategi Panen dan Divestasi. Nilai-nilai IFE dikelompokkan ke dalam tinggi (3.0-4.0), sedang (2.0-2.99) dan rendah (1.00-1.99).

3. Adapun nilai-nilai EFE dikelompokkan dalam kuat (3.0-4.0), rata-rata (2.0-2.99) dan lemah (1.0-1.99). Bentuk matriks IE (Internal Evaluation) serta hubungannya dengan EFE dan IFE.

Setelah menganalisis dengan matriks IFE dan EFE maka dilakukan berbagai kombinasi dengan menggunakan matriks SWOT. Selanjutnya digunakan juga matriks SWOT yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi yaitu: strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-ancaman) dan strategi WT (kelemahan-ancaman) yang tertera dalam Tabel 3.

Tabel 3 Matrik Analisis SWOT Internal

Strength (S) Weakness (W)

Eksternal

Opportunities (O) Strategi (SO) Strategi (WO)

Strategi yang disusun untuk

Threats (T) Strategi (ST) Strategi (WT)

Strategi yang disusun untuk

Quantitative Strategic Planning Matrix

(42)

22

penting eksternal dan internal. QSPM merupakan matriks tahap akhir dalam kerangkan kerja analisis formulasi strategi. Menurut David (2009) ada enam tahap yang harus dilakukan dalam membuat QSPM, yaitu:

1. Membuat daftar berbagai peluang-ancaman eksternal dan kekuatan-kelemahan yang diambil langsung dari matrik EFE dan IFE.

2. Memberi bobot untuk masing-masing faktor internal dan faktor ekternal. Bobot ini, harus identik dengan bobot yang diberikan pada matriks IFE dan EFE

3. Menuliskan alternatif strategi yang dihasilkan dalam matriks SWOT dalam matriks di baris atas QSPM.

4. Menentukan skor daya tarik atau attractiveness score, bila faktor yang bersangkutan ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan. Berikan nilai attractiveness score (AS) yang berkisar antara 1 sampai dengan 4, nilai 1 = tidak menarik, nilai 2 = agak menarik, nilai 3 = menarik dan nilai 4 = sangat menarik.

5. Menghitung nilai Total Attractiveness Score (TAS) dengan cara mengalikan bobot dengan Attractiveness Score (AS). TAS menunjukkan daya tarik dari masing-masing alternatif strateginya.

6. Hitung nilai totalnya TAS pada masing-masing kolom QSPM. Nilai terbesar menunjukkan bahwa alternatif menjadi pilihan utama dan nilai TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif strategi yang dipilih terakhir.

4 HASIL PENELITIAN

Analisis Situasional

Kawasan DAS Krueng Aceh merupakan salah satu DAS prioritas I berdasarkan SK Menhut No. 248/Kpts-II/1999 tentang urutan prioritas Daerah Aliran Sungai Secara geografis, DAS Krueng Aceh terletak antara 5˚03’41”–

5˚38’10” LU dan 95˚11’41”–95˚49’46” BT. Kawasan Sungai/Daerah Aliran

Sungai Krueng Aceh mencakup Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh memiliki beberapa sub-DAS yakni Sub-DAS Krueng Inong. Krueng Seulimeum, Krueng Jreu, Krueng Keumirue, Krueng Khea, Krueng Peugapet, Krueng Aneuk, Krueng Lingka, Krueng Luengpage Beureumbam dan Krueng Daroy.

Kondisi beberapa sub-DAS tersebut pada umumnya mengalami degradasi akibat dari perubahan tataguna lahan. Sebagian besar bagian Sub DAS di kawasan Krueng Aceh mengalir air terkonsentrasi semua ke sungai utama Krueng Aceh yang merupakan sumber air utama bahan baku air untuk Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, pertanian maupun peternakan yang sesuai dengan peruntukkannya, dengan batas-batas kawasan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Selat Malaka

(43)

23 Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh merupakan salah satu DAS yang cukup lama dan intensif pengembangannya. Luas DAS Krueng Aceh adalah 1780 km². Potensi debitnya adalah 33.40 m³/dt dengan volume air sebesar 1 053 302 400 m³/tahun (Tampubolon 2008).

Topografi wilayah ini bervariasi, dari datar sampai curam. Ketinggian mulai dari 0 - 1709.8 m di atas permukaan laut (dari pantai sampai puncak Gunung Seulawah Agam). Bagian hulu Sungai Krueng Aceh selain dari gunung Seulawah Agam juga terdapat di kawasan pegunungan Bukit Barisan sedangkan bagian hilir bermuara di selat Malaka.

Terdapat banyak pengolahan lahan yang tidak mengindahkan aspek konservasi tanah dan penggundulan hutan di bagian hulu DAS Krueng Aceh, mengakibatkan semakin menurunnya daerah tangkapan hujan. Hal ini menyebabkan peningkatan erosi lahan yang kemudian mengakibatkan peningkatan sedimentasi di daerah hilir Sungai Krueng Aceh.

Berdasarkan hasil pengamatan praktek agroforestri pada kedua lokasi penelitian memiliki karakteristik dan ciri khas masing-masing yang berbeda, adapun informasi umum mengenai kedua lokasi penelitian selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik Lokasi Penelitian

Sumber: Hasil survai dan Aceh Besar Dalam Angka 2012

Topografi

Secara umum, kondisi topografi kawasan DAS Krueng Aceh adalah datar sampai bergelombang dengan kategori sedang. Untuk kawasan bagian utara, khususnya Kota Banda Aceh merupakan dataran banjir Krueng Aceh. Hal ini dikarenakan 70 % kawasannya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Namun, semakin ke arah hulu, yaitu kawasan Kabupaten Aceh Besar, dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas permukaan laut.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh memiliki fisiografi datar, bergelombang, berbukit dan bergunung yang secara umum berada di Kabupaten Aceh Besar. Kawasan dengan topografi datar (0-8 %) seluas 1 270.49 km2 (64.2 %) dari luas total kawasan DAS Krueng Aceh. Selanjutnya kawasan yang bergelombang (9-15 %) seluas 364.04 km2 (18.39 %), berbukit (16-25 %) seluas 287.9 km2 (14.55 %) dan agak bergunung (25-40 %) seluas 18.47 km2 (0.93 %) serta sisanya merupakan kawasan yang bergunung (> 40 %) seluas 38.14 km2 (1.93 %) (Yayasan Leuser Internasional 2013).

Informasi Umum

Lokasi Agroforestri di DAS Krueng Aceh

Hulu Tengah

Desa Bueng Jantho Desa Ie Alang

(44)

24

Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di DAS Krueng Aceh didominasi oleh Latosol yaitu seluas 32 900.54 ha aluvial seluas 28 938.36 ha dan regosol seluas 15 581.93 ha Selanjutnya, Komplek podsolik coklat podsol dan litosol seluas 38 325.06 ha, komplek renzina dan litosol seluas 31 135.68 ha dan komplek podsolik merah kuning latosol dan litosol seluas 22 056.45 ha (Dinas Pengairan Aceh 2010).

Distribusi jenis tanah menunjukkan bahwa beberapa jenis tanah seperti latosol dan podsolik merah kuning terdapat pada daerah dengan kelerengan yang sangat curam (>40%), demikian juga dengan beberapa komplek tanah. Jenis tanah latosol dan podsolik merah kuning yang berada pada kelerengan sangat curam pada umumnya rentan terhadap terjadinya erosi dan longsor. Kelas erosi dan penyebaran DAS Krueng Aceh dibagi dalam 4 kelas yaitu: sangat berat seluas 264.25 km2, berat seluas 388.79 km2, sedang seluas 277.62 km2 dan ringan seluas 648.38 km2 (Yayasan Leuser Internasional 2013).

