• Tidak ada hasil yang ditemukan

Correlation of body images perception and food perception, food consumption and nutritional status in high school’s middle adolescence at Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Correlation of body images perception and food perception, food consumption and nutritional status in high school’s middle adolescence at Bogor."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI DIRI DAN MAKANAN,

KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI REMAJA USIA

SEKOLAH MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

DIANTI DESITA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Hubungan Persepsi Diri dan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Remaja Usia Sekolah Menengah di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)
(5)

RINGKASAN

DIANTI DESITA SARI. Analisis Hubungan Persepsi Diri dan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Remaja Usia Sekolah Menengah di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HADI RIYADI dan YAYAT HERYATNO.

Remaja masih dalam masa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kematangan mental, emosional, sosial, fisik, kemampuan berpikir dan peralihan peran-peran yang baru di dalam masyarakat. Salah satu kekerasan mental yang membudaya di lingkungan sosial kita adalah pandangan gemuk yang dianggap kurang menarik. Masalah gizi pada remaja kerap muncul karena pandangan ini, sehingga salah menerapkan perilaku gizi atau persepsi negatif terhadap diri. Hal tersebut mendasari dilakukannya penelitian, yaitu menganalisis hubungan persepsi remaja terhadap diri dan makanan, konsumsi pangan dan status gizi remaja.

Penelitian menggunakan desain cross sectional study yang dilaksanakan di SMA Negeri 3 Bogor (perkotaan) dan di SMA Negeri 1 Leuwiliang (pedesaan). Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Juni 2012. Sampel penelitian adalah 80 siswa kelas sebelas di kedua sekolah. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengisian kuesioner dengan metode wawancara dan menggunakan kuesioner yang diisi oleh remaja contoh. Data yang dikumpulkan yaitu data karakteristik keluarga dan karakteristik individu. Data persepsi diri diperoleh dari wawancara dan pemilihan sembilan gambar skala bentuk tubuh kategori sangat kurus sampai sangat gemuk. Data persepsi makanan diperoleh dari wawancara. Data konsumsi dikumpulkan dengan metode recall 2×24 jam. Data status gizi dari pengukuran antropometri tinggi badan dan berat badan. Analisis data diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 18.0 for Windows. Hubungan antar variabel dianalisis dengan korelasi Pearson dan dinyatakan signifikan pada nilai P<0.05.

SMA Negeri 3 Bogor berada di pusat Kota Bogor, fasilitas angkutan kota memadai, dekat dengan beberapa mall besar di Kota Bogor, memiliki fasilitas yang lengkap, siswa diperbolehkan membawa barang pribadi seperti komputer jinjing dan telepon pintar (smart phone). SMA Negeri 1 Leuwiliang jauh dari pusat perbelanjaan terletak di tepi jalan antar kabupaten, fasilitas sekolah sudah baik, namun tidak semegah SMA Negeri 3 Bogor, serta peraturan sekolah tidak memperkenankan siswa membawa barang pribadi.

(6)

Remaja contoh di perkotaan memiliki kebiasaan makan yang baik dan remaja contoh di pedesaan kurang baik (r=0.425, P=0.000). Remaja contoh di perkotaan memiliki pengetahuan gizi yang tinggi dan remaja contoh di pedesaan relatif rendah (r=0.252, P=0.001).

Remaja contoh berpersepsi diri positif (75%). Tidak ada jawaban spesifik antara pemikiran tentang makanan yang berkaitan dengan memenuhi konsep ideal bentuk tubuh, sehingga dapat dikatakan bahwa remaja contoh memiliki persepsi positif terhadap makanan.

Tingkat kecukupan zat gizi remaja contoh dalam jumlah yang kurang, namun tingkat kecukupan energi dan protein sudah memenuhi 70% Angka Kecukupan Gizi (AKG). Rata-rata asupan energi remaja contoh 2155 kkal, protein 53.46 g, lemak 44.13 g, karbohidrat 189.24 g dan serat 11.03 g per kapita per hari. Tingkat kecukupan karbohidrat jauh lebih tinggi daripada angka kecukupan yang dianjurkan, namun untuk tingkat kecukupan serat masih kurang. Dengan jumlah asupan gizi yang kurang, namun pertumbuhan pesat dan aktivitas fisik tinggi, dimungkinkan remaja contoh mengalami gizi kurang namun pada taraf ringan.

Mayoritas remaja contoh memiliki status gizi normal, status gizi gemuk (10%), kurus (5%) dan obes (1.3%). Kegemukan pada masa remaja adalah wajar, karena ada pertambahan berat lemak, tulang dan jaringan otot. Remaja contoh laki-laki lebih banyak yang memiliki status gizi kurus.

Ditemukan hubungan antara persepsi diri remaja contoh dengan konsumsi protein (r=0.164, P=0.039). Walaupun persepsi diri mempengaruhi konsumsi protein, namun persepsi diri bukan merupakan faktor yang baik untuk menentukan keadaan konsumsi pangan. Remaja contoh tidak melakukan upaya pembatasan konsumsi pangan untuk mendapatkan bentuk tubuh yang diinginkan.

Ditemukan hubungan antara persepsi diri remaja contoh dengan status gizi (r=0.194, P=0.014). Remaja contoh laki-laki berstatus gizi kurus atau normal, memilih gambar nomor 2 sampai 4, dan ingin tubuh lebih berisi (gambar nomor 5). Remaja contoh laki-laki berstatus gizi gemuk atau obes, memilih gambar nomor 6 sampai 8, dan ingin tubuh lebih langsing (gambar nomor 5). Remaja contoh perempuan berstatus gizi kurus atau normal, memilih gambar nomor 2 sampai 4, dan ingin tubuh lebih langsing (gambar nomor 3). Remaja contoh perempuan berstatus gizi gemuk, memilih gambar nomor 5 sampai 7, dan ingin tubuh lebih langsing (gambar nomor 4).

Remaja contoh laki-laki (65%) dan remaja contoh perempuan (63%) memiliki persepsi positif terhadap makanan. Persepsi makanan pada remaja contoh laki-laki dan perempuan banyak yang negatif pada status gizi normal. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun status gizinya normal, mereka menghindari makanan tertentu, sehingga dapat terjadi ketidakcukupan zat gizi.

Persepsi tidak berhubungan dengan konsumsi pangan remaja contoh. Persepsi diri berhubungan dengan status gizi remaja contoh, namun persepsi makanan tidak berhubungan. Konsumsi pangan tidak berhubungan dengan status gizi remaja contoh.

