PADA STRUKTUR AGROFORESTRI PEKARANGAN
DI WILAYAH BOGOR, PUNCAK DAN CIANJUR
(STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG DAN DAS CIANJUR)
Oleh
SISMIHARDJO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
tesis yang berjudul:
” Kajian Agronomis Tanaman Buah dan Sayuran pada Struktur Agroforestri Pekarangan di Wilayah Bogor, Puncak dan Cianjur (Studi Kasus di DAS Ciliwung dan DAS Cianjur)“.
Merupakan hasil penelitian karya sendiri atas bimbingan dan arahan komisi
pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis di perguruan tinggi lain.
Bogor, Desember 2008
S i s m i h a r d j o
ABSTRACT
SISMIHARDJO. The Agronomic Analysis of Fruits Plant and Vegetables Crops on Agroforestry Structure of Pekarangan in Bogor, Puncak and Cianjur Region (Case Study in Ciliwung Watershed and Cianjur Watershed). Under Supervised by M.A. CHOZIN and HADI SUSILO ARIFIN.
Utilization of pekarangan for varies cultivations of plants, such as fruits tree and vegetables crop plantation is a form of agroforestry practice. As a place of traditional farming system, pekarangan has high potent of food stock resources. This opportunity should be researched deeply. The objectives of research are to analyze the intensification level of fruits tree and vegetables crop cultivation, to analyze cropping pattern and rotation system of vegetables crops, to calculate productivity of fruits tree and vegetables crop yields, and to measure the coverage of vegetation canopy to the pekarangan area. These researches were conducted in Ciliwung and Cianjur watersheds. Survey method was conducted in these researches, i.e. field observation, measuring some objects in pekarangan such as trees canopy and production, and interview to the householders. The measurement and observation was done when the householders have been conducting trees and crops cultivation process in the pekarangan. On the other hands, when they have not been conducting this process, the data was collected by interview to the householders. Pakarangan samples in the upper stream, the middle stream and the down stream of both Ciliwung and Cianjur watersheds was selected by previous researches. Thirty pekarangan was selected as pekarangan sample in each zone; therefore, there are 180 pekarangan samples, totally. Cropping pattern, vegetables crop rotation system, and production of each fruit tree and vegetable crop data was analyzed descriptively. Intensification level, productivity and percentage of canopy coverage was analyzed by T test and Duncan Test. Research results show the upper of pekarangan location the more intensive of fruits tree and vegetables crop cultivation, such as fertilizing (organic and an-organic fertilizer), weeding, soil tillage, pest and disease management. Regarding species diversity, the upper of pekarangan location the less number of fruits tree species. On the other hands, the upper of pekarangan location the more number of vegetables species. In the down stream of watersheds, generally the householders only planted one species; however in the upper stream of watershed they planted more than one species with the rotation system. Pakarangan land in the upper and the middle streams is suitable for vegetables crop cultivation, but the down stream pekarangan is suitable for fruits tree. Based on the percentage of canopy coverage to the
pekarangan area and the calorie was produced by pekarangan is thought that the down stream pekarangan more productive than the upper stream one.
RINGKASAN
SISMIHARDJO. Kajian Agronomis Tanaman Buah dan Sayuran pada Struktur Agroforestri Pekarangan di Wilayah Bogor, Puncak dan Cianjur (Studi Kasus di DAS Ciliwung dan DAS Cianjur). Dibimbing oleh M.A. CHOZIN dan HADI SUSILO ARIFIN.
Luas lahan pertanian makin berkurang, dilain pihak kebutuhan pangan makin meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Lahan pekarangan merupakan salah satu alternatif dalam sumbangsih ketahanan pangan di masyarakat. Pemanfaatan lahan pekarangan dengan budidaya berbagai jenis tanaman, termasuk budidaya tanaman buah dan sayuran merupakan bentuk praktek agroforestri. Keragaman tersebut dipengaruhi oleh kondisi agroklimat di daerah aliran sungai (DAS). Pekarangan mempunyai potensi sebagai lumbung pangan cukup besar, dengan lahan pekarangan yang cukup luas. Di kabupaten Bogor sebesar 38.404 ha dan di Kabupaten Cianjur sebesar 41.273 ha. Penelitian yang terkait tanaman tak terkecuali tanaman buah dan sayuran, pada umumnya dilakukan di lahan yang khusus untuk budidaya tanaman tersebut. Mengingat potensi dan luas lahan pekarangan cukup besar yang selama ini terabaikan, maka perlu dilakukan penelitian di lahan pekarangan.
Tujuan penelitian ini yaitu (1). menganalisis tingkat intensifikasi budidaya tanaman buah dan sayuran, pola tanam dan rotasi tanaman sayuran di hulu DAS Ciliwung dan di DAS Cianjur. (2). Menganalisis produksi setiap jenis tanaman buah dan sayuran penyusun agroforestri, produktivitasnya per satuan luas dan waktu di hulu DAS Ciliwung dan di DAS Cianjur. (3) menganalisis prosentase penutupan lahan pekarangan oleh tajuk tanaman buah dan sayuran pekarangan di hulu DAS Ciliwung dan di DAS Cianjur.
skor 0 (nol). Skor yang telah diperoleh dari hasil pengamatan dikalikan dengan 10 %, merupakan besarnya prosentase tingkat intensifikasi budidaya di zona tersebut. Pola tanam dan rotasi tanaman sayuran meliputi, jenis tanaman, waktu tanam 1, 2, 3, waktu panen 1, 2, 3, jenis tanaman berikutnya. Luas lahan pekarangan (m2) merupakan luas lahan dikurangi luas bangunan. Produksi berdasarkan berat / bobot dari bagian tanaman yang dipanen. Bobot produk per satuan luas, bila tanaman tersebut dibudidayakan dengan jarak tanam yang seragam. Tanaman dengan jarak tanam tidak seragam, bobot produk yang dihasilkan per jumlah tanaman yang ada. Tanaman dengan satu kali panen, dengan menimbang bobot saat panen. Tetapi untuk tanaman yang beberapa kali panen, dengan menimbang saat panen awal, demikian juga panen berikutnya sampai tanaman tersebut tidak menghasilkan. Bagian yang dipanen tersebut berbeda-beda yaitu daun, umbi akar, bunga dan buahnya, maka bobotnya (Kg) dikonversikan dalam satuan kalori. Luas tajuk tanaman tahunan merupakan perkalian jari-jari tajuk (r2) dengan phi (π). Luas tajuk tanaman semusim dengan jarak tanam seragam, luas lahan tersebut merupakan luas tajuk tanaman. Data hasil penelitian pola tanam, rotasi tanaman sayuran dan produktivitas setiap jenis tanaman buah dan sayuran dengan analisis deskriptif, sedangkan tingkat intensifikasi budidaya tanaman, produktivitas tanaman per satuan luas dan waktu serta persentase penutupan lahan pekarangan oleh tanaman buah dan sayuran dengan analisis Uji F, dilanjutkan dengan Uji Duncan dengan taraf kepercayaan 0,05.
2
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
KAJIAN AGRONOMIS TANAMAN BUAH DAN SAYURAN
PADA STRUKTUR AGROFORESTRI PEKARANGAN
DI WILAYAH BOGOR, PUNCAK DAN CIANJUR
(STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG DAN DAS CIANJUR)
SISMIHARDJO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Agronomis Tanaman Buah dan Sayuran pada Struktur Agroforestri Pekarangan di Wilayah Bogor, Puncak dan Cianjur (Studi Kasus di DAS Ciliwung dan DAS Cianjur)
Nama : Sismihardjo
N R P : A351040181 Program Studi : Agronomi
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, karunia dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan Tesis ini yang berjudul “Kajian agronomis tanaman buah
dan sayuran pada struktur agroforestri pekarangan di Wilayah Bogor, Puncak dan
Cianjur (Studi Kasus di DAS Ciliwung dan DAS Cianjur)”. Penelitian ini
merupakan bagian dari payung penelitian yang berjudul “Harmonisasi
Pembangunan Pertanian Berbasis Daerah Aliran Sungai pada Lanskap Desa Kota
Kawasan Bogor, Puncak dan Cianjur”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dengan tulus dan
penuh rasa hormat kepada Prof. Dr. Ir. M.A. Chozin, M.Agr., sebagai Ketua
Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS., sebagai Anggota
Komisi Pembimbing dan Dr. Edi Santoso, MSi, SP., sebagai Penguji Luar
Komisi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada pimpinan Program
Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura Sekolah Pascasarjana
beserta staf pengajar, karyawan dan teman-teman yang telah membantu dalam
rangka penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan atas bantuan dalam
pembiayaan penelitian proyek Hibah Penelitian Tim Pascasarjana – HPTP
angkatan IV tahun 2006 – 2008 yang berjudul “Harmonisasi Pembangunan
Pertanian Berbasis Daerah Aliran Sungai pada Lanskap Desa Kota Kawasan
Bogor, Puncak dan Cianjur”. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, melalui
Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Institut Pertanian Bogor – LPPM IPB,
Kiranya Tesis ini tidak hanya semata-mata menjadi laporan tertulis dari hasil
penelitian bagi penulis saja, tetapi lebih mengemban pada tugas perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya bidang pertanian. Demikian juga dapat bermanfaat
bagi peneliti lainnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu segala saran
dan komentar positif akan penulis terima dengan baik.
