i
PANDU MAHENDRATAMA
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Banban
Engraulis grayi (Bleeker, 1851) Betina di Pantai Utara Jawa (Oktober – Maret)
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang dikutip dari
karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di
dalam teks serta dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Abstrak
Penelitian yang dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Gebang Mekar,
Cirebon, Jawa Barat ini bertujuan untuk mengetahui tingkat eksploitasi ikan banban
dan mengkaji aspek biologi reproduksi ikan banban (Engraulis grayi) di perairan
Cirebon. Pelaksanaannya pada bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Maret
2009 dan dilanjutkan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Desember 2009. Telah
ditangkap ikan banban betina berjumlah 654 ekor. Ikan ini pertama kali matang
gonad pada panjang 171 mm dan laju eksploitasinya sebesar 57% atau sudah
mengalami tangkap lebih. Semakin bertambah panjang dan berat tubuh maka tingkat
kematangan gonad semakin tinggi; nilai indeks kematangan gonad semakin
bertambah, maka fekunditas semakin meningkat. Telur-telur yang sudah siap
memijah berdiameter 0,495-0,575 mm. Sebaran diameter telur mengindikasikan
bahwa ikan banban termasuk ikan berfekunditas besar dengan tipe pemijahan “partial spawner”.
Abstract
Research that conducted at Gebang Mekar Fish Landing Base (PPI) Cirebon, West Java, aimed to determine the level of exploitation and assess aspects of banban reproductive biology (Engraulis grayi) in Cirebon. Implementation was accomplished in December 2008 to March 2009 and resumed in October 2009 until December 2009. 654 individuals of female banban have been caught. This species has its first gonad maturity on the length of 171 mm and exploitation rate by 57%, or already over exploited. The increase of the length and weight of the body causing higher level of gonad maturity, gonad maturity index value and fecundity increases. Diameters of eggs that already spawned ranged from 0.495 to 0.575 mm. The distribution of eggs diameter indicates banban is fish with high fecundity with spawning type called "partial spawner".
iii
Pandu Mahendratama. C24062230. Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Banban Engraulis grayi (Bleeker, 1851) Betina di Pantai Utara Jawa (Oktober – Maret). Dibawah bimbingan Yunizar Ernawati dan M. Mukhlis Kamal
Ikan banban (Engraulis grayi) merupakan ikan pelagis kecil yang banyak ditemukan di daerah Pantai Utara Jawa khususnya di perairan Cirebon. Ikan ini merupakan ikan yang dieksploitasi secara intensif karena sebagai hasil tangkapan sampingan. Akibat penangkapan secara terus menerus, populasi akan menurun dengan ditunjukkan oleh ikan-ikan berukuran kecil dan berumur muda yang selanjutnya berpengaruh terhadap keragaan reproduksinya. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai aspek biologi reproduksi dan laju eksploitasi terhadap ikan banban yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan di lokasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek biologi reproduksi dan mengetahui tingkat eksploitasi, serta mengeksplorasi keterkaitan antara tingkat eksploitasi dengan reproduksi ikan banban di perairan Cirebon.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Maret 2009 dan dilanjutkan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Desember 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pengukuran panjang dan berat dilakukan di tempat pangkalan pendaratan ikan, sedangkan analisa aspek reproduksi mencakup (faktor kondisi, indeks kematangan gonad, dan tingkat kematangan gonad, fekunditas, dan diameter telur di lakukan di laboratorium.
Ikan banban (Engraulis grayi) yang diamati berjumlah 654 ekor. Sebaran panjang ikan banban berkisar antara 100-205 mm. Pola pertumbuhan ikan tersebut adalah allometrik positif yang berarti pertambahan ukuran berat tubuh lebih dominan dibandingkan pertambahan ukuran panjang tubuh. Nilai faktor kondisi terbesar terdapat pada bulan November dan nilai terendah pada bulan Februari. Berdasarkan tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad, diduga puncak pemijahan ikan banban berada pada bulan Februari dan bulan Maret. Nilai rata-rata fekunditas terbesar terdapat pada bulan Maret sebesar 8.183 butir dan terkecil terdapat pada bulan Desember sebesar 6.016 butir. Berdasarkan pola penyebaran diameter telur diduga bahwa ikan banban (Engraulis grayi) memijah secara total spawner. Dari tren laju eksploitasi, terlihat laju eksploitasi sebesar 0,57, yang berarti 57 % kematian ikan banban disebabkan oleh aktifitas penangkapan.
iv
BETINA DI PANTAI UTARA JAWA (OKTOBER
–
MARET)
PANDU MAHENDRATAMA C24062230
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
v
Judul : Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Banban Engraulis grayi (Bleeker, 1851) Betina di Pantai Utara Jawa (Oktober – Maret)
Nama Mahasiswa : Pandu Mahendratama
NIM : C24062230
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc NIP. 19490617 197911 2 001 NIP. 132084932
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002
vi
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan arahan dan
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini yang berjudul “Laju Eksploitasi
dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Banban Engraulis grayi (Bleeker,
1851) Betina di Pantai Utara Jawa (Oktober – Maret)”. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing
pertama dan Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc selaku dosen pembimbing kedua yang
telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak yang terkait.
Bogor, Januari 2011
vii
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. M. Mukhlis
Kamal, M. Sc selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan, arahan, dan saran baik dalam bentuk moriil, materi dan finansial
selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi hingga selesai.
2. Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji tamu dan Ir. Sigid Hariyadi,
M.Sc selaku dosen penguji dari program studi atas saran, nasehat, dan perbaikan
yang diberikan.
3. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan saran, nasehat, dan motivasi selama perkuliahan.
4. Seluruh staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widar dan Mba Ina serta Bapak
Ruslan selaku staf Biologi Makro I (BIMA I) atas bantuan dan dukungan yang
telah diberikan kepada penulis.
5. Keluarga tercinta; Bapak (S. Winarno), Ibu (B. Winarti), kakak-kakakku (Mba
Ratih dan Mba Tutuk), dan keponakanku (Sekar dan Bisma) serta Nani Triana atas do’a, pengorbanan, kasih sayang, dan dukungan semangatnya.
6. Keluarga Subandi di PPI Gebang Mekar Cirebon atas segala bantuan selama
penelitian.
7. Teman seperjuangan Tim Telur+ 2010 (Atep, Ilmi, Febri, Ishak, Loyo, Chika,
Yuli, Elfrida dan Oktadya) atas bantuan, semangat dan kerjasamanya selama
penelitian hingga penyusunan skripsi.
8. Sahabat-sahabatku MSP 43 terima kasih atas bantuan serta semangatnya selama
masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi.
viii
Penulis dilahirkan di Magelang, pada tanggal 18 Desember 1987
dari pasangan Bapak Drs. H. Suyud Winarno, MM dan Ibu Hj.
