The Influence Of Information Asymetry And Application Of Good Corporate Governance Mechanism On Earning Management
At Pt. Bumi Resourcer Tbk
Oleh :
Nama : Rahma Halida NIM : 21108149
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
PADA PT. BUMI RESOURCES TBK
Penelitian ini dilakukan di PT. Bumi Resources Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perkembangan Asimetri Informasi dan Good Corporate Governance, besar pengaruh Asimetri Informasi dan Good Corporate Governance terhadap manajemen laba secara parsial, serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Asymetri Informasi dan Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba Secara Simultan.
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif verifikatif dengan pendekatan kuantitatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan periode tahun 2002-2010. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Asimetri Informasi dan Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba digunakan Analisis Linear Berganda, dan untuk mengetahui seberapa besar konstribusi variabel digunakan rumus Koefisien Determinasi. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan statistik uji t satu pihak dengan dan uji F dua pihak α = 0,05. Perolehan hasil analisa tersebut diolah dengan menggunakan program SPSS 18.0 for Windows.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Asimetri Informasi berpengaruh terhadap Manajemen Laba, sedangkan Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba, ini di sebabkan karena Good Corporate Governance dapat di rasakan dalam jangka panjang. Dan diketahui Ho ada pada daerah penolakan berarti Ha diterima atau disimpulkan bahwa Asimetri Informasi dan Good Corporate Governance memiliki pengaruh terhadap Manajemen Laba secara Simultan, besarnya pengaruh tersebut adalah sebesar 59,2%, sisanya dipengaruhi faktor lain seperti Leverage atau rasio antara total kewajiban dengan total asset yang menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya.
MANAGEMENT AT PT. BUMI RESOURCER Tbk
The research was conducted at PT. Bumi Resources Tbk, which is listed on the Indonesia Stock Exchange. The purpose of this study is to determine the development of Information Asymmetry and Corporate Governance, Information Asymmetry and the influence of Good Corporate Governance for the partial earnings management, as well as to find out how much influence Asymetri Information and Good Corporate Governance on Earnings Management By Simultaneous.
The method in this research using descriptive method with quantitative approach verifikatif. Samples used in this study is the period of 2002-2010 financial statements. To know the magnitude of the influence of Information Asymmetry and Corporate Governance on Earnings Management of Multiple Linear analysis is used, and to know how big contribution of variable used formula coefficients determination. Testing the hypothesis in this study using the t test statistic with one hand and the two-party F test α = 0.05. Acquisition results of analysis were processed using SPSS 18.0 for Windows.
The results of this study indicate that information asymmetry effect on earnings management, while good corporate governance has no effect on earnings management, is caused because good corporate governance can be felt in the long run. And are known to exist in the region of rejection of Ho Ha means accepted or concluded that the Information Asymmetry and Corporate Governance has an influence on the Simultaneous Profit Management, the magnitude of the effect amounted to 59.2%, rest influenced by other factors such as leverage, or ratio of total liabilities to total assets that indicates the proportion of debt to finance its investment.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan puja bagi Allah SWT, Pencipta langit dan bumi serta
segala apa-apa yang ada disekitarnya. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada Nabi Muhamad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan kepada seluruh
pengikutnya hingga hari qiamat.
Rasa penuh syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
hidayahNya, peneliti telah dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Skripsi
dengan judul “PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN PENERAPAN
MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
MANAJEMEN LABA PADA PT. BUMI RESOURCES TBK”.
Penyusunan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
akademis dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia. Banyak hal yang penulis
dapat dari penulisan skripsi ini, baik dari segi pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan serta kesabaran, tentunya tidak selalu berjalan mulus, banyak
hambatan yang Penulis temui dalam pembuatan Laporan Skripsi ini hingga
selesai, namun dengan tekad, niat dan kerja keras serta tak lupa dibarengi dengan
doa, pada akhirnya Penulis mampu melewati semua sampai dengan selesai.
Penulis sadar Laporan Skripsi ini jauh dari kata sempurna, tapi semoga dengan
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan yang membacanya dan
iv
yang akan menjadi kesempurnaan bagi Laporan Skripsi ini. Tidak lupa pula
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua pihak yang
membantu dalam menyelesaikan Laporan skripsi ini,
1. Ir. Dr. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas
Komputer Indonesia.
2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
3. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si., selaku ketua Program Studi Akuntansi
dan selaku Dosen pembimbing yang penuh keikhlasan berkenan
memberikan bimbingan, membina dan mengarahkan peneliti.
4. Ony Widyalestariningtyas, SE.,M.Si., selaku Dosen Wali Akuntansi
AK4.
5. Kedua orang tua yang sudah membesarkanku juga selalu memberikan
do’a, dan dukungan dalam menempuh pendidikan untuk bekal di masa
depan.
6. Almarhum Nenek tersayang yang aku banggakan, menjadikan aku selalu
tegar dan pantang menyerah.
7. Kakak dan adik yang selalu memberikan motivasi, semangat dan do’a
yang tak henti-hentinya yang diberikan kepada peneliti.
8. Keluarga besar yang jauh disana, dengan penuh pengharapan menunggu
kelulusanku.
9. Sahabat-sahabat Tapak Rantai Terjal (TRT) yang selalu siap menangkap
v
menjauh dan selalu menemaniku disaat aku merasa ketakutan dan
terasing.
10.Sahabat Tehubaci (Tempe, Gehu, Bakwan, Aci) terima kasih banyak atas
bantuan, saran, motivasi semangat pada peneliti.
11.Keluarga Besar KSR PMI UNIKOM yang telah menjadi keluarga
keduaku, sumber pengalaman dan pembentukan karakterku menjadi lebih
baik.
