• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katalis Eterifikasi Gliserol Berbasis Poli–(asam stirena sulfonat) dari Limbah Styrofoam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Katalis Eterifikasi Gliserol Berbasis Poli–(asam stirena sulfonat) dari Limbah Styrofoam."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KATALIS ETERIFIKASI GLISEROL BERBASIS POLI

(ASAM STIRENA SULFONAT) DARI LIMBAH

STYROFOAM

ILHAM DITAMA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Katalis Eterifikasi Gliserol Berbasis Poli–(asam stirena sulfonat) dari Limbah Styrofoam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(3)

MUHAMAD FARID.

Salah satu pemanfaatan limbah styrofoam adalah mengonversinya menjadi poli–(asam stirena sulfonat) (PSSA) yang berfungsi sebagai katalis. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan PSSA yang mampu mengkatalisis reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol. Limbah styrofoam dikonversi menjadi PSSA menggunakan pereaksi H2SO4 98% (sebagai sumber sulfonat) dan P2O5

(sebagai katalis sulfonasi) pada suhu 40 °C selama 6 jam. Katalis PSSA dicirikan berdasarkan gugus fungsi, kadar sulfonat, daya serap air, dan stabilitas termal. Sintesis PSSA menghasilkan rendemen 40-55%. Keberhasilan sulfonasi polistirena ditunjukkan oleh keberadaan serapan inframerah gugus fungsi –SO3H

pada bilang gelombang 1157.29 cm-1. Eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol menggunakan katalis PSSA berlangsung pada kondisi reaksi suhu 110 °C selama 12 jam, menghasilkan konversi produk mono–benzil gliserol eter sebesar 8.10%, 1,3–dibenzilgliseroleter sebesar 2.60%, dan dibenzil eter sebesar 9.80%, sehingga PSSA dapat digunakan sebagai katalis eterifikasi.

Kata kunci: benzil alkohol, eterifikasi, gliserol, polistirena, pssa

ABSTRACT

ILHAM DITAMA. Glycerol Etherification Catalyst Based Poly–(Sulfonate Styrene Acid) of Styrofoam Waste. Supervised by MOHAMMAD KHOTIB and MUHAMAD FARID.

Styrofoam waste can be converted to poly–(sulfonate styrene acid) (PSSA) that can be used as catalyst. The objective of this research is to get PSSA that can catalyze the etherification of glycerol and benzyl alcohol. The styrofoam waste was converted to PSSA by reacting with H2SO4 98% (as sulfonation agent) and

P2O5 (as sulfonation catalyst) at 40 °C for 6 hours. Characterizations of PSSA

included functional groups, sulfonation levels, water swelling, and thermal stability. The yield of PSSA was 40-55%. The success of sulfonated polystyrene was shown by –SO3H group absorption at 1157.29 cm-1. Etherification of glycerol

and benzyl alcohol using PSSA catalyst was conducted at 110 °C for 12 hours. The conversion in producing mono–benzyl ether glycerol was 8.10%, 1,3– dibenzyletherglycerol 2.60%, and dibenzyl ether 9.80%. Therefore, the PSSA can be used as etherification catalyst.

(4)

PENDAHULUAN

Styrofoam atau Polistirena merupakan jenis polimer yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari–hari, baik di rumah, kantor, tempat perbelanjaan, dan kafetaria yang biasanya pemanfaatan polistirena ini dalam bentuk plastik atau styrofoam untuk tempat makanan dan minuman (Deperindag 2007). Kandungan polistirena dalam foam adalah 90-95% polistirena, 5-10% gas pentana, dan n-butana. Polistirena foam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara. Namun dibalik itu semua, styrofoam ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan. Komponen styrofoam dapat menimbulkan kerusakan pada sumsum tulang belakang, menimbulkan anemia, dan mengurangi produksi sel darah merah hingga meningkatkan resiko kanker (Hendrana et al. 2007). Di Indonesia, komposisi limbah berubah secara gradual sepanjang waktu. Berdasarkan data badan pusat statistika (BPS) (2001), komposisi limbah padat khususnya styrofoam mencapai 11% dan akan mengalami peningkatan sebesar 15% pada tahun 2007. Untuk mengurangi bertambahnya limbah styrofoam, dilakukannya proses pemanfaatan atau konversi terhadap limbah styrofoam tersebut. Salah satunya akan memanfaatkan limbah styrofoam menjadi katalis asam, yaitu poli–(asam stirena sulfonat) (PSSA).