Badriatun Winarti. Penulis merupakan putra kedua dari dua
bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Parung Serab,
Ciledug – Tangerang (2000), SLTPN 3 Tangerang (2003) dan
SMAN 101 Jakarta (2006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata
Kuliah Ikhtiologi Fungsional (2008/2009) dan (2009/2010), dan Anatomi Biologi
Ikan (2009/2010), serta aktif sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi
(2008/2009) dan anggota Divisi Minat dan Bakat (2009/2010) dalam kepengurusan
Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis
melaksanakan penelitian yang berjudul “Laju Eksploitasi dan Variasi Temporal Keragaan Reproduksi Ikan Banban Engraulis grayi (Bleeker, 1851) Betina di Pantai Utara Jawa (Oktober – Maret)”.
ix
3.4.2. Aspek pertumbuhan dan reproduksi ... 19
3.4.2.1. Hubungan panjang-berat ... 19
3.4.2.2. Faktor kondisi ... 19
x
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 23
4.2. Sebaran Frekuensi Panjang ikan banban (Engraulis grayi) ... 24
4.3. Aspek Pertumbuhan dan Reproduksi ... 28
4.3.1. Hubungan panjang-berat ... 28
4.3.2. Faktor kondisi ... 32
4.3.3. Tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi)... 35
4.3.4. Indeks kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) ... 39
4.3.5. Fekunditas ikan banban (Engraulis grayi) ... 41
4.3.6. Diameter telur ikan banban (Engraulis grayi)... 43
4.4. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ... 45
4.5. Aspek Pengelolaan Sumberdaya Ikan Banban (Engraulis grayi) ... 46
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
5.1. Kesimpulan ... 48
5.2. Saran... ... 48
xi
Halaman
1. Alat dan bahan, serta kegunaan ... 15
2. Klasifikasi tingkat kematangan gonad (Engraulis encrasicolus L. 1758)
menurut Bellido et al. (2000) ... 17
3. Hasil analisis hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulisgrayi)
berdasarkan bulan pengamatan ... 30
4. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi)
berdasarkan hasil pengamatan ... 35
xii
Halaman
1. Skema perumusan masalah ... 3
2. Ikan banban (Engraulis grayi, Bleeker 1851) ... 5
3. Lokasi penelitian... 14
4. Sebaran selang kelas ukuran panjang ikan banban (Engraulis grayi) ... 25
5. Sebaran ukuran panjang ikan banban (Engraulis grayi) pada setiap bulan pengamatan selama tahun 2009 ... 26
6. Sebaran jumlah contoh ikan banban (Engraulis grayi) setiap bulan pengamatan selama tahun 2009 ... 27
7. Perbandingan panjang dan berat dari total tangkapan ikan banban (Engraulisgrayi) setiap bulan pengamatan selama tahun 2009... 28
8. Hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayi) secara keseluruhan ... 29
9. Hubungan logaritma panjang dan logaritma berat ikan banban (Engraulis grayi) ... 30
10. Hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayi) di setiap bulan pengamatan... 32
11. Faktor kondisi ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan selang kelas panjang ... 33
12. Faktor kondisi ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan bulan pengamatan... 34
13. Tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) betina berdasarkan bulan pengamatan ... 36
14. Tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) betina berdasarkan selang kelas panjang total ... 37
15. Struktur histologis gonad ikan banban (Engraulis grayi) pada TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV ... 38
16. Indeks kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan bulan pengamatan ... 39
17. Indeks kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan selang panjang total ... 40
xiii
21. Sebaran diameter telur ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan
selang kelas diameter telur ... 43
22. Sebaran diameter telur ikan banban (Engraulis grayi) setiap bulan
xiv
Halaman
1. Gambar alat dan bahan yang digunakan selama melakukan penelitian ... 53
2. Metode pembuatan preparat histologis ... 54
3. Frekuensi panjang hasil tangkapan ikan banban (Engraulis grayi) di PPI
Gebang Mekar, Cirebon ... 56
4. Uji t untuk hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayi)di PPI
Gebang Mekar, Cirebon ... 56
5. Contoh perhitungan fekunditas... 57
6. Selang kelas diameter telur ikan banban (Engraulis grayi) di PPI Gebang
Mekar, Cirebon ... 58
7. Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), alami (M), penangkapan (F),
dan laju eksploitasi (E) ... 58
8. Pendugaan ukuran panjang ikan pertama kali matang gonad ikan banban
(Engraulis grayi) dengan metode Spearman Karber ... 60
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Cirebon merupakan Kabupaten pesisir di Utara Jawa Barat yang
berbatasan dengan Laut Jawa, keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari daerah
pantai dan perbukitan. Secara geografis, Kabupaten Cirebon terletak pada koordinat 6°43′LS 108°34′ BT dengan luas wilayah 37,54 km² dan memiliki garis pantai sepanjang 80,42 km (wikipedia 2009). Kondisi demikian menyebabkan kabupaten
pesisir ini memiliki potensi SDI yang tinggi. Salah satu jenis ikan adalah ikan
banban (Engraulis grayi) yang banyak ditemukan atau ditangkap di daerah perairan
Cirebon dan selanjutnya di daratkan di PPI Gebang Mekar Kabupaten Cirebon, serta
menjadi salah satu sumberdaya perikanan yang bernilai ekonomis, meskipun bukan
merupakan hasil tangkapan utama.
Menurut hasil wawancara terhadap nelayan setempat, ikan yang menjadi
komoditas tangkapan utama di perairan Cirebon yaitu ikan tongkol, ikan kembung,
ikan tenggiri dan ikan layur. Walaupun demikian, ikan banban selalu tertangkap oleh
para nelayan, karena alat tangkap yang digunakan tidak selektif. Ikan banban
tertangkap dengan jaring rampus dan tidak jarang pula pada ikan-ikan kecil serta
ikan yang matang gonad dan siap berpijah juga ikut tertangkap. Penangkapan ikan
yang tidak terkendali dan berlangsung terus menerus, dikhawatirkan dapat terjadi
overfishing yaitu penurunan populasi ikan akibat tekanan penangkapan yang besar.
Aspek biologi reproduksi merupakan informasi yang mendasar dan penting
bagi pengelolaan dan pemanfaatan, pada khususnya sumberdaya ikan banban.
Beberapa informasi penting yang akan diperoleh, diantaranya adalah tingkat
kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, diameter telur, dan
musim pemijahan.
Variasi reproduksi ikan dapat dipengaruhi oleh adanya musim. Musim barat
dan musim timur sangat berbeda kondisi hidrologinya. Hal ini ditandai adanya
perbedaan curah hujan, dimana musim barat relatif lebih tinggi, dibandingkan pada
musim timur. Proses reproduksi ikan banban pada musim timur akan mengalami
perairan menjadi baik atau tidak terganggu untuk kelanjutan proses reproduksi ikan
banban tersebut.
Penelitian ini mencoba mengetahui tingkat eksploitasi dan mengkaji variasi
temporal aspek keragaan pertumbuhan dan reproduksi. Salah satu ciri populasi ikan
yang telah mengalami eksploitasi adalah perubahan komposisi ukuran menjadi lebih
kecil. Hal ini dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap hasil reproduksi.
Konsekuensinya, populasi didominasi oleh ikan dengan ukuran kecil dengan
pertumbuhan yang lebih cepat dan kematangan gonad yang lebih awal. Pengamatan
dengan mengetahui laju eksploitasi serta mengkaji keragaan pertumbuhan dan
reproduksi masih jarang dilakukan, oleh karena itu penelitian ini penting
dilaksanakan untuk menghasilkan informasi-informasi yang menjadi pertimbangan
dalam pengelolaan sumberdaya ikan banban secara berkelanjutan.
1.2. Perumusan Masalah
Ikan banban bukan merupakan target utama tangkapan pada daerah perairan
Cirebon, dikarenakan belum diketahuinya potensi alami dan juga tingkat
eksploitasinya, sehingga ikan tersebut hanya digolongkan ke dalam sumberdaya ikan
ekonomis. Akan tetapi apabila setiap upaya penangkapan selalu dijumpai ikan
banban dan tidak jarang pula pada ikan yang matang gonad serta siap memijah juga
ikut tertangkap, dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan
populasi.