12.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan yang membacanya
terutama yang sedang mencari referensi dalam pembuatan skripsi, dan
semoga Laporan Skripsi ini dapat menjadi ladang pahala dan ilmu bagi
penulis dan pihak-pihak terkait, Amin
Bandung, Agustus 2012
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN MOTTO
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 10
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 10
1.2.2 Rumusan Masalah ... 11
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11
1.3.1 Maksud Penelitian ... 11
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Kegunaan Penelitian ... 12
1.4.1 Kegunaan Praktisi ... 12
vii
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ... 14
2.1.1 Asimetri Informasi ... 14
2.1.1.1 Pengertian Asimetri Informasi ... 14
2.1.1.2 Tipe Asimetri informasi ... 15
2.1.1.3 Pengukuran Asimetri Informasi ... 16
2.1.2 Good Corporate Governance ... 18
2.1.2.1 Pengertian Good Corporate Governance ... 18
2.1.2.2 Prinsip Good Corporate Governance ………. 19
2.1.2.3 Tujuan Good Corporate Governance (GCG)……. 22
2.1.2.4 Mekanisme Good Corporate Governance ………. 22
2.1.3 Manajemen Laba ... 26
2.1.3.1 Pengertian Manajemen Laba ... 26
2.1.3.2 Bentuk-Bentuk Manajemen Laba ... 27
2.1.3.3 Motivasi Manajemen Laba ... 29
2.1.3.4 Pendekatan Manajemen Laba ……… 31
2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 34
2.2 Kerangka Berfikir ... 36
2.2.1 Keterkaitan Asimetri Informasi terhadap manajemen laba .. 39
viii
2.3 Hipotesis ... 43
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 44
3.2 Metode Penelitian ... 45
3.2.1 Desain Penelitian ... 46
3.2.2 Operasional Variabel ... 49
3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data ... 52
3.2.3.1 Sumber Data ... 52
3.2.3.2 Teknik Penentuan Data ... 52
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 55
3.2.5 Rancangan Analisis dan Hipotesis ... 56
3.2.5.1 Rancangan Analisis ... 56
3.2.5.2 Pengujian Hipotesis ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gamabran Umum Perusahaan ... 71
4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 71
4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan... 75
4.1.3 Job Description ... 77
4.1.4 Aktivitas Perusahaan ... 80
4.2 Analisis Deskriptif ... 83
4.2.1 Deskriptif Asimetri Informasi PT. Bumi Resources Tbk ... 84
ix
4.2.3 Deskriptif Manajemen Laba PT. Bumi Resources Tbk … 91
4.3 Hasil Analisis Verifikatif ... 95
4.3.1 Analisis Pengaruh Asimetri Informasi dan Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada PT. Bumi Resources Tbk Secara Parsial dan Simultan ………... 95
4.3.2 Pengaruh Asimetri Informasi Dengan Manajemen Laba Secara Parsial ... 105
4.3.3 Pengaruh Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba ………... 108
4.3.4 Pengaruh Asimetri Informasi dan Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Secara Simultan ………... 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 121
5.2 Saran ... 122
DAFTAR PUSTAKA ... 124
LAMPIRAN ... 127
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 261
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Di pasar modal, ketika timbul asimetri informasi maka keputusan
ungkapan yang di buat oleh manajer dapat mempengaruhi harga saham. Sebab
asimetri informasi antara investor yang lebih terinformasi dan investor yang
kurang terinformasi akan menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi asimetri
informasi yang timbul ketika manajer lebih mangetahui informasi internal dan
prospek perusahaan di masa depan dibandingkan pemegang saham dan stake
holder lainnya. Dengan demikian beberapa konsekuensi tertentu hanya akan di
ketahui oleh suatu pihak tanpa diketahui pihak lain yang juga memerlukan
informasi tersebut (Silvia dan Yanivi : 2003).
Idealnya pasar modal adalah merupakan wadah bagi terjadinya
mekanisme transaksi saham yang fair. Transaksional saham yang fair sulit
tercapai karena adanya konflik kepentingan dan tidak transparannya laporan
keuangan emiten. Ada tiga kondisi yang menyebabkan komunikasi melalui
laporan keuangan tidak sempurna dan tidak transparan yaitu : (1) dibandingkan
dengan investor, manajemen memiliki informasi lebih banyak tentang strategi dan
operasi bisnis yang dikelolanya, (2) kepentingan manajer tidak selalu selaras
dengan kepentingan investor, dan (3) ketidaksempurnaan dari aturan akuntansi
Kesenjangan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham
mengimplikasikan adanya asimetri informasi. Asimetri informasi muncul ketika
manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa
yang akan datang dibandingkan pemegang saham atau stakeholders lainnya.
Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri
informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
investor guna memaksimalisasi nilai perusahaan yang diberikan dapat dilakukan
melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi (Rahmawati, 2007: 69).
Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen
laba. Richardson dalam Rachmawati [2007 : 69] berpendapat bahwa terdapat
hubungan yang sistimatis antara magnitut asimetri informasi dan tingkat
manajemen laba. Fleksibilitas manajemen untuk “memanipulasi” atau mengelola
laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi
pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen
laba.
Aktivitas rekayasa manajerial mempengaruhi besar kecilnya laba yang
diinformasikan dalam laporan keuangannya. Laporan keuangan merupakan
sumber informasi bagi stakeholder untuk membuat keputusan ekonnomi.
Ketepatan keputusan stakeholder ditentukan oleh kebenaran informasi yang
diterima, apabila informasi yang diterima salah maka keputusan yang dibuat pun
menjadi ikut salah (Sri Sulistyanto, 2008 : 103).
Tim manajemen sebagai agen diberi wewenang untuk mengambil
keputusan-keputusan yang diambil akan memaksimumkan nilai perusahaan.
Harapan agar tim manajemen selalu mengambil keputusan yang sejalan dengan
peningkatan nilai perusahaan seringkali terwujud. Banyak keputusan yang diambil
manajer yang justru lebih menguntungkan manajer dan mengesampingkan
kepentingan pemegang saham. Asumsi bahwa orang-orang yang terlibat dalam
perusahaan akan berupaya memaksimumkan nilai perusahaan ternyata tidak selalu
terpenuhi manajer memiliki kepentingan (interest) pribadi dan kepentingan
pribadi ini sebagian besar bertentangan dengan kepentingan pemilik perusahaan
sehingga muncul agency problem (Arifin, 2005: 10).
Teory keaganan (agency theory) meupakan salah satu teori yang muncul
dalam perkembangan riset akuntansi yag merupakan modifikasi dari
perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku
manusia dalam model ekonomi (Arifin : 2005). Teori agensi mendasarkan
hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer.
Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar
tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan. Tarik menarik
kepentingan dianatara kedua pihak ini yang akan menimbulkan permasalahan
yang dalam teori agensi dikenal dengan Asymetric Information.
Konsep good corporate governance berkembang seiring dengan tuntutan
publik yang menginginkan terwujudnya kehidupan bisnis yang sehat, bersih, dan
bertanggung jawab. Tuntutan ini sebenarnya merupakan jawaban publik terhadap
semakin maraknya kasus-ksus penyimpangan korporasi di seluruh dunia. Selain
penyimpangan korporasi bisa terjadi dimanapun juga. Tidak hanya di
negara yang sistem bisnisnya memang belum tertata tetapi juga terjadi di
negara-negara yang sistem bisnisnya telah tertata dengan baik, bahkan di negara-negara dimana
konsep ini pertama kali dikembangkan, yaitu Amerika Serikat. (H. Sri Sulistyanto,
2008:131)
Semakin merebaknya aktivitas manajemen laba juga telah mendorong
berkembangnya perhatian publik terhadap konsep good corporate governance.
