• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju eksploitasi dan variasi temporal keragaan reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) betina di Pantai Utara Jawa pada bulan april-september

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laju eksploitasi dan variasi temporal keragaan reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) betina di Pantai Utara Jawa pada bulan april-september"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER

FEBRIANA DEWI KUSDARINI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

i

Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul :

Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Betina di Pantai Utara Jawa pada Bulan April-September.

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010

(3)

ii

Febriana Dewi Kusdarini. C24062383. Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Betina di Pantai Utara Jawa pada Bulan April-September. Dibimbing oleh Yunizar Ernawati dan M. Mukhlis Kamal

Perairan Pantai Utara Jawa memiliki sumberdaya ikan yang cukup melimpah, khususnya di Perairan Gebang. Ikan tetet (Johnius belangerii) merupakan salah satu sumberdaya ikan yang didaratkan di PPI Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Penangkapan yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur populasi, penurunan stok bahkan menyebabkan kepunahan. Pengetahuan mengenai tingkat eksploitasi sangat diperlukan karena dengan mengetahui tingkat eksploitasi ikan tersebut dapat melihat perubahan struktur populasi dan keragaan reproduksi ikan. Tingkat ekploitasi yang tinggi akan memperlihatkan struktur populasi yang terdapat pada suatu perairan didominasi oleh ikan-ikan kecil dan muda yang akan mempengaruhi keragaan reproduksi ikan tersebut. Sedangkan tingkat eksploitasi yang rendah memperlihatkan struktur populasi yang normal pada suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dasar sebagai alternatif pengelolaan sumberdaya ikan tetet (Johnius belangerii) sebagai salah satu upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Pengambilan contoh ikan setiap harinya 3-5 ekor ikan oleh enumerator yang dilakukan pada bulan 1 April - 31 September 2009, di PPI Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Analisis laboratorium dilakukan pada bulan April-Juni 2010 di Laboratorium Bio-Makro, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Pengamatan yang dilakukan oleh enumerator dikhususkan pada ikan betina saja, yaitu pengukuran panjang dan berat ikan contoh. Kemudian dilakukan pembedahan untuk mengambil gonadnya, diberi formalin 4%, dan sample dikirm ke Bogor. Pengambilan contoh secara langsung pada tanggal 19 Juli 2010 sebanyak 20 ekor ikan dari hasil tangkapan untuk identifikasi, pengukuran panjang-berat, dan validasi berat. Validasi berat menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram dan timbangan kasar dengan ketelitian 1 gram yang digunakan oleh

(4)

iii

(5)

iv

DI PANTAI UTARA JAWA PADA BULAN APRIL-SEPTEMBER

FEBRIANA DEWI KUSDARINI C24062383

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

v

Judul Penelitian : Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johniusbelangerii) Betina di Pantai Utara Jawa pada Bulan April-September Nama Mahasiswa : Febriana Dewi Kusdarini

NRP : C24062383

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc NIP 19490617 197911 2 001 NIP 132 084 932

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002

(7)

vi

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Betina di Pantai Utara Jawa Pada Bulan April-September”; merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis agar lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Bogor, Desember 2010

(8)

vii

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS dan Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc, masing-masing selaku ketua dan anggota pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, masukan serta dana dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku wakil komisi pendidikan program S1 atas saran dan arahan dalam perbaikan skripsi ini.

3. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, dan masukan serta kesabarannya yang membimbing penulis selama kuliah.

4. Pak Ruslan dan staf Lab. Biologi Makro I (BIMA-I) yang telah banyak membantu selama analisis laboratorium.

5. Para staf Tata usaha MSP terutama Mba Widar atas arahan dan kesabarannya. 6. Keluarga Bapak Sohari yang telah membantu dalam pengambilan ikan contoh. 7. Keluarga tercinta, Bapak (Tarkadi), Mama (Kasihati), Dede (Tuti), dan Achmad

Gifari atas segala doa, kasih sayang, motivasinya, banyak mendukung, menemani saat susah maupun senang serta selalu menyemangati penulis.

8. Tim telur 2010 (Ilmi, Pandu) dan Atep atas suka duka, perjuangan, kekompakkan, kerjasama dan semangatnya dalam keadaan senang maupun susah.

9. Teman-teman Andhika House 18 (2007-2009), khususnya Eka Marliana, Yuni, Heni, Desi, Cici, Mb Siti, Mb Anis, Mb Wany, Mb Metri, dan Mb Weri.

(9)

viii

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 22 Februari 1989. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Tarkadi dan Ibu Kasihati. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri Bambu Kuning, Kabupaten Bogor pada tahun 1994-2000, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTP Negeri 7 Bogor pada tahun 2000-2003, serta SMU Negeri 6 Bogor pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non akademik. Dalam kegiatan akademik penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Planktonologi (2008-2009) dan Asisten Praktikum Mata Kuliah Ikhtiologi Fungsional (2009-2010). Dalam kegiatan non akademik penulis aktif di divisi Hubungan Luar dan Komunikasi (HubLuKom) (2007-2008) dan divisi

Bussines and Entrepreneurship (BEST) (2008-2009) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, serta penulis aktif di divisi Public Relation (PR) Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) (2008-2009). Selain itu penulis aktif dalam kegiatan kepanitian yang diselengarakan di kampus.

(10)

ix 2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tetet (Johniusbelangerii) ... 5

2.2. Aspek Pertumbuhan ... 6

3.3.2.1. Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi ... 14

(11)

x

4.2.1. Sebaran kelompok ukuran panjang dan berat ikan tetet

(Johnius belangerii) ... 22

4.2.2. Hubungan panjang berat ... 26

4.2.3. Faktor kondisi ... 27

4.3. Aspek Eksploitasi ... 30

4.4. Aspek Reproduksi ... 31

4.4.1. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... 31

4.4.2. Indeks kematangan gonad (IKG) ... 33

4.4.3. Fekunditas ... 35

4.4.4. Diameter telur ... 36

4.4.5. Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) secara histologis 37 4.5. Perbandingan Laju Eksploitasi dengan Keragaan Reproduksi ... 39

4.6. Alternatif Pengelolaan Ikan Tetet (Johnius belangerii) ... 40

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(12)

xi

Halaman 1. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betina Johnius dussumieri

menurut Devados (1969) in Effendi (1997) ... 8

2. Alat, bahan, dan kegunaan dalam penelitian ... 13

3. Tingkat kematangan gonad ikan (Effendi 1997) ... 14

4. Hasil pengamatan ukuran panjang (mm) ikan tetet pada dua lokasi ... 25

5. Hasil pengamatan ukuran berat (gram) ikan tetet pada dua lokasi ... 26

6. Hubungan faktor kondisi dengan tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii) betina ... 30

7. Parameter pertumbuhan dan mortalitas ikan tetet dengan menggunakan program FISAT II di berbagai lokasi ... 33

8. Hasil pengamatan ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet betina ... 31

(13)

xii

Halaman

1. Skema perumusan masalah ... 3 2. Ikan tetet (Johnius belangerii) (Dokumentasi pribadi) ... 5 3. Peta lokasi penelitian ... 12 4. Sebaran jumlah ikan tetet (Johnius belangerii) contoh pada saat bulan

pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang ... 23 5. Nilai rata-rata panjang ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan

pengamatan 2009 ... 23 6. Sebaran frekuensi ukuran panjang (mm) ikan tetet (Johnius belangerii)

betina pada bulan April-September 2009 di Perairan Gebang... 24 7. Nilai rata-rata berat ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan

pengamatan 2009 ... 25 8. Sebaran frekuensi ukuran berat (gram) ikan tetet (Johnius belangerii)

betina pada bulan pengamatan (April-September) 2009

di Perairan Gebang ... 26 9. Hubungan panjang berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan

Gebang pada bulan pengamatan (April-September) 2009 ... 27 10. Nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) betina pada bulan

pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang ... 28 11. Nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) betina berdasarkan

selang kelas panjang ... 29 12. Persentase tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii)

berdasarkan bulan pengamatan (April-September) 2009 ... 32 13. Persentase tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii)

berdasarkan selang kelas selama bulan pengamatan

(April-September) 2009 ... 32 14. Nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet (Johnius belangerii)

berdasarkan bulan pengamatan (April-September) 2009 ... 34 15. Hubungan indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad 34 16. Fekunditas ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan

(April-September) 2009 ... 35 17. Hubungan fekunditas dengan panjang dan berat ikan tetet

(Johnius belangerii) di Perairan Gebang ... 36 18. Nilai rata-rata diameter telur (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) pada

(14)

xiii

20. Struktur histologi gonad pada TKG 1, 2, 3, dan 4 ikan tetet

(15)

xiv

Halaman

1. Gambar alat dan bahan yang digunakan selama melakukan penelitian .... 46

2. Metode pembuatan preparat histologis gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan Angka et al. (1990)... 47

3. Tabel data frekuensi ikan tetet (Johnius belangerii) setiap bulannya berdasarkan sebaran ukuran kelas panjang ... 49

4. Tabel selang kelas ukuran panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang ... 50

5. Uji t hubungan panjang berat ikan tetet (Johnius belangerii) pada pengamatan (April-September) di Perairan Gebang ... 51

6. Nilai-nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) pada tiap selang kelas dan setiap bulannya di Perairan Gebang ... 52

7. Frekuensi tingkat kematangan gonad berdasarkan selang kelas ukuran panjang ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang pada bulan pengamatan (April-September) ... 53

8. Ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet (Johnius belangerii) ... 54

9. Nilai rata-rata Indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet pada setiap bulannya di Perairan Gebang ... 55

10. Nilai rata-rata indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet berdasarkan kelas panjang ... 55

11. Indeks kematangan gonad berdasarkan tingkat kematangan gonad ... 56

12. Sebaran frekuensi diameter telur berdasarkan selang kelas ... 56

13. Sebaran frekuensi diameter telur pada setiap bulannya ... 57

14. Hasil pengamatan histologis gonad ikan tetet (Johnius belangerii) jantan ... 58

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 986,00 km terletak antara 108o 32’ – 108o49' Bujur Timur dan 6o – 7o Lintang Selatan merupakan bagian dari wilayah propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan sekaligus sebagai pintu gerbang antara propinsi Jawa Barat dengan Propinsi Jawa Tengah. Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon merupakan kawasan pesisir yang subur dan memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup melimpah (www.cirebonkab.go.id). Iklim wilayah Indonesia khususnya pesisir jawa bagian utara dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan adanya dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari, bulan Maret sampai Mei merupakan musim peralihan antara musim barat ke musim timur. Musim timur terjadi pada bulan Juni sampai Agustus, bulan September hingga November merupakan musim peralihan antara musim timur ke musim barat.

Ikan tetet (Johnius belangerii) merupakan salah satu sumberdaya ikan yang didaratkan di PPI Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ikan tersebut termasuk salah satu ikan komersial tingkat rendah (www.fishbase.org). Harga relatif murah sekitar Rp 4.000,00/kg, sehingga biasanya dipasarkan dalam bentuk segar maupun asin. Habitat ikan tetet mendiami pantai dan muara. Nelayan setempat memperlakukan ikan ini sebagai hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama berupa ikan-ikan pelagis kecil seperti ikan kembung, tenggiri, dan tongkol. Walaupun dari segi penangkapannya ikan ini bukan tangkapan utama, tetapi harus ada upaya pengelolaan terhadap ikan ini untuk mencegah terjadinya overfishing. Berbeda dengan ikan tetet di Perairan Mayangan yang merupakan ikan ekonomis penting bersama dengan ikan ekonomis penting lainnya seperti selanget, blama, dan tiga waja. Ikan ini menjadi sasaran utama para nelayan yang beroperasi di daerah tersebut (Rahardjo & Simanjutak 2007).

(17)

bulan Oktober hingga April. Hal ini menunjukan bahwa ikan tetet memiliki potensi reproduksi yang cukup baik di dalam memelihara keberlangsungan populasinya.

Penangkapan yang semakin meningkat secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur populasi, penurunan stok bahkan menyebabkan kepunahan. Pada kondisi perikanan yang masih belum dieksploitasi, komposisi populasi masih menyediakan secara proporsional ikan-ikan yang berukuran besar dan berumur tua. Akibat penangkapan, populasi akan didominasi oleh ikan-ikan berukuran kecil dan berumur muda yang selanjutnya berpengaruh terhadap keragaan reproduksinya.

Keragaan reproduksi merupakan penampilan parameter reproduksi ikan. Penampilan ini dapat dilihat pada ikan betina karena pengaruh dari betina lebih tinggi terhadap keberhasilan reproduksi ikan. Aspek biologi reproduksi ikan tetet dapat memberikan beberapa informasi penting, diantaranya adalah fekunditas yang berhubungan dengan rekruitmen, perkembangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, waktu pemijahan, dan tipe pemijahan. Status eksploitasi ikan tetet (Johnius belangerii) masih belum diketahui hanya sebatas biologi reproduksinya saja. Pengetahuan mengenai tingkat eksploitasi sangat diperlukan karena dengan mengetahui tingkat eksploitasi ikan tersebut dapat melihat perubahan struktur populasi dan keragaan reproduksi ikan. Tingkat ekploitasi yang tinggi akan memperlihatkan struktur populasi yang terdapat pada suatu perairan didominasi oleh ikan-ikan kecil dan muda yang akan mempengaruhi keragaan reproduksi ikan tersebut. Sedangkan tingkat eksploitasi yang rendah memperlihatkan struktur populasi yang normal pada suatu perairan.

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Ikan tetet (Johnius belangerii) merupakan ikan ekonomis yang potensinya di Perairan Gebang belum diketahui tingkat eksploitasinya. Tingkat ekploitasi yang rendah dapat dilihat dari stuktur populasi yang didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran besar, sebaliknya tingkat ekploitasi yang tinggi, struktur populasi didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran lebih kecil. Meskipun ikan ini bukan termasuk ikan ekonomis penting tidak menutup kemungkinan ikan tersebut suatu saat akan mengalami peningkatan penangkapan.

Pencegahan penurunan populasi karena kegiatan penangkapan diperlukan kegiatan pengelolaan dengan mengetahui biologi reproduksi ikan. Informasi mengenai aspek biologi reproduksi ikan diperlukan karena reproduksi merupakan salah satu mata rantai siklus hidup ikan. Dan dengan mengestimasi laju eksploitasi dan menghubungkan dengan keragaan reproduksi akan dapat menginformasikan tentang kondisi keberlanjutan stok. Sehingga diperlukan infomasi dasar yang menyangkut aspek reproduksi ikan tetet sebagai upaya pengelolaan sumberdaya ikan tetet agar tetap lestari.

Gambar 1. Skema perumusan masalah

STOK

ikan tetet

Tingkat eksploitasi

Struktur populasi

Dominansi populasi ikan

Keragaan Reproduksi

Ukuran pertama kali matang gonad, Fekunditas, Diameter telur.

(19)

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan ;

1. Mengetahui laju eksploitasi ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

(20)

2.1Deskripsi dan Klas gigi jarang, tetet, melont piring, salampri, kekem

II.

TINJAUAN PUSTAKA

lasifikasi Ikan Tetet (Johnius belangerii)

kan tetet menurut Cuvier (1830) dalam fishbase.or : Animalia

: Johniusbelangerii (Cuvier, 1830)

nurut Schuster dan Djajadiredja (1952) in Juraida : Gulamah

ndung) : Kekemek ubang) : Tetet

: Samgeh

Gambar 2. Ikan Tetet (Johnius belangerii) (Dokumentasi pribadi)

dunia internasional disebut sebagai Croack

, Belanger’s jewfish (www.fishbase.org). Nam itu Sciaena belengeri, Corvina lobata, Johnius

(21)

Ikan tetet memiliki panjang maksimum 28 cm dan biasanya ukuran maksimum yang ditemukan 15 hingga 20 cm. Ikan tetet terdapat di muara sungai, hutan bakau, pantai, dermaga dan pelabuhan. Hidupnya bermigrasi antara muara sungai sampai pantai pada kedalaman 40 meter. Ikan ini menggunakan muara-muara sungai untuk berkembang biak dan memijah atau untuk pengasuhan anak. Selain itu, Ikan ini aktif mencari makan di malam hari dan merupakan predator sejati karena memakan ikan, udang dan moluska. Ikan jenis predator ini lebih senang berada di lokasi yang dasarnya adalah pasir (Kuncoro 2009).

