• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis, kabupaten Cirebon terletak di antara 6°43′LS 108°34′ BT.

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah di pesisir pantai utara Pulau Jawa dengan keadaan alamnya sebagian besar berupa daerah pantai. Perairan di wilayah kabupaten Cirebon ini berhubungan langsung dengan Laut Jawa, dimana merupakan salah satu daerah perikanan yang memiliki keunggulan berupa sumberdaya ikan yang melimpah.

Selain memiliki garis pantai sepanjang 80.42 km, wilayah Cirebon juga

memiliki hutan mangrove yang luas (www.wikipedia.com 2009). Namun saat ini,

hutan mangrove hanya terdapat di Kecamatan Pangenan dan Losari. Luas arealnya hanya sekitar 70 hektare atau hanya 5,4 km garis pantai. Sisanya masih berbentuk tanah kosong bekas tambak, bahkan perumahan penduduk. Berdasarkan pantauan, dari 54 km garis pantai di wilayah Cirebon hanya ada 10% dari yang kondisinya baik dan masih ditumbuhi hutan mangrove. Selebihnya mengalami pendangkalan. yang antara lain disebabkan tumpukan sampah (yang terdiri dari plastik hingga kaleng), serta abrasi. Bahkan tidak hanya di tepi pantai sepanjang pesisir Cirebon saja, tumpukan sampah pun ditemukan di hampir semua muara sungai di sepanjang pantai Cirebon, antara lain di muara Sungai Bondet, Kesenden, Cangkol, Mundu hingga Gebang (Kurnia 2010).

Wilayah Cirebon termasuk dalam iklim tropis dengan suhu udara rata-rata 28°C. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus.

Rata-rata curah hujan tahunan di wilayah Cirebon ± 2260 mm/tahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson in Rachmawati (2008), iklim di wilayah Cirebon termasuk dalam tipe iklim C dengan nilai Q ± 37,5% (persentase antara bulan kering dan bulan basah). Musin hujan jatuh pada bulan Oktober-April (musim barat), dan musim kemarau jatuh pada bulan Juni- September (musim timur).

Penduduk sekitar perairan Cirebon khususnya di daerah desa Gebang Mekar, kecamatan Gebang, sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tradisional dengan menggunakan perahu motor tempel dan alat tangkap utamanya menggunakan jaring rampus dan apolo (sejenis trawl). Tangkapan utama para nelayan yaitu ikan kembung (Rastralliger sp.), tongkol (Euthynnus sp.), tenggiri (Scomberomerus commersoni), layur (Trichiurus sp.), dan beberapa jenis dari famili Engraulidae, sedangkan tangkapan sampingannya berupa ikan banban (Engraulis grayi), ikan tetet (Johnius belangeri), kepiting, udang, serta ikan-ikan pelagis kecil lainnya. Nelayan setempat melakukan penangkapan ikan hampir sepanjang tahun. Pada daerah ini dikenal dengan adanya dua musim penangkapan ikan, yaitu musim timur dan musim barat. Adanya perbedaan dan perubahan musim dapat mempengaruhi terhadap kegiatan perikanan. Di kalangan para nelayan pada umumnya musim timur dikenal juga dengan istilah “angin timur” yang artinya kondisi pada musim ini tidak banyak badai, dan laut agak teduh sehingga mereka dapat melaut, dan musim barat atau “angin barat” adalah disaat laut berangin dan banyak badai, sangat berbahaya bagi nelayan untuk melaut (Sartono et al. 2000).

4.2. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Banban (Engraulis grayi)

Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk melihat pola pertumbuhan ikan, ikan banban yang diperoleh selama enam bulan penelitian berjumlah 654 ekor, dimana seluruhnya adalah ikan betina. Dari kisaran panjang sampel ikan, didapatkan dua belas kelas ukuran panjang total. Sebaran panjang secara keseluruhan berkisar antara 100 mm – 205 mm, dengan frekuensi terbesar pada selang kelas 163 – 171 mm sebesar 226 ekor, sedangkan frekuensi terkecil terdapat pada dua buah selang kelas yaitu selang kelas 100 -108 mm dan selang kelas 109 – 117 mm, masing – masing dengan jumlah sebesar 2 ekor (Gambar 4).