Konsep ini secara definitif diartikan sebagai sestem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan agar selalu menciptakan nilai tambah untuk semua
stokeholder dan stakeholdernya. Ada dua point penting yang ditekankan dalam
konsep ini, yaitu hak stokholder dan stakeholder untuk memperoleh informasi
akurat dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan
(disclousure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan semua informasi
mengenai perusahaan (Sri Sulistyanto, 2008 : 9).
Ada beberapa pola laba yang bisa dipilih dan dipakai manajer untuk
mengubah informasi. Pola yang dipilih dan dipakai manajer tergantung pada
tujuan yang ingin dicapainya. Apabila manajer menginginkan kinerja terlihat lebih
bagus dari pada kinerja sesungguhnya maka manajer akan menaikkan informasi
labanya lebih tinggi dibanding laba sesungguhnya. Sementara apabila manajer
menginginkan kinerja perusahaan lebih rendah maka manajer akan mengatur
labanya lebih rendah dibanding kinerja sesungguhnya. Agar kinerja terlihat lebih
merata selama beberapa periode, manajer akan mengatur informasi sedemikian
Upaya untuk mempermainkan informasi dalam laporan keuangan dengan
menyembunyikan, menunda pengungkapan, dan mengubah informasi inilah
disebut dengan manajemen laba (Sri Sulistyanto, 2008 : 21).
Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen
laba (earnings management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham)
mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Tindakan earnings management telah
memunculkan dalam beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi. Salah satu
bentuk upaya manajer dalam melakukan manajemen laba adalah dengan cara
income smoothing yaitu pihak manajemen dengan sengaja menurunkan dan meningkatkan laba untuk mengurangi gejolak dalam laporan laba, sehingga
perusahaan terlihat stabil atau tidak beresiko tinggi (Scoot, 2003).
Banyaknya kasus mengenai manajemen laba yang terjadi baik di
Indonesia maupun diluar negeri seperti kasus Kimia Farma Tbk dan PT Lippo
Tbk kemudian kasus Enron, Wordcom, dan Xerox dimana mereka mengakui telah
melakukan penggelembungan laba yang pada akhirnya membuat para investor
melepaskan saham yang mereka miliki yang berakibat pada anjloknya harga
saham perusahaan. Disini investor tidak banyak mengetahui tentang keadaan
perusahaan yang membuat mereka dirugikan dengan informasi yang tidak relevan.
Hal ini memberikan gambaran bahwa praktik manajemen laba sering terjadi
diperusahaan guna menggambarkan kinerja perusahaan yang baik dengan
menggunakan berbagai kesempatan yang ada (Ludovicus Sensi W, 2007: 72).
PT Bumi Resources Tbk dalam setiap menjalankan usahanya tentu saja
merupakan selisih antara pendapatan yang diperoleh suatu perusahaan pada suatu
periode dengan beban-beban yang terjadi selama periode tersebut. Manajemen
PT Bumi Resource Tbk sebagai pengelola perusahaan juga dalam melakukan
kebijakan-kebijakan akuntansinya berusaha untuk memajukan perusahaan dalam
pencapaian laba yang tentunya semakin tahun akan semakin bertambah sehingga
baik kinerja manajemen atau perusahaan dapat dinilai baik. Laporan keuangan PT
Bumi Resources Tbk selama sepuluh tahun ini dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 1.1
Earning After Tax and Closing Price PT Bumi Resources Tbk
Tahun 2002-2011 (dalam jutaan rupiah)
Tahun Laba Bersih
Sumber : Data Laporan Keuangan PT Bumi Resources Tbk
Dari data laporan keuangan PT Bumi Resources Tbk di atas kita dapat
melihat bahwa laba perusahaan terjadi kenaikan yang memberikan indikasi bahwa
kinerja perusahaan baik, akan tetapi terjadi ketidak seimbangan antara laba yang
yang tinggi dapat menaikkan harga saham begitupun sebaliknya saat laba
perusahaan turun maka harga saham perusahaan juga ikut turun. Ini terjadi pada
tahun 2004 ke tahun 2005 dimana laba yang diperoleh dari 1.079.520 naik
menjadi 1.222.099 tetapi harga saham malah turun dari 800 ke 760. Sedangkan
pada tahun 2009, dan 2011 terjadi kebalikannya, yaitu laba perusahaan turun
tetapi harga sahamnya naik.
Adanya ketidak seimbangan tersebut memberikan asumsi bahwa telah
terjadi praktik manajemen laba yang dilakukan manjemen dengan menggunakan
pola Income Maximization dan Income Minimization untuk kepentingan diri
sendiri maupun perusahaan dengan menggunakan asimetri informasi yang ada
dengan melihat harga saham tertinggi dan harga terendahnya. Informasi yang
lebih banyak yang dimiliki oleh manajer dibandingkan pihak lain menjadi
pendorong dalam melakukan praktik manajemen laba. Turunnya laba bersih pada
PT. Bumi Resources merupakan akibat tingginya beban keuangan, tingkat utang
(leverage) yang tinggi dan beban bunga utang yang tinggi (http://rimanews.com).
Apabila laba meningkat, secara teoritis harga saham juga meningkat. Sri
Sulistyanto (2008:82) mengemukakan bahwa kalau kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba meningkat, harga saham akan meningkat. Atau dengan kata
lain, profitabilitas akan mempengaruhi harga saham. Hal senada juga
dikemukakan oleh Marzuki Usman, dkk (1990:155) bahwa para fundamentalis
mencoba mempelajari hubungan antara harga saham dan kondisi perusahaan.
Argumentasi dasarnya adalah bahwa nilai saham mewakili nilai perusahaan.
antara lain kondisi fundamental perusahaan, hukum permintaan dan penawaran,
tingkat suku bunga, kurs valuta asing, dana asing di bursa, indeks harga saham,
news and rumors, deviden, laba perusahaan, dan faktor lain.
Fenomena lain yang terjadi pada PT. Bumi Resources yaitu adanya
manipulasi pajak PT. Bumi Resources sebesar Rp 376 miliar pada tahun 2007.
Direktorat Jenderal Pajak didesak untuk menyelesaikan dugaan manipulasi pajak
yang dilakukan 3 anak perusahaan Grup Bakrie, yaitu Bumi Resources, Kaltim
Prima Coal, dan Arutmin Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut diduga
memanipulasi senilai Rp 2,1 triliun. Menurut Koordinator Divisi Pusat Data dan
Analisis Indonesian Corruption Watch Firdaus Ilyas, penggelapan pajak secara
sistematis tergolong tindak pidana korupsi. Pemerintah seharusnya bertindak tegas
terhadap Grup Bakrie. Selain tunggakan pajak, PT Bumi Resources juga memiliki
tunggakan royalty Rp 6 triliun pada tahun 2008. itu berdasarkan laporan keuangan
Bumi Resources pada tahun 2008 (Sumber : Media Indonesia. Rabu, 16 Desember
2009).