Ikan tetet termasuk kedalam kelompok ikan yang group-synchronous dan termasuk kedalam kelompok iteroparous yakni ikan-ikan yang memijah beberapa kali selama hidupnya. Hal ini berarti ikan tetet memiliki potensi reproduksi yang cukup baik di dalam memelihara keberlangsungan populasinya (Rahardjo dan Simanjuntak 2007). Berdasarkan penelitian Juraida (2004), diketahui bahwa ikan tetet memiliki lebih dari satu puncak sebaran frekuensi diameter telur pada gonad yang sudah matang (TKG IV), maka ikan tetet tergolong memiliki tipe pemijahan

Partial spawner yang artinya ikan melepaskan telurnya sedikit demi sedikit sebanyak dua kali di musim pemijahan.

Distribusi ikan tetet secara ekologis terdapat di daerah tropis dan sub tropis, hidup di laut pada kedalaman 40 m, estuaria dan sebagian masuk ke arah sungai. Secara geografis penyebaran ikan tetet meliputi Sumatera (Sungai Rokan, Deli, Pulo Weh, Simalur, Nias), Jawa (Jakarta, Jawa Barat), Kalimantan, Sulawesi, Papua Nugini, Pantai India, Andamans, Malaysia, Laut Cina Selatan, Filipina, dan Australia (www.fishbase.org).

2.2Aspek Pertumbuhan

2.2.1 Hubungan panjang dan berat

(22)

yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hal ini disertai bentuk dan berat jenis ikan itu tetap selama hidupnya.

Hubungan panjang dan berat sangat penting dalam pengkajian perikanan. Hubungan panjang-berat ikan menggambarkan secara matematika korelasi antara panjang dan berat, berguna dalam mengubah panjang pengamatan kedalam perkiraan berat untuk memberikan ukuran biomassa (Froese, 1998 in Hosseini et al.

2009). Perhitungan panjang dan berat yang berhubungan dengan data umur dapat memberikan informasi mengenai komposisi stok, umur kematangan, waktu hidup, mortalitas, pertumbuhan dan produksi (Beyer 1987: Bolger and Connoly 1989; King 1996a, b; Diaz et al. 2000 in Hosseini et al. 2009).

2.2.2 Faktor kondisi

Faktor kondisi biasa digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan dan membandingkan berbagai tempat biota hidup (Lagler 1972 in Juraida 2004). Variasi faktor kondisi dipengaruhi oleh kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad (TKG), makanan, jenis kelamin, dan umur. Selain sebagai indikator pertumbuhan, faktor kondisi juga dapat menentukan kecocokan lingkungan serta membandingkan berbagai tempat hidup. Nilai faktor kondisi biota betina lebih besar dari biota jantan. Hal ini menunjukkan bahwa biota betina memiliki kondisi yang baik dengan mengisi sel kelamin (cell sex) untuk proses reproduksinya dibandingkan dengan biota jantan (Effendie 1979).

2.3Aspek Eksploitasi

(23)

besar ciri variasi sejarah hidup yang didasarkan pertumbuhan, umur saat matang gonad, ukuran keturunan dan fekunditas berkorelasi dengan ukuran tubuh (Stevens

et al. 2000 in Simanjuntak 2010).

2.4Aspek Reproduksi

2.4.1 Tingkat kematangan gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad adalah tahapan perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan cara histologis dan morfologi. Anatomi perkembangan gonad dapat terlihat lebih jelas dan akurat dengan menggunakan pengamatan secara histologis sedangkan dengan cara morfologi tidak terlihat lebih jelas. Namun cara morfologi banyak dan mudah dilakukan dengan dasar mengamati morfologi gonad antara lain ukuran panjang gonad, bentuk gonad, berat gonad, dan perkembangan isi gonad (Effendie 1997). Tabel 1 menunjukkan TKG pada ikan betina Johnius dussumieri menurut Devados (1969) in Effendi (1997).

Tabel 1. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betina Johniusdussumieri menurut Devados (1969) in Effendi (1997).

TKG ikan betina Otolithus ruber dan Johnius dussumieri menurut Devados (1969)

Tingkat Deskripsi

I Tidak Masak. Ovarium berwarna pucat keruh, memanjang sampai sepertiga

panjang rongga perut, telur tidak dapat terlihat oleh mata, keadaan telur kecil, tidak berkuning telur, transparan dengan inti yang jelas.

II Tidak masak. Ovarium berwarna merah anggur, mengisi 1/3 – ½ rongga perut:

Gonad tidak simetri, telur tidak dapat dilihat oleh mata. Keadaan telur. Pembentukan kuning telur baru disekitar inti.

III Hampir masak. Ovarium berwarna merah jambu sampai kuning, berbutir-butir,

memanjang sampai ½ – 2/3 dalam rongga tubuh. Keadaan telur. Kecil, warna tidak terang, inti sebagian atau seluruhnya terbenam dalam kuning telur.

IV Hampir masak. Ovarium berwarna putihsusu sampai kuning, pembuluh darah

terlihat di bagian atasnya, memanjang sampai 2/3 bagian dari rongga perut, telur mudah terlihat. Keadaan telur. Telur dalam ukuran sedang dengan warna tidak terang, belum bebas dari sel-sel folikel.

V Masak. Ovarium berwarna kuning kemmerah-merahan, pembuluh darah jelas,

panjangnya sampai ¾ – 4/3 rongga perut. Telur jelas terlihat. Keadaan telur. telur masak berukuran besar dan berwarna tidak terang, bebas dari folikel.

VI Masak betul. Ovarium kemerah-merahan seperti kue puding. Mengisi seluruh

rongga perut, telur terlihat dari dinding ovari. Keadaan telur. Telur masak berukuran besar transparan, kuning telur berisi gelembung minyak.

(24)

Ukuran panjang ikan saat pertama kali matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya terutama ketersediaan makanan, oleh karena itu ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama (Effendie, 1997). Perkembangan gonad dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan dan hormon (Affandi dan Tang 2000). Adanya kecenderungan semakin tinggi TKG maka kisaran panjang dan berat tubuh semakin tinggi. Selain itu dijumpai pula ikan dengan ukuran kisaran panjang dan berat yang sama tidak mempunyai TKG yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan dimana ikan tersebut hidup, ada tidaknya ketersediaan makanan, suhu, salinitas dan kecepatan pertumbuhan ikan itu sendiri (Syandri H 1996 in Yusnita & Arnentis 2002).

Marza (1938); Wallace and Selman (1981) in Murua (2003) membagi tiga tipe perkembangan oosit, yaitu :

a). Synchronous, yaitu semua oosit yang ada berkembang dan mengalami ovulasi pada saat yang bersamaan.

b). Group-synchronos, yaitu ovarium memiliki dua kelompok oosit dengan tingkat kematangan yang berbeda. Kelompok yang pertama dikeluarkan pada saat musim pemijahan pertama kali. Sedangkan kelompok yang kedua akan dikeluarkan pada musim pemijahan yang selanjutnya.

c). Asynchronous, yaitu ovarium yang mengandung oosit yang memiliki tingkat kematangan yang berbeda dan proses oogenesis berlangsung setiap saat. Informasi mengenai tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan yang matang gonad dengan ikan yang belum matang gonad dari stok ikan di perairan, selain itu dapat mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan dalam setahun, frekuensi pemijahan dan umur atau ukuran ikan pertama kali matang gonad (Effendie 1979). Tingkat kematangan gonad dapat memberikan informasi dan keterangan mengenai ikan akan memijah, baru memijah atau telah selesai memijah.

2.4.2 Indeks kematangan gonad (IKG)

(25)

yang nilainya dinyatakan dalam persen. Pertambahan berat gonad akan semakin bertambah dengan bertambahnya ukuran gonad dan diameter telur. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat sebelum ikan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung hingga selesai (Effendie, 1997).

Perubahan IKG erat kaitannya dengan tahap perkembangan telur. Umumnya gonad akan semakin bertambah berat dengan bertambahnya ukuran gonad dan diameter telur. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Berat gonad mencapai maksimum sesaat sebelum ikan akan memijah dan nilai IKG akan mencapai maksimum pada kondisi tersebut (Effendie 1997). Hubungan antara indeks kematangan gonad (IKG) telah dilakukan seperti yang telah dilaporkan pada Gordon et al. tahun 1995 dengan tujuan menyoroti ukuran matang gonad dalam populasi (D'Onghia G. et al. 1999).

2.4.3 Fekunditas dan diameter telur

Fekunditas merupakan jumlah telur yang dikeluarkan ikan pada saat memijah. Perubahan fekunditas juga dipengaruhi ketersediaan makanan. Fekunditas mempunyai hubungan dengan umur, panjang atau bobot individu, dan spesies ikan. Pada umumnya individu yang pertumbuhannya cepat fekunditasnya juga lebih tinggi dibandingkan yang lambat pertumbuhannya pada ukuran yang sama (Effendie 1997).

Perkembangan diameter telur pada oosit teleostei umumnya dikarenakan terjadinya akumulasi kuning telur selama proses vitelogenesis yang menyebabkan telur berkembang menjadi besar (Utiah 2006). Sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme ikan dimanfaatkan bagi keperluan perkembangan gonad dan gonadnya akan semakin besar baik ukuran maupun diameter telurnya. Semakin meningkat tingkat kematangan gonad maka diameter telur yang ada di dalam ovarium semakin besar pula. Diameter telur akan semakin besar pada waktu mendekati pemijahan yang seiring dengan meningkatnya TKG dan mencapai maksimum, setelah itu cenderung menurun (Solihatin 2007).

(26)

tropis bertelur/memijah pada saat musim hujan karena terjadi stimulus faktor lingkungan di antaranya suhu, perubahan kimia air, dan aliran air (flooding) (Bye 1984 in Haryono 2006).

(27)

III.

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PPI Gebang Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat yang dimulai dari tanggal 1 April hingga tanggal 31 September 2009 dan pada tanggal 19 Juli 2010. Pengambilan ikan contoh dilakukan setiap hari sebanyak 1-5 ekor ikan tetet (Johnius belangerii). Ikan contoh yang telah diambil kemudian dianalisis di Laboratorium Ekobiologi Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

(28)

3.2Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat, bahan, dan kegunaan dalam penelitian

Jenis Kegunaan

A. Alat

1. Jaring Rampus dengan mesh size 1,75 Untuk menangkap ikan

2. Penggaris Mengukur panjang total ikan

3. Timbangan kue ketelitian 1 gram Menimbang bobot ikan

3. Timbangan digital ketelitian 0.01 gram Menimbang ikan dan bobot gonad 4. Mikroskop dan mikrometer okuler serta objektif Untuk mengukur diameter telur

5. Alat bedah Membedah ikan

6. Cawan petri Tempat menganalisis gonad ikan

7. Botol film dan plastik Wadah untuk mengawetkan gonad ikan 8. Hand tally counter Untuk menghitung jumlah telur

B. Bahan

1. Ikan Tetet (Johnius belangerii) Objek penelitian

2. Larutan formalin 10% dan 4% Mengawetkan ikan dan gonad ikan

3.3Metode Kerja

3.3.1 Prosedur kerja di lapang

(29)

3.3.2 Prosedur kerja di laboratorium

3.3.2.1 Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi

Analisis laboratorium dimulai pada bulan Maret hingga Juni 2010. Sampel gonad ikan tetet yang dikirimkan kemudian dianalisis. Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan mengamati ciri-ciri morfologisnya menurut Effendi (1997) terdapat pada Tabel 3 :

Tabel 3. Tingkat kematangan gonad ikan (Effendi 1997)

TKG ikan belanak (Mugil dussumieri) modifikasi Cassie

Tingkat Deskripsi

I Ovarium seperti benang, panjang sampai kedepan rongga tubuh, warna jernih, permukaan licin

II Ukuran ovarium lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas dengan mata.

III

Ovarium berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata.

IV

Ovarium makin besar, telur berwarna kuning, mudah di pisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi ½ – 2/3 rongga perut, usus terdekat.

V Ovarium berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di deket pelepasan. Banyak telur seperti pada tingkat II.

Gonad ikan dipisahkan berdasarkan TKG dan bulan ikan tersebut diambil. Kemudian gonad yang akan diamati fekunditas dan diameter telurnya hanya yang memiliki tingkat kematangan gonad IV. Fekunditas total telur dapat dihitung pada contoh dengan menggunakan metode campuran.

Pada tahap selanjutnya diameter telur diukur dengan mengambil contoh dari tiga bagian telur yaitu bagian anterior, tengah, dan posterior setiap ikan, lalu dengan menggunakan mikrometer okuler dan objektif diukur diameter telurnya.

3.3.2.2 Pengitungan jumlah telur (fekunditas) dan pengukuran diameter telur

(30)

hand tally counter. Penghitungan fekunditas atau jumlah telur menggunakan metode gabungan (Effendie 1979).

Pengukuran diameter telur dilakukan pada ikan-ikan contoh yang memiliki tingkat kematangan gonad (TKG) IV. Diameter telur yang diukur merupakan bagian kecil yang diambil dari subgonad, yaitu bagian posterior, median, dan anterior telur. Telur-telur itu diletakkan di atas gelas objek secara rapi, kemudian diamati sebanyak 50 telur tiap bagiannya dengan mikroskop binokuler berskala mikrometer yang sudah ditera.

3.3.2.3 Pembuatan preparat histologis gonad

Metode pembuatan preparat histologis gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan Angka et al. (1990) in Simanjuntak (2010) (Lampiran 1).

3.4Analisis Data

3.4.1 Aspek pertumbuhan

3.4.1.1 Sebaran frekuensi panjang

Hasil pengukuran panjang ikan contoh kemudian dibuat kedalam sebaran frekuensi panjang dengan mengacu pada Walpole (1992). Sebaran frekuensi panjang akan dipergunakan pada setiap parameter. Langkah pertama yang dilakukan dalam membuat sebaran frekuensi panjang, yaitu menentukan wilayah kelas (WK). WK merupakan hasil pengurangan dari nilai panjang tertinggi dengan nilai panjang terendah. Langkah kedua menentukan jumlah kelas (JK). Nilai JK diperoleh menggunakan rumus :

JK = 1 + 3.32 log N, N = jumlah data

(31)

3.4.1.2Hubungan panjang-berat

Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam. Hubungan panjang berat digunakan persamaan eksponensial sebagai berikut (Lagler 1972 in Juraida 2004) :

W = aL

b

Keterangan :

W : berat total ikan (gram) L : panjang total ikan (mm) a dan b : konstanta hasil regresi

Untuk mempermudah perhitungan maka persamaan di atas dilogaritmakan sehingga menjadi persamaan linear sebagai berikut :

log W = log a + b log L

Hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta b, bila b = 3 maka hubungannya bersifat isometrik (pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan berat). Bila n ≠ 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik, jika b > 3 maka hubungannya bersifat allometrik positif (pertambahan berat lebih dominan dari pertambahan panjangnya), sedangkan bila b < 3 maka hubungan yang terbentuk bersifat allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan dari pertambahan beratnya).

Untuk menentukan bahwa nilai b = 3 atau tidak sama dengan 3, maka digunakan uji-t, dengan rumus (Walpole 1993) :

(32)

Selanjutnya Thit yang didapat akan dibandingkan dengan Ttabel pada selang kepercayaan 95%. Jika Thit> Ttabel, maka tolak Ho, dan sebaliknya jika Thit < Ttabel, maka terima Ho.

3.4.1.3Faktor kondisi

Menurut Effendi (1997) faktor kondisi dapat ditentukan berdasarkan panjang dan berat ikan contoh. Rumus yang digunakan untuk mengetahui faktor kondisi dibedakan berdasarkan pola pertumbuhan.