Poli–(asam stirena sulfonat) telah dimanfaatkan khususnya di bidang perindustrian, beberapa di antaranya sebagai bahan penukar ion, membran osmosis reversibel, ultrafiltrasi, dan pemelastis komposit konduktif (Martins et al. 2003). Pemanfaatan PSSA yang dilakukan pada penelitian ini akan digunakan sebagai katalis eterifikasi. Beberapa contoh katalis eterifikasi yang telah digunakan, yaitu hiflon, asam sulfonat, asam p-toluena sulfonat, amberlite, dan lain–lain. Dikarenakan karakteristik dari PSSA yang bersifat asam, diduga memiliki kesamaan sifat dengan katalis amberlite yang dapat digunakan dalam proses eterifikasi. Dalam proses pembuatan katalis PSSA, styrofoam akan mengalami proses sulfonasi oleh agen pensulfonasinya.

(5)

METODE

Metode penelitian dibagi menjadi dua bagian, diawali dengan melakukan preparasi PSSA serta pencirian PSSA dan setelah itu pengaplikasian katalis tersebut ke dalam reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bahan

Bahan–bahan yang digunakan adalah styrofoam, asam sulfat 98%, fosfor pentaoksida, etil asetat, akuades, HCl, NaOH, asam oksalat, indikator fenolftalein, gliserol, dan benzil alkohol (semua berbahan Pro Analysis dari perusahaan Merck).

Alat

Alat–alat yang digunakan adalah spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR) Shimadzu Prestige 21, Shimadzu DTG-60H, TA-60WS, FC-60A, gas chromatograph Shimadzu 17A, dan GC Agilent 6890EN yang ditandem dengan MS Agilent 5973 (GCMS).

Preparasi PSSA (modifikasi dari Bozkurt 2005)

Sintesis PSSA dilakukan dengan mereaksikan 70 mL asam sulfat 98% dengan 15 g P2O5 ke dalam labu leher tiga 500 mL secara perlahan sambil diaduk

menggunakan pengaduk magnetik. Campuran tersebut kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 40 °C. Sebanyak 1.5 g styrofoam dilarutkan dalam 10 mL etil asetat. Larutan tersebut diambil dan diteteskan secara perlahan ke dalam larutan asam yang sebelumnya telah dibuat. Reaksi dilakukan pada suhu konstan berkisar antara suhu 40 °C dan suhu 45 °C selama 6 jam, kemudian reaksi dihentikan dan didiamkan hingga suhu kembali 40 °C. Setelah itu, padatan PSSA yang diperoleh dipisahkan dari larutan asam tersebut. PSSA kemudian dicuci hingga mencapai pH normal air.

Pencirian PSSA

Identifikasi Gugus Fungsi

(6)

Uji Kadar Sulfonat (modifikasi dari Martins et al. 2007)

Kadar sulfonat PSSA ditentukan dengan cara titrasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses sulfonasi. Sebanyak 0.1 g PSSA direndam dengan 10 mL NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.1 N dan digunakan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari merah muda hingga tak berwarna. Standarisasi HCl dilakukan menggunakan NaOH. Kadar sulfonat dapat ditentukan melalui persamaan berikut:

% KS = Vterpakai× NHCl ×BESO3H

Bobot PSSA × 100%

Uji Daya Serap Air (Jung et al. 2004)

Daya serap air dilakukan dengan merendam 0.1 g PSSA ke dalam 200 mL akuades selama 24 jam. Setelah itu, PSSA disaring dengan penyaring khusus dan ditimbang kembali bobot PSSA setelah perendaman. Pengukuran dilakukan secara triplo. Daya serap air dapat ditentukan melalui persamaan berikut:

% DSA = Bobotakhir Bobotawal ×

100%

Analisis Stabilitas Termal (Bozkurt 2005)

Sebanyak 6-10 mg PSSA dipanaskan dari suhu ruang sampai suhu 700 °C pada laju nitrogen sekitar 10 °C/menit selama 50 menit menggunakan alat ukur Shimadzu DTG-60H, TA-60WS, dan FC-60A (DTA/TGA).

Eterifikasi gliserol dan benzil alkohol (modifikasi dari Suriyaprapadilok dan Kitiyanan 2011)

Eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol menggunakan katalis PSSA pada radas sintesis berupa labu leher tiga 250 mL yang dilengkapi kondensor, penangas minyak, dan sistem pengontrol suhu (Gambar 1). Sintesis gliserol eter diawali dengan membuat campuran gliserol dan benzil alkohol dengan perbandingan mol 1:3 serta katalis sebesar ± 1%. Eterifikasi dilakukan pada suhu 110 °C dengan pengadukan selama 24 jam. Keberhasilan eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol menggunakan katalis PSSA diamati pada waktu 0, 6, 8, 10, 12, 16, 20, 24 jam menggunakan kromatografi gas dengan detektor FID. Identifikasi senyawa hasil eterifikasi gliserol ditentukan menggunakan GCMS pada suhu maksimum 300 °C, run time selama 40 menit, gas Helium, kolom kapiler HP-5MS dengan tekanan 8.44 psi, laju awal sebanyak 1.00 mL/min, dan kecepatan rata–rata sebesar 36 cm/detik.

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis PSSA

Sintesis PSSA yang dibuat dari limbah styrofoam mengacu pada metode Bozkurt (2005) dengan modifikasi pelarut serta waktu reaksi. Penelitian– penelitian sebelumnya telah melakukan sintesis PSSA dengan pelarut, pensulfonasi, suhu, dan waktu reaksi yang berbeda–beda (Tabel 1). Metode ini dipilih karena adanya penggunaan katalis P2O5 yang dapat mempercepat proses

sulfonasi dibandingkan metode lain yang tidak menggunakan katalis serta penggunaan asam sulfat 98% sebagai sumber sulfonat. Menurut Frantisek (2001), penggunaan katalis homogen P2O5 di dalam proses sulfonasi polistirena akan

meningkatkan rendemen hingga 95% dan penggunaan suhu antara 70 °C dan 80 °C tanpa adanya bantuan katalis hanya akan menghasilkan rendemen sulfonasi sebesar 30%. Modifikasi pelarut sikloheksana dengan pelarut etil asetat, disebabkan oleh penggunaan pelarut etil asetat lebih bersifat ramah lingkungan dan aman dibandingkan dengan pelarut sikloheksana dilihat dari nilai LC50

terhadap tikus, etil asetat lebih besar dari sikloheksana berturut-turut sebesar 36.7000-56.7000 g/m3 dan 32.8800 g/m3 (SCOEL 2008). Modifikasi waktu reaksi menjadi 6 jam dilakukan agar gugus sulfonat tersulfonasi dengan baik. Reaksi pembentukkan PSSA dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1 Metode sintesis poli–(asam stirena sulfonat)

Bahan Pelarut Katalis Pensulfonasi Suhu

( °C)

Polistirena Sikloheksana P2O5 H2SO4 (98%) 40 0.5 Bozkurt 2005

(8)

Pembentukan gugus sulfonat (–SO3H) pada struktur polistirena diduga akan

masuk pada posisi orto- atau para- gugus benzena. Hal ini karena adanya gugus alkil (–CH3) yang bersifat sebagai pendorong elektron sehingga lebih banyak

stabilitas resonans yang terjadi pada posisi tersebut.

Sintesis PSSA menghasilkan rendemen sebesar 40-55% (Tabel 2) dan hasil tersebut cukup baik namun masih kurang maksimal. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya jumlah etil asetat yang digunakan dalam melarutkan styrofoam. Hasil penelitian Buyukyagci (2004), persentase rendemen yang dihasilkan pada reaksi sulfonasi polistirena sebesar 80%. Bentuk padatan dari PSSA yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 2 Rendemen sintesis poli–(asam stirena sulfonat)

PSSA

Bobot Reaktan (g) Bobot

PSSApercobaan

Gambar 3 Poli–(asam stirena sulfonat)

Pencirian PSSA dari Limbah Styrofoam

Keberhasilan sintesis PSSA diidentifikasi melalui analisis gugus fungsi, kadar sulfonat, daya serap air, dan stabilitas termal. PSSA yang diperoleh dari limbah styrofoam memiliki serapan inframerah gugus fungsi –SO3H pada

(9)

Gambar 4 Spektrum FTIR (a) Polistirena dan (b) Poli–(asam stirena sulfonat) Spektrum tersebut menunjukan bahwa polistirena yang dibuat telah tersulfonasi dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari terbentuknya vibrasi ulur gugus

–SO3H PSSA pada bilangan gelombang 1157.29 cm-1 yang dibandingkan dengan

spektrum polistirena. Hasil ini sesuai dengan penelitian menurut Azimi (2012) dan Jung et al. (2004) yang menjelaskan polistirena yang tersulfonasi ditandai dengan adanya vibrasi O=S=O simetrik pada bilangan gelombang 1183 cm-1. Serapan inframerah pada bilangan gelombang 906.54 cm-1 mengindikasikan gugus sulfonat berikatan pada cincin aromatik di posisi para- sedangkan posisi orto- pada bilangan gelombang 759.95 cm-1. Sesuai dugaan sebelumnya bahwa proses sulfonasi dapat dipengaruhi oleh gugus alkil. Gugus alkil yang ditunjukkan oleh rantai karbon utama pada polistirena merupakan gugus pengarah orto- dan para- melalui aktivasi cincin benzena. Namun peluang penempelan gugus sulfonat pada cincin benzena lebih besar terjadi pada posisi para- (Li et al. 2003).

Kadar sulfonat dalam PSSA berkaitan dengan terbentuknya gugus sulfonat, dengan tujuan untuk mengetahui besarnya persentase gugus –SO3H yang ada pada

struktur polimer polistirena. Kadar sulfonat yang terkandung di dalam PSSA sebesar 51–54% (Lampiran 3). Hasil yang diperoleh dari uji kadar sulfonat lebih dari 50% dan dapat dikatakan bahwa lebih dari setengah struktur polistirena terdapat gugus –SO3H pada benzena yang tersulfonasi dengan baik. Menurut

Nasef et al. (2000), derajat sulfonasi yang dihasilkan oleh polistirena sulfonat sebesar 5–52% dan pada penelitian yang dilakukan oleh Apriliana (2012) menghasilkan derajat sulfonasi polistirena sulfonat sebesar 35–48%.

Uji daya serap air dilakukan untuk mengukur banyaknya air yang terserap oleh PSSA yang merupakan by product dari proses eterfikasi. Diperoleh persentase daya serap air sebesar 1340–1820% (Lampiran 4). Semakin besar persentase yang dihasilkan, semakin baik katalis PSSA dalam menyerap air. Menurut Jung et al. (2004), semakin besar persentase derajat sulfonasi, semakin besar persentase daya serap air yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan hasil dari nilai kadar sulfonat dan daya serap air pada PSSA.

(10)

terjadi pada suhu 119.45 °C dan selanjutnya terdegradasi 100% pada suhu 438.25 °C. Hal ini berarti pada suhu antara 400 °C dan 420 °C merupakan suhu maksimum PSSA dapat bertahan pada reaksi sulfonasi agar tidak terdegradasi semua. Menurut Kim et al. (2007), menjelaskan bahwa penguraian termal PSSA terjadi dalam dua kondisi pada suhu 200–500 °C. Kondisi pertama terjadi pada suhu dari 100 sampai 280 °C, PSSA terdegradasi sebanyak 3–5% yang merupakan kandungan air sehingga dikatakan PSSA bersifat higroskopis. Kondisi yang kedua terjadi degradasi sempurna pada suhu antara 300 dan 400 °C. Kurva DTA pada kedua kondisi secara berurut menghasilkan nilai tegangan sebesar 55.26 uV dan -61.35 uV. Tanda negatif pada hasil tersebut menandakan bahwa proses sulfonasi polistirena berlangsung secara eksotermik. Menurut Bozkurt (2005), reaksi sulfonasi polistirena dengan agen pensulfonasi asam sulfat bersifat eksotermik.

Gambar 5 Termogram stabilitas termal poli–(asam stirena sulfonat)

Eterifikasi Gliserol

(11)

0

Gambar 6 Reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol (Camila et al. 2009) Hasil eterifikasi kemudian dianalisis menggunakan alat GCMS pada rekasi 0 dan 12 jam (Lampiran 5). Data kromatogram yang diperoleh menunjukkan adanya beberapa senyawa–senyawa dominan yang dihasilkan dalam reaksi eterifikasi yang dapat ditunjukkan pada Lampiran 6. Gambar 7 menunjukkan perubahan presentase area dari keenam senyawa tersebut. Benzil alkohol yang digunakan sebagai pereaksi dalam proses eterifikasi ini hanya mengalami penurunan persentase sebesar 20.37% (Lampiran 6). Hal ini berarti selama waktu 12 jam reaksi, hanya sedikit benzil alkohol yang bereaksi dengan gliserol. Terbentuknya produk benzaldehida (Gambar 8) dan benzil benzoat (Gambar 8) pada reaksi 0 jam mengindikasikan telah terjadi proses oksidasi pada senyawa benzil alkohol yang kemudian senyawa dari hasil oksidasi tersebut bereaksi kembali dengan benzil alkohol membentuk senyawa ester. Hal ini diduga larutan benzil alkohol yang digunakan telah rusak oleh senyawa–senyawa pengotor sehingga perlu untuk dilakukannya pemurnian terhadap larutan tersebut.

(12)

Persentase konversi pembentukan ketiga produk tersebut untuk DBE sebesar 9.80%, MBGE sebesar 8.10%, dan DBGE sebesar 2.60% (Lampiran 7). Dominasi terbentuknya produk DBE dibandingkan dengan produk MGBE dan DBGE, mungkin disebabkan karena pada saat pencampuran larutan benzil alkohol dengan gliserol tidak dilakukan secara perlahan dan tidak pada kondisi inert (tidak dialiri gas N2). Menurut Camila et al. (2009), penambahan benzil alkohol sebaiknya

dilakukan bertahap pada gliserol sehingga memaksimalkan hasil reaksi eterifikasi.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 8 (a) Benzaldehida (b) Benzil benzoat (c) Dibenzil eter (d) Mono–benzil gliserol eter (e) 1,3–dibenzilgliseroleter

Nilai konversi yang dihasilkan untuk produk MBGE dan DBGE sangat kecil. Hal ini diduga reaksi eterifikasi dengan katalis PSSA ini belum bersifat selektif, sehingga benzil alkohol yang digunakan tidak secara maksimal bereaksi dengan gliserol membentuk produk yang diharapkan. Menurut Suriyaprapadilok dan Kitiyanan (2011), penggunaan aseton sebagai gugus pelindung berfungsi untuk memproteksi gugus gliserol sebelum bereaksi dengan benzil alkohol agar memaksimalkan terbentuknya produk mono–benzil gliserol eter. Kromatogram benzil benzoat muncul terlebih dahulu dibandingkan kromatogram DBGE (Lampiran 5). Hal ini disebabkan karena titik didih yang dimiliki benzil benzoat (323 °C) lebih kecil dari titik didih DBGE (396.80 °C), sehingga akan lebih mudah menguap ketika dianalisis pada alat GCMS. Namun demikian, katalis PSSA ini dapat dikatakan telah mampu mengkatalisis reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol.

(13)

0 5 10 15 20 25 30 35

0 5 10 15 20 25 30

%

A

re

a

Waktu (jam)

Gambar 9 Persentase area produk eterifikasi gliserol. Mono-benzil gliserol eter, 1,3-dibenzilgliseroleter, Dibenzil eter.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sintesis PSSA menghasilkan rendemen sebesar 40-55% pada kondisi suhu reaksi 40-45 °C selama waktu reaksi 6 jam. PSSA dapat mengkatalisis reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol menghasilkan produk mono–benzil gliserol eter, 1,3–dibenzilgliseroleter, dan dibenzil eter selama waktu reaksi 12 jam pada kondisi suhu 110 °C dengan nilai konversi secara berurut sebesar 8.10%, 2.60%, dan 9.80% .

Saran

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Apriliana DS. 2012. Membran polistirena tersulfonasi untuk aplikasi pada microbial fuel cell [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Azimi M. 2011. Preparation of N, N-dichloropolystyrene sulfonamide nanofiber

as a regenerable self-decontaminating material for protection against chemical warfare agents. Int J Nano Dim. 2(4):253-259.

Bozkurt A. 2005. Anhydrous proton conductive polystyrene sulfonic acid membranes. Turk J Chem. 29:117-123.

[BPS] Badan Pusat Statistika (ID). 2001. Komposisi Limbah Padat Styrofoam. Jakarta: BPS.

Buyukyagci A. 2004. Synthesis and characterization of monoactylferrocene added sulfonated polystyrene ionomers [Tesis]. German (GL): The Middle East Technical University.

Camila RB, Valter LC, Elizabeth RL, and Claudio JA. 2009. Etherification of glycerol with benzyl alcohol catalyzed by solid acids. J Braz Chem Soc. 20(2):201-204.

[DEPERINDAG] Departemen Perindustrian dan Perdagangan (ID). 2007. Kemasan Flexibel:1-15.

Frantisek KM. 2001. Homogeneous and heterogeneous sulfonation of polystyrene [Thesis]. Yunani (GR): Brno University of Technology.

Hendrana S, Pujiastuti S, Sudirman, Rahayu I. 2007. Pengaruh suhu dan tekanan proses pembuatan terhadap konduktivitas ionik membran PEMFC berbasis polistirena tersulfonasi. J Sains Materi Indonesia. 8(3):187-191.

Jung B, Bokyung K, Yang JM. 2004. Transport of methanol and protons through partially sulfonated polymer blend membranes for direct methanol fuel cell. Polymer Physics Laboratory. 1:130-650.

Kim HS, Park CY, Jung HG, Cho GC. 2007. Characterization of poly (styrene-vinylbenzylphosphonic acid) copolymer by titration and thermal analysis. Macromolecular reasearch.15(6):587-594.

Klepacova K, Dusan M, Martin B. 2007. Etherification of glycerol and ethylene glycol by isobutylene. Applied Catalysis A-General. 328(1):1-13. Kucera F, Jancar J. 1996. Preliminary study of sulfonation of polystyrene by

homogeneous and heterogeneous reaction. Chem papers. 50(4):224-227.

Li L, Xu L, Wang Y. 2003. Novel proton conducting composite membranes for direct methanol fuel cell. Mat Lett. 57:1406-1410.

Nasef MM, Saidi H, Yarmo MA. 2000. Surface investigations of radiation grafted FEP-g-polystyrene sulfonic acid membranes using XPS. J of New Materials for Electrochemical Systems.3:311-319.

Martins CR, Hallwass F, Almeida YMB, Paoli MA. 2007. Solid-state 13C NMR analysis of sulfonated polystyrene. Ann Magn Reson.6:46-55.

(15)

[SCOEL] Scientific Committee on Occupational Exposure Limits. 2008. Recommendation from The Scientific Committee on Occupational Exposure Limits for Ethyl acetate. USA (US): European Commission. Soares D, Kirbaslar I, Baykal BZ. 2006. New applications for soybean biodiesel

glycerol. App and Tech. 9:151-172.

Suriyaprapadilok N, Kitiyanan B. 2011. Synthesis of solketal from glycerol and

(16)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Polistirena (Styrofoam)

Poli–(asam stirena sulfonat) (PSSA)

Gliserol eter

-Preparasi Styrofoam sulfonat

-Pencirian PSSA

(17)

Lampiran 2 Rendemen sintesis PSSA Contoh perhitungan : (PSSA 1)

Bobot PSSAteoritis

= BobotStyrofoam×Bobot MolekulStirena sulfonat Bobot Molekulstirena

= 7.5838 g ×183 104 = 13.3445 g % rendemen = Bobot PSSApercobaan

Bobot PSSAteoritis Contoh perhitungan : (ulangan 2)

(18)

Lampiran 4 Hasil uji daya serap air Contoh perhitungan : (ulangan 1)

DSA = Bobotakhir

Lampiran 5 Perbandingan kromatogram GCMS (a) gliserol, (b) reaksi 0 jam, dan (c) reaksi 12 jam

(a)

(b)

(19)

(c)

Lampiran 6 Tabel senyawa-senyawa dominan yang terbentuk pada eterifikasi gliserol

(20)

Lampiran 7 Konversi pembentukan produk DBE, MBGE, dan DBGE

No. Nama produk Konversi

(%)

1 DBE 9.80

2 MBGE 8.10

3 DBGE 2.60

Contoh perhitungan:

Konversi DBE = % Area DBE

% perubahan benzil alkohol× 100% = 12.35%

20.37%× 100% = 9.80%

Lampiran 8 Hasil kromatogram GC 0 jam

(21)

8 jam

10 jam

12 jam

(22)

16 jam

20 jam

(23)

Lampiran 9 Standardisasi NaOH 0.05 N Contoh perhitungan : (ulangan 1)

Vterpakai =Vakhir-Vawal Lampiran 10 Standardisasi HCl 0.10 N

Ulangan Vawal (mL) Vakhir (mL) Vterpakai Contoh perhitungan : (ulangan 1)

(24)
(25)

ILHAM DITAMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(26)
(27)

NIM : G44090034

Disetujui oleh

Mohammad Khotib, SSi MSi Drs Muhamad Farid, MSi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(28)
(29)

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia– Nya yang berlimpah penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Katalis Eterifikasi Gliserol Berbasis Poli–(Asam stirena Sulfonat) dari Limbah Styrofoam yang dilakukan di Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor dari 20 Maret hingga 5 Juli 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mohammad Khotib SSi MSi selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs Muhamad Farid MSi selaku pembimbing kedua atas motivasi dan masukkan yang senantiasa diberikan kepada penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Keluarga Besar Laboratorium Kimia Fisik dan Laboratorium Terpadu dan seluruh dosen serta staf di lingkungan Departemen Kimia IPB atas bantuannya selama penelitian berlangsung.

Ucapan terima kasih yang terdalam disampaikan kepada keluargaku tercinta, Bapak Hudi Hartomo, Ibu Meriyanti, Arinesya Ditama, Nurul Aulia Ditami atas segala doa, nasihat, dorongan, semangat, dan kasih sayangnya kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan Kimia 46, khususnya Fahmiy Ayatillah, Pebry Hidayat, Agy Wirabudi, Denar Zuliandanu atas bantuan, kebersamaan, dan persahabatan yang indah.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(30)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Preparasi PSSA 2

Pencirian PSSA 2

Identifikasi Gugus Fungsi 2

Uji Kadar Sulfonat 3

Uji Daya Serap Air 3

Analisis Stabilitas Termal 3 Eterifikasi gliserol dan benzil alkohol 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Sintesis PSSA 4

Pencirian PSSA dari limbah styrofoam 5

Eterifikasi Gliserol 7

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 11

(31)

17 20 20 10 4 5 2 Rendemen sintesis poli–(asam stirena sulfonat)

DAFTAR GAMBAR

1 Radas sintesis eterifikasi 3 2 Reaksi pembentukan poli–(asam stirena sulfonat) pada posisi para- 4 3 Poli–(asam stirena sulfonat) 5 4 Spektrum FTIR (a) polistirena dan (b) poli–(asam stirena sulfonat) 6 5 Termogram stabilitas termal Poli–(asam stirena sulfonat) 7 6 Reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol 8 7 Perubahan presentase area komponen selama 0 jam ( ) dan 12 jam ( ) 8 8 (a) benzaldehida (b) benzil benzoat (c) dibenzil eter (d) mono–

benzil gliserol eter (e) 1,3–dibenzilgliseroleter 9 9 Persentase area produk eterifikasi gliserol

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 13

2 Rendemen sintesis PSSA 14

3 Kadar sulfonat 14

4 Hasil uji daya serap air 15 5 Perbandingan kromatogram GCMS (a) gliserol, (b) reaksi 0 jam,

dan (c) reaksi12 jam 15

6 Tabel senyawa-senyawa dominan yang terbentuk pada eterifikasi

gliserol 16

7 Konversi pembentukan produk DBE, MBGE, dan DBGE 17

8 Hasil Kromatogram GC 9 Standardisasi NaOH 0.05 N

(32)
(33)

dari 3 bersaudara dari pasangan Hudi Hartomo dan Meriyanti. Penulis lulus dari SMA Negeri 8 Tangerang pada tahun 2009 dan pada tahun sama penulis melanjutkan studi di Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan maupun kepanitian. Diantaranya sebagai ketua divisi humas UKM PSM IPB Agria Swara 2011/2012, ketua Annual Concert of Agria Swara tahun 2011, dan menjadi salah satu anggota tim PSM IPB Agria Swara yang terpilih mengikuti The 4th International Harald Andersen Chamber Choir Competition mewakili Indonesia di Finlandia tahun 2012. Selain itu penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum kimia dasar 2011/2012, kimia lingkungan 2010/2011, dan Praktikum Kimia Fisik 2012/2013.

Gambar

Gambar 4  Spektrum FTIR (a) Polistirena dan (b) Poli–(asam stirena sulfonat)
Gambar 5  Termogram stabilitas termal poli–(asam stirena sulfonat)
Gambar 6  Reaksi eterifikasi gliserol dengan benzil alkohol (Camila et al. 2009)
Gambar 8  (a) Benzaldehida (b) Benzil benzoat  (c) Dibenzil eter (d) Mono–benzil
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian K-Fold Cross Validation pada perbandingan data 80:10 dan 90:10 untuk mengetahui tingkat akurasi dan pengaruh data yang digunakan pada saat pengujian, pengujian

Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur darah. Hasil

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

Indikasi ini memperkuat kesimpulan sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa sistem akuifer karst Mataair Ngeleng memiliki karakter respon debit yang cepat terhadap curah

Selain itu penelitian ini juga memiliki beberapa tujuan yang lebih spesifik, yaitu Mengetahui karakteristik akuifer karst berdasarkan pelepasan komponen aliran

Tugas Akhir penciptaan karya seni dengan judul “ Dunia Anak Sebagai Tema Penciptaan Lukisan” merupakan syarat kelulusan bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar S- I

Rezultati Mann Whitney U testa ukazuju na to da postoji statistièki znaèajna razlika u ukupnom broju imenica, pridjeva, prijedloga, veznika i zamjenica kod teme Moja obitelj ,

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk semua besaran amplitudo landasan yang diaplikasikan (5 sd. 20mm), respons percepatan level atas lebih besar sekitar 0.01 g