Gambar 4. Sebaran selang kelas ukuran panjang ikan banban (Engraulis grayi)

Selang kelas antara 163 – 171 mm merupakan kelompok selang kelas ikan banban yang paling banyak tertangkap. Selang kelas tersebut juga didominasi oleh ikan betina yang memiliki TKG III dan TKG IV. Hal ini dapat diduga karena adanya perilaku ikan banban dewasa yang siap memijah lalu pergi menuju ke daerah pemijahan, sehingga ikan banban banyak tertangkap. Sedangkan pada selang kelas 100 - 108 mm dan 109 -117 mm merupakan selang kelas dengan hasil tangkapan ikan banban dengan jumlah yang sedikit, dapat diduga bahwa populasi ikan banban dengan ukuran panjang tersebut tidak mendominasi. Para nelayan setempat menangkap ikan banban di daerah pesisir dengan kedalaman 1-2 m, menggunakan alat tangkap jaring rampus dengan ukuran mata jaring 1,75 inchi dan memakai perahu motor tempel sebagai sarana bantu penangkapan. Menggunakan ukuran mata jaring ini banyak tertangkap ikan – ikan dewasa yang siap memijah seperti terlihat pada selang kelas 163 – 171 mm dan juga tidak sedikit ikan – ikan kecil yang ikut tertangkap. Oleh karena itu dapat disarankan untuk melakukan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap yang memilki ukuran mata jaring lebih dari 1,75 inchi, sehingga ikan yang tertangkap sudah layak tangkap.

Gambar 5. Sebaran ukuran panjang ikan banban (Engraulis grayi) pada setiap bulan pengamatan selama tahun 2009

Pada Gambar 5 dapat terlihat kelas panjang dari bulan Oktober hingga bulan Desember mengalami pergeseran modus ke arah kiri, hal ini dapat diduga karena adanya rekruitmen ikan banban pada bulan Oktober sampai Desember sehinnga masuk individu baru membentuk kelas panjang yang baru. Pada bulan Januari dan Februari terjadi pergeseran modus kelas panjang ke arah kanan, hal ini menunjukan bahwa ikan banban mengalami pertumbuhan. Sedangkan pada bulan Maret ukuran ikan banban yang diperoleh menyebar merata pada setiap kelas panjang atau terdapat ikan banban pada setiap selang kelas pada bulan tersebut.

Gambar 6. Sebaran jumlah contoh ikan banban (Engraulis grayi) setiap bulan pengamatan selama tahun 2009

Jumlah ikan yang diamati setiap bulan bervariasi, bergantung kepada hasil tangkapan nelayan serta kondisi perairan Cirebon. Distribusi ikan banban yang diteliti pada masing-masing bulan pengamatan dijelaskan dengan Gambar 5. Jumlah hasil tangkapan tertinggi terdapat pada bulan Maret sebesar 135 ekor. Hal ini disebabkan karena bulan tersebut merupakan akhir dari musim barat, cuaca cukup bersahabat dan frekuensi hujan lebih rendah, sehingga nelayan dalam melakukan penangkapan cukup mudah dan hasil tangkapan juga tinggi.

Pada bulan Oktober hingga bulan November terjadi penurunan hasil tangkapan, hal ini disebabkan karena pada bulan-bulan ini telah memasuki musim barat, di mana pada musim ini keadaan di perairan Cirebon membahayakan seperti frekuensi hujan tinggi serta kecepatan angin dan gelombang besar, sehingga kegiatan penangkapan ikan sangat sedikit dilakukan.

Gambar 7. Perbandingan panjang dan berat dari total tangkapan ikan banban (Engraulis grayi) setiap bulan pengamatan selama tahun 2009

Berdasarkan komposisi panjang dari total penangkapan, panjang rata-rata ikan banban (Engraulis grayi) terbesar di setiap bulan pengamatan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, panjang rata-rata berkisar antara 161-171 mm, pada bulan Oktober memiliki variasi rata-rata panjang yang rendah dan variasi rata-rata panjang pada bulan Maret cukup tinggi (Gambar 7). Perbandingan komposisi berat dapat dilihat pula pada Gambar 7, dimana pada bulan Januari memiliki komposisi berat yang sangat beragam dan pada bulan Oktober memiliki variasi komposisi berat yang rendah. Pada bulan Oktober dan November memeliki komposisi panjang dan berat rata-rata terbesar, hal ini diduga karena bulan-bulan tersebut merupakan awal dari musim hujan, intensitas curah hujannya cukup tinggi dan terdapat banyak angin dibandingkan dengan bulan Maret, mengakibatkan banyak limpasan nutrien dari daratan yang terbawa ke daerah pesisir laut, sehingga daerah pesisir tersebut banyak terdapat makanan untuk ikan banban dan proses pertumbuhannya akan lebih cepat. Effendie (1997) mengungkapkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan salah satunya yaitu faktor makanan.