Hal ini dapat mempengaruhi pada masa yang akan datang kehidupan ikan
banban akan terancam, baik berupa kepunahan maupun degradasi genetis. Oleh
sebab itu jenis ikan ini perlu dilestarikan melalui pengelolaan habitat dan populasi
yang rasional. Untuk hal tersebut diperlukan informasi dan data tentang keadaan
reproduksinya, karena dalam pengelolaan untuk menjamin kelestarian sumberdaya
maka reproduksi berperan untuk mengetahui ukuran pertama kali ikan matang
gonad. Informasi hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
dan menjadi acuan dalam upaya pengelolaan sumberdaya ikan banban yang lestari
Gambar 1. Skema perumusan masalah
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui laju eksploitasi ikan banban di perairan Cirebon
b. Mengkaji variasi temporal keragaan pertumbuhan dan reproduksi ikan banban.
Sumberdaya ikan banban
Pengelolaan sumberdaya ikan banban Tingkat Eksploitasi
Populasi menurun
Keragaan Reproduksi : IKG dan TKG
Fekunditas Diameter telur
Eksploitasi tinggi Eksploitasi rendah
Populasi normal
Didominasi ikan kecil dan muda
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
biologi reproduksi ikan banban (Engraulis grayi) sehingga dapat digunakan dalam
berbagai upaya pengelolaan dan pemanfaatan secara optimal serta menjaga
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis
Klasifikasi ikan Banban (Engraulis grayi) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Famili : Engraulididae
Genus : Engraulis
Spesies : Engraulis grayi, Bleeker 1851\
Nama sinonim : Engraulis mystax, Trhyssa mystax
Nama lokal : Banban (Cirebon, Jawa Barat), Cangkang, Bido (Sulawesi Selatan)
(Dwiponggo 1971 in Fatimah 2006), Bulu ayam, Kresek (Jakarta)
(Dwiponggo 1971 in Fatimah 2006)
Gambar 2. Ikan Banban (Engraulis grayi, Bleeker 1851) www.zipcodezoo.com
Warna tubuh mengkilat keperakan dengan bagian perutnya transparan dan
warna bagian punggungnya gelap (www.zipcodezoo 2009). Bentuk mulut terminal
dan dapat disembulkan, tidak mempunyai sungut, badan pipih dari kepala hingga
bagian perut sampai pangkal ekor. Ikan ini memiliki kelengkapan sirip utama yaitu
2.2. Habitat dan Distribusi
Ikan kresek merupakan salah satu nama lain dari ikan ini. Daerah perairan asin
seperti pantai dan muara sungai merupakan habitat hidupnya, serta banyak
ditemukan di perairan pantai yang berbatasan dengan air payau. Pada ikan dewasa
dan remaja mampu berenang menembus bagian hulu perairan, dimana kondisi
mixohalin sampai kondisi mesohalin. Telur-telur dan larva ikan terdapat di hutan
bakau dengan makanannya berupa organism planktonik (fishbase 2010). Ikan
pemakan berbagai jenis plankton, zoobenthos, zooplankton, udang, copepods,
polychaetes dan amphipods ini tergolong ke dalam ikan pelagis kecil, hidup dengan
cara bergerombol satu sama lainnya. Ikan banban tersebar di sepanjang pantai
perairan Indonesia terutama di pantai utara Jawa, pantai Sumatera bagian Timur,
sepanjang pantai Kalimantan, pantai Arafuru ke Utara sampai Teluk Benggala,
pantai Sulawesi Selatan hingga sepanjang pantai Laut Cina Selatan (Samad 1999),
serta dapat ditemukan di Utara Queenland (Australia), Laut Hindia dan Pasifik
Barat, dan dari pantai Barat India sampai Kepulauan Lesser Sunda (www.dkp.go.id).
2.3. Aspek Pertumbuhan
Pertumbuhan dalam istilah yang sederhana dapat dikatakan sebagai
pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Akan tetapi apabila
banyak faktor mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ini
dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor
tersebut ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang tidak. Faktor dalam adalah
faktor yang sulit dikontrol, diantaranya adalah keturunan, umur, jenis kelamin,
hormon dan penyakit sedangkan faktor luar yang utama mempengaruhi
pertumbuhan ialah makanan dan suhu perairan. Di daerah tropik makanan
merupakan faktor yang lebih penting dari pada suhu perairan. Bila keadaan
faktor-faktor lain normal, ikan dengan makanan berlebih akan tumbuh lebih pesat (Effendie
1997). Menurut Sparre and Venema (1999), parameter-parameter yang menduga pertumbuhan yaitu panjang infinitif (L∞) yang merupakan panjang maksimum secara teoritis dan koefisien pertumbuhan (K) merupakan umur teoritis pada saat
panjang sama dengan nol.
2.3.1. Hubungan panjang-berat
Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu
bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hal ini disertai anggapan
bahwa bentuk dan berat ikan tersebut tetap sepanjang hidupnya. Namun pada
kenyataannya hubungan yang terdapat pada ikan tidak demikian karena bentuk dan
panjang ikan berbeda-beda. Dengan melakukan analisa hubungan panjang berat ikan
tersebut maka pola pertumbuhan ikan dapat diketahui. Selanjutnya dapat diketahui
bentuk tubuh ikan tersebut gemuk atau kurus (Effendie 1997).
Rumus umum mengenai hubungan panjang berat adalah W = aLb, dengan a
dan b adalah konstanta yang diperoleh dari perhitungan regresi antara W (berat total)
dan L (panjang total). Pola pertumbuhan ada dua jenis yaitu pertumbuhan isometrik
dan allometrik. Pertumbuhan isometrik (b=3) berarti pertambahan panjang
seimbang dengan pertambahan berat sedangkan pertumbuhan allometrik (b ≠ 3)
berarti pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat.
Pertumbuhan dinyatakan bersifat allometrik positif jika b > 3 yang berarti
pertambahan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan panjang
sedangkan pertumbuhan dinyatakan bersifat allometrik negatif jika b < 3 yang
dari merupakan konstanta hasil regresi, sedangkan W adalah berat total ikan dan L
adalah panjang total ikan. Untuk mendapatkan hubungan antara panjang dan berat
ikan tersebut digunakan nilai koefisien korelasi jika mendekati 1 maka terdapat
hubungan yang erat antara kedua variabel (Walpole 1992).
2.3.2. Faktor kondisi
Faktor kondisi merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan.
Faktor kondisi dapat menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik
untuk bertahan hidup dan reproduksi. Effendie (1979) menyatakan bahwa nilai
faktor kondisi suatu jenis ikan dipengaruhi oleh umur, makanan, jenis kelamin, dan
tingkat kematangan gonad (TKG).
Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali akan menyebabkan
terjadinya penurunan kecepatan pertumbuhan karena sebagian dari makanan
digunakan untuk perkembangan gonad. Ikan dapat mengalami peningkatan atau
penurunan faktor kondisi dalam daur hidupnya. Keadaan ini mengindikasikan
adanya musim pemijahan bagi ikan betina. Peningkatan faktor kondisi diakibatkan
oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya sebelum pemijahan. Ikan
yang cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber tenaga selama
proses pemijahan, pada umumnya akan mengalami penurunan faktor kondisi
(Effendie 1979).
2.4. Aspek Reproduksi
Reproduksi merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan suatu
sumberdaya perairan. Keberhasilan suatu spesies ikan dalam daur hidupnya
ditentukan dari kemampuan anggotanya untuk bereproduksi di lingkungan yang
berfluktuasi dan menjaga keberadaan populasinya (Moyle dan Cech 2004). Nikolsky
(1963) menyatakan bahwa reproduksi merupakan mata rantai dalam siklus hidup
yang berhubungan dengan mata rantai yang lain untuk menjamin keberlanjutan
Beberapa aspek reproduksi menurut (Nikolsky 1963) antara lain nisbah
kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, dan
sebaran diameter telur.
