• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendali Mutu Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Menggunakan Pengolahan Citra Dan Teknik Pengenalan Pola Secara Kemometrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kendali Mutu Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Menggunakan Pengolahan Citra Dan Teknik Pengenalan Pola Secara Kemometrik"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

i

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

KENDALI MUTU DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon

stamineus) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN

TEKNIK PENGENALAN POLA SECARA KEMOMETRIK

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kendali Mutu Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola Secara Kemometrik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Nuryani

(3)

iii

ABSTRAK

NURYANI. Kendali Mutu Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola Secara Kemometrik. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan RUDI HERYANTO.

Kumis kucing (Orthosiphon stamineus) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan pencitraan spektral sebagai metode untuk kendali mutu daun kumis kucing dengan melihat keragaman mutu berdasarkan 3 daerah yang memiliki kondisi geografis yang berbeda dan dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola kemometrik PCA dan PLSDA. Analisis kromatografi lapis tipis dengan perangkat lunak image J menunjukkan adanya perbedaan mutu senyawa aktif daun kumis kucing dari 3 daerah, yaitu Cigombong, Nagrak, dan Pacet. Model polinomial terbaik ialah menggunakan polinomial orde 2 (term 7). Sampel daerah Nagrak memiliki karakteristik mutu yang lebih baik daripada daerah lainnya. Model PCA menghasilkan nilai PC 1 97% dan PC 2 3%. Analisis PLSDA menghasilkan 3 model, yaitu model daerah Cigombong (R2kalibrasi= 0.8395, R2

prediksi= 0.8051), Nagrak (R2kalibrasi= 0.8185, R2prediksi= 0.7779), dan Pacet (R2kalibrasi= 0.7603, R2prediksi= 0.7392). Model ini berhasil memprediksi mutu daun kumis kucing dengan pendekatan perbedaan daerah asal tanaman.

Kata kunci: kendali mutu, kumis kucing, PCA, pencitraan spektral, PLSDA

ABSTRACT

NURYANI. Quality Control of Kumis Kucing Leaves Using Image Processing and Pattern Recognition Technic with Chemometric. Supervised by ETI ROHAETI and RUDI HERYANTO.

Kumis kucing (Orthosiphon stamineus) is one of medicinal plants that widely used as a traditional medicine. This research aims to use the spectral imaging as a method to quality control of kumis kucing leaves with diversity of quality based on the different from 3 areas of the plant that is correlated with the intensity of leaf color and pattern recognition techniques combine with chemometric PCA and PLSDA. Analysis of thin-layer chromatography with software image J shows the difference of quality active compound kumis kucing from 3 areas is Cigombong, Nagrak, and Pacet. The best standard model and polynomial using polynomial orde 2 (term 7). Samples from Nagrak have better quality than other areas. Model PCA produces 97% of the value of PC 1 and PC 2 3%. PLSDA analysis produces 3 models, namely models PLSDA from Cigombong (R2 kalibrasi= 0.8395, R2 prediksi= 0.8051), Nagrak (R2 kalibrasi= 0.8185, R2 prediksi= 0.7779), dan Pacet (R2 kalibrasi= 0.7603, R2 prediksi= 0.7392). This model has successfully predicted the kumis kucing leaves to approach the quality of different areas of the plant.

(4)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Pada

Departemen Kimia

KENDALI MUTU DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon

stamineus) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN

TEKNIK PENGENALAN POLA SECARA KEMOMETRIK

NURYANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul Kendali Mutu Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola secara Kemometrik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS dan Bapak Rudi Heryanto, SSi, MSi selaku pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Staf di Laboratorium Kimia Analitik, antara lain Pak Eman, Bu Nunung, dan pihak lainnya atas segala bantuan yang diberikan selama penelitian. Pihak-pihak Pusat Studi Biofarmaka (PSB), antara lain Mas Nio, Mas Endi, dan Mba Ina. Terima kasih kepada Anita dan Yuthika yang telah membantu dibidang teknis dan akademis pada penelitian ini, serta tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu, Bapak, Adik, Suami, dan keluarga atas doa dan semangatnya.

Semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(7)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 3

BAHAN DAN METODE 3

Bahan dan Alat 3

Metode 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Mutu Daun Kumis Kucing berdasarkan Kromatografi Lapis Tipis 5 Estimasi Spektrum Reflektans dari Citra Daun Kumis Kucing 7 Pengklasifikasian Daun Kumis Kucing Menggunakan Analisis PCA 9 Pembentukan Model Daun Kumis Kucing Menggunakan PLSDA dan

Pengujian Model 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(8)

DAFTAR TABEL

1 Tiga tipe polinomial untuk rekonstruksi spektra reflektans 4

2 Rancangan prediksi model PLSDA 5

3 Luas puncak noda yang dihasilkan ekstrak daun daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, dan Pacet

7 4 Nilai varians tiap PC dengan beberapa perlakuan 9

5 Kriteria kebaikan model PLSDA 12

6 Persentase ketepatan antara nilai referensi dengan nilai perkiraan daun kumis kucing daerah Cigombong (C), Nagrak (N), dan Pacet (P)