(7)

SUMMARY

DIANTI DESITA SARI. Correlation of body images perception and food perception, food consumption and nutritional status in high school’s middle adolescence at Bogor. Supervised by HADI RIYADI and YAYAT HERYATNO.

Adolescent still in process for rich their mental, emotional, social and physical maturity, thinking ability and transition to a new function in social life. One of mentally violence was thinking bad to become fat, that’s way malnutrition happening in adolescent. Negative perception in adolescent was the base of this research. The aim of this research was to analyzed correlation of body images perception, food perception, and food consumption with nutritional status in adolescent.

This research used cross-sectional design, done in high schools, which were SMA Negeri 3 Bogor (city) and SMA Negeri 1 Leuwiliang (rural). Primer data collected was from March until June 2012, with 80 student’s second graduate. Data collected by filled the questioner with interview technic, collected family characteristic’s data and individual characteristic’s data. Body image perception’s data got from interviewed and images chose. Food perception’s data got from interviewed. Consumption’s data got from filled food recall 2×24 hours. Nutritional status’s data got from measured in high and weigh. Data was analyzed with Microsoft Excell and Statistical Program for Social Science (SPSS) version 18.0 for Windows. Correlation was analyzed by Pearson correlation and significant at the 0.05 level.

SMA Negeri 3 Bogor’s location in the middle of city that has much public facilities and some shopping area in Bogor, had complete facility at school, allowed bringing their laptop and also smart phone. SMA Negeri 1 Leuwiliang far from public facilities and shopping area, located at rural, school has good facility but not same as SMA Negeri 3 Bogor’s facilities and not allowed to bring their gadget.

Family size correlated with where they live in and 15% family size from adolescent samples that live at rural is a big family. Father’s income correlated with where they live in, father’s income from adolescent samples that live around the city is more than five million per month (37.5%), occupied as an official employee and had high education. Father’s income from adolescent samples that live around the rural is one to three million per month (47.5%), occupied as a trader and had education until high school’s graduate. Mother’s from adolescent samples 56.3% is a housewife. Mother’s who work, occupied as an official employee (30%) and occupied as a trader (11.3%) for the next. Mother’s education correlated with where they live in and mother’s education from adolescent samples that live around the city 70% was graduates from university and than mother’s education from adolescent samples that live around the rural 35% was graduates from high school.

(8)

Adolescent samples had a positive perception about their body image (75%). No specific answers from adolescent samples about their food perception and body shape’s ideal concept, so we can say that their food perception is positive.

Adolescent samples nutrition adequacy was low, but for energy and protein adequacy was rich to 70% from energy and protein requirement. Average adolescent samples energy intake is 2155 kkal, protein intake is 53.46 g, fat intake 44.13 g, carbohydrate intake 189.24 g and fiber intake 11.03 g per capita per day. Carbohydrate adequacy was higher than the requirement, but for fiber adequacy was low. With low intake, in growth spurt periods and still in high physical activity, adolescent samples supposed to have moderate under nutrition.

Most of adolescent samples have normal nutritional status, overweight (10%), underweight (5%) and obese (1.3%). Obesity in adolescent is normal, could be happen because increase in body fat, bone and muscle grow. Boy’s adolescent samples had underweight status.

Positive correlated was found between body image perception and protein consumption (r=0.164, P=0.039). Body image perception is not a good factor to influence food perception. Adolescent samples still eating as usual not do anything to get their expect body shape.

Positive correlated was found between body image perception and nutritional status (r=0.194, P=0.014). Nutritional status for underweight or normal boys adolescent samples chooses picture number 2 until 4 for their actual size, but hope to have bigger body size (picture number 5). Nutritional status for overweight or obese boys adolescent samples chooses picture number 6 until 8 for their actual size, but hope to have slimmer body size (picture number 5). Nutritional status for underweight or normal girls adolescent samples chooses picture number 2 until 4 for their actual size, but hope to have slimmer body size (picture number 3). Nutritional status for overweight girls adolescent samples chooses picture number 5 until 7 for their actual size, but hope to have slimmer body size (picture number 4).

Most of boys (65%) and girls (63%) adolescent samples have positive food perception. Many negative food perceptions belong to boys and girls who had normal nutritional status. That means adolescent samples that have normal nutritional status, they avoid some food, so could be happened inadequate nutrition.

Nutritional status was higher in adolescent samples that live in city and the girls. Perceptions in adolescent samples were not correlated with food consumption. Body image perception in adolescent samples was correlated with nutritional status, but food perception was not. Food consumption in adolescent samples was not correlated with nutritional status.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

ANALISIS HUBUNGAN PERSEPSI DIRI DAN MAKANAN,

KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI REMAJA USIA

SEKOLAH MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

DIANTI DESITA SARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Analisis Hubungan Persepsi Diri dan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Remaja Usia Sekolah Menengah di Kabupaten Bogor

Nama : Dianti Desita Sari NIM : I151100071

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS Yayat Heryatno, SP, MPS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Gizi Masyarakat

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(14)

PRAKATA

Alhamdulillah dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya maka penulisan tesis yang berjudul “Analisis Hubungan Persepsi Diri dan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Remaja Usia Sekolah Menengah di Kabupaten Bogor” berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi syarat penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana Magister Mayor Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dengan penuh hormat penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan Bapak Yayat Heryatno, SP, MPS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran sehingga menambah ilmu dan wawasan pada penulis. Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis yang telah memberikan saran bermanfaat dalam memperkaya isi tesis dan menambah ilmu bagi penulis.

Disamping itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Soleh (SMA Negeri 1 Leuwiliang) dan Ibu Sri Hartini (SMA Negeri 3 Bogor) yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian. Terima kasih kepada seluruh siswa-siswi yang telah bersedia menjadi remaja contoh dalam penelitian. Terima kasih kepada teman-teman Asep, Dedi dan Mba Wiwi atas bantuannya selama pengambilan data. Terima kasih kepada seluruh dosen pengajar serta staf Departemen Gizi Masyarakat yang telah memberikan banyak bantuan serta ilmu selama penulis mengikuti studi di IPB.

Terima kasih kepada rekan-rekan sekelas Mba Andi, Mba Mitha, Mba Nadia, Mba Tere, Mba Wiwi, dan Pak Mury yang telah memberikan dukungan serta persahabatan yang indah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa Bachruddin (alm), mama Tri Apriyani, kakak Hardian Nugraha Adi dan aa Khaerul Mahpud yang selalu menjadi penyemangat dan memberikan doa tulus untuk keberhasilan penulis dalam penyelesaian studi di IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh pihak.