2.4.1. Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad
sebelum dan sesudah ikan memijah. Pengetahuan mengenai kematangan gonad
diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara ikan yang
matang gonadnya dengan ikan yang belum matang gonad dari stok yang ada
diperairan, selain itu dapat diketahui ukuran atau umur ikan pertama kali matang
gonad, mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan, dan frekuensi pemijahan
dalam satu tahun (Effendie 1997). Pencatatan perubahan atau tahap-tahap
kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan
melakukan reproduksi atau tidak. Berdasarkan tahap kematangan gonad juga dapat
diketahui kapan ikan akan memijah, baru memijah, atau sudah memijah.
Kwok (1999) in Ambarwati (2008) menyatakan bahwa adanya pengaruh
tingginya TKG akan memperbesar kisaran panjang dan berat tubuh suatu ikan dan
pada ikan dengan ukuran kisaran panjang dan berat yang tidak sama mempunyai
TKG yang sama. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam.
Faktor dari luar diantaranya adalah kondisi lingkungan dimana ikan tersebut hidup,
ada tidaknya ketersediaan makanan, suhu, salinitas dan kecepatan pertumbuhan ikan
itu sendiri. Selanjutnya faktor dari dalam yaitu disebabkan oleh umur, ukuran dan
faktor fisiologi ikan itu sendiri. Menurut Lagler et al. (1977) pada umumnya, ikan
dengan ukuran panjang maksimum yang lebih kecil dan masa hidup yang lebih
singkat akan mengalami kematangan gonad yang pertama dengan umur yang lebih
muda.
2.4.2. Indeks kematangan gonad (IKG)
Perubahan yang terjadi di dalam gonad secara kuantitatif dapat diketahui dari
merupakan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. Indeks ini
menunjukkan perubahan gonad terhadap kondisi ikan secara morfologi. Effendie
(1997) menyatakan, indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan
mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan, kemudian menurun
dengan cepat sampai selesai pemijahan. Umumnya, pertambahan berat gonad pada
ikan betina lebih besar dari ikan jantan yaitu sebesar 10 – 25% dari berat tubuhnya,
sedangkan pada ikan jantan sebesar 10 -15%.
Bagenal (1978) in Nasution (2004) menyatakan bahwa ikan yang
mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20 % adalah kelompok ikan yang dapat
memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya. Pernyataan tersebut dapat
mengindikasikan pada penelitian Hari (2010) terhadap ikan tembang di lokasi
Blanakan, bahwa rata-rata nilai IKG sebesar 2,4563%, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ikan tembang tersebut dikategorikan termasuk ikan yang memijah lebih dari
satu kali pemijahan.
Perubahan nilai indeks kematangan gonad berhubungan erat dengan tahap
perkembangan telur. Dengan memantau perubahan indeks kematangan gonad dari
waktu ke waktu, maka dapat diketahui ukuran ikan waktu memijah (Effendie 1997).
2.4.3. Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan betina. Ada
beberapa pengertian fekunditas antara lain fekunditas individu, fekunditas relatif,
dan fekunditas total. Menurut Nikolsky (1963), fekunditas individu adalah jumlah
telur dari generasi tahun itu yang dikeluarkan pada tahun itu pula. Adapun Royce
(1972) menyatakan, fekunditas relatif adalah jumlah telur persatuan berat atau
panjang, sedangkan fekunditas total diartikan sebagai jumlah telur yang dihasilkan
oleh ikan selama hidupnya.
Ikan-ikan yang tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih
kecil, umumnya fekunditas relatif lebih tinggi dibanding dengan fekunditas individu,
serta fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih
muda. Fekunditas pada ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Jika ikan
akan besar atau fekunditas semakin tinggi, sedangkan ikan yang hidup di habitat
dengan sedikit predator akan memiliki jumlah telur yang lebih sedikit (Nikolsky
1963). Beberapa faktor yang berperan terhadap jumlah telur yang dihasilkan oleh
ikan betina yaitu fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk, ukuran telur,
kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi (Moyle dan Cech 2004).
2.4.4. Diameter telur
Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang suatu telur yang
diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera (Effendie 1979). Ukuran
diameter telur dipakai untuk menentukan kualitas telur. Umumnya sudah dapat
diduga bahwa semakin meningkat kematangan gonad maka diameter telur yang ada
di dalam ovarium semakin besar pula. Telur yang berukuran besar akan
menghasilkan larva yang berukuran lebih besar dari pada telur yang berukuran kecil.
Menurut Effendie (1997), untuk menilai perkembangan gonad ikan betina selain
dilihat hubungan antara indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan
gonad, dapat pula dihubungkan dengan perkembangan diameter telur yang
dikandungnya hasil dari pengendapan kuning telur selama proses vitellogenesis.
Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat
kematangan gonad, karena semakin mendekati waktu pemijahan.
Ikan laut memiliki ukuran telur lebih kecil dibandingkan dengan ikan air
tawar. Ukuran telur dapat mempengaruhi ukuran larva yang dihasilkan dan juga
berhubungan dengan kelangsungan hidup larva. Pada populasi ikan laut terdapat
hubungan antara ukuran telur dengan ukuran ikan selama siklus hidupnya, hal ini
didukung oleh proses rekruitmen (Chambers dan Leggett 1996).
Diameter telur ikan akan mengindikasikan pola pemijahan ikan, termasuk
pemijahan total atau bertahap. Dalam satu tingkat kematangan gonad komposisi
telur yang dikandung tidak homogen melainkan terdiri atas bermacam ukuran telur,
hal ini berhubungan dengan frekuensi dan lama musim pemijahan (Effendie 1997).
Ikan yang memiliki diameter telur yang sama pada semua bagian gonadnya akan
melakukan pemijahan secara total sedangkan ukuran telur yang berbeda dalam tubuh
2.5. Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Banyak faktor yang berperan di suatu lingkungan perairan sehingga
menyebabkan berkurangnya kesempatan hidup individu ikan dalam suatu populasi.
Pada stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat
penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas (Z) adalah penjumlahan laju
mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) (King 1995 in Syakila
(2009).
Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu kelompok umur yang
akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Dengan kata lain laju eksploitasi adalah
jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan jumlah total ikan yang mati baik akibat
kematian alami maupun penangkapan (Pauly 1984). Gulland (1971) in Pauly (1984)
menduga bahwa dalam stok yang dieksploitasi optimal maka laju mortalitas
penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E)
sama dengan 0,5.
2.6. Aspek Eksploitasi dan Reproduksi
Biomasa atau berat total populasi ikan yang ada dalam suatu habitat akan
tumbuh mendekati daya dukung apabila tidak ditangkap. Akan terjadi perbedaan
populasi dalam habitat yang dilakukan kegiatan penangkapan dengan habitat yang
tidak dilakukan kegiatan penangkapan, hal ini terlihat karena adanya ikan-ikan yang
lebih besar dan berumur tua menempati habitat yang tidak dilakukan kegiatan
penangkapan dan sebaliknya pada habitat yang terjadi penangkapan terdiri atas
populasi ikan-ikan berumur muda dan bertubuh kecil. Karena pada saat terjadi
penangkapan sebagian besar ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan besar dan
dewasa. Akibat dari kegiatan penangkapan ini adalah turunnya biomasa di bawah
daya dukung habitat dan meningkatkan kesempatan bertumbuh bagi ikan-ikan kecil
(Murdiyanto 2004).
Salah satu ciri populasi ikan yang telah mengalami eksplotasi adalah
perubahan komposisi ukuran menjadi lebih kecil. Hal ini dapat mempengaruhi
secara signifikan terhadap hasil reproduksi. Eksploitasi dengan skala besar
ikan yang berukuran besar dari pada ikan yang berukuran kecil. Konsekuensinya,
populasi didominasi oleh ikan dengan ukuran kecil dengan pertumbuhan yang lebih
cepat dan kematangan gonad yang lebih awal. Sebagian besar ciri variasi
sejarah-hidup yang didasarkan pertumbuhan, umur saat matang gonad, ukuran keturunan
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai bulan
Desember 2009. Pengambilan ikan contoh di lakukan pada bulan Desember 2008,
Januari – Maret 2009, dan Oktober – Desember 2009 mewakili musim barat. Ikan
contoh didapatkan dari hasil penangkapan ikan oleh para nelayan di sekitar perairan
Cirebon dan kemudian didaratkan di PPI Gebang Mekar, Cirebon, Jawa Barat.