Bogor, Desember 2008
1
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya 24 April 1967 dari bapak Soeharto TNI
Purnawirawan dan ibu Lydia Sunaringsih. Penulis merupakan anak ke dua dari
enam bersaudara dan telah menikah dengan istri tercinta Endang Widowati.
Penulis belajar di kota pahlawan, mulai Sekolah Dasar sampai tingkat
perguruan tinggi. Tahun 1986 lulus SMA Negeri 3 Surabaya, tahun yang sama
melanjutkan studi di Fakultas Pertanian – Program Studi Agronomi UPN
”Veteran” Surabaya lulus tahun 1991.
Penulis sejak Februari 1993 sampai dengan Maret 2003 bekerja di PT.
Megafora Indah (Salim Grup). Tahun 2004 berkesempatan melanjutkan studi di
SPs IPB Program Studi Agronomi, dengan biaya sendiri.
Bogor, Desember 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis ... 4
Manfaat Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 5
Agroforestri ... . 6
Pekarangan ... 8
Kajian Agronomi Tanaman Buah dan Sayuran ... 9
METODOLOGI ... 11
Tempat dan Waktu ... 11
Metode Penelitian ... 13
Pengamatan di Lapang ... 13
Analisis Data ... 16
HASIL ... 17
Tingkat Intensitas Budidaya Tanaman Buah dan Sayuran ... 17
Pola Tanam dan Rotasi Tanaman Sayuran... 19
Produktivitas Tanaman Buah dan Sayuran ... 21
Penutupan Lahan Pekarangan oleh Tajuk Tanaman Buah dan Sayuran ... 25
PEMBAHASAN ... 26
Tingkat Intensitas Budidaya Tanaman Buah dan Sayuran ... 26
Pola Tanam dan Rotasi Tanaman Sayuran... 27
3
SIMPULAN DAN SARAN ... 32
Simpulan ... 32
Saran ... 32
DAFTAR TABEL
Halaman 1.Letak Geografis, Luas dan Topografi Lokasi Penelitian di
Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur ... 12
2.Ketinggian dan Iklim Lokasi Penelitian di Hulu DAS Ciliwung
dan DAS Cianjur ... 13
3.Jenis Tanaman Buah dan Sayuran Pekarangan di Hulu DAS
Ciliwung dan DAS Cianjur ... 17
4.Jenis Tanaman Buah Pekarangan Dapat Berproduksi dan Tidak
Dapat Berproduksi di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur ... 18
5.Rata-rata Prosentase Tingkat Intensifikasi Teknik Budidaya Tanaman dan Sayuran Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan
DAS Cianjur ... 18
6.Rata-rata Frekuensi (f) Petani untuk Berbagai Pola Tanam
Sayuran (1, 2 dan 3 jenis) di Hulu DAS Ciliwung ... 19
7.Rata-rata Frekuensi (f) Petani untuk Berbagai Pola Tanam
Sayuran (1, 2 dan 3 jenis) di DAS Cianjur... 20
8.Rata-rata Produksi per Musim Tanaman Buah dan Sayuran
Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur ... 21
9.Rata-rata Produktivitas per Musim Tanaman Buah dan Sayuran Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor dan Dinas Pertanian Kabupaten
Cianjur ... 22
10.Rata-rata Produktivitas per Musim Tanaman Buah dan Sayuran
Dirjen Perbenihan dan Sarana Produksi – Dirjen Hortikultura ... 23
11.Rata-rata Luas Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS
Cianjur ... 24
12.Rata-rata Produktivitas Tanaman Buah dan Sayuran per Tahun per Pekarangan dan per Hektar di Hulu DAS Ciliwung dan
DAS Cianjur ... 24
13.Rata-rata Prosentase Penutupan Tajuk Tanaman Buah dan Sayuran
Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur ... 25
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3
2. Peta Lokasi Penelitian di Hulu DAS Ciliwung ... 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosentase Tingkat Intensifikasi Budidaya Tanaman Buah
di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur ... 40
2. Prosentase Tingkat Intensifikasi Budidaya Tanaman Sayuran
di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur ... 41
3. Rata-rata Produktivitas Tanaman Buah dan Sayuran per Tahun
per Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur ... 42
4. Rata-rata Produktivitas Tanaman Buah dan Sayuran per Tahun
per Hektar di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur ... 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luas lahan pertanian dari waktu ke waktu makin sempit dengan adanya
peralihan fungsi dan tata guna lahan pertanian menjadi lahan pemukiman,
pedagangan, perindustrian dan perkantoran. Sedangkan kebutuhan pangan
masyarakat makin meningkat dengan makin bertambahnya jumlah penduduk.
Pangan merupakan kebutuhan yang vital, guna mencukupi kebutuhan pangan
masyarakat yang kurang atau tidak memiliki lahan untuk pertanian, terjadi
pergeseran dalam kegiatan pertanian masyarakat. Di dataran rendah, sedang dan
tinggi oleh masyarakat setempat dengan memanfaatkan daerah bantaran sungai,
lahan-lahan milik pemerintah dan swasta yang belum di kelola untuk kegiatan
pertanian. Pemanfaatan lahan perlu adanya pemikiran alternatif lahan selain lahan
tersebut di atas yang belum optimal yaitu lahan pekarangan.
Lahan pekarangan merupakan lahan yang mempunyai potensi cukup besar
sebagai lumbung pangan. Pemanfaatan lahan pekarangan bukan semata-mata
untuk fungsi konservasi terhadap lingkungan maupun ekonomis, tetapi dapat
membantu masyarakat setempat untuk mencukupi dan mempertahankan hidup
dalam hal ketahanan pangan. Penanaman berbagai jenis tanaman tahunan dan
semusim, termasuk tanaman buah dan sayuran di lahan pekarangan dapat
membantu kecukupan pangan. Sesuai dengan (Harjadi 1989; Dirjen Pertanian
Tanaman Pangan 1980; Arifin 1998 dan Poerwanto 2003), bahwa tanaman buah
dan sayuran banyak dibudidayakan di lahan pekarangan dalam usaha mengatasi
kebutuhan pangan.
Luas lahan pekarangan di seluruh wilayah Indonesia mencapai jutaan hektar.
Di wilayah Kabupaten Bogor luas lahan pekarangan sebesar 38.404 Ha (Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2006) dan di wilayah Kabupaten
Cianjur sebesar 41.273 ha (Dinas Pertanian dan Kehutan Kabupaten Cianjur,
2006). Lahan pekarangan tersebut tersebar di berbagai daerah dengan ketinggian
yang berbeda. Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal pemilihan jenis tanaman
yang dibudidayakan harus sesuai dengan lingkungan setempat, baik tanaman buah
Penelitian di lahan pekarangan kurang atau tidak mendapatkan dari
peneliti-peneliti dari lembaga-lembaga pemerintah khususnya departemen pertanian
maupun lembaga swasta dan juga perguruan tinggi. Penelitian tanaman selama ini
sering kali dilakukan di lahan khusus dimana tanaman tersebut biasa
dibudidayakan, tak terkecuali tanaman buah dan sayuran. Ishizuka (1996)
menyatakan bahwa agroforestri pada sistem pekarangan perlu dilakukan studi
dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk optimasi penggunaan dan
penangkapan energi matahari dalam usaha pencapaian kecukupan ketahanan
pangan masyarakat di daerah aliran sungai (DAS) Cianjur dan DAS Ciliwung.
Hulu DAS Ciliwung berada di wilayah Bogor dan Puncak, sedangkan DAS
Cianjur berada di wilayah Cianjur. DAS dibagi 3 zona yaitu atas, tengah dan
bawah, setiap zona memiliki kondisi agroklimat berbeda. Hasil penelitian
Sakaida (2000) di Bogor dan Cianjur menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
temperatur pada tiap lokasi yang berbeda ketinggiannya yaitu terjadi penurunan
temperatur sebesar 0,59oC setiap ketinggian naik 100 meter pada saat musim kemarau dan sebesar 0,47oC pada saat musim penghujan. Temperatur adalah salah satu faktor terpenting yang dapat berpengaruh terhadap vegetasi alami dan
kegiatan pertanian di daerah tersebut.
Jenis tanaman yang dibudidayakan masyarakat merupakan jenis-jenis
tanaman yang sesuai dengan kondisi agroklimat setempat. Selain jenis tanaman
yang sesuai dengan agroklimat, juga jenis yang mempunyai nilai tambah secara
ekonomi. Pada ketiga zona dengan ketinggian yang berbeda mempunyai pola
tanam sebagai penyusun agroforestri di lahan pekarangan akan berbeda.
Demikian juga tingkat intensifikasi budidaya tanaman, produktivitas tanaman dan
penutupan lahan pekarangan oleh tajuk tanaman. Untuk lebih lengkapnya
3
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian Revitalisasi
- Luas lahan pekarangan - Curah hujan
Produksi buah & sayuran / musim panen / jenis tanaman per pekarangan dan per hektar pada sistem agroforestri pekarangan
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat intensifikasi budidaya, pola tanam dan rotasi tanaman
buah dan sayuran pekarangan di hulu DAS Ciliwung dan di DAS Cianjur.