Kasus lainnya yaitu dengan memainkan harga rata-rata tertimbang
(WAP/ weighted average price) batu bara, sehingga harga batu bara lebih rendah
dari harga sesungguhnya dalam laporan keuangan Bumi Resources 2004-2009.
Akibat akal-akalan ini, potensi kerugian negara dari dana hasil penjualan batu
bara itu sebesar US$ 255 juta (www.tempointeraktif.com).
Penerapan system pengawasan dan pengendalian sebagai bagian dari
prinsip good corporate governance merupakan upaya untuk menurunkan tingkat
corporate governance secara konsisten dapat meningkatkan kualitas laporan
keuangan. Alasannya, prinsip good corporate governance yang diterapkan secara
konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) dan mengurangi penyimpangan
yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental
perusahaan (Sri Sulistyanto, 2008:156).
Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik
(pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan informasi mengenai
kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi yang diberikan dapat dilakukan
melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Namun,
pada kenyataannya manajer terkadang tidak menyampaikan informasi akuntansi
yang mencerminkan keadaan sebenarnya. Ketidakseimbangan penguasaan
informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri
informasi (information asymmetry) (Ujiantho dan Pramuka, 2007).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian mengenai
Pengaruh asimetri informasi dan penerapan good corporate governance terhadap
Manajemen laba adalah :
1. Meningkatnya laba perusahaan yang tidak di imbangi dengan harga
saham yang meningkat merupakan tindakan manajemen laba
menggunakan pola income maximization karena perusahaan
berusaha menarik investor untuk menanamkan modalnya dengan
menawarkan harga saham yang tidah telalu tinggi.
2. Menurunnya laba perusahaan yang disebabkan adanya hutang jangka
panjang, tingginya beban keuangan dan beban bunga utang yang
tinggi.
3. Adanya manipulasi pajak sebesar Rp 376 miliar pada tahun 2007,
tunggakan royalty Rp 6 triliun pada tahun 2008 dan memainkan
harga rata-rata tertimbang (WAP/ weighted average price) batu bara,
sehingga harga batu bara lebih rendah dari harga sesungguhnya
dalam laporan keuangan Bumi Resources 2004-2009.
4. Terdapatnya asimetri informasi dalam perusahaan antara manajemen
dengan investor dan kurangnya penerapan prinsip good corporate
governance yang secara konsisten dapat menjadi penghambat
aktivitas manajemen laba yang bertujuan untuk pengawasan dan
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukaan dalam latar belakang maka
peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan asimetri informasi dan good corporate
governance pada PT.Bumi Resources Tbk
2. Seberapa besar Pengaruh asimetri informasi dan good corporate
governance terhadap manajemen laba secara parsial pada PT. Bumi
Resources Tbk
3. Seberapa besar Pengaruh asimetri informasi dan good corporate
governance terhadap manajemen laba secara simultan pada PT. Bumi
Resources Tbk.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh asimetri informasidan good corporate governance terhadap manajemen
laba pada PT. Bumi Resources Tbk
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris
mengenai :
1. Untuk mengetahui perkembangan asimetri informasi dan good
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh asimetri informasi dan
good corporate governance terhadap manajemen laba secara parsial
pada PT. Bumi Resources Tbk
3. Untuk mengetahui seberapa besar pangaruh asimetri informasi dan
good corporate governance terhadap manajemen laba secara simultan
pada PT. Bumi Resources Tbk.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan dijadikan evaluasi terhadap perusahaan, yaitu PT Bumi
Resources Tbk mengenai bagaimana Asimetri Informasi dan Good Corporate
Governance terhadap Manajemen Laba.
1.4.2 Kegunaan Akademis
Kegunaan akademis dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Diharapakan dapat menambah wawasan penulis terutama tentang
asimetri informasi, good corporate governance dan manajemen laba.
2. Bagi ilmu akuntansi
Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
mengenai keterkaitan asimetri informasi, good corporate governance
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada PT.
Bumi Resources Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Beralamat di Jalan
Jendral Sudirman No.45-46, melalui data yang diperoleh dari website
www.bumiresources.com.
Adapun waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan dari bulan Maret
2012 sampai bulan Agustus 2012.
Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
14 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTEIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Asimetri Informasi
2.1.1.1 Pengertian Asimetri Informasi
Dalam perdagangan saham di bursa efek, informasi memiliki peranan
penting dalam membantu investor menentukan pilihan yang tepat dalam
berinvestasi. Namun sering kali terjadi asimteri informasi yang dialami investor,
hal ini tentu saja akan menimbulkan kerugian terutama investor yang kekurangan
informasi. Menurut Scott (2004:105) menyatakan :
“Asimetri informasi (information asymmetry) merupakan sebuah konsep
yang paling penting dalam teori akuntansi keuangan (financial
accounting theory)”.
Sedangkan menurut Beaver yang terdapat dalam jurnal Puput Tri
Komalasari (2001) menyatakan bahwa :
“Asimetri informasi adalah istilah untuk menggambarkan adanya dua
kondisi investor dalam perdagangan saham yaitu investor yang more
informed dan investor yang less informed.”
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa asimetri informasi
merupakan suatu kondisi ketidak seimbangan perolehan informasi antara pihak
manajemen sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham, dimana
manajer lebih mangetahui mengenai informasi perusahaan terutama pada laporan
maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong manajer untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui pemegang saham,
kondisi ini akan merugikan pemegang saham.
2.1.1.2 Tipe Asimetri informasi
Dalam asimetri informasi Scott (2004:8)menyatakan bahwa ada dua tipe
dari asimetri informasi, yaitu:
a. Adverse Selection
“Adverse selection is a type of information asymmetry where by one or
more parties to a business transaction, or potential transaction, have an
information advantage over other parties.”
Berdasarkan definisi di atas, adverse selection ini timbul karena manajer
perusahaan dan orang dalam (insider) lain yang mengetahui lebih banyak
mengenai kondisi terkini atau prospek mendatang dari suatu perusahaan dari pada
investor sebagai pihak luar.
b. Moral Hazard
“Moral hazard is a type of information asymmetry where by one or more
parties to a bisiness transaction, can observe their actions in fulfillment
of the transaction but other parties cannot.”
Berdasarkan definisi di atas, moral hazard timbul karena adanya
pemisahan kepemilikan dan pengendalian yang merupakan karakter sebagian
2.1.1.3 Pengukuran Asimetri Informasi
Dalam melakukan pengukuran terhadap asimetri informasi, penulis
menggunakan proksi bid-ask spread. Menurut Bodie, Kane dan Marcus (2002:85)
pengertian bid-ask spread adalah :
“Bid price is the price or which a dealer is willing to purchase a
security. Ask price is the price or which a dealer is will sell a security”.
