• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Kecil dan Menengah Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Kecil dan Menengah Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDUSTRI

KECIL DAN MENENGAH PRODUK ROTI DAN KUE DI

KOTA BOGOR UNTUK MEMILIKI SERTIFIKAT HALAL

CORNELL RIDHA’AJIE ADYAS

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Kecil dan Menengah Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

CORNELL RIDHA AJIE ADYAS. Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Kecil Menengah Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan SALAHUDDIN EL-AYYUBI.

Sertifikat halal ialah bukti tertulis yang diberikan oleh LPPOM MUI kepada industri atau perusahaan, bahwa produk yang dihasilkan oleh industri tersebut telah halal. IKM dipilih dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan potensi ekonominya. Jumlah unit IKM yang terdaftar di Kementerian Perindustrian (Kemenprin) sekitar 4 juta unit, serta tenaga kerja yang diserap cukup banyak yakni sekitar 10 juta jiwa pada tahun 2014. Produk roti dan kue dipilih dalam penelitian ini karena memiliki titik kritis kehalalan, serta potensi ekonomi yang cukup tinggi. Titik kritis kehalalan tersebut ada pada margarin, ragi, dan bahan lain yang berpeluang mengandung turunan dari bahan yang haram seperti babi dan alkohol. Potensi roti dan kue dari segi ekonomi bisa ditinjau dari pertumbuhan nilai produksi yang tinggi senilai 30.9% selama tahun 2008-2010. Penelitian dilakukan melalui wawancara dengan panduan kuesioner. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan diketahui dari hasil regresi logistik, sedangkan untuk mengetahui karakteristik responden digunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian dengan metode analisis regresi logistik menunjukkan, terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu usia pemilik IKM, aksesibilitas yang berpengaruh positif dan pengetahuan tentang kriteria halal haram yang berpengaruh negatif. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa dari 37 IKM terdapat 22 IKM yang bersertifikat halal, dan 15 IKM yang belum bersertifikat halal.

Kata kunci: aksesibilitas, IKM, pengetahuan, regresi logistik, usia

ABSTRACT

CORNELL RIDHA AJIE ADYAS. Factors Affecting Bread and Cake Small and Medium Industry in Bogor City to Own Halal Certificate. Supervised by SRI MULATSIH and SALAHUDDIN EL-AYYUBI.

Halal certificate is a written evidence given by LPPOM MUI to industry or enterprise, as a proof that the product producted by the industry is halal. Small and medium industries were choosen in this study by considering its economic potential. Total number of Small and medium indusries in Indonesia which are registered in Ministry of Industry is around 4 million units, with around 10 million manpowers work in 2014. Bread and cake products are choosen in this study due to its high critical halal point, and economic potential. Those cirtical point is

margarine, yeast, and another ingredients which has a chance to containt pork‟s

derivative. Bread and cake potential, from economic side could be observed from

(6)

positive parameter, and knowledge about halal criteria, which has a negative parameter. Descriptive analysis results shows from total 37 industries, there are 22 industries which already have a halal certificate, and 15 industries which dont have a halal certificate.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDUSTRI

KECIL DAN MENENGAH ROTI DAN KUE DI KOTA BOGOR

UNTUK MEMILIKI SERTIFIKAT HALAL

(8)
(9)

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Industri Kecil dan

Menengah Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal

Nama : Cornell Ridha‟Ajie Adyas NIM : H54109001

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc, Agr Pembimbing I

Salahuddin El Ayyubi, Lc, M.A Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam skripsi yang ditulis sejak bulan Agustus 2014 ini ialah Faktor-Faktor yang Memengaruhi Industri Kecil Menengah Produk Roti dan Kue untuk Memiliki Sertifikat Halal.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Mulatsih dan Bapak Salahuddin El Ayyubi selaku dosen pembimbing, serta Ibu Ranti Wiliasih dan Bapak Deni Lubis sebagai dosen penguji skripsi. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Arya dari Disperindag Kota Bogor, Bapak Yana dari LPPOM MUI, dan seluruh pemilik Industri Kecil Menengah Produk Roti dan Kue yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, Bowo, Nurhadi, Yusuf Ismail, Faza, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa, motivasi, dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Definisi, Kriteria, dan Implementasi Halal 6

Produsen dalam Perspektif Islam 8

Maslahah 8

Sertifikat Halal 9

LPPOM MUI 9

Industri Kecil dan Menengah (IKM) 10

IKM Produk Roti dan Kue 11

Titik Kritis Kehalalan Roti dan Kue 12

Penelitian Sebelumnya 12

Kerangka Pemikiran 13

METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Pengolahan dan Analisis Data 15

Definsi Operasional Data 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Karakteristik Responden 17

Karakteristik Usaha 19

Faktor-faktor yang Memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor

untuk Memiliki Sertifikat Halal 22

(12)

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

1 Potensi pasar produk halal Asia 1

2 Data penduduk Indonesia berdasarkan penyebaran agama 1

3 Potensi IKM Nasional 3

4 Perkembangan Industri Roti Nasional 4

5 Karakteristik Responden 18

6 Karakteristik Usaha 19

7 Hasil Uji Regresi Logistik 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 14

2 Alasan IKM memiliki sertifikat halal 21

3 Alasan IKM tidak/belum memiliki sertifikat halal 21

4 Sumber informasi tentang sertifikat halal 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian IKM Bersertifikat Halal 26

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah populasi penduduk muslim di dunia kian meningkat, setiap tahun dengan pertumbuhan sekitar 1.8% jiwa per tahunnya. Pada tahun 2009 penduduk muslim mencapai angka 25% dari total populasi dunia, atau kurang lebih setara dengan sekitar 1.8 milyar orang. Nilai potensi pasar produk halal meningkat tajam seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk muslim (Kassim 2010). Nilai potensi pasar makanan halal di tingkat Asia mencapai US$ 416 juta pada tahun 2010, dari total US$ 651 juta potensi pasar halal dunia. Nilai potensi pasar pangan halal Indonesia terbesar di antara negara-negara Asia lainnya, yakni dengan total nilai US$ 78 juta pada tahun 2010 (Sungkar 2010). Situasi ini memacu banyak negara mulai mengembangkan paradigma baru yang memberikan perhatian terhadap produk halal, termasuk Indonesia.

Tabel 1 Potensi pasar produk halal Asia

Negara Nilai (Juta US$)

2009 2010

Indonesia 77.6 78.5

India 20.8 21.2

Tiongkok 23.6 24.0

Malaysia 8.2 8.4

Negara-negara GCC 43.8 44.7

Indonesia ialah negara dengan jumlah populasi muslim terbesar di dunia. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah muslim di Indonesia sekitar 182 juta jiwa atau sekitar 87% dari total 250 juta penduduk (Tabel 2).

Tabel 2 Data penduduk Indonesia berdasarkan penyebaran agama Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Islam 182 083 594 87.20

Protestan 12 964 795 6.21

Katholik 6 942 884 3.32

Hindu 4 586 754 2.20

Budha 2 242 833 1.07

Total 208 819 860 100

Sumber: Sensus BPS 2010

(14)

2

didiskusikan oleh Asosiasi Cendekiawan Muslim al-Falah Surabaya. Setelah didiskusikan oleh asosiasi tersebut, timbulah kegoncangan dan demo besar-besaran oleh kaum muslim di Jawa Timur, yang kemudian mewabah ke seluruh wilayah Indonesia. Demo tersebut memengaruhi pada lumpuhnya perekonomian nasional sekitar 20-30%, karena kaum muslim berbondong-bondong memboikot produk tersebut (Yaqub 2013). Jumlah muslim yang dominan serta contoh kasus tersebut menyebabkan persediaan produk halal menjadi amat penting.