2. Menganalisis produksi setiap jenis tanaman buah dan sayuran penyusun
agroforestri, produktivitasnya per satuan luas dan waktu di hulu DAS
Ciliwung dan di DAS Cianjur.
3. Menganalisis prosentase penutupan lahan pekarangan oleh tajuk tanaman buah
dan sayuran pekarangan di DAS Ciliwung dan di DAS Cianjur.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga tingkat intensifikasi budidaya, pola tanam dan rotasi di zona atas DAS
Cianjur lebih intensif dari pada di zona atas hulu DAS Ciliwung.
2. Diduga produksi setiap jenis tanaman buah di zona bawah DAS Cianjur lebih
besar dari zona bawah di hulu DAS Ciliwung. Tanaman sayuran di zona atas
DAS Cianjur mampu berproduksi lebih besar dari pada di zona hulu DAS
Ciliwung. Produksi tanaman buah dan sayuran per pekarangan dan per hektar
di zona bawah DAS Cianjur lebih besar dari pada di zona bawah hulu DAS
Ciliwung .
3. Diduga di zona bawah DAS Cianjur memiliki prosentase penutupan lahan
pekarangan oleh tanaman buah dan sayuran lebih besar dari pada di zona
bawah hulu DAS Ciliwung.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
dalam memanfaatkan lahan pekarangan dengan budidaya tanaman buah dan
sayuran secara optimal di tiap zona DAS, baik di hulu DAS Ciliwung maupun di
DAS Cianjur. Selain itu informasi ini dapat juga digunakan sebagai bahan
referensi bagi para peneliti yang tertarik melakukan penelitian lanjutan tentang
agroforestri pekarangan dengan kajian agronomi lainnya di hulu DAS Ciliwung
5
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Watershed (drainage area) atau river basin adalah bagian dari muka bumi yang airnya mengalir ke dalam sungai yang bersangkutan apabila hujan jatuh.
Secara umum “Watershed” termasuk dalam suatu lanskap, dan suatu batas/boundary lanskap dapat/tidak berhubungan dengan batas watershed (Arifin dan Aziz, 2005). Selanjutnya menurut Arsyad (2000), pengertian lain mengenai
DAS adalah merupakan wilayah yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai
yang oleh batas-batas topografi mengalir air yang jatuh di atasnya ke dalam
sungai yang sama melalui titik yang sama pada sungai tersebut. Oleh karena itu
DAS akan mencakup: 1). Suatu wilayah tata air yang menampung dan
menyimpan air hujan yang jatuh di atasnya untuk kemudian dialirkan melalui
saluran utama ke laut. 2). Satu satuan ekosistem dengan unsur utamanya berupa
sumber daya alam flora, fauna, lahan dan air serta manusia dengan segala
aktivitasnya.
Kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai sudah dilaksanakan di berbagai
belahan bumi lebih dari satu abad, namun terdapat kelemahan yang mendasar
dalam hal penerapan kriteria dan indikator fungsi hidrologi DAS. Adanya
harapan yang berlebihan dan kurang realistis tentang dampak pengelolaan DAS,
telah memunculkan kebijakan yang memerlukan investasi besar seperti reboisasi,
namun hasilnya masih kurang sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Hingga
tingkat hujan tertentu fungsi hidrologi DAS adalah berhubungan dengan
kemampuan dalam hal 1). transmisi air, 2). penyangga pada puncak kejadian
hujan, 3). pelepasan air secara perlahan, 4). memelihara kualitas air, 5).
mengurangi perpindahan massa tanah misalnya melalui longsor, 6). mengurangi
erosi dan 7). mempertahankan iklim mikro (Noordwijk et al., 2004). Menejemen DAS adalah spesifik dalam merencanakan tipe penggunaan tanah, faktor-faktor
paling pokok dari daerah aliran sungai adalah bentuk perhatian terhadap kontrol
erosi dan menejemen sumber air. Menejemen DAS pada umumnya berdasarkan
DAS sebagai suatu sistem dari pengembangannya bertujuan untuk
memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan, maka sasaran pengembangan DAS
menurut Sinukaban (2003) akan menciptakan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi.
2. Mampu menjamin kelestarian DAS yaitu erosi yang rendah dan sebagai
penyimpan air cukup tinggi merata sepanjang tahun.
3. Mampu menjaga adanya pemerataan pendapatan petani.
4. Mampu mempertahankan kelenturan DAS terhadap goncangan yang terjadi.
Pulau-pulau biasanya mempunyai daerah-daerah aliran sungai (DAS) yang
mengalir dari hulu sampai hilir. DAS Ciliwung membentang dari daerah puncak
(Bogor selatan) sampai laut Jawa (Jakarta Utara). Penelitian agroforestri tanaman
buah dan sayuran di lahan pekarangan berada pada bagian hulu DAS Ciliwung
yang membentang di wilayah administratif Kabupaten Bogor dan Kodya Bogor.
DAS Cianjur bagian hulu, tengah dan hilir, membentang di wilayah administratif
Kabupaten Cianjur.
DAS merupakan daerah paling cocok untuk mempelajari manajemen sumber
daya alam dari sebuah desa sampai pada di suatu kawasan. Untuk daerah-daerah
perdesaan, agroforestri adalah sistem praktek-praktek bertani yang terpenting
untuk tercapainya penggunaan lahan secara berkelanjutan (Arifin, 2003).
Agroforestri
Agroforestri adalah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan
pohon dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan
pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu (Foresta et al., 2000). Agroforestri menurut Budiadi (2005) adalah teknik pertanaman yang memadukan tanaman kayu yang berumur panjang dengan tanaman pertanian
(palawija), peternakan atau perikanan di dalam atau di luar kawasan hutan.
Lassoie and Buck (1999) berpendapat bahwa agroforestri adalah sistem
pengelolaan lahan intensif yang mengoptimalkan peranan lingkungan, sosial dan
ekonomi dari interaksi secara biologi yang terbentuk ketika pohon dan atau semak
dikembangkan secara sengaja dan bersamaan dengan pertanian atau peternakan.
7
(Chozin, 2006). Sistem agroforestri menurut Sardjono et al (2003) dapat didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya, tingkat pengelolaan
teknis atau ciri-ciri sosial ekonominya. Ditinjau dari komposisi biologi, contoh
sistem agroforestri adalah agrosilvikultur, agrosilvopastural dan agrosilvofishery.
Agroforestri mempunyai potensi besar dalam pemeliharaan lingkungan baik
di daerah tropik maupun daerah sub tropik. Fungsi-fungsi utama dari agroforestri
yang nyata antara lain, sebagai kontrol terhadap penurunan kesuburan tanah,
penambahan aneka hayati dalam skala sistem pertanian dan lanskap, peningkatan
keamanan pangan dan sumber pangan lokal (Young, 1997). Ishizuka et al (1996) berpendapat bahwa agroforestri adalah penting untuk konservasi atau rehabilitasi
tanah terutama untuk ekologi setempat. Agroforestri selalu memberikan jaminan
konservasi tanah tanpa memperhatikan lapisan penutup tanah atau petak-petak
teras dengan sistem yang baik. Masalah terbesar tidak hanya pada konservasi
yang lebih memperhatikan jumlah spesies yang banyak dan keragaman tanaman.
Namun juga pengurangan resiko-resiko yang harus dihadapi petani yaitu masalah
ekonomi atau pendapatan petani, bukan hanya resiko ekologi saja.
Penggunaan istilah dalam agroforestri lebih menjurus pada operasional
pengelolaan lahan khas dari agroforestri yang murni didasarkan pada kepentingan
atau kebutuhan dan juga pengalaman dari petani lokal atau unit manajemen yang
lain, yang di dalamnya terdapat komponen-komponen agroforestri (Sardjono et al., 2003). Akibat meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan dan tekanan ekonomi, serta usaha pelestarian lingkungan, sistem agroforestri berkembang
dengan pesat (Chozin, 2006). Agroforestri di Indonesia dapat dicirikan seperti
kebun terdiri dari tegakan pohon setelah semua vegetasi asli dihilangkan
kemudian diganti dengan spesies tanaman baru yang cocok dengan kondisi
setempat (Ishizuka et al, 1996). Praktek agroforestri merupakan penggunaan lahan yang mengkombinasikan produksi pohon dan tanaman pertanian,
sebenarnya bukan merupakan hal yang baru bagi petani di Indonesia (Poernomo,
2002). Menurut Budiadi (2005), pola tanam agroforestri pada dasarnya
dipraktekkan dengan satu tujuan yaitu efisiensi penggunaan lahan.
Praktek agroforestri yang dilakukan masyarakat tidak hanya pertanaman
pertanian sebagai tanaman semusim dalam upaya efisiensi penggunaan lahan.
Tetapi lebih dari pada itu masyarakat juga dapat memanfaatkan lahan pekarangan
dengan berbagai jenis tanaman tahunan dan semusim, selain lahan pertaniannya.
Pekarangan
Pekarangan berasal dari kata ”pepek teng karangan”, pepek berarti lengkap
sedangkan karangan berarti hasil pemikiran, yang menunjukkan bahwa struktur
pekarangan merupakan sebuah konsekuensi pengelolaan lengkap terhadap lahan
yang minimal untuk memenuhi kebutuhan (Abdoellah, 1991).
Sebidang lahan yang di dalamnya terdapat bangunan rumah disebut sebagai
pekarangan (Abdoellah et al., 1978). Pekarangan adalah lahan yang merupakan area ruang terbuka dimana keberadaannya mengelilingi bangunan rumah (Octavia
et al., 2000). Pemanfaatan lahan yang terletak di sekitar tapak rumah yang disebut pekarangan (Arifin et al., 1997).
Pekarangan biasanya ditandai dengan beberapa karakter, yaitu: 1) letaknya
di sekitar rumah atau tempat tinggal; 2) beraneka bentuk; 3) biasa digunakan
sebagai tempat produksi pertanian bagi pemiliknya; 4) memiliki batas-batas yang
jelas (Soemarwoto, 1991). Pembatas pekarangan selain pagar juga biasa dengan
tanaman pembatas. Pada umumnya pagar pembatas tidak selalu mengelilingi
seluruh pekarangan, melainkan hanya di muka atau di bagian lain saja, sehingga
pekarangan masih sering tampak terbuka (Satiadiredja, 1992).
Pekarangan merupakan ruang terbuka di sekitar tempat tinggal terdapat
sejumlah spesies tanaman, biasanya terdapat ternak hewan dan kolam ikan sebagai
struktur dan fungsi vegetasi tergantung besarnya area pekarangan dan sebagai
pendapatan tambahan ataupun ketahanan pangan khususnya di perdesaan (Arifin,
1998). Salah satu ciri utama dari pekarangan adalah keragaman tanaman atau
spesies di dalamnya (Kobuta, Hadikusumah, Abdullah and Sugiwa, 2003).
Ditanami dengan berbagai macam spesies tanaman tergantung dari kebutuhan
pemiliknya (Christanty, 1981). Di pekarangan dapat memperlihatkan sistem
praktek agroforestri, yang di dalamnya terlibat aktivitas manusia, tanaman, hewan
9
Peranan lahan pekarangan semakin bertambah dalam mencukupi kebutuhan
pangan dan gizi (Kristyono, 1983). Hasil dari lahan pekarangan seperti tanaman
sayuran dapat berkontribusi pada nutrisi keluarga dan bahkan menambah
pendapatan (Soriano and Villareal, 1986). Sejalan dengan perkembangan pola
hidup penduduk perdesaan yang dipengaruhi oleh kehidupan perkotaan, maka
struktur lanskap pekarangan berkaitan dengan perubahan pemikiran yang
disebabkan oleh faktor urbanisasi, bio klimat dan sosial budaya. Tanaman buah,
tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman penghasil karbohidrat, tanaman obat,
tanaman industri merupakan tanaman utama yang terdapat di
pekarangan-pekarangan rumah di perdesaan. Pekarangan merupakan sistem pertanian
subsisten oleh karena itu hampir seluruh kebutuhan keluarga petani dari produksi
pekarangan (Putra et al, 2000). Keragaman pola dan struktur agroforestri pekarangan khas perdesaan di DAS Cianjur, sangat menarik untuk dilihat sebagai
salah satu alternatif dalam menangani krisis pangan (Nurjanah et al., 2001), demikian juga DAS Ciliwung.
Kajian Agronomi Tanaman Buah dan Sayuran
Jenis buah sangat beragam dapat dihasilkan dari sistem pekarangan dan
agroforestri (Poewanto, 2003). Tanaman pangan, tanaman bumbu, tanaman obat
dan tanaman sayuran biasanya merupakan tanaman yang diusahakan secara
subsisten di lahan pekarangan. Demikian juga tanaman buah yang umumnya juga
diusahakan di lahan pekarangan (Karyono, 1985). Jenis-jenis tanaman di
pekarangan selain tanaman hias, wangi-wangian, bumbu-bumbuan dan
rempah-rempah, juga terdapat pohon buah-buahan dan sayuran (Harjadi, 1989). Berbagai
jenis tanaman yang ditanam di lahan pekarangan yaitu tanaman kayu, tanaman
sayuran, tanaman buah dan tanaman obat (Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman
Pangan, 1980). Tanaman sayuran dapat diproduksi di lahan pekarangan (Soriano
and Villareal, 1986).
Faktor-faktor dominan yang dapat mempengaruhi produksi tanaman yaitu:
1). temperatur, 2). cahaya matahari, 3). karbondioksida dan oksigen, 4).
pengolahan tanah, 5). pemupukan, 6). pola tanam dan rotasi tanaman, 7).
jenis atau varietas tanaman juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada
rendah atau tingginya produksi tanaman (Wolf, 1996). Varietas atau jenis
tanaman yang cocok dengan lingkungan setempat atau lokasi ketinggian tempat
menurut Jones (1992) dapat meningkatkan produksi yang dihasilkan. Penggunaan
teknik budidaya untuk meningkatkan produksi dikenal sangat populer dengan
istilah panca usaha yaitu: 1) penggunaan benih atau bibit unggul; 2) jarak tanam
yang teratur; 3) pengairan yang baik; 4) penggunaan pupuk yang tepat; 5)
pengendalian hama dan penyakit yang baik atau proteksi tanaman (Harjadi, 2005).
Produksi tanaman selain dipengaruhi oleh jenis tanaman yang cocok dengan
lingkungan setempat, tingkat intensitas budidaya juga dapat meningkatkan hasil
tanaman. Posisi ketinggian lahan pekarang yang berbeda, masyarakat juga
memiliki tingkat sosial, ekonomi dan pendidikan berbeda dalam penerapan tingkat
intensitas budidaya pada tanaman. Menurut Sadjad (1976), kajian agronomi yang
perlu diketahui meliputi: data iklim, pengairan, pengolahan tanah, penyiangan
gulma, pola tanam, pengunaan pupuk, pengendalian hama dan penyakit serta
tingkat produksi tanaman.
Faktor terpenting yang dapat mempengaruhi tanaman dalam usaha atau
kegiatan pertanian di daerah tersebut, selain teknik budidaya tanaman adalah suhu
udara. Lokasi dengan ketinggian yang berbeda mempunyai suhu udara yang
berbeda. Jenis tanaman yang dibudidayakan adalah jenis tanaman yang sesuai
dengan kondisi suhu setempat. Jenis-jenis tanaman yang ada membentuk pola
tanam, baik tanaman buah maupun sayuran sebagai penyusun agroforestri di lahan
pekarangan. Demikian juga tanaman sayuran setelah panen akan ditanami dengan
tanaman sayuran berikutnya di lahan yang sama, sehingga daerah yang sesuai
dengan banyak jenis tanaman sayuran sering terjadi rotasi. Jenis dan tingkat
populasi tanaman buah dan sayuran dapat mempengaruhi besarnya luas tajuk
11
.
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian di wilayah Bogor dan Puncak dilaksanakan di hulu daerah aliran
sungai (DAS) Ciliwung terdiri dari tiga zona yaitu zona atas di Desa Tugu Utara,
zona tengah di Desa Cilember dan zona bawah di Kelurahan Katulampa (Gambar
2). Penelitian di wilayah Cianjur dilaksanakan di DAS Cianjur terdiri dari tiga
zona yaitu zona atas di Desa Galudra, zona tengah di Desa Mangunkerta dan zona
bawah di Desa Selajambe (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan bulan Maret 2007
sampai dengan Februari 2008.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di hulu DAS Ciliwung (Sumber Arifin, 2004).
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian di DAS Cianjur (Arifin, Sakamoto and Takeuchi, 2001).
Tabel 1. Letak Geografis, Luas dan Topografi Lokasi Penelitian di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Desa Letak Geografis Luas Topografi
Tugu Utara 06 o
39’42” - 06o42’ 71” LS
106o50’11”- 106o63’21” BT 418.6 Ha Kemiringan 4 -46%
Cilember 06 o
35’12” - 06o46’17” LS
106o50’99”- 106o58’07” BT 358.2 Ha Kemiringan 7-42%
Katulampa 06 o
33’21” - 06o41’25” LS
106o47’19”- 106o55’31” BT 287.8 Ha Kemiringan 2-3%
Galudra 06 o
24’23” - 06o47’15” LS
106o59’7”- 107o3’16” BT 486.3 Ha Kemiringan 5-50%
Mangunkerta 06 o
47’44” - 04o48’14” LS
107o3’11” - 107o5’8” BT 168.7 Ha Kemiringan 3-50%
Selajambe 06 o
48’7” - 06o49’18” LS
107o12’17”- 107o14’32” BT 362.8 Ha Kemiringan 2 %
Keterangan:
13
Tabel 2. Ketinggian dan Iklim Lokasi Penelitian di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Desa Ketinggian (m dpl)
Suhu (o C) Kelembaban (%) CH (mm/th) Max Min Rata-rata Rata-rata Tugu Utara 950 - 1600 27.6 16.4 83.7 3296.2
Penelitian ini menggunakan metode survey yaitu pengamatan, pengukuran
langsung dan wawancara. Pengamatan dan pengukuran secara langsung
dilakukan bila petani / pemilik yang lahan pekarangan contoh sedang melakukan
proses budidaya saat pengamatan dilakukan. Wawancara dilakukan bila petani /
responden tidak sedang melakukan proses atau telah melakukan proses budidaya
tanaman. Pembagian zona untuk lokasi pengamatan penelitian di daerah alirah
sungai (DAS), baik di hulu DAS Ciliwung maupun di DAS Cianjur berdasarkan
perbedaan ketinggian dari permukaan laut. Mengenai letak dan posisi setiap
lokasi tersebut diukur dengan alat GPS (Global Positioning System). Lokasi tempat penelitian, sebagai keberlanjutan dari peneliti pekarangan sebelumnya
yang telah ditentukan secara acak (random). Di hulu DAS Ciliwung zona atas di Desa Tugu Utara dan zona tengah di Desa Cilember (Palupi, 2006) dan zona
bawah di Kelurahan Katulampa (Syartinillia, 2001). Di DAS Cianjur zona atas di
Desa Galudra, tengah di Desa Mangunkerta dan bawah di Desa Selajambe
(Arifin, 1998). Jumlah pekarangan contoh (sample) juga sesuai dengan jumlah pekarangan contoh yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, di tiap zona
DAS yang sama yaitu sebanyak 30 pekarangan di tiap desa lokasi penelitan.
Pengamatan di Lapang
Pengumpulan data di lapangan, dengan pengamatan, pengukuran langsung
1. Pengamatan intensifikasi budidaya tanaman buah dan sayuran meliputi:
a. Pengolahan tanah dan guludan (1 atau 2 kali).
b. Pemakaian pupuk organik (1atau 2 kali ).
c. Pemakaian pupuk an organik (1 atau 2 kali).
d. Penggunaan petisida (1 atau 2 kali).
e. Penyiangan gulma (1 atau 2 kali).
Untuk setiap kegiatan budidaya, responden / petani yang melakukan
tindakan budidaya tersebut mendapat skor 1 (satu), sedangkan yang tidak
melakukan mendapatkan skor 0 (nol). Setiap skor data yang diperoleh di lapangan, kemudian dikalikan dengan 10 %. Penjumlahan persentase dari
tindakan budidaya dari a s/d e merupakan prosentase tingkat intensifikasi
budidaya tanaman buah dan sayuran.
2. Pengamatan pola tanam dan rotasi tanaman sayuran meliputi:
a. Jenis tanaman buah dan sayuran.
b. Waktu tanam 1, 2, 3 (tanaman sayuran).
c. Panen 1, 2, 3 (tanaman sayuran).
d. Tanaman berikutnya, jenis tanaman sayuran yang sama atau jenis lain.
3. Pengamatan produksi tanaman buah dan sayuran per tahun meliputi jumlah
total:
a. Produksi satu kali panen dan produksi (lebih dari satu kali panen) panen 1,
2, 3, 4, 5 dan 6 (tanaman semusim) dalam satu tahun.
b. Produksi / tahun (tanaman tahunan).
4. Pengamatan produksi per jenis tanaman yaitu:
Produksi yang dihasilkan tiap jenis tanaman buah dan sayuran per musim
panen.
5. Pengamatan produksi tanaman buah dan sayuran per tahun per pekarangan,
produksi tanaman buah dan sayuran selama setahun per luas pekarangan.
6. Pengamatan produksi tanaman buah selama setahun per hektar, produksi
tanaman buah dan sayuran selama setahun per m2 dikalikan 10.000.
Pengamatan produksi dilakukan secara langsung (saat responden panen
dan sebelum panen) dengan menimbang bobot produk yang dihasilkan saat
15
juga pada panen berikutnya (tanaman semusim yang lebih dari satu kali
panen) sampai tanaman tidak menghasilkan. Untuk produk yang sudah
dipanen (saat pengamatan ) juga dilakukan penimbangan dengan menanyakan
responden jenis, ukuran, jumlah wadah (misalnya: karung, ember, keranjang,
genggaman telapak tangan, plastik) yang dipakai untuk wadah produk saat
panen baik untuk dikosumsi maupun dijual. Pengamatan bobot produk yang
dihasilkan per satuan luas, bila tanaman tersebut dibudidayakan dengan jarak
tanam yang seragam. Untuk tanaman dengan jarak tanam yang tidak seragam,
bobot produk yang dihasilkan per jumlah tanaman yang ada. Bobot hasil
produk (dipanen bunga, buah, umbi akar dan daun) dinyatakan dalam satuan
kilogram dikonversikan dalam satuan kalori (Tabel Lampiran 5).
7. Prosentase penutupan lahan pekarangan.
Pengamatan total luas tajuk tanaman yang ditanam dengan jarak tidak
seragam, dilakukan dengan menjumlahkan setiap luas tajuk baik tanaman
buah maupun sayuran. Tanaman yang memiliki tinggi lebih dari 1 meter
diukur berdasarkan proyeksi bayangan di atas permukaan tanah dan tanaman
yang memiliki tinggi kurang atau sama dengan 1 meter tajuk tanaman dapat
diukur secara langsung. Luas tajuk tanaman (m2) merupakan hasil perkalian
kuadrat jari-jari tajuk tanaman (r2) dengan phi (π). Tanaman sayuran yang
ditanam dengan jarak seragam, luas lahan yang digunakan merupakan luas
tajuk tanaman (m2). Prosentase luas penutupan tajuk merupakan total luas tajuk tanaman dibagi luas lahan pekarangan, kemudian dikalikan 100%.
8. Data fisik DAS meliputi:
a. Luas lahan pekarangan (m2).
b. Curah hujan (mm / tahun), temperatur (o C) dan kelembaban udara ( %). Luas lahan pekarangan diukur secara langsung dengan menggunakan
meteran di setiap pekarangan contoh. Luas lahan pekarangan (m2) merupakan
luas lahan dikurangi luas bangunan. Data curah hujan, suhu dan kelembaban
udara diperoleh dari Stasiun Klimatologi Citeko di ketinggian 920 m dpl,
tahun 2004 - 2006 yang mewakili kondisi iklim di Desa Tugu Utara dan Desa
Cilember. Data yang mewakili kondisi iklim di Kelurahan Katulampa
2006. Kondisi iklim di Desa Galudra dan Mangunkerta diperoleh dari Stasiun
Klimatologi Kebun Percobaan Pasir Sarongge di ketinggian 1026 m dpl, tahun
1997 – 1999. Data yang diperoleh pada tahun yang sama dari Stasiun
Klimatologi Balai Penelitian Benih Tani Makmur Cihea di ketinggian 254 m
dpl mewakili kondisi iklim Desa Selajambe.
9. Data penunjang lain berupa data sekunder adalah sebagai betikut:
a. Data topografi, batas desa dan luas administratif lokasi penelitian,
diperoleh dari kantor desa setempat.
b. Data produktivitas setiap jenis tanaman buah dan sayuran diperoleh dari
Dinas Pertanian Kabupaten Bogor dan Cianjur.
c. Data kisaran hasil setiap jenis tanaman buah dan sayuran diperoleh dari
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi - Direktorat Jenderal
Hortikultura, Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapang dilakukan dengan
analisis sebagai berikut:
1. Tingkat intensifikasi budidaya, produktivitas tanaman per tahun per
pekarangan dan per hektar serta penutupan lahan pekarangan oleh tajuk
tanaman dengan Uji F
Yij = π + τi + Σij
Yij = Prosentase tingkat intensifikasi budidaya, produktivitas tanaman
per tahun per pekarangan dan per hektar serta prosentase
penutupan lahan pekarangan oleh tajuk tanaman dari ketinggian
ke i
π = Nilai tengah umum
τi = Pengaruh dari faktor ketinggian ke i, dimana ketinggian (Atas,
Tengah, Bawah)
Σij = Galat
dilanjutkan dengan Uji Duncan dengan taraf kepercayaan 0,05.
2. Pola tanam dan rotasi tanaman, produksi setiap jenis tanaman buah dan
17
HASIL
Tingkat Intensitas Budidaya Tanaman Buah dan Sayuran
Budidaya tanaman buah dan sayuran di lahan pekarangan mulai dari zona
bawah, tengah sampai atas dilakukan oleh pemilik pekarangan dengan beragam
jenis. Makin ke atas letak lokasi lahan pekarangan jenis tanaman sayuran makin
beragam, tetapi tanaman buah makin sedikit jenisnya. Seperti terlihat pada Tabel
3, hasil penelitian di hulu DAS Ciliwung menunjukkan bahwa di zona atas
terdapat sebanyak 13 jenis, zona tengah sebanyak 11 jenis dan zona bawah
sebanyak 8 jenis tanaman buah, sedangkan di DAS Cianjur zona atas, tengah dan
bawah masing-masing sebanyak 11, 9 dan 8 jenis tanaman buah.
Tabel 3. Jenis Tanaman Buah dan Sayuran Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Zona DAS
Hulu DAS Ciliwung DAS Cianjur
Buah Sayuran Buah Sayuran
Atas 8 6 8 7
Tengah 11 4 9 5
Bawah 13 4 11 4
Posisi lokasi letak lahan pekarangan dengan perbedaan ketinggian dari
permukaan laut, dimana tanaman tersebut diusahakan sangat dibatasi oleh faktor
jenis tanaman yang sesuai dengan lingkungan tumbuhnya. Hasil penelitian di
hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur yang terlihat pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa makin ke bawah posisi letak lahan pekarangan terdapat peningkatan
jumlah jenis tanaman buah yang dapat berproduksi. Hal ini merupakan informasi
bahwa pemilihan jenis tanaman yang cocok dengan lokasi budidaya lebih
menentukan supaya tanaman dapat berproduksi. Jenis tanaman buah yang tidak
dapat berproduksi di zona tengah dan atas adalah jambu air, mangga, sirsak dan
Tabel 4. Jenis Tanaman Buah Pekarangan Dapat Berproduksi dan Tidak Dapat Berproduksi di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Zona DAS
Hulu DAS Ciliwung DAS Cianjur
Dapat berproduksi Tidak dapat
berproduksi Dapat berproduksi
Tidak dapat
Pengelolaan tanaman di lahan pertanian maupun di lahan pekarangan
dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh tanpa ada gangguan faktor-faktor
lingkungan dimana tanaman tersebut dibudidayakan yang pada akhirnya
mempengaruhi produktivitas tanaman. Persiapan lahan sebelum penanaman,
penggunaan pupuk organik dan anorganik, pengendalian hama/penyakit dan
penyiangan gulma selama pertumbuhannya merupakan tindakan budidaya yang
diperlukan supaya tanaman mampu berproduksi secara maksimal. Budidaya
tanaman buah dan sayuran yang dilakukan pemilik lahan pekarangan di setiap
zona DAS mempunyai tingkat intensifikasi yang berbeda-beda.
Tabel 5. Rata-rata Prosentase Tingkat Intensifikasi Budidaya Tanaman Buah dan Sayuran Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Zona
DAS Hulu DAS Ciliwung DAS Cianjur Buah (%) Sayuran (%) Buah (%) Sayuran(%)
Atas 76.67a 80.00a 66.67a 100.00a
Tengah 60.00b 63.33b 53.33b 73.33b
Bawah 16.67c 10.00c 20.00c 13.33c
19
Hasil penelitian di hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat intensifikasi budidaya tanaman
buah dan sayuran antara lokasi lahan pekarangan di zona atas, tengah dan bawah
(Tabel 5). Hal ini memberikan informasi bahwa makin ke atas lokasi lahan
pekarangan makin besar prosentase tingkat intensifikasi budidaya yang dilakukan
oleh petani, baik pada tanaman buah maupun tanaman sayuran dalam
memanfaatkan lahan pekarangan.
Pola Tanam dan Rotasi Tanam Tanaman Sayuran
Pola tanam (cropping system) merupakan suatu tata ruang dan waktu dalam kegiatan produksi tanaman dari suatu uasahatani. Secara umum dapat
dikelompokkan menjadi mono cropping (satu jenis), multiple cropping (lebih dari 2 jenis) tanaman yang ditanam secara bersamaan atau bergantian pada lahan yang
sama pada periode waktu 12 bulan. Kombinasi yang mungkin terjadi adalah
tanaman tahunan dengan tahunan, tanaman semusim dengan semusim maupun
tanaman tahunan dengan semusim. Tanaman buah dan sayuran di lahan
pekarangan ditanam di antara tanaman lain dengan pola tanam sela dan rotasi.
Sebagai tanaman sela biasanya digunakan tanaman cepat panen (Cash Crop) yang dapat ditanam diantara pohon buah-buahan yaitu tanaman sayuran.
Tabel 6. Rata-rata Frekuensi (f) Petani dengan Berbagai Pola Tanam Tanaman Sayuran (1, 2 dan 3 jenis) di Hulu DAS Ciliwung
Zona
6.67 Cabai&Terung 26.67 ---- 0.00
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi petani yang menanam satu
jenis sayuran secara berurutan di hulu DAS Ciliwung zona atas, tengah dan bawah
adalah sebesar 23.34 %, 26.67 % dan 73.33 % (Tabel 6). Hal ini menunjukkan
bahwa makin ke bawah zona makin besar prosentase penggunaan jenis tanaman
yang sama pada pola tanaman sayuran. Demikian juga di DAS Cianjur terlihat
pada (Tabel 7), bahwa penggunaan satu jenis tanaman sayuran di zona atas
sebesar 36.68 %, tengah sebesar 33.37 % dan bawah sebesar 83.33 %.
Tabel 7. Rata-rata Frekuensi (f) Petani dengan Berbagai Pola Tanam Sayuran (1, 2 dan 3 jenis) di DAS Cianjur
Bawah Cabai 83.33 Cabai&Terung 16.67 ---- 0.00
Rotasi tanaman (cropping rotation) merupakan suatu cara penanaman berulang dari serangkaian penanaman dengan jenis tanaman yang berbeda pada
lahan yang sama dalam satu siklus selama periode waktu 12 bulan secara terus
menerus. Di lahan pekarangan dengan pola tanaman campuran antara tanaman
tahunan dan semusim, terjadi pergantian tanaman semusim setelah tanaman
tersebut panen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rotasi tanaman sayuran di hulu DAS
Ciliwung dan DAS Cianjur berbeda antar ketinggian. Maka rendahnya posisi
lokasi lahan pekarangan makin jarang dilakukan rotasi dengan jenis tanaman lain
21
Produktivitas Tanaman Buah dan Sayuran
Tanaman yang dibudidayakan pada ketinggian tempat yang berbeda akan
mempunyai produksi yang berbeda. Demikian juga produksi tanaman buah dan
sayuran yang dibudidayakan di zona atas, tengah dan bawah baik di hulu DAS
Ciliwung maupun DAS Cianjur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di hulu
DAS Ciliwung rata-rata produksi tanaman sayuran lebih rendah dibandingkan di
DAS Cianjur pada zona yang sama (Tabel 8).
Tabel 8. Rata-rata Produksi per Musim Tanaman Buah dan Sayuran Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Jenis Zona Hulu DAS Ciliwung Zona DAS Cianjur
Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah BUAH (K.
kal/pohon)
Alpukat 206.550 128.690 105.910 200.770 127.210 ---Belimbing --- 19.080 33.948 --- --- ---Durian --- --- 156.110 --- --- ---Jambu Air 0.00 8.786 29.458 0.00 8.326 32.246 Jambu Biji 10.976 12.838 34.402 10.682 10.927 35.525 Jeruk --- 1.848 1.056 2.860 1.672 1.144 Mangga 0.00 0.00 61.488 0.00 0.00 72.920 Nangka 23.002 64.766 69.536 --- 62.222 78.158 Pala --- --- 229.216 --- --- ---Pepaya 10.304 20.838 21.988 8.648 19.274 21.344 Pisang 21.436 19.780 16.044 20.148 18.768 16.652 Rambutan --- 0.00 68.241 --- 0.00 74.584 Cabai 0.556 0.515 0.484 0.688 0.536 0.505 K. Kol --- --- --- 0.397 --- ---
Kubis 0.566 --- --- 0.578 --- --- Labu Siam 0.785 0.733 0.728 0.809 0.770
---Petai --- --- 2.516 --- --- 2.635 Petai Cina 2.075 2.139 --- --- --- 2.346 Terung 0.254 0.226 0.204 --- 0.245 0.211
Wortel --- --- --- 0.890 ---- ---
Keterangan : --- = Jenis tanaman tersebut tidak terdapat di lahan pekarangan 0.00 = Jenis tanaman tersebut ada di lahan pekarangan, tetapi
Berdasarkan hasil penelitian, di hulu DAS Ciliwung zona atas dan tengah
mempunyai rata-rata produksi tiap jenis tanaman buah lebih besar dibandingkan
di DAS Cianjur zona yang sama (Tabel 8). Selain itu hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa produksi tanaman buah di zona bawah DAS Cianjur lebih
besar dari hulu DAS Ciliwung
Hasil penelitian produktivitas tiap jenis tanaman buah dan sayuran di hulu
DAS Ciliwung dan DAS Cianjur merupakan besarnya produktivitas tanaman
tersebut di lapangan (actual productivity). Besarnya produktivitas tiap jenis tanaman buah dan sayuran yang disajikan dalam laporan tahunan Dinas Pertanian
merupakan rata-rata produktivitas hasil di wilayah kabupaten Bogor dan Cianjur.
Tabel 9. Rata-rata Produktivitas per Musim Tanaman Buah dan Sayuran Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung, DAS Cianjur, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor dan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur
Jenis
Alpukat 173.00 263.40 192.90 248.02
Belimbing 73.65 144.98 --- 109.42 Durian 116.50 261.47 --- 214.16 Jambu Air 41.05 74.29 44.60 61.20 Jambu Biji 38.03 68.61 40.37 71.37
Jeruk 3.20 33.83 4.37 30.31
Mangga 97.60 134.16 115.70 187.27
Nangka 40.47 73.06 66.20 71.87
Pala 46.40 97.46 ---
---Pepaya 38.50 48.71 35.70 44.46
Pisang 20.73 28.97 20.13 25.15
Rambutan 98.90 138.52 108.10 154.14
Sawo --- 67.24 31.20 94.53
Sirsak 35.50 68.37 46.10 81.79 SAYURAN
(Kg/m2)
Bawang Daun 1.70 1.78 1.72 2.64
Buncis --- 0.87 0.81 0.92
Cabai 0.50 0.61 0.53 0.73
K. Kol --- 1.72 1.59 1.88
Kubis 2.36 2.43 2.38 2.89
Labu Siam 2.86 3,23 2.88 3.31
Terung 0.91 1.07 0.95 1.06
23
Produktivitas tanaman buah dan sayuran dengan jenis yang sama, hasil di
lapangan produktivitasnya lebih rendah, bila dibandingkan dengan produktivitas
yang disajikan dalam laporan tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Bogor dan
Cianjur (Tabel 9).
Besarnya kemampuan produktivitas tiap jenis tanaman buah dan sayuran
yang disajikan dalam laporan tahunan Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi
- Direktorat Jenderal Hortikultura merupakan kisaran hasil. Bila dibandingkan
besarnya kemampuan produktivitas tanaman buah (Kg / pohon) dan sayuran (Kg /
m2) dengan jenis yang sama (terlihat pada Tabel 9 dan 10) bahwa, kisaran hasil mempunyai bobot lebih besar dari pada hasil penelitian di lapangan (Hulu DAS
Ciliwung dan DAS Cianjur) maupun laporan tahunan Dinas Pertanian Bogor dan
Cianjur.
Tabel 10. Rata-rata Produktivitas per Musim Tanaman Buah dan Sayuran Dirjen Perbenihan dan Sarana Produksi - Dirjen Hortikultura Departemen Pertanian
Jenis Rata-rata Produktivitas per Musim
BUAH (Kg/pohon)
Alpukat 312.50 – 547.50
Belimbing 200.00 - 300.00
Durian 823.28 – 1412.86
Jambu Air 200.00 – 300.00
Jambu Biji 45.00 – 50.00
Jeruk 18.00 – 22.00
Mangga 121.13 – 237.90
Nangka 0.00 Pala 0.00 Pepaya 0.00
Pisang 50.00 – 60.00
Rambutan 230.00 – 298.33
Luas lahan pekarangan yang berada di sekitar rumah dipengaruhi oleh
topografi di daerah tersebut. Di daerah dataran rendah umumnya lahan tidak
bergelombang dengan tingkat kemiringan yang relatif lebih datar dibandingkan
dengan dataran yang lebih tinggi, sehingga luas lahan pekarangan yang berada di
dataran rendah mempunyai luas lebih besar. Di hulu DAS Ciliwung posisi lahan
pekarangan makin ke atas memiliki luas pekarangan makin kecil. Demikian juga
di DAS Cianjur mulai zona bawah, tengah dan atas secara berurutan
masing-masing seluas 514.37 m2, seluas 173.70 m2 dan seluas 140.57 m2 (Tabel 11).
Tabel 11. Rata-rata Luas Lahan Pekarangan di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Tengah 161.57 173.70
Bawah 391.69 514.37
Di zona bawah tanaman buah dan sayuran memiliki produktivitas per
pekarangan terbesar di hulu DAS Ciliwung sebesar 2329.06 K kalori dan DAS
Cianjur sebesar 3837.35 K kalori (Tabel 12). Hasil penelitian di hulu DAS
Ciliwung dan DAS Cianjur menunjukkan bahwa produktivitas tanaman buah dan
sayuran per pekarangan di zona tengah tidak berbeda dengan atas, tetapi zona
bawah berbeda nyata dengan atas dan tengah.
Tabel 12. Rata-rata Produktivitas Tanaman Buah dan Sayuran per Tahun per Pekarangan dan per Hektar di Hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata, pada α = 0.5.
Produktivitas tanaman buah dan sayuran per satuan hektar merupakan
25
tanaman buah dan sayuran per hektar terbesar terdapat di zona bawah baik hulu
DAS Ciliwung maupun DAS Cianjur masing-masing sebesar 74461.26 Kkal/Ha
dan 86415.83 K kal/Ha (Tabel 12). Hasil penelitian di Hulu DAS Ciliwung dan
DAS Cianjur menunjukkan bahwa produktivitas tanaman buah dan sayuran per
hektar berbeda nyata antara zona bawah dengan tengah dan atas, tetapi zona atas
tidak berbeda dengan zona tengah.
Penutupan Lahan Pekarangan oleh Tajuk Tanaman Buah dan Sayuran Lahan pekarangan ditanami dengan berbagai jenis tanaman, termasuk juga
tanaman buah dan sayuran. Bagian batang, cabang dan daun tanaman buah dan
sayuran merupakan tajuk tanaman yang dapat menutupi lahan pekarangan. Tajuk
tanaman, terutama bagian daun berfungsi menangkap energi sinar matahari dan
dapat mengurangi terpaan air hujan yang jatuh sebelum sampai di permukaan
tanah. Dalam pola agroforestri, energi matahari ditangkap oleh tajuk tanaman
yang lebih tinggi, kemudian ke tajuk yang lebih rendah.
Tabel 13. Rata-rata Prosentase Penutupan Tajuk Tanaman Buah dan Sayuran Pekarangan di hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur
Zona DAS
Rata-rata Penutupan Tajuk ( % )
Hulu DAS Ciliwung DAS Cianjur
Atas
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata, pada α = 0.05.
Hasil penelitian di hulu DAS Ciliwung zona atas, tengah dan bawah tidak
terdapat perbedaan luas penutupan tajuk tanaman buah dan sayuran di lahan
pekarangan. Di DAS Cianjur zona atas tidak terdapat perbedaan luas penutupan
tajuk tanaman buah dan sayuran dengan zona tengah, demikian juga antara zona
tengah dengan bawah. Namun antara zona atas terdapat perbedaan yang nyata
luas penutupan tajuk tanaman buah dan sayuran dengan zona bawah
masing-masing sebesar 67.457 % dengan 86.340 % (Tabel 13). Hal ini menunjukkan
bahwa zona bawah DAS Cianjur memiliki total luas tajuk tanaman buah dan
PEMBAHASAN
Tingkat Intensifikasi Budidaya Tanaman Buah dan Sayuran
Makin ke atas letak posisi lahan pekarangan makin banyak jenis tanaman
buah tidak dapat berproduksi, meskipun telah ditanam 6 – 7 tahun oleh petani
(Tabel 4) dan dengan penggunaan tingkat budidaya yang lebih intensif (Tabel 5).
Hal ini menunjukkan bahwa tanaman buah untuk dapat berproduksi dipengaruhi
oleh faktor jenis-jenis tanaman (genetik) yang sesuai dengan lingkungan setempat di bandingkan dengan penggunaan budidaya yang intensif. Jenis tanaman yang
dibudidayakan pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai, dapat tumbuh tetapi
tidak dapat berbunga. Tanaman dapat berbunga karena mengalami perubahan
bagian mata tunas menjadi calon bunga (differensiasi), setelah fase pembungaan terjadi fase calon buah. Tanaman mangga, jambu air, rambutan dan sirsak adalah
bukan jenis tanaman buah dataran tinggi, dengan suhu udara yang rendah (Tabel
2) sehingga tanaman tersebut mengalami stres (cekaman suhu rendah). Tanaman
dalam keadaan yang stres, fase pembungaan tidak dapat terjadi karena fase
istirahat (dorman). Sesuai dengan penelitian Poerwanto (2003), tanaman perlu mendapatkan lingkungan yang sesuai, karena differensiasi pembungaan terjadi setelah tanaman lepas dari stres. Terganggunya tanaman pada fase ini sepanjang
waktu mengakibatkan tanaman tidak dapat berproduksi.
Tanaman sayuran lebih sesuai untuk dibudidayakan di zona atas dan tengah
baik di hulu DAS Ciliwung maupun di DAS Cianjur. Tanaman sayuran adalah
tanaman yang mudah sekali mengalami kerusakan, sehingga memerlukan
pemeliharaan yang intensif selama pertumbuhannya. Akibatnya tingkat budidaya
tanaman sayuran di zona ini lebih intensif dibandingkan dengan tanaman non
sayuran di zona bawah. Dengan pemakaian budidaya secara intensif pada
tanaman sayuran di lahan pekarangannya diharapkan dapat memaksimalkan
produksi yang dihasilkan. Hal ini juga dilakukan petani pada tanaman buah.
Perbedaan hasil pada zona area yang berbeda disamping dipengaruhi oleh faktor
lingkungan tempat tanaman diusahakan, juga dapat disebabkan oleh budidaya
yang digunakan petani seperti pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian hama
27
Di zona tengah dan atas, pemilik lahan pekarangan pada umunya berprofesi
sebagai petani dengan tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat lebih rendah.
Pemanfaatan lahan pekarangan bukan hanya sekedar mengisi lahan yang kosong,
melainkan bertujuan dapat mencukupi kebutuhan hidup bahkan dijual dengan
sistem pemasaran yang sudah jelas. Pemanfatan lahan pekarangan semaksimal
mungkin dengan pengelolaan tanaman seperti di lahan pertanian, karena
kehidupan masyarakat di zona ini bergantung pada hasil tanaman baik
dibudidayakan di lahan pertanian maupun di lahan pekarangan. Akibatnya tingkat
budidaya tanaman buah dan sayuran di lahan pekarangan dilakukan dengan
intensif.
