• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativaL.) denganPenambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativaL.) denganPenambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

HANA FILYA

AKUMULASI KALSIUM PADA SELADA (

Lactuca sativa

L.)

DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG CANGKANG

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativa L.) dengan Penambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HANA FILYA. Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativa L.) dengan Penambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik. Dibimbing oleh EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH dan LAKSMI AMBARSARI.

Ketersediaan kalsium pada tanaman yang rendah mendorong adanya usaha peningkatan kadar kalsium untuk menghasilkan tanaman dengan kualitas yang lebih baik. Selada (Lactuca sativa L.) sebagai salah satu sayuran bernilai komersial tinggi memiliki kadar kalsium yang rendah. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kadar kalsium selada dengan penambahan tepung cangkang telur di media hidroponik dan mengevaluasi pengaruh akumulasi kalsium terhadap kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium selada. Tepung cangkang telur dilarutkan dengan HNO3 65 % lalu ditambahkan ke media hidroponik hingga konsentrasi akhir media adalah 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm. Selada dipanen pada umur 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST) kemudian dianalisis kadar air, abu, dan kalsiumnya. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar kalsium selada meningkat dengan penambahan tepung cangkang telur. Kadar kalsium rata-rata pada 6 MST dan 8 MST adalah 320.18 ± 119.76 ppm (0 ppm), 546.77 ± 141.56 ppm (100 ppm), 644.19 ± 91.46 ppm (200 ppm), dan 749.65 ± 127.22 ppm (300 ppm). Akumulasi kalsium mempengaruhi peningkatan kadar air, abu, dan kalsium selada dibandingkan dengan selada tanpa penambahan tepung cangkang telur dan ketiga parameter tersebut lebih tinggi pada umur 6 MST dibandingkan 8 MST. Kata kunci: Cangkang telur, hidroponik, kalsium, L. sativa L.

ABSTRACT

HANA FILYA. Calcium Accumulation in Lettuce (Lactuca sativa L.) by Egg Shell Powder Enhancement in Hydroponic Medium. Supervised by EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH and LAKSMI AMBARSARI.

(5)

content compared to the lettuces without the addition of egg shell powder and those three parameters was higher at 6th WAP than at 8th WAP.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

HANA FILYA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

AKUMULASI KALSIUM PADA SELADA (

Lactuca sativa

L.)

DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG CANGKANG

(8)
(9)

Judul Skripsi : Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativaL.)

denganPenambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik

Nama : Hana Filya NIM : G84100100

Disetujui oleh

Drs Edy Djauhari Purwakusumah, MSi Pembimbing I

Dr Laksmi Ambarsari, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen Biokimia

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativa L.) dengan Penambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2014 di LPPM Pusat Studi Biofarmaka IPB dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia, FMIPA, IPB.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Drs Edy Djauhari Purwakusumah, MSi dan Dr Laksmi Ambarsari, MS selaku pembimbing. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr Mega Safithri, MSi, Inda Setyawati, STp, dan drh Sulistyani, MSc, PhD selaku tim kelayakan yang membantu dalam penulisan karya ilmiah ini serta Bapak Wawan selaku analis di Laboratorium Bersama Departemen Kimia IPB, para analis dan pegawai LPPM Pusat Studi Biofarmaka IPB yang telah membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga inti (Ayah, Ibu, Aa Adnan, Rizka, dan Akbar), seluruh keluarga besar, teman-teman Biokimia angkatan 47, Pondok Sabrina, dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan doa selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung.

Karya ilmiah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 2

Preparasi Tepung Cangkang Telur (TCT) 2

Pengukuran Kadar Airdan Kadar Abu 2

Analisis Kadar Kalsium 2

Pembuatan Larutan Pupuk Hidroponik 3

Penanaman Hidroponik 3

Pengolahan Data Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium 4

HASIL 4

Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium Tepung Cangkang Telur 4

Kadar Kalsium Pupuk Hidroponik 5

Kadar Air Selada (L. sativa L.) 5

Kadar Abu Selada (L. sativa L.) 6

Kadar Kalsium Selada (L. sativa L.) 7

PEMBAHASAN 8

Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium Tepung Cangkang Telur 8

Kadar Kalsium Pupuk Hidroponik 9

Kadar Air Selada (L. sativa L.) 10

Kadar Abu Selada (L. sativa L.) 11

Kadar Kalsium Selada (L. sativa L.) 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Sistem hidroponik nutrient film technique berundak 4 2 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama

penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar air selada 6 3 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama

penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar abu selada 7 4 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama

penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar kalsium

selada 8

5 Transpor air, hara, dan mineral pada tanaman 10

DAFTAR TABEL

1 Komposisi larutan perlakuan 3

2 Kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium TCT 4

3 Kadar kalsium larutan pupuk hidroponik 5

4 Kadar air selada (L. sativa L.) dengan perlakuan konsentrasi tepung

cangkang telur terlarut pada 6 MST dan 8 MST 5

5 Kadar abu selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur

pada umur 6 MST dan 8 MST 6

6 Kadar kalsium selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur

pada umur 6 MST dan 8 MST 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 16

2 Kadar air tepung cangkang telur 17

3 Kadar abu tepung cangkang telur 17

4 Kadar air selada 6 MST 17

5 Kadar air selada 8 MST 18

6 Kadar abu selada 6 MST 19

7 Kadar abu selada 8 MST 19

8 Kadar kalsium selada 6 MST dan 8 MST 20

9 Analisis ragam kadar air selada (L. sativa L.) dengan perlakuan

cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST 20

10 Analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan cangkang telur dan lama penanaman terhadap kadar air selada (L. sativa L.) 20 11 Analisis ragam kadar abu selada (L. sativa L.) dengan perlakuan

cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST 21

12 Analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan cangkang telur dan lama penanaman terhadap kadar abu selada (L. sativa L.) 21 13 Analisis ragam kadar kalsium selada (L. sativa L.) dengan perlakuan

cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST 21

(13)

1

PENDAHULUAN

Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang berperan penting dalam pembentukan struktur tubuh (White et al. 2003). Kekurangan kalsium saat ini menjadi salah satu masalah bagi manusia karena dapat mengakibatkan kerapuhan tulang bahkan pada usia muda (Depkes RI 2008). Adapun kekurangan kalsium dapat mengakibatkan kematian jaringan meristem apikal pada tanaman (Scott 2008) namun hal ini jarang terjadi (White et al. 2003).