Bogor, September 2013

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR xx

DAFTAR LAMPIRAN xx

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

Remaja 3

Status Gizi 4

Konsumsi Pangan 7

Persepsi 9

Karakteristik Keluarga 10

Karakteristik Individu 12

KERANGKA PEMIKIRAN 13

METODE 15

Desain, Tempat dan Waktu 15

Teknik Penarikan Contoh 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16

Pengolahan dan Analisis Data 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 20

Karakteristik Keluarga 21

Karakteristik Individu 24

Persepsi Diri dan Makanan 28

Konsumsi Pangan 31

Status Gizi 33

Analisi Hubungan Antar Variabel 35

SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 51

(16)

DAFTAR TABEL

1 Distribusi karakteristik keluarga remaja contoh 22 2 Distribusi jenis pekerjaan orangtua remaja contoh 23 3 Distribusi karakteristik individu remaja contoh 24 4 Distribusi remaja contoh terhadap persepsi diri dan makanan 28

5 Rata-rata asupan zat gizi remaja contoh 31

6 Distribusi tingkat kecukupan zat gizi remaja contoh 32

7 Distribusi status gizi remaja contoh 34

8 Distribusi remaja contoh berdasarkan persepsi diri dan tingkat

kecukupan zat gizi 35

9 Distribusi remaja contoh berdasarkan persepsi makanan dan tingkat

kecukupan zat gizi 36

10 Distribusi remaja contoh laki-laki berdasarkan status gizi dan persepsi

terhadap tubuh aktual serta terhadap harapan bentuk tubuh 39 11 Distribusi remaja contoh perempuan berdasarkan status gizi dan persepsi

terhadap tubuh aktual serta terhadap harapan bentuk tubuh 41 12 Distribusi remaja contoh berdasarkan status gizi dan persepsi makanan 42 13 Distribusi remaja contoh laki-laki berdasarkan status gizi dan tingkat

kecukupan zat gizi 44

14 Distribusi remaja contoh perempuan berdasarkan status gizi dan tingkat

kecukupan zat gizi 45

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 14

2 Skala Bentuk Tubuh Perempuan dan Laki-laki 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Korelasi Pearson 53

2 Distribusi persepsi terhadap diri dan terhadap makanan remaja contoh 57 3 Distribusi remaja contoh berdasarkan persepsi diri dan tingkat kecukupan

zat gizi 58

4 Distribusi remaja contoh berdasarkan persepsi makanan dan tingkat

kecukupan zat gizi 59

5 Distribusi remaja contoh laki-laki berdasarkan status gizi dan persepsi

(17)

6 Distribusi remaja contoh laki-laki berdasarkan status gizi dan harapan

bentuk tubuh 61

7 Distribusi remaja contoh perempuan berdasarkan status gizi dan persepsi

terhadap tubuh aktual 62

8 Distribusi remaja contoh perempuan berdasarkan status gizi dan harapan

bentuk tubuh 63

9 Distribusi remaja contoh laki-laki dan perempuan berdasarkan status gizi

dan persepsi terhadap makanan 64

10 Distribusi remaja contoh laki-laki berdasarkan status gizi dan kecukupan

gizi 65

11 Distribusi remaja contoh perempuan berdasarkan status gizi dan

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki potensi untuk maju sebab memiliki generasi penerus yang berlimpah. Generasi ini adalah pemuda dan pemudi yang berjumlah lebih dari 50 juta jiwa tersebar di seluruh Indonesia. Generasi penerus bangsa ini termasuk di dalamnya adalah remaja. Remaja sebagai individu merupakan sumberdaya manusia yang memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi pelaku dalam pembangunan di masa yang akan datang.

Remaja merupakan kelompok manusia yang berada di antara usia kanak-kanak dan dewasa yang sering kali disebut adolescence (adolescere dalam bahasa latin) yang secara luas berarti masa tumbuh dan berkembang untuk mencapai kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perkembangan individu karena pada masa ini remaja mengalami perubahan yang mendasar dalam hal pubertas, kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan peralihan peran-peran yang baru di dalam masyarakat. Ketiga hal ini menunjuk pada perubahan biologis, kognitif dan sosial (Steinberg 1993).

Perkembangan psikososial pada remaja tidak semata-mata terjadi dengan sendirinya, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada di lingkungan kehidupan remaja. Lingkungan yang mempengaruhi sangat beragam dimulai dari lingkungan yang paling dekat sampai kepada lingkungan yang lebih jauh jangkauannya dan lingkungan tersebut membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Walaupun perubahan dasar yang terjadi pada remaja sifatnya umum berlaku pada semua remaja, namun perubahan tersebut terjadi dipengaruhi oleh konteks sosial yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya dan tempat serta waktu yang berbeda pula.

Elemen yang paling penting sebagai situasi sosial yang berpengaruh terhadap perkembangan remaja adalah keluarga, kelompok teman sebaya dan sekolah. Bandura (1970) dalam Social Learning Model menyatakan bahwa remaja akan menampilkan perilakunya sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat kepada mereka untuk menampilkan perilaku tertentu. Hal ini disebabkan oleh persepsi yang terbentuk dari kondisi sosial di sekitarnya. Remaja secara tidak sadar ataupun sadar belajar dari lingkungannya dan akan berperilaku seperti yang diharapkan oleh lingkungannya.

(20)

Perlakuan sosial di sekitar remaja memiliki potensi mempengaruhi secara positif atau negatif yaitu kekerasan terhadap remaja baik secara fisik atau mental, cara bergaul dengan sesama atau lawan jenis, cara berpakaian, serta gaya hidup. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah remaja memiliki persepsi tersendiri terhadap citra tubuh (body image). Citra tubuh tidak berkembang dengan sendirinya dari diri remaja. Citra tubuh dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain dan lingkungan sosial. Hal ini menyebabkan dimensi mengenai bentuk tubuh ideal berbeda antar budaya dan dari waktu ke waktu. Umumnya bentuk tubuh ideal bagi laki-laki adalah atletis, berotot, kekar dan tinggi, sedangkan bagi wanita adalah halus, lemah dan kecil.