Sampel tersebut kemudian dibawa ke Bogor untuk dilakukan analisa aspek
reproduksi seperti Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dan Indeks Kematangan
Gonad (IKG). Analisis terhadap ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi
Makro 1, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini pada saat di lokasi
pengambilan sampel dan di laboratorium, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan, serta kegunaan
Jenis Kegunaan
4 5. Mikroskop dan mikrometer okuler
serta objektif
Untuk mengukur diameter telur
6. Alat bedah Membedah ikan
7. Cawan petri, gelas ukur 10ml, gelas
3.3. Metode Kerja
3.3.1. Prosedur kerja di lapang
Ikan yang diamati diambil dari Pangkalan Pendaratan Ikan Gebang Mekar,
Cirebon dengan dua tahap pengambilan. Pada tahap pertama pengambilan contoh
ikan dilakukan oleh Enumerator dimulai dari tanggal 28 Desember 2008 sampai
dengan tanggal 31 Maret 2009 dan dilanjutkan dari tanggal 1 Oktober 2009 hingga
tanggal 31 Desember 2009. Ikan yang diambil dikhususkan hanya ikan betina saja,
setiap harinya diambil 3 – 5 ekor ikan, kemudian diukur panjang total ikan
menggunakan penggaris ketelitian 0,1 cm dan menimbang berat total ikan
menggunakan timbangan kasar, serta dibedah untuk diambil gonadnya. Contoh
gonad ikan diawetkan dengan larutan formalin 4% kemudian contoh tersebut dikirim
ke Bogor untuk diamati aspek reproduksinya di laboratorium Biologi Makro 1,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pengambilan contoh ikan pada tahap kedua dikhususkan untuk analisis
histologi, sehingga ikan harus tetap segar. Ikan diambil sebanyak 24 ekor, dihitung
panjang-berat tubuh kemudian di bedah dan diambil gonadnya. Gonad dengan TKG
I,II,III dan IV diawetkan dengan menggunakan larutan Bouin`s. Kemudian
melakukan validasi berat yaitu membandingkan antara berat dari timbangan kasar
yang digunakan oleh Enumerator dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,01,
sehingga didapatkan rumus dengan nilai R2= 99,4% dan N = 70.
Keterangan :
TD : Timbangan Digital 0.01 TK : Timbangan Kasar
3.3.2. Prosedur kerja di laboratorium
3.3.2.1. Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG)
Sampel gonad ikan banban yang akan dianalisis, dipisahkan terlebih dahulu
menurut hari dan bulan pengambilan sampel tersebut. Penentuan tingkat kematangan
pada bentuk gonad, berat gonad, ukuran panjang gonad, warna gonad, dan
perkembangan isi gonad (Effendie 1997), sedangkan dengan penentuan histologi
gonad berdasarkan anatomi gonad secara mikroskopik Angka (1990) in Nasution
(2004). Dalam menentukan ciri-ciri morfologisnya mengikuti dasar atau acuan dari
klasifikasi tingkat kematangan gonad menurut penelitian Bellido et al. (2000) pada
tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi tingkat kematangan gonad (Engraulis encrasicolus L. 1758) menurut Bellido et al. (2000) :
Tingkat Betina
I Ikan muda
Gonad seperti sepasang benang yang memanjang pada sisi lateral rongga peritoneum bagian depan, berwarna bening dan permukaan licin.
II Masa Perkembangan
Gonad berukuran lebih besar, berwarna putih kekuningan, telur-telur belum bisa dilihat satu persatu dengan mata telanjang.
III Dewasa
Gonad mengisi hampir setengah rongga peritoneum, telur-telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus, gonad berwarna kuning kehijauan.
IV Matang
Gonad mengisi sebagian besar ruang peritoneum, warna menjadi hijau kecoklatan dan lebih gelap. Telur-telur jelas telihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan pada tingkat III.
V Setelah Matang
Gonad berkerut, dinding tebal, butir telur sisi terdapat di dekat pelepasan. Banyak telur seperti pada tingkat II
3.3.2.2. Analisis struktur histologis gonad
Untuk penentuan tingkat kematangan gonad secara histologis, hanya
diperlukan dari gonad betina yaitu gonad dengan TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG
IV. Sampel gonad yang akan dibuat menjadi preparat histologis menggunakan
Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan,
Departemen Budidaya Perairan.
3.3.2.3. Fekunditas dan diameter telur
Penentuan fekunditas dilakukan dengan cara campuran, cara ini dilakukan
dengan mengambil gonad ikan betina yang memiliki tingkat kematangan gonad
(TKG) IV sebanyak 10 contoh gonad secara acak pada setiap bulannya. Berat gonad
contoh diambil 0,1 gram yakni dari bagian posterior, median dan anterior.
Selanjutnya dienceran dengan 10 ml akuades dan dihitung fekunditas pada 1 ml
contoh gonad dengan menggunakan kaca pembesar. Setelah penghitungan
fekunditas dilanjutkan dengan pengukuran diameter telur dengan mikrometer okuler
dan mikroskop binokuler pada perbesaran 40 kali. Diameter telur ikan yang diukur
merupakan telur yang memiliki bentuk yang teratur dan diambil secara acak
sebanyak 150 butir tiap gonadnya.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Sebaran frekuensi panjang
Sebaran frekuensi panjang ikan dtentukan berdasarkan data panjang total ikan
banban yang tertangkap di perairan Cirebon dan didaratkan di PPI Gebang Mekar.
Tahap untuk menganalisis data frekuensi panjang ikan yaitu :
a. Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan
b. Menentukan lebar selang kelas
c. Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan frekuensi masing-masing kelas
dengan memasukkan panjang dan masing-masing ikan contoh pada selang kelas
yang telah ditentukan.
3.4.2. Aspek pertumbuhan dan reproduksi 3.4.2.1. Hubungan panjang-berat
Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan
ikan di alam. Untuk mencari hubungan antara panjang total ikan dengan beratnya
digunakan persamaan eksponensial sebagai berikut (Effendie 1997) :
W = aLb
Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b, yaitu bila b
= 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat). Bila n ≠ 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik, jika b > 3 maka hubungannya bersifat allometrik positif (pertambahan
berat lebih dominan dari pertambahan panjangnya), sedangkan bila b < 3 maka
hubungan yang terbentuk bersifat allometrik negatif (pertambahan panjang lebih
dominan dari pertambahan beratnya).
3.4.2.2. Faktor kondisi
Faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan contoh dengan
rumus sebagai berikut (Effendie 1979) :
Jika nilai b = 3 maka rumus yang digunakan adalah :
Keterangan : K : Faktor kondisi
W : Berat ikan contoh (gram) L : Panjang ikan contoh (cm) a dan b : Konstanta
3.4.2.3. Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan menggunakan standar
kematangan gonad secara morfologi dari (Engraulis encrasicolus L. 1758) menurut
Bellido et al. (2000), sedangkan secara histologi berdasarkan anatomi gonad secara
mikroskopik menurut Angka (1990) in Nasution (2004). Penentuan Tingkat
kematangan gonad (TKG) dilakukan terhadap semua ikan contoh yang diambil.