Sedangkan menurut Radclife (1997:77), pengertian bid-ask spread
adalah sebagai berikut :
“The spread between the dealer’s selling price and their buying price
represents a profit to the dealer”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Bid Pread merupakan
harga tertinggi yang ditawarkan pihak yang akan membeli. Sedangkan Ask Price
adalah harga terendah yang ditawarkan pihak yang akan melepas atau menjual
saham. Selisih dari harga Bid dan Ask disebut sebagai Bid-Ask Spread.
Bid-ask spread digunakan untuk mengetahui besarnya asimetri informasi
yang terjadi karena asimetri infromasi berhubungan dengan penawaran dan
pembelian saham yang terjadi pasar modal yang digambarkan melalui harga beli
(bid price) dan harga jual (ask price).
Adapun cara mencari bid-ask spread ini dapat digunakan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
keterangan :
RBA I,t = Asimetri informasi yang diproksikan dengan nilai bid-ask
spread relative saham perusahaan I yang terjadi pada periode t.
HA i,t = Harga Ask tertinggi saham perusahaan I yang terjadi pada
periode t
HB I,t = Harga Bid terendah saham perusahaan I yang terjadi pada
periode t
Menurut Sri Sulistyanto (2008:84) Semakin tinggi nilai Bid-Ask
Spread berarti semakin besar kesenjangan informasi yang dimiliki oleh
manajemen dengan informasi yang dimiliki oleh investor mengenai harga saham
perusahaan, dan semakin besar pula dorongan bagi manajer untuk merekayasa
labanya.
komponen spread yang turut memberikan kontribusi terhadap kerugian
yang dialami dealer ketika bertransaksi dengan pedagang terinformasi tersebut
menurut Radclife (2006:45) adalah sebagai berikut :
1. Biaya pemrosesan pesanan (order processing cost), terdiri dari biaya yang dibebankan oleh pedagang sekuritas (efek) atas kesiapannya mempertemukan pesanan pembelian dan penjualan, dan kompensasi untuk waktu yang diluangkan oleh pedagang sekuritas guna menyelesaikan transaksi.
2. Biaya penyimpanan persediaan (inventory holding cost), yaitu kos yang ditanggung oleh pedagang sekuritas untuk membawa persediaan saham agar dapat diperdagangkan sesuai dengan permintaan.
Berkaitan dengan bid-ask spread, fokus perhatian akuntan adalah pada
komponen adverse selection karena berhubungan dengan penyediaan informasi ke
pasar modal.
2.1.2 Good Corporate Governance
2.1.2.1 Pengertian Good Corporate Governance
Menurut Moh.Wahyudin Zarkasyi (2008:38) pengertian Good Corporate
Governance adalah sebagai berikut :
“Suatu system (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan stakeholder terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan”.
Menurut Mas Ahmad Daniri (2005:8) Pengertian Good Corporate
Governance adalah :
“Suatu pola hubungan, system, dan proses yang digunakan untuk organ perusahaan (direksi, dewan komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan dan perundangan dan norma yang berlaku”.
Forum for Corporate Governance in Indonesia/FCGI dalam Adrian
Sutedi (2011:122), Good Corporate Governance adalah
Sesuai surat keputusan Negara BUMN No.117/2002 adalah suatu proses
dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan dan nilai-nilai etika.
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan good corporate governance
adalah suatu kebijakan dalam perusahaan yang mengelola, mengatur, dan
mengawasi proses pengendalian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders.
2.1.2.2 Prinsip Good Corporate Governance
Menurut Menteri BUMN No:Kep.117/M-MBU/2002, prinsip Good
Corporate Governance (GCG) merupakan kaidah, norma ataupun pedoman
korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat.
Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan
untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah; keterbukaan
(transparency), akuntabilitas (accountability), Kewajaran (fairness), independensi
(independency) dan tanggung jawab (responsibility) (Moh. Wahyudin Zarkasy ,
2008:38).
Prinsip corporate governance diatas digunakan untuk mengukur
seberapa jauh penerapan corporate governance dalam suatu perusahaan. Prinsip
prinsip good corporate governance menurut Moh. Wahyudin Zarkasy (2008:38)
“1. Keterbukaan (transparency) 2. Akuntabilitas (Accountability)
3. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) 4. Responsibilitas (Responsibility) 5. Independensi (Independency)”.
Penjelasan dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance di atas
adalah sebagai berikut:
1. Keterbukaan (transparency)
Transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan
perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung pada kualitas
informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan
dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu
dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama.
Penyampaian informasi kepada publik secara terbuka, benar, kredibel,
dan tepat waktu akan memudahkan untuk menilai kinerja dan resiko
yang dihadapi perusahaan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan
hubungan antara organ-organ yang ada dalam perusahaan. Akuntabilitas
diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi agency problem yang
timbul antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh
komisaris. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat diterapkan dengan
mendorong seluruh organ perusahaan menyadari tanggungjawab,
3. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing serta perlakuan
yang setara terhadap semua investor. Praktik kewajaran ini juga
mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta penegakannya yang
jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting untuk melindungi
kepentingan pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas
dari praktik kecurangan (Fraud) dan praktik-praktik insider trading.
4. Responsibilitas (Responsibility)
Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk
mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada
pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal
tersebut untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam
corporate governance yaitu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah,
asosiasi bisnis dan sebagainya. Responsibilitas juga terkait dengan
kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum
yang berlaku. Kepatuhan terhadap ketentuan yang ada akan
menghindarkan dari sangsi, baik sangsi hukum maupun sangsi moral
masyarakat akibat dilanggarnya kepentingan mereka.
5. Independensi (Independency)
Masinng-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya
dan tidak melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain
sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif.
Dengan menerapkan corporate governance diharapkan dapat
mengurangi dorongan untuk melakukan tindakan manipulasi oleh manajer.
Sehingga kinerja yang dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi yang
sebenarnya dari perusahaan bersangkutan (Moh. Wahyudin Zarkasyi, 2008: 38).
2.1.2.3 Tujuan Good Corporate Governance (GCG)
Terdapat enam tujuan dalam penerapan Good Corporate Governance
(GCG) menurut BUMN sesuai SK. Menteri No.117/M-MBU/2002 Pasal 4, yaitu:
1. Untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2. Mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial perusahaan terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan.