Masalah gizi pada saat remaja kerap muncul karena memiliki persepsi negatif terhadap citra tubuhnya. Pencitraan tubuh yang negatif pada diri remaja dapat menimbulkan ketidakpuasan emosional, kepercayaan diri yang rendah, gangguan makan, kecemasan, depresi dan gangguan makan. Hal yang tidak diinginkan yaitu remaja akan menanggapi masalah citra tubuh dengan cara-cara yang menyimpang dari kaidah gizi, yang telah terlihat dari perilaku menyimpang yaitu sering melewatkan sarapan dan melewatkan salah satu waktu makan atau jam makan yang tidak teratur. Manfaat dari kegiatan makan kurang disadari oleh remaja dan penyimpangan yang dilaksanakan apakah berhubungan dengan citra tubuh atau mereka memang tidak menyadarinya.

Hal ini penting diperhatikan, sebab terpenuhinya gizi saat remaja sangat dibutuhkan untuk mendapatkan potensial pertumbuhan yang optimal. Apabila tidak terpenuhi kecukupan gizi remaja, maka dampak jangka pendek yaitu tertundanya dewasa kelamin (sexual maturation) dan menghentikan atau memperlambat pertumbuhan linear tubuh remaja. Dampak jangka panjang yaitu membantu mencegah terjadinya penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, kanker dan osteoporosis. Kecukupan gizi dapat diketahui melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, sehingga diketahui status gizi remaja dalam keadaan baik (normal) atau tidak baik (kurus atau gemuk).

Remaja yang berusia 15-19 tahun di Indonesia berjumlah 20 871 086 jiwa (BPS 2011). Secara nasional prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun adalah 8.9% terdiri dari 1.8% sangat kurus dan 7.1% kurus, status gizi normal sebanyak 89.7%, dan status gizi gemuk sebesar 4.1%. Prevalensi kekurusan (berdasarkan IMT/U) pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat adalah 10% terdiri dari 2.0% sangat kurus dan 8.0% kurus, status gizi normal sebanyak 88%, dan status gizi gemuk sebesar 2.0% (Riskesdas 2010). Hal ini menunujukkan bahwa prevalensi kekurusan di daerah Jawa Barat lebih tinggi bila dibandingkan dengan prevalensi kekurusan nasional. Kekurusan yang terjadi menimbulkan pertanyaan apakah disebabkan oleh keadaan ekonomi yang tidak mampu ataukah disebabkan keinginan mendapatkan tubuh ideal sesuai keinginan.

(21)

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan persepsi diri dan makanan, konsumsi pangan dan status gizi remaja.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Menganalisis karakteristik keluarga serta karakteristik individu remaja. 2. Menganalisis persepsi remaja terhadap diri dan makanan.

3. Menganalisis konsumsi pangan pada remaja. 4. Menganalisis status gizi remaja.

5. Menganalisis hubungan antara persepsi diri dan makanan, konsumsi pangan dan status gizi remaja.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah dan memperkaya informasi bagi perkembangan ilmu gizi bagi remaja yang tidak dapat dipisahkan dari masalah psikologi remaja. Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi acuan bagi para remaja agar dapat mengetahui, menyadari dan akhirnya mengambil sikap lebih positif terkait perubahan dirinya agar tetap menjaga kesehatan dan memenuhi kecukupan gizi mereka dan dapat memperbaiki persepsi terhadap diri dan makanan serta konsumsi pangan.

TINJAUAN

PUSTAKA

Remaja

Tahap remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologis serta kognitif. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan biofisikopsikososial. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pada setiap remaja.

(22)

Hurlock (2002) membagi rentangan usia manusia dalam banyak tingkatan. Usia remaja awal yaitu 13-17 tahun dan remaja akhir 17-21 tahun. Remaja SMA termasuk ke dalam dua kategori tersebut. Pada usia tersebut siswa SMA sedang mengalami masa pubertas. Masa pubertas ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan biologis dan psikologis yang sangat cepat. Secara biologis, pertumbuhan anak dalam masa pubertas terlihat pada perubahan bentuk fisik yang cepat disertai tanda-tanda yang khas yang membedakan dengan jelas antara laki-laki dan perempuan. Pada diri laki-laki-laki-laki mengalami perubahan bentuk seperti ukuran badan yang lebih besar, kekar dan berotot dari pada sebelumnya, tumbuh bulu rambut di sekitar alat kelamin, dan di bagian-bagian lain seperti betis, dada, kumis, jambang dan lain-lain.

Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam perkembangan individu karena pada masa ini remaja mengalami perubahan yang mendasar dalam hal pubertas, kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan peralihan peran-peran yang baru di dalam masyarakat. Ketiga hal ini menunjuk pada perubahan biologis, kognitif dan sosial (Steinberg 1993).

Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat berbagai definisi tentang remaja, yaitu:

1. Definisi secara umum remaja adalah seseorang yang telah mencapai umur 10-18 tahun untuk perempuan dan 12-20 tahun untuk laki-laki.

2. Menurut Undang-undang (UU) No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

3. Menurut UU perburuhan, anak dianggap remaja bila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk tinggal. 4. Menurut UU perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja

apabila cukup matang untuk menikah, yaitu 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

5. Menurut Dikbud anak dianggap remaja bila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus Sekolah Menengah

6. Menurut WHO, dikatakan remaja bila seseorang berumur 10-18 tahun. Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikolosial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut (Mahan dan Stump 2008):

1. Masa remaja awal/dini (Early adolescence): umur 13-15 tahun 2. Masa remaja pertengahan (Middle adolescence) 15-17 tahun 3. Masa remaja lanjut (late adolescence) 18-21 tahun

Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.

Status Gizi

(23)

maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia (Arisman 2004). Status gizi merupakan suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Keadaan gizi pada dasarnya ditentukan oleh konsumsi makanan dan kemampuan tubuh menggunakan zat-zat gizi. Konsumsi makanan ditentukan oleh produk pangan, daya beli dan kebiasaan makan, sementara kemampuan menggunakan zat gizi ditentukan oleh keadaan kesehatan (Khumaidi 1994).

Kekurangan gizi pada remaja sering terjadi sebagai akibat pembatasan konsumsi makanan dengan tidak memperhatikan kaidah gizi dan kesehatan. Akibatnya asupan gizi secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang diajurkan. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung melalui pengukuran antropometri dan penilaian biokimia. Indikator yang digunakan tergantung pada waktu, biaya, tenaga dan tingkat ketelitian yang diharapkan serta banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya (Riyadi 1995).

Status gizi remaja akan mempengaruhi masa depannya sebagai orang dewasa. Masalah terkait gizi remaja sering diakibatkan salah menerapkan perilaku gizi atau salah perkiraan mereka terhadap gizi. Hal yang sering terlihat pada remaja adalah kurang dipedulikannya jam makan. Gangguan makan yang paling umum dialami oleh remaja adalah anorexia nervosa, bulimia, dan obesitas. Secara nasional prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun adalah 8.9% terdiri dari 1.8% sangat kurus dan 7.1% kurus. Prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat adalah 10% terdiri dari 2.0% sangat kurus dan 8.0% kurus (Riskesdas 2010).

Banyak remaja, terutama remaja perempuan sangat memperhatikan berat badannya, oleh karena itu mereka berusaha untuk menjaga berat badannya dengan cara drastis dan berbahaya. Beberapa remaja perempuan melakukannya dengan cara memakan makanan yang banyak dan berusaha memuntahkannya kembali untuk mengurangi berat badannya. Pola seperti ini disebut bulimia. Dalam beberapa kasus, remaja perempuan mengalami gangguan makan yang disebut anorexia nervosa yaitu upaya untuk menjaga berat badan agar tetap turun. Hal ini dapat menyebabkan kelaparan hingga mati (Rasalwati 2012).

Obesitas merupakan gangguan makan yang paling umum terjadi karena masa remaja merupakan waktu dimana terjadinya perubahan yang dramatis dalam penampilan fisik, maka self-image mereka ditujukan pada body-image nya. Penyimpangan dari fisik yang ideal pada remaja akan menyebabkan kehilangan self-image nya. Survei di Taiwan menyatakan bahwa orang yang ingin menjaga berat badan akan melewatkan sarapan. Hasil yang diperoleh bahwa rasio odd bagi obesitas adalah 1.23 (95% CI: 1.06, 1.43) bagi orang yang melewatkan sarapan. Orang yang melewatkan sarapan, secara signifikan, akan mendapat nilai yang lebih rendah pada persepsi umum tentang kesehatan, vitalitas, fungsi sosial, pengaturan emosi dan kesehatan mental serta ditemukan bahwa dengan sarapan akan menghindarkan dari obesitas (Huang et al. 2010).

(24)

disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan (Rimbawan dan Baliwati 2004).

Pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja diikuti pula dengan perubahan sikap mental dan respon emosional. Persepsi remaja terhadap body-image (citra tubuh) dapat menentukan pola makan serta status gizi remaja. Body image merupakan gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsikan dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran tubuhnya serta bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya, walaupun apa yang dia pikirkan belum tentu mempresentasikan keadaan yang aktual.

Hampir semua wanita berumur 15-49 tahun memiliki potensi untuk hamil dan hampir semua pria berumur 15 tahun sampai akhir hayatnya dapat menjadi ayah bagi anak-anaknya, meskipun potensinya semakin menurun. Status kesehatan dan gizi akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan biologis seseorang. Keadaan gizi kurang yang lama pada wanita dapat mengakibatkan gangguan pada siklus menstruasi. Beberapa studi membuktikan bahwa haid pertama (menarche) ditentukan pula oleh status gizi pada anak perempuan menginjak usia remaja. Status gizi yang rendah akan menurunkan resistensi tubuh terhadap infeksi penyakit (Rimbawan dan Baliwati 2004).

Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Cara lain yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi yaitu dengan cara biokimia, antropometri, ataupun secara klinis (Riyadi 2004). Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intik energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh.

Kelebihan dalam pengukuran antropometri yaitu penggunaan sederhana, aman dan tidak menciderai, serta dapat untuk ukuran sampel yang besar, peralatan yang digunakan tidak mahal, portable, tahan lama, dan dapat pula dibuat atau dibeli secara lokal, dapat dilakukan oleh petugas yang relatif tidak ahli sehingga petugas lapangan yang dilatih dengan baik dapat melaksanakan dengan teliti, dapat diperoleh informasi tentang riwayat gizi masa lampau, sesuatu yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain, dapat digunakan untuk mengidentifikasi keadaan gizi ringan, sedang dan buruk, dapat digunakan untuk melakukan pemantauan status gizi dari waktu ke waktu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya sehingga dapat diketahui kecenderungan secular (secular trend), dan dapat digunakan untuk melakukan screening test dalam rangka mengidentifikasi individu yang berisiko terhadap malgizi.

(25)

Antropometri merupakan indikator cukup sensitif dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah terdapat ambang batas yang jelas. Berat badan memberikan gambaran status gizi sekarang dan jika dilakukan secara periodik memberikan gambaran yang baik mengenai pertumbuhan. Tinggi badan merupakan ukuran kedua yang terpenting dalam antropometri. Tinggi badan dapat menggambarkan keadaan saat ini dan masa lalu.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah, baik tunggal maupun beragam, yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dan pada waktu tertentu (Hardinsyah dan Martianto 1992). Sedangkan perilaku konsumsi pangan dapat dirumuskan sebagai cara-cara atau tindakan yang dilakukan oleh individu, keluarga atau masyarakat di dalam pemilihan makanannya yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan tersebut (Susanto 1997).

Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempangaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi 1995). Konsumsi pangan dapat disebabkan beberapa faktor misalnya bentuk dan tampilan makanan serta keadaan lingkungan yang mendukung. Sebab lainnya yaitu ditunjang dari keadaan hedonik pangan itu sendiri dan tingkat energi seseorang (Burger et al. 2011).

Kekurangan gizi pada remaja sering terjadi sebagai akibat pembatasan konsumsi makanan dengan tidak memperhatikan kaidah gizi dan kesehatan. Akibatnya asupan gizi secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang diajurkan. Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui.

Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan (reverence value) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi (kekurangan) ataupun excess (kelebihan) asupan zat gizi (Muhilal dan Hardinsyah 2004). Angka Kecukupan Gizi remaja bagi laki-laki kelompok umur 16-18 tahun yang memiliki berat badan ideal 55 kg dan tinggi badan 160 cm, adalah 2600 kkal dan protein 65 g. Angka Kecukupan Gizi remaja bagi perempuan kelompok umur 16-18 tahun yang memiliki berat badan ideal 50 kg dan tinggi badan 155 cm, adalah 2200 kkal dan protein 55 g (WKNPG 2004).

(26)

bagi remaja yaitu energi lebih dari atau sama dengan 70%, protein lebih dari atau sama dengan 80%, karbohidrat antara 55-75% dari total energi, lemak lebih dari atau sama dengan 20% dari total energi dan serat lebih dari atau sama dengan 10% dari total energi.