4.3. Aspek Pertumbuhan dan Reproduksi 4.3.1. Hubungan panjang-berat

Pola pertumbuhan ikan banban (Engraulis grayi) di perairan Cirebon dapat diketahui melalui analisis hubungan panjang–berat. Berdasarkan analisis hubungan

panjang–berat dapat diperoleh pola pertumbuhan ikan banban dengan model pertumbuhan yaitu W = 4 x 10-8 L 3,992, dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.7849 (Gambar 8). Dari model pertumbuhan tersebut diperoleh nilai b sebesar 3,992, hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan banban adalah allometrik positif (b > 3) yang artinya pertumbuhan berat lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang tubuhnya (Effendie 1979).

Gambar 8. Hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayis) secara keseluruhan

Berdasarkan hubungan logaritma panjang dan logaritma berat diperoleh persamaan log W = -7,446 + 3,992 log L, yang artinya setiap pertambahan logaritma panjang sebesar 1 cm akan menaikkan logaritma berat sebesar 3,992 gram (Gambar 9). Menurut Effendie (1997) pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah umur, jenis kelamin, ukuran ikan, kematangan gonad, dan keturunan, sedangkan faktor luar adalah suhu, oksigen terlarut, kualitas air, jumlah dan ketersediaan makanan.

Gambar 9. Hubungan logaritma panjang dan logaritma berat ikan banban (Engraulis grayi)

Model hubungan panjang berat ikan banban pada setiap bulan pengamatan tersaji pada tabel 3. Untuk bulan Oktober dan bulan November terdapat nilai R2 kurang dari 50% dengan masing-masing sebesar 0,23 dan 0,41. Sedangkan pada bulan lainnya menunjukan nilai R2 lebih dari 50%, pada bulan Maret memiliki nilai R2 tertinggi sebesar 0,74, diikuti bulan Januari dengan nilai R2 = 0,67, serta bulan Desember dan Februari dengan masing-masing nilai R2 sebesar 0,65 dan 0,56.

Tabel 3. Hasil analisis hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan bulan pengamatan.

Bulan N Persamaan a b R2 thit ttab Pola

Pertumbuhan

Oktober 93 W = 4E-03L1,731 0,004 1,731 0,23 3,79 1,99 Allometrik Negatif November 87 W = 5E-05L2,598 0,00005 2,598 0,41 1,19 1,99 Isometrik Desember 109 W = 5E-08L3,949 0,00000005 3,949 0,65 3,40 1,98 Allometrik Positif Januari 115 W = 5E-10L4,803 0,0000000005 4,803 0,67 5,68 1,98 Allometrik Positif

Februari 115 W = 2E-09L4,541 0,000000002 4,541 0,56 4,04 1,98 Allometrik Positif Maret 135 W = 6E-08L3,893 0,00000006 3,893 0,74 4,43 1,98 Allometrik Positif

Dari persamaan regresi panjang-berat terdapat nilai b lebih dari nilai 3, kecuali nilai b pada bulan Oktober dan November. Untuk bulan Oktober nilai t hitung lebih besar dari t tabel, maka b kurang dari tiga, sehingga dapat diduga pola pertumbuhan ikan banban pada bulan Oktober adalah allometrik negatif yang berarti pertambahan panjang lebih dominan dari pada pertambahan berat tubuhnya (Effendi 1979). Pada bulan November nilai t hitung lebih kecil dari t tabel sehingga dapat dikatakan nilai b sama dengan tiga, jadi dapat diduga pada bulan tersebut pola pertumbuhan ikan banban adalah isometrik yang artinya pertambahan panjang berbanding lurus dengan pertambahan berat ikan banban (Effendi 1979). Sedangkan pada bulan lainnya memiliki nilai b di atas tiga dan mempunyai nilai t hitung lebih besar dari t tabel, sehingga dapat diduga pola pertumbuhan ikan banban pada bulan Desember hingga Maret adalah allometrik positif, yang artinya pertambahan berat ikan banban lebih dominan dibandingkan pertambahan panjangnya (Effendi 1979). Perbedaan nilai b yang diperoleh dapat disebabkan oleh musim, waktu penangkapan, area, temperatur dan tersedianya makanan (Osman in Syakila 2009).