Sumber kalsium utama berasal dari sumber hewani karena kadarnya lebih tinggi dibandingkan sumber nabati. Walaupun demikian, kadar kalsium nabati, seperti sayuran tetap berkontribusi bagi asupan kalsium manusia untuk mencapai 1000-1200 mg/hari (Depkes RI 2008). Kandungan kalsium yang tinggi pada sayuran sangat bermanfaat bagi manusia namun tidak semua sayuran memiliki kadar kalsium yang tinggi. Oleh karena itu, usaha peningkatan kadar kalsium pada tanaman dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tanaman dan kandungan kalsium bagi manusia.

Selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim dari ordo Asterales. Kadar kalsium selada sebesar 36.11 mg/100 g bobot saji terbilang rendah (NNDSR 2014) padahal selada merupakan salah satu komoditas sayuran utama yang bernilai komersial tinggi. Selain itu, selada memiliki nutrisi yang lengkap dan dapat dikonsumsi secara segar. Peningkatan kadar kalsium pada selada pernah dilakukan melalui modifikasi genetik (Richardson 2009). Namun demikian, modifikasi genetik memiliki kekurangan, diantaranya biaya yang mahal, risiko resistensi yang mungkin terjadi, dan lain-lain. Oleh karena itu, cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kadar kalsium tanaman adalah menambahkan sumber kalsium melalui pemupukan.

Sumber kalsium yang memiliki potensi yang besar adalah cangkang telur. Cangkang telur mengandung 95.60 % kalsium (Musfirah et al. 2012) dan memberikan produktivitas panen yang sama dengan penggunaan pupuk kalsium sintetik (Nurjayanti et al. 2012). Cangkang telur mudah ditemukan dari limbah peternakan, industri makanan, ataupun rumah tangga. Pemanfaatan cangkang telur masih belum optimal padahal produksi telur dunia mencapai 66.372.549 ton dengan persentase bobot cangkang mencapai 10% dari bobot telur (FAO 2012).

Penambahan kalsium pada penelitian ini melalui budidaya hidroponik. Budidaya ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya konvensional karena pengaruh unsur hara ataupun organisme dari tanah dapat dikurangi, nutrisi tanaman dan kondisi lingkungan dapat dikontrol, dan lebih bersih. Hidroponik juga lebih murah dan lebih mudah diaplikasikan dibandingkan budidaya aeroponik (Resh 2004).

(14)

2

METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan antara lain cangkang telur ayam ras, benih Selada Unggul Belini, larutan pupuk hidroponik A B Mix (pupuk stok A dan stok B), serabut bebatuan (rockwool), HNO3 65 %, H2SO4 9598 %, HClO4 85 %, KOH 1 M, air tanah, akuades, air demineralisasi, kertas saring, kertas tisu, dan gabus.

Alat yang digunakan meliputi alat gelas, eksikator, oven Memmert, tanur, spektrofotometer serapan atom Hitachi AA-7000, pH meter EUTECH pH 510, electrical conductivity meter HANNA HI 98130, neraca analitik, stirrer, batang pengaduk magnet, hot plate, cawan porselin, selang, wadah air, dan gelas plastik.

Prosedur Penelitian Preparasi Tepung Cangkang Telur (TCT)

Cangkang telur dicuci dengan air. Membran cangkang diambil. Cangkang telur lalu cangkang dijemur hingga kering. Cangkang dioven pada suhu 80 oC selama 10 menit lalu dikeringkan kembali dengan oven pada suhu 60 0C selama 3 jam. Cangkang telur dihaluskan hingga berukuran 100 mesh.

Pengukuran Kadar Air dan Kadar Abu (AOAC 2000)

Pengukuran kadar air dan kadar abu digunakan untuk TCT dan daun selada yang telah dipotong kecil mewakili seluruh daun. Cawan ditempatkan di oven pada suhu 105 oC selama 1 jam lalu didinginkan di eksikator selama 30 menit, bobotnya ditimbang. Sampel kadar air ditimbang 34 gram lalu dioven pada suhu 105 oC selama 3 jam. Sampel kadar abu ditimbang 25 gram, dibakar di atas bunsen hingga tidak ada asap yang keluar lalu diabukan dalam tanur pada suhu 600 oC selama 34 jam. Cawan sampel selanjutnya dipindahkan ke eksikator dan didinginkan selama 30 menit lalu ditimbang. Prosedur pengeringan diulangi hingga mendapat bobot konstan sebanyak 5 ulangan.

Analisis Kadar Kalsium

(15)

3 dipanaskan 1 jam kemudian didinginkan. Sampel disaring dengan kertas saring ke dalam labu ukur 100 mL lalu ditambahkan air demineralisasi hingga 100 mL kemudian dihomogenkan.

Destruksi Kering (Alimuddin 2011). Abu hasil pengukuran kadar abu cangkang telur atau daun selada ditambahkan HNO3 65 % sebanyak 10 mL kemudian dipanaskan hingga semua abu larut dan keluar asap putih. Sampel ditambahkan sedikit air demineralisasi kemudian disaring ke dalam labu takar 50 mL. Sampel ditambahkan air demineralisasi kembali hingga batas tera lalu dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Pupuk Hidroponik

Larutan Pupuk Biasa. Pupuk biasa merupakan pupuk campuran stok A dan stok B. Larutan stok A sebanyak 5 mL ditambahkan air 1 L kemudian diaduk. Larutan stok B ditambahkan sebanyak 5 mL lalu larutan pupuk diaduk hingga homogen. Larutan ini digunakan untuk pupuk saat menyemai dan melarutkan larutan stok perlakuan semua variabel.

Larutan Perlakuan. Larutan stok perlakuan merupakan larutan yang mengandung TCT atau larutan tanpa TCT dengan konsentrasi yang tinggi. TCT ditimbang sebanyak 20 gram di labu Erlenmeyer 500 mL lalu ditambahkan 40 mL HNO3 65 % sedikit demi sedikit sambil digoyangkan hingga TCT larut sempurna. Larutan ditambahkan akuades sebanyak 200 mL lalu ditambah KOH 1 M sambil diaduk hingga didapat pH di rentang 5.006.25. Larutan stok perlakuan 0 ppm dibuat dengan prosedur yang sama namun tanpa TCT. Komposisi larutan perlakuan tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi larutan perlakuan

Perlakuan biasa. Bibit disimpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung. Bibit berumur 3 hari kemudian dipindahkan ke media serabut bebatuan berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm yang telah dibasahi pupuk satu per satu. Kertas tisu dan serabut bebatuan dijaga kelembabannya dengan menambahkan larutan pupuk biasa sesuai kebutuhan hingga berumur 2 minggu.

(16)

4

menuju ke pipa paling atas kemudian bersirkulasi mengelilingi sistem. Larutan perlakuan diganti setiap 1 minggu sekali. Pengambilan sampel dilakukan pada selada berumur 6 minggu setelah tanam (MST) dan 8 minggu setelah tanam (MST) sebanyak 4 tanaman tiap perlakuan dari semua sisi sistem hidroponik.

Gambar 1 Sistem hidroponik nutrient film technique berundak

Pengolahan Data Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap untuk mengetahui pengaruh konsentrasi perlakuan terhadap kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium selada pada 6 MST dan 8 MST dan Rancangan Acak Lengkap Faktorial untuk mengetahui pengaruh konsentrasi perlakuan (pada 6 MST dan 8 MST) dan lama penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap air, kadar abu, dan kadar kalsium selada. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) for Window versi 9.1.3 dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

HASIL

Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium Tepung Cangkang Telur

Hasil pengukuran kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium TCT tersaji pada Tabel 2. Hasil pengukuran menunjukkan TCT memiliki kadar air sebesar 0.57 ± 0.04 %, kadar abu sebesar 96.14 ± 0.05 % dan kadar kalsium sebesar 64.81 %. Data kadar abu dan kadar kalsium TCT telah dikoreksi kadar airnya sehingga data yang tersaji merupakan kadar abu dan kalsium tanpa adanya kandungan air.

Tabel 2 Kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium TCT

Parameter uji Sampel

TCT TCT (Literatur)

Kadar air (%) 0.57 ± 0.04 0.25 (Liu et al. 2013) Kadar abu (%) 96.14 ± 0.05 9095 (Liu et al. 2013) Kadar kalsium (%) 64.81 95.60 (Musfirah et al. 2012)

Larutan pupuk 200 ppm

Larutan pupuk 100 ppm

Larutan pupuk 300 ppm

(17)

5

Kadar Kalsium Pupuk Hidroponik

Hasil pengukuran menunjukkan kadar kalsium larutan pupuk stok A lebih besar dari stok B. Adapun kadar kalsium larutan pupuk biasa adalah 6.50 ppm. Kadar kalsium pupuk perlakuan semakin tinggi dengan semakin besarnya konsentrasi perlakuan TCT. Kadar kalsium pupuk 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm secara berturut-turut adalah 67.31 ppm, 72.73 ppm, 102.80 ppm, dan 132.98 ppm. Hasil pengukuran kadar kalsium larutan pupuk hidroponik tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Kadar kalsium larutan pupuk hidroponik

Larutan pupuk Kadar kalsium (ppm)

Hasil analisis statistik menunjukkan konsentrasi tepung cangkang telur 0 ppm, 100 ppm, dan 200 ppm memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air selada 6 MST sedangkan pada selada 8 MST tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf α = 0.05 (Tabel 4 dan Lampiran 9). Kadar air selada tertinggi dan terendah pada 6 MST tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 100 ppm dan 0 ppm yaitu 94.07 ± 0.35 % dan 93.25 ± 0.06 %. Kadar air selada tertinggi dan terendah pada 8 MST tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 0 ppm dan 100 ppm yaitu 93.01 ± 0.44 % dan 93.01 ± 0.44 %.

Kadar air selada secara keseluruhan berdasarkan analisis statistik tidak dipengaruhi secara nyata oleh variasi konsentrasi TCT sedangkan lama penanaman mempengaruhinya secara nyata pada taraf α = 0.05 (Gambar 2 dan Lampiran 10). Kadar air selada perlakuan 0 ppm (93.33 ± 0.25 %) merupakan kadar air terendah dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 93.60 ± 0.70 % (100 ppm), 93.43 ± 0.28 % (200 ppm), 93.40 ± 0.42 % (300 ppm). Adapun kadar air selada 8 MST (93.24 ± 0.42 %) lebih rendah dibandingkan 6 MST (93.64 ± 0.38 %).

Tabel 4 Kadar air selada (L. sativa L.) dengan perlakuan konsentrasi tepung cangkang telur terlarut pada 6 MST dan 8 MST

Konsentrasi tepung

(18)

6

Gambar 2 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar air selada. Garis vertikal di atas tiap balok menunjukkan galat baku dan huruf di atas balok yang sama menunjukkan perbandingan rata-rata kadar air pada tiap perlakuan tidak berpengaruh nyatapada taraf uji 5 % (uji lanjut Duncan)

Kadar Abu Selada (L. sativa L.)

Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan TCT memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu selada 6 MST pada taraf α = 0.05 namun tidak berpengaruh yang nyata pada kadar abu selada 8 MST (Tabel 5 dan Lampiran 11). Kadar abu selada 6 MST meningkat menjadi 1 % dibandingkan tanpa TCT yaitu 0.56 ± 0.32 %. Kadar abu selada perlakuan 0 ppm 8 MST meningkat menjadi 1.03 ± 0.03 % sedangkan persentase kadar abu lainnya mengalami penurunan.

Kadar abu selada secara keseluruhan tidak dipengaruhi secara nyata oleh lamanya penanaman sedangkan penambahan TCT memberikan pengaruh yang nyata pada taraf α = 0.05 dengan meningkatnya kadar abu selada dibandingkan dengan selada tanpa penambahan TCT (Gambar 3 dan Lampiran 12). Kadar abu selada perlakuan 0 ppm adalah 0.79 ± 0.33 % sedangkan kadar abu selada perlakuan lainnya adalah 1.09 ± 0.14 % (100 ppm), 1.16 ± 0.08 % (200 ppm), 1.06 ± 0.10 % (300 ppm). Kadar abu selada 6 MST (1.00 ± 0.32) dan selada 8 MST (1.05 ± 0.08 %) tidak jauh berbeda namun kadar abu selada 6 MST lebih tinggi dibandingkan kadar abu selada 8 MST.

Tabel 5 Kadar abu selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur pada umur 6 MST dan 8 MST

Konsentrasi tepung cangkang telur (ppm)

Kadar abu (% bobot kering)a

6 MST 8 MST

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Duncan).

Konsentrasi Perlakuan Lama Penanaman

a a

(19)

7

Gambar 3 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar abu selada. Garis vertikal di atas tiap balok menunjukkan galat baku dan huruf di atas balok yang sama menunjukkan perbandingan rata-rata kadar air pada tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 5 % (uji lanjut Duncan)

Kadar Kalsium Selada (L. sativa L.)