Apabila ikan memiliki pola pertumbuhan allometrik (b≠3), maka rumus yang digunakan adalah :

Parameter pendugaan untuk mendapatkan nilai panjang maksimum (Linf) dan koefisien pertumbuhan menggunakan perhitungan yang dilakukan dengan bantuan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2. Penentuan laju eksploitasi (E) berdasarkan data ukuran panjang ikan yang dicatat di lapangan setiap pengambilan contoh ikan. parameter-parameter laju mortalitas yang meliputi laju mortalitas total (Z) digunakan model Beverton dan Holt berbasis data panjang dengan model sebagai berikut :

(33)

Keterangan :

K : koefisien pertumbuhan (per tahun) L∞ : panjang asimtotik (mm)

L panjang rata-rata ikan yang tertangkap (mm)

L’ : batas bawah dari interval kelas panjang yang memiliki tangkapan terbanyak (mm)

Z : laju mortalitas total (pertahun)

Selajutnya laju mortalitas alami (M) digunakan rumus empiris Pauly yaitu :

M : laju mortalitas alami (per tahun) L∞ : panjang asimtotik

K : koefisien pertumbuhan (per tahun) T : suhu rata-rata perairan (0C)

Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui maka laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui rumus :

M Z F= −

Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z)

Z F E=

Keterangan :

F : laju mortalitas penangkapan (per tahun) Z : laju mortalitas total (per tahun)

M : laju mortalitas alami (per tahun) E : tingkat eksploitasi

3.4.3 Aspek reproduksi

3.4.3.1Ukuran pertama kali matang gonad

Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan terhadap semua ikan contoh yang diambil. Sementara untuk menduga ukuran pertama kali ikan matang gonad berdasarkan selang kelas dimana terdapat ikan yang memiliki tingkat kematangan gonad yang matang yakni gonad TKG IV dengan menggunakan rumus, Rumus Spareman Karber :

(34)

Keterangan:

Xi = log nilai tengah pada saat ikan matang gonad X = selisih log nilai tengah kelas

Pi = Nb / Ni

Nb = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke-i Ni = jumlah ikan pada kelas ke-i

Qi = 1 – Pi

3.4.3.2Indeks kematangan gonad (IKG)

Indeks kematangan gonad (IKG) atau sering disebut juga Gonadosomatic index (GSI) yang diukur dengan membandingkan berat gonad dengan berat tubuh

Fekunditas ditentukan dengan metode campuran (gravimetri dan volumetri) dengan menggunakan rumus (Effendie 1979) :

F = Q GxVxf

Keterangan :

F : fekunditas total (butir) G : berat gonad total (gram) V : volume pengenceran (ml)

f : fekunditas dari subgonad (butir/ml) Q : berat subgonad (gram)

Selanjutnya Effendie (1997) menyatakan hubungan fekunditas dengan panjang dan bobot melalui persamaan berikut :

Hubungan fekunditas dengan panjang total :

F = m Ln atau log F = log m + n log L

(35)

F = g + hW

Keterangan :

(36)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan umum lokasi penelitian

Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak dibagian timur. Kabupaten Cirebon juga terkenal dengan sebutan kabupaten pesisir. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 986,00 km2 terletak antara 108o 32’ – 108o49' Bujur Timur dan 6o – 7o Lintang Selatan merupakan sebagai pintu gerbang antara propinsi Jawa Barat dengan Propinsi Jawa Tengah. Secara administrasi kabupaten ini dibatasi oleh, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuningan, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) (www.cirebonkab.go.id). Perairan Gebang salah satu sektor perikanan yang merupakan wilayah penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan Desa Gebang, Kabupaten Cirebon. Perairan ini merupakan bagian dari perairan Laut Jawa. Iklim wilayah Indonesia khususnya pesisir Jawa Barat bagian utara dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan adanya dua musim, yaitu musim barat dan musim timur.

Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai Februari, dimana angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah barat laut dengan kecepatan 3 m/det. Bulan Maret sampai Mei merupakan musim peralihan antara musim barat ke musim timur, kondisi angin (30-40 %) yang berubah-ubah dan didominasi dari arah timur laut dengan kecepatan angin 2-4 m/det. Bulan Juni sampai Agustus merupakan puncak musim timur dimana angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah timur laut dengan 3-6 m/det. Disamping terdapat angin yang berasal dari utara dan barat laut dengan kecepatan masing-masing 20 % dengan kecepatan angin 2 m/det. Sebelum kembali ke musim barat, terjadi musim peralihan dari musim timur ke musim barat yang terjadi pada bulan September sampai November dengan kecepatan angin 4-6 m/det, dan sebagian berasal dari angin timur laut (18 %) dengan kecepatan 1-3 m/det (Dihidros 2000 in Supriyadi 2008).

(37)

sehingga akan adanya kemungkinan penurunan tingkat populasi. Wilayah ini merupakan muara yang merupakan tempat ikan tetet berada. Ikan ini biasa menggunakan muara-muara sungai untuk berkembang biak dan memijah serta untuk pengasuhan anak.

Alat tangkap yang biasa digunakan oleh nelayan setempat berupa jaring rampus dengan mesh size 1.5-1.75 inci. Daerah penangkapan ikan ini berada tidak jauh di sekitar Perairan Gebang (wawancara pribadi). Ikan tetet biasa didaratkan di PPI Gebang Mekar. Ikan tersebut merupakan hasil tangkapan sampingan dan termasuk salah satu ikan komersial tingkat rendah (www.fishbase.org). Ikan ini biasa dipasarkan dalam bentuk segar dan asin. Harga yang dipasarkan sekitar Rp 4.000,00/kg (wawancara pribadi).

4.2Aspek Pertumbuhan

4.2.1 Sebaran kelompok ukuran panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii)

(38)

Gambar 4. Sebaran jumlah ikan tetet (Johnius belangerii) contoh pada saat bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang.

Nilai rata-rata panjang ikan tetet setiap bulannya berdasarkan Gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut rata-rata panjang ikan tetet berada pada kisaran 143-148 mm. Rata-rata panjang tertinggi berada pada bulan Agustus, yaitu pada ukuran 148 mm. Nilai yang diperoleh dikarenakan ikan-ikan yang tertangkap pada bulan Agustus merupakan ikan-ikan yang berukuran besar. Sedangkan rata-rata panjang terendah berada pada bulan Mei. Hal ini dapat dilihat bahwa ukuran ikan yang tertangkap pada bulan tersebut merupakan ikan-ikan berukuran kecil.

Gambar 5. Nilai rata-rata panjang ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan tahun 2009.

Sebaran kelas panjang ikan tetet dikelompokan menjadi 12 kelompok (Lampiran 3) dengan kisaran ukuran panjang 100-180 mm terlihat pada Gambar 6. Selang kelas 100-106 mm dan 107-113 mm tidak ditemukan pada bulan pengamatan April hingga September. Ukuran panjang ikan tetet pada Gambar 6 terlihat bahwa ukuran didominasi oleh ukuran kelas 135-155 mm. Ukuran maksimum ikan ini biasa ditemukan pada ukuran 150-200 mm dan sampai 280 mm, sedangkan ukuran

April Mei Juni Juli Agustus September

F

April Mei Juni Juli Agustus September

(39)

maksimum yang ditemukan yaitu 180 mm sebanyak 2 ekor. Hal ini dapat mengidentifikasi bahwa ikan ini sudah mengalami perubahan struktur populasi. Frekuensi terendah ditemukan pada selang kelas 177-183 mm sebanyak 2 ekor, sedangkan frekuensi tertinggi ditemukan pada selang kelas 135-141 mm sebanyak 183 ekor.

Gambar 6. Sebaran frekuensi ukuran panjang (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) betina pada bulan April-September 2009 di Perairan Gebang.

Adapun sebaran ukuran panjang ikan tetet di dua lokasi, yaitu di daerah Mayangan dan Gebang terlihat pada Tabel 4. Hasil penelitian Juraida (2004) menunjukkan bahwa kisaran panjang ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Pantai Mayangan antara 71-225 mm, dan pada perairan Gebang berada pada kisaran 100-180 mm.

Berdasarkan Tabel 4 perbedaan ukuran panjang yang ditemukan pada setiap lokasi diduga karena adanya perbedaan alat tangkap dengan ukuran mata jaring yang digunakan dalam penangkapan, serta adanya faktor lingkungan seperti nutrien yang dapat membuat pertumbuhan ikan baik. Keberadaan ikan-ikan ukuran kecil berkaitan dengan pola penyebaran telur dan larva secara pasif terbawa oleh pasang dan arus dari daerah pemijahan ke daerah asuhan (nurseryground) (Atmaja 1995).

(40)

Tabel 4. Hasil pengamatan ukuran panjang (mm) ikan tetet pada dua lokasi.

(Juraida 2004) Johnius belangerii Mei-Oktober

Jaring Insang

(1.5; 2.0; 3.0 inci) 71-225 Gebang

(Kusdarini 2010) Johnius belangerii

April-September

Jaring Rampus

(1.5-1.75 inci) 100-180

Nilai rata-rata berat ikan tetet pada setiap bulannya seperti Gambar 7. Sama halnya dengan nilai rata-rata panjang setiap bulannya. Nilai rata-rata berat terbesar terdapat pada bulan Agustus yaitu sebesar 30.29 gram. Dan nilai rata-rata terendah pada bulan Mei yaitu sebesar 26.96 gram. Variasi nilai setiap bulannya menunjukan bahwa ukuran setiap bulan ikan-ikan ini berbeda. Bulan Mei menunjukan bahwa ukuran ikan-ikan yang tertangkap lebih kecil dibandingkan bulan lainnya.

Gambar 7. Nilai rata-rata berat ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan 2009.

Kisaran ukuran berat ikan tetet (Johnius belangerii) betina berada pada 0.88-63.73 gram (Gambar 8) dengan sebaran kelas ukuran berat dikelompokan menjadi 11 kelompok (Lampiran 3). Frekuensi berat ikan tetet tertinggi terdapat pada selang kelas 30.88-36.87 gram ditemukan sebanyak 245 ekor. Sedangkan frekuensi berat ikan tetet terendah terdapat pada selang kelas 60.88-66.87 gram ditemukan sebanyak 3 ekor.

29.01 26.96 29.57 29.89 30.29 27.86

0.00

April Mei Juni Juli Agustus September

(41)

Gambar 8. Sebaran frekuensi ukuran berat (gram) ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang.

Informasi mengenai kisaran berat ikan tetet didua lokasi yang berbeda berdasarkan Tabel 5. Hasil penelitian Juraida (2004) berat ikan tetet berkisar pada 2.89-161.00 gram. Sedangkan pada perairan Gebang berada pada kisaran 0.88-63.73 gram. Berdasarkan hasil pengamatan diduga bahwa ikan-ikan di Pantai Mayangan memiliki berat tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ikan di Perairan Gebang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang baik untuk pertumbuhan ikan tersebut.

Tabel 5. Hasil pengamatan ukuran berat (gram) ikan tetet pada berbagai lokasi.

Lokasi Jenis

(Juraida 2004) Johnius belangerii

November-Hubungan panjang-berat merupakan nilai praktis yang memungkinkan merubah nilai panjang ke dalam nilai berat atau sebaliknya. Berat ikan dapat dinyatakan sebagai fungsi panjangnya, dimana hubungan panjang–berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hal ini disertai bentuk dan berat jenis ikan itu tetap selama hidupnya (Effendi 1997).

(42)

Gambar 9. Hubungan panjang berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang pada bulan pengamatan (April-September).

Hubungan panjang berat ikan tetet pada Perairan Gebang mengikuti persamaan W = 1x10-7L3.858 dengan nilai R2 = 59.40% (Gambar 9). Berdasarkan persamaan tersebut didapatkan nilai b yaitu 3.858 yang menunjukan bahwa tipe pertumbuhan ikan tetet yaitu allometrik positif. Tipe pertumbuhan tersebut mengartikan bahwa laju pertumbuhan berat ikan tetet di Perairan Gebang lebih besar dari pada laju pertumbuhan panjangnya. Hasil ini diperkuat melalui uji t dengan selang kepercayaan 95% terhadap nilai b. Hipotesis yang digunakan yaitu, Ho : Pola pertumbuhan isometrik bila b=3, dan H1 : Pola pertumbuhan allometrik bila b≠3, bila nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel tolak Ho dan bila nilai t hitung maka terima Ho. Dan diperoleh nilai t hitung (6.983) lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel (1.963), dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang yaitu allometrik positif, dimana pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya.

4.2.3 Faktor Kondisi

Faktor kondisi merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan yang menunjukan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Nilai faktor kondisi ikan tetet pada bulan pengamatan (April-September) di Perairan Gebang berada pada kisaran 0.4501-2.1151. Rata-rata nilai faktor kondisi ikan tiap bulannya berada pada 1.2236-1.3238 (Gambar 10).

(43)

Gambar 10. Nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) betina pada bulan pengamatan (April-September) di Perairan Gebang.

Nilai faktor kondisi terbesar terdapat pada bulan Juni yaitu sebesar 1.3238. Perbedaan nilai faktor kondisi tiap bulannya dapat menggambarkan faktor lingkungan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Variasi faktor kondisi ini dipengaruhi adanya kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, ketersediaan makanan, jenis kelamin, dan umur (Effendi 1979). Faktor kondisi digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan dan membandingkan berbagai tempat hidup ikan. Nilai faktor kondisi dari bulan April-September relatif sama, sehingga dapat diduga bahwa lingkungan Perairan Gebang tidak memberikan perubahan kondisi ikan pada setiap bulannya.

Faktor kondisi ikan tetet betina di Perairan Gebang berada pada kisaran nilai 0.4501-2.1151. Nilai faktor kondisi tertinggi dan terendah berada pada bulan April, yaitu nilai terendah 0.4501 dan nilai tertinggi 2.1151. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan tetet betina dengan nilai tertinggi terdapat pada selang kelas 149-155 mm sebesar 1.3166±0.2584. Sedangkan nilai rata-rata faktor kondisi dengan nilai terendah terdapat pada selang kelas 114-120 mm sebesar 0.8523±0.2107 terlihat pada Gambar 11. Pada Gambar 11 bahwa semakin besar ukuran panjang ikan terlihat nilai faktor kondisinya akan semakin besar. Hal ini diduga bahwa sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan gonad seimbang.

1.2236 1.2513 1.3238 1.2884 1.2802 1.2546

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

April Mei Juni Juli Agustus September

(44)

Gambar 11. Nilai faktor kondisi ikan tetet (Johnius belangerii) betina berdasarkan selang kelas panjang.

Tabel 6 memperlihatkan hubungan antara faktor kondisi rata-rata dengan tingkat kematangan gonad (TKG). Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai faktor kondisi menurun seiring dengan meningkatnya kematangan gonad sampai pada TKG III, yang kemudian meningkat pada TKG IV. Hal ini menunjukan bahwa sebagian sumber energi yang digunakan pada untuk perkembangan sel-sel reproduksi. Menurut Rahardjo dan Simanjuntak (2008), proses pembentukan sel reproduksi mencapai puncaknya pada TKG IV dimana ukuran gonad yang terbesar sudah dicapai sehingga meningkatkan bobot tubuh secara keseluruhan. Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai faktor kondisi terbesar berada pada TKG IV.

Tabel 6. Hubungan faktor kondisi dengan tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii) betina.

(45)

4.3Aspek Eksploitasi

Kegiatan penangkapan yang semakin meningkat secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur populasi, penurunan stok bahkan menyebabkan kepunahan. Tingkat ekploitasi ikan tetet (Johnius belangerii) belum banyak diketahui. Nilai eksploitasi ikan ini dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek pertumbuhan dengan melihat pola pertumbuhan ikan tersebut yang didominasi ikan-ikan berukuran besar ataupun ikan-ikan-ikan-ikan berukuran kecil. Aspek reproduksi dengan melihat ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet, ukuran diameter telur, dan jumlah telur.

Tabel 7. Parameter pertumbuhan dan mortalitas ikan tetet dengan menggunakan program FISAT II didua lokasi

Lokasi Jenis

Parameter

Pertumbuhan Parameter Mortalitas

L∞ K M Z F E

Mayangan

(Juraida 2004) Johnius belangerii 232.05 0.810 0.878 3.719 2.841 0.76 Gebang

(2010) Johnius belangerii 185.85 0.980 1.074 3.886 2.812 0.72 * Keterangan : L∞ = panjang yang tidak dapat dicapai ikan (mm); K = koefisien pertumbuhan (per

tahun); M = laju mortalitas alami (per tahun); Z = laju mortalitas total (per tahun); F = laju mortalitas penangkapan (per tahun); E = laju eksploitasi

Perhitungan tingkat ekploitasi menggunakan pengamatan nilai L∞, K (koefisien pertumbuhan), dan parameter-parameter laju mortalitas. Parameter pertumbuhan pada Tabel 7 menunjukan ikan tetet (Johnius belangerii) wilayah Perairan Mayangan memiliki L∞ yaitu, 232.05 mm dengan koefisien pertumbuhan sebesar 0.810 per tahun. Sedangkan pada Perairan Gebang ikan tetet (Johnius belangerii) memiliki L∞ yaitu sebesar 185.85 mm dengan 0.980 per tahun.

(46)

2.841 per tahun dibandingkan dengan nilai laju mortalitas alaminya (M), yaitu sebesar 0.878 per tahun. Hal ini tidak jauh berbeda dengan ikan-ikan yang berada di Gebang, dimana 28.41 % kematian ikan tetet diakibatkan adanya kegiatan penangkapan.

Hasil pengamatan pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa tingkat ekploitasi di Perairan Gebang sebesar 0.720 atau 72%. Dan pada perairan Mayangan sebesar 0.760 per tahun atau 76 %. Nilai-nilai tersebut telah melampaui batas laju eksploitasi yang dikemukan oleh Gulland (1971) in Pauly (1984) yaitu 0,50 atau 50%.

Tingkat eksploitasi yang telah melebihi batas optimum yaitu 50% mengakibatkan ukuran panjang maksimum ikan menjadi lebih kecil. Ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang telah melebihi batas optimum atau dapat dikatakan telah mengalami tangkap lebih (overfishing). Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa nilai L∞ ikan lebih kecil dibandingkan dengan ikan di Pantai Mayangan. L∞ yang mampu dicapai oleh ikan tetet di Perairan Gebang sebesar 185.85 mm dengan koefisien pertumbuhan 0.98 per tahun.

4.4Aspek Reproduksi

4.4.1 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Pengamatan tingkat kematangan gonad ikan tetet di Perairan Gebang dilakukan melalui pengamatan secara morfologi dan histologi. Pengamatan secara morfologi hanya difokuskan kepada ikan betina saja, sedangkan pengamatan secara histologis dilakukan pada ikan jantan dan betina. Tahap perkembangan gonad yang dibagi menjadi empat tahapan (TKG I – IV), dikarenakan tidak diketemukannya ikan tetet dengan tingkat kematangan gonad tahap V atau biasa disebut tahap salin.

(47)

Gambar 12. Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) 2009.

Jumlah ikan betina yang teridentifikasi tingkat kematangan gonadnya sebanyak 667 ekor, yaitu TKG I ditemukan sebanyak 8 ekor atau 1.20%, TKG II mempengaruhi perkembangan gonad, yaitu faktor lingkungan dan hormon (Affandi dan Tang 2000).

Gambar 13. Persentase tingkat kematangan gonad ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan selang kelas selama bulan pengamatan (April-September) 2009.

April Mei Juni Juli Agustus September

(48)

Ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet betina pada Perairan Gebang diduga 128-134 mm (Tabel 8). Hasil penelitian Juraida (2004) menunjukan ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet betina sebesar 86-100 mm. Dan pencapaian matang gonad ikan tetet di Pantai India (Bombay) lebih panjang, yaitu 165 mm (Prabhu cit. Bal Rao 1984 in Rahardjo&Simanjuntak 2007).

Tabel 8. Hasil pengamatan ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet (Johnius

Perbedaan ukuran ikan pertama kali matang gonad ini dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Beberapa faktor yang diduga dapat menjadi penyebab perbedaan pencapaian ukuran pertama kali matang gonad, seperti sifat genetik populasi, perbedaan letak wilayah (latitude), kualitas perairan, dan besarnya tekanan penangkapan. Selain itu kematangan gonad berhubungan dengan pertumbuhan dan faktor lingkungan terutama ketersediaan makanan baik secara kualitas maupun kuantitas (Toelihere 1985 in Affandi dan Tang 2000). Effendie (1997) menyatakan faktor yang mempengaruhi pertama kali ikan matang gonad ada dua yaitu faktor luar seperti suhu dan arus serta faktor dari dalam seperti umur, jenis kelamin, sifat-sifat fisologis ikan seperti kemampuan beradaptasi dengan lingkungan serta ukuran.

4.4.2 Indeks Kematangan Gonad (IKG)

(49)

nilai IKG ini diduga karena adanya tahap-tahap perkembangan telur. Berdasarkan Effendi (1997) perubahan nilai IKG berkaitan erat dengan tahap perkembangan telur.

Gambar 14. Nilai indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) 2009.

Indeks kematangan gonad (IKG) ikan tetet betina terus berkembang seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (TKG), seperti yang terlihat pada Gambar 15. Sesuai dengan pernyataan Effendi (1997) bahwa meningkatnya tingkat kematangan gonad menyebabkan ukuran diameter telur dan berat gonad juga meningkat. Dengan meningkatnya berat gonad menyebabkan nilai IKG meningkat. Berat gonad mencapai maksimum sesaat sebelum ikan akan memijah dan nilai IKG akan mencapai maksimum pada kondisi tersebut.

Gambar 15. Hubungan indeks kematangan gonad (IKG) dengan tingkat kematangan gonad (TKG).

April Mei Juni Juli Agustus September

(50)

4.4.3 Fekunditas

Fekunditas merupakan jumlah telur yang dikeluarkan ikan pada saat memijah. Pengamatan fekunditas dengan menggunakan ikan tetet betina TKG IV sebanyak 60 ekor. Panjang ikan berkisar 135-170 mm dan kisaran berat 7.45-54.35 gram. Fekunditas total ikan tetet betina berkisar antara 5238-31277 butir, dengan rata-rata fekunditas totalnya yaitu sebesar 16153 butir.

Gambar 16. Fekunditas ikan tetet (Johnius belangerii) berdasarkan bulan pengamatan (April-September) 2009.

Berdasarkan Gambar 16, terlihat jumlah telur yang dihasilkan ikan tetet setiap bulannya. Variasi tersebut menggambarkan bahwa ikan akan menghasilkan telur terbanyak pada bulan September yaitu sebanyak 19343 butir dan produksi telur terendah pada bulan Agustus yaitu sebanyak 13671 butir. Lagler et al. (1962) in

Haryono (2006) menyatakan bahwa jumlah telur yang diproduksi oleh induk betina sangat dipengaruhi oleh umur induk, ukuran, kondisi dan jenis ikannya, serta pola pemijahannya dispersal atau dierami. Ikan tetet melakukan pemijahan setiap bulannya. Pada bulan September ikan ini memproduksi telur terbanyak, diduga pada bulan tersebut kondisi lingkungan perairan baik seperti kaya akan nutrien. Nutrien sangat diperlukan untuk telur-telur setelah menetas. Nutrien tersebut akan membawa makanan bagi ikan-ikan kecil.

Hubungan fekunditas dengan panjang dan hubungan fekunditas dengan berat terlihat pada Gambar 17. Nilai koefisien korelasi yang rendah menunjukan tidak adanya hubungan yang erat antara fekunditas dengan panjang dan berat total.

April Mei Juni Juli Agustus September

(51)

Rendahnya nilai koefisien tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya fekunditas yang bervariasi pada ukuran yang sama.

Gambar 17. Hubungan fekunditas dengan panjang dan berat ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang.

4.4.4 Diameter telur

Sebaran kelas diameter telur ikan tetet TKG IV berada pada kisaran 0.15-0.675 mm yang terbagi kedalam 14 kelas ukuran diameter telur. Gambar 16 menunjukan rata-rata diameter telur ikan tetet setiap bulannya. Diameter telur terbesar berada pada bulan September yaitu 0.4050 mm dan diameter telur terkecil berada pada bulan Mei yaitu 0.3430 mm.

Hasil pengamatan berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa frekuensi terbanyak ukuran diameter telur ikan tetet setiap bulannya berada pada kisaran diameter berukuran 0.350-0.389 mm. Berdasarkan Gambar 19 ikan tetet pada Perairan Gebang diduga memiliki tipe pemijahan partial spawners karena memiliki modus penyebaran lebih dari satu puncak. Wootton (1990) in Murua (2003) mengatakan bahwa partial spawner adalah ikan yang mengeluarkan seluruh telurnya beberapa kali dalam setiap musim pemijahan. Lama pemijahan dapat diduga dengan

(52)

frekuensi ukuran diameter telur. Menurut Effendi (1997) sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme ikan tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad akan semakin membesar dibarengi dengan semakin besarnya ukuran diameter telur.

Gambar 18. Nilai rata-rata diameter telur (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) pada bulan pengamatan (April-September) 2009 di Perairan Gebang.

Gambar 19. Sebaran frekuensi diameter telur (mm) ikan tetet (Johnius belangerii) TKG IV di Perairan Gebang setiap bulannya.

4.4.5 Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) secara histologis

Pengamatan tingkat kematangan gonad ikan tetet betina secara histologis seperti pada Gambar 20, sedangkan tingkat kematangan gonad ikan tetet jantan pada Lampiran 13.

0.3799 0.3430 0.3790 0.3873 0.3883 0.4050

0

April Mei Juni Juli Agustus September

(53)

Tahap I : Awal pertumbuhan (Tidak Masak)

Secara morfologi ovarium berbentuk memanjang. Ukuran sel telur relatif kecil dan belum terlihat jelas oleh mata telanjang. Secara histologis, ovarium didominasi oleh oogonium dan dijumpai telah adanya oosit primer hasil dari perkembangan oogonium. Belum dilapisi selaput folikel. Inti sel (nukleus) terletak di tengah dan bentuknya bulat serta dikelilingi oleh sitoplasma.

Tahap II : Berkembang (Tidak Masak)

Secara morfologi, ovarium berwarna merah jambu, pembuluh darah masih belum terlihat jelas. Ovarium berwarna lebih kuning dari pada TKG I. Sel telur masih belum terlihat jelas oleh mata telanjang. Secara histologis, Ovarium didominasi oleh oosit primer, masih ditemukan oogonium, terlihat adanya lapisan folikel. Tahap awal terjadinya proses vitellogenesis.

Tahap III : Dewasa (Hampir Masak)

Secara morfologi, ovarium berwarna merah jambu sampai kekuningan, butir telur sudah dapat dilihat oleh mata telanjang namun diameternya lebih kecil dan pembuluh darah mulai terlihat. Secara histologis, oogonium dan oosit sekunder masih ditemukan dan oosit sekunder berkembang menjadi oosit. Butir kuning telur (yolk egg) dan vakuola minyak terlihat jelas yang menyebar dari sekitar nukleus yang mengarah ke tepi.

Tahap IV : Matang (Masak)

Secara morfologi, ovarium makin membesar berwarna kuning kemerah-merahan, pembuluh darah jelas, telur terlihat jelas, keadaan telur masak berukuran besar berwarna terang. Secara histologis, Ovarium didominasi oleh ovum, inti sel terlihat jelas, butir minyak tersebar di sekitar inti sel.

Berdasarkan Gambar 20 pada TKG 3 dapat terlihat bahwa masih terdapat TKG 1 dan 2. Sama halnya dengan TKG 3, pada TKG 4 masih terlihat TKG 2 dan 3. Perkembangan gonad betina secara histologis pada Gambar 20 terlihat bahwa ikan tetet (Johnius belangerii) memiliki tipe perkembangan oosit group synchronous.

(54)

sebagian (partial spawner) sewaktu memijah dan akan dikeluakan lagi pada musim pemijahan selanjutnya.

Keterangan : N = Nukleus; Og = Oogonium; Os = oosit; Ot = Ootid; Ov = Ovum; Bm = Butir minyak; Bt = butir kuning telur

Gambar 20. Struktur histologis gonad pada TKG 1, 2, 3, dan 4 ikan tetet (Johnius belangerii) betina.

4.5Perbandingan Laju Eksploitasi dengan Keragaan Reproduksi

Kegiatan penangkapan yang terus menerus akan menyebakan perubahan struktur populasi dan keragaan reproduksi populasi ikan tersebut. Tabel 9 memperlihatkan perbandingan laju eksploitasi terhadap keragaan reproduksi, seperti ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas dan diameter telur.

Os

N Og

Ov

N

Ot

Bm N

Yt

(55)

Tabel 9 menunjukan bahwa perbedaan nilai laju eksploitasi ikan tetet di dua lokasi yaitu, daerah Pantai Mayangan dan Perairan Gebang. Nilai laju eksploitasi di Pantai Mayangan memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan di Perairan Gebang. Perbedaan ini dapat berpengaruh terhadap struktur populasi yang berpengaruh pada keragaan reproduksinya.

Tabel 9. Perbandingan laju eksploitasi dan keragaan reproduksi pada dua lokasi.

Lokasi Laju Eksploitasi

Berdasarkan hasil pengamatan selang kelas panjang ukuran pertama kali matang gonad ikan tetet di Pantai Mayangan sebesar 86–100 mm lebih kecil dibandingkan dengan Perairan Gebang sebesar 128–134 mm. Sedangkan pada nilai fekunditas pada daerah Pantai Mayangan lebih besar dibandingkan dengan di daerah Gebang. Nilai fekunditas di Pantai Mayangan berkisar antara 11 492 – 270 050 butir telur dan nilai fekunditas di Perairan Gebang berkisar 5 238 – 31 277 butir telur. Kisaran diameter telur ikan tetet di Pantai Mayangan berkisar 0.25 – 0.625 mm dan kisaran diameter telur ikan di Perairan Gebang berkisar antara 0.15 – 0.675 mm. Nilai kisaran diameter telur ikan di Pantai Mayangan memiliki range yang lebih kecil dibandingkan dengan di Perairan Gebang. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diduga bahwa pada Pantai Mayangan dan Perairan Gebang tekanan penangkapan berpengaruh pada keragaan reproduksinya.

4.6Alternatif Pengelolaan Ikan Tetet (Johnius belangerii)

(56)
(57)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ikan tetet (Johnius belangerii) di Perairan Gebang telah mengalami tangkap lebih (overfishing) dengan laju eksploitasi sebesar 0.72 atau 72 % per tahun dengan laju kematian tertinggi diakibatkan aktivitas penangkapan.

2. Berdasarkan hasil penelitian secara temporal ikan tetet (Johnius belangerii) memiliki pola pertumbuhan Allometrik positif dengan koefisien pertumbuhan sebesar 0.98 per tahun dan L∞ 185.85 mm. Kisaran faktor kondisi berada pada nilai 0.4501-2.1151.

3. Berdasarkan hasil penelitian ikan tetet (Johnius belangerii) memiliki pola pemijahan partial spawning dan musim pemijahan sepanjang tahun, keragaan reproduksi tiap bulannya berbeda, fekunditas berkisar 5 238 – 31 277 butir dengan ukuran diameter berkisar 0.25-0.625 mm, dan ukuran pertama kali matang gonad yang ditemukan pada selang kelas 128-134 mm.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan :

1. Perlu adanya penelitian terhadap ikan tetet jantan agar dapat terlihat proporsi ikan jantan dan betina.

2. Perlu adanya analisis kebiasaan makan dan caran makan ikan tetet.

Gambar

Gambar 1. Skema perumusan masalah
Tabel 1. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan betina Johnius dussumieri menurut Devados (1969) in Effendi (1997)
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 2.  Alat, bahan, dan kegunaan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umun dalam pembelajaran model inisiswa melakukan beberapa hal antara lain (1) siswamempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk me-laksanakan percobaan, (2) siswa

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang aktif pada organisasi BEM, DPM, IMM di Universitas Muhammadiyah Surakarta yang berjumlah 50 orang. Analisis data

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, sehingga dalam hal ini diputuskan untuk melakukan eksperimen penelitian yang berjudul: “PENGGUNAAN METODE

Hasil analisis tentang daya saing investasi menunjukan bahwa prioritas elemen faktor kekuatan yang paling mempengaruhi daya saing yaitu potensi ekonomi (0,351),

in heterogeneous environments with different types of source systems, levels of data quality, and levels of detail now use ODS objects to create an enterprise data ware- house

Begitu juga dengan dimensi perkembangan orientasi intelek yang menunjukkan tidak terdapat perbezaan yang signifikan dari segi persekitaran keluarga antara

Responden memiliki lahan miliki sendiri hasil dari warisan orang tua yang digarap oleh responden dan lahan yang digarapkan kepada orang lain sesuai Tabel.

Dapat dilihat dalam pernyataan Wahid Hasyim pada tahun 1945 bahwa dengan “Persatuan bangsa yang tidak dapat dipecah-pecah, posisi Islam yang sehat bisa di jamin”, dikutip