Pada bulan Oktober dan November memiliki pola pertumbuhan masing- masing yaitu allometrik negatif dan isometrik, atau dapat disimpulkan bahwa ikan banban di bulan tersebut terlihat kurus-kurus, hal ini diduga karena ikan-ikan tersebut menggunakan energinya untuk adaptasi terhadap lingkungannya dan pada bulan Desember hingga bulan Maret pola pertumbuhan ikan banban adalah allometrik positif, hal ini dikarenakan bahwa kondisi lingkungan pada bulan-bulan tersebut relatif baik sehingga energi yang dipakai untuk pertumbuhan dan perkembangan gonad.

Pada Gambar 10 berikut dapat di lihat variasi nilai koofesian korelasi (r) hubungan panjang-berat ikan banban. Pada bulan Oktober, November, dan Februari memiliki nilai (r) kurang dari 80% yang berarti hubungan panjang total dan berat tubuh pada ke tiga bulan ini kurang erat. Pada bulan lainnya yaitu bulan Desember, Januari dan Maret dengan masing-masing bulan memiliki nilai (r) di atas 80%, hal ini dapat dikatakan bahwa pada bulan-bulan tersebut menunjukan hubungan antara panjang total dengan berat tubuh ikan banban cukup erat. Nilai koefisien korelasi (r)

apabila mendekati 1 atau -1, maka terdapat hubungan yang linear antara kedua variabel.

Gambar 10. Hubungan panjang-berat ikan banban (Engraulis grayi) di setiap bulan pengamatan

4.3.2. Faktor kondisi

Faktor kondisi dapat menunjukan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan reproduksi. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan banban berdasarkan selang kelas berada pada kisaran 0,2971 – 0,6014. Faktor kondisi terbesar terdapat pada selang kelas 118 – 126 mm sebesar 1,9135, pernyataan ini dapat diduga bahwa pada selang kelas tersebut ikan-ikan mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam mempertahankan hidupnya dan memanfaatkan

makanan di sekitarnya. Sedangkan yang terkecil terdapat pada selang kelas antara 100 – 108 mm sebesar 0,0402. Rendahnya nilai faktor kondisi di selang kelas tersebut dapat disebabkan karena ikan-ikan yang masih muda belum mempunyai kemampuan hidup yang baik di tempat hidupnya dan dapat diduga pula karena kalah bersaing mendapatkan makanan dengan ikan yang lebih tua (Gambar 11).

Gambar 11. Faktor kondisi ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan selang kelas panjang

Pada selang kelas tertinggi yaitu selang kelas 199 – 207 mm, di mana pada selang kelas ini terdapat ikan-ikan yang tua dan besar, akan tetapi nilai faktor kondisinya mengalami penurunan, hal ini karena ikan-ikan pada kelompok ukuran tersebut diduga menggunakan energinya untuk proses pemijahan hingga usai. Fluktuasi nilai faktor kondisi ikan banban dipengaruhi oleh aktivitas ikan dalam kemampuannya beradaptasi terhadap kondisi lingkungan selama pematangan gonad dan pemijahan.

Nilai faktor kondisi ikan banban dihitung berdasarkan bulan pengamatan dapat terlihat pada Gambar 12, terdapat nilai faktor kondisi yang beragam dari tiap bulannya berkisar antara 0,4138 – 0,6386 dengan rata-rata sebesar 0,4912. Nilai faktor kondisi tertinggi terdapat pada bulan November dengan nilai sebesar 0,6386 dan pada bulan Februari merupakan bulan dengan nilai faktor kondisi terkecil sebesar 0,4138. Sedangkan pada penelitian Sheima (2010), faktor kondisi ikan banban berkisar antara 0,9295-1,0490, dengan nilai faktor kondisi tertinggi terdapat

pada bulan Juli yaitu sebesar 1,0490 dan terendah pada bulan Agustus yaitu sebesar 0,9295. Perbedaan tersebut kemungkinan diduga karena pada bulan pengamatan Sheima (2010), merupakan musim timur atau musim kemarau, sehingga ikan banban mampu tumbuh dan melakukan perkembangan gonad dengan baik dengan adanya lingkungan yang baik pula. Menurut Effendie (1997), adanya variasi faktor kondisi bergantung pada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis kelamin, dan umur ikan.