4. Meningkatkan kontribusi perusahaan dalam perekonomian nasional. 5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
6. Mensukseskan program privatisasi.
2.1.2.4 Mekanisme Good Corporate Governance
Dalam konteks pengendalian dikenal adanya mekanisme eksternal dan
mekanisme internal. Mekanisme eksternal governance biasanya dikenal dengan
istilah “mekanisme di dalam mengendalikan perusahaan”. Didalam kaitan ini
market), pasar produk (product market) serta tenaga kerja (labour market). Ketiga
mekanisme ini berdampak pada harga saham bila kinerja manajemen dianggap
tidak memuaskan harga saham akan mengalami penurunan yang pada akhirnya
terjadinya permintaan berupa penggantian manajemen oleh pasar, dimana pasar
yang dimaksud adalah para stakeholder.
Berjalannya mekanisme dengan instrumen pasar tentunya akan efektif
pada kondisi pasar relatif sempurna dan efisien serta informasi yang tersedia
cukup memadai. Kondisi pasar modal dinegara berkembang termasuk Indonesia,
belum mempunyai karakteristik ini, sehingga diperlukan mekanisme lain sebagai
alternatif. Dalam hal ini peranan mekanisme governance internal dapat
memberikan solusi. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang
RI Nomor 1 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) tahun 1995, yang merupakan
kerangka penting bagi perundang-undangan mengenai mekanisme Good
Corporate Governance di Indonesia.
Penerapan mekanisme Good Corporate Governance yang dilaksanakan
dengan baik sesuai dengan hak dan kewajibannya, akan menghasilkan keunggulan
yang kompetitif bagi perusahaan dan tercipta sinergi yang baik antara kepentingan
pemegang saham dan manajemen.
Mekanisme Good Corporate Governance menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia/FCGI dalam Adrian Sutedi (2011:1) adalah sebagai
1. Struktur Kepemilikan
Hal terpenting dari penerapan Good Corporate Governance adalah
bahwa setiap hak pemegang saham harus mendapat perlindungan yang pasti, dan
perusahaan harus mengembangkan sistem yang memungkinkan pemegang saham
menjalankan haknya. Mekanisme utama perlindungan dan pelaksanaan
hak-hak pemegang saham adalah RUPS. Melalui RUPS, pemegang saham dapat
memberikan suaranya dalam menentukan arah pengelolaan perusahaan,
mendapatkan informasi material yang penting tentang perkembangan perusahaan,
dan memutuskan besar keuntungan Perseroan yang dapat dibagikan kepada
pemegang saham. Pemegang saham institusional merupakan pihak yang memiliki
tingkat kepemilikan besar dalam perusahaan, sehingga diharapkan dapat
memonitor kinerja perusahaan dan mendeteksi adanya manajemen laba. Oleh
karena itu kepemilikan saham institusional yang besar dapat memberikan
pengaruh yang besar juga terhadap perusahaan. Keberadaan kepemilikan saham
institusional dengan kata lain struktur kepemilikan yang terkonsentrasi merupakan
salah satu mekanisme Good Corporate Governance, selain perlindungan hukum
bagi para pemegang saham juga berperan aktif sebagai agen pengawas
(monitoring agent).
Menurut Beiner (2003) dalam Nurika Restuningdiah (2010:251)
Kepemilikan institusional adalah jumlah presentasi hak suara yang dimiliki oleh
institusi. Kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan persentase
2. Dewan Komisaris
Dewan komisaris terdiri dari beberapa komisaris salah satunya komisaris
independen. Komisaris sebuah perusahaan diangkat oleh RUPS. Mereka diangkat
untuk suatu periode tertentu, dan apabila dimungkinkan, mereka bisa diangkat
kembali. Dalam Anggaran Dasar diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan
pemberhentian anggota dewan komisaris, tanpa mengurangi hak pemegang saham
dalam pencalonan tersebut. Dewan komisaris merupakan inti dari corporate
governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan,
mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan
terlaksananya akuntabilitas. Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan
kesuksesan perusahaan. Semakin banyak dewan komisaris idependen pada
perusahaan maka Good Corporate Governance semakin bagus. Dalam penelitian
ini diukur menggunakan proporsi dewan komisaris yaitu jumlah dewan komisaris
independen dibagi jumlah dewan komisaris keseluruhan.
3. Dewan Direksi
Dewan direksi merupakan sekelompok direktur-direktur yang diketuai
oleh presiden direktur. Dewan direksi bertugas untuk mengella perusahaan dan
melaksanakan kebijakan-kebijakan perusahaan, dan mewakili perusahaan di
bawah pengarahan dewan komisaris. Dewan direksi diangkat dan setiap waktu
dapat diganti oleh badan pengawas (dewan komisaris). Dewan direksi juga harus
memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang
diajukan oleh dewan komisaris. Dewan direksi wajib mempertanggungjawabkan
membantu pelaksanaan tugasnya, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan,
direksi dapat menggunakan jasa profesional mandiri sebagai penasihatnya. Dewan
direksi dalam penelitian ini diukur dari jumlah dewan direksi dalam perusahaan.
Menurut Hermalin dan Weisbach (2003), jumlah dewan direktur
biasanya berkaitkan dengan implikasi dari kebijakan mengenai batasan jumlah
dewan direktur. Sebaliknya jika tidak terdapat kebijakan mengenai batasan jumlah
dewan direktur maka perusahaan akan memilih jumlah yang paling optimal.
Semakin banyak dewan direktur pada perusahaan maka Good Corporate
Governance semakin bagus.
Supaya ketiga indikator tersebut dapat dijumlahkan, maka terlebih
dahulu dihitung nilai Z score masing-masing indikator setiap tahunnya, dengan
mengurangkan data tiap tahun dengan rata-ratanya dan dibagi standar deviasi,
(Donald R. Cooper/Pamela S. Schindler, 2006:465).
2.1.3 Manajemen Laba
2.1.3.1 Pengertian Manajemen Laba
Menurut Widjaja (2004), Manajemen laba adalah :
“Suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen yang menaiki atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit menjadi tanggung jawabnya, yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka panjang”.
Sedangkan menurut Healy dan Wallen dalam Sri Sulistyanto (2008:50),
manajemen laba adalah :
pemilik atau pemegang saham (shareholders), atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang mengandalkan angka-angka akuntansi yang di laporakan. Manajemen laba dapat terjadi karena diberi keleluasaan untuk memilih metode akuntansi yang akan di gunakan dalam mencatat dan mengungkapkan informasi keuangan yang privat. Selain itu prilaku manipulasi ini juga terjadi karena asimetri informasi yang tinggi antara manajemen dan pihak lain yang tidak mempunyai sumber, dorongan, atau akses yang memadai terhadap informasi untuk memonitor manajemen. Sehingga manajemen akan berusaha memanipulasi kinerja perusahaan untuk kepentingannya sendiri”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba
merupakan suatu tindakan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan guna
memaksimalkan kepentingan manajemen yang tidak menutup kemungkinan
menyebabkan kerugian bagi perusahaan dalam jangka panjang.
2.1.3.2 Bentuk-Bentuk Manajemen Laba
Menurut Sri Sulistyanto (2008:33) ada beberapa bentuk rekayasa laba
yang sering dilakukan pihak manajemen agar laba yang dilaporkan sesuai dengan
yang dikehendaki, yaitu:
“1. Taking a Bath 2. Income Minimization 3. Income Maximization 4. Income Smoothing
5. Timing Revenue and Expense Recognition”.
Penjelasan dari bentuk-bentuk manajemen laba diatas adalah sebagai
berikut:
1. Taking a Bath
Disebut juga big baths, bisa terjadi selama periode dimana terjadi
direksi. Bila teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang ada pada
periode yang akan datang diakui pada periode berjalan. Ini dilakukan
bila kondisi yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari. Akibatnya
laba pada periode yang akan datang menjadi tinggi meski kondisi sedang
tidak menguntungkan.
2. Income Minimization
Cara ini hampir sama dengan taking a bath namun tidak ekstrim. Cara
ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan
maksud mengurangi kemungkinan munculnya biaya politis. Kebijakan
yang diambil dapat berupa penghapusan barang modal dan aktiva tidak
berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, serta pembebanan biaya riset.
3. Income Maximization
Maksimalisasi laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar.
Selain itu tindakan ini juga bisa dilakukan untuk menghindari
pelanggaran terhadap kontrak hutang jangka panjang.
4. Income Smoothing
Perusahaan cenderung lebih memilih untuk melaporkan trend
pertumbuhan laba yang stabil dari pada perubahan laba yang meningkat
atau menurun secara drastis. Perataan laba dapat dicapai dengan suatu
ketentuan yang tinggi untuk hutang dan bertentangan dengan nilai asset
pada tahun yang baik sehingga ketentuan itu dapat dikurangi. Hal ini
5. Timing Revenue and Expense Recognition
Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan
dengan timing suatu transaksi. Misalnya pengakuan prematur atas
pendapatan.
2.1.3.3 Motivasi Manajemen Laba
Sri Sulistyanto (2008:63) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya
manajemen laba:
”1. Bonus Scheme Hypothesis 2. Contracting Incentive 3. Political Motivation 4. Taxation Motivation
5. Incentive Chief Executive Officer (CEO) 6. Initial Public Offering (IPO”.
Penjelasan dari motivasi terjadinya manajemen laba diatas adalah sebagai
berikut:
1. Bonus Scheme Hypothesis
Kompensasi (bonus) yang didasarkan pada besarnya laba yang
dilaporkan akan memotivasi manajemen untuk memilih prosedur
akuntansi yang meningkatkan keuntungan yang dilaporkan demi
memaksimalkan bonus mereka. Bonus minimal hanya akan dibagikan
jika laba mencapai target laba minimal tertentu dan bonus maksimal
dibagikan jika laba mencapai nilai tertentu atau lebih besar.
2. Contracting Incentive
Motivasi ini muncul ketika perusahaan melakukan pinjaman hutang
yang tidak sesuai dengan kepentingan kreditur, seperti deviden yang
berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan modal kerja atau
laporan ekuitas berada di bawah tingkat yang ditetapkan, yang semuanya
dapat meningkatkan risiko bagi kreditur, karena pelanggaran perjanjian
dapat mengakibatkan biaya yang tinggi sehingga manajer perusahaan
berharap untuk menghindarinya. Jadi manajemen laba dapat muncul
sebagai alat untuk mengurangi kemungkinan pelanggaran perjanjian
dalam kontrak hutang.
3. Political Motivation
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan
pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang
dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan
pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
4. Taxation Motivation
Perpajakan merupakan motivasi yang paling jelas untuk melakukan
manajemen laba. Manajemen berusaha untuk mengatur labanya agar
pembayaran pajak lebih rendah dari yang seharusnya sehingga didapat
penghematan pajak
5. Incentive Chief Executive Officer (CEO)
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja
perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
6. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan yang akan go publik belum memiliki nilai pasar, dan
menyebabkan manajer perusahaan yang akan go publik melakukan
manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat
menaikan harga saham perusahaan.
2.1.3.4 Pendekatan Manajemen Laba
Pada umumnya pendeteksian manajemen laba dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan accruals. Pendekatan ini akan menggunakan
pengukuran berbasis akrual (accrual based measures) dalam mendeteksi ada
tidaknya manipulasi.
Ada tiga pendekatan untuk mendeteksi manajemen laba menurut Sri
Sulistyanto (2008:211) yaitu :
1. Model Berbasis Aggregate Accrual
Model pertama merupakan model yang berbasis Aggregate Accrual yaitu model yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas rekayasa ini dengan menggunakan discertionary accrual sebagai proksi manajemen laba.
2. Model Berbasis Spesific Accruals
Model kedua merupakan model yang berbasis akrual khusus (Spesific Accruals), yaitu pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item atau komponen laporan keuangan tertentu dari industri tertentu, misalnya piutang tak tertagih dari sektor industri tertentu atau cadangan kerugian piutang dari industri asuransi.
3. Model Berbasis Distribution Of Earning After Management
Friedlan (1998) mengasumsikan bahwa terdapat proporsi yang konstan
antara total accruals dan penjualan pada periode yang bersangkutan. Oleh karena
itu, jumlah total accruals yang melekat dalam diskresi manajemen merupakan
perbedaan antara total accruals pada periode yang diuji dan total accruals pada
periode dasar yang distandardisasi dengan penjualan pada periode dasar.
Secara sistematis, total accruals untuk periode tes dapat dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :
TA = total accrual
NI = Net income
CFO = Cash flow from operation
Kemudian akan diukur discretionary accruals dengan menggunakan
persamaan :
Dimana:
NDAC = Nondiscretionary Accrual perusahaan β1 = Estimated Intercept perusahaan β2, β3, β4 = Slope untuk perusahaan
A = Asset
TAit = Total Accrual pada periode tes
Saleit = Penjualan periode tes
ROA = Penjualan periode dasar
TA= NI – CFO
Selanjutnya dihitung discretionary accrual(DAC) dengan mengurangkan
TA terhadap NDAC dengan rumus sebagai berikut :
Di dalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada
umumnya akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary
accruals positif dan negatif Saiful (2004) yang dikutip oleh Gumanti (2001).
Discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang dilakukan manajer
dengan pola income increasing, sedangkan negatif akan menunjukkan manipulasi
income decreasing.
Menurut Sri Sulistyanto (2008:165) yang mengatakan bahwa secara
empiris nilai discretionary accruals bisa nol, positif, atau negatif. Hal ini
mengindikasikan bahwa perusahaan selalu melakukan manajemen laba dalam
melalukan dan menyusun informasi keuangannya. Nilai nol menunjukkan
manajemen laba dilakukan dengan pola perataan laba (income smoothing),
sedangkan nilai positif menunjukkan bahwa manajemen laba dilakukan dengan
pola penaikkan laba (income increasing), dan nilai negative menunjukkan
manajemen laba dengan pola penurunan laba (income decreasing)
Menurut Chan Jegadesh dan Lakonishok (2000) yang dikutip oleh
Gumanti (2001) discretionary accruals merupakan laba abnormal yang sebagian
besar disebabkan oleh item non kas yang mewakili laba. Sedangkan menurut
Gumanti (2001) discretionary accruals merupakan jumlah total accruals yang
melekat pada discretion (kebijakan) manajemen. Discretionary Accruals
laba lebih ditekankan kepada keleluasaan atau kebijakan (discretion) yang
tersedia dalam memilih dan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi untuk mencapai
hasil akhir, dan dijalankan didalam kerangka praktik yang berlaku secara umum
yang masih dapat diperdebatkan oleh Bernstein dan Wild (1998) yang dikutip
oleh Gumanti (2001), atau dengan kata lain discretionary accruals merupakan
accruals dimana manajemen memiliki fleksibilitas dalam mengontrol jumlahnya
karena discretionary accruals ada di bawah disrcetion manajemen.
2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini mempunyai hubungan erat dengan penelitian-penelitian
sebelumnya sebagai berikut :
Tabel 2.2
Studi Empiris dengan Penelitian Terdahulu
NO PENULIS JUDUL HASIL SUMBER
manajemen laba, ukuran
dewan komisaris
berpengaruh positif dengan manajemen laba. Komite audit mampu mengurangi
manajemen laba dan
2 Ira Novianty Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap
3 Rahmawati,
berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel
Dari keempat indicator
mekanisme corporate
governance, hanaya debt to
equity yang secara
signifikan berpengruh peositif terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya variabel asimetri informasi dan manajemen laba secara exists between corporate governance
characteristics and earning management among all the Chinese listed firms. So in this view,
by making the governance system stronger in the firm,
can protect the Chinese listed companies' earnings management is significantly related to the main aspects of their
7 Luhgianto Mencegah tindakan
manajemen laba
manajemen laba dapat
2.2 Kerangka Pemikiran
Asimetri informasi merupakan suatu kondisi ketidak seimbangan
perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan
pihak pemegang saham, dimana manajer lebih mangetahui mengenai informasi
perusahaan terutama pada laporan keuangan. Hal ini terjadi karena adanya
keinginan untuk kepentingan pribadi, maka dengan informasi asimetri yang
dimilikinya akan mendorong manajer untuk menyembunyikan beberapa informasi
yang tidak diketahui pemegang saham, kondisi ini akan merugikan pemegang
saham.
Menurut Scott (2004:8), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu
sebagai berikut:
1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
dilakukan dengan
mengimplementasikan
mekanisme corporate
governance secera efektif diperisahaan.
2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Good corporate governance adalah suatu kebijakan dalam perusahaan yang mengelola, mengatur, dan mengawasi proses pengendalian usaha yang
bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan tanpa mengabaikan
kepentingan stakeholders.
Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan
untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah keerbukaan
(transparency), akuntabilitas (accountability), kewajaran (fairness), independensi
(independency) dan tanggung jawab (responsibility). (Moh. Wahyudin Zarkasy :
2008). Penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten dapat
menjadi penghambat aktivitas manajemen laba (Chtourou at al :2001).
manajemen laba merupakan suatu tindakan untuk mempengaruhi laba
yang dilaporkan guna memaksimalkan kepentingan manajemen yang tidak
menutup kemungkinan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dalam jangka
panjang.
Salah satu kegagalan dunia untuk menciptakan kehidupan bisnis yang
sehat, bersih, dan bertanggung jawab adalah manajemen laba. Upaya untuk
merekayasa informasi ini elah menjadi faktor yang menyebabkan laporan
keuangan, tidak lagi mencerminkan nilai fundamental suatu perusahaan. Laporan
perusahaan dengan stakeholder menjadi kehilangan makna (Sri Sulistyanto,
2008).
Pada umumnya pendeteksian manajemen laba dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan accruals. Pendekatan ini akan menggunakan
pengukuran berbasis akrual (accrual based measures) dalam mendeteksi ada
tidaknya manipulasi. Di dalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba,
pada umumnya akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu
discretionary accruals positif dan negatif Saiful (2004) yang dikutip oleh
Gumanti (2001). Discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang
dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negatif akan
menunjukkan manipulasi income decreasing.
Bentuk-bentuk discretionary accruals tersebut disesuaikan dengan
motivasi yang dilakukan oleh manajemen. Misalnya apabila manajemen
bermaksud untuk memaksimalkan bonus, jika ditemukan nilai discretionary
accruals positif maka manajemen melakukan manipulasi laba dengan pola income
increasing. Namun apabila ditemukan nilai discretionary accruals negatif maka
hal tersebut mencerminkan bahwa manipulasi laba tidak terjadi bukan berarti
bahwa manajemen laba dilakukan dengan pola income decreasing karena bonus
yang ingin hendak dicapai oleh manajemen tergantung oleh semakin besarnya
laba, bukan sebaliknya.
Menurut Chan Jegadesh dan Lakonishok (2000) yang dikutip oleh
Gumanti (2001) discretionary accruals merupakan laba abnormal yang sebagian
Gumanti (2001) discretionary accruals merupakan jumlah total accruals yang
melekat pada discretion (kebijakan) manajemen. Discretionary Accruals
digunakan sebagai indikator adanya praktik manajemen laba karena manajemen
laba lebih ditekankan kepada keleluasaan atau kebijakan (discretion) yang
tersedia dalam memilih dan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi untuk mencapai
hasil akhir, dan dijalankan didalam kerangka praktik yang berlaku secara umum
yang masih dapat diperdebatkan oleh Bernstein dan Wild (1998) yang dikutip
oleh Gumanti (2001), atau dengan kata lain discretionary accruals merupakan
accruals dimana manajemen memiliki fleksibilitas dalam mengontrol jumlahnya karena discretionary accruals ada di bawah disrcetion manajemen.
2.2.1 Keterkaitan Asimetri Informasi terhadap Manajemen Laba
Asimetri merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses
informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan.
Asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang
tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran
kinerja manajer.
Terori penghubung asimetri informasi terhadap manajemen laba menurut
Sri Sulistyanto (2008:84) adalah sebagai berikut: