• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Periode Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Periode Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERIODE PENGHENTIAN PENYIRAMAN

TERHADAP PERTUMBUHAN BEBERAPA GENOTIPE

GANDUM (

Triticum aestivum

L.)

SARTIKA WIDOWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Periode Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Sartika Widowati

(4)

ABSTRAK

SARTIKA WIDOWATI. Pengaruh Periode Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.). Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA dan SINTHO WAHYUNING ARDIE.

Indonesia merupakan negara importir gandum terbesar ke-2 di dunia. Kondisi lingkungan yang sesuai pertumbuhan gandum perlu dipelajari dalam rangka pengembangan budidaya gandum di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan periode penyiraman optimum dari beberapa genotipe gandum. Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan tiga ulangan. Periode penghentian penyiraman merupakan petak utama yang terdiri atas penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering, penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia booting, dan disiram rutin dalam semua tahap pertumbuhan. Genotipe gandum merupakan anak petak yang terdiri atas 8 genotipe, yaitu Nias, Selayar, Dewata, H-20, Munal, SBD, S-03, dan YMH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering menghasilkan bobot kering tajuk, panjang malai, jumlah biji, dan bobot biji lebih tinggi dibandingkan tanaman yang disiram rutin. Berdasarkan jumlah anakan produktif, genotipe S-03 memberikan hasil tertinggi, sedangkan berdasarkan panjang malai, jumlah biji, dan bobot biji, genotipe Munal dan YMH adalah genotipe dengan hasil tertinggi, yang nilainya melebihi ketiga varietas nasional. Penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering menghasilkan bobot biji per tanaman tertinggi pada genotipe Munal.

Kata kunci: booting, periode penghentian penyiraman, stadia tumbuh gandum, tillering

ABSTRACT

SARTIKA WIDOWATI. Effect of Watering Termination on the Growth of Several Wheat (Triticum aestivum L.) Genotypes. Supervised by NURUL KHUMAIDA and SINTHO WAHYUNING ARDIE.

(5)

number, and seed weight genotype Munal and YMH were the highest, which exceed three national varieties. Munal genotype had the highest seed weight per plant under watering termination period for 30 days at tillering stage

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGARUH PERIODE PENGHENTIAN PENYIRAMAN

TERHADAP PERTUMBUHAN BEBERAPA GENOTIPE

GANDUM (

Triticum aestivum

L.)

SARTIKA WIDOWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Periode Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) Nama : Sartika Widowati

NIM : A24100078

Disetujui oleh

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi Pembimbing I

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014 ini berjudul Pengaruh Periode Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Nurul Khumaida, MSi dan Ibu Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi selaku pembimbing yang memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih juga kepada Dr Ir Yudiwanti Wahyu, MS selaku penguji pada ujian skripsi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Andina Fabrini Firdausya, SP yang memberi bimbingan selama penanaman di lapangan. Kemudian terima kasih kepada staf Laboratorium Micro Technique, Bapak Joko, staf Laboratorium Pasca Panen, Bapak Agus, serta Koordinator KP Sukamantri, Bapak Edi yang telah membantu kelancaran selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang telah mendukung secara moril maupun finansial sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor sampai sejauh ini. Kepada seluruh dosen yang telah mengajarkan ilmunya sebagai bekal pengetahuan untuk menyelesaikan penelitian, diucapkan terima kasih.

Karya ilmiah ini tentunya masih memiliki kekurangan karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Penulis mengharapkan banyak masukan dan saran untuk perbaikan penulisan karya ilmiah penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Syarat Tumbuh Gandum 2

Botani Gandum 3

Stadia Tumbuh Tanaman Gandum 4

Jenis Gandum dan Varietasnya di Indonesia 6

Peran Air bagi Tanaman dan Permasalahannya 7

BAHAN DAN METODE 8

Waktu dan tempat 8

Bahan dan Alat 8

Metode 9

Pengamatan 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Kondisi Umum 12

Hasil 13

Pembahasan 22

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

(12)
(13)

DAFTAR TABEL

1 Zadok’s growth scale tanaman gandum 4

2 Rekapitulasi hasil analisis ragam peubah-peubah yang diamati pada perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum 14 3 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe

gandum terhadap tinggi tanaman pada 8-12 MST 15

4 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe

gandum terhadap jumlah daun pada 8-12 MST 16

5 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum terhadap panjang akar dan biomassa tanaman 17 6 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe

gandum terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah

spikelet, jumlah biji, dan umur panen 18

7 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum terhadap bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji 20 8 Interaksi genotipe dan perlakuan periode penghentian penyiraman

terhadap bobot biji per tanaman pada gandum 20

9 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum terhadap tingkat kehijauan daun, kerapatan stomata, dan

kerapatan trikoma 21

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik suhu udara, suhu media, dan kelembaban udara pada bulan

Januari-Mei 2014 12

2 Kondisi umum percobaan tanaman gandum 13

3 Tanaman gandum umur 1 BST beberapa genotipe 16

4 Tanaman hasil panen pada beberapa genotipe 18

5 Malai gandum pada beberapa genotipe umur 14 MST 19 6 Kenampakan biji gandum pada berbagai genotipe 21 7 Pengamatan stomata dan trikoma beberapa genotipe gandum 22 8 Pengamatan stomata dan trikoma gandum genotipe YMH pada berbagai

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dewasa ini pertumbuhan penduduk dunia semakin meningkat, termasuk Indonesia yang mempunyai laju pertambahan penduduk sebesar 1.49 juta orang per tahun (BPS 2013). Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang tinggi, menduduki ranking ke-4 setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk maka kebutuhan konsumsi pangan akan semakin meningkat, terutama konsumsi karbohidrat. Gandum merupakan salah satu sumber bahan pangan karbohidrat yang dikonsumsi sebagian besar negara-negara di dunia. Penduduk Indonesia mengkonsumsi gandum dalam jumlah besar, yaitu senilai 21 kg/kapita, terbesar kedua setelah konsumsi beras. Total impor gandum Indonesia pada tahun 2011, 2012, dan 2013 berturut-turut adalah senilai US$ 4.7, 3.7, dan 3.6 milyar (Kemendag 2014), sehingga Indonesia menjadi importir gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir (SPI 2012).

Salah satu upaya menekan nilai impor gandum adalah dengan melakukan pengembangan budidaya gandum di Indonesia. Studi yang dilakukan Hakim (2011) menunjukkan bahwa sejumlah petani memiliki persepsi yang positif terhadap budidaya gandum. Hal tersebut mengindikasikan bahwa gandum potensial untuk dibudidayakan di Indoesia. Oleh karena itu, diperlukan varietas gandum yang mampu beradaptasi di Indonesia dengan iklim tropis.

Tanaman gandum belum dibudidayakan secara luas di Indonesia karena kondisi lingkungan tropis yang kurang sesuai dengan syarat tumbuh gandum. Tanaman gandum tumbuh baik di daerah subtropis dengan temperatur optimum berkisar antara 10-250C (Simanjuntak 2002). Penelitian Nur et al. (2010) menunjukkan bahwa di Indonesia tanaman gandum lebih sesuai dikembangkan pada daerah berelevasi tinggi (>700 m dpl) karena kisaran suhu yang lebih sesuai untuk pertumbuhan tanaman gandum. Oleh karena itu, tanaman gandum mulai dibudidayakan di dataran tinggi. Selain suhu yang tinggi, kendala budidaya gandum di daerah tropis termasuk Indonesia adalah kekeringan di musim kemarau dan curah hujan yang tinggi di musim hujan

(16)

2

beradaptasi terhadap ketersediaan air. Wang et al. (2013a) melaporkan bahwa kebutuhan air pada tiap stadia tumbuh gandum berbeda. Secara umum, kebutuhan air tanaman gandum pada saat memasuki fase generatif meningkat. Status air pada tanaman merupakan hal yang penting untuk diketahui agar petani dapat memberikan jumlah air berdasarkan kebutuhannya. Dengan mengetahui jumlah kebutuhan air tersebut, dapat dipelajari aplikasi penyiraman yang sesuai.

Stadia tillering dan booting adalah dua stadia vegetatif terakhir sebelum tanaman gandum memasuki stadia generatif. Wang et al. (2013a) melaporkan bahwa kebutuhan air pada kedua stadia tersebut tidak setinggi kebutuhan air pada stadia generatif. Tingginya curah hujan pada musim hujan, dan rendahnya ketersediaan air pada musim kemarau di wilayah tropis menyebabkan ketersediaan air yang tidak merata. Oleh karena itu, diperlukan studi aplikasi penyiraman yang sesuai pada kedua stadia tumbuh tersebut untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman gandum.

Tujuan

1. Mengetahui pertumbuhan dan produktivitas beberapa genotipe gandum yang ditanam pada elevasi sedang beriklim tropis

2. Mengetahui pengaruh periode penghentian penyiraman pada stadia tillering dan booting terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman gandum

3. Mengetahui pengaruh interaksi genotipe gandum dan periode penghentian penyiraman terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman gandum

Hipotesis

1. Terdapat minimal satu genotipe gandum yang memiliki pertumbuhan dan produktivitas terbaik pada elevasi sedang beriklim tropis

2. Terdapat minimal satu periode penghentian penyiraman pada stadia tumbuh tertentu yang menghasilkan pertumbuhan terbaik

3. Terdapat pengaruh interaksi antara periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum yang memberikan pertumbuhan terbaik

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh Gandum

(17)

3

Botani Gandum

Secara botani, gandum termasuk dalam kelas Monokotil, ordo Graminales, famili Poaceae, dan genus Triticum. Menurut Perry dan Belford (2000) tanaman gandum merupakan tanaman semusim yang hidup di iklim temperate. Tanaman ini sudah dibudidayakan pada 11 000 tahun yang lalu di daerah Timur Tengah. Karakteristik tanaman gandum menurut Perry dan Belford (2000) adalah sebagai berikut:

1. Butiran Biji (Grain)

Grain pada gandum sesungguhnya merupakan buah. Ukuran grain kecil yaitu antara 3-8 mm dan bersifat kering (ortodoks). Bagian ini bernilai ekonomi dan merupakan bagian yang dapat dimakan. Secara botani lebih tepat disebut sebagai buah daripada biji. Satu biji matang, terdiri atas embrio, endosperm, dan kulit biji. Kulit buah yang tipis menyatu dengan mantel benih. Komposisi dari gabah yaitu kulit 14%, endosperm 83%, dan embrio 3%.

2. Daun

Terdapat sekitar 3 daun yang mengelilingi apeks pucuk dalam embrio ketika berkecambah. Setelah berkecambah, beberapa daun akan muncul pada sisi samping apeks. Daun bernomor ganjil akan muncul pada batang utama dan satu lagi muncul di bagian atas, daun yang bernomor genap akan berada di sisi seberang pada batang. Daun terakhir sebelum muncul malai adalah daun bendera.

Daun gandum memanjang dan sempit dengan dua bagian yang berbeda yaitu basal sheath (selubung) yang mengelilingi batang dan memberi kekuatan serta helai daun sebagai jaringan utama fotosintesis. Sheath dan blade berada dalam batang terpisah. Bagian yang paling tua dari daun adalah ujung blade dan pada bagian atas sheath. Jika kedua struktur tersebut bergabung akan terbentuk ligula dan auricle.

3. Anakan

Anakan adalah cabang bawah batang yang membentuk tunas di samping daun dalam batang utama. Secara struktural, anakan identik pada batang utama dan berpotensi mengeluarkan malai. Anakan merupakan daun yang termodifikasi, mirip dengan koleoptil yang dekat dengan batang utama saat muncul. Anakan yang muncul dari batang utama disebut anakan primer, dan anakan yang muncul dari sebuah anakan disebut anakan sekunder.

4. Akar

Terdapat dua jenis sistem perakaran, yakni akar seminal yang berasal dari dalam biji, serta mahkota atau akar nodal yang berkembang dari ruas-ruas, tergantung sumbu asal. Jaringan meristem pada akar hanya sekitar 2-10 mm dari ujung setiap akar, sehingga sulit menerobos media tanam sampai jauh. Akar yang telah berdiferensiasi dari daun pada bagian atas memungkinkan mengontrol pertumbuhan akar dalam kondisi lingkungan yang kurang sesuai sepeti ketersediaan air dan hara.

5. Batang

(18)

4

terdiri atas 8-14 node yang ditumpuk satu sama lain, dipisahkan oleh ruas kurang dari 1 mm panjangnya. Setelah terjadi pemanjangan batang, ruas mulai tumbuh membentuk batang bersendi sampai tanaman masak

Saat tumbuh, node memerlukan suplai dari jaringan untuk membentuk daun dan untuk mengisi cadangan makanan dalam rangka pengisian malai. Karbohidrat diperlukan sebanyak 25-40% dari bobot kering batang pada saat malai muncul.

6. Malai

Rangkaian bunga atau malai pada gandum tersusun atas spike yang merupakan dua baris spikelet, tersusun berhadapan dari pusat rachis. Seperti pada batang, rachis terdiri atas node yang dipisahkan oleh internode pendek, dan spikelet menempel pada rachilla pada rachis di setiap node. Spikelet pucuk tunggal yang terletak di sudut kanan dari sisa spikelet berada pada setiap malai.

Selain itu, terdapat dua brak yang steril atau disebut dengan glume di bawah masing-masing spikelet. Terdapat 10 bunga individu yang disebut floret pada rerumputan, meskipun floret teratas kurang berkembang, umumnya terdiri atas 2 sampai 4 floret yang membentuk butir biji. Malai gandum bisa berisi 30-50 biji. Setiap bunga akan menghasilkan 1 biji yang tumbuh di tepi brak yang disebut lemma, dan tertutup oleh brak lain yang disebut palea. Ditemukan awn (rambut) dari ujung lemma pada beberapa genotipe.

7. Floret

Setiap floret atau individu bunga tertutup dalam lemma dan palea. Dalam stuktur tertutup ini terdapat carpel yang terdiri atas ovarium dengan stigma yang berbulu, dan terdapat tiga benang sari yang membawa kantung polen atau anter. Keduanya merupakan alat reproduksi pada gandum. Ovarium terdiri atas ovul tunggal dan ketika dibuahi akan membentuk biji.

Stadia Tumbuh Tanaman Gandum

Salah satu metode yang digunakan dalam pembagian stadia tumbuh tanaman gandum adalah dengan menggunakan Zadok’s growth scale. Metode ini merupakan kuantifikasi tahap tumbuh tanaman pangan menggunakan angka desimal dalam standardisasinya. Zadok’s growth scale mempunyai skala 0-99 pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian di dunia internasional. Tabel 1 menyajikan Zadok’s growth scale pada gandum menurut Perry dan Belford (2000).

(19)

5

Biasanya metode Zadok’s growth scale tersebut digunakan untuk aplikasi pemupukan, pestisida, dan untuk mengetahui kebutuhan nutrisi tanaman. Secara umum, stadia tumbuh gandum berdasar metode ini mempunyai 10 skala dimana setiap skalanya dibagi lagi menjadi 9 tahap lagi. Pengunaan nama skala desimal misalnya seperti Z13 yang artinya gandum berada dalam stadia seedling growth dengan dengan 3 daun.

1. Seedling Growth Z10 sampai Z19

Stadia tumbuh ini ditandai dengan munculnya daun pertama, kedua, dan seterusnya. Daun pertama adalah daun yang pertama kali muncul, lalu menetap di pangkal batang, kemudian daun kedua muncul dengan posisi yang lebih tinggi, begitu pula dengan daun ketiga. Penamaan skala desimal Zadok tersebut bisa dilihat dari panjang daun yang muncul dari batang utama, misalnya Z13.4 mempunyai arti bahwa gandum berada dalam stadia seedling growth dengan 3 daun dan daun keempat panjangnya 0.4 dari panjang daun ketiga.

2. Tillering Z20 sampai Z29

Hal yang menandakan munculnya stadia ini adalah batang utama gandum memiliki 3-4 daun. Stadia ini juga ditunjukkan dengan munculnya anakan akandari selubung batang, namun hal tersebut tergantung hara yang didapatkan tanaman.Tanaman gandum yang memiliki 3 daun, daun keempat 0.4 dari daun ketiga, dan memiliki 1 anakan maka disebut Z13.4/21.

3. Stem Elongation Z30 sampai Z39

Stem elongation atau pemanjangan batang terjadi karena adanya pertumbuhan internode pada batang. Ketika pemanjangan dimulai, internode bagian tengah mahkota tumbuh sepanjang 1-2 cm dan node di atasnya membesar serta mengeras membentuk lipatan pertama pada batang. Stadia ini sangat mudah dideteksi dengan cara membelah batang dengan pisau dan mengidentifikasi node penghalang pada rongga batang. Pertumbuhan tanaman gandum sangat cepat dan membutuhkan banyak hara pada stadia pemanjangan batang tersebut.

4. Booting Z40 sampai Z49

Stadia booting mendeskripsikan adanya daun bendera pada ujung atas tanaman. Daun bendera berkembang pada tanaman serealia dan berada di pangkal malai. Daun bendera merupakan daun yang berperan penting dalam memproduksi fotosintat untuk perkembangan biji pada malai. Selubung pada batang tempat daun bendera melekat akan menggembung. Hal tersebut menunjukkan adanya malai yang akan keluar dari tajuk.

5. Ear Emergence Z50 sampai Z59

(20)

6

6. Antesis (flowering) Z60 sampai Z69

Antesis merupakan keadaan dimana floret membuka. Floret membuka pada pagi hari dan mempunyai periode yang sangat singkat. Gandum merupakan tanaman menyerbuk sendiri sehingga polen biasanya berasal dari bunga yang sama. Bunga yang telah mekar ditandai dengan polen yang keluar menggantung pada malai. Biasanya muncul pertama kali dari tengah malai, kemudian menyebar ke atas dan ke bawah.

7. Milk and Dough Development Z70 sampai Z89

Stadia Z70-Z89 menggambarkan tentang pengembangan biji gandum. Milk yang berarti susu dan dough yang berarti adonan mempunyai arti bahwa pada awalnya pengisian biji berbentuk cair dan kemudian mengeras menyerupai bentuk adonan. Pertumbuhan biji selama 7 hingga 14 hari setelah fertilisasi merupakan pertumbuhan utama pada dinding ovarium dan pembentukan sel-sel endosperm yang akan terisi dengan pati. Stadia awal (Z71) adalah kernel matang berair, kemudian pati mulai disimpan dalam kernel, semakin memadat, dan tahap akhirnya berbentuk seperti cairan susu. Pengembangan adonan Z80-Z89 ditandai dengan tidak terdapatnya zat cair dalam biji. Mulanya isi dalam biji tersebut bersifat lembut lalu semakin mengeras.

8. Ripening Z90-Z99

Biji disebut masak fisiologis jika tidak terdapat endapan pada biji dan seluruh adonannya sudah mengeras. Gandum mengalami kehilangan warna klorofil dan berubah menjadi kuning kecokelatan pada tahap ini. Kadar air gandum di alam masih cukup tinggi, tergantung cuaca. Setelah beberapa minggu kemudian maka gandum siap dipanen.

Jenis Gandum dan Varietasnya di Indonesia

Terdapat sekitar 30 spesies gandum dan lebih dari 40 000 kultivar telah diproduksi di dunia. Terdapat 3 jenis gandum berdasarkan jumlah kromosomnya yaitu gandum diploid (14 kromosom), tetraploid (28 kromosom), dan heksaploid (42 kromosom). Gandum heksaploid adalah gandum yang sering dikonsumsi manusia, yaitu gandum yang dijadikan sebagai tepung terigu. Terdapat 3 spesies gandum yang bernilai komersial yaitu:

1. Triticum aestivum

Merupakan gandum yang biasa dikenal secara luas, termasuk ke dalam heksaploid, dan dibudidayakan secara luas di seluruh dunia

2. Triticum turgidum cv durum

Merupakan gandum tetraploid. Durum berarti keras. Tepung dari gandum ini mempunyai tingkat gluten yang tinggi, sehingga penggunaannya cenderung digunakan sebagai pasta dan produk roti.

3. Triticum compactum

(21)

7 Berdasarkan musim tanamnya, gandum dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu winter wheat dan spring wheat. Winter wheat adalah gandum yang ditanam di musim dingin dan panen di musim semi, sedangkan spring wheat ditanam di musim semi dan panen di musim panas (Magness 1971). Tentunya kedua jenis gandum ini mempunyai daya adaptasi yang berbeda di lingkungan tumbuhnya. Jenis gandum yang umum ditanam di daerah tropis adalah jenis spring wheat, karena mempunyai kemungkinan lebih tahan terhadap suhu tinggi.

Varietas nasional gandum yang sudah dapat berproduksi baik di dataran tinggi antara lain adalah Selayar, Nias, dan Dewata. Berikut merupakan deskripsi ketiga varietas gandum tersebut menurut Balitsereal (Deptan 2012):

1. Varietas Nias

Varietas Nias merupakan varietas unggul nasional pertama yang dilepas pada tahun 2003 dengan potensi hasil 2 ton ha-1. Tetuanya berasal dari Thailand. Varietas Nias dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian > 1 000 m dpl. Varietas ini mempunyai tinggi tanaman rata-rata 74 cm dengan jumlah anakan 15.67. Umur berbunga yaitu 74 hari dan umur panen 114 hari.

2. Varietas Dewata

Varietas Dewata merupakan hasil introduksi dari India yang dilepas pada tahun 2003. Umur masaknya yaitu 82 hari pada ketinggian >1 000 m dpl, dan 55 hari pada ketinggian 400-800 m dpl. Jumlah biji rata-rata yang dihasilkan per malai adalah 47 butir. Panjang malai rata-rata yaitu 11 cm, dan bobot 1 000 bijinya yaitu 46 g. rata-rata hasilnya adalah 2.96 ton ha-1. Tipe batangnya kompak, warna daun hijau, warna tangkai daun hijau tua, dengan jumlah malai ± 390 per m2. Warna bulu hijau dan ukuran bijinya sedang, serta warna bijinya kuning kecoklatan.

3. Varietas Selayar

Varietas Selayar merupakan varietas introduksi dari CIMMYT, Meksiko. Varietas ini juga dilepas pada tahun 2003. Jumlah butir rata-rata yang dihasilkan per malai yaitu 42 butir dengan warna biji kuning kecokelatan dan berukuran sedang. Bobot 1 000 bijinya yaitu 46 g dan panjang malai +10 cm. Umur panen berkisar antara 80-125 hari, dan tinggi tanaman yaitu +85 cm. Tipe batangnya kompak, warna daun hijau, warna tangkai daun hijau tua, dengan jumlah malai ± 375 per m2. Rata-rata hasil panen mencapai 2.95 ton ha-1.

Peran Air bagi Tanaman dan Permasalahannya

(22)

8

Sekitar 83% wilayah Indonesia mempunyai curah hujan tahunan >2 000 mm, namun sebagian besar terdistribusi selama musim hujan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kondisi kelebihan air di musim hujan, dan kekurangan air di musim kemarau. Padahal kebutuhan air pada tanaman berbeda untuk setiap stadia tumbuhnya. Menurut Wang et al. (2013b), tanaman gandum yang disiram pada stadia pengisian biji (fase generatif) mempunyai hasil tertinggi dibandingkan dengan yang disiram pada stadia sebelum antesis maupun dengan perlakuan irigasi yang bergantung hujan. Selain itu pada penelitian Mushtaq et al. (2011), bobot 100 biji gandum terendah diperoleh apabila penyiraman dihentikan pada stadia pengisian biji, sedangkan apabila penyiraman dihentikan pada stadia tillering masih memberikan hasil yang baik, meskipun hasilnya di bawah perlakuan kontrol yang disiram rutin. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan jumlah kebutuhan air di setiap stadia pertumbuhan tanaman gandum.

Tanaman yang mengalami kekurangan air dapat menyebabkan menurunnya serapan unsur nitrogen sehingga produksinya juga menurun (Totok dan Rahayu 2004). Tanaman yang mengalami kelebihan air akan mengalami peningkatan ABA dalam xilem sehingga terjadi penurunan jumlah buah yang terbentuk (Ismail dan Davies 1997). Meskipun tersedia banyak air di perakaran tanaman, tanaman tidak bisa mengambilnya karena adanya kondisi anaerob pada kondisi kelebihan air. Pada akhirnya daun-daun tanaman akan layu dan gugur akibat tidak bisa mengimbangi laju transpirasi yang terjadi. Menurut Sun et al. (2006) tanaman gandum yang diberi irigasi berlebihan akan meningkatkan laju evapotranspirasi dan menurunnya efisiensi penggunaan air. Agar dapat memberikan hasil produksi yang baik, metode yang dapat digunakan adalah dengan mengatur jadwal pengairan, memperbaiki efisiensi penggunaan air, dan mengurangi penguapan air dari dalam tanah. Selain itu, berdasarkan penelitian Sharma et al. (2011), kesuburan tanah yang ditanami oleh tanaman gandum yang diberi irigasi optimum mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan dengan irigasi sub-optimum maupun irigasi supra-optimum.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014. Penanaman dilakukan di rumah plastik petani Kebun Percobaan Sukamantri, Tamansari, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan kerapatan stomata dan trikoma dilaksanakan di laboratorium Micro Technique, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

(23)

SP-9 36, dan KCl. Wadah tanam yang digunakan adalah 360 polibag ukuran 20 cm x 35 cm, dan plastik berukuran sama dengan polibag untuk melapisi bagian dalam polibag. Alat lain yang dibutuhkan yaitu alat budidaya, kuteks transparan, penggaris, gelas ukur, SPAD 502 Plus (Konica Minolta), timbangan, oven, termometer bola basah-bola kering, dan termometer media

Metode

1. Deskripsi dan Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan menggunakan Split Plot Design dengan periode penghentian penyiraman pada stadia pertumbuhan tertentu sebagai petak utama dan genotipe sebagai anak petak. Perlakuan periode penghentian penyiraman terdiri atas 3 taraf yaitu penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering, penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia booting, dan disiram rutin di semua stadia pertumbuhan (kontrol). Genotipe yang digunakan adalah 8 genotipe gandum, yaitu Nias, Selayar, Dewata, H-20, Munal, SBD, S-03, dan YMH. Percobaan diulang sebanyak tiga kali. Setiap satu satuan percobaan terdiri atas 5 polibag dengan 3 polibag digunakan sebagai tanaman contoh. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan model seperti berikut:

Keterangan:

= nilai pengamatan karena pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman ke-i dan genotipe ke-j, ulangan ke-k

= rataan umum

= pengaruh ulangan ke-k

= pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman ke-i = pengaruh genotipe ke-j

= pengaruh galat A (ulangan*perlakuan periode penghentian penyiraman)

= pengaruh interaksi perlakuan periode penghentian penyiraman ke-i dan genotipe ke-j

= pengaruh galat perlakuan periode penghentian penyiraman ke-i dan genotipe ke-j, ulangan ke-k

Pengolahan data menggunakan uji F dan apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji lanjut yaitu metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) menggunakan program SAS 9.0.

2. Persiapan Media Tanam dan Penanaman

(24)

10

pada saat penanaman. Jarak tanam dari pusat tanaman yaitu 20 cm x 25 cm. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) sehingga hanya terdapat satu tanaman per polibag.

3. Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan secara teratur dengan volume yang sama yaitu 100 ml/polibag. Selang waktu penyiraman sesuai kebutuhan (tanah terlihat kering permukaan). Penyiraman dilakukan sampai tanaman memasuki fase tillering. Pemupukan dilakukan dengan memberikan Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis berturut-turut 1, 2, 1 g/polibag. Pemupukan dibagi menjadi 2 tahap, pada saat tanam dengan dosis masing-masing 1/3 bagian, sedangkan 2/3 bagian lagi diberikan pada waktu tanaman berumur 40 hari. Aplikasi secara melingkar pada alur lubang dengan jarak 5 cm dari tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan pestisida serta diambil secara manual, gulma juga dikendalikan secara manual.

4. Perlakuan Penyiraman

Penyiraman dilakukan secara rutin sebanyak 100 ml/polibag hingga memasuki stadia tillering. Perlakuan pertama yaitu dihentikan penyiramannya selama 30 hari pada stadia tillering (+ 5 MST). Perlakuan kedua dihentikan penyiramannya selama 30 hari pada stadia booting, dan perlakuan ketiga yaitu disiram rutin di semua stadia pertumbuhan. Selang waktu penyiraman diberikan jika tanah terlihat kering permukaan. Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore hari.

5. Panen dan Pascapanen

Panen dilakukan setelah daun dan batang sudah terlihat mengering, malai berisi penuh biji, biji keras, kadar air biji +25%. Panen dilakukan secara manual pada tanaman contoh. Kemudian dilakukan pengeringan dengan menjemur di terik matahari sampai kadar air biji 14%.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dibagi menjadi empat, yakni pengamatan karakter agronomi di fase vegetatif, fase generatif, pengamatan fisiologi, dan pengamatan data lingkungan.

1. Karakter Agronomi Fase Vegetatif

a. Tinggi tanaman : diamati setiap minggu, dihitung dari leher akar (tepat di atas permukaan tanah) sampai ujung daun tertinggi.

b. Jumlah daun : diamati setiap minggu, mulai daun terbawah sampai daun teratas yang sudah membuka sempurna.

2. Karakter Agronomi Fase Generatif

a. Jumlah anakan produktif: diamati setiap minggu, dimulai setelah tanaman keluar anakan, yakni keseluruhan jumlah anakan yang menghasilkan malai dalam satu rumpun.

(25)

11 c. Bobot kering akar, bobot kering malai, dan bobot kering tajuk : diukur pada saat panen dengan cara dioven 105oC selama 24 jam kemudian ditimbang.

d. Jumlah spikelet per malai : dihitung ketika seluruh malai sudah keluar dari selubungnya secara sempurna

e. Jumlah biji per tanaman : dihitung ketika panen

f. Bobot biji per tanaman : diukur ketika panen menggunakan timbangan g. Bobot 100 biji : ditimbang sebanyak jumlah biji yang didapatkan pada

setiap genotipe, kemudian dikonversi dengan rumus sebagai berikut: Bobot 100 biji =

h. Umur panen : dihitung sebagai umur panen apabila 50% populasi dalam satu satuan percobaan sudah siap panen.

3. Pengamatan Fisiologi

a. Kerapatan stomata : diamati pada minggu ke-11 dengan cara mengoleskan kuteks transparan pada permukaan bawah daun dan ditempel pada solatip, diamati di bawah mikroskop.

b. Kerapatan trikoma : diamati pada minggu ke-11 dengan cara mengoleskan kuteks transparan pada permukaan bawah daun dan ditempel pada solatip, diamati di bawah mikroskop.

Nilai pengamatan kerapatan stomata dan trikoma dihitung berdasarkan konversi jumlah terhadap luas bidang pandang dengan rumus menurut Evi (2012)

c. Tingkat kehijauan daun : diukur ketika tanaman sudah mengeluarkan daun bendera dengan menggunakan SPAD, dilakukan di tiga titik daun yakni pangkal, tengah, dan ujung.

4. Pengamatan Data Lingkungan

Pengamatan data lingkungan dilakukan setiap dua hari per minggu selama penelitian dengan mengukur sebanyak tiga kali per hari yakni waktu pagi (08.00), siang (12.00), dan sore (17.00). Pengamatan data lingkungan yang dilakukan meliputi:

a. Suhu udara (oC) : diukur dengan menggunakan termometer ruang kemudian dirata-rata dengan rumus sebagai berikut, (Handoko 1993)

Pengukuran dilakukan dengan menancapkan termometer tanah sedalam 10 cm dari atas permukaan tanah.

(26)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Tanaman gandum pada dasarnya membutuhkan lingkungan tumbuh yang mempunyai suhu rendah dan iklim kering. Daerah Bogor yang termasuk ke dalam wilayah tropika basah diduga kurang sesuai untuk pertanaman gandum, terutama apabila ditanam pada bulan-bulan basah. Secara umum, kondisi iklim mikro pada lokasi penelitian selama bulan Januari sampai Mei 2014 mempunyai suhu udara rata-rata harian 28.83oC, suhu media 24.2 oC, serta kelembaban udara 47%. Tiga bulan pertama kondisi keawanan cenderung tinggi karena pada waktu tersebut sedang mengalami musim hujan, kemudian tiga bulan berikutnya mulai panas. Hal ini dapat mempengaruhi hasil produksi tanaman gandum. Kondisi suhu udara, suhu media, dan kelembaban udara pada screen house dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik suhu udara, suhu media, dan kelembaban udara rata-rata selama bulan Januari-Mei 2014

Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor mempunyai ketinggian tempat kurang lebih 540 m dpl. Nur et al. (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan gandum dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Penanaman gandum di atas 1 000 m dpl mempunyai karakter agronomis lebih baik dibandingkan dengan penanaman gandum dengan ketinggian di bawah 400 m dpl. Dengan ketinggian tempat sebesar 540 m dpl, maka daerah Sukamantri tersebut dapat dikategorikan sebagai dataran menengah.

Secara umum, kedelapan genotipe gandum mempunyai daya berkecambah yang beragam. Namun apabila dirata-rata hasilnya tergolong rendah dengan nilai 25.03%. Daya berkecambah tertinggi terdapat pada varietas Nias yaitu 86.4%, sedangkan terendah adalah H-20 yaitu 4.44%. Hal ini disebabkan oleh viabilitas benih yang rendah akibat lamanya umur simpan. Penyulaman dapat memperbaiki jumlah tanaman sampai sebanyak yang dibutuhkan. Tanaman gandum pada umur 1 MST dan 13 MST dapat dilihat pada Gambar 2.

(27)

13

Gambar 2. Kondisi umum percobaan tanaman gandum (A) tanaman umur 1 MST; (B) tanaman umur 13 MST

Beberapa Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terlihat antara lain yaitu ulat bulu, ulat jengkal, belalang, kutu pada malai, serta penggerek, sedangkan penyakit yang menyerang adalah busuk akar serta cendawan pada batang dan malai tanaman. Namun hal tersebut tidak terlalu berimplikasi pada pertumbuhan tanaman. Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menggunakan pestisida berbahan aktif abamectin, mengambil hama secara manual, serta membuang bagian tanaman yang terserang penyakit. Selain itu pengendalian gulma juga dilakukan secara manual.

Hasil

Aplikasi periode penghentian penyiraman dilakukan secara bertahap, tergantung stadia tumbuh tanaman gandum tiap genotipe. Secara umum, interaksi antara genotipe dengan perlakuan periode penghentian penyiraman hanya berpengaruh nyata pada peubah bobot biji per tanaman. Dari keenam belas peubah yang diamati, perlakuan periode penghentian penyiraman berpengaruh nyata terhadap tujuh peubah, antara lain jumlah trikoma, panjang malai, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, bobot kering tajuk per tanaman, bobot kering akar per tanaman, bobot kering malai per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Genotipe berpengaruh nyata terhadap semua peubah kecuali tingkat kehijauan daun, jumlah stomata, dan bobot 100 biji, dimana ketiga peubah tersebut juga tidak dipengaruhi secara nyata oleh kedua perlakuan.

(28)

14

Tabel 2 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam peubah-peubah yang diamati pada perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum

Peubah yang

(29)

15 Tabel 3 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe

gandum terhadap tinggi tanaman pada 8-12 MST

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

45.11+6.8 49.48+6.7 54.08+6.6 57.64+6.3 61.33+7.2 Berhenti 30 hari

stadia booting

47.31+5.9 48.39+5.4 52.73+6.2 56.46+6.4 60.13+7.0 Disiram rutin

(kontrol)

46.02+6.4 49.46+5.7 53.63+6.1 56.76+6.7 59.08+7.3 Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%; MST : minggu setelah tanam

Berdasarkan Tabel 3 di atas, genotipe S-03 menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi di setiap minggunya, dimulai dari minggu kesembilan, sedangkan genotipe Nias, pada umur 8 MST menunjukkan tinggi tanaman yang tertinggi, namun kemudian disusul oleh genotipe yang lain seperti S-03 dan SBD pada minggu-minggu setelahnya. Hal tersebut mengindikasikan adanya perbedaan lama umur tanaman dimana pada umur 9 MST, genotipe Nias sudah memasuki fase generatif maksimum dimana tingginya sudah konstan dan tidak bertambah lagi, sedangkan genotipe introduksi masih melakukan pertumbuhan vegetatif. Genotipe Selayar menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang terendah di setiap minggu pengamatan. Diduga genotipe Selayar secara genetik memang pendek.

(30)

16

Gambar 3. Tanaman gandum umur 1 BST beberapa genotipe. (A)Nias; (B) Selayar; (C) Dewata; (D) H-20; (E) Munal; (F) SBD; (G) YMH; dan (H) S-03

Jumlah Daun

Tabel 4 menunjukkan pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe terhadap jumlah daun. Perlakuan periode penghentian penyiraman tidak menunjukkan pengaruh nyata, sedangkan genotipe berpengaruh sangat nyata. Genotipe Nias pada umur 8-9 MST memiliki jumlah daun yang terbanyak dengan nilai 6.87 dan 8.02 helai. Namun pada umur 10-12 MST jumlahnya tidak sebanyak pada genotipe S-03.

Tabel 4 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum terhadap jumlah daun pada umur 8-12 MST

Perlakuan Jumlah Daun

8 MST 9 MST 10 MST 11 MST 12 MST

Genotipe

Nias 6.87a 8.02a 8.55b 7.33b 6.85b

Selayar 5.15b 4.96b 4.48e 3.92d 3.92c

Dewata 4.52b 4.96b 5.12de 5.07cd 4.70c

H-20 4.59b 5.58b 6.22cd 6.26bc 6.25b

Munal 4.78b 5.40b 5.87cde 6.57b 6.85b

SBD 5.04b 5.92b 6.67c 6.66b 6.66b

S-03 6.44a 8.52a 9.92a 10.99a 11.37a

YMH 4.59b 5.22b 5.87cde 7.11b 7.18b

Periode Penghentian Penyiraman

Berhenti 30 hari stadia tillering

5.25+1.1 6.23+1.6 6.89+2.1 6.96+2.7 6.96+2.7 Berhenti 30 hari

stadia booting

5.37+1.3 6.22+1.6 6.64+2.1 6.69+2.1 6.79+2.5 Disiram rutin

(kontrol)

(31)

17

Sama halnya dengan peubah tinggi tanaman, genotipe S-03 memberikan pertumbuhan jumlah daun yang paling banyak dibandingkan dengan genotipe yang lain dengan nilai 11.37, sedangkan jumlah daun terendah terdapat pada genotipe Selayar dengan nilai 3.92 helai. Rata-rata jumlah daun yang dihasilkan pada seluruh genotipe dalam perlakuan penyiraman berkisar antara 6.43-6.96 helai.

Panjang Akar dan Biomassa Tanaman

Genotipe yang memiliki nilai tertinggi pada peubah panjang akar dan biomassa tanaman terdapat pada Munal dan YMH. Perlakuan periode penghentian penyiraman nyata mempengaruhi biomassa tanaman yang terdiri dari bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering malai, sedangkan panjang akar hanya dipengaruhi oleh genotipe tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan periode penghentian penyiraman selama 30 hari saat stadia booting mampu menghasilkan biomassa tanaman tertinggi, yaitu dengan bobot kering tajuk (1.2 g), bobot kering akar (0.52 g), dan bobot kering malai (0.6 g). Pengaruh periode penghentian penyiraman dan genotipe dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum terhadap panjang akar dan biomassa tanaman

Perlakuan Panjang Disiram rutin (kontrol) 12.81+5.6 0.74b 0.11b 0.15b Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

(32)

18

pada setiap genotipe tidak jauh berbeda ukurannya. Namun genotipe Selayar terlihat cenderung pendek dan kecil dibandingkan dengan genotipe yang lain.

A B C D E F G H

Gambar 4. Tanaman hasil panen pada beberapa genotipe (A) Nias; (B) Selayar; (C) Dewata; (D) H-20; (E) Munal; (F) SBD; (G) YMH; dan (H) S-03

Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Spikelet, Jumlah Biji, dan Umur Panen

Perlakuan periode penghentian penyiraman berpengaruh nyata terhadap panjang malai dan jumlah biji per tanaman. Genotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah spikelet per malai, jumlah biji per tanaman, dan umur panen. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

(33)

19 Berdasarkan Tabel 6, jumlah anakan produktif tertinggi terdapat pada genotipe S-03 dengan nilai 2.07. Tanaman pada perlakuan periode penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering mampu menghasilkan panjang malai dan jumlah biji per tanaman tertinggi. Genotipe Munal mempunyai panjang malai dan jumlah biji per tanaman yang lebih tinggi, sedangkan genotipe YMH mempunyai nilai tertinggi pada jumlah biji per tanaman. Umur panen tercepat terdapat pada genotipe Nias, Selayar, dan Dewata. Selain itu, berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa malai pada genotipe Nias dan Selayar sudah berwarna kuning pada umur 14 MST, sedangkan genotipe introduksi masih berwarna hijau dan sedang melakukan pengisian malai. Hal tersebut mengindikasikan adanya perbedaan lamanya umur panen pada tanaman gandum.

Gambar 5. Malai gandum pada beberapa genotipe umur 14 MST. (A) Nias; (B) Selayar; (C) Dewata; (D) H-20; (E) Munal; (F) SBD; (G) S-03; dan (H) YMH; garis = 1 cm

Bobot Biji per Tanaman dan Bobot 100 Biji

Bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji menggambarkan komponen hasil yang bernilai ekonomi di dalam budidaya gandum. Hal tersebut sangat berkaitan dengan produktivitas tanaman, terutama untuk kultivar atau genotipe yang berbeda. Berdasarkan Tabel 7, bobot biji per tanaman nyata dipengaruhi oleh genotipe dan perlakuan periode penghentian penyiraman, sedangkan bobot 100 biji tidak dipengaruhi oleh keduanya. Bobot biji per tanaman tertinggi terdapat pada genotipe Munal dan YMH. Perlakuan periode penghentian penyiraman yang memberikan bobot biji tertinggi adalah penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering, sedangkan hasil terendah terdapat pada perlakuan penyiraman rutin. Meskipun demikian, bobot biji yang dihasilkan tersebut berada dibawah standar, seperti pada penelitian Budiarti (2005) dengan hasil 12 g per tanaman. Rata-rata bobot 100 biji seluruh genotipe untuk ketiga perlakuan periode penghentian penyiraman berkisar antara 2.14-2.46 buah. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Arfan et al. (2007) yang juga mengembangkan gandum di dalam net house, yang mempunyai rentang bobot 100 biji sekitar 1.5-3 g, tergantung kultivar.

(34)

20

Tabel 7 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum terhadap bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji

Berhenti 30 hari stadia tillering 0.30a 2.21+0.6 Berhenti 30 hari stadia booting 0.23ab 2.26+0.8

Disiram rutin (kontrol) 0.16b 2.14+0.7

Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Tabel 8 menyajikan interaksi genotipe dan perlakuan periode penghentian penyiraman terhadap bobot biji per tanaman gandum. Berdasarkan Tabel 8, genotipe Munal dengan periode penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering memberikan hasil paling tinggi dengan bobot biji 0.63 g per tanaman. Hal tersebut mengindikasikan bahwa produktivitas genotipe Munal dengan periode penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering lebih unggul daripada genotipe dengan perlakuan periode penyiraman lain.

Tabel 8 Interaksi genotipe dan perlakuan periode penghentian penyiraman terhadap bobot biji per tanaman pada gandum

Perlakuan Berhenti 30 hari

H-20 0.18cdefg 0.15defg 0.15defg

Munal 0.63a 0.21cdefg 0.46abc

SBD 0.45abcd 0.34abcdef 0.07fg

S-03 0.39abcde 0.19cdefg 0.09fg

YMH 0.52ab 0.39abcde 0.29bcdefg

Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

(35)

21

A B C D E F G H Gambar 6. Kenampakan biji gandum pada berbagai genotipe (A) Nias; (B)

Selayar; (C) Dewata; (D) H-20; (E) Munal; (F) SBD; (G) S-03; dan (H) YMH; garis = 1 cm

Tingkat Kehijauan Daun, Kerapatan Stomata, dan Kerapatan Trikoma

Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe terhadap tingkat kehijauan daun, kerapatan trikoma, dan kerapatan stomata dapat dilihat pada Tabel 9. Perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe berpengaruh nyata pada kerapatan trikoma, sedangkan peubah yang lain tidak berpengaruh nyata. berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

(36)

22

Hasil pengamatan terhadap kerapatan stomata dan trikoma dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8 berikut. Berdasarkan Gambar 7 dan 8, dapat dilihat bahwa jumlah stomata dan trikoma beragam dalam berbagai perlakuan penyiraman dan genotipe. Jumlah trikoma lebih banyak ditemui pada perlakuan periode penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia booting. Gambar stomata ditandai dengan lingkaran warna merah, sedangkan trikoma dengan warna hijau. Dapat dilihat bahwa struktur stomata berbentuk pipih dan berwarna transparan, sedangkan trikoma mempunyai struktur yang lancip dan berwarna gelap.

H

Gambar 7. Stomata dan trikoma beberapa genotipe gandum. (A) Nias; (B) Selayar; (C) Dewata; (D) H-20; (E) Munal; (F) SBD;

(G) YMH; dan (H) S-03; perbesaran 40x

Gambar 8. Stomata dan trikoma gandum genotipe YMH pada berbagai perlakuan periode penghentian penyiraman. (A) Penyiraman berhenti 30 hari pada stadia tillering; (B) penyiraman berhenti 30 hari pada stadia booting; dan (C) Disiram rutin di semua stadia tumbuh; perbesaran 40x

Pembahasan

(37)

23 S-03, dan YMH karena apabila dibandingkan dengan ketiga varietas nasional (Nias, Selayar, dan Dewata), ketiga genotipe tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi. Namun terdapat pengecualian yakni pada peubah kerapatan trikoma dimana genotipe Dewata memiliki jumlah trikoma yang lebih banyak per satuan luas.

Genotipe S-03 mempunyai nilai yang lebih tinggi pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan produktif, sedangkan berdasarkan peubah panjang akar, biomassa tanaman, panjang malai, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman, genotipe Munal mempunyai nilai yang lebih tinggi. Kemudian nilai pengamatan pada genotipe YMH terhadap peubah panjang akar, bobot kering akar, bobot kering malai, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman, hasilnya lebih tinggi. Namun demikian, ditemukan kekurangan dari ketiga genotipe introduksi tersebut, yaitu umur panen yang cenderung lama, terutama Munal dan YMH yang mencapai 18 MST atau setara dengan 126 hari. Penelitian Budiarti (2005) pada 89 genotipe gandum di Kuningan, Jawa Barat, menghasilkan umur panen yang beragam dengan rentang 87-114 hari. Varietas nasional lebih unggul dalam hal umur yang genjah, dengan umur panen + 14 MST atau 98 hari. Selisih tersebut cukup jauh mengingat kebutuhan manusia yang cenderung menginginkan umur genjah pada tanaman. Umur panen dalam percobaan ini nyata dipengaruhi oleh genotipe, diduga hal tersebut disebabkan oleh faktor genetik dan tidak berhubungan dengan perlakuan periode penghentian penyiraman. Selain memiliki umur panen yang genjah, varietas Nias juga mempunyai daya berkecambah yang tinggi dalam percobaan ini sehingga lebih unggul dari segi viabilitasnya. Kemudian, selain umur panen, peubah yang hanya dipengaruhi oleh genotipe antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar.

Tanaman gandum yang ditanam dalam kondisi normal pada ketinggian <400 m dpl mampu menghasilkan jumlah anakan produktif 1-4, sedangkan bila ditanam pada ketinggian > 1 000 m dpl mempunyai rata-rata anakan produktif 7.2 (Nur et al. 2010). Namun demikian, jumlah anakan yang diperoleh pada penelitian ini kurang dari 2, baik pada kondisi normal maupun dihentikan penyiramannya. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang mendukung seperti suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan jenis tanah. Suhu rataan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman gandum dalam penelitian Nur et al. (2010) adalah 25.8oC pada ketinggian > 1 000 m dpl. Dengan rata-rata suhu harian 28.83oC dalam percobaan ini, diduga kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman gandum. Suhu akan turun 1oC untuk setiap ketinggian tempat yang bertambah sejauh 100 m dpl. Dalam penelitian ini, ketinggian tempat yang digunakan adalah 540 m dpl. Dengan hasil jumlah anakan yang demikian, maka diduga ketinggian tempat yang digunakan untuk penanaman tanaman gandum diduga kurang sesuai.

(38)

24

pertumbuhan tanaman. Penelitian Sulistyono et al. (2005), pemberian frekuensi irigasi yang semakin sering dilakukan pada tanaman padi gogo dapat mengurangi penurunan jumlah produksi bahan kering. Sehingga semakin sering diberi pengairan hasilnya akan semakin tinggi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh, dimana tanaman gandum mempunyai hasil tertinggi pada kondisi penyiraman yang dihentikan selama 30 hari pada stadia tillering maupun booting pada beberapa peubah yang diamati. Diduga tanaman gandum hanya membutuhkan sedikit air selama siklus hidupnya. Penelitian Suhartono et al. (2008) pada tanaman kedelai, penyiraman 4 hari sekali memberikan hasil bobot kering tanaman lebih besar daripada penyiraman sehari sekali dengan volume penyiraman yang sama. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan, terutama pada tanaman-tanaman yang bukan asli berasal dari Indonesia seperti kedelai dan gandum, akan lebih sesuai berada dalam lingkungan tumbuh yang bersifat agak kering, seperti pada daerah temperate asalnya.

Menurut Mubeen et al. (2013), tanaman gandum menghasilkan panen tertinggi pada tanaman yang disiram rutin (kontrol), kemudian disusul dengan perlakuan periode penghentian penyiraman pada stadia tillering, dan hasil terendah diperoleh ketika periode penghentian penyiraman pada stadia booting. Jelas terlihat bahwa tanaman gandum membutuhkan banyak air ketika memasuki fase generatif (setelah booting), sedangkan apabila tidak disiram dalam selang waktu tertentu saat stadia tillering, tanaman gandum masih mampu menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Penelitian Abayomi dan Wright (1999) pada tanaman gandum yang diberi perlakuan kondisi kering di beberapa fase tumbuh, hasil tertinggi diperoleh pada kontrol, disusul oleh perlakuan kondisi kering pada fase vegetatif, dan hasil terendah yaitu pada perlakuan kondisi kering fase generatif pada seluruh kultivar yang dicoba kecuali kultivar Wembley yang mempunyai hasil tertinggi pada perlakuan kering fase vegetatif. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan air untuk setiap kultivar berbeda. Menurut El-Awad (2000) pada percobaannya, interval irigasi yang diberikan terhadap tanaman gandum 2 minggu sampai 4 minggu sekali tidak memberikan pengaruh yang nyata. Sehingga diduga dengan aplikasi penyiraman yang sedikit saja, gandum masih mampu menghasilkan produksi yang sama dengan perlakuan penyiraman rutin. Oleh karena itu untuk menghemat penggunaan air, lebih baik menggunakan aplikasi penyiraman dengan interval 4 minggu sekali dalam percobaannya tersebut.

(39)

25 terdapat biji hampa dalam percobaan ini. Dalam kondisi ternaungi, tanaman gandum dapat menurun produktivitasnya terutama pada jumlah malai per tanaman (Pratiwi 2006). Selain itu, akibat tingkat keawanan yang tinggi dan terlalu banyaknya air dalam media terutama pada perlakuan kontrol dapat memperkecil laju transpirasi pada tanaman karena kurangnya cahaya dan panas matahari yang didapatkan. Laju transpirasi yang kecil akan berdampak pada meningkatkan jumlah ABA menjadi PA (phaseic acid) dan menginisiasi penutupan stomata (Walton et al. 1977). Akibatnya proses fotosintesis dan metabolisme tidak berjalan lancar. Dengan demikian laju transpirasi yang kecil, dapat membuat transpor hara yang dilakukan tanaman tidak dapat berjalan dengan baik. Menurut Manzoni et al. (2012), daerah dengan tipe iklim yang berbeda akan mempengaruhi transpirasi maksimum pada tanaman yang berbeda. Klasifikasi daerah yang dijelaskan antara lain boreal, temperate, mediteran, tropika basah, tropika kering, dan padang pasir. Daerah yang memiliki transpirasi maksimum tertinggi adalah tropika basah, kemudian dilanjutkan dengan daerah tropika kering. Dengan kondisi penelitian yang sedemikian maka perlakuan penghentian penyiraman akan cenderung identik dengan iklim tropika kering. Sehingga transpirasinya lebih sedikit daripada yang seharusnya. Selanjutnya bobot 100 biji gandum, kerapatan stomata, dan tingkat kehijauan daun tidak menunjukkan adanya perbedaan, baik pada perlakuan periode penghentian penyiraman maupun genotipe. Artinya, ketiga peubah ini mempunyai kemiripan untuk semua genotipe dan tidak dipengaruhi oleh keterbatasan jumlah air.

(40)

26

demikian, dapat dikatakan bahwa ukuran tanaman terlalu kecil dengan volume penyiraman yang dilakukan tersebut. Menurut Usman (2002) produksi tanaman gandum akan menurun seiring dengan bertambahnya curah hujan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tanaman gandum tidak terlalu banyak membutuhkan air selama pertumbuhannya. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian Hossain et al. (2011), tanaman gandum yang medianya mengandung banyak air atau tergenang dapat menurunkan jumlah pengisian biji. Periode pengisian biji menjadi singkat, merusak perakaran tanaman, serta dapat mengganggu pengambilan hara dari dalam tanah.

Air sebagai unsur penting dalam tanaman dibutuhkan tanaman dalam jumlah tertentu. Baik kekurangan maupun kelebihan akan dapat menurunkan jumlah produktivitasnya. Penelitian Schravendijk dan Andel (1985) menyebutkan pada awalnya tanaman yang disiram akan meningkat pertumbuhannya, namun apabila dilanjutkan dengan memberi jumlah air tersebut semakin lama akan menurun. Hal tersebut ditunjukkan dengan model kurva kuadratik yang memiliki titik maksimum dengan perlakuan pemberian air yang optimum. Beberapa peubah yang dipengaruhi dalam penelitian tersebut antara lain indeks luas daun, konsentrasi ABA, resistensi terhadap difusi, dan kecepatan transpirasi. Selain itu, stadia tumbuh yang tepat juga menentukan adaptasi tanaman terhadap jumlah air yang diterima. Pada kondisi tergenang dan ternaungi, stadia tumbuh tanaman gandum tujuh hari setelah antesis memberikan bobot kering biji tertinggi dibandingkan 15 hari setelah antesis, 23 hari setelah antesis, 31 hari setelah antesis, maupun kontrol (Li et al. 2013). Genotipe juga mempengaruhi produksi yang dihasilkan terutama bagi kultivar yang toleran terhadap kelebihan jumlah air dalam penelitian (Collaku dan Harrison 2002). Genotipe Pioneer 2691, Terral LA 422, Shelby, dan Pioneer 2684 memberikan hasil tertinggi dalam perlakuan genangan. Beberapa genotipe lain bersifat toleran, dan genotipe sisanya mengalami penurunan yang tinggi. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa kebutuhan air dalam tanaman gandum setiap genotipe berbeda. Dengan jumlah air yang diberikan pada penelitian tersebut, genotipe yang menghasilkan bobot biji lebih tinggi dapat dikatakan membutuhkan air yang lebih banyak dibandingkan genotipe lain.

Analisis terhadap jumlah trikoma nyata dipengaruhi oleh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe. Jumlah trikoma terbanyak ditunjukkan pada perlakuan periode penghentian penyiraman 30 hari pada stadia booting dengan jumlah 37.2 per mm2. Penelitian Istiqomah et al. (2010) pada tanaman rumput mutiara, semakin sedikit ketersediaan air, jumlah trikomanya semakin tinggi. Trikoma merupakan suatu struktur rambut pada permukaan epidermis daun yang dibentuk tanaman sebagai pelindung diri dari gangguan luar dan mengurangi terjadinya penguapan. Dengan semakin bertambahnya jumlah trikoma mengindikasikan bahwa adanya bentuk adaptasi tanaman terhadap kondisi jumlah air yang terbatas.

(41)

27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan panjang malai, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman, perlakuan periode penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering pada gandum mampu memberikan hasil yang tertinggi. Berdasarkan jumlah anakan produktif, genotipe S-03 memberikan hasil tertinggi. Genotipe Munal dan YMH mempunyai nilai tertinggi dalam panjang malai, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman yang tinggi. Atas dasar hal tersebut, genotipe S-03, Munal, dan YMH merupakan genotipe yang diduga dapat tumbuh dengan baik pada elevasi menengah iklim tropis. Genotipe Munal dengan perlakuan penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering memberikan hasil bobot biji per tanaman yang tertinggi. Ketiga varietas nasional yakni Nias, Selayar, dan Dewata memiliki hasil terendah pada peubah panjang akar, biomassa tanaman, dan jumlah anakan produktif, namun memiliki umur tergenjah diabndingkan dengan genotipe introduksi.

Saran

Periode penghentian penyiraman 30 hari pada stadia tillering pada tanaman gandum ternyata masih dapat menghasilkan produksi dengan baik sehingga dapat menghemat penggunaan air pada sistem irigasinya. Untuk mengetahui kebutuhan air pada tanaman gandum dapat dilakukan penelitian penyiraman pada musim kemarau (Maret – September).

DAFTAR PUSTAKA

Abayomi YA, Wright D. 1999. Effects of water stress on growth and yield of spring wheat (Triticum aestivum L.) cultivars. Trop. Agric. (Trinidad.) 76(2): 120-125

Arfan M, Athar HR, Ashraf M. 2007. Does exogenous application of salicylic acid through the rooting medium modulate growth and photosynthetic capacity in two differently adapted spring wheat cultivars under salt stress?. Journal of Plant Physiology. 164(2007): 685-694

Bardford Kl, Yang SP. 1981. Physiological response of plants to waterlogging. Hort Sci. 16(1): 25-28.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi. [Internet]. [diunduh pada 2013 November 12] http://www.bps. go.id Budiarti SG. 2005. Karakterisasi beberapa sifat kuantitatif plasma nutfah gandum

(Triticum aestivum L.). Buletin Plasma Nutfah 11(2): 49-54

Collaku A, Harrison SA. 2002. Losses in wheat due to waterlogging. Crop Science. 42: 444-450

(42)

28

[Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Gandum: varietas dan teknik budidaya. [internet]. [diunduh pada 2014 Agustus 11] http://balitsereal.litbang.deptan. go.id

El-Awad SEDAG. 2000. Effects of irrigation interval and tillage systems on irrigated cotton and succeeding wheat crop under a heavy clay soil in the Sudan. Soil & Tillage Research. 55: 167-173

Evi. 2012. Altitude and shading conditions affect vegetative growth of Kaempferia parviflora. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Gardner BR, Blad BL, Maurer RE, Watt DG. 1981. Relationship between crop

temperature and physiological and phenological development of differentially irrigated corn. J Agron. 73: 743-747

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1985. Physiology of Crop Plants. Iowa (US): The Iowa University Press

Hakim L. 2011. Analisis Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Persepsi Petani terhadap Tanaman Gandum (Kasus di Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan). [tesis]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): Pustaka Jaya

Hossain MA, Araki H, Takahashi T. 2011. Poor grain filling induced by waterlogging is similar to that in abnormal early ripening in wheat in Western Japan. Field Crop Research. 123: 100-108

Ismail MR, Davies WJ. 1997. Reduction in leaf growth and stomatal conductance of capsicum (Capsicum annuum) grown in fooded soil and its relation to abscisic acid. Pertanika J. Trop. Agric. Sci. 20:101-106

Istiqomah AR, Mudyantinii W, Anggarwulani E. 2010. Pertumbuhan dan struktur anatomi rumput mutiara (Hedyotis corymbosa [L.] Lamk.) pada ketersediaan air dan intensitas cahaya berbeda. Jurnal Ekosains. 2(1): 55-64

[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2014. Perkembangan impor nonmigas (komoditas) periode 2009-2014 [internet] [diunduh 2014 Jul 10]. Tersedia pada http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/ growth-of-non-oil-and-gas-import-commodity

Komalasari O, Hamdani M. 2010. Uji adaptasi beberapa galur/varietas gandum di NTT. Di dalam: Balai Penelitian Jagung dan Serealia Lain, editor. Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan; 2010 Jul 27-28; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balitjas. hlm 146-150

Kusmana, Sofiari E. 2007. Karakterisasi kentang varietas granola, atlantic, dan balsa dengan metode UPOV. Buletin Plasma Nutfah. 13(1): 27-33

Li H, Cai J, Jiang D, Liu F, Dai T, Cao W. 2013. Carbohydrates accumulation and remobilization in wheat plants as influenced by combined waterlogging and shading stress during grain filling. J Agro Crop Sci. 199: 38-48

Magness, Markle GM, Compton CC. 1971. Food and feed crops of the united states. Interregional Research Project IR-4 Bulletin No.1

Manzoni S, Vico G, Katul G, Palmroth S, Jackson RB, Porporato A. 2012. Hydraulic limits on maximum plant transpiration and the emergence of the safety-efficiency trade-off. New Phytologist. 198: 169-178

(43)

29 biomass accumulation and resource use efficiency of wheat cultivars. American Journal of Plant Sciences. 4: 1435-1442

Mushtaq T, Hussain S, Bukhsh MAHA, Iqbal J, Khaliq T. 2011. Evaluation of two wheat genotypes performance under drought condisions at different stages. Crop and Environment. 2(2): 20-27

Nur A, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N, Sujiprihati S. 2010. Phenologi pertumbuhan dan produksi gandum pada lingkungan tropika basah. Di dalam: Balai Penelitian Jagung dan Serealia Lain, editor. Meningkatkan Peran Penelitian Serealia Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan; 2010 Jul 27-28; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balitjas. hlm 188-198 Perry MW, Belford RK. 2000. The structure and development of the cereal plant.

Di dalam: Anderson WK, Garlinge JR, editor. The Wheat Book: Principles and Practice. Agdex 112/01; Forrestfield (AU): Department of Agriculture Western Australia. hlm 23-36

Pratiwi GR. 2006. Pengaruh intensitas dan penaungan terhadap pertumbuhan tanaman gandum (Triticum aestivum L.) [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada

Rahmah. 2011. Keragaman genetik dan adaptabilitas gandum (Triticum aestivum L.) introduksi di lingkungan tropis [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Salisbury FB, Ross CW. 1992. Plant Physiology. 4rd Ed. California (US): Wadsworth Publishing Company

Schravendijk HW, Andel OM 1985. Interdependence of growth, water relations and abscisic acid level in Phaseolus vulgaris during waterlogging. Physiol Plant. 63: 215-220

Sharma P, Singh G, Singh RP. 2011. Conservation tillage, optimal water and organic nutrient supply enhance soil microbial activities during wheat (Triticum aestivum L.) cultivation. Brazilian Journal of Microbiology 42: 531-542

Simanjuntak BH. 2002. Prospek Pengembangan Gandum (Triticum aestivum L) di Indonesia. Di dalam: Anonim, editor. Seminar Nasional Pengembangan Gandum. 2002 Sep 3-5; Pasuruan, Indonesia. Pasuruan(ID): Direktorat Serelia-Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan Departemen Pertanian. hlm 1-8

[SPI] Serikat Petani Indonesia. 2012. Tahun Inkonsistensi Kebijakan dan Kesejahteraan Petani yang Diabaikan. Catatan Akhir Tahun 2012: Pembangunan Pertanian, Perdesaan, dan Agraria. Jakarta (ID): DPP Serikat Petani Indonesia.

Suhartono RA, Zaed S, Khoiruddin A. 2008. Pengaruh interval pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glicine max (L) Merril) pada berbagai jenis tanah. Embryo. 5(1): 98-112

Sulistyono E, Suwarto, Ramdiani Y. 2005. Defisit evapotranspirasi sebagai indikator kekurangan air pada padi gogo (Oryza sativa L.) Bul. Agron. 33(1): 6-11

(44)

30

Totok ADH, Rahayu AH. 2004. Analisis efisiensi serapan N, pertumbuhan, dan hasil beberapa kultivar kedelai unggul baru dengan cekaman kekeringan dan pemberian pupuk hayati. Agrosains. 6(20): 70-74

Usman R. 2002. Respon perkembangan dan protein biji gandum terhadap interaksi ketersediaan air dan nitrogen varietas DWR 162 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Walton D, Galson C, Harrison MA. 1977. The relationship between stomatal resistence and abscicic-acid levels in leaves of water-stressed bean plants. Planta. 133: 145-148

Wang J, Xu C, Gao S, Wang P. 2013a. Effect of water amounts applied with drip irrigation on water consumption characteristics and yield of spring wheat in Xinjiang. Advance Journal of Food Science and Technology. 5(9): 1180-1185

(45)

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 13 November 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari ayah Sarjiyatno dan ibu Sri Rejeki.

Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Nurul Islam, Kaliwungu, Kudus. Tahun 2004 penulis lulus dari SD 02 Bakalan Krapyak, Kaliwungu, Kudus, kemudian pada tahun 2007 penulis menyelesaikan studi di SMPN 3 Kudus. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Kudus dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB melalui jalur undangan (USMI) dan memilih Meteorologi Terapan sebagai bidang keahlian pelengkap (minor) dari Departemen Meteorologi dan Geofisika.

Gambar

Gambar 2. Kondisi umum percobaan tanaman gandum (A) tanaman umur 1 MST;
Tabel 2 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam peubah-peubah yang diamati pada
Tabel 4 menunjukkan pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman
Tabel 5 Pengaruh   perlakuan   periode  penghentian   penyiraman   dan  genotipe
+5

Referensi

Dokumen terkait

Ahmad Jumari, 2015, ”Sistem Central Lock pada Toyota Kijang Type G 1TR- FE”. Program Studi Teknik Mesin Diploma III, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Dengan demikian, strategi program ini menitikberatkan pada transformasi kapasitas manajemen dan teknis kepada komunitas melalui pembelajaran langsung (learning by doing)

overspending, underspending, dan salah sasaran ( misappropriation ) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. Anggaran merupakan alat

Namun demikian, bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang melakukan suatu kegiatan yang tidak disukai sehingga kekuatan didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan

Myös Tammistossa suoritetuissa kokeissa (VALLE 1935) on Svalöfin myöhäinen nurminata osoittautu- neet erittäin såtoisaksi.. VALLE (1930 b ja 1935) kuitenkin huomauttaa,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian secara keseluruhan sebesar 86,77% terletak di rentang 81- 100% yang menunjukkan persepsi masyarakat Purwokerto

- Evaluasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. - Program adalah rencana suatu pelaksanaan yang akan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh SDM yang ada di Bappeda kabupaten Batang tergolong dalam kategori baik. Pengkajian pada