Gambar 12. Faktor kondisi ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan bulan pengamatan

Nilai faktor kondisi ikan banban relatif menurun dari bulan November hingga Februari, kemudian mengalami kenaikan pada bulan Maret. Penurunan nilai faktor kondisi pada bulan November sampai bulan Februari diduga karena ikan-ikan enggan melakukan pemijahan pada bulan-bulan basah atau bulan-bula dimusim barat, serta sedikitnya asupan makanan dari lingkungan perairan tersebut. Untuk bulan Maret terjadi peningkatan nilai faktor kondisi, hal ini dapat dipengaruhi dengan seiring meningkatnya perkembangan tingkat kematangan gonad ikan banban dan dapat diketahui pula bahwa ikan-ikan pada bulan Maret kebanyakan ikan-ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV. Pernyataan ini dibenarkan oleh Effendie (1997) dengan menyatakan bahwa peningkatan faktor kondisi diakibatkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya sebelum memijah.

4.3.3. Tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi)

Tingkat kematangan gonad dapat diamati secara morfologi dan histologi. Pengamatan tingkat kematangan gonad (bentuk, warna gonad dan perkembangan isi gonad) ikan banban (Engraulis grayi) secara morfologi dapat dilihat pada tabel 4, mengacu pada klasifikasi perkembangan gonad penelitian Bellido et al. (2000) pada ikan Engraulis encrasicolus.

Pada saat pemijahan berlangsung, sangat diperlukan kondisi lingkungan yang baik dan mendukung. Pengaruh tingginya TKG akan memperbesar kisaran panjang dan berat tubuh, dan terdapat TKG yang sama pada ikan dengan ukuran kisaran panjang dan berat yang tidak sama Kwok (1999) in Ambarwati (2008). Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor dari luar diantaranya adalah kondisi lingkungan dimana ikan tersebut hidup, ada tidaknya ketersediaan makanan, suhu, salinitas dan kecepatan pertumbuhan ikan itu sendiri. Selanjutnya faktor dari dalam yaitu disebabkan oleh umur, ukuran dan faktor fisiologi ikan itu sendiri.

Tabel 4. Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan hasil pengamatan

Tingkat Betina

I Ikan muda

Gonad berwarna bening, berbentuk memanjang seperti sepasang benang, butiran telur belum terlihat.

II Masa Perkembangan

Gonad berwarna kekuningan, berukuran lebih besar dari gonad tingkat I, telur-telur belum bisa dilihat satu persatu dengan mata telanjang.

III Dewasa

Gonad berwarna kuning kehijauan, mengisi 2/3 rongga perut, telur-telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus.

IV Matang

Gonad berwarna kuning kecoklatan, mengisi ¾ lebih rungga perut. Telur- telur jelas telihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar

Ikan banban (Engraulis grayi) yang diperoleh selama penelitian memiliki tingkat kematangan gonad (TKG) I, II, III, IV. Persentase tingkat kematangan gonad ikan banban pada setiap bulan pengambilan contoh terlihat pada Gambar 13, ikan banban yang memiliki TKG III dan TKG IV mendominasi setiap bulan pengamatan. Tingkat kematangan gonad IV dengan persentase tertinggi terdapat pada bulan Februari sebesar 57,39% dan tertinggi kedua terdapat pada bulan Maret dengan persentase sebesar 49,63%, hal ini dapat menduga bahwa bulan-bulan tersebut merupakan musim pemijahan ikan banban, faktor lain yang dapat menyimpulkan bulan Februari dan Maret terdapat TKG IV tertinggi karena pada bulan tersebut termasuk bulan di musim hujan yang akan segera berakhir dan beralih ke musim kemarau. Pada bulan Desember terdapat persentase TKG IV terendah sebesar 38,53%, dikarenakan pada bulan ini merupakan awal dari musim barat atau angin barat, dimana banyak ikan-ikan yang tidak memijah, serta nelayan setempat yang tidak melaut mencari ikan disebabkan cuaca yang tidak bersahabat.

Gambar 13. Tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) betina berdasarkan bulan pengamatan

Berdasarkan kelas ukuran panjang total ikan banban (Engraulis grayi), ikan yang mulai matang gonad terlihat pada selang kelas 118 – 126 mm, sedangkan pada selang kelas sebelumnya yaitu selang kelas 100 – 108 mm dan 109 – 117 mm tidak

terdapat TKG IV. Ikan yang memiliki TKG IV tertinggi terdapat pada kisaran selang kelas 163 – 171 mm sebesar 46,46% (Gambar 14). Apabila dilihat pada selang kelas 100 – 108 mm, terdapat ikan yang memiliki TKG III, sehingga diduga bahwa ikan banban sudah dapat matang gonad dengan tubuh ukuran kecil dan umur muda.

Ikan-ikan bertubuh kecil dan masa hidupnya pendek akan mencapai dewasa kelamin pada umur yang lebih muda, dibandingkan dengan ikan-ikan yang berukuran besar. Pernyataan ini juga dapat dipengaruhi karena adanya adaptasi penangkapan di lingkungan hidup ikan tersebut, apabila penangkapan dilakukan secara terus-menerus dan yang sering tertangkap adalah ikan pada kelompok ukuran terendah, maka ikan dalam kelompok ukuran tersebut melakukan adaptasi yaitu dengan cara segera matang gonad walaupun masih muda dan berukuran kecil.

Gambar 14. Tingkat kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) betina berdasarkan selang kelas panjang total

Pengamatan mikroskopis gonad dilakukan berdasarkan metode histologi pada gonad ikan banban (Engraulis grayi) TKG I – TKG IV. Effendie (1997) mengatakan bahwa perkembangan gonad dapat diketahui lebih jelas dan mendetail dengan cara pengamatan histologis. Pada umumnya perkembangan sel telur dimulai

dari munculnya oogonium, kemudian melalui perkembangan oogonium menghasilkan oosit primer, selanjutnya pada tahap berikutnya dapat dijumpai lapisan folikel dan oosit sekunder. Sel telur kemudian berkembang menjadi ootid yang selanjutnya akan menjadi ovum dengan butiran kuning telur dan terdapat inti sel. Karakteristik mikroskopis gonad ikan banban dapat dilihat pada (Gambar 15).

Keterangan : Og : Oogonia; Ot : Ootid; Os : Oosit; Ov : Ovum; Bm : Butiran minyak

Gambar 15. Struktur histologis gonad ikan banban (Engraulis grayi) pada TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV

Secara histologis pada gonad ikan banban TKG I, didominasi oleh oogonia yang belum terlihat jelas dan oosit hasil dari perkembangan oogonium tidak ditemukan. Belum terlihat adanya lapisan selaput folikel. Pada TKG II oogonia mulia terlihat dan memperbanyak diri dengan melakukan pembelahan secara mitosis

TKG I TKG II TKG III TKG IV

Os

Og

Ot

Ov

Bm

menjadi oosit dengan jumlah relatif banyak. Terlihat adanya lapisan folikel. Terjadi tahap awal pembentukan kuning telur (vitellogenesis) yang ditandai mulai terbentuknya kantung kuning telur pada lapisan perifer sitoplasma. Selanjutnya, diameter telur terlihat lebih besar, sel telur berkembang menjadi ootid dan banyak dijumpai butiran kuning telur terlihat. Butir kuning telur dan butiran minyak terlihat jelas yang menyebar dari sekitar nukleus yang mengarah ke tepi pada TKG III. Kemudian pada TKG IV, ovarium didominasi oleh ovum, dimana ootid berkembang menjadi ovum dengan butiran kuning telur berwarna kuning tua menandakan telur telah matang, serta terdapat butiran minyak. Terlihat pula lapisan selaput folikel pecah.

4.3.4. Indeks kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi)

Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan suatu informasi untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif. Indeks kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) bervariasi pada setiap bulan pengamatan. Ikan banban memiliki kisaran IKG antara 3,7326% - 6,5809%. Rata- rata IKG tertinggi terdapat pada bulan Februari sebesar 6,5809% dan rata-rata IKG terendah terdapat pada bulan Desember sebesar 3,7326 % (Gambar 16).

Gambar 16. Indeks kematangan gonad ikan banban (Engraulis grayi) berdasarkan bulan pengamatan

Bulan Februari memiliki nilai rata-rata IKG tertinggi, hal ini sesuai dengan jumlah ikan yang matang gonad atau ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV cukup banyak pada bulan tersebut. Pada bulan Maret terjadi penurunan nilai IKG, hal ini diduga bahwa ikan-ikan sedang melakukan pemijahan. Indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan mencapai batas maksimum pada saat

Dokumen terkait