13

DAFTAR GAMBAR

1 Noda sinensetin pada pelat KLT pada λ 254 nm dan 366 nm Cigombong (a), Nagrak (b), Pacet (c), dan Standar sinensetin (d)

6 2 Kromatogram daun kumis kucing daerah Cigombong (a), Nagrak (b), Pacet

(c), dan Standar sinensetin (d)

6 3 Perbandingan nilai rekonstruksi reflektans menggunakan orde 1, 2, dan 3 8 4 Nilai rekonstruksi spektrum reflektans daun kumis kucing daerah

Cigombong, Nagrak, dan Pacet

8 5 Proporsi varians 7 komponen utama dengan perlakuan data asli dan

menghilangkan pencilan

10 6 Plot skor antara PC 1 dan PC 2 dengan perlakuan data asli (a), data asli

dengan menghilangkan pencilan (b), baseline, normalisasi, derivatif, dan menghilangkan pencilan (c), dan normalisasi, derivatif, dan menghilangkan pencilan (d)

10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 16

2 Data perkebunan dan kondisi geografis 17

3 Prediksi vs referensi PLSDA daun kumis kucing daerah Cigombong (a), Nagrak (b), dan Pacet (c)

18 4 Data prediksi sampel dengan model PLSDA daun kumis kucing daerah

Cigombong, Nagrak, dan Pacet

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tradisi mengonsumsi tanaman obat atau rempah-rempah dalam bentuk ramuan jamu tradisional telah dikenal dan telah digunakan oleh masyarakat. Obat tradisional dan tanaman obat telah digunakan sebagai alternatif pengobatan berbagai macam penyakit, terutama dalam pemeliharaan kesehatan dan kebugaran jasmani, pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), maupun pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Hal ini disebabkan tanaman obat mempunyai kandungan senyawa aktif atau metabolit sekunder yang berkhasiat mengobati penyakit (Adzkiya 2006). Senyawa aktif tersebut dapat mengobati penyakit dan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya (Fathniyah 2011).

Tanaman obat banyak digunakan karena efek samping untuk kesehatan relatif lebih rendah, mudah diperoleh dan murah dibandingkan dengan obat sintetik, dan khasiatnya pun tidak kalah dibandingkan dengan obat-obatan modern (Prapanza dan Marianto 2003). Namun, perlu adanya upaya untuk mengontrol mutu, khasiat, dan keamanan dalam penggunaan tanaman obat yang berkembang di masyarakat. Mutu tanaman obat dapat dilihat dari kandungan senyawa aktif kimianya. Kandungan senyawa aktif tanaman obat sangat beragam bergantung pada spesies, varietas, asal geografis, budi daya, metode pemanenan, dan proses pascapanen (Singh et al. 2010). Faktor umur tanaman juga dapat dijadikan penanda mutu tanaman obat tersebut (Anuradha et al. 2010). Variasi tersebut dapat memengaruhi tingkat kestabilan dan keamanan produk obat. Oleh karena itu, analisis kendali mutu tanaman obat diperlukan untuk menjaga kestabilan dan keamanan produk obat.

(10)

metode-metode tersebut, ada pula metode alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan identitas tanaman, yaitu teknik pengolahan citra.

Pengolahan citra adalah analisis sampel yang bersifat tidak merusak (non-destruktif) dengan pendekatan teknik warna (Shatilova 2008). Teknik ini mentransformasikan citra menjadi citra lain yang lebih baik mutunya, sehingga mudah diinterpretasikan oleh manusia/mesin (komputer). Terdapat 2 pendekatan pengolahan citra, yaitu pencitraan kimia (chemical imaging) dan pencitraan spektral (spectral imaging). Teknik pencitraan kimiamengintegrasikan pencitraan konvensional dan spektroskopi untuk memperoleh informasi spasial dan spektral dari sebuah objek, serta dapat menentukan kandungan kimia suatu objek. Analisis ini menggunakan spektroskopi vibrasi inframerah (IR), inframerah dekat (NIR), dan Raman. Aplikasinya telah digunakan dalam pemantauan proses dan kontrol mutu pada industri farmasi serta identifikasi kandungan kimia gandum. Teknik pencitraan spektral umum diterapkan pada hampir semua teknik spektroskopi optis (misalnya inframerah, Raman, fluoresens, dan ultraviolet) (Gowen et al.

2008). Pencitraan spektral telah dimanfaatkan oleh Shatilova (2008) untuk memperkirakan kandungan karotenoid pada kulit ikan Arctic charr (Salvelinus alpinus) dengan cara pengolahan citra digital yang direkonstruksi menjadi spektrum reflektans. Selain itu, Purnamasari (2013) juga telah menggunakan teknik pengolahan citra untuk kendali mutu daun sambiloto.

Prinsip pencitraan kimia untuk identitas suatu material lazim digunakan dalam industri farmasi maupun remote sensing karena sangat selektif, spesifik untuk analit tertentu, non-destruktif terhadap suatu objek. Akan tetapi, pencitraan kimia memerlukan biaya yang tinggi untuk instrumentasi dan perlu filter khusus pada saat pengoperasian alatnya (Gowen et al. 2008). Pencitraan spectral dapat dimanfaatkan secara lebih luas dalam kehidupan sehari-hari dan juga lebih praktis dan menggunakan kamera digital komersil sebagai instrumen pengambilan citra. Pada penelitian ini, pencitraan spektral digunakan sebagai alat analisis pada salah satu jenis tanaman obat, yaitu daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus) yang berbeda asal daerahnya (Cigombong, Nagrak, dan Pacet). Perbedaan daerah asal daun kumis kucing dapat menandakan mutu daun yang berbeda karena kandungan senyawa aktifnya beragam.

Mutu daun kumis kucing dilihat dari kandungan sinensetinnya. Sinensetin merupakan flavonoid yang aktif secara farmakologi dalam daun kumis kucing dan dapat menjadi penanda adanya daun kumis kucing dalam suatu campuran (Akowuah et al. 2004). Prinsip analisis pencitraan spektral adalah objek yang diberi sumber sinar dari lampu tungsten akan ditangkap gambarnya menggunakan kamera digital. Sebagian sinar akan diserap oleh objek, dan sebagian lainnya dipantulkan. Sinar yang dipantulkan akan ditangkap oleh lensa objektif pada kamera, diubah menjadi muatan dan masuk ke dalam sensor kamera. Dalam sensor kamera, muatan akan dikonversi menjadi voltase sebagai sinyal elektrik. Sinyal ini akan dikonversi menjadi gambar digital dan diperoleh informasi nilai

(11)

3

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menjadikan pencitraan spektral sebagai metode kendali mutu daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus) dengan melihat keragaman mutu berdasarkan daerah yang memiliki kondisi geografis yang cukup berbeda, dan dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola kemometrik PCA dan PLSDA.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel daun kumis kucing berbunga putih yang diperoleh dari 3 daerah (Cigombong, Nagrak, dan Pacet), kotak karton ukuran 50 cm × 50 cm × 60 cm, karton putih, larutan standar sinensetin, aseton, kloroform, etil asetat, silika gel F 254, dan akuades.

Alat-alat yang digunakan adalah kamera digital SLR Canon 16 MP sebagai penangkap citra, perangkat keras komputer, lampu tungsten 15 watt, mesin penggiling, syringe 100 µL, CAMAG TLC applicator Linomat 5, CAMAG TLC

scanner Reprostar 3, neraca analitik, ayakan 40 mesh, penguap putar, kertas saring, peralatan kaca, perangkat lunak Unscrambler 10.2, CAMAG winCATS versi 1.3.3, Image J versi 1.4, dan MatLab.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu preparasi sampel, analisis KLT daun kumis kucing, pengambilan citra daun kumis kucing, rekonstruksi spektrum reflektans dan pengumpulan data, serta pengolahan data menggunakan perangkat lunak Unscrambler versi 10.2 (Lampiran 2).

Preparasi Sampel (BPOM 2004)

Daun kumis kucing yang baru dipanen langsung disortir, kemudian dicuci sampai bersih dengan menggunakan air bersih. Setelah ditiriskan, daun dikeringkan atau dijemur dengan menggunakan sinar matahari. Daun yang telah kering kemudian dihaluskan dengan mesin penggiling, lalu serbuk daun diayak menggunakan ayakan berukuran 40 mesh. Sampel sebanyak 10 g diekstraksi 3 kali ulangan untuk setiap daerah menggunakan 100 mL aseton, dimaserasi selama 24 jam. Filtrat disaring menggunakan kertas saring, lalu dipekatkan dengan penguap putar, dan disimpan dalam botol di lemari pendingin.

Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Depkes RI 2008)

(12)

4

sinensetin selanjutnya ditotolkan pada pelat silika gel F 254 menggunakan syringe

100 µL dibantu dengan CAMAG TLC aplikator. Lebar pita tiap sampel adalah 5 mm, dan dielusi dengan eluen yang telah jenuh. Noda dideteksi menggunakan CAMAG TLC scanner Reprostar 3 dengan menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Kemudian nilai Rf dihitung dan gambar pelat KLT diolah menggunakan perangkat lunak Image J versi 1.4.

Pengambilan Citra (Orava et al. 2012)

Sampel daun kumis kucing dari 3 daerah berbeda diambil citranya menggunakan kamera SLR 16 MP. Citra tersebut diambil di dalam kotak berlatar belakang putih dengan pencahayaan menggunakan lampu tungsten 15 watt. Jarak pengambilan citra diatur sejauh 50 cm dengan sudut pengambilan gambar 90˚ dari sumber cahaya. Praproses dilakukan pada citra, yaitu dengan memotong bagian bawah tulang daun dengan ukuran 700 × 500 piksel, kemudian di-resize sebesar 20 × 20 piksel. Setelah dilakukan praproses setiap sampel, kemudian diolah citranya untuk mendapatkan nilai RGB.

Rekonstruksi Spektrum Reflektans (Shatilova 2008)

Data daun kumis kucing dari 3 daerah diproses menggunakan metode estimasi Wiener untuk diperoleh rekonstruksi spektrum reflektansnya. Persamaan metode estimasi Wiener sebagai berikut (Jetsu et al. 2006):

= . (1) dengan

X = matriks RGB dari kamera

Y = matriks reflektans yang terdiri dari banyaknya sampel dan banyaknya kanal spektrum (n)

W= matriks transformasi

Setelah itu, dari model standar terbaik ditentukan model polinomial terbaik yang akan digunakan. Model polinomial terbaik ini dilihat dari nilai reflektans terendah dari setiap term, yaitu orde 1, 2, dan 3. Orde terbaik digunakan untuk memperoleh nilai rekonstruksi spektrum reflektans daun kumis kucing dari 3 daerah berbeda. Tipe polinomial yang digunakan ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 Tiga tipe polinomial untuk rekonstruksi spektrum reflektans

Orde Term Polinomial

1 3 R G B

2 7 R G B R2 G2 B2 RGB

3 10 R G B R2 G2 B2 RG RB GB RGB Pengumpulan dan Pengolahan Data

(13)

5

Analisis PLSDA menggunakan nilai reflektans yang diperoleh dari hasil pengolahan citra dan responsnya dari setiap mutu daerah daun kumis kucing, yaitu Y1, Y2, dan Y3. Jika salah satu daerah daun kumis kucing diberikan respons sebesar 1, maka sampel dengan daerah lainnya akan diberikan nilai 0. Nilai-nilai ini akan digunakan untuk membuat suatu model regresi. Rancangan pola PLSDA dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rancangan prediksi model PLSDA Sampel Ulangan

Mutu Daun Kumis Kucing berdasarkan Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode kendali mutu tanaman obat yang menghasilkan sidik jari khas dari tanaman tersebut. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu sederhana, cepat, sensitif, dan preparasi sampel yang mudah. Metode ini juga dapat menentukan mutu dan kemungkinan pemalsuan produk herbal (Liang et al. 2004). Analisis KLT dilakukan untuk melihat perbedaan mutu daun kumis kucing dari 3 daerah berbeda dari segi kimia, yaitu berdasarkan perbedaan kandungan senyawa aktifnya.

Sinensetin merupakan senyawa aktif pada daun kumis kucing. Senyawa ini memiliki potensi antioksidan, antibakteri, dan memperlihatkan aktivitas dieuretik (Akowuah et al. 2004). Daun kumis kucing mengandung flavonoid sinensetin tidak kurang dari 0.10% (Depkes RI 2008). Menurut Depkes RI (2008), nilai Rf

(14)

gelombang 254 nm dan 366 nm (Gambar 1). Adanya nilai Rf yang sama dengan standar sinensetin menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mengandung senyawa sinensetin. Pola noda yang dihasilkan juga relatif sama.

Gambar 1 Noda sinensetin pada pelat KLT pada λ 254 nm dan 366 nm standar sinensetin (a), Cigombong (b), Nagrak (c), dan Pacet (d)

Pengolahan foto pelat KLT yang dipaparkan sinar UV 254 nm dan 366 nm menggunakan image J mengubah noda menjadi sebuah data dalam bentuk kromatogram. Dari kromatogram tersebut dapat dilihat pola dan intensitas noda pada pelat KLT. Noda dari 3 daerah ditunjukkan memiliki pola noda yang sama dengan menggunakan eluen kloroform-etil asetat (Gambar 2). Hal ini menandakan jenis senyawa yang sama pada daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, dan Pacet, namun hanya berbeda intensitas atau jumlahnya.

(15)

7

Tabel 3 Luas puncak noda yang dihasilkan ekstrak daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, Pacet, dan standar sinensetin

Gambar 2 menampilkan hubungan antara koordinat jarak dan arbitrary unit

(AU) pada setiap puncak daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, Pacet, serta standar sinensetin. Nilai AU ini dapat menunjukkan konsentrasi sinensetin pada daun kumis kucing. Semakin tinggi nilai AU, semakin besar konsentrasi senyawa yang diperoleh. Daun kumis kucing daerah Nagrak memiliki nilai AU yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa daun kumis kucing daerah Nagrak memiliki konsentrasi sinensetin yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah Cigombong dan Pacet. Hasil kromatogram ini juga dibuktikan dari nilai luas puncak hasil pengolahan image J

(Tabel 3), yang lebih tinggi pada daun kumis kucing daerah Nagrak. Berdasarkan hasil ini, mutu daun kumis kucing terbaik adalah dari daerah Nagrak. Hasil tersebut juga membuktikan bahwa secara kimia terdapat perbedaan mutu daun kumis kucing berdasarkan perbedaan daerah.

Hasil analisis kandungan senyawa kimia ini sesuai dengan karakteristik geografis setiap daerah. Kumis kucing tumbuh dengan baik pada ketinggian 100 − 1000 mdpl, iklim tropis, curah hujan rata-rata 3000 mm/tahun, dan disinari matahari penuh (Sembiring et al. 2012). Daerah Nagrak memenuhi syarat-syarat tersebut. Daerah Cigombong memiliki curah hujan lebih rendah, sedangkan daerah Pacet selain suhunya lebih rendah, ketinggiannya juga mencapai 1100 mdpl (Lampiran 1). Selain itu, pola tanam di daerah Pacet adalah polikultur, sedangkan daerah lainnya monokultur. Faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi mutu tanaman herbal menurut Kunle et al. (2012), antara lain spesies, waktu panen, bagian tanaman yang digunakan, dan perlakuan pascapanen, dianggap tidak berpengaruh karena pada penelitian ini faktor-faktor tersebut sama untuk setiap daerah.

Estimasi Spektrum Reflektans dari Citra Daun Kumis Kucing

Nilai rekonstruksi spektrum reflektans daun kumis kucing yang diperoleh menggunakan polinomial orde 2 memiliki pola spektrum dengan nilai spektrum reflektans lebih rendah dibandingkan orde 1 dan 3. Perbandingan pola spektrum tiap ordenya dilihat pada Gambar 3.

Sampel Rf Luas Puncak

Cigombong 0.51 212436

Nagrak 0.51 213379

Pacet 0.51 209164

(16)

8

Gambar 3 Perbandingan nilai rekonstrusi reflektans menggunakan orde 1, 2, dan 3

Model polinomial orde 2 digunakan untuk merekonstruksi nilai reflektans dari ketiga daerah. Hasil rekonstruksi reflektans menggunakan estimasi Wiener

menunjukkan kualitas daun kumis kucing daerah Pacet memiliki nilai reflektans yang lebih tinggi dibandingkan daerah Cigombong dan Nagrak. Hal ini disebabkan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam daun kumis kucing pada daerah Pacet masih rendah, sehingga menyebabkan daya absorbans daun kumis kucing terhadap radiasi yang diberikan juga rendah karena absorbans berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa yang dimiliki (Skoog et al. 2004). Sehingga sinar yang dipantulkan semakin tinggi karena sinar yang tidak dapat diserap akan dipantulkan oleh sampel daun kumis kucing. Perbedaan intensitas spektrum reflektans terekonstruksi daun kumis kucing yang dihasilkan sangat kecil sehingga diperlukan teknik pengenalan pola secara kemometrik untuk mengelompokkan mutu daun kumis kucing. Nilai reflektans daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, dan Pacet dapat dilihat pada Gambar 4.

(17)

9

Pengklasifikasian Daun Kumis Kucing Menggunakan Analisis PCA

Metode PCA adalah salah satu pendekatan statistika yang dapat memfasilitasi hubungan suatu data multivariat (Lai et al. 2011). PCA ini dapat mereduksi data yang berukuran besar menjadi komponen utama yang dapat mewakili struktur dan varians dalam data (Miller dan Miller 2000). Metode ini digunakan untuk melakukan pengenalan pola sehingga dapat mengelompokkan tanaman berdasarkan pendekatan perbedaan daerah, walaupun data spektrum yang dihasilkan memiliki kemiripan tiap daerahnya. PCA memudahkan visualisasi pengelompokkan data, evaluasi awal kesamaan antar kelompok atau kelas, dan menemukan faktor atau pola yang teramati melalui korelasi dengan sarana kimia atau fisika-kimia contoh (Chew et al. 2011).

Data reflektans daun kumis kucing hasil rekonstruksi menggunakan metode

Wiener dilakukan analisis PCA. Data reflektans asli hasil rekonstruksi memiliki matriks data sebesar 90 × 515 yang artinya pada sampel daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, dan Pacet dengan masing-masing 30 kali ulangan dengan jumlah panjang gelombang 515. Data dianalisis PCA dengan 4 perlakuan, yaitu data asli, data asli dengan menghilangkan pencilan, data asli dengan melakukan baseline, normalisasi, dan derivatif serta menghilangkan pencilan, dan data asli dengan melakukan normalisasi, derivatif, serta menghilangkan pencilan. Hasil analisis PCA diperoleh 7 buah PC dengan varians yang berbeda-beda. Hasil praproses tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai varians tiap PC dengan beberapa perlakuan

Perlakuan Varians (%)

(18)

10

Gambar 5 Proporsi varians 7 komponen utama dengan perlakuan data asli dan menghilangkan pencilan

Dari berbagai perlakuan praproses, model PCA dengan perlakuan data asli yang dihilangkan pencilannya dipilih sebagai model PCA yang baik untuk pembentukan model dengan PLSDA. Model ini memiliki pemisahan yang baik dibandingkan model lainnya. Hal ini dapat dilihat pada plot skor masing-masing model. Plot skor dibuat untuk melihat pola pemisahan sampel berdasarkan perbedaan daerah. Plot skor dibuat menggunakan nilai PC 1 dan PC 2. Plot skor menggunakan 2 buah PC pertama ini dilakukan karena kedua PC ini menggambarkan varians terbesar dari data (Brereton 2003). Plot skor ini menunjukkan bahwa dengan dua PC pertama sudah dapat memisahkan dan mengelompokkan daun kumis kucing berdasarkan perbedaan daerahnya.

(a) (b)

(c) (d)

(19)

11

Plot skor pada Gambar 6 menunjukkan bahwa perlakuan B dapat memisahkan dan mengelompokkan sampel daun kumis kucing berdasarkan perbedaan daerah dengan baik dibandingkan dengan perlakuan A. Perlakuan C dan D juga menghasilkan pola pemisahan yang baik, namun model ini kurang baik untuk dijadikan model prediksi pada PLSDA. Hal ini disebabkan data banyak diberi perlakuan praproses, maka banyak informasi data yang hilang. Oleh karena itu, model PCA yang terbaik adalah data asli rekonstruksi reflektans daun kumis kucing yang telah dihilangkan pencilannya. Sampel daun kumis kucing dengan daerah yang sama saling mengelompok dan berdekatan karena memiliki kemiripan nilai reflektans yang dimiliki. Nilai reflektans ini menunjukkan bahwa kelompok daun kumis kucing tiap daerahnya memiliki mutu yang berbeda berdasarkan kandungan senyawa kimianya.

Pembentukan Model Daun Kumis Kucing Menggunakan PLSDA dan Pengujian Model

PLSDA adalah salah satu teknik analisis kemometrik yang digunakan untuk melakukan pengenalan pola dan membangun suatu model prediksi dari mutu berdasarkan perbedaan daerah tanam sampel daun kumis kucing. PLSDA menggunakan teknik pendekaan PCA, yaitu menggunakan dua buah matriks X dan matriks Y (Brereton 2003). Matriks X adalah data asli yang berupa nilai rekonstruksi reflektans daun kumis kucing yang diperoleh dari pengolahan citra. Data asli yang digunakan adalah data yang telah dilakukan praproses (data asli dengan menghilangkan pencilan) dengan ukuran matriks sebesar 66 × 515. Untuk matriks Y merupakan matriks respon untuk tiap daerah tanaman kumis kucing dan matriks datanya sebesar 66 × 3. Salah satu daerah diberi respons nilai 1, maka sampel dengan daerah lainnya akan diberi nilai respon 0. Dari kedua matriks tersebut dibuatlah model kalibrasi daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, dan Pacet.

Dalam penelitian ini, untuk pembuatan model digunakan teknik validasi silang. Dasar dari teknik ini adalah kemampuan prediksi suatu model dari data dapat diujikan untuk memprediksi sisa data (Brereton 2003). Untuk kebaikan model dalam PLSDA dapat dilihat dari nilai korelasi (R2), galat kalibrasi akar

(20)

Tabel 5 Kriteria kebaikan model PLSDA penelitian sebelumnya dengan teknik pengolahan citra yang sama. Model PLSDA daun sambiloto diperoleh rerata R2 sebesar 0.8126 (Purnamasari 2013) dan model PLSDA daun jati belanda diperoleh sebesar 0.8326 (Noviyanti 2013). Nilai galat kalibrasi (RMSEC) dan galat prediksi (RMSEP) untuk semua daerah diperoleh nilai mendekati 0. Menurut Brereton (2003), kebaikan model ini dapat dilihat dari nilai R2 mendekati 1 dan galat sangat kecil atau mendekati 0. Oleh karena itu, model ini masih dapat dipercaya untuk dijadikan model prediksi tanaman kumis kucing.

Model PLSDA tersebut digunakan untuk memprediksi dan mengklasifikasikan sampel daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, dan Pacet. Sampel yang digunakan adalah sampel yang tidak digunakan dalam pembentukan model. Proses perlakuan sampel ini sama dengan sampel daun kumis kucing yang digunakan untuk pembuatan model PLSDA. Jumlah sampel yang diprediksi sebanyak 6 sampel daun untuk setiap daerahnya. Hasil rekonstruksi reflektans daun kumis kucing dengan pengolahan citra dimasukkan kedalam model PLSDA yang telah dibuat. Data prediksi sampel tiap daerah dapat dilihat pada Lampiran 4.

(21)

13

Tabel 6 Persentase ketepatan antara nilai referensi dengan nilai perkiraan daun kumis kucing daerah Cigombong (C), Nagrak (N), dan Pacet (P)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kendali mutu daun kumis kucing dengan menggunakan metode pencitraan spektral yang dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola secara kemometrik (PCA dan PLSDA) sudah dapat membedakan keragaman mutu daun kumis kucing berdasarkan perbedaan daerah, yaitu Cigombong, Nagrak, dan Pacet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel daerah Nagrak memiliki karakteristik mutu yang lebih baik daripada daerah lainnya.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan metode pencitraan spektral menggunakan kamera digital. Selain itu, diperlukan pengoptimuman kondisi pengambilan citra yang baik.

Mutu sampel

(daerah) C C C C C C N N N N N N P P P P P P Ketepatan (%)

Nilai referensi

Model PLSDA 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Cigombong Nilai

prediksi √ √ √ √ √ x √ √ x √ √ √ √ √ √ √ √ √ 88.89

Nilai referensi Ketepatan

(%)

0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0

Nagrak Nilai

prediksi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ x x 88.89

Nilai referensi Ketepatan

(%)

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1

Pacet Nilai

(22)

14

DAFTAR PUSTAKA

Adzkiya MAZ. 2006. Pola akumulasi kurkuminoid rimpang induk temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) pada berbagai masa tanam dan perlakuan budidaya tanam. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Akowuah GA, Zhari I, Norhayati I, Mariam A. 2006. HPLC and HPTLC densiometric determination of andrographolides and antioxidant potential of Andrographis paniculata. J. Food Comp. Anal. 19:118-126.

Anuradha VE. Jaleel CA, Salem MA, Gomathinayagam M, Panneerselvam R. 2010. Plant growth regulators induced changes in antioxidant potential and andrographolide content in Andrographis paniculata Wall.ex Nees. J.

Pestic. Biochem. Phys. 98:312-316.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia vol. 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Baranska W et al. 2005. Quality control of Harpagophytum procumbens and its related phytopharmaceutical products by means of NIRT-FT-Raman spectroscopy. Biopolymers 77:1-8.

Borges CN, Bruns RE, Almeida AA, Scarminio IS. 2007. Mixture design for the fingerprint optimization of chromatographic mobile phase and extraction solution for Camellia sinensis. J.Anal. Chim. Acta 595:28-37.

Brereton RG. 2003. Chemometrics: Data Analysis for The Laboratory and Chemical Plant. England: John Willey & Sons.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Bogor dalam Angka. Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Pacet dalam Angka. Cianjur (ID): BPS Kabupaten Bogor

[BPTP] Balai Penelitian Teknologi Pembenihan. 2012. Nagrak. http://bptpbogor.litbang.dephut.go.id/index.php/pages/nagrak (2 Februari 2013)

Chew KK, Khoo MZ, Ng SY, Thoo YY, Wan Aida, WM, Ho CW. 2011. Effect of ethanol concentration, extraction time and extraction temperature on the recovery of phenolic compounds and antioxidant capacity of Orthosiphon stamineus extracts. Int. Food Res. J. 18(4): 1427-1435.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Ke-1. Jakarta: Departemen kesehatan Republik Indonesia. Fathniyah VEF. 2011. Pengembangan Fotometer Jinjing untuk Kendali Mutu

Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza). [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

Gowen AA, CP O’Donnell, PJ Cullen, SEJ Bell. 2008. Recent applications of

chemical imaging to pharmaceutical process monitoring and quality control.

Eur. J. Pharm. Biopharm. 69:10–22.

Kunle OF, Egharevba HO, Ahmadu PO. 2012. Standardization of herbal medicine

(23)

15

Kurniawan MF. 2012. Kendali mutu daun jati belanda (Guazuma ulmifolia

Lamk.) menggunakan fotometer jinjing dan teknik pengenalan pola. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor.

Lai SZ et al. 2011. Qualitative and quantitative analysis of alkaloids in cortex phellodendri by HPLC-ESI-MS/MS and HPLC-DAD.Chem. Res. Chinese Universities 27(1): 38-44.

Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality control of herbal medicines. J. Chromatogr. 812:53-70.

Marlina E. 2013. Aplikasi kemometrik untuk kendali mutu kumis kucing (Orthosiphon aristatus). [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor.

Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and Chemometrics for Analytical Chemistry. Ed ke-4. Harlow: Pearson education.

Noviyanti YR. 2013. Kendali mutu daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) menggunakan pengolahan citra dan teknik pengenalan pola secara kemometrik. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor. Orava J, Jussi P, Markku HK, Paula H, Atte von W. 2012. Temporal clustering of

minced meat by RGB- and spectral imaging. J. Food Eng. 112:112–116. Prapanza I, Marianto LA. 2003. Khasiat dan manfaat sambiloto: Raja Pahit

Penakluk Aneka Penyakit. Jakarta: PT Agromedia pustaka.