Iklim Seperti daerah tropis lainnya, DAS Krueng. Aceh mengalami dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Iklim di sekitar daerah termasuk beriklim tropis dengan suhu rerata 26 ⁰C. Kelembaban relatif tinggi yakni antara 71-85 % dengan kecepatan angin bertiup antara 2-28 knots. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Juni. Dapat dilihat pada Tabel 5. Curah hujan di kawasan ini memiliki curah hujan kategori sedang, dengan kisaran antara 1 500-3 000 mm, dengan periode bulan kering terjadi antara bulan Juni- September dan bulan basah terjadi pada bulan Oktober-Mei.

Tabel 5 Data Iklim di DAS Krueng Aceh Tahun Temperatur udara

0

C Curah hujan (mm) Jumlah bulan Rata-rata Jumlah Rata-rata Kering Lembab Basah Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Blang Bintang Aceh Besar 2011

Hidrologi

(45)

25 Tata Guna Lahan

Jenis tata guna lahan yang terdapat di DAS Krueng Aceh adalah hutan, tegalan, sawah irigasi, perkebunan, rumput, pemukiman dengan persentase tertinggi adalah hutan (46.33 %). Dengan semakin meningkatnya kebutuhan lahan pada DAS Krueng Aceh, menyebabkan banyak lahan yang kemampuannya tidak sesuai untuk tujuan pertanian diubah menjadi daerah pertanian tanpa melakukan konservasi tanah dan air dengan baik.

Kondisi ini menambah jumlah lahan kritis yang ada secara signifikan, mengakibatkan semakin menurunnya daerah tangkapan hujan. Hal ini menyebabkan peningkatan erosi lahan yang kemudian mengakibatkan peningkatan sedimentasi di daerah hilir Sungai Krueng Aceh. Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dengan menggunakan metode USLE diketahui bahwa besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan per tahun di DAS Krueng Aceh adalah sebesar ±16.44 ton/ha/tahun (Dinas Pengairan Aceh 2010).

Penggunaan lahan di DAS Krueng Aceh

Analisa perubahan penggunaan lahan di DAS Krueng Aceh dilakukan melalui analisa tata guna lahan dengan data dari Badan Planalogi Departemen Kehutanan tahun 2012, tertera dalam Gambar 8.

Sumber: Badan Planalogi Departemen Kehutanan 2012

Gambar 8 Peta Tutupan Lahan DAS Krueng Aceh

(46)

26

Tabel 6 Penggunaan dan Perubahan luas Lahan di DAS Krueng Aceh tahun 2006-2011

Perubahan Luas (ha) dari tahun 2006 sampai 2011

Sumber: Badan Planalogi Departemen Kehutanan 2012

Faktor-Sosial-Ekonomi-Budaya Untuk kajian sosio-ekonomi DAS Krueng Aceh didefinisikan sebagai gabungan dari dua wilayah, yaitu Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, tertera dalam Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Kecamatan Luas Penduduk (jiwa) Kepadatan

(47)

27 Sambungan Tabel 7

14 Leupung 127.53 20 16.5 16

15 Lhonga 42.26 12 731 301

16 Mesjid Raya 241.17 21 077 87

17 Montasik 60.25 17.85 296

18 Peukan Bada 42.56 11 891 279

19 Seulimeum 364.05 20 301 56

20 Simpang Tiga 34.79 5 462 157

21 Suka Makmur 76.97 12 561 163

22 Lhoong 160.48 9 511 59

TOTAL LUAS 2 673.19 540 576

Sumber: Dinas Pengairan Aceh 2010

Sebagian besar masyarakat di DAS Krueng Aceh bermatapencaharian sebagai petani, nelayan dan pedagang. Sedang yang berprofesi sebagai pegawai (negeri/swasta) relatif kecil.

Karakteristik Responden

Karakteristik seluruh responden di kawasan DAS Krueng Aceh adalah sebagai berikut:

Tingkat Usia

Tingkat usia responden di kawasan DAS Krueng Aceh sangat beragam, mulai dari responden yang berusia 18 tahun sampai dengan responden yang berusia 65 tahun. Tingkat usia responden di kawasan DAS Krueng Aceh dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Tingkat usia responden

Responden tertinggi terdapat pada sebaran usia 36-45 tahun berjumlah 55 orang (46%), sedangkan responden terendah terdapat pada sebaran usia lebih dari 66 tahun berjumlah 2 orang (2 %). Adapun responden lainnya yaitu responden yang berusia 15-25 tahun berjumlah 5 orang (4 %), responden yang berusia 26-35 tahun berjumlah 27 orang (22 %), responden yang berusia 46-55 tahun berjumlah 21 orang (18 %) dan responden yang berusia 56-65 tahun berjumlah 10 orang (8 %).

Tingkat Pendidikan

(48)

28

dengan responden yang lulus Perguruan Tinggi (PT). Responden tertinggi terdapat pada lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) berjumlah 54 orang (45 %), dan terendah pada lulusan Sekolah Dasar (SD) berjumlah 18 orang (15 %), lainnya yaitu responden yang lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjumlah 19 orang (16 %) dan responden yang lulus Perguruan Tinggi (PT) berjumlah 29 orang (24 %). Tingkat pendidikan responden di kawasan DAS Krueng Aceh dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Tingkat pendidikan responden

Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan responden di kawasan DAS Krueng Aceh sangat beragam. responden tertinggi memiliki pekerjaan sebagai petani berjumlah 44 orang (37 %), sedangkan responden terendah memiliki pekerjaan sebagai pegawai PDAM berjumlah 2 orang (2 %). Responden yang bekerja di pemerintahan berjumlah 24 orang (20 %), responden yang bekerja sebagai nelayan berjumlah 21 orang (9 %), responden berstatus ibu rumah tangga (IRT) berjumlah 15 orang (13 %) dan responden bekerja sebagai pedagang berjumlah 11 orang (9 %). Responden yang berstatus dosen ada 4 orang (3 %), buruh 5 orang (4 %) dan pekerja LSM 4 orang (3 %). Jenis pekerjaan responden di kawasan DAS Krueng Aceh dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3.  Nilai Ekonomi Total
Gambar 5  Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1  Jenis Data, Sumber dan Kegunaannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini hanya meninjau trend pola aliran dan kecepatan aliran yang terjadi pada sungai berbelok menggunakan krib tipe permeable dengan posisi

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui tingkat stres responden kelompok intervensi sebelum diberikan latihan hatha yoga, bahwa hasil tertinggi dari pretest

Fasilitas untuk pengelolaan sampah di Perumahan Y di Banyuwangi telah disediakan petugas sampah yang setiap harinya akan mengumpulkan sampah dari tiap rumah warga

Pada bagian ini, investor dapat menilai dampak dari keputusan pendanaan suatu perusahaan, seperti berapa jumlah yang dipinjam, berapa jumlah yang telah dilunasi, berapa besar

Dengan demikian dapat disebutkan bahwa tepung daun jaloh kurang sesuai dijadikan bahan baku pakan ikan lele dumbo, karena menghasilkan laju pertumbuhan harian lebih

Alat ini di rancang tidak hanya sebagai jam, tetapi juga ditambahkan fitur-fitur lainnya seperti timer maju dan mundur, dan alarm waktu dengan menggnakan ic mikrokontroler AT892051

Alat ini di rancang tidak hanya sebagai jam, tetapi juga ditambahkan fitur-fitur lainnya seperti timer maju dan mundur, dan alarm waktu dengan menggnakan ic mikrokontroler AT892051

Aset keuangan (atau mana yang lebih tepat, bagian dari aset keuangan atau bagian dari kelompok aset keuangan serupa) dihentikan pengakuannya pada saat: (1) hak untuk menerima arus