Di zona bawah, pemilik lahan pekarangan dengan beragam profesi dengan
tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan di
zona atas. Kebutuhan hidup masyarakat di zona ini tidak bergantung pada hasil
tanaman di lahan pekarangan. Tanaman buah dan sayuran yang ditanam di zona
bawah hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur pada umumnya hanya untuk mengisi
lahan pekarangan yang kosong. Apabila pemilik pekarangan ada waktu
dilakukan pemeliharaan tanaman di lahan pekarangan atau dilakukan sekedar
hobi. Akibatnya pemanfaatan lahan pekarangan tidak atau kurang intensif.
Meskipun demikian dalam kenyataannya pemilik lahan pekarangan masih
mengambil hasil dari produksi yang ada di lahan pekarangan termasuk tanaman
buah dan sayuran. Menurut Cooper et al. (2001) budidaya tanaman sayuran di pekarangan biasanya dilakukan dengan pemeliharaan yang kurang intensif.
Pola Tanam dan Rotasi Tanam Tanaman Sayuran
Makin ke atas zona baik di hulu DAS Ciliwung maupun di DAS Cianjur,
jenis tanaman sayuran yang sesuai untuk dibudidayakan makin banyak jenisnya.
Akibatnya pola tanam di zona ini dengan beragam jenis sayuran sebagai penyusun
agroforestri di lahan pekarangan. Tanaman sayuran seperti bawang daun, buncis,
kembang kol, kubis dan wortel adalah jenis tanaman sayuran yang sesuai di
dataran tinggi atau zona atas, sehingga banyak ditanam di zona ini. Tanaman labu
siam ditanam di zona atas dan tengah. Tanaman jenis tersebut memerlukan
sebagai syarat tumbuhnya. Diluar batas kisaran temperatur tersebut tanaman
terganggu pertumbuhannya bahkan tidak dapat tumbuh. Setiap proses fisiologi
seperti respirasi dan fotosintesis dibatasi oleh suhu, dapat juga mempengaruhi
kerja enzim dan menjadi tidak aktif (Rosario et al., 1986). Akibatnya makin ke atas posisi lahan pekarangan, makin sering dilakukan rotasi dengan jenis tanaman
sayuran lainnya.
Di hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur makin ke bawah zona, makin
seragam jenis tanaman sayuran yang dapat dibudidayakan. Akibatnya jarang
terjadi rotasi dengan jenis tanaman sayuran lain di zona ini. Tanaman cabai dan
terung adalah jenis tanaman sayuran yang dapat tumbuh di dataran rendah sampai
dataran tinggi mencapai 1200 m dpl, dengan kisaran temperatur yang lebih besar
yaitu 17º - 32º C. Jenis tanaman sayuran ini ada di setiap zona DAS, terutama
zona bawah hanya terdapat jenis tanaman ini yang ada di lahan pekarangan.
Akibatnya makin ke bawah posisi lahan pekarangan, makin besar penggunaan
jenis tanaman yang sama pada pola tanaman sayuran.
Produktivitas dan Penutupan Pekarangan oleh Tanaman Buah dan Sayuran Di hulu DAS Ciliwung zona atas dan tengah, tanaman buah dengan jenis
yang sama mampu berproduksi lebih besar dari DAS Cianjur pada zona yang
sama. Tetapi di zona bawah DAS Cianjur tanaman buah dengan jenis yang sama
dapat berproduksi lebih besar dari pada di hulu DAS Ciliwung (Tabel 8). Hal ini
diduga bahwa tanaman buah di hulu DAS Ciliwung zona tengah dan atas
menggunakan tingkat budidaya yang lebih intensif dari pada di DAS Cianjur,
demikian juga di DAS Cianjur bawah dengan tingkat budidaya yang digunakan
lebih intensif dari pada di hulu DAS Ciliwung (Tabel 5).
Produksi tiap jenis tanaman sayuran di DAS Cianjur zona atas, tengah dan
bawah lebih besar dari pada di hulu DAS Ciliwung pada zona yang sama (Tabel
8). Hal ini selain faktor kesesuaian agroklimat, juga diduga karena tingkat
budidaya tanaman sayuran di DAS Cianjur lebih intensif dibandingkan dengan di
hulu DAS Ciliwung (Tabel 5).
Tanaman sayuran di pekarangan pada umumnya dibudidayakan sebagai
29
biasanya ternaungi oleh tanaman yang lebih tinggi. Tanaman cabe dan terung
adalah tanaman sela yang ada di semua ketinggian meskipun ditanam di bawah
tegakan pohon tahunan. Pada kondisi ternaungi masih dapat berproduksi, yang
pada umumnya lebih rendah, sesuai dengan hasil penelitian Chozin et al. (2000) bahwa genotipe padi gogo peka naungan mengalami penurunan 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan genotipe toleran. Tanaman sisipan biasanya berhubungan
dengan fase pertumbuhan yang lambat dan maksimalisasi penggunaan lahan dan
cahaya, tetapi akan mempunyai hasil produksi yang beragam (Cadiz and Aycardo,
1986). Pertumbuhan dan produksi tanaman tingkat tinggi tergantung pada
penerimaan energi sinar matahari untuk membentuk karbohidrat. Menurut
Sulistyono et al. (2002), pada kondisi naungan produksi tanaman turun karena terjadi persaingan cahaya.
Rata-rata produksi tanaman buah dan sayuran dari hasil pengamatan
dilapangan rendah dari data rata-rata produksi yang diperoleh dari Dinas Pertanian
Kabupaten Bogor maupun Kabupaten Cianjur (Tabel 9). Perbedaan ini disebabkan
tanaman buah dan sayuran di pekarangan pada umumnya dilakukan dengan
budidaya yang kurang intensif, sedangkan Dinas Pertanian berdasarkan data yang
diperoleh dari berbagai lokasi lahan dengan berbagai tingkat intensifikasi
budidaya sehingga produksinya lebih besar.
Rata-rata kisaran hasil tiap jenis tanaman buah dan sayuran lebih besar dari
rata-rata produksi di lapangan maupun data dari Dinas Pertanian Bogor dan
Cianjur. Hal ini disebabkan data di lapangan maupun dari Dinas Pertanian,
diperoleh dari tanaman buah dan sayuran yang dibudidayakan pada kondisi sub
optimal. Data kisaran hasil, diperoleh dari tanaman buah dan sayuran yang
dibudidayakan pada kondisi optimal. Akibatnya tiap jenis tanaman buah dan
sayuran yang dibudidayakan pada kondisi sub optimal memiliki bobot lebih kecil.
Sesuai dengan pendapat Chozin (2006), bahwa tanaman yang dibudidayakan pada
kondisi sub optimal sangat besar dipengaruhi oleh cekaman lingkungan, baik
cekaman biotik maupun abiotik.
Di zona atas dan tengah hulu DAS Ciliwung dan DAS Cianjur terdapat
beberapa jenis tanaman buah tidak dapat berproduksi, sedangkan tanaman buah di
juga lebih tinggi serta rata-rata luas lahan pekarangan lebih besar (Tabel 11).
Akibatnya tanaman buah dan sayuran per pekarangan memiliki total produktivitas
lebih besar (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas tanaman buah
dan sayuran per pekarangan dipengaruhi oleh banyaknya jenis tanaman tidak
dapat berproduksi, produksi setiap jenis tanaman dan luas lahan pekarangan .
Produktivitas tanaman buah dan sayuran per hektar di zona bawah hulu
DAS Ciliwung dan DAS Cianjur lebih besar dibandingkan dengan zona tengah
dan atas. Hal ini memberikan informasi bahwa produktivitas tanaman buah dan
sayuran per satuan luas yang sama lebih dipengaruhi oleh ketinggian posisi letak
lahan pekarangan yang berbeda. Untuk dapat berproduksi secara maksimal perlu
adanya pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan lingkungan (Acquaah, 2005).
Tindakan budidaya tanaman yang dilakukan petani di lahan pekarangan
dengan tujuan untuk meningkatkan produksi tanaman yang dibudidayakan.
Perbedaan tingkat intensifikasi budidaya (Tabel 5) dapat mempengaruhi besar dan
kecilnya produksi tanaman (Tabel 8) di zona yang sama, antara di hulu DAS
Ciliwung dan DAS Cianjur. Tetapi tindakan budidaya (environment) tidak dapat berpengaruh terhadap produksi jenis tanaman yang sama apabila tanaman tersebut
ditanam di zona yang berbeda, karena produktivitas tanaman dipengaruhi oleh
faktor jenis tanaman (genetik) yang sesuai dengan lingkungan setempat atau ketinggian posisi letak lahan pekarangan.
Makin ke bawah letak posisi lahan pekarangan makin tinggi intensitas sinar
matahari. Tanaman yang dibudidayakan di zona bawah adalah jenis-jenis
tanaman (genetik) yang dapat menerima atau menangkap energi sinar matahari dengan intensitas yang lebih besar (environment). Akibatnya produktivitas tanaman (fenotif) yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan produktivitas yang dihasilkan dari jenis-jenis tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan di
lahan pekarangan yang letak posisinya makin ke atas (Tabel 12). Besarnya
produktivitas tanaman karena suplai asimilat dari hasil proses fotosintesis juga
besar. Setiap proses fotosintesis memerlukan energi sinar matahari, terjadi
pertukaran gas, penyerapan mineral dan air (Rosario et al., 1986). Melalui stomata inilah terjadi pertukaran gas dan uap air antara udara dan tanaman secara