Sementara penentuan secara histologi diambil pada gonad ikan yang masih segar
dengan gonad TKG I hingga TKG IV. Untuk menduga ukuran pertama kali ikan
matang gonad berdasarkan selang kelas dimana terdapat ikan yang memiliki tingkat
kematangan gonad yang matang yakni gonad TKG IV dengan menggunakan rumus
Spearman Karber :
; Ragam = ;
Keterangan:
X = selisih log nilai tengah kelas Xi = log nilai tengah kelas panjang Pi = Nb / Ni
Nb = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke-i Ni = jumlah ikan pada kelas ke-i
Qi = 1 – Pi
3.4.2.4. Indeks kematangan gonad (IKG)
Indeks kematangan gonad diukur dengan menggunakan rumus (Yustina and
Arnentis 2002):
3.4.2.5. Fekunditas
Fekunditas ditentukan dengan metode gabungan, yaitu dengan menggunakan
rumus (Effendie 1979) :
F : fekunditas dari subgonad (butir) G : berat gonad total (gram)
Q : berat subgonad V : volume pengenceran
Selanjutnya Effendie (1997) menyatakan hubungan fekunditas dengan
panjang dan bobot melalui persamaan berikut :
Hubungan Fekunditas dengan Panjang total : F = a Lb atau log F = log a + b log L
Hubungan Fekunditas dengan Bobot tubuh : F = a + Bw
Keterangan : F : fekunditas (butir) L : panjang total ikan (mm) W : berat tubuh ikan (gram) a dan b : konstanta hasil regresi
3.4.2. Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas dan pendugaaan parameter pertumbuhan (Linf dan K)
digunakan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2.
Analisis parameter pertumbuhan digunakan metode ELEFAN I (Electronic
Length-Frequency Analysis). Sementara parameter-parameter laju mortalitas yang meliputi
laju mortalitas total (Z) digunakan model Beverton dan Holt berbasis data panjang
dengan model sebagai berikut :
)
Keterangan : K = koefisien pertumbuhan (per tahun) Linf = Panjang asimtotik (mm)
L’ = batas bawah dari interval kelas panjang yang memiliki tangkapan terbanyak (mm)
Z = Laju mortalitas total (pertahun)
Selajutnya laju mortalitas alami (M) digunakan rumus empiris Pauly yaitu :
Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui maka
laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan melalui rumus :
M Z
F
Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z)
Z F E
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis, kabupaten Cirebon terletak di antara 6°43′LS 108°34′ BT.
Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah di pesisir pantai utara Pulau Jawa
dengan keadaan alamnya sebagian besar berupa daerah pantai. Perairan di wilayah
kabupaten Cirebon ini berhubungan langsung dengan Laut Jawa, dimana merupakan
salah satu daerah perikanan yang memiliki keunggulan berupa sumberdaya ikan
yang melimpah.
Selain memiliki garis pantai sepanjang 80.42 km, wilayah Cirebon juga
memiliki hutan mangrove yang luas (www.wikipedia.com 2009). Namun saat ini,
hutan mangrove hanya terdapat di Kecamatan Pangenan dan Losari. Luas arealnya
hanya sekitar 70 hektare atau hanya 5,4 km garis pantai. Sisanya masih berbentuk
tanah kosong bekas tambak, bahkan perumahan penduduk. Berdasarkan pantauan,
dari 54 km garis pantai di wilayah Cirebon hanya ada 10% dari yang kondisinya
baik dan masih ditumbuhi hutan mangrove. Selebihnya mengalami pendangkalan.
yang antara lain disebabkan tumpukan sampah (yang terdiri dari plastik hingga
kaleng), serta abrasi. Bahkan tidak hanya di tepi pantai sepanjang pesisir Cirebon
saja, tumpukan sampah pun ditemukan di hampir semua muara sungai di sepanjang
pantai Cirebon, antara lain di muara Sungai Bondet, Kesenden, Cangkol, Mundu
hingga Gebang (Kurnia 2010).
Wilayah Cirebon termasuk dalam iklim tropis dengan suhu udara rata-rata
28°C. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara
tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan
Juni-Agustus.
Rata-rata curah hujan tahunan di wilayah Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah
hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson in
Rachmawati (2008), iklim di wilayah Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan
nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musin hujan jatuh
pada bulan Oktober-April (musim barat), dan musim kemarau jatuh pada bulan
Penduduk sekitar perairan Cirebon khususnya di daerah desa Gebang Mekar,
kecamatan Gebang, sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tradisional dengan
menggunakan perahu motor tempel dan alat tangkap utamanya menggunakan jaring
rampus dan apolo (sejenis trawl). Tangkapan utama para nelayan yaitu ikan
kembung (Rastralliger sp.), tongkol (Euthynnus sp.), tenggiri (Scomberomerus
commersoni), layur (Trichiurus sp.), dan beberapa jenis dari famili Engraulidae,
sedangkan tangkapan sampingannya berupa ikan banban (Engraulis grayi), ikan
tetet (Johnius belangeri), kepiting, udang, serta ikan-ikan pelagis kecil lainnya.
Nelayan setempat melakukan penangkapan ikan hampir sepanjang tahun. Pada
daerah ini dikenal dengan adanya dua musim penangkapan ikan, yaitu musim timur
dan musim barat. Adanya perbedaan dan perubahan musim dapat mempengaruhi
terhadap kegiatan perikanan. Di kalangan para nelayan pada umumnya musim timur dikenal juga dengan istilah “angin timur” yang artinya kondisi pada musim ini tidak banyak badai, dan laut agak teduh sehingga mereka dapat melaut, dan musim barat atau “angin barat” adalah disaat laut berangin dan banyak badai, sangat berbahaya bagi nelayan untuk melaut (Sartono et al. 2000).
4.2. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Banban (Engraulis grayi)
Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk melihat pola pertumbuhan ikan,
ikan banban yang diperoleh selama enam bulan penelitian berjumlah 654 ekor,
dimana seluruhnya adalah ikan betina. Dari kisaran panjang sampel ikan, didapatkan
dua belas kelas ukuran panjang total. Sebaran panjang secara keseluruhan berkisar
antara 100 mm – 205 mm, dengan frekuensi terbesar pada selang kelas 163 – 171
mm sebesar 226 ekor, sedangkan frekuensi terkecil terdapat pada dua buah selang
kelas yaitu selang kelas 100 -108 mm dan selang kelas 109 – 117 mm, masing –
Gambar 4. Sebaran selang kelas ukuran panjang ikan banban (Engraulis grayi)
Selang kelas antara 163 – 171 mm merupakan kelompok selang kelas ikan
banban yang paling banyak tertangkap. Selang kelas tersebut juga didominasi oleh
ikan betina yang memiliki TKG III dan TKG IV. Hal ini dapat diduga karena adanya
perilaku ikan banban dewasa yang siap memijah lalu pergi menuju ke daerah
pemijahan, sehingga ikan banban banyak tertangkap. Sedangkan pada selang kelas
100 - 108 mm dan 109 -117 mm merupakan selang kelas dengan hasil tangkapan
ikan banban dengan jumlah yang sedikit, dapat diduga bahwa populasi ikan banban
dengan ukuran panjang tersebut tidak mendominasi. Para nelayan setempat
menangkap ikan banban di daerah pesisir dengan kedalaman 1-2 m, menggunakan
alat tangkap jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inchi dan memakai
perahu motor tempel sebagai sarana bantu penangkapan. Menggunakan ukuran mata
jaring ini banyak tertangkap ikan – ikan dewasa yang siap memijah seperti terlihat
pada selang kelas 163 – 171 mm dan juga tidak sedikit ikan – ikan kecil yang ikut
tertangkap. Oleh karena itu dapat disarankan untuk melakukan penangkapan ikan
menggunakan alat tangkap yang memilki ukuran mata jaring lebih dari 1,75 inchi,
Gambar 5. Sebaran ukuran panjang ikan banban (Engraulis grayi) pada setiap bulan pengamatan selama tahun 2009
Pada Gambar 5 dapat terlihat kelas panjang dari bulan Oktober hingga bulan
Desember mengalami pergeseran modus ke arah kiri, hal ini dapat diduga karena
adanya rekruitmen ikan banban pada bulan Oktober sampai Desember sehinnga
masuk individu baru membentuk kelas panjang yang baru. Pada bulan Januari dan
Februari terjadi pergeseran modus kelas panjang ke arah kanan, hal ini menunjukan
bahwa ikan banban mengalami pertumbuhan. Sedangkan pada bulan Maret ukuran
ikan banban yang diperoleh menyebar merata pada setiap kelas panjang atau
Gambar 6. Sebaran jumlah contoh ikan banban (Engraulis grayi) setiap bulan pengamatan selama tahun 2009
Jumlah ikan yang diamati setiap bulan bervariasi, bergantung kepada hasil
tangkapan nelayan serta kondisi perairan Cirebon. Distribusi ikan banban yang
diteliti pada masing-masing bulan pengamatan dijelaskan dengan Gambar 5. Jumlah
hasil tangkapan tertinggi terdapat pada bulan Maret sebesar 135 ekor. Hal ini
disebabkan karena bulan tersebut merupakan akhir dari musim barat, cuaca cukup
bersahabat dan frekuensi hujan lebih rendah, sehingga nelayan dalam melakukan
penangkapan cukup mudah dan hasil tangkapan juga tinggi.
Pada bulan Oktober hingga bulan November terjadi penurunan hasil
tangkapan, hal ini disebabkan karena pada bulan-bulan ini telah memasuki musim
barat, di mana pada musim ini keadaan di perairan Cirebon membahayakan seperti
frekuensi hujan tinggi serta kecepatan angin dan gelombang besar, sehingga
Gambar 7. Perbandingan panjang dan berat dari total tangkapan ikan banban (Engraulis grayi) setiap bulan pengamatan selama tahun 2009
Berdasarkan komposisi panjang dari total penangkapan, panjang rata-rata ikan
banban (Engraulis grayi) terbesar di setiap bulan pengamatan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan, panjang rata-rata berkisar antara 161-171 mm, pada
bulan Oktober memiliki variasi rata-rata panjang yang rendah dan variasi rata-rata
panjang pada bulan Maret cukup tinggi (Gambar 7). Perbandingan komposisi berat
dapat dilihat pula pada Gambar 7, dimana pada bulan Januari memiliki komposisi
berat yang sangat beragam dan pada bulan Oktober memiliki variasi komposisi berat
yang rendah. Pada bulan Oktober dan November memeliki komposisi panjang dan
berat rata-rata terbesar, hal ini diduga karena bulan-bulan tersebut merupakan awal
dari musim hujan, intensitas curah hujannya cukup tinggi dan terdapat banyak angin
dibandingkan dengan bulan Maret, mengakibatkan banyak limpasan nutrien dari
daratan yang terbawa ke daerah pesisir laut, sehingga daerah pesisir tersebut banyak
terdapat makanan untuk ikan banban dan proses pertumbuhannya akan lebih cepat.
Effendie (1997) mengungkapkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan ikan salah satunya yaitu faktor makanan.
4.3. Aspek Pertumbuhan dan Reproduksi 4.3.1. Hubungan panjang-berat
Pola pertumbuhan ikan banban (Engraulis grayi) di perairan Cirebon dapat
panjang–berat dapat diperoleh pola pertumbuhan ikan banban dengan model
pertumbuhan yaitu W = 4 x 10-8 L 3,992, dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.7849
(Gambar 8). Dari model pertumbuhan tersebut diperoleh nilai b sebesar 3,992, hal
ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan banban adalah allometrik positif (b
> 3) yang artinya pertumbuhan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
panjang tubuhnya (Effendie 1979).
Gambar 8. Hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayis) secara keseluruhan
Berdasarkan hubungan logaritma panjang dan logaritma berat diperoleh
persamaan log W = -7,446 + 3,992 log L, yang artinya setiap pertambahan logaritma
panjang sebesar 1 cm akan menaikkan logaritma berat sebesar 3,992 gram (Gambar
9). Menurut Effendie (1997) pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang meliputi faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah
umur, jenis kelamin, ukuran ikan, kematangan gonad, dan keturunan, sedangkan
faktor luar adalah suhu, oksigen terlarut, kualitas air, jumlah dan ketersediaan
Gambar 9. Hubungan logaritma panjang dan logaritma berat ikan banban (Engraulis grayi)
Model hubungan panjang berat ikan banban pada setiap bulan pengamatan
tersaji pada tabel 3. Untuk bulan Oktober dan bulan November terdapat nilai R2
kurang dari 50% dengan masing-masing sebesar 0,23 dan 0,41. Sedangkan pada
bulan lainnya menunjukan nilai R2 lebih dari 50%, pada bulan Maret memiliki nilai
R2 tertinggi sebesar 0,74, diikuti bulan Januari dengan nilai R2 = 0,67, serta bulan
Desember dan Februari dengan masing-masing nilai R2 sebesar 0,65 dan 0,56.
Tabel 3. Hasil analisis hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan bulan pengamatan.
Bulan N Persamaan a b R2 thit ttab Pola
Pertumbuhan
Oktober 93 W = 4E-03L1,731 0,004 1,731 0,23 3,79 1,99 Allometrik Negatif November 87 W = 5E-05L2,598 0,00005 2,598 0,41 1,19 1,99 Isometrik Desember 109 W = 5E-08L3,949 0,00000005 3,949 0,65 3,40 1,98 Allometrik Positif Januari 115 W = 5E-10L4,803 0,0000000005 4,803 0,67 5,68 1,98 Allometrik Positif
Dari persamaan regresi panjang-berat terdapat nilai b lebih dari nilai 3, kecuali
nilai b pada bulan Oktober dan November. Untuk bulan Oktober nilai t hitung lebih
besar dari t tabel, maka b kurang dari tiga, sehingga dapat diduga pola pertumbuhan
ikan banban pada bulan Oktober adalah allometrik negatif yang berarti pertambahan
panjang lebih dominan dari pada pertambahan berat tubuhnya (Effendi 1979). Pada
bulan November nilai t hitung lebih kecil dari t tabel sehingga dapat dikatakan nilai
b sama dengan tiga, jadi dapat diduga pada bulan tersebut pola pertumbuhan ikan
banban adalah isometrik yang artinya pertambahan panjang berbanding lurus dengan
pertambahan berat ikan banban (Effendi 1979). Sedangkan pada bulan lainnya
memiliki nilai b di atas tiga dan mempunyai nilai t hitung lebih besar dari t tabel,
sehingga dapat diduga pola pertumbuhan ikan banban pada bulan Desember hingga
Maret adalah allometrik positif, yang artinya pertambahan berat ikan banban lebih
dominan dibandingkan pertambahan panjangnya (Effendi 1979). Perbedaan nilai b
yang diperoleh dapat disebabkan oleh musim, waktu penangkapan, area, temperatur
dan tersedianya makanan (Osman in Syakila 2009).
Pada bulan Oktober dan November memiliki pola pertumbuhan
masing-masing yaitu allometrik negatif dan isometrik, atau dapat disimpulkan bahwa ikan
banban di bulan tersebut terlihat kurus-kurus, hal ini diduga karena ikan-ikan
tersebut menggunakan energinya untuk adaptasi terhadap lingkungannya dan pada
bulan Desember hingga bulan Maret pola pertumbuhan ikan banban adalah
allometrik positif, hal ini dikarenakan bahwa kondisi lingkungan pada bulan-bulan
tersebut relatif baik sehingga energi yang dipakai untuk pertumbuhan dan
perkembangan gonad.