Halal berarti sesuatu yang boleh, yang terbebas dari ikatan larangan, serta diizinkan oleh syariat untuk dilakukan. Penetapan sesuatu barang atau pekerjaan dikatakan halal mengacu pada ketentuan Allah SWT di dalam Al-Quran dan sunah Rasullullah SAW. Kriteria suatu benda bisa dikatakan halal, tak hanya ditinjau dari sisi zat atau bendanya secara fisik tetapi juga dipantau dari zat turunan atau derivasi dari fisiknya itu sendiri. Contoh produk turunan dari barang yang diharamkan: minyak atau margarin dari lemak babi, sikat dari kulit babi, dan lisetin dari rambut manusia.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 114:

“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan

Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja

menyembah”. (QS. 16:114)

Dalam ekonomi Islam dikenal istilah maslahah. Maslahah merupakan formulasi antara manfaat dan berkah. Maslahah merupakan salah satu faktor penting bagi produsen dalam Ekonomi Islam. Kemaslahatan dapat diraih jika produk yang dihasilkan bermanfaat dan berkah (P3EI UII 2011). Keberkahan adalah salah satu tujuan dalam bisnis Islam, disamping keuntungan. Salah satu cara menggapai keberkahan tersebut adalah dengan cara menjual barang yang halal dan thayyib (Rivai 2012).

Huda (2012) mengemukakan bahwa tujuan produksi tidak boleh hanya memperhatikan keuntungan materialnya, tanpa memperhatikan kewajiban memberi jaminan halal. Produsen harus bertanggung jawab dalam memenuhi hak konsumen tidak hanya dari segi kepuasan, tetapi dari segi kesehatan dan keselamatannya juga. Pentingnya kehalalan suatu produk juga dilihat dari sisi materi. Iranita (2012) mengemukakan bahwa dengan adanya labelisasi halal maka, semakin meningkat pula peluang konsumen untuk memutuskan pembelian produk tersebut, serta semakin tinggi keputusan pembelian maka semakin meningkat nilai penjualan.

Saat ini di Indonesia, lembaga yang berwenang melakukan sertifikasi halal ialah Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Lembaga ini berperan penting dalam melakukan sertifikasi halal pada suatu produk, serta menjamin kehalalan produk yang telah diberikan sertifikat. Tidak adanya sertifikat berarti tidak ada jaminan bahwa produk tersebut halal dan menyebabkan hukum dari produk yang belum diberi sertifikasi menjadi syubhat, atau meragukan.

Hukum dari syubhat itu sebenarnya makruh, seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:

(15)

3 dia. Dan barang siapa jatuh kepada hal syubhat, maka ia seakan-akan jatuh kepada yang haram. Umpama seorang yang menggembala dekat daerah yang terlarang, seakan ia nyaris jatuh (memasuki) daerah itu. Ketahuilah bahwa setiap negara ada tapal batasnya, dan tapal batas Allah adalah yang diharamkannya”. (HR. At-Tirmidzi)

Berdasarkan data LPPOM MUI pada bulan Februari 2014, selama lima tahun terakhir baru 37 820 produk yang telah memiliki sertifikat halal MUI dari 210 382 produk yang beredar. Jumlah tersebut hanya 18% dari total produk yang beredar di masyarakat.

Pentingnya kehalalan juga dapat ditinjau dari segi hukum positif. Hal ini terdapat UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 yang menjelaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pada September 2014 lalu, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia telah menyetujui UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Setelah disahkannya undang-undang tersebut, maka secara hukum sertifikat halal bagi para pengusaha menjadi bersifat wajib. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa negara haruslah menjamin tersedianya produk-produk halal bagi penduduknya yang beragama Islam.

Salah satu sektor yang menyalurkan produk halal ialah sektor industri. Berdasarkan skala usaha, industri bisa diklasifikasikan menjadi Industri Kecil dan Menengah (IKM). IKM mempunyai andil dalam menggerakkan perekonomian Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Potensi IKM Nasional

Uraian Tahun

2012 2013 2014

Unit Usaha (Juta Unit) 4.02 4.15 4.32

Tenaga Kerja (Juta Orang) 9.46 9.81 10.37

Nilai Investasi (Triliun Rp.) 261.00 284.00 313.00 Nilai Bahan Baku (Triliun Rp.) 609.00 671.00 753.00 Nilai Produksi (Triliun Rp.) 174.00 188.00 207.00 Nilai Tambah (Triliun Rp.) 210.00 198.00 214.00

Nilai Ekspor (Juta US$) 435.00 483.00 546.00

Sumber : Disperindag Provinsi - diolah oleh Ditjen IKM

Terlihat bahwa tren pertumbuhan IKM dari mulai jumlah unit, hingga nilai ekspor selalu meningkat. Penurunan tren hanya terjadi di tahun 2013 pada segi nilai tambah, dengan nilai sebesar Rp 12 Triliun atau sekitar 0.04% saja. Pertumbuhan tertinggi dengan persentase sekitar 23.64% ada pada nilai bahan baku yang diserap pada periode 2012-2014.

(16)

4

Ketiga, IKM diyakini memiliki keunggulan dalam fleksibilitas dibandingkan usaha besar.

Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2009 (KBLI) Industri dibagi menjadi beberapa Golongan Pokok, salah satunya ialah Golongan Pengolahan Makanan. Peran Industri yang bergerak di bidang pengolahan makanan amatlah penting dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi penduduk berpenghasilan menengah ke bawah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2013 jumlah Industri makanan tahun 2013 ialah sekitar 1 173 393 unit.

Tenaga kerja yang diserap industri ini sebanyak 4 131 387 jiwa dengan nilai tambah Rp 59 973 085 miliar. Kontribusi Industri Pengolahan Makanan cukup tinggi di antara industri-industri lainnya. IKM dapat diklasifikasikan lagi ditinjau dari Sub-Golongannya, salah satunya ialah IKM Produk Roti dan Kue.

Konsumsi roti dan kue di Indonesia cenderung meningkat, berdasarkan data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Kementrian Pertanian (Kementan). Pada tahun 2010-2011 terjadi peningkatan konsumsi roti tawar per-bungkusnya sebesar 4.27 % per tahun, sedangkan konsumsi kue kering per-ons bertambah sebanyak 6.56% per tahun. Secara keseluruhan konsumsi roti dan kue menempati peringkat ke-3 dalam pertumbuhan konsumsi makanan pokok. Data tersebut membuktikan bahwa roti merupakan komoditas pangan pokok yang potensial selain beras.

Ditinjau dari segi produksi, industri yang memproduksi roti juga memiliki tren yang cenderung meningkat. Terlihat jelas peningkatan nilai produksi roti pada tahun 2008 menuju 2010 meningkat sekitar 4 triliun rupiah, sedangkan nilai input bertambah hampir dua kali lipat, menjadi 6 triliun rupiah pada tahun 2009 menuju 2010, nilai output untuk produk roti mencapai 9 triliun rupiah di tahun 2010, sedangkan nilai tambah juga naik sekitar dua kali lipat dari sekitar 1.9 triliun rupiah menjadi 3.8 triliun rupiah (Tabel 4).

Tabel 4 Perkembangan Industri Roti Nasional

Indikator Nilai (Rupiah)

(17)

5 kue agar memiliki sertifikat halal dalam memenuhi kebutuhan roti dan kue halal masyarakat muslim Kota Bogor.