Pola makan remaja dan pilihan makanan dipengaruhi beberapa faktor yang rumit, termasuk fisik, sosial, keluarga, teman sebaya dan faktor psikologi. Teman sebaya memiliki pengaruh yang besar terhadap pola makan. Teman dapat membatasi apa yang dapat diterima dan mengatur perilaku standar serta pengharapan. Remaja menghabiskan banyak waktunya bersama teman sebaya, dan makan adalah cara penting dalam bersosialisasi dan relaksasi. Karena remaja sangat menginginkan adanya pengakuan, terutama dari teman sebayanya, pengaruh teman sebaya adalah salah satu faktor yang menentukan dalam penerimaan dan pemilihan makanan (Hidayah dan Bariah 2011).

Kebiasaan makan didefinisikan sebagai tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia yang meliputi lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama serta lingkungan ekonomi. Sedangkan faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia antara lain asosiasi emosional, keadaan jasmani, dan kejiwaan, serta penampilan yang lebih terhadap mutu makanan (Khumaidi 1994).

Penilaian konsumsi pangan merupakan cara menilai keadaan atau status gizi masyarakat secara tidak langsung. Informasi tentang konsumsi pangan dapat dilakukan dengan cara survei dan akan menghasilkan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah metode recall 24 jam, food records, dan weighing method. Berdasarkan kandungan gizi yang terdapat dalam DKBM maka dapat diketahui jumlah konsumsi zat gizi dari berbagai jenis dan kelompok pangan. Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan maupun cara memperoleh pangan. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah food frequency questionnaire dan dietary history. Metode recall 24 jam digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman yang dimakan oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi pangan berdasarkan ukuran rumah tangga (URT), kemudian dikonversikan ke ukuran metrik (g) (Riyadi 2004).

(27)

Persepsi

Persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai penghubungan antara individu dengan dunia luar. Agar proses pengamatan itu terjadi, maka diperlukan objek yang diamati alat indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan. Persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak (Walgito 2001).

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) yaitu sensasi dari alat indera. Menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Persepsi bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi lebih dipengaruhi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Persepsi bersifat selektif secara fungsional, persepsi yang terbentuk tergantung tujuan individu tersebut, latar belakang pendidikan dan kebudayaan individu (Rakhmat 1992).

Persepsi terbentuk atas dasar informasi atau data yang diperoleh dari lingkungannya yang diserap oleh indera manusia serta sebagian dari pengolahan ingatan, yaitu berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh manusia sehingga terjadi proses psikologis yang menyebabkan manusia sadar akan sesuatu yang dilihatnya, didengarnya dan hal-hal yang telah dialaminya tersebut akan diwujudkan dalam perilakunya. Persepsi terbentuk melalui tiga tahap yaitu selektif, penyatuan, dan interpretasi. Pembentukan persepsi diawali dengan didapatnya informasi oleh seseorang kemudian orang tersebut membentuk persepsi melalui pemilihan atau penyaringan informasi dan selanjutnya informasi tersebut disusun menjadi satu kesatuan yang memiliki makna dan pada akhirnya dilakukan interpretasi terhadap fakta yang diperoleh dari keseluruhan informasi (Rakhmat 1992).

Persepsi tubuh adalah suatu perasaan atau pemikiran seseorang mengenai tubuhnya serta pandangan orang lain. Persepsi tubuh merupakan suatu gambaran seseorang mengenai fisik tubuhnya. Remaja umumnya merasa tidak nyaman dengan perubahan yang begitu cepat pada tubuhnya. Mereka selalu ingin bentuk tubuh seperti teman sebayanya atau idolanya (Khor et al. 2009). Persepsi akan mempengaruhi pencitraan terhadap tubuh. Citra tubuh (body image) adalah konsep terhadap diri sendiri yang akan berhubungan dengan laju pertumbuhan, perubahan proporsi tubuh dan persepsi dari ukuran tubuh seseorang yang dibandingkan dengan teman sepermainan atau sosok dari media (Mahan dan Stump 2008).

(28)

memiliki persepsi yang lebih negatif dibandingkan laki-laki, yaitu menganggap diri mereka lebih gemuk sebesar 26.5% pada remaja perempuan dan 20.8% remaja laki-laki (Kusumajaya et al. 2008).

Hasil analisis persepsi terhadap berat badan dan keadaan status gizi sebenarnya pada sampel terdapat sebanyak 324 orang, 41.1% sampel merasa memiliki berat badan yang lebih dibandingkan dengan keadaan sebenarnya. Banyak terjadi pada remaja perempuan yaitu 45.2% dibandingkan pada remaja laki-laki yaitu 35.0%, merasa gemuk padahal normal, merasa normal padahal kurus dan bahkan merasa gemuk padahal kurus. Variabel persepsi body image bukan merupakan variabel langsung yang mempengaruhi status gizi, namun merupakan faktor risiko dari tingkat konsumsi pangan yang pada akhirnya tingkat konsumsi akan mempengaruhi status gizi seseorang (Kusumajaya et al. 2008).

Hasil yang berbeda pada penelitian di Barat Polandia menyatakan bahwa terdapat perubahan secara positif terhadap kebiasaan makan (food habits) remaja di Polandia. Dahulu status gizi remaja overweight di tahun 1980an adalah 5% saat ini menjadi 17.6% di tahun 2005an. Hal ini lebih disebabkan banyaknya asupan lemak hewani, daging dan makanan yang banyak mengandung gula. Perubahan kebiasaan makan tidak dibarengi dengan aktivitas fisik yang memadai sehingga remaja menjadi kegemukan. Penelitian dengan data primer yang dilakukan pada 292 remaja laki-laki berusia 17-18 tahun, terdapat remaja laki-laki obese dan overweight memiliki penilaian underestimate terhadap dirinya. Remaja laki-laki yang telah mengalami obese dan overweight menyatakan diri mereka masih memiliki tubuh yang berukuran rata-rata (Przysławski et al. 2010).

Karakteristik Keluarga

Faktor keluarga adalah faktor yang penting dalam proses tumbuh kembang anak sebagai individu. Elemen yang paling penting sebagai situasi sosial yang berpengaruh terhadap perkembangan remaja adalah keluarga, kelompok teman sebaya dan sekolah. Faktor lain yang merupakan sistem yang mempengaruhi perkembangan psikososial remaja adalah media. Pola makan remaja dan pilihan makanan dipengaruhi beberapa faktor yang rumit, termasuk fisik, sosial, keluarga, teman sebaya dan faktor psikologi. Konsumsi makanan ditentukan oleh produk pangan, daya beli dan kebiasaan makan, sementara kemampuan menggunakan zat gizi ditentukan oleh keadaan kesehatan.

Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempangaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi 1995).

Pendidikan dan Pekerjaan

(29)

merupakan salah satu indikator kualitas sumberdaya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula sumberdaya manusianya (BPS 2011). Faktor penting yang dapat menentukan keadaan gizi anak yaitu pendidikan orang tua. Tarwodjo dan Soekirman (1988) menyatakan bahwa terdapat dua sisi kemungkinan hubungan antara tingkat pendidikan orangtua dengan keadaan gizi anak, yakni: (1) tingkat pendidikan kepala rumah tangga secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi rumah tangga dan (2) pendidikan istri disamping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperan dalam menyusun pola makan rumah tangga. Selain itu, tingkat pendidikan ibu hamil juga sangat berperan dalam kepedulian ibu terhadap janin yang dikandungnya.

Demographic and Health Survey di Kamboja tahun 2005 mengungkapkan sebuah hasil penelitian bahwa pendidikan ibu berkaitan dengan status sosial-ekonomi sangat berhubungan terhadap status gizi dan kesehatan anak. Dalam analisis multivariat yang dilakukan pada penelitian tersebut dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kurangnya risiko untuk melahirkan bayi dengan ukuran kecil (P<0.01), OR: 0.68 untuk pendidikan sekolah dasar dan 0.47 untuk pendidikan sekolah menengah (Miller dan Rodgers 2009).

Pendidikan sangat berkaitan dengan pekerjaan ibu karena semakin tinggi pendidikan maka akan semakin baik pekerjaan yang diperoleh, serta akan menjamin pemenuhan terhadap akses pangan dan kesehatan serta proses keputusan pada konsumsi. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh. Menurut penelitian, status pekerjaan ibu akan memberikan pengaruh terhadap status gizi anak (P=0.016) (Ambarwati et al. 2005).

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya ke dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita dan Fallah 2004).

Ekonomi

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi sehingga terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan keadaan status gizi. Rendahnya pendapatan menyebabkan rendahnya daya beli terhadap makanan dan berkurangnya konsumsi pangan keluarga. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga (Riyadi 1995). Sementara itu, Miller dan Rodgers (2009) menyatakan bahwa pada level rumah tangga, tingkat pendapatan dan kekayaan akan berhubungan dengan akses terhadap pembelian makanan (daya beli) dan pelayanan kesehatan anak. Semakin tinggi pendapatan maka akan semakin tinggi aksesnya terhadap daya beli makanan yang bergizi, air bersih, pakaian, pengadaan ventilasi dalam rumah, bahan bakar untuk memasak, penyimpanan pangan, higienitas, dan pelayanan kesehatan.

(30)

kualitas bahan pagan yang dikonsumsi pun semakin baik, yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Selain itu juga akan mengonsumsi pangan dalam jumlah dan jenis yang beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang seperti mengonsumsi tahu dan tempe sebagai pengganti daging.

Karakteristik Individu

Masa remaja adalah masa kadua pertumbuhan tercepat dalam daur kehidupan setelah bayi. Remaja di masa depan dapat menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas jika dimulai sejak dini terpenuhi kebutuhan gizinya, namun terdapat suatu tantangan karena remaja termasuk salah satu golongan rawan gizi yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan serta kehidupan mereka nantinya sebagai orang dewasa (Mahan dan Stump 2008). Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui masa remaja. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial maupun psikologisnya. Hal inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja, akibat pengalaman yang bertambah, perubahan selera, dan adanya gengsi.

Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola kunsumsi masyarakat, terutama di perkotaan. Melalui rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi, maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi global. Dalam waktu relatif singkat telah diperkenalkan selera makanan gaya fast food maupun health food yang popular di Amerika dan Eropa. Budaya makan telah berubah menjadi tinggi lemak jenuh dan gula, rendah serat dan rendah zat gizi mikro (Hardinsyah dan Pranadji 2004).

Perubahan selera makan ini cenderung menjauhi konsep makan seimbang sehingga berdampak negatif terhadap kesehatan gizi. Pola makan tinggi lemak jenuh dan gula, renda serat dan rendah zat gizi mikro akan menyebabkan masalah kegemukan, gizi lebih, serta meningkatkan radikal bebas yang dapat memicu munculnya penyakit degeneratif. Fenomena inilah yang kemudian dikenal sebagai penyakit kemakmuran. Bergesernya pola makan ini akan berpengaruh negatif terhadap nilai dan citra makanan Indonesia yang merupakan asset budaya dan ekonomi bangsa (Hardinsyah dan Pranadji 2004).

(31)

Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja menyebabkan mereka memberi perhatian yang besar terhadap penampilan dirinya. Remaja mengharapkan gambaran tubuh yang ideal (body image), sehingga penyimpangan atau cacat anggota tubuh sangat merisaukan perasaannya terutama pada remaja perempuan (Kusumajaya et al. 2008). Salah satu upaya remaja untuk mencapai body image tersebut adalah menurunkan berat badan dengan mengubah kebiasaan makan. Perubahan kebiasaan makan yang tidak tepat memungkinkan terjadinya anorexia nervosa dan bulimia sebagai masalah kesehatan remaja (Gentile 2010).

Paparan media juga sangat mempengaruhi terbentuknya pemikiran negatif terhadap citra tubuh (body image). Paparan media dan tampilan artis dapat membangun citra negatif terhadap diri seseorang, namun perlu penelitian lebih lanjut apakah media benar merupakan faktor dominan yang menyebabkan ketidakpuasan terhadap tubuh, karena terdapat faktor lain yaitu citra personal (Swami et al. 2011). Bandura (1970) dalam Social Learning Model menyatakan bahwa remaja akan menampilkan perilakunya sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat kepada mereka untuk menampilkan perilaku tertentu. Hal ini disebabkan oleh persepsi yang terbentuk dari kondisi sosial di sekitar remaja sehingga secara tidak sadar ataupun sadar mereka belajar dari lingkungannya dan akan berperilaku seperti yang diharapkan oleh lingkungannya.

