• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Aktinomiset Menggunakan Beberapa Jenis Tanah sebagai Agens Hayati Penyakit Kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Aktinomiset Menggunakan Beberapa Jenis Tanah sebagai Agens Hayati Penyakit Kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada Padi"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI AKTINOMISET MENGGUNAKAN BEBERAPA

JENIS TANAH SEBAGAI AGENS HAYATI PENYAKIT

KRESEK (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) PADA PADI

ARFIANI FITRI AMALIA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Formulasi Aktinomiset Menggunakan Beberapa Jenis Tanah sebagai Agens Hayati Penyakit Kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Arfiani Fitri Amalia

(4)
(5)

ABSTRAK

ARFIANI FITRI AMALIA. Formulasi Aktinomiset Menggunakan Beberapa Jenis Tanah sebagai Agens Hayati Penyakit Kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae)

pada Padi. Dibimbing oleh GIYANTO.

Pengendalian patogen secara hayati merupakan salah satu teknik pengendalian penyakit tanaman yang memanfaatkan mikroorganisme antagonis. Aktinomiset merupakan bakteri yang memiliki potensi tinggi sebagai agens hayati dalam mengendalikan patogen tanaman. Aktinomiset dapat diformulasikan dengan berbagai jenis bahan pembawa dalam bentuk padatan atau tepung. Tanah dapat digunakan sebagai bahan pembawa dalam suatu formulasi agens hayati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan formulasi aktinomiset menggunakan tiga jenis tanah (latosol, andosol, dan podsolik) dalam menekan

Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji antibiosis aktinomiset terhadap Xoo, uji antibakteri formulasi aktinomiset terhadap Xoo, dan uji keefektifan formulasi aktinomiset dalam mengendalikan penyakit kresek dan sebagai PGPR pada bibit padi. Hasil pengujian antibiosis aktinomiset menunjukkan bahwa aktinomiset dapat menekan pertumbuhan Xoo secara in vitro. Hasil pengujian antibakteri formulasi aktinomiset menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara jenis formulasi dan taraf konsentrasi. Formulasi aktinomiset menggunakan tanah andosol sebagai bahan pembawa dapat menekan populasi Xoo sebesar 27.25%. Populasi Xoo juga dapat ditekan oleh formulasi aktinomiset menggunakan tanah podsolik sebesar 25.62% dan formulasi aktinomiset menggunakan tanah latosol sebesar 14.24%. Formulasi aktinomiset menggunakan tanah andosol tidak hanya dapat menekan populasi

Xoo, tetapi dapat menginduksi pertumbuhan tanaman terlihat dari rata-rata panjang akar dan tinggi tanaman yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol.

(6)
(7)

ABSTRACT

ARFIANI FITRI AMALIA. Formulation of Actinomycetes Using Some Type of Soil as a Biological Agens Bacterial Leaf Blight Diseases (Xanthomonas oryzae

pv. oryzae) of Paddy. Supervised by GIYANTO.

Biological control is one of the techniques for controlling plant diseases using antagonistic microorganisms. Actinomycetes are bacteria that have high potential as biological agents to control plant pathogens. Actinomycetes could be formulated with a wide range of carrier in the form of flour or powder. Soil could be used as a carrier materials in a formulation because soil has a mineral content that could promote plant growth. The purpose of this research was to determine the effectiveness of actinomycetes’s formulation that used three types of soil (latosol, andosol, and podzolic) to suppress Xanthomonas oryzae pv. oryzae

(Xoo). Tests that conducted in this research include antibiosis test of actinomycetes against Xoo, antibacterial formulation test of actinomycetes against

Xoo, and test the effectiveness of the formulation to suppress leaf blight disease and for the growth of rice seedlings. The result of antibiosis test indicated that antibiosis of actinomycetes could suppress the growth of Xoo by means of in vitro. The result of antibacterial formulation test showed that there is a relationship between the types of formulations with concentration level. Formulation actinomycetes using andosol soil could suppress population of Xoo

by 27.25%. Population of Xoo also could be suppressed by formulation actinomycetes using podzolic soil by 25.62% and formulation actinomycetes using latosol soil by 14.24%. Formulation actinomycetes using andosol soil not only could suppress population of Xoo but also could induce plant growth by increasing the average length of roots and plant height compared with the control.

(8)
(9)

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

FORMULASI AKTINOMISET MENGGUNAKAN BEBERAPA

JENIS TANAH SEBAGAI AGENS HAYATI PENYAKIT

KRESEK (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) PADA PADI

ARFIANI FITRI AMALIA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)
(14)

Judul Skripsi : Formulasi Aktinomiset Menggunakan Beberapa Jenis Tanah sebagai Agens Hayati Penyakit Kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada Padi

Nama Mahasiswa : Arfiani Fitri Amalia

NRP : A34090059

Disetujui oleh,

Dr. Ir. Giyanto, MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(15)
(16)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Formulasi Aktinomiset Menggunakan Beberapa Jenis Tanah sebagai Agens Hayati Penyakit Kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada Padi”ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan suatu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Muko’id, Ibu Restuningsih, dan Nur Asri Komariah atas segala doa, kasih sayang, dan senantiasa memberikan dukungan yang begitu berarti untuk penulis. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Giyanto, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, dan bimbingan. Tak lupa pula ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Ruly Anwar, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi masukan, saran, dan motivasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis ucapkan untuk semua teman-teman seperjuangan di Departemen Proteksi Tanaman angkatan 46, keluarga besar Pondok Harmoni (Cindi, Isterah, Iwana, Meilisa, Mei Lianti, Mirna, Rianika, dan Wenny) yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis serta pihak lain yang senantiasa membantu dan memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Januari 2014

(17)
(18)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

BAHAN DAN METODE 4

Tempat dan Waktu 4

Metode Penelitian 4

Perbanyakan Isolat Aktinomiset 4

Perbanyakan Isolat Xanthomonas oryzae pv. oryzae 4

Uji Potensi Antibiosis Aktinomiset terhadap

Xanthomonas oryzae pv. oryzae 4

Penyiapan Fomulasi Aktinomiset 4

Penyiapan carrier atau bahan pembawa 5

Penyiapan spora aktinomiset pada media beras 5

Komposisi formulasi aktinomiset 5

Pengujian Antibakteri Formulasi Aktinomiset terhadap

Penekanan Xanthomonas oryzae pv. oryzae 6

Pengujian Formulasi Aktinomiset terhadap Penekanan Populasi

Xanthomonas oryzae pv. oryzae 6 Uji Keefektifan Formulasi Aktinomiset sebagai PGPR pada

Benih Padi 7

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Perbanyakan Isolat Aktinomiset 9

Perbanyakan Isolat Xanthomonas oryzae pv. oryzae 9

Uji Potensi Antibiosis Aktinomiset terhadap

Xanthomonas oryzae pv. oryzae 10 Pengujian Antibakteri Formulasi Aktinomiset terhadap

Penekanan Xanthomonas oryzae pv. oryzae 11

Pengujian Formulasi Aktinomiset terhadap Penekanan Populasi

Xanthomonas oryzae pv. oryzae 13 Uji Keefektifan Formulasi Aktinomiset sebagai PGPR pada Benih

Padi 14

KESIMPULAN DAN SARAN 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(19)
(20)

DAFTAR TABEL

1 Perlakuan uji keefektifan formulasi aktinomiset sebagai PGPR pada

benih padi 7

2 Rata-rata panjang zona penghambatan aktinomiset ATS 6 terhadap

Xanthomonas oryzae pv. oryzae 10 3 Komposisi formulasi aktinomiset menggunakan tiga jenis tanah 11 4 Rata-rata panjang diameter zona penghambatan beberapa konsentrasi

formulasi aktinomiset terhadap Xanthomonas oryzae pv. Oryzae 12 5 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata jumlah

populasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae 13

6 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata

kecepatan tumbuh benih padi berumur 7 HST 14 7 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata daya

berkecambah benih padi berumur 7 HST 14

8 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata panjang akar tanaman padi berumur 14 HST ... 15 9 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata tinggi

tanaman padi berumur 14 HST ... 15 10 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata bobot

basah tanaman padi berumur 14 HST 16

DAFTAR GAMBAR

1 Koloni isolat aktinomiset koleksi laboratorium yang berhasil

ditumbuhkan kembali A) koloni ATS 6 pada media YCED B) koloni

ATS 6 pada media NA 9

2 Koloni isolat X. oryzae pv. oryzae (Xoo)yang berhasil ditumbuhkan kembali pada media wakimoto A) Xoo patotipe III, B) Xoo patotipe IV,

C) Xoo patotipe VIII 10

3 Uji antibiosis ATS 6 terhadap X. oryzae pv. oryzae yang ditumbuhkan selama A) 3 HSI, B) 5 HSI, C) 7 HSI sebelum uji antibiosis terhadap

X. oryzae pv. oryzae pada patotipe 1) Xoo III, 2) Xoo IV, 3) Xoo VIII

dibandingkan dengan K) Kontrol. 11

4 Zona bening yang terbentuk sebagai zona hambatan formulasi terhadap

Xoo patotipe III a) FL, b) FP, c) FA, Xoo patotipe IV d) FL, e) FP, f) FA, Xoo patotipe VIII g) FL, h) FP, i) FA, dengan konsentrasi formulasi

1) Kontrol, 2) 1%, 3) 2.5%, 4) 5%. 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam pengujian antibakteri formulasi terhadap Xoo

(21)
(22)

2 Hasil analisis ragam pengujian antibakteri formulasi terhadap Xoo

patotipe IV 20

3 Hasil analisis ragam pengujian antibakteri formulasi terhadap Xoo

patotipe VIII 20

4 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap

penekanan populasi X. oryzae pv. oryzae 20 5 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap

kecepatan tumbuhbenih padi berumur 7 HST 21 6 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap

daya berkecambah benih padi berumur 7 dan 14 HST 21 7 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap

rata-rata panjang akar tanaman padi berumur 14 HST 21 8 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap

rata-rata tinggi tanaman padi berumur 14 HST 21 9 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap

(23)
(24)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang sangat penting di Indonesia. Sebagian besar rakyat Indonesia mengkonsumsi beras yang berasal dari tanaman padi sebagai bahan makanan pokok. Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) (2013), Indonesia menempati peringkat ketiga negara yang memproduksi padi terbanyak setelah negara China dan India. Luas panen tanaman padi seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 13 443 443.00 Ha. Sedangkan produktivitasnya sebesar 51.36 ku/ha dengan besarnya nilai produksi 69 045 141.00 ton (BPS 2013).

Dalam proses produksi suatu tanaman tidak terlepas dari kendala faktor abiotik dan faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhannnya. Faktor abiotik yang dapat menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman yaitu temperatur, kelembaban udara, sinar matahari, hujan, angin, tanah, air, dan sebagainya (Suryanto dan Surachman 2007). Sedangkan faktor biotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah organisme penganggu tanaman (OPT) meliputi hama (serangga, tungau, hewan menyusui, burung, dan moluska), penyakit (jamur, bakteri, virus, dan nematoda), dan gulma atau tumbuhan pengganggu (Djojosumarto 2008). Gangguan faktor abiotik dan faktor biotik pada suatu proses produksi dapat menyebabkan kerugian karena dapat menyebabkan kehilangan hasil.

Penyakit hawar daun bakteri merupakan penyakit penting pada padi sawah di seluruh wilayah dunia, termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini juga merupakan salah satu penyakit yang menyerang tanaman padi yang dapat menyebabkan kerugian sangat besar. Penyakit hawar daun bakteri atau penyakit kresek disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Penurunan produksi padi nasional setiap tahunnya mencapai 50% salah satunya disebabkan oleh serangan penyakit tersebut (Utami et al. 2011). Penyakit kresek tidak hanya menyerang tanaman padi pada saat fase pembenihan tetapi juga pada saat fase pembungaan (Hifni et al. 1996).

Bakteri menyebabkan bercak pada daun; hawar pada daun; busuk lunak pada buah, akar, dan batang; layu; pertumbuhan sel yang tidak normal; kudis; kanker; dan lain sebagainya (Agrios 2005). Xanthomonas oryzae pv. oryzae

merupakan penyebab penyakit hawar daun bakteri atau penyakit kresek yang menginfeksi tanaman padi melalui hidatoda atau luka. Pada fase pembenihan gejala yang tampak berupa bercak-bercak kecil kebasahan pada pinggir daun. Bercak yang semakin besar akan menyebabkan daun padi menguning lalu mengering dengan cepat. Infeksi pada fase pembenihan menyebabkan benih menjadi kering. Gejala yang terlihat di pertanaman biasanya berupa garis-garis kebasahan kemudian bercak membesar dengan tepi bercak bergelombang lalu menguning dalam waktu beberapa hari (Ismail et al. 2011).

(25)

2

Pengendalian hayati mengurangi ketergantungan pada bahan kimia beresiko tinggi (Anith et al. 2004). Faktor teknis, ekonomi, dan lingkungan menjadi faktor untuk mengadopsi metode baru yang berkelanjutan seperti penggunaan mikroorganisme antagonis untuk mengendalikan patogen tular tanah. Para peneliti terutama memfokuskan pada cendawan dan bakteri antagonis, namun sering memberikan hasil yang tidak konsisten dan tidak memuaskan (Spadaro 2005).

PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) merupakan salah satu cara alternatif pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang ramah lingkungan. Menurut Nelson (2004) PGPR merupakan agens hayati yang menjanjikan dapat menekan OPT di lapangan. Rizobakteria pemacu pertumbuhan tanaman ini mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap serangan OPT melalui berbagai mekanisme. Mekanisme tersebut meliputi antibiosis, kompetisi, induksi resistensi, dan mekanisme peningkatan pertumbuhan tanaman (Cook dan Baker 1983). Agens hayati yang dapat menghasilkan senyawa antibiotik, metabolit sekunder atau enzim untuk menghancurkan sel mampu mematikan atau menghambat pertumbuhan patogen sasaran. Menurut Byarugaba (2009) mekanisme kerja antimikroba meliputi penghambatan sintesis dinding sel, penghambatan fungsi ribosom, penghambatan sintesis asam nukleat, penghambatan metabolisme folat, dan penghambatan fungsi membran sel.

Aktinomiset merupakan bakteri yang memiliki potensi dalam menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat menghambat patogen. Bakteri ini dapat memproduksi metabolit antibiotik dan senyawa antimikroba sehingga dapat membatasi serangan organisme patogen (Patil et al. 2011). Aktinomiset memiliki struktur spora bertahan yang dapat bertahan dalam kondisi tidak menguntungkannya. Spora yang diproduksi oleh aktinomiset digunakan sebagai cara utama dalam melakukan pemencaran atau dispersal (Schaad et al. 2000). Spora aktinomiset dikenal dengan sebutan eksospora, karena terbentuknya spora tersebut tidak dari dalam sel serta memiliki dinding yang tidak terlalu tebal. Umumnya aktinomiset dijumpai di rhizosfer hingga di jaringan tanah dalam.

(26)

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keefektifan formulasi aktinomiset menggunakan tiga jenis tanah (latosol, andosol, dan podsolik) dalam menekan penyakit kresek (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada padi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi teknologi formulasi aktinomiset dalam mengendalian penyakit kresek Xanthomonas oryzae pv. oryzae

(27)

4

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari bulan Maret sampai September 2013.

Metode Penelitian

Perbanyakan Isolat Aktinomiset

Aktinomiset yang digunakan merupakan koleksi isolat milik Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Jenis isolat aktinomiset yang digunakan adalah ATS 6. Koloni tunggal dari ATS 6 ditumbuhkan kembali dan diperbanyak dalam cawan petri menggunakan media

casamino acids-yeast extract-glucose-agar atau YCED (0.3 g yeast extract, 0.3 g

casamino acids, 0.3 g D-glucose, 15 g agar, 1 l aquades) (Crawford et al. 1993).

Perbanyakan Isolat Xanthomonas oryzae pv.oryzae

Isolat Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan koleksi isolat milik Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Koloni tunggal dari isolat bakteri X. oryzae pv.

oryzae ditumbuhkan kembali dan diperbanyak menggunakan cawan petri dengan media wakimoto (300 g kentang, 17 g difco agar, 7 g bacto pepton, 17 g sukrosa, 0.5 g Ca(NO3)2 4H2O, 1 g Na2HPO4 12H20, 1 l aquades). Jenis isolat bakteri X. oryzae pv. oryzae yang digunakan adalah Xoo patotipe III, Xoo patotipe IV, dan

Xoo patotipe VIII.

Uji Potensi Antibiosis Aktinomiset terhadap Xanthomonas oryzae pv.oryzae

Pengujian potensi antibiosis aktinomiset ini bertujuan untuk mengetahui sifat antagonisme aktinomiset dalam menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae

pv. oryzae. Pengujian potensi antibiosis ini dilakukan dengan modifikasi metode

cross-streak (Madigan et al. 1997) antara isolat aktinomiset dengan isolat bakteri

X. oryzae pv. oryzae. Isolat aktinomiset digoreskan pada media nutrient agar (3.0 g beef extract, 5.0 g peptone, 15.0 g agar, 1 l aquades) seluas sepertiga bagian cawan. Aktinomiset diinkubasi dalam tiga perlakuan yang berbeda yaitu diinkubasi selama 3, 5, dan 7 hari sehingga menghasilkan perbedaan produksi senyawa metabolit sekunder yang akan berdifusi ke media agar. Setelah itu, bakteri X. oryzae pv. oryzae digoreskan pada sisi cawan yang kosong dengan arah tegak lurus terhadap isolat aktinomiset. Aktinomiset yang memiliki kemampuan antagonis akan menghambat pertumbuhan bakteri X. oryzae pv. oryzae dengan terbentuknya zona penghambatan sehingga bakteri X. oryzae pv. oryzae yang digoreskan tidak tumbuh. Parameter yang diamati dalam pengujian ini adalah rata-rata panjang zona hambatan.

Penyiapan Formulasi Aktinomiset

(28)

5

kedua penyiapan formulasi aktinomiset yaitu penyiapan spora aktinomiset pada media beras sebagai media tumbuh bakteri. Tahapan ketiga yaitu komposisi formulasi aktinomiset dan penghitungan jumlah populasi aktinomiset dalam formulasi.

Penyiapan carrier atau bahan pembawa. Bahan pembawa yang digunakan adalah tiga jenis tanah yang ada di wilayah Bogor seperti tanah jenis latosol Dramaga, podsolik Jasinga, dan andosol Sukamantri. Tidak ada kriteria khusus lainnya dalam pemilihan sampel tanah. Dari ketiga jenis tanah tersebut masing-masing diambil sekitar 1 kg tanah. Masing-masing jenis tanah tersebut disuspensikan dengan melarutkannya dengan air pada wadah yang telah disediakan. Setelah itu suspensi tanah tersebut disaring sebanyak dua kali penyaringan menggunakan saringan tepung. Hasil saringan kedua diendapkan 1-2 jam. Endapan saringan kedua tersebut diambil dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 43 °C. Setelah kering, tanah tersebut dihaluskan menggunakan blender hingga halus. Tanah yang telah halus digunakan sebagai bahan pembawa formulasi.

Penyiapan spora aktinomiset pada media beras. Formulasi aktinomiset dibuat dalam bentuk formulasi padat atau tepung. Aktinomiset yang digunakan dalam formulasi disiapkan pada suatu media beras. Penggunaan media beras bertujuan untuk mendapatkan suatu bentuk formulasi padat atau tepung yang didalamnya mengandung spora aktinomiset. Beras direndam selama dua jam lalu ditiriskan selama satu jam. Sebanyak 100 g beras dimasukkan ke dalam plastik tahan panas, lalu disterilisasi menggunakan autoklaf agar tidak ada mikroorganisme lain yang terbawa dalam beras. Beras yang sudah disterilisasi diinokulasikan dengan bakteri aktinomiset yang berumur 5 hari. Isolat aktinomiset yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat ATS 6. Isolat ATS 6 diperbanyak terlebih dahulu menggunakan media casamino acids-yeast extract-glucose-agar (YCED). Setelah diinokulasi dengan bakteri ATS 6, lalu beras tersebut diinkubasi selama 9 hari. Beras yang telah terselimuti oleh spora ATS 6 dioven dengan suhu 43 °C selama 24 jam. Lalu setelah diinkubasi selama 24 jam, beras yang telah mengeras diblender menjadi tepung.

(29)

6

Populasi bakteri

x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengeceran ke- (cfu) p = faktor pengenceran ke-

v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)

Hasil perhitungan populasi bakteri dalam satuan cfu/ml dapat digunakan untuk menghitung komposisi tepung beras yang mengandung spora ATS 6 dalam 100 g formulasi. Jumlah komposisi tepung beras yang mengandung spora ATS 6 dalam 100 g formulasi dapat dihitung menggunakan rumus:

V1 x C1 = V2 x C2

V1 = volume bahan yang tidak diketahui (g) V2 = volume bahan yang diinginkan (g) C1 = konsentrasi awal (spora/g)

C2 = konsentrasi yang diinginkan (spora/g)

Pengujian Antibakteri Formulasi Aktinomiset terhadap Penekanan

Xanthomonas oryzae pv. oryzae

Pengujian antibakteri formulasi aktinomiset secara in vitro dilakukan dengan cara mensuspensikan formulasi aktinomiset konsentrasi 1%, 2.5%, dan 5% dengan air steril. Setelah disuspensikan dengan air steril, suspensi formulasi aktinomiset diteteskan pada kertas saring diatas media padat wakimoto yang telah disebar 100 µl suspensi X. oryzae pv. oryzae. Koloni X. oryzae pv. oryzae

dikulturkan pada media padat wakimoto dan diinkubasi selama 3 hari. Koloni tunggal dari X. oryzae pv. oryzae dikulturkan kembali pada media wakimoto cair (300 g kentang, 7 g bacto pepton, 17 g sukrosa, 0.5 g Ca(NO3)2 4H2O, 1 g Na2HPO4 12H20, 1 l aquades) dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu dilakukan plating dengan cara menyebar 100 µl suspensi X. oryzae pv. oryzae ke dalam media wakimoto padat. Kertas saring diletakkan diatas media wakimoto yang telah disebar dengan suspensi X. oryzae pv. oryzae. Kertas saring tersebut ditetesi suspensi formulasi aktinomiset sebanyak 10 µl dengan konsentrasi masing-masing formulasi 1%, 2.5%, dan 5%. Perlakuan kontrol dilakukan dengan cara meneteskan kertas saring dengan air steril sebanyak 10 µl. Pengujian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dua faktor dengan empat kali ulangan. Formulasi yang dapat menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae

akan menimbulkan zona bening disekitar kertas saring. Daya hambatan tersebut dapat diketahui dengan mengukur diameter zona hambatannya.

Pengujian Formulasi Aktinomiset terhadap Penekanan Populasi

Xanthomonas oryzae pv. oryzae.

(30)

7

kemudian digerus menggunakan mortar steril. Setelah itu, gerusan benih disuspensikan dengan 10 ml air steril dan diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 1 jam. Setelah itu, dilakukan pengenceran bertingkat dengan cara mencampurkan 1 ml suspensi gerusan benih dengan 9 ml air steril pada tabung reaksi sebagai faktor pengenceran 10-1. Pengenceran bertingkat dilakukan hingga faktor pengenceran 10-5. Platting hanya dilakukan pada faktor pengenceran 10-3, 10-4, 10-5. Pencawanan dilakukan dengan menyebar sebanyak 100 µl suspensi pada media wakimoto. Pengamatan populasi X. oryzae pv. oryzae dilakukan setelah diinkubasikan selama 3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan cfu/ml dengan rumus:

Populasi bakteri

x = jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengeceran ke- (cfu) p = faktor pengenceran ke-

v = volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)

Pengujian formulasi aktinomiset terhadap penekanan populasi X. oryzae pv.

oryzae ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah penekanan populasi X. oryzae pv. oryzae.

Uji Keefektifan Formulasi Aktinomiset sebagai PGPR pada Benih Padi Uji keefektifan formulasi aktinomiset sebagai PGPR dilakukan pada benih padi dengan metode seed coating. Sebelum perlakuan benih padi direndam selama 24 jam dalam air steril. Setelah itu, benih padi ditiriskan selama 5 menit. Sebelum ditanam pada media tanam steril yang berisi campuran kompos dan pasir, benih padi dilakukan coating terlebih dahulu dengan formulasi aktinomiset. Sebanyak 3.8 g benih padi dicampur dengan 1 g formulasi aktinomiset kemudian diaduk secara merata sehingga seluruh benih padi terselimuti dengan formulasi aktinomiset. Setelah itu, sebanyak 50 benih padi ditanam dalam media tanam yang telah tersedia. Perlakuan yang diujikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perlakuan uji keefektifan formulasi aktinomiset sebagai PGPR pada benih padi

Perlakuan Keterangan

KONTROL Benih padi tanpa aplikasi formulasi aktinomiset

BAKTERISIDA Aplikasi benih padi dengan bakterisida Agrept 20 WP

berbahan aktif Streptomisin sulfat 20%

FL Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset dengan

bahan pembawa tanah latosol Dramaga

FP Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset dengan

bahan pembawa tanah podsolik Jasinga

FA Aplikasi benih padi dengan formulasi aktinomiset dengan

bahan pembawa tanah andosol Sukamantri

(31)

8

Parameter pengamatannya meliputi kecepatan tumbuh benih padi berumur 7 HST, daya berkecambah benih padi 14 HST, tinggi tanaman pada saat tanaman padi berumur 14 HST, panjang akar pada saat tanaman padi berumur 14 HST, dan bobot basah benih pada saat tanaman padi berumur 14 HST. Pengujian formulasi aktinomiset terhadap pertumbuhan benih padi dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat ulangan.

Analisis Data

Rancangan percobaan yang dilakukan pada pengujian antibakteri formulasi aktinomiset terhadap penekanan X. oryzae pv. oryzae adalah rancangan acak lengkap dua faktor. Rancangan percobaan yang dilakukan pada pengujian formulasi aktinomiset terhadap penekanan populasi X. oryzae pv. oryzae dan uji keefektifan formulasi aktinomiset sebagai PGPR pada benih padi adalah rancangan acak lengkap satu faktor. Pengolahan data dilakukan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Untuk menguji pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati dilakukan analisis ragam menggunakan program

(32)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbanyakan Isolat Aktinomiset

Isolat aktinomiset yang diperbanyak untuk penelitian ini adalah jenis isolat aktinomiset ATS 6. Isolat ATS 6 yang berasal dari Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan berhasil diperbanyak menggunakan media agar casamino acids-yeast extract-glucose-agar (YCED) dalam suatu cawan petri. Perbanyakan isolat aktinomiset ini membutuhkan masa inkubasi kurang lebih selama 5 sampai 6 hari. Morfologi dari isolat ATS 6 yaitu memiliki ciri khas koloni yang tampak berdebu, beludru, dan kering (Gambar 1).

Aktinomiset merupakan bakteri yang mempunyai dua macam miselium yaitu miselium substrat dan miseluim aerial. Warna miselium substrat dan miselium aerial bervariasi. Hal tersebut menyebabkan warna koloni aktinomiset berbeda-beda. Beberapa isolat aktinomiset dapat menghasilkan suatu pigmen yang dapat berdifusi dengan media agar seperti pigmen melanin yang dapat terbentuk pada media agar yang mengandung pepton dan yeast extract (Oskay et al. 2004).

Gambar 1 Koloni isolat aktinomiset koleksi laboratorium yang berhasil ditumbuhkan kembali A) koloni ATS 6 pada media YCED B) koloni ATS 6 pada media NA.

Aktinomiset adalah bakteri Gram positif berfilamen, bersifat saprofitik yang mampu menjelajah jaringan tanaman dan menghasilkan spora bertahan yang dapat bertahan lama di tanah (Patil et al. 2011). Bakteri aktinomiset telah diakui sebagai sumber untuk beberapa metabolit sekunder, antibiotik, dan enzim litik. Beberapa spesies terutama Streptomyces spp. berpotensial sebagai agens hayati terhadap patogen penyakit (Sabaratnam 2002). Menurut Oskay et al. (2004) aktinomiset dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman yang menyebabkan hasil pertanian meningkat.

Perbanyakan Isolat Xanthomonas oryzae pv. oryzae

Bakteri X. oryzae pv. oryzae yang berhasil ditumbuhkan kembali pada media wakimoto padat menunjukkan warna koloni bakteri yang berwarna kuning, bundar dengan tepian licin, cembung, dan berlendir (Gambar 2). Hal tersebut sesuai dengan ciri koloni yang dilaporkan oleh Muneer (2007). Menurut Muneer (2007) Xanthomonas menghasilkan koloni yang berwarna kuning, cembung, berlendir, dan memiliki tekstur yang mengkilap.

(33)

10 µm dan lebarnya 0.4 µm sampai 0.7 µm (Liu et al. 2006). Salah satu karakteristik dari genus Xanthomonas adalah adanya produksi pigmen Xanthomonadhin (Schaad et al. 2000).

Uji Potensi Antibiosis Aktinomiset terhadap Xanthomonas oryzae pv.

oryzae

Uji potensi antibiosis dilakukan dengan modifikasi metode cross-streak

(Madigan et al. 1997). Pada pengujian antibiosis didapatkan hasil berupa rata-rata panjang zona hambatan aktinomiset jenis ATS 6 terhadap bakteri patogen sasaran

X. oryzae pv. oryzae (Xoo). Menurut Himmah (2012) ATS 6 memiliki aktivitas penghambatan terbaik terhadap X. oryzae pv. oryzae. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan kemampuan penghambatan ATS 6 pada beberapa hari setelah inokulasi (HSI) yang berbeda yaitu 3 HSI, 5 HSI, dan 7 HSI. ATS 6 dapat menghambat pertumbuhan salah satu patotipe Xoo yaitu Xoo III sejak 3 HSI. Penekanan optimal yang dilakukan oleh senyawa bioaktif ATS 6 terhadap ketiga jenis patotipe Xoo terjadi pada 5 HSI (Tabel 2).

Tabel 2 Rata-rata panjang zona penghambatan aktinomiset ATS 6 terhadap

Xanthomonas oryzae pv. oryzae.

Hari setelah

Pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae dapat terhambat karena adanya aktivitas antibiosis dari aktinomiset (Gambar 3). Pada 5 HSI senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh aktinomiset secara optimal berdifusi ke media agar sehingga pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae dapat dihambat.Menurut Terkina et al. (2006) aktinomiset merupakan mikroorganisme antagonis terkuat diantara mikroorganisme lainnya. Aktinomiset menghasilkan zat antibiotik yang dapat berfungsi sebagai antibakteri, antifungi, antitumor, antiprotozoik, dan antivirus. Antibiotik yang dihasilkan oleh mikroorganisme berjumlah kurang lebih 10.000 antibiotik dengan persentase 70 % dari jumlah keseluruhan jenis antibiotik tersebut berasal dari aktinomiset.

B C

(34)

11

Gambar 3 Uji antibiosis ATS 6 terhadap X. oryzae pv. oryzae yang ditumbuhkan selama A) 3 HSI, B) 5 HSI, C) 7 HSI sebelum uji antibiosis terhadap

X. oryzae pv. oryzae pada patotipe 1) Xoo III, 2) Xoo IV, 3) Xoo VIII dibandingkan dengan K) Kontrol.

Pengujian Antibakteri Formulasi Aktinomiset terhadap Penekanan

Xanthomonas oryzae pv. oryzae

Komposisi formulasi aktinomiset terdiri dari tanah (latosol, podsolik, dan andosol), talek, susu skim, dan tepung beras yang mengandung spora aktinomiset. Dari hasil perhitungan tersebut, jumlah komposisi tepung beras yang dibutuhkan sebanyak 23.25 g. Kandungan spora ATS 6 yang terdapat dalam 100 g formulasi aktinomiset adalah 4.3 x 108 spora/g. Komposisi masing-masing formulasi dapat

dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi formulasi aktinomiset menggunakan tiga jenis tanah

Komposisi

Pengujian antibakteri formulasi aktinomiset dilakukan dengan membandingkan kemampuan penghambatan beberapa jenis formulasi terhadap pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae. Pengujian ini menggunakan tiga jenis isolat X. oryzae pv. oryzae yang berbeda yaitu Xoo III, Xoo IV, dan Xoo VIII. Pengujian antibakteri formulasi bertujuan untuk melihat adanya korelasi antara jenis formulasi dan konsentrasinya. Hasil pengujian antibakteri formulasi aktinomiset terhadap penekan X. oryzae pv. oryzae dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada perlakuan uji antibakteri formulasi aktinomiset terhadap Xoo patotipe III menunjukkan bahwa formulasi podsolik dan formulasi andosol pada taraf konsentrasi 1%, 2.5%, dan 5% dapat menekan pertumbuhan Xoo patotipe III dengan rata-rata panjang diameter penghambatan lebih dari 30.00 mm. Formulasi latosol pada taraf konsentrasi 5% menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap jenis konsentrasi dan taraf konsentrasinya. Formulasi latosol dengan taraf

(35)

12

konsentrasi 5% kurang efektif dalam menekan Xoo patotipe III karena hanya menghambat pertumbuhan Xoo patotipe III dengan rata-rata diameter 24.00 mm (Tabel 4).

Tabel 4 Rata-rata panjang diameter zona penghambatan beberapa konsentrasi formulasi aktinomiset terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae.

Perlakuan Rata-rata panjang diameter penghambatan (mm)a pada konsentrasi

Untuk setiap kelompok patotipe Xoo, rataan selajur yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0.05). bXoo III = Xoo patotipe III, Xoo IV =

Xoo patotipe IV, Xoo VIII = Xoo patotipe VIII.

Hasil pengujian menunjukkan setiap perlakuan formulasi aktinomiset pada taraf konsentrasi yang berbeda (1%, 2.5%, dan 5%) dapat menekan pertumbuhan

Xoo III, Xoo IV, dan Xoo VIII. Formulasi aktinomiset mampu menekan pertumbuhan ketiga jenis isolat Xoo dengan terbentuknya zona bening yang merupakan zona penghambatan (Gambar 4). Berdasarkan hasil pengujian, terdapat korelasi antara jenis formulasi dan konsentrasi pada setiap perlakuan.

Gambar 4 Zona bening yang terbentuk sebagai zona hambatan formulasi terhadap

(36)

13

Pada pengujian antibakteri formulasi aktinomiset terhadap Xoo patotipe IV korelasi antara jenis formulasi dan taraf konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Semua jenis formulasi dengan taraf konsentrasi yang diberikan sebesar 1%, 2.5%, dan 5% hanya dapat menghambat pertumbuhan Xoo patotipe IV dengan rata-rata diameter penghambatan kurang dari 20.00 mm (Tabel 4).

Pada pengujian antibakteri formulasi aktinomiset terhadap Xoo patotipe VIII menunjukkan bahwa formulasi andosol pada taraf konsentrasi 1% efektif dalam menekan Xoo patotipe VIII dengan rata-rata panjang diameter penghambatan sebesar 33.00 mm. Hasil tersebut berbeda nyata terhadap formulasi latosol pada taraf konsentrasi 5%. Formulasi latosol pada taraf konsentrasi 5% hanya dapat menekan pertumbuhan Xoo patotipe VIII dengan rata-rata diameter penghambatan sebesar 24.00 mm (Tabel 4). Berdasarkan hasil yang didapat formulasi latosol dengan taraf konsentrasi 5% kurang efektif dalam menekan pertumbuhan Xoo

patotipe VIII.

Berdasarkan hasil yang didapat pada perlakuan pengujian antibakteri terhadap Xoo patotipe III, IV, dan VIII, formulasi andosol dengan taraf konsentrasi 1%, 2.5%, dan 5% merupakan formulasi yang efektif dalam menekan ketiga jenis patotipe Xoo. Formulasi andosol efektif dalam menekan pertumbuhan

Xoo dikarenakan sifat tanah andosol yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi (Rachim dan Arifin 2011). Ketersediaan bahan organik dalam tanah menyebabkan nutrisi untuk pertumbuhan mikroba khususnya aktinomiset selalu tersedia.

Pengujian Formulasi Aktinomiset terhadap Penekanan Populasi

Xanthomonas oryzae pv. oryzae

Formulasi aktinomiset menggunakan tiga jenis tanah (latosol, podsolik, dan andosol) sebagai bahan pembawa dapat menekan populasi X. oryzae pv. oryzae.

Hasil pengujian menunjukkan terdapat pengaruh nyata antara perlakuan formulasi aktinomiset terhadap kontrol (Tabel 5). Formulasi latosol, formulasi podsolik, dan formulasi andosol mampu menekan jumlah populasi X. oryzae pv. oryzae

dibandingkan dengan kontrol dan bakterisida. Diantara ketiga jenis formulasi tersebut, formulasi andosol dapat menekan populasi X. oryzae pv. oryzae sebesar 27.25% dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Hal tersebut dikarenakan banyaknya ketersediaan nutrisi bagi mikroba khususnya aktinomiset. Ketersediaan nutrisi dipengaruhi oleh karakteristik tanah andosol yang berasal dari abu vulkanik yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Ketersediaan nutrisi tersebut memungkinkan populasi aktinomiset dalam formulasi bertambah sehingga dapat menekan pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae secara optimal.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata jumlah populasi Xanthomonas oryzae pv. oryzae

(37)

14

a

Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang

berganda Duncan α = 0.05).

Perlakuan bakterisida tidak dapat menekan populasi X. oryzae pv. oryzae

dilihat dari jumlah populasi yang tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol dengan persentasi penekanan -6.23% (Tabel 5). Peningkatan populasi X. oryzae

pv. oryzae pada perlakuan bakterisida mungkin dikarenakan jenis bakterisida tersebut tidak cocok untuk perlakuan seed treatment sehingga menyebabkan organisme sasaran populasinya meningkat.

Uji Keefektifan Formulasi Aktinomiset sebagai PGPR pada Benih Padi Pengujian keefektifan formulasi aktinomiset sebagai PGPR pada benih padi bertujuan untuk mengetahui kemampuan formulasi dalam menginduksi pertumbuhan tanaman. Parameter pengujian tersebut meliputi kecepatan tumbuh, daya berkecambah, panjang akar, tinggi tanaman, dan bobot basah. Berdasarkan hasil pengujian, perlakuan formulasi aktinomiset tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata kecepatan tumbuh tanaman padi berumur 7 HST dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6). Perlakuan formulasi aktinomiset memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan bakterisida. Perlakuan bakterisida juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata kecepatan tumbuh benih padi pada perlakuan bakterisida menunjukkan hasil yang paling kecil yaitu hanya 40.5%. Hal tersebut diduga karena perlakuan bakterisida tidak efektif untuk seed treatment sehingga rata-rata kecepatan tumbuh yang dihasilkan paling kecil diantara yang lainnya.

Tabel 6 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata kecepatan tumbuh benih padi berumur 7 HST

Perlakuan Rata-rata kecepatan tumbuh (%)a

Kontrol 72.5a

Tabel 7 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata daya berkecambah benih padi berumur 14 HST

Perlakuan Rata-rata daya berkecambah (%)a

Kontrol 81.0a

(38)

15

menghasilkan rata-rata daya berkecambah diatas 80%. Perlakuan formulasi aktinomiset tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata kecepatan tumbuh dan rata-rata daya berkecambah benih padi.

Pengujian keefektifan formulasi aktinomiset sebagai PGPR pada benih padi memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata panjang akar tanaman padi (Tabel 8). Formulasi aktinomiset pada tanah andosol dapat menghasilkan tanaman padi dengan rata-rata panjang akar tanaman tertinggi yaitu 6.4263 cm. Hasil tersebut berbeda nyata terhadap kontrol dan perlakuan formulasi aktinomiset lainnya. Perlakuan formulasi aktinomiset menggunakan tanah podsolik tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan kontrol, namun rata-rata panjang akar pada perlakuan formulasi podsolik lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu sebesar 5.2613 cm. Hal tersebut dikarenakan tanah podsolik umumnya memiliki kandungan bahan organik yang rendah sehingga menyebabkan aerasi tanah kurang baik sehingga perkecambahan akar tanaman kurang sempurna (Soepardi 1983). Perlakuan bakterisida juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan formulasi latosol, formulasi podsolik, dan kontrol.

Tabel 8 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata panjang akar tanaman padi berumur 14 HST

Perlakuan Rata-rata panjang akar (cm)a

Kontrol 5.7388b

Pengujian formulasi aktinomiset memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan benih padi yang terlihat dari rata-rata tinggi tanamannya (Tabel 9). Rata-rata tinggi tanaman padi pada 14 HST yang diberi perlakuan formulasi aktinomiset menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman padi pada perlakuan kontrol. Hal tersebut terlihat pada hasil rata-rata tinggi tanaman padi yang diberi perlakuan formulasi andosol dan formulasi latosol. Formulasi aktinomiset berjenis tanah andosol ini dapat meningkatkan rata-rata tinggi tanaman padi menjadi 18.5938 cm. Hasil tersebut berbeda nyata dengan perlakuan dengan rata-rata tinggi tanaman sebesar 17.1238 cm.

Tabel 9 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata tinggi tanaman padi berumur 14 HST

Perlakuan Rata-rata tinggi tanaman (cm)a

(39)

16

Perlakuan formulasi latosol juga dapat meningkatkan rata-rata tinggi tanaman padi dibandingkan dengan kontol yaitu sebesar 18.2075 cm (Tabel 9). Formulasi aktinomiset menggunakan tanah podsolik tidak memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan bakterisida menghasilkan rata-rata tinggi tanaman terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 16.9188 cm (Tabel 9).

Pengujian formulasi aktinomiset terhadap bobot basah tanaman padi menggunakan 20 benih padi yang dijadikan sebagai sampel. Benih padi yang ditimbang merupakan benih padi yang telah dipisahkan dari akar dan tajuk tanamannya. Rata-rata bobot basah tanaman padi yang diberi perlakuan formulasi latosol dan formulasi podsolik memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol (Tabel 10). Kedua jenis formulasi tersebut dapat meningkatkan bobot basah padi sebanyak 0.175 g lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Benih padi yang diberi perlakuan formulasi andosol menghasilkan rata-rata bobot basah yang lebih besar dari pada kontrol yaitu sebesar 0.675 g, namun hasil tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kontrol. Rata-rata bobot basah benih padi yang diberi perlakuan bakterisida tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol, namun perlakuan tersebut menghasilkan rata-rata bobot basah yang lebih besar yaitu sebesar 0.725 g.

Tabel 10 Pengaruh perlakuan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata bobot basah tanaman padi berumur 14 HST

Perlakuan Rata-rata bobot basah (g)a

Kontrol 0.625b

Bakterisida 0.725ab

FL 0.800a

FP 0.800a

FA 0.675ab

a

Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang

berganda Duncan α = 0.05).

Formulasi andosol ternyata tidak hanya efektif dalam menekan populasi X. oryzae pv. oryzae, namun terbukti dapat menginduksi pertumbuhan tanaman. Formulasi tersebut secara konsisten dapat menginduksi pertumbuhan tanaman yang terlihat dari rata-rata panjang akar dan rata-rata tinggi tanamannya. Penggunaan tanah andosol sebagai bahan pembawa dalam suatu formulasi secara konsisten menunjukkan kemampuannya dalam menekan patogen penyakit kresek

(40)

17

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Aktinomiset dapat menekan pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada 3 HSI, 5 HSI, dan 7 HSI. Formulasi aktinomiset menggunakan bahan pembawa tiga jenis tanah terbukti dapat menghambat pertumbuhan patogen penyebab penyakit kresek

X. oryzae pv. oryzae. Formulasi andosol dapat menekan populasi X. oryzae pv.

oryzae sebesar 27.25% dibandingkan dengan kontrol. Formulasi andosol tidak hanya dapat menekan populasi X. oryzae pv. oryzae tetapi juga dapat berperan sebagai penginduksi pertumbuhan tanaman yang terlihat dari peningkatan rata-rata panjang akar dan tinggi tanamannya.

Saran

(41)

18

DAFTAR PUSTAKA

Agrios . 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. London (GB): Academic Press.

Anith KN, Momol MT, Kloepper JW, Marios JJ, Olson SM, Jones JB. 2004. Efficacy of plant growth–promoting rhizobacteria, acibenzolar-s-methyl, and soil amendment for integrated management of bacterial wilt on tomato.

Plant Disease. 88(6):669-673.

Baker KF, Cook RJ. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. San Fransisco: Freeman & Co.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi dan produktivitas tanaman padi. [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [diunduh 2013 April 22]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/exim-frame.php?kat=2. Byarugaba DK. 2009. Mechanisms of antimicrobial resistance. Di dalam: A. De J. Sosa et al., editor. Antimicrobial Resistance in Developing Countries. New York (US): Springer Science. hlm 15-26.

Cook RJ, Baker KF. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. St. Paul (US): APS Press.

Crawford DL, Lynch JM, Whipps JM, Ousley MA. 1993. Isolation and characterization of actinomycete antagonist of a fungal root pathogen.

Applied and Enviromental Microbiology. 59(11):3899-3905.

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dam Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2013. Production of rice [Internet]. Roma (IT): FAO. [diunduh 2013 April 22]. Tersedia pada: http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx.

Hifni HR, Mihardja S, Sutarno E, Yusida, Kardin MK. 1996. Penyakit hawar daun bakteri pada padi sawah: masalah dan pemecahannya. Jurnal Agrobio. 1(1):18-23.

Himmah NIF. 2012. Seleksi dan identifikasi aktinomiset sebagai agens hayati untuk pengendalian penyakit kresek yang diakibatkan oleh Xanthomonas oryzae pv.oryzae pada padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ismail N, Taulu LA, Bahtiar. 2011. Potensi Corynebacterium sebagai pengendali

penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi. Seminar Nasional Serealia

[Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Maros (ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia. 459-465; [diunduh 2013 April 18]. Tersedia pada: http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/pros

11c.pdf.

Liu DON, Ronald PC, Bogdanove AJ. 2006. Xanthomonas oryzae pathovar: model pathogens of a model crop. Molecular Plant Pathology. 7(5):303-324. doi: 10.1111/J.1364-3703.2006.00344.X.

Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 1997. Brock Biology of Microorganisms. Ed ke-8. New Jersey (US): Prentice-Hall.

Muis A. 2006. Biomass production and formulation of Bacillus subtilis for biological control. Indonesian Journal of Agriculture Science. 7(2):51-56. Muneer N, Rafi A, Akhtar MA. 2007. Isolation and characterization of

(42)

19

Nelson LM. 2004. Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR): prospects for new inoculants. Crop Management [Internet]. [diunduh 2014 Januari 6]. Tersedia pada: http://www.plantmanagementnetwork.org/pub/cm/review/ 2004/rhizobacteria/.

Oskay M, Tamer AU, Azeri C. 2004. Antibacterial activity of same actinomycetes isolated from farming soils of turkey. African Journal of Biotechnology.

3(9):441-446.

Patil HJ, Srivastava AK, Singh DP, Chaudhari BL, Arora DK. 2011. Actinomycetes mediated biochemical responses in tomato (Solanum lycopersicum) enhances bioprotection against Rhizoctonia solani. Crop Protection. 30(1):1269-1273. doi: 10.1016/j.cropro.2011.04.008.

Putra MC. 2011. Kompatibilitas Bacillus spp. dan aktinomiset sebagai agens hayati Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan pemicu pertumbuhan padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rachim DA, Arifin M. 2011. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bandung (ID): Pustaka Reka Cipta.

Sabaratman S, Traquair JA. 2002. Formulation of a Streptomyces biocontrol agent for the suppression ofrhizoctonia damping-off in tomato transplants.

Biological Control. 23(1):245-253. doi: 10.1006/bcon.2001.1014.

Schaad NW, Jones JB, Chu W. 2000. Laboratory Guide for Identification of Plant Phatogenic. St. Paul (US): APS Press.

Soepardi Goeswono. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): IPB Press.

Spadaro D, Gullino ML. 2005. Improving the efficacy of biocontrol agents againstsoilborne pathogens. Crop Protection. 24(1):601-613. doi:10.1016/j.cropro.2004.11.003.

Suryanto WA, Surachman E. 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Terkina LA, Parfenova VV, Ahn TS. 2006. Antagonistic activity of actinomycetes of lake baikal. Applied Biochemistry and Microbiology. 42(2):173-176. doi: 10.1134/S0003683806020104.

(43)

20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam pengujian antibakteri formulasi terhadap Xoo

patotipe III

Perlakuan 297.0555556 8 37.1319444 5.03 0.007

Formulasi 248.2222222 2 124.1111111 16.82 <.0001

Konsentrasi 9.0555556 2 4.5277778 0.61 0.5488

Formulasi*konsentrasi 39.7777778 4 9.9444444 1.35 0.2781

Galat 199.2500000 27 7.3796296

Total 496.3055556 35

Lampiran 2 Hasil analisis ragam pengujian antibakteri formulasi terhadap Xoo

patotipe IV

Lampiran 3 Hasil analisis ragam pengujian antibakteri formulasi terhadap Xoo

patotipe VIII

Lampiran 4 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap penekanan populasi X. oryzae pv. oryzae

(44)

21

Lampiran 5 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap kecepatan tumbuh benih padi berumur 7 HST

Sumber keragaman Jumlah

Lampiran 6 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap daya bekecambah benih padi berumur 7 HST

Sumber keragaman Jumlah

Lampiran 7 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata panjang akar tanaman padi berumur 14 HST

Sumber keragaman Jumlah

Lampiran 8 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata tinggi tanaman padi berumur 14 HST

Sumber keragaman Jumlah

Lampiran 9 Hasil analisis ragam uji keefektifan formulasi aktinomiset terhadap rata-rata bobot basah tanaman padi berumur 14 HST

(45)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 16 Oktober 1991 dari ayah Muko’id dan ibu Restuningsih. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Brebes dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 3  Uji antibiosis ATS 6 terhadap  X. oryzae pv. oryzae yang ditumbuhkan
Gambar 4  Zona bening yang terbentuk sebagai zona hambatan formulasi terhadap Xoo patotipe III a) FL, b) FP, c) FA,  Xoo patotipe IV d) FL, e) FP, f) FA,  Xoo patotipe VIII g) FL, h) FP, i) FA, dengan konsentrasi formulasi 1) kontrol, 2) 1%, 3) 2.5%, 4) 5%

Referensi

Dokumen terkait

tubuh atau bagian bagian tubuh. Penyediaan perawatan yang terkait dengan proses eliminasi, seperti kemampuan individu dalam eliminasi membutuhkan bantuan atau melakukan

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah : 1) Lampung Post dapat dan mengembangkan strategi pemasaran khususnya dalam

Sedangkan menurut Bapak guru pendidikan agama islam sebagai berikut: “bahwa faktor penghambat pelaksanaan pendidikan agama islam adalah kurangnya minat peserta didik mengenai

Suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,30 (Kaplan &amp;

Data hasil penelitian, diperoleh skor rata-rata hasil belajar IPA antara kelompok peserta didik yang memiliki gaya kognitif Filed Independent yang diberikan teknik

Untuk mewujudkan hal tersebut, adanya perpaduan dari Pendekatan Healing Environment dirasa perlu untuk memberikan kesan alam yang dapat memberikan kenyamanan pada

Pantai merupakan suatu lingkungan yang kom- pleks dan masih dipengaruhi oleh proses marin dan proses asal darat, sehingga kumpulan mineral yang terdapat pada sedimen tersebut