Hasil analisis statistik selada 6 MST menunjukkan bahwa penambahan TCT mempengaruhi kadar kalsium selada secara nyata pada taraf α = 0.05. Adapun kadar kalsium selada 8 MST dipengaruhi secara nyata oleh penambahan TCT pada taraf α = 0.05 terhadap semua konsentrasi perlakuan. Selada perlakuan 0 dan 100 ppm 8 MST mengalami penurunan kadar kalsium sedangkan perlakuan 200 ppm dan 300 ppm mengalami peningkatan kadar kalsium dibandingkan pada umur 6 MST. Kalsium terakumulasi paling banyak pada selada 300 ppm baik pada 6 MST (649.68 ± 75.08 ppm) ataupun 8 MST (849.61 ± 76.14 ppm). Hasil analisis kadar kalsium selada tersaji pada Tabel 6 dan Lampiran 13.

Kadar kalsium selada secara keseluruhan berdasarkan analisis statistik tidak dipengaruhi secara nyata oleh lamanya penanaman sedangkan penambahan TCT memberikan pengaruh secara nyata pada taraf α = 0.05. Kadar kalsium selada meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi perlakuan (Gambar 4 dan Lampiran 14). Kadar kalsium selada 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm berurut-turut adalah 320.18 ± 119.76 ppm, 546.77 ± 141.56 ppm, 644.19 ± 91.46 ppm, dan 749.65 ± 127.22 ppm. Kadar kalsium selada 6 MST (572.54 ± 149.01 ppm) menurun pada umur selada 8 MST (557.85 ± 242.00 ppm).

Tabel 6 Kadar kalsium selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur pada umur 6 MST dan 8 MST

Konsentrasi tepung cangkang telur (ppm)

Kadar kalsium (ppm bobot kering)a

6 MST 8 MST

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Duncan)

0

(20)

8

Gambar 4 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar kalsium selada. Garis vertikal di atas tiap balok menunjukkan galat baku dan huruf di atas balok yang sama menunjukkan perbandingan rata-rata kadar kalsium pada tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 5 % (uji lanjut Duncan)

PEMBAHASAN

Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium Tepung Cangkang Telur

Cangkang telur yang digunakan pada penelitian ini merupakan cangkang telur ayam ras. Telur ayam ras lebih banyak dikonsumsi sehingga limbah cangkangnya lebih mudah didapatkan. Limbah cangkang telur dipreparasi terlebih dahulu sebelum dibuat menjadi tepung. Pembuatan tepung ini dimaksudkan agar penyerapan kalsium oleh selada dapat lebih optimal.

Preparasi cangkang diawali dengan mencuci cangkang dengan air dan membuang bagian membrannya. Pencucian bertujuan membersihkan cangkang dari mikroflora (Jones et al. 2005) sedangkan pelepasan membran bertujuan mengoptimalkan penggunaan kalsium cangkang dan menghindari kontaminasi bakteri. Cangkang dijemur untuk menurunkan kadar air dan menghindari tumbuhnya jamur (Reu 2006). Cangkang selanjutnya disterilisasi dengan pemanasan untuk mematikan bakteri yang tertinggal pada cangkang telur.

Hasil analisis menunjukkan kadar air TCT yaitu 0.57 ± 0.04 % berada di rentang kadar air TCT menurut Liu et al. (2013) yaitu 0.2  5 %. Kadar air TCT hasil analisis tergolong rendah yang diduga akibat beberapa kali pengeringan dan pelepasan membran cangkang yang menurunkan kontribusi kandungan air dari cangkang. Adapun kadar abu TCT yaitu 96.14 ± 0.05 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu TCT menurut Liu et al. (2013) yaitu 90  95 %. Hal ini menunjukkan zat anorganik yang terdapat pada TCT hasil analisis lebih banyak dihasilkan. Hal ini diduga akibat pelepasan membran cangkang yang merupakan komponen organik yaitu protein mengakibatkan penyusun cangkang yang tersisa adalah kandungan anorganiknya saja.

Konsentrasi Perlakuan Lama Penanaman

d

c b

a a

(21)

9 pengabuan belum sempurna sehingga masih terdapat gangguan saat analisis dilakukan. Gangguan utama dalam absorpsi atom adalah efek matriks sampel yang dapat mempengaruhi proses pengabuan. Apabila pengabuan belum sempurna maka komposisi kasar sampel masih banyak yang akibatnya laju proses disosiasi menjadi lambat dan disosiasi untuk pembentukan atom menjadi bergeser lebih jauh (Day et al. 2002).

Kadar Kalsium Pupuk Hidroponik

Hidroponik menggunakan media selain tanah dalam pembudidayaannya, seperti air, sekam, dan lain-lain. Nutrient film technique merupakan teknik hidroponik yang meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air ini mengandung nutrisi untuk memenuhi kebutuhan tanaman dan disirkulasikan pada pipa yang tertutup (Lingga 2007). Sirkulasi ini memungkinkan nutrisi yang diterima tanaman akan sama banyak dan menyediakan oksigen terlarut bagi akar. Untuk mempermudah sirkulasi, sistem hidroponik dibuat berundak. Selain dapat menghemat tempat budidaya, jumlah tanaman yang ditanam dapat lebih banyak (Resh 2004).

Larutan pupuk hidroponik mengandung mineral makro dan mikro. Pupuk stok A mengandung kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk B karena stok A berisi mineral makro yang salah satunya adalah kalsium. Adapun kalsium yang terdeteksi pada stok B diduga berasal dari penyusun stok larutan mineral mikro itu sendiri namun konsentrasinya kecil atau dari penyusun senyawa mineral mikro yang digunakan.

Kadar kalsium pupuk biasa yaitu 6.50 ppm terbilang cukup rendah dibandingkan kebutuhan kalsium selada dalam budidaya hidroponik yaitu 150200 ppm (Resh 2004). Oleh karena itu, penambahan TCT pada larutan pupuk perlakuan dibuat dengan variasi konsentrasi di rentang tersebut. Selain itu, hal yang diperhatikan pada penentuan konsentrasi adalah pH dan konduktivitas listrik (electrical conductivity; EC) yang menunjukkan banyaknya kandungan ion pada larutan hidroponik. Valenzuela et al. (1980) menyatakan pH dan konduktivitas listrik yang baik untuk selada adalah 66.5 dan 1.52.5 mS. Konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm memiliki pH dan konduktivitas listrik yang sesuai dengan kebutuhan selada. Semakin tinggi nilai EC-nya maka semakin pekat larutan tersebut.