Bandura (1970) mengemukakan sebuah teori, bila seseorang terekspos pada satu model perilaku, kemudian exposure tersebut terjadi berulang-ulang (repetition), maka akan terjadi retention (penyimpanan dalam long-term memory). Bila ini terjadi, maka seseorang tersebut akan mengikuti model perilaku tersebut. Exposure ini biasanya dialami remaja dari media massa terutama televisi atau dari lingkungan sebayanya. Bila model perilaku yang menempa remaja tersebut ternyata dianggap cocok, maka remaja akan mengikuti model perilaku tersebut. Selain itu, pada saat berkumpul dengan lingkungan kelompoknya, biasanya mereka berperilaku sama, yang sebenarnya merupakan hasil belajar sosial (Rasalwati 2012).

KERANGKA PEMIKIRAN

Status gizi remaja dipengaruhi oleh persepsi remaja terhadap diri dan makanan serta konsumsi pangan. Konsumsi pangan akan dipengaruhi oleh persepsi remaja terhadap makanan dan persepsi terhadap dirinya sehingga makanan akan dipilih atau dihindari. Konsumsi pangan yang kurang beragam akan mempengaruhi status gizi, kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu, dan dapat mengganggu metabolism di dalam tubuh.

(32)

serta karakter individu yang dipengaruhi lingkungan sosial yaitu pengetahuan gizi, pemanfaatan media, pertemanan (peer group), serta aktivitas dalam sehari. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi cara pandang atau persepsi terhadap diri sehingga menghindari atau memilih makanan tertentu serta mengonsumsinya.

Persepsi diri yang dianggap ideal akan mempengaruhi konsumsi. Seorang remaja yang memiliki persepsi negatif, yaitu merasa gemuk akan mengurangi konsumsi walaupun makanan tersebut masih diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, sedangkan yang merasa kurus akan menambah konsumsi walaupun makanan tersebut tidak diperlukan tubuhnya. Hal tersebut akan fatal karena tidak dibarengi pengetahuan gizi yang baik. Remaja akan mengalami gizi salah, defisensi zat gizi tertentu atau menimbulkan penyakit.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

: Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Status Gizi: IMT/U PERSEPSI

a.Terhadap diri b.Terhadap makanan

KONSUMSI PANGAN a. Energi

b. Protein c. Karbohidrat d. Lemak e. Serat KARAKTERISTIK INDIVIDU

a. Status kesehatan b. Kebiasaan makan c. Pengetahuan gizi d. Pemanfaatan media e. Pertemanan

f. Aktivitas dalam sehari

KARAKTERISTIK KELUARGA a. Besar keluarga

(33)

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional study yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome dilakukan dalam satu periode waktu yang bersamaan. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas (SMA), yaitu SMA Negeri 3 Bogor, Jl Raya Pakuan no 4, Baranangsiang, Bogor Timur dan SMA Negeri 1 Leuwiliang, Jl. Raya Leuwiliang no. 47, Leuwiliang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Juni tahun 2012.

Teknik Penarikan Contoh

Menyadari adanya keterbatasan dana, sarana, dan tenaga, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu populasi adalah seluruh siswa kelas sebelas (XI) di SMA Negeri 3 Bogor dan SMA Negeri 1 Leuwiliang. Penentuan sekolah ditentukan secara purposive dengan maksud SMA Negeri 3 Bogor sebagai representasi wilayah perkotaan dan SMA Negeri 1 Leuwiliang sebagai representasi wilayah pedesaan. Contoh pada penelitian ini adalah siswa dan siswi berusia 16-18 tahun, yang duduk di kelas XI dan terdaftar di SMA Negeri 3 Bogor dan SMA Negeri 1 Leuwiliang. Contoh ditentukan secara acak (random sampling) (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) dan besarnya pengambilan contoh dilakukan dengan rumus estimasi proporsi yaitu:

⁄ Keterangan:

n = Jumlah contoh

P = Estimasi proporsi contoh

d = Presisi (tingkat ketepatan yang ditentukan oleh perbedaan hasil yang diperoleh sampel dibandingkan hasil yang diperoleh dari populasi) Z = Nilai Z pada selang kepercayaan ⁄

Estimasi proporsi contoh diambil dari hasil Riskesdas (2010) dimana terdapat prevalensi kekurusan pada remaja umur 16-18 tahun di Jawa Barat adalah 10%, besarnya contoh yang diperlukan jika peneliti menginginkan presisi 10% pada selang kepercayaan 95% dengan tingkat kesalahan ⁄ . Dengan P = 10% = 0.1 ; d = 10% = 0.1 ; Z0.025 = 1.96

( ⁄ )

remaja contoh

(34)

15% sehingga jumlah contoh total sebanyak 40 remaja contoh pada masing-masing sekolah, sehingga total contoh yang digunakan yaitu 80 remaja contoh yang terdiri dari 40 remaja contoh dari siswa-siswi SMA Negeri 3 Bogor dan 40 remaja contoh dari siswa-siswi SMA Negeri 1 Leuwiliang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kuesioner, kalkulator, komputer, dan buku catatan. Data yang dikumpulkan berupa data primer meliputi karakteristik individu, karakteristik keluarga, persepsi, konsumsi, dan status gizi (berat badan dan tinggi badan). Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan teknik pengisian kuesioner oleh peneliti dengan metode wawancara dan menggunakan kuesioner yang disebarkan dan diisi oleh remaja contoh. Pengelompokan data sebagai berikut:

1. Karakteristik individu.

Data karakteristik individu terdiri dari nama remaja contoh, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, jumlah saudara, status kesehatan, kebiasaan makan, pengetahuan gizi, pemanfaatan media, pertemanan, dan aktivitas dalam sehari. Data kebiasaan makan diperoleh dari jawaban 15 pertanyaan pada kuesioner tentang kebiasaan makan remaja contoh. Data pengetahuan gizi dikumpulkan dengan kuesioner yang memuat 20 pertanyaan tentang jenis, fungsi, sumber zat gizi, kebutuhan gizi dan masalah gizi remaja. Data pemanfaatan media dikumpulkan dengan kuesioner yang memuat 24 pertanyaan tentang pemanfaatan dan cara remaja contoh memperoleh informasi melalui media massa. Data pertemanan dikumpulkan dengan kuesioner yang memuat 14 pertanyaan tentang intensitas pertemanan remaja contoh. Data aktivitas dalam sehari dikumpulkan dengan kuesioner terbuka diisi dengan berapa banyak waktu yang digunakan remaja contoh dalam sehari untuk beraktivitas.

2. Karakteristik keluarga.

Data karakteristik keluarga didapat