Pada Gambar 10 berikut dapat di lihat variasi nilai koofesian korelasi (r)
hubungan panjang-berat ikan banban. Pada bulan Oktober, November, dan Februari
memiliki nilai (r) kurang dari 80% yang berarti hubungan panjang total dan berat
tubuh pada ke tiga bulan ini kurang erat. Pada bulan lainnya yaitu bulan Desember,
Januari dan Maret dengan masing-masing bulan memiliki nilai (r) di atas 80%, hal
ini dapat dikatakan bahwa pada bulan-bulan tersebut menunjukan hubungan antara
apabila mendekati 1 atau -1, maka terdapat hubungan yang linear antara kedua
variabel.
Gambar 10. Hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayi) di setiap bulan pengamatan
4.3.2. Faktor kondisi
Faktor kondisi dapat menunjukan keadaan ikan baik dilihat dari segi
kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan reproduksi. Nilai rata-rata faktor kondisi
ikan banban berdasarkan selang kelas berada pada kisaran 0,2971 – 0,6014. Faktor
kondisi terbesar terdapat pada selang kelas 118 – 126 mm sebesar 1,9135,
pernyataan ini dapat diduga bahwa pada selang kelas tersebut ikan-ikan mempunyai
makanan di sekitarnya. Sedangkan yang terkecil terdapat pada selang kelas antara
100 – 108 mm sebesar 0,0402. Rendahnya nilai faktor kondisi di selang kelas
tersebut dapat disebabkan karena ikan-ikan yang masih muda belum mempunyai
kemampuan hidup yang baik di tempat hidupnya dan dapat diduga pula karena kalah
bersaing mendapatkan makanan dengan ikan yang lebih tua (Gambar 11).
Gambar 11. Faktor kondisi ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan selang kelas panjang
Pada selang kelas tertinggi yaitu selang kelas 199 – 207 mm, di mana pada
selang kelas ini terdapat ikan-ikan yang tua dan besar, akan tetapi nilai faktor
kondisinya mengalami penurunan, hal ini karena ikan-ikan pada kelompok ukuran
tersebut diduga menggunakan energinya untuk proses pemijahan hingga usai.
Fluktuasi nilai faktor kondisi ikan banban dipengaruhi oleh aktivitas ikan dalam
kemampuannya beradaptasi terhadap kondisi lingkungan selama pematangan gonad
dan pemijahan.
Nilai faktor kondisi ikan banban dihitung berdasarkan bulan pengamatan
dapat terlihat pada Gambar 12, terdapat nilai faktor kondisi yang beragam dari tiap
bulannya berkisar antara 0,4138 – 0,6386 dengan rata-rata sebesar 0,4912. Nilai
faktor kondisi tertinggi terdapat pada bulan November dengan nilai sebesar 0,6386
dan pada bulan Februari merupakan bulan dengan nilai faktor kondisi terkecil
sebesar 0,4138. Sedangkan pada penelitian Sheima (2010), faktor kondisi ikan
pada bulan Juli yaitu sebesar 1,0490 dan terendah pada bulan Agustus yaitu sebesar
0,9295. Perbedaan tersebut kemungkinan diduga karena pada bulan pengamatan
Sheima (2010), merupakan musim timur atau musim kemarau, sehingga ikan banban
mampu tumbuh dan melakukan perkembangan gonad dengan baik dengan adanya
lingkungan yang baik pula. Menurut Effendie (1997), adanya variasi faktor kondisi
bergantung pada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis
kelamin, dan umur ikan.
Gambar 12. Faktor kondisi ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan bulan pengamatan
Nilai faktor kondisi ikan banban relatif menurun dari bulan November
hingga Februari, kemudian mengalami kenaikan pada bulan Maret. Penurunan nilai
faktor kondisi pada bulan November sampai bulan Februari diduga karena ikan-ikan
enggan melakukan pemijahan pada bulan-bulan basah atau bulan-bula dimusim
barat, serta sedikitnya asupan makanan dari lingkungan perairan tersebut. Untuk
bulan Maret terjadi peningkatan nilai faktor kondisi, hal ini dapat dipengaruhi
dengan seiring meningkatnya perkembangan tingkat kematangan gonad ikan banban
dan dapat diketahui pula bahwa ikan-ikan pada bulan Maret kebanyakan ikan-ikan
yang memiliki TKG III dan TKG IV. Pernyataan ini dibenarkan oleh Effendie
(1997) dengan menyatakan bahwa peningkatan faktor kondisi diakibatkan oleh
4.3.3. Tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi)
Tingkat kematangan gonad dapat diamati secara morfologi dan histologi.
Pengamatan tingkat kematangan gonad (bentuk, warna gonad dan perkembangan isi
gonad) ikan banban (Engraulis grayi) secara morfologi dapat dilihat pada tabel 4,
mengacu pada klasifikasi perkembangan gonad penelitian Bellido et al. (2000) pada
ikan Engraulis encrasicolus.
Pada saat pemijahan berlangsung, sangat diperlukan kondisi lingkungan
yang baik dan mendukung. Pengaruh tingginya TKG akan memperbesar kisaran
panjang dan berat tubuh, dan terdapat TKG yang sama pada ikan dengan ukuran
kisaran panjang dan berat yang tidak sama Kwok (1999) in Ambarwati (2008). Hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor dari luar
diantaranya adalah kondisi lingkungan dimana ikan tersebut hidup, ada tidaknya
ketersediaan makanan, suhu, salinitas dan kecepatan pertumbuhan ikan itu sendiri.
Selanjutnya faktor dari dalam yaitu disebabkan oleh umur, ukuran dan faktor
Gonad berwarna bening, berbentuk memanjang seperti sepasang benang, butiran telur belum terlihat.
II Masa Perkembangan
Gonad berwarna kekuningan, berukuran lebih besar dari gonad tingkat I, telur-telur belum bisa dilihat satu persatu dengan mata telanjang.
III Dewasa
Gonad berwarna kuning kehijauan, mengisi 2/3 rongga perut, telur-telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus.
IV Matang
Gonad berwarna kuning kecoklatan, mengisi ¾ lebih rungga perut. Telur-telur jelas telihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar
Ikan banban (Engraulis grayi) yang diperoleh selama penelitian memiliki
tingkat kematangan gonad (TKG) I, II, III, IV. Persentase tingkat kematangan gonad
ikan banban pada setiap bulan pengambilan contoh terlihat pada Gambar 13, ikan
banban yang memiliki TKG III dan TKG IV mendominasi setiap bulan pengamatan.
Tingkat kematangan gonad IV dengan persentase tertinggi terdapat pada bulan
Februari sebesar 57,39% dan tertinggi kedua terdapat pada bulan Maret dengan
persentase sebesar 49,63%, hal ini dapat menduga bahwa bulan-bulan tersebut
merupakan musim pemijahan ikan banban, faktor lain yang dapat menyimpulkan
bulan Februari dan Maret terdapat TKG IV tertinggi karena pada bulan tersebut
termasuk bulan di musim hujan yang akan segera berakhir dan beralih ke musim
kemarau. Pada bulan Desember terdapat persentase TKG IV terendah sebesar
38,53%, dikarenakan pada bulan ini merupakan awal dari musim barat atau angin
barat, dimana banyak ikan-ikan yang tidak memijah, serta nelayan setempat yang
tidak melaut mencari ikan disebabkan cuaca yang tidak bersahabat.
Gambar 13. Tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) betina berdasarkan bulan pengamatan
Berdasarkan kelas ukuran panjang total ikan banban (Engraulis grayi), ikan
yang mulai matang gonad terlihat pada selang kelas 118 – 126 mm, sedangkan pada