Cangkang telur tersusun atas kalsium karbonat yang tingkat kelarutannya rendah terhadap air sedangkan pupuk hidroponik harus dapat larut dengan air. Oleh karena itu, cangkang telur dilarutkan dengan HNO3 65 %. HNO3 merupakan oksidator kuat yang dapat merusak komponen organik dengan baik. Selain itu, nitrat juga dapat mengikat kalsium pada cangkang telur. Pupuk perlakuan 0 ppm juga ditambahkan HNO3 65 % untuk menyamakan kondisi dengan pupuk perlakuan TCT. Penambahan volume pupuk kontrol disamakan dengan pupuk perlakuan 200 ppm agar kandungan ionnya sama dengan perlakuan 200 ppm.

(22)

10

Kadar Air Selada (L. sativa L.)

Air merupakan faktor abiotik yang paling membatasi faktor pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman (McElrone et al. 2013). Ketersediaan air pada tanaman dapat diketahui dengan mengukur kadar airnya. Selain itu, hasil kadar air juga dapat memberikan informasi banyaknya hasil fotosintesis yang terukur dalam bobot tanaman tanpa adanya kandungan air (bobot kering) (Lakitan 2008). Pengukuran kadar air ini menggunakan teknik gravimetri.

Transpor air tanaman merupakan transpor pasif yang terjadi akibat adanya transpirasi dan tekanan gradien potensial (McElrone et al. 2013). Transpor air, hara, dan mineral memiliki skema yang sama (Gambar 5). Transpor diawali dengan penempelan air yang membawa hara dan mineral pada permukaan bulu akar lalu masuk ke dalam sel akar secara osmosis selanjutnya ditransporkan melalui jalur apoplas (melewati ruang antar sel). Sebagian air dapat merembes ke dalam sel dan bergerak melalui jalur simplas (sel ke sel melewati plasmodesmata). Air hara, dan mineral bergerak menuju epidermis, korteks, endodermis lalu ke pembuluh xilem untuk ditransporkan ke seluruh bagian tumbuhan (Lakitan 2008). Kadar air selada penelitian lebih rendah dibandingkan dengan kadar air selada menurut NNDSR (2014) yaitu 94.97 %. Hal ini menunjukkan penambahan kalsium dari TCT dapat menurunkan kadar air selada. Kadar air selada tertinggi selama perlakuan terdapat pada perlakuan 100 ppm 6 MST sebesar 94.19 ± 0.14 %. Hal ini terjadi karena selada 6 MST masih dalam tahap pertumbuhan sehingga kebutuhan air lebih banyak untuk membawa zat terlarut dan melaksanakan metabolisme tanaman. Di lain sisi penambahan kalsium menginduksi pembentukan dinding sel lebih banyak, seperti pelebaran daun dan pemanjangan akar dibandingkan tanpa adanya penambahan kalsium (White et al. 2003). Kadar air selada 0 ppm adalah kadar air terendah yaitu 93.25 ± 0.06 %.

Kadar air selada 8 MST dengan penambahan TCT menurun dibandingkan pada 6 MST sedangkan kadar air selada kontrol meningkat dan menjadi yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 93.41 ± 0.34 %. Adapun secara keseluruhan, kadar air selada 8 MST menurun dibandingkan 6 MST. Hal ini diduga akibat pemadatan jaringan yang dipengaruhi oleh ikatan antara kalsium pektat yang semakin erat (Setijorini et al. 2002). Kalsium pektat merupakan bentuk kalsium yang paling banyak terdapat pada dinding sel. Jaringan yang padat mempersulit distribusi air sehingga ketersediaan air di jaringan menurun (Lakitan 2008). Selain itu, selada 8 MST sudah masuk pada fase penuaan. Ketika tanaman semakin tua maka terjadi penurunan fungsi pembuluh xilem dan gradien potensial air (De Freitas et al. 2012).

(23)

11

Kadar Abu Selada (L. sativa L.)

Kadar abu menunjukkan banyaknya mineral penyusun tanaman. Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak mineral yang terdapat pada suatu sampel. Kadar abu berhubungan dengan efisiensi penggunaan air pada transpor pasif mineral, akumulasinya selama pertumbuhan, dan jaringan yang bertranspirasi. Semakin tinggi tingkat transpirasi maka semakin tinggi tingkat transpor mineral ke jaringan yang bertranspirasi sehingga kadar abu tanaman akan meningkat (Glenn et al. 2011).

Pengangkutan ion ke dalam sel endodermis dikendalikan oleh membran plasma sel-sel endodermis. Membran ini mengendalikan laju pengangkutan dan jenis ion yang akan diangkut ke pembuluh xilem. Sebagian ion-ion yang diangkut oleh dinding sel dari epidermis ke pembuluh xilem akan diserap oleh sel-sel yang dilaluinya. Ion tersebut kemudian masuk ke sitosol untuk dibawa menuju ke vakuola (Lakitan 2008).

Kadar abu selada dengan penambahan TCT lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu selada perlakuan tanpa TCT. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan TCT mengakibatkan mineral yang terdapat pada larutan pupuk semakin tinggi sehingga terjadi transpor hara meningkat. Vakuola sebagai organel sel yang berfungsi menyimpan air, hara, dan mineral dapat menyerap dan menyimpan mineral lebih banyak dibandingkan dengan selada tanpa TCT.

Kadar abu selada menurut NNDSR (2014) adalah 0.62 %. Hal ini berbeda dengan kadar abu selada 0 ppm 6 MST yang mencapai 0.55 ± 0.32 % sedangkan kadar abu selada lainnya mencapai 1 %. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan TCT berdampak terhadap peningkatan kandungan mineral pada selada sedangkan kadar abu selada kontrol lebih rendah diduga akibat ketersediaan nutrisi pada pupuk yang lebih rendah.

Kadar abu selada 6 MST (0.55 ± 0.32 %) meningkat pada umur 8 MST hingga hampir sama dengan kadar abu selada dengan penambahan TCT yaitu 1.03 ± 0.03 %. Hal ini terjadi karena semakin lama hara diserap maka konsentrasi hara dalam sel akan semakin meningkat (Lakitan 2008) dengan kapasitas sel untuk menyimpan hara yang masih tersedia. Sebaliknya pada kadar abu selada perlakuan lainnya mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat ketersediaan hara pada sel diduga sudah optimum. Ketika keberadaan ion ataupun air berlebih maka air ataupun ion tersebut harus dikeluarkan oleh sel karena apabila dibiarkan penuh, sel dapat pecah (lisis osmosis) (Heldt 2005).

Kadar abu selada secara keseluruhan menunjukkan penambahan TCT memberikan pengaruh terhadap kadar abu selada. Penambahan kalsium meningkatkan penyerapan mineral oleh sel sehingga mineral dapat terakumulasi lebih banyak, khususnya kalsium. Lama penanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu karena kadar abu 6 MST dan 8 MST sudah dalam kondisi optimum.

Kadar Kalsium Selada (L. sativa L.)

(24)

12

kekurangan, jaringan meristem apikal dapat mati (Scott 2008) sedangkan apabila kelebihan, laju pertumbuhan akan menurun (White et al. 2003).

Kalsium diserap tanaman dalam bentuk kation divalen (Ca2+) (White et al. 2003). Ion Ca2+ ditransportasikan menuju akar umumnya melalui aliran massa air dan dipengaruhi oleh transpirasi dan pertumbuhan. Ion Ca2+ dari permukaan akar dapat menuju sel endodermal untuk selanjutnya dimuat ke pembuluh xilem melalui mekanisme apoplast atau simplest (De Freitaset al. 2012). Kalsium terakumulasi pada vakuola dan retikulum endoplasma (Heldt 2005).

Hasil analisis menunjukkan kadar kalsium selada mengalami peningkatan dengan penambahan TCT pada minggu ke-6. Namun demikian, perbedaan konsentrasi perlakuan TCT tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kadar kalsium selada. Kadar kalsium selada 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm berturut-turut adalah 381.36 ± 71.13 ppm, 616.68 ± 134.98 ppm, 642.45 ± 122.01 ppm, 649.68 ± 75.08 ppm. Hal ini diduga karena akumulasi kalsium pada sel selada sudah optimum pada penambahan tepung cangkang telur konsentrasi 100 ppm sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan selada pelakuan konsentrasi 200 ppm atau 300 ppm. Adapun kadar kalsium selada 0 ppm memiliki kadar kalsium yang tidak berbeda jauh dengan kadar kalsium selada berdasarkan NNDSR (2014) yaitu 36.11 mg/100 g bobot saji atau setara dengan 361.10 ppm. Namun demikian, kadar kalsium selada 0 ppm lebih tinggi.

Selada berumur 8 MST perlakuan 0 ppm dan 100 ppm mengalami penurunan kadar kalsium dibandingkan minggu ke-6 sedangkan kadar kalsium selada perlakuan 200 ppm dan 300 ppm mengalami peningkatan. Penurunan kadar kalsium diduga karena secara normal terjadi penurunan fungsi pada xilem sehingga berdampak pada jumlah kalsium yang dibawa oleh xilem menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan penelitian Pomper et al. (2004) yang menunjukkan adanya penurunan konsentrasi kalsium yang dibawa air di xilem pada tanaman buncis berdasarkan perbedaan waktu tanam. Adapun peningkatan kadar kalsium perlakuan 200 ppm dan 300 ppm diduga karena konsentrasi kalsium yang diberikan terlalu tinggi sehingga tanaman mengalami stres abiotik (McElrone et al. 2013).

Stres abiotik merupakan kondisi stres pada tanaman yang diakibatkan oleh faktor abiotik seperti air, mineral, dan lain-lain. Stres abiotik ini diduga direspon oleh protein aquaporin (McElrone et al. 2013). Aquaporin bertugas mengatur transpor air melewati membran dan berpotensi juga berperan dalam transpor nutrisi (White et al. 2003). Konsentrasi kalsium yang berlebihan pada air diduga mengakibatkan aquaporin mengalami gangguan sehingga kalsium terus dapat masuk ke dalam sel dan meningkatkan akumulasi kalsium.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(25)

13 141.56 ppm (100 ppm), 644.19 ± 91.46 ppm (200 ppm), dan 749.65 ± 127.22 ppm (300 ppm). Akumulasi kalsium mengakibatkan kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium selada lebih tinggi pada umur 6 MST dibandingkan umur 8 MST.

Saran

Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah penambahan tepung cangkang telur dalam ukuran partikel nano sehingga tidak diperlukan pelarut untuk melarutkan tepung cangkang telur. Berdasarkan hasil penelitian, selada masing-masing perlakuan memiliki perbedaan rasa dan tekstur. Oleh karena itu diperlukan analisis organoleptik, toksisitas, kadar serat dan metabolit sekunder pada selada yang diperkaya kalsium. Selain itu, pengukuran aspek agronomis juga diperlukan untuk membedakan selada biasa dan yang diperkaya kalsium.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2000. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist 17th Edition. Gaithersburg (US): AOAC.

Alimuddin. 2011. Kandungan kalsium pada daun dan umbi ubi kayu (Manihot utilisima L.). J Kim Mulawarman. 8(2):116119.

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta. 2013. Budidaya Selada [Internet]. [diacu 2014 Feb 4]. Tersedia pada: http://yogya.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vie w=article&id=487:budidaya-selada&catid=14:alsin

Day RA, AL Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Iis Sopyan, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Quantitative Analysis.

De Freitas ST, Elizabeth JM. 2012. Factors Involved in Fruit Calcium Deficiency Disorder. Jules Janick, editor. Hort Reviews. 40: 107144. California (US): J Wiley.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1142/MENKES/SK/XII/2008. Jakarta (ID): Depkes RI.

Easterwood GW. 2002. Calcium’s role in plant nutrition. Fluid Journal.36(1):1619.

[FAO] Food and Agricultural of United Nations. 2012. Production Egg, hen, in shell [Internet]. [diacu 2014 Ags 27]. Tersedia pada:http://faostat.fao.org/site/569/DesktopDefault.aspx?PageID=569#anc or

Glenn DM, Carole B. 2011. Apple 13C discrimination is related to shoot ash content. HortScience. 46(2):213216.

(26)

14

Jones DR, Musgrove MT, Northcutt JK. 2005. Variation in external and internal microbial population in shell eggs during extended storage. J Food Protection. 67:26572660.

Lakitan B. 2008. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta (ID): Grafindo Persada.

Lingga P. 2007. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah Edisi Revisi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Liu Y, Michael B, Clive L, Gary M. Tyson Food, Inc. 2013 Mei 23. Eggshell powder compositions and methods of producing eggshell powder compositions. Paten Amerika Serikat US WO2013075003 A1.