Mempertimbangkan potensi tersebut, jumlah pangan halal yang disediakan IKM, khususnya yang memproduksi roti dan atau kue menjadi penting. Salah satu faktor terjaminnya kehalalan ini ialah adanya sertifikat halal dari LPPOM MUI. Berdasarkan data LPPOM-MUI, pada tahun 2013-2014 baru sekitar 304 produk roti nasional saja yang memiliki sertifikat halal (Ramadhan 2014).

Jumlah IKM yang beroperasi di kota Bogor adalah sekitar 3200 IKM, dan 740 diantaranya berada dibawah binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor. Dari 740 IKM tersebut, baru 50 IKM Roti dan Kue saja yang sudah bersertifikat halal. Persentase jumlah IKM bersertifikat halal dari total IKM yang beroperasi barulah sekitar 3.12%, jumlah tersebut terlalu sedikit dibandingkan dengan persentase jumlah muslim di kota Bogor yakni 91.96%.

Minimnya jumlah produk yang memiliki sertifikat halal membuktikan masih rendahnya kesadaran para pemilik IKM untuk memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi para produsen roti untuk memiliki sertifikat halal. Maka dari itu, peneliti merumuskan masalah berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi IKM Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal?

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakteristik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor.

2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal.

Manfaat Penelitian

1. Tersedianya informasi terkait faktor-faktor yang memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal.

2. Menjadi literatur bagi LPPOM MUI dan Disperindag agar menyesuaikan kebijakan untuk meningkatkan IKM yang memiliki sertifikat halal.

3. Menjadi literatur bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(18)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi, Kriteria, dan Implementasi Halal

Menurut Abdurrasyid dan Hidayat (2005), kata halal berasal dari bahasa Arab halal, yang bermakna terurai atau tidak terikat. Secara etimologi halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Imam al-Syafii memandang bahwa sesuatu dianggap halal apabila telah lepas ikatan bahaya dari padanya. Imam Malik dan Imam al-Thabrani berpendapat halal itu sesuatu yang suci, tidak najis, dan tidak diharamkan (Yaqub 2013).

Yusuf Al-Qaradhawi (2005) menyatakan ada sebelas dasar dalam menentukan halal-haram suatu perkara. Adapun tujuh dasar tersebut ialah:

1. Asal dari segala sesuatu adalah mubah (boleh) 2. Penentuan halal haram adalah hak prerogatif Allah

3. Mengharamkan sesuatu yang haal dan menghalalkan yang haram adalah teman dari orang-orang syirik

4. Mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah dapat mendatangkan keburukan

5. Pada sesuatu yang halal terdapat perkara yang lebih baik daripada yang haram

6. Bersiasat terhadap sesuatu yang haram hukumnya tetap haram 7. Niat baik pada sesuatu yang haram tidak melepas hukum haramnya

8. Sesuatu yang mendekati/sarana menuju keharaman, hukumnya juga haram 9. Syubhat sebaiknya dijauhi, karena khawatir jatuh kepada yang haram 10. Hukum halal haram sifatnya universal

11. Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang diharamkan, dengan kadar tertentu

Menurut Ceranic (2009) produk halal ialah produk yang dihasilkan sesuai hukum Islam dan memenuhi kriteria berikut:

1. Tidak mengandung bahan yang dilarang oleh Islam

2. Selama proses produksi, transportasi dan penyimpanan tidak terjadi kontak dengan benda-benda yang diharamkan;

3. Tidak disimpan dalam wadah atau perantara, atau dibawa menggunakan kendaraan, atau kendaraan yang telah digunakan oleh benda-benda yang dilarang.

Berikut secara detail benda-benda yang diharamkan, tentu saja produk turunan tersebut juga diharamkan:

1. Binatang: a) Babi,

b) Anjing, ular dan monyet; c) Karnivora (bertaring) d) Burung pemangsa

e) Hama dan hewan beracun lainnya

(19)

7 h) Bangkai

2. Tumbuhan

Tanaman beracun dan atau yang menghilangkan kesadaran, kecuali bila racun tersebut telah didetoksifikasi selama proses produksi.

3. Minuman haram yang paling banyak turunannya adalah babi. Banyak produk-produk

turunan babi yang beredar di masyarakat, yang tidak melabelkan nama „babi‟

secara langsung. Produk-produk tersebut mencampur bahan turunan babi dengan bahan lainnya sehingga terlihat rancu. Salah satu kaidah fikih berbunyi: “apabila kehalalan dan keharaman berkumpul, maka yang dimenangkan ialah

keharaman”. Berdasarkan kaidah tersebut dapat disimpulkan pembuatan produk yang mengandung turunan dari barang yang haram, akan menghasilkan barang yang juga haram pula (Yaqub 2013). Berikut bagian-bagian dari tubuh babi beserta turunannya, yang umumnya ada pada produk roti dan kue:

1. Daging Babi:

(20)

8

rezeki dengan jalan yang halal diantaranya yaitu: (1) Halal merupakan perintah Allah SWT (2) Halal mengandung keberkahan (3) Harta halal mengandung manfaat dan maslahah (4) Harta halal membawa perilaku positif bagi manusia (5) Harta halal melahirkan pribadi yang istiqamah.

Produsen dalam Perspektif Islam

Produsen berarti orang atau pihak atau lembaga yang melakukan kegiatan produksi. Produksi dapat berarti kegiatan memasukan suatu input, melalui sebuah proses untuk menghasilkan suatu produk, dan memberikan nilai tambah. Produksi adalah usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana mencapai tujuan hidup, yaitu kebahagiaan dunia akhirat.

Tujuan produksi dalam Islam tidak hanya mengejar keuntungan semata (profit oriented) tetapi juga mempertimbangkan aspek lainnya. Motivasi produsen dalam Islam haruslah meliputi masalah etika dan tanggung jawab sosial. Penerapan cara berproduksi yang Islami ialah dengan penerapan prinsip halalan thayyibah, di mana seluruh kegiatan produksi dan inputnya adalah legal dan baik. Secara ringkas, tujuan-tujuan produksi dalam Islam selain profit adalah: (1) Pemenuhan kebutuhan manusia pada (2) Penyediaan barang dan jasa di masa yang akan datang (3) Sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah (P3UII 2011)

Menurut Sukarno (2010) kegiatan produksi tidak sekedar memenuhi kebutuhan hidup sebagai homo economicus, tetapi juga sarana untuk mengupayakan keadilan sosial dan menjaga kerukunan martabat manusia. Kegiatan produksi selalu erat dengan kegiatan bisnis. Bisnis dalam Islam mengenal batas-batas halal- haram, baik dari cara perolehan, maupun pemanfaatan. Bisnis dalam Islam juga menjaga prinsip moral yang salah satunya dengan menjual barang yang halal (Rivai et all 2012).

Maslahah

Motivasi produsen dalam memproduksi sesuatu menurut pandangan Islam adalah menyediakan kebutuhan material dan spiritual untuk mencari maslahah yang sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim (P3EI UII 2011). Titik mulai maslahah ialah konsep lima maqashid syariah yaitu proteksi terhadap: (1) agama (2) jiwa (3) akal (4) keturunan (5) harta. Konsep maslahah terdiri atas dua komponen yaitu manfaat (fisik dan nonfisik) dan berkah. Dapat disimpulkan bahwa konsep maslahah berarti bertujuan mencapai manfaat dan berkah.

Maslahah merupakan formulasi dari manfaat dan berkah. Maslahah dapat ditinjau dari segi produsen maupun konsumen. Adapun formulasi ekonomi untuk maslahah adalah sebagai berikut:

M =

π

+ B...(1)

(21)

9

π

= TR – TC....(2)

Berkah yang dinotasikan dengan „B‟ merupakan kompensasi tidak

langsung yang ada pada teori ini. Berkah merupakan hasil dari Berkah Revenue (BR) dikurangi oleh Berkah Cost (BC). Adapun formulasi untuk berkah adalah sebagai berikut:

B = BR – BC = -BC....(3)

Formulasi tersebut menunjukkan adanya BC untuk mencapai keberkahan. BC menunjukan adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk mencapai keberkahan tersebut. Hal ini masuk akal karena berkah tidak bisa datang dengan sendirinya melainkan harus diupayakan kehadirannya, sehingga akan memungkinkan adanya beban ekonomi atau beban finansial. Dampak dari penerapan fornulasi tersebut dalam jangka pendek ialah industri akan mengurangi penerimaan, akan tetapi meningkatkan keberkahan. Imbas keberkahan nilainya tidak bisa dihitung, namun dapat dirasakan baik di bumi, maupun di akhirat. Dampak baik keberkahan di akhirat adalah pahala yang kelak diberikan oleh Allah SWT di akhirat, sedangkan dampak di bumi adalah pemberian manfaat bagi manusia secara umum. Contoh kasus manfaat berkah di dunia adalah: (1) pemenuhan produsen terhadap hak-hak tenaga kerja yang akan meningkatkan etos kerja (2) penggunaan bahan yang halal serta tidak menipu konsumen, akan meningkatkan citra produk dan loyalitas konsumen (3) Penggunaan sumber daya alam tanpa eksploitasi yang berlebihan, berdampak pada terjaganya lingkungan yang sehat untuk masyarakat (P3UII 2011).

Sertifikat Halal

Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI, yang membuktikan kehalalan suatu produk. Sertifikat tersebut diterbitkan berdasarkan hasil keputusan sidang Komisi Fatwa MUI setelah melalui proses audit yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Sertifikat ini berlaku selama 2 tahun, dan harus diperpanjang 6 bulan sebelum masa berlakunya habis. Sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan Sistem Jaminan Halal (SJH) memenuhi standar LPPOM MUI.

Menurut Iranita (2012) Sertifikasi halal dapat pula didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian secara sistematik untuk mengetahui apakah suatu barang yang diproduksi suatu perusahaan telah memenuhi kriteria halal. Hasil dari kegiatan sertifikasi halal adalah diterbitkannya sertifikat halal apabila produk yang dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal.

LPPOM MUI

(22)

10

LPPOM MUI memiliki misi-misi untuk menjalankan tujuannya, yaitu: (1) Menetapkan dan mengembangkan standar halal dan standar audit halal, (2) Melakukan sertifikasi produk pangan, obat dan kosmetika yang beredar dan dikonsumsi masyarakat, (3) Melakukan edukasi halal dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal, (4) Menyediakan informasi tentang kehalalan produk dari berbagai aspek secara menyeluruh (halalmui.org).

Pada tahun 1989 LPPOM MUI didirikan. Latar belakang yang mendasarinya adalah lumpuhnya ekonomi Indonesia sebesar 20-30% akibat adanya boikot besar-besaran pada produk tertentu yang diduga mengandung turunan dari babi. Pendirian LPPOM MUI dituangkan dalam keputusan MUI No. Kep.18/MUI/1/1989 (Yaqub 2013).

LPPOM MUI memiliki tugas utama, yaitu menenteramkan umat melalui upaya sertifikasi halal produk dan sertifikasi sistem produksi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Lembaga ini juga memiliki tugas menjalankan fungsi MUI untuk melindungi konsumen muslim dalam mengonsumsi makanan, minuman, obat-obatan, maupun kosmetika (Khairunnisa 2014).

Industri Kecil dan Menengah (IKM)

IKM merupakan akronim dari Industri Kecil dan Menengah. Menurut UU Perindustrian No 3 2014, industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

Industri Kecil Menengah dapat didefinisikan menurut batasan Usaha Kecil dan Menengah. Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia kepada semua Bank Umum di Indonesia No. 3/9/BKr, tanggal 17 Mei 2001, Usaha Kecil adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 000 000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 000 000 000 (satu miliar rupiah).

3. Milik Warga Negara Indonesia.

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

5. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi.

Usaha Menengah, menurut Instruksi Presiden No. 10 Tahun 1999 adalah usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 000 000 sampai dengan paling banyak Rp 10 000 000 000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

(23)

11 3. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar.

4. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan/atau badan usaha yang berbadan hukum

Dapat disimpulkan bahwa Industri Kecil ialah Industri dengan kekayaan bersih maksimal Rp 200 juta, sedangkan Industri Menengah ialah industri dengan total kekayaan Rp 200 juta hingga Rp 10 Milyar. IKM juga merupakan milik WNI, dan bukan anak atau cabang dari perusahaan lain, serta berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan/atau badan usaha yang berbadan hukum.

Di Indonesia, IKM berada di bawah naungan Direktorat Jenderal (Ditjen) IKM, yang juga merupakan bagian dari Kemenprin. Ditjen IKM memiliki visi

“Mewujudkan IKM yang berdaya saing global” untuk menjalankan tugasnya

sebagai pelaksana kebijakan dan standarisasi teknis di bidang industri kecil dan menengah. Dalam mewujudkan visinya Ditjen IKM mempunyai misi-misi berikut: (1) Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan SDM Berbasis Kompetensi, (2) Mendorong Tumbuhnya Wirausaha Baru IKM, (3) Mendorong Peningkatan Penguasaan dan Penerapan Teknologi Modern, (4) Mendorong Peningkatan Perluasan Pasar, (5) Mendorong Peningkatan Nilai Tambah, (6) Mendorong Perluasan Akses Sumber Pembiayaan, (7) Mendorong Penyebaran Pembangunan IKM di Luar Jawa. (ikm.kemenperin.go.id)

IKM Produk Roti dan Kue

Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009, berdasarkan produk yang dihasilkan suatu Industri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori. Kategori kemudian diklasifikasikan lagi menjadi beberapa golongan pokok, yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa golongan, dan dan dibagi lebih spesifik lagi ke beberapa subgolongan.

Dalam KBLI 2009, Industri Produk Roti dan Kue masuk dalam kategori Industri Pengolahan, Golongan Pokok Industri Makanan, Golongan Industri Makanan Lainnya, dan Subgolongan Industri Produk Roti dan Kue. Subgolongan ini memproduksi roti segar, beku, atau kering misalnya: roti tawar, roti kadet, kue kering, kue pie, kue tart, biskuit, cookies, cracker, tortilas, cake, pancake, waffle, dan pengawetan kue kering.

(24)

12

Titik Kritis Kehalalan Roti dan Kue

Roti dan kue merupakan produk pangan yang mudah dijumpai sehari-hari. Dalam proses pembuatannya baik roti maupun kue sama-sama menggunakan bahan-bahan pokok, maupun bahan-bahan pelengkap yang digunakan pasca pembuatan roti atau kue tersebut. Bahan-bahan pokok yang umum digunakan pada roti dan atau kue antara lain: terigu, air, ragi, garam, lemak, gula, susu bubuk, dan mineral yeast food (MYF) atau bahan pengembang roti. Bahan-bahan pelangkap antara lain shortening (pelembut adonan), rhum, selai, mentega, serta kuas sebagai alat pengoles mentega atau flavor pada roti tersebut (Sugiyono 2012).

Beberapa produk bahan pembuat roti memiliki titik kritis kehalalan yang cukup tinggi. Titik kritis kehalalan tersebut dikarenakan produk-produk tersebut berkemungkinan berasal dari turunan bagian tubuh babi, atau barang haram lainnya. Berikut pembagian beberapa jenis bahan roti dan kue, yang memiliki titik kritis kehalan tinggi berdasarkan jenis bahan dan alatnya:

1. Bahan Pokok:

3. Alat Pembuat: Kuas bulu babi

Tallow, shortening, mentega, penyedap, perisa dan stabilizer berpeluang diturunkan dari lemak babi, sementara emulsifier, stabilizer, dan selai juga bisa diturunkan dari lemak babi. Abon, sosis, bacon, ham, burger dapat diolah dari daging babi. Cystein berpeluang dari hasil olahan bulu babi atau rambut manusia, sedangkan rhum merupakan turunan dari alkohol (Yaqub 2013).

Penelitian Sebelumnya

(25)

13 produsen sendiri dalam upaya menggali pengetahuan tentang standar makanan halal, dalam hal ini LPPOM-MUI. Kedua, faktor eksternal meliputi sosialisasi MUI tentang pentingnya makanan halal.

Khaliq (2010) dalam penelitiannya Studi Analisis Terhadap Produk Makanan dan Minuman Olahan yang Belum Bersertifikat Halal memberikan kesimpulan: Produk makanan dan minuman olahan yang belum melakukan sertifikasi halal merupakan produk yang hukumnya tidak jelas halal atau haramnya. Hal ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, produk makanan atau minuman olahan tidak diketahui secara jelas bahan dan asal bahan yang digunakan dalam pengolahannya, apakah halal atau tidak. Kedua, secara teknis produk tersebut tidak diketahui secara jelas bagaimana proses produksi atau pengolahannya. Bisa saja tercampur bahan haram atau najis atau diolah dengan

cara yang tidak sesuai dengan ketentuan halal dalam syari‟at Islam.

Fuad (2010) juga meneliti tentang Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesadaran Pengusaha Kecil Bidang Pangan di Semarang terhadap hukum terhadap Regulasi Sertifikasi Halal. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan ada empat faktor yang memengaruhi pengusaha kecil bidang pangan dalam mendaftarkan sertifikasi halal. Faktor tersebut ialah: ekonomi, hukum, tidak ingin menipu konsumen, dan ketidak percayaan pada MUI. Faktor ekonomi yang dimaksud ialah faktor biaya uang dan waktu, sedangkan faktor ketidak percayaan terkait LPPOM MUI setempat yang tidak memiliki fasilitas laboratorium, serta belum terkakreditasi secara hukum.

Kerangka Pemikiran

(26)

14

Mayoritas Penduduk Bogor Muslim

Jumlah IKM di Bogor yang bersertifikat Halal baru 3.12% dari seluruh unit yang beroperasi. Titik kritis kehalalan

bahan-bahan roti dan kue

Dibutuhkan peningkatan jumlah IKM Roti dan Kue bersertifikat halal

Faktor-faktor yang memengaruhi IKM untuk

memiliki sertifikat halal

Karakteristik IKM Roti dan Kue di Bogor

Saran kebijakan yang dapat meningkatkan jumlah IKM bersertifikat

halal

Identifikasi faktor-faktor dan karakteristik IKM

Roti dan Kue

(27)

15

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bogor selama bulan November 2014. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan penduduk kota Bogor mayoritas beragama Islam, terdapat gedung Global Halal Center, serta adanya program Sistem Jaminan Halal bagi IKM dari Disperindag Kota Bogor.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menjadikan kuesioner sebagai panduan. Data sekunder diperoleh dari Kemenprin, Kementan, BPS dan Disperindag Kota Bogor, serta literatur berupa buku, artikel ilmiah, jurnal penelitian, dan skripsi penelitian yang dibutuhkan untuk menunjang penulisan skripsi ini.

Data primer dalam penelitian ini diambil dengan metode survei melalui wawancara kepada pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor yang menjadi responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel non acak (purposive sampling), yaitu prosedur memilih sampel berdasarkan pertimbangan karakteristik tertentu yang cocok dan diperlukan untuk menjawab penelitian (Juanda 2009). Karakteristik yang memenuhi untuk menjadi responden ialah pemilik industri yang tergolong Industri Kecil dan Menengah berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 3/9 BKr tanggal 17 Mei 2001, memproduksi produk yang tergolong roti dan kue berdasarkan KBLI 2009, serta menjalankan usahanya di wilayah kota Bogor.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil wawancara diolah dan dianalisis. Alat analisis dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package For Social Science (SPSS) 20. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif dan Logit.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik responden dari segi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan agama responden. Selain karakteristik responden, analisis deskriptif juga mengidentifikasi karakter usaha, yang dikelompokkan menjadi tujuh karakter yaitu: status sertifikat, sumber pembiayaan, usia sertifikat, lama usaha, sumber informasi tentang sertifikasi halal, alasan sudah bersertifikat dan alasan belum/tidak bersertifikat. Data yang ditabulasi dan dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Rumus yang digunakan untuk menentukan persentase adalah:

P

=

(28)

16

Keterangan:

P = Persentase responden yang memilih jawaban (%)

fi

= Total jawaban (orang) ∑ = Jumlah responden (orang)

Penilaian atas faktor-faktor yang IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal dinilai dengan menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, atau persepsi seseorang mengenai gejala sosial tertentu. Skala likert digunakan pada kuesioner dengan pernyataan-pernyataan yang terkait dengan penelitian. Pernyataan-pernyataan yang terdapat pada kuesioner di penelitian ini dikelompokkan menjadi delapan variabel. Responden memilih satu dari skala likert yang tersedia pada setiap pernyataan di kuesioner. Variabel yang diukur dengan skala likert memiliki indikator terukur, yaitu sebagai berikut (Riduwan dan Sunarto 2009):

1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju

3 = Setuju

4 = Sangat Setuju

Analisis Regresi Logistik

Regresi logistik atau yang disebut Logit merupakan bagian dari analisis regresi. Metode ini menganalisis hubungan pengaruh peubah-peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu (Firdaus et all 2011). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam

Yi : Keputusan untuk memiliki sertifikat halal

(1 = Memiliki sertifikat halal 0 = Belum/tidak memiliki sertifikat halal)

: Intersep

i : Parameter peubah Xi ACB : Aksesibilitas (Skor) AGE : Usia (Tahun)

EDU : Tingkat Pendidikan (1=SD 2=SMP 3=SMA 4=Perguruan Tinggi) GND : Jenis Kelamin; (1 = laki-laki dan 0 = perempuan)

IMG : Citra Lembaga LPPOM MUI (Skor)

KNW : Pengetahuan tentang kriteria halal roti dan kue (Skor) LOY : Loyalitas (Skor)

(29)

17

Definsi Operasional Data

1. Aksesibilitas ialah tingkat kemudahan yang diberikan LPPOM MUI kepada pemilik IKM untuk memiliki sertifikat halal. Variabel ini dilihat dari dua aspek yaitu aspek biaya dan aspek prosedur.

2. Usia adalah usia responden atau pemilik IKM Produk Roti dan Kue ketika wawancara berlangsung, dalam satuan tahun.

3. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang diselesaikan oleh responden.

4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden.

5. Citra lembaga adalah pandangan responden terhadap lembaga yang menerbitkan sertifikat halal secara umum. Lembaga yang dimaksud yaitu LPPOM MUI.

6. Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan responden terhadap kriteria halal dan haram produk roti dan kue. Kritieria yang dinilai adalah pengetahuan terhadap bahan dan alat yang memiliki titik kritis tinggi yaitu: tepung, gelatin, lisetin, margarin, serta kuas pengoles adonan.

7. Loyalitas adalah kepatuhan dan kesetiaan responden terhadap sertifikasi halal. 8. Kualitas pelayanan adalah tingkat kualitas pelayanan yang diberikan LPPOM

MUI selama proses sertifikasi. Kualitas yang diniliai mulai proses pendaftaran, sosilaisasi, audit, hingga penerbitan sertifikat halal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

(30)

18

Tabel 5 Karakteristik Responden

Jenis Kelamin

Dari total 37 responden, sebanyak 9 responden berjenis kelamin laki-laki sedangkan sisanya atau sekitar 76.68% berjenis kelamin perempuan. Mayoritas dari 28 responden perempuan itu ialah para wanita yang menjalankan usaha roti dan kue sebagai tambahan penghasilan, sedangkan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki menjalakan usaha sebagai penghasilan utama.

Pendidikan

Tingkat pendidikan para pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor didominasi oleh lulusan perguruan tinggi dengan total sebanyak 22 orang. Stratanya mulai dari lulusan Diploma hingga yang bergelar Master. Disusul oleh lulusan SMA sederajat dengan jumlah 10 orang, dan sisanya hanya menyelesaikan pendidikan pada tingkat SD dan SMP. Tidak ada responden yang tidak tamat SD, serta tidak ada responden yang memilki sertifikat halal yang hanya lulus SD.

Usia

Interval usia pemilik IKM ini cukup lebar dengan yang termuda ialah usia 21 tahun, dan tertua 66 tahun. Para responden dengan usia 21 menjalankan usaha sambil menyelesaikan studi di perguruan tinggi, sedangkan responden dengan usia 66 tahun menjalankan usaha sebagai tambahan dana di masa pensiun. Mayoritas usia pemilik usaha ada di rentang usia 33-44 tahun dengan rata-rata usia 40,42 tahun. Rata-rata usia pemilik IKM yang bersertifikat halal ialah 43,4 tahun, sedangkan yang tidak bersertifikat 36 tahun. Hasil tersebut akan dijelaskan lebih lanjut di sub-bab selanjutnya.

Variabel

Sub-Agama Islam 21 14 35 94.59

(31)

19

Agama

Data yang diperoleh dari BPS menunjukkan bahwa 91.96% warga Bogor beragama Islam, hal ini selaras dengan hasil penelitian. Agama yang dianut oleh para pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Bogor tidak beragam. Kepemilikan IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor didominasi oleh para muslim, dari 37 hanya dua orang atau sekitar 5% yang menganut agama selain Islam. Satu dari responden non muslim tersebut ternyata sudah mendapatkan sertifikat halal MUI, salah satu motivasinya adalah menjaga kerukunan umat beragama lantaran banyaknya konsumen muslim yang memesan produknya.

Karakteristik Usaha

Karakteristik usaha adalah sifat atau karakter yang mencerminkan usaha atau yang dioperasikan. Semua pemilik IKM yang diwawancarai memiliki kesamaan dalam skala usaha serta jenis produk yang dikomersialkan. Dalam penelitian ini karakteristik usaha dibagi menjadi enam karakter, yaitu: status sertifikat, usia sertifikat, sumber pembiayaan, lama usaha, alasan mengajukan sertifikasi, alasan tidak/belum mengajukan sertifikasi dan sumber informasi terkait sertifikasi halal.

Tabel 6 Karakteristik Usaha

Status Sertifikat Halal

Jumlah responden yang memiliki sertifikat halal MUI ialah sebanyak 22 IKM, sedangkan yang tidak memiliki sebanyak 15 IKM. Dari 15 IKM yang tidak

(32)

20

memiliki Sertifikat Halal, terbagi menjadi tiga kelompok: 9 IKM belum bersertifikat, 1 IKM pernah memiliki, 3 IKM merasa enggan mengajukan, dan 2 lainnya dalam proses sertifikasi.

Usia Sertifikat

Rata-rata usia sertifikat halal IKM adalah 1 tahun 2 bulan. Usia sertifikat termuda dimiliki oleh 6 IKM, dengan usia 1 bulan. Usia sertifikat halal tertua adalah 6 tahun 6 bulan, atau telah berjalan selama 4 periode.

Sumber Pembiayaan Sertifikasi

Sumber pembiayaan untuk sertifikasi halal IKM kurang beragam. Hampir seluruh IKM yang diwawancarai, atau sekitar 95.45% mendapatkan bantuan pembiayaan sertifikasi dari Disperindag Kota Bogor. Bantuan pembiayaan yang diberi Disperindag berbeda-beda pada setiap IKM, berdasarkan status sertifikat serta jumlah varian produknya. Alasan IKM menerima pembiayaan karena biaya sertifkasi yang cukup mahal apabila tidak melalui Disperindag, yakni sekitar Rp 2 000 000 untuk biaya administrasinya. Hanya satu IKM yang melakukan sertifikasi dengan biaya sendiri.

Lama Usaha

Usia IKM menunjukkan dalam satuan tahun seberapa lama pengusaha tersebut menjalankan IKM. Rentangnya juga cukup beragam, mulai dari yang baru 2 bulan menjalankan usaha, hingga yang telah mencapai tahun ke-23, dan dengan rata-rata sekitar 6.02 tahun. Mayoritas usaha baru berjalan selama kurang dari 5 tahun. Rata-rata usia IKM yang bersertifikasi halal ialah 6.9 tahun.

(33)

21

Alasan Memiliki Sertifikat Halal

Gambar 2 Alasan IKM memiliki sertifikat halal

Penyebab pemilik IKM mau mengajukan sertifikasi halal beragam. Diantara IKM yang sudah bersertifikat, mayoritas beralasan ingin mendapatkan kepercayaan dari konsumem muslim, dengan jumlah sekitar 29%. Alasan-alasan lainnya adalah ingin memberi jaminan kepada konsumen, sebagai bentuk ketaatan pada Allah SWT, berharap peningkatan profit, serta memanfaatkan fasilitas pembiayaan sertifikasi dari Disperindag.

Alasan Tidak/Belum Memiliki Sertifikat Halal

Gambar 3 Alasan IKM tidak/belum memiliki sertifikat halal

Alasan para pemilik IKM tidak memiliki sertifikat halal pun beragam. Sebanyak 25% dari seluruh jawaban ialah terkendala biaya sertifikasi yang terlalu tinggi. Masing-masing sebanyak 20% berpendapat bahwa produknya sudah halal

(34)

22

tanpa perlu sertifikasi, dan tidak memiliki waktu untuk mengajukan karena prosedur yang relatif rumit.

Khusus untuk IKM yang pernah bersertifikat halal, adanya perubahan prosedur untuk mendapatkan sertifikat halal yang lebih rumit dari sebelumnya. Perubahan prosedur tersebut ialah keharusan membuat bagan Sistem Jaminan Halal yang terjadi di tahun 2012. Perubahan tersebut menjadikan alasan bagi IKM tersebut enggan memperpanjang sertifikatnya.

Sumber Informasi

Gambar 4 Sumber informasi tentang sertifikat halal

Sebagian besar, atau sekitar 28% para pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor mengaku mendapat informasi tentang Sertifikat Halal MUI dari lembaga formal yang terkait dengan proses sertifikasi halal. Lembaga tersebut ialah Disperindag, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor (Dinkes), maupun LPPOM MUI itu sendiri. Sumber informasi paling banyak kedua disusul oleh kerabat dari para pemilik IKM dengan persentase sebesar 27%.

Selain dari kerabat dan lembaga terkait, informasi diperoleh melalui media elektronik, media cetak, media sosial, namun jumlahnya masih minim, bahkan ada 2% responden yang tidak mengetahui sama sekali mengenai sertifikasi halal. Hal ini membuktikan bahwa sosialisasi yang dilakukan LPPOM MUI melalui perantara media masih minim dan tidak efektif.

Faktor-faktor yang Memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor untuk Memiliki Sertifikat Halal

Hasil uji regresi logistik terdiri atas tabel variabel-variabel yang berpengaruh pada model. Tabel tersebut merupakan hasil olahan dari perangkat lunak SPSS 20. Hanya variabel yang dapat membuat model menjadi baik saja yang diinput ke dalam SPSS 20.

Hasil uji R Square model menunjukkan angka R Square 0.543. Hasil ini menunjukkan bahwa model menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi IKM

(35)

23 Produk Roti dan Kue dalam mendapatkan sertifikat halal sebesar 54.3%, sedangkan sisanya dapat dijelaskan di luar model. Menurut Greene (2003) R Square 0.543 sudah cukup tinggi dan bisa digunakan sebagai model, karena nilainya sudah lebih dari 0.5 .Hasil uji Chi Square Hosmer dan Lemeshow Test menunjukkan nilai Chi Square sebesar 5.555 dengan p-value 0.59 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model logit secara keseluruhan dapat digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 7 Hasil Uji Regresi Logistik

Variabel Parameter P-Value Odds Ratio

Usia 0.14 0.039* 1.15

Pengetahuan -0.609 0.048* 0.544

Citra Lembaga 0.829 0.120 2.290

Aksesibilitas 1.134 0.042* 3.108

Loyalitas 0.203 0.424 1.225

Jenis Kelamin 2.789 0.184 16.267

Pendidikan 0.393 0.665 1.481

Kualitas Pelayanan -0.304 0.319 0.738

*) Signifikan pada taraf nyata 5%

Berdasarkan Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa, pada taraf nyata 5% ada tiga variabel yang signifikan dalam penelitian ini. Variabel tersebut ialah Usia, Pengetahuan, dan Aksesibilitas.

Variabel usia memiliki Odds Ratio sebesar 1.15 dengan parameter positif. Bertambahnya usia pemilik IKM sebanyak 1 tahun, akan meningkatkan peluang melakukan sertifikasi halal sebanyak 1.15 kali.

Variabel aksesibilitas memiliki Odds Ratio sebesar 3.108 dan parameter positif. Hal ini menandakan bahwa semakin meningkatnya kemudahan untuk memiliki sertifikat halal sebesar satu satuan, akan meningkatkan peluang memiliki sertifikat halal sebesar 3.108 kali. Pada kuesioner, variabel ini terdiri atas dua pernyataan, yaitu biaya sertifikasi dan prosedur sertifikasi (lampiran 1). Hasil tersebut selaras dengan hasil analisis deskriptif, pada variabel sumber pembiayaan dan grafik alasan pemilik IKM tidak mengajukan sertifikasi halal (Gambar 3). Variabel sumber pembiayaan menunjukkan bahwa 95% IKM diberikan bantuan pembiayaan sertifikasi melalui bantuan Disperindag Kota Bogor, karena biaya yang relatif mahal. Gambar 3 menunjukkan alasan-alasan IKM tidak mengajukan sertifikasi halal, dengan jumlah tertinggi ada pada alasan skala usaha yang kecil, dan jumlah terbanyak kedua adalah alasan tidak punya waktu. Skala usaha yang kecil menyebabkan pemilik IKM memandang biaya sertifikasi adalah tinggi, sedangkan alasan tidak memiliki waktu berarti pemilik IKM tersebut merasa prosedur sertifkasi halal itu rumit, sehingga tidak mau menyisihkan waktunya untuk melakukan sertifikasi.

(36)

24

Sebaliknya, variabel pengetahuan memiliki parameter negatif. Dalam penelitian ini, pengetahuan yang dimaksud ialah pengetahuan tentang kriteria halal-haram pada roti dan kue (lampiran 1). Artinya semakin besar tingkat pengetahuan seseorang tentang kriteria halal-haram, semakin rendah keinginan untuk mendapatkan sertifikat halal. Hasil yang di luar hipotesa tersebut menandakan bahwa tidak semua orang yang mengetahui kriteria halal-haram roti dan kue mau untuk mendapatkan sertifikat halal. Alasan yang menyebabkan para pemilik IKM yang berpengetahuan tinggi tetapi tidak atau belum memiliki sertifikat halal telah dijelaskan pada Gambar 3.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pemilik IKM Produk Roti dan Kue di Kota Bogor didominasi oleh perempuan muslim, dengan gelar sarjana, yang baru menjalankan usahanya selama kurang dari 5 tahun dan mayoritas usianya antara 33-44 tahun, serta mendapatkan informasi terkait sertifikasi halal dari lembaga terkait sertifikasi halal. Sebagian besar dari mereka sudah memiliki sertifikat halal, namun masih ada sekitar 40% diantara mereka yang tidak bersertifikat halal.

2. Faktor-faktor signifikan yang memengaruhi IKM Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal antara lain ialah: usia, pengetahuan, dan aksesibilitas. Faktor usia dan aksesibilitas berbanding positif, sedangkan faktor pengetahuan berbanding negatif. Hal yang menyebabkan perbandingan terbalik bagi faktor pengetahuan tersebut antara lain karena faktor biaya yang tinggi, keterbatasan waktu untuk melakukan sertifikasi, serta adanya keyakinan bahwa produk yang diproduksi oleh IKM itu sendiri sudah halal tanpa perlu sertifikasi.

Saran

1. LPPOM MUI maupun lembaga terkait lainnya yang terkait dengan sertifikasi halal sebaiknya lebih gencar dan produktif dalam memberi sosialisasi prosedur sertifikasi, serta pentingnya produk dan sertifikat halal kepada para pemilik IKM. Di samping itu, LPPOM MUI sebaiknya memanfaatkan media online, media cetak, agar LPPOM MUI lebih dipercaya IKM sebagai lembaga yang profesional.

(37)

25

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrasyid G, Hidayat A F. 2005. Kamus Lengkap Indonesia-Arab Arab-Indonesia. Bandung (ID); CV Pustaka Setia

Al-Qaradhawi, Y. 2005. Halal Haram dalam Islam. Jakarta (ID); Media Eka Sarana

Al-Quran. Jakarta (ID); Lautan Lestari (Lestari Books)

Berry A, Rodriguez, Sandeem. 2011. Small and Medium Enterprises Dynamics in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economics Studies 37 (3): 363-384

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data Perkembangan Industri di Indonesia. [Internet]. [diunduh 2014 Sep 10]. Tersedia pada: http://bps.go.id.

Ceranic S, Bozinovic N. 2009. Possibilities And Significance of Has Implementation (Halal Assurance System) in Existing Quality System in Food Industry. Zemun (RS). Institute for Animal Husbandary

Firdaus M, Harmini, Afendi F M. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor (ID). IPB Press

Fuad, I Z. 2010. Kesadaran Hukum Pengusaha Kecil di Bidang Pangan Dalam Kemasan di Kota Semarang Terhadap Regulasi Sertifikasi Produk Halal. Semarang (ID). Universitas Diponegoro

Greene, W. 2003. Econometric Analysis. New Jersey (US): Prentice Hall

Huda, M N. 2012. Pemahaman Produsen Makanan Tentang Sertifikasi Halal. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta

Hui Y H. 2006. Bakery Products Science and Technology.Carltron (AU): Blackwell Publishing

Iranita. 2012. Pengaruh Labelisasi Halal pada Keputusan Pembelian pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji. Riau (ID): Universitas Maritim Ali Haji

Jaya, W K. 2001. Ekonomi Industri. Yogyakarta (ID); Universitas Gajah Mada Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB

Press

Kassim, A M. 2010. The Global Market Potential of Halal. Di dalam: International Conference & Expo on Halal Industry; (9 Agustus 2009); Lahore, Pakistan (PK)

[Kemenprin] Kementrian Perindustrian. 2014. Data Perkembangan Industri Roti di Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Sep 10]. tersedia pada: http://kemenprin.go.id

[Kemenprin] Kementrian Perindustrian. 2014. Data Potensi IKM Nasional [Internet]. [diunduh 2014 Sep 21]. tersedia pada: http://kemenprin.go.id [Kementan] Kementrian Pertanian. 2014. Data Survei Ekonomi Nasional 2012

[Internet]. [diunduh 2014 Sep 14]. tersedia pada: http://kementan.go.id Khairunnisa, S. 2014. Pengaruh Sertifikat Halal Terhadap Nilai Penjualan dan

(38)

26

Kholiq, M. 2010. Studi Analisis Terhadap Produk Makanan dan Minuman Olahan yang Belum Bersertifikat Halal. Semarang (ID); Universitas Diponegoro.

LPPOM MUI. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI. Jakarta (ID): LPPOM MUI

P3EI Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 2011. Ekonomi Islam. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada.

Ramadhan, B. 2014. Astaga, Hanya Ada 304 Produk Roti yang Bersertifikat Halal [Internet]. [Bogor, 1 Maret 2014]. Bogor (ID): Republika. [diunduh 25 Des 2014]. Tersedia pada:

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/01/n1pz8w-astaga-hanya-ada-304-produk-roti-yang-bersertifikat-halal

Riduwan dan Sunarto. 2011. Pengantar Statistik untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung (ID): ALFABETA Rivai V, Nuruddin A, dan Arfa F A. 2012. Islamic Business and Economics

Ethics. Jakarta (ID): Bumi Aksara

Sugiyono.2012. Pemanggangan. [Internet]. [Diunduh 13 Oktober 2014]

http://id.shvoong.com/exactsciences/engineering/2286480-pemanggangan Sukarno, F. 2010. Etika Bisnis dalam Perspektif Ekonomi Islam. Bogor (ID): Al

Azhar Freshzone Publishing

Sungkar, I. 2009. The Global Halal Food Markets and Updates on Global Halal Standars. Di dalam: First EAP Regional Agribusiness Trade and Invesment

Conference “Agro-enterprise Without Borders”; (30-31 Juli 2009); Singapore. (SG)

(39)

27

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian IKM Produk Roti dan Kue

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM) PRODUK ROTI DAN KUE UNTUK MEMILIKI

SERTIFIKAT HALAL

Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam pengisian kuesioner penelitian Saya Cornell Ridha’Ajie Adyas (H54109001), mahasiswa S1 Departemen Ilmu Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi IKM Produk Produk Roti dan Kue untuk memiliki sertifikat halal LPPOM MUI. Kuesioner ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, sehingga jawaban yang Bapak/Ibu sampaikan sepenuhnya akan dijaga kerahasiaannya. Atas kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

(40)

28

halal? c. tidak, belum pernah memiliki d. tidak ada keinginan memiliki 10. Lama anda memiliki sertifikat halal: ... tahun ... bulan

11. Alasan memiliki sertifikat halal:

12. Alasan tidak/belum memiliki sertifikat halal:

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI DALAM MENDAPATKAN SERTIFIKAT HALAL

Petunjuk pengisian kuesioner :

Berilah tanda (√) pada kolom di sebelah pernyataan yang menurut anda sesuai Keterangan :

Ragi, margarin ataupun bahan tambahan lainnya

berkemungkinan mengandung lemak babi 4 Gelatin sebagai pengenyal roti bisa terbuat dari tulang babi

5

Lsistein dapat terbuat dari rambut manusia, ataupun tulang

hewan yang haram dikonsumsi

6

Persepsi

Memproduksi yang halal memberi pengaruh positif bagi

produsen

7

Memproduksi makanan yang halal memberi dampak yang

(41)

29

13 LPPOM MUI adalah lembaga yang tepercaya 14 LPPOM MUI adalah lembaga yang disenangi banyak orang

15 Kualitas pelayanan LPPOM MUI

LPPOM MUI merupakan lembaga yang dapat diandalkan

16 LPPOM MUI dapat menjamin kehalalan produk yang disertifikasi

17 LPPOM MUI melayani dengan cepat dan responsif

18 LPPOM MUI mempunyai sarana dan prasarana yang menunjang sertifikasi halal

19 LPPOM MUI peduli dengan para pelaku IKM

20 Program dan

Fasilitas Pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH) LPPOM MUI baik 21 Proses Sertifikasi LPPOM MUI cepat dan tepat

22

Sosialisasi Sertifikasi Halal yang dilakukan LPPOM MUI baik

23 Jangka waktu sertifikat Halal cukup panjang 24 Aksesibilitas Biaya sertifikasi halal LPPOM MUI ringan

25

Persyaratan mengajukan sertifikasi halal LPPOM MUI mudah

26

Loyalitas

Saya akan merekomendasikan pengusaha lain untuk mengajukan sertifikasi

27 Jika saya punya usaha lain saya akan mengajukan sertifikasi

28 Saya akan memperpanjang sertifikat halal jika habis masa berlakunya

(42)

30

Lampiran 2: Hasil Uji Regresi Logistik

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 30,922a ,402 ,543

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig. 1 5,555 7 ,593

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a

usia ,140 ,068 4,260 1 ,039 1,150 pengetahuan -,609 ,308 3,919 1 ,048 ,544

citra ,829 ,533 2,412 1 ,120 2,290 akses 1,134 ,557 4,140 1 ,042 3,108 loyalitas ,203 ,254 ,640 1 ,424 1,225 gender 2,789 2,098 1,768 1 ,184 16,267 pendidikan ,393 ,906 ,188 1 ,665 1,481

servis -,304 ,305 ,994 1 ,319 ,738 Constant -10,878 5,121 4,513 1 ,034 ,000

(43)

31

RIWAYAT HIDUP

(44)
(45)

Gambar

Tabel 1 Potensi pasar produk halal Asia
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 5 Karakteristik Responden
Tabel 6 Karakteristik Usaha
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Peningkatan perceived value memberikan implikasi kepada pengusaha kuliner bahwa kepuasan pelanggan dapat semakin mudah diwujudkan, jika pengusaha menambahkan nilai

atau men- download - nya di: http://www.youtube.com/majlisuzzikr. Video yang diunggah merupakan hasil dokumentasi dari kajian rutin kitab yang telah diadakan. Meskipun,

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa persen penurunan kadar air benih setelah dikeringkan dengan suhu dan waktu sesuai perlakuan dan

• Analisa kompetitor: proyek pembangunan apartemen de Papilio layak dilakukan karena memiliki harga jual yang paling murah dan sistem pembayaran yang paling mudah. • Analisa

Telah dilakukan penelitian tentang penentuan distribusi logam pada cuplikan air sungai Kaligarang dengan metode analisis aktivasi neutron cepat (AANC) dengan tujuan untuk

Core stability exercise adalah program dimana didalamnya memberikan bentuk latihan dengan adanya peregangan (stretching) dan penguatan (strengthening) pada bagian

Hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan KPS pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan aktivitas siswa saat pembelajaran dan pemahaman konsep yang