Purnamasari A. 2013. Kendali mutu daun sambiloto (Andrographis paniculata) menggunakan pengolahan citra dan teknik pengenalan pola secara kemometrik. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor. Sembiring BS, Rizal M, Suhirman S. 2012. Budidaya dan Pascapanen Kumis

Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) Leaflet. Balai Penelitian dan Pengembangn Pertanian, Pusat Penelitian dan Perkebunan, Balittro.

Shatilova Y. 2008. Color image technique in fish research. [thesis]. Finland: Department of Computer Science University of Joensuu.

Singh SK, Jha SK, Chaudhary, Yadava RDS, Rai SB. 2010.Quality control of herbal medicines by using spectroscopic techniques and multivariate statistical analysis. Pharmaceut Biol 48:134-141.

Sim CO. Hamdan MR. Ismail Z. Ahmad MN. 2004. Assessment of herbal medicines by chemometrics-assisted interpretation of FTIR spectra. J. Anal. Chim. Acta.

(24)

16

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Daun Kumis Kucing

Nagrak

Pemanenan

Analisis

Analisis

Cigombong Pacet

Ekstrak daun kumis kucing

Kadar Sinensetin

Pengambilan citra daun

Pengolahan citra daun

Pengumpulan data spektral reflektan

Analisis PCA dan PLSDA Prediksi

(25)

17

Lampiran 2 Data perkebunan dan kondisi geografis

Nama Kebun Kecamatan Keterangan Kondisi Geografis Kebun Kumis

Kucing Organik

Cigombong Kampung Ciwaluh, Desa Watesjaya, Kab. Bogor

Lahan daratan dan berbukit, ketinggian 500-700 mdpl, curah hujan 2.150-2.650 mm/tahun dan suhu 24C-31C

Kebun Budidaya Kumis Kucing

Nagrak Desa Kalaparea, Kab. Sukabumi

Ketinggian 400 mdpl, curah hujan 241mm/bulan, kelembapan 82.3%, suhu udara 26-28C Kebun Balithi Pacet Jl

Ciherang-Sagunung, Kab. Cianjur

Dataran tinggi, ketinggian 1100 mdpl,curah hujan 3000-3500 mm/bulan, suhu udara  20C Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor

(26)

Lampiran 3 Prediksi vs referensi PLSDA daun kumis kucing daerah Cigombong (a), Nagrak (b), dan Pacet (c)

(a)

(b)

(27)

19

Lampiran 4 Data prediksi sampel dengan model PLSDA daun kumis kucing daerah Cigombong, Nagrak, dan Pacet

Model PLSDA Sampel Ulangan Nilai prediksi Nilai referensi

(28)

20

Pacet

Cigombong 1 -0.1789 0

2 -0.0972 0

3 -0.3608 0

4 0.2507 0

5 -0.3988 0

6 -0.1960 0

Nagrak 1 -0.2298 0

2 0.9363 0

3 -0.1877 0

4 -0.1997 0

5 -0.2978 0

6 -0.2621 0

Pacet 1 1.3529 1

2 1.3814 1

3 0.9471 1

4 0.2904 1

5 0.5239 1

(29)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tangerang pada tanggal 29 Juli 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mista dan Ibu Siti Rohmah. Penulis memiliki 2 orang adik bernama Siti Nurul Aeni dan Muhamad Khair Miftahudin. Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Kabupaten Tangerang pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 2  Rancangan prediksi model PLSDA
Gambar 1 Noda sinensetin pada pelat KLT pada λ 254 nm dan 366 nm standar
Gambar 4 Nilai rekonstruksi spektrum reflektans daun kumis kucing daerah
Tabel 4  Nilai varians tiap PC dengan beberapa perlakuan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Tujuan studi kasus ini adalah untuk mengaplikasikan senam nifas terhadap penurunan tinggi fundus uteri (TFU) pada ibu post partum spontan.. Metode : Penelitian ini

(1) Barang siapa melakukan budidaya tanaman tembakau tidak menerapkan standard teknologi yang ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), yang mengakibatkan

Dalam perjalanan sejarah sepak bola Indonesia, terdapat beberapa peristiwa yang penting untuk dicatat yaitu berdirinya asosiasi sepak bola Indonesia yang bertugas menaungi klub

Apabila penurunan Aktiva Valas yang lebih kecil dibandingkan dengan penurunan Pasiva Valas pada saat tren nilai tukar mengalami penurunan, mengakibatkan penurunan pendapatan

Dengan tersedianya alat kerja, bimbingan, dan ilmu otomotif yang dibutuhkan siswa; (2) Adanya pengaruh perbedaan layanan pada masing-masing industri ditinjau dari

ANALISIS PENGARUH PESAN IKLAN TELEVISI TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA SABUN DETERJEN RINSO (Studi Pada Masyarakat Kelurahan Merjosari RW 12

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI, 24 JULI 2014 HAJAR NUR RAHMAH / J 110 100 003.. “ FAKTOR – FAKTOR

Pada waktu yang sama berbagai mikrotubulus dari aster melakat pada kromatid di sentromer, dimana kromatid yang berpasangan masih berikatan satu sama lain; tubulus