McElrone AJ, Choat B, Gambetta GA, Brodersen CR. 2013. Water uptake and transport in vascular plants. Di dalam Physiologycal Ecology, Irwin Forseth, editor. Nature. 4(5):6

Musfirah CFT, Elda R, Sukmawati. 2012. Identifikasi pengaruhi variasi ukuran butiran terhadap unsur dan struktur kristal cangkang telur ayam ras dengan menggunakan X-Ray Flourescence. ProsidingSNaPP: Sains, Teknologi, dan Kesehatan [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bandung (ID): Universitas Islam Bandung. hlm 353-360; [diunduh 2014 Agst 28]. Tersedia pada: http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/ Sains/article/view/ 261-1272-1-PB.pdf

Nelson DL, Michael MC. 2008. Lehninger Principles of Biochemistry Fifth Edition. New York (US): WH Freeman.

[NNDSR] National Nutrition Database for Standard Reference. 2014. Nutrient Lists, Lettuce Green Leaf Raw [Internet]. [diacu 2014 Feb 17]. Tersedia pada: http://ndb.nal.usda.gov/ndb/nutrients/report?nutrient1=301& nutrient2=255&nutrient3=207&fg=11&max=25&subset=0&offset=300&s ort=f&totCount=780&measureby=m

Nurjayanti, Zulfita D, Dwi R. 2012. Pemanfaatan tepung cangkang telur sebagai substitusi kapur dan kompos keladi terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah pada tanah aluvial. J Sains Mahasiswa Pertanian.1: 1621.

Pomper KW, Michael AG. 2004. Calcium uptake and whole-plant water use influence pod calcium concentration in snap bean plants. J. Amer. Soc. Hort. Sct. 129(6):890895.

Reitz LL, WH Smith, MP Plumlee. 1960. A Simple Wet Oxidation Procedure for Biological Materials.West Lafayette (US): Purdue University Pr.

Resh HM. 2004. Hydroponic Food Production Sixth Edition. New Jersey (US): Newconcept Pr.

Reu KD. 2006. Bacteriologial contamination and infection of shell eggs in the production chain [tesis]. Ghent (BE): Ghent University

Richardson L. 2009. Calcium-fortified lettuce next. Specialty/Field Crops [Internet]. [diunduh 2014 Feb 17]. Tersedia pada:www. CaliforniaFarmer.com.

Scott P. 2008. Physiology and Behaviour of Plants. West Sussex (GB): J Wiley. Setijorini LE, Susi S. 2002. Studi pemberian kalsium klorida (CaCl2) pada proses

(27)

15 Valenzuela HR, Bernard K, John C. 1980. Lettuce Production Guidelines for Hawaii. Hawaii (US): Hawaii Institute of Tropical Agriculture and Human Resources.

(28)

16 Lampiran 1 Diagram alir penelitian

1. Preparasi tepung cangkang telur dan pupuk hidroponik 2. Hidroponik Selada

Analisis kadar air, kadar abu, kadar

kalsium

Penggilingan ukuran 100 mesh

Analisis kadar kalsium Preparasi cangkang telur

Preparasi larutan tepung cangkang telur

Analisis pH, EC, kadar kalsium

Pupuk hidroponik

Stok A Stok B

Pupuk Biasa

Pupuk Biasa larutan tepung

cangkang telur

Konsentrasi Perlakuan Tepung cangkang telur

Pencampuran

Disemai 2 minggu

Dipindahkan ke media tetap yang berisi larutan perlakuan

Pembesaran

Panen umur 6 MST dan 8 MST

Pengolahan data Benih

Bibit

Analisis kadar air, kadar abu, kadar kalsium Keterangan :

(29)

17 Lampiran 2 Kadar air tepung cangkang telur

Ulangan

Contoh perhitungan (ulangan 1) :

Kadar air (%) =

Lampiran 3 Kadar abu tepung cangkang telur

Ulangan

Contoh perhitungan (ulangan 1) : Bobot abu = W3– W1

Lampiran 4 Kadar air selada 6 MST

(30)

18

Lampiran 4 Kadar air selada 6 MST (Lanjutan) Sampel

Perlakuan 300.1 4.7964 2.9770 4.9968 93.31 93.51 ± 0.14

Perlakuan 300.2 4.5026 3.0149 4.6982 93.57

Perlakuan 300.3 4.4291 3.0028 4.6283 93.40

Perlakuan 300.4 4.9416 3.0530 5.1368 93.65

Perlakuan 300.5 4.3624 3.0081 4.5555 93.60

Lampiran 5 Kadar air selada 8 MST

Sampel

Perlakuan 100.1 24.4402 3.0036 24.6702 92.34 93.01± 0.44

Perlakuan 100.2 25.5186 3.0044 25.7251 93.13

Perlakuan 100.3 26.3608 3.0056 26.5712 93.00

Perlakuan 100.4 27.8714 3.0050 28.0645 93.57

Perlakuan 100.5 25.7750 3.0038 25.9844 93.03

Perlakuan 200.1 27.0479 3.0075 27.2410 93.58 93.24 ± 0.26

Perlakuan 200.2 24.4964 3.0093 24.7019 93.17

Perlakuan 200.3 25.8364 3.0034 26.0506 92.87

Perlakuan 200.4 25.7768 3.0057 25.9778 93.31

Perlakuan 200.5 27.0313 3.0078 27.2332 93.29

Perlakuan 300.1 25.6982 3.0080 25.8863 93.75 93.30 ± 0.58

Perlakuan 300.2 29.2372 3.0060 29.5368 93.77

Perlakuan 300.3 18.9901 3.0072 19.2117 92.62

Perlakuan 300.4 28.3360 3.0098 28.5548 92.70

(31)

19 Lampiran 6 Kadar abu selada 6 MST

Sampel

Perlakuan 100.2 24.4962 2.0089 24.5188 1.13

Perlakuan 100.3 24.4411 2.0049 24.4642 1.15

Perlakuan 100.4 27.1488 2.0077 27.1713 1.12

Perlakuan 100.5 25.6968 2.0028 25.7180 1.06

Perlakuan 200.1 26.0362 2.0074 26.0581 1.09 1.20 ± 0.08

Perlakuan 200.2 26.5194 2.0050 26.5430 1.18

Perlakuan 200.3 29.2376 2.0065 29.2639 1.31

Perlakuan 200.4 23.3424 2.0056 23.3666 1.21

Perlakuan 200.5 27.0471 2.0058 27.0718 1.23

Perlakuan 300.1 18.9906 2.0055 19.0147 1.20 1.08 ± 0.08

Perlakuan 300.2 25.7816 2.0042 25.8019 1.01

Perlakuan 300.3 26.5208 2.0082 26.5410 1.01

Perlakuan 300.4 25.6364 2.0024 25.6582 1.09

Perlakuan 300.5 25.7769 2.0021 25.7991 1.11

Lampiran 7 Kadar abu selada 8 MST

Sampel

Perlakuan 100.2 25.5186 3.0044 25.5494 1.03

Perlakuan 100.3 30.4599 3.0036 30.4879 0.93

Perlakuan 100.4 27.8714 3.0050 27.8997 0.94

Perlakuan 100.5 25.7750 3.0038 25.8063 1.04

Perlakuan 200.1 27.0479 3.0075 27.0793 1.04 1.12 ± 0.04

Perlakuan 200.2 24.4964 3.0093 24.5310 1.15

Perlakuan 200.3 25.8364 3.0034 25.8700 1.12

Perlakuan 200.4 25.7768 3.0057 25.8115 1.15

Perlakuan 200.5 27.0313 3.0078 27.0653 1.13

Perlakuan 300.1 25.6982 3.0080 25.7291 1.03 1.03 ± 0.11

Perlakuan 300.2 29.2372 3.0060 29.2663 0.97

Perlakuan 300.3 28.4938 3.0033 28.5279 1.14

Perlakuan 300.4 28.3360 3.0098 28.3700 1.13

(32)

20

Lampiran 8 Kadar kalsium selada 6 MST dan 8 MST

Sampel Kadar kalsium (ppm bobot kering)

6 MST Rata-rata 8 MST Rata-rata

Perlakuan 0.1 379.54

381.36 ± 71.13

115.72

259.00 ± 133.62

Perlakuan 0.2 417.27 126.29

Perlakuan 0.3 481.07 283.46

Perlakuan 0.4 319.71 361.97

Perlakuan 0.5 309.23 407.58

Perlakuan 100.1 439.36

616.68 ± 134.98

433.99

476.86 ± 121.04

Perlakuan 100.2 742.78 432.76

Perlakuan 100.3 671.89 691.82

Perlakuan 100.4 508.66 398.37

Perlakuan 100.5 720.71 427.34

Perlakuan 200.1 671.26

642.45 ± 122.00

608.74

645.92 ± 62.67

Perlakuan 200.2 702.76 600.27

Perlakuan 200.3 507.13 601.09

Perlakuan 200.4 799.14 677.48

Perlakuan 200.5 531.96 742.03

Perlakuan 300.1 681.21

649.68 ± 75.08

843.49

849.61 ± 76.14

Perlakuan 300.2 523.65 723.76

Perlakuan 300.3 659.51 862.60

Perlakuan 300.4 660.52 903.46

Perlakuan 300.5 723.53 914.75

Lampiran 9 Analisis ragam kadar air selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST

Lama

Total Terkoreksi 19 2.7263

8 MST

Model 3 0.4089 0.1363 0.76 0.5330

Galat 16 2.8711 0.1794

Total Terkoreksi 19 3.2800

Lampiran 10 Analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan cangkang telur dan lama penanaman terhadap kadar air selada (L. sativa L.)

Sumber Keragaman derajat

bebas

telur*lama penanaman 2.3884 0.7961 7.94 0.0004

Galat 32 3.2067 0.1002

(33)

21 Lampiran 11 Analisis ragam kadar abu selada (L. sativa L.) dengan perlakuan

cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST Lama

Total Terkoreksi 19 1.9217

8 MST

Model 3 0.0336 0.0112 1.97 0.1595

Galat 16 0.0910 0.0057

Total Terkoreksi 19 0.1245

Lampiran 12 Analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan cangkang telur dan lama penanaman terhadap kadar abu selada (L. sativa L.) Sumber Keragaman derajat

bebas perlakuan cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST

Lama

Total Terkoreksi 19 421880.99

8 MST

Model 3 943753.51 314584.50 29.80 <0.0001

Galat 16 168918.22 10557.39

Total Terkoreksi 19 1112671.73

Lampiran 14 Analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan cangkang telur dan lama penanaman terhadap kadar kalsium selada (L. sativa L.) Sumber Keragaman derajat

bebas

cangkang telur 3 1006324.32 335441.44 31.19 <0.0001

(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 April 1992 di Bogor. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Rosyidi dan Diah Nuraeni, S.Pd. Penulis menempuh pendidikan formal di SMA Negeri 1 Cigombong, Kabupaten Bogor dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Biokimia Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2010.

Penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam selama dua periode kepengurusan yaitu sebagai staf Komisi III (20112012) dan sekretaris Komisi III (20122013). Penulis juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman (20112014) dan pernah menempati posisi Bendahara II (2012) dan Bendahara I (2013). Selama berkuliah di IPB, penulis memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (TA. 20112012) dan Beasiswa Bantuan Mahasiswa (TA. 20122014). Penulis pernah melakukan Praktik Lapangan di PT Futamed Pharmaceuticals, Bogor (JuliAgustus 2013) dengan judul laporan Pengujian Metode Spektrofotometri untuk Analisis Bahan A, B, dan C Sebagai Bahan Baku Suplemen Mata.

Gambar

Tabel 1  Komposisi larutan perlakuan
Gambar 1  Sistem hidroponik nutrient film technique berundak
Tabel 3  Kadar kalsium larutan pupuk hidroponik
Gambar 3  Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama penanaman
+3

Referensi

Dokumen terkait

Peserta didik SMA Negeri 2 Sragen kela X MIA 4 dengan tipe gaya belajar kinestetik memiliki TKBK 2 (cukup kreatif) dan memiliki TKBK 1 (kurang kreatif), sebab

Perkembanga titik panas atas hotspot pada hari ini pukul 17.00 WIB berdasarkan pantauan citra satelit NOAA-18 total Sumatera 49 titik dan Riau sejumlah

Berdasarkan analisis pengontrolan kualitas produksi biskuit Square Puff dengan menggunakan diagram kendali D 2 dan diagram kendali T 2 Hotelling Individual, dihasilkan

Kesimpulan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil penelitian ini adalah meningkatnya kepemilikan publik dalam struktur kepemilikan BUMN Tbk di Indonesia

Dari pengujian tersebut diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel 5, diketahui bahwa nilai P-value dari F adalah sebesar 0,000 &lt; α = 5%.Berdasarkan hasil tersebut ini

Hukum sebagai fenomena yang universal. Oleh karena itu, hukum memilikipengertian yang beragam sesuai dari sudut pandang mana hukum tersebut dilihat.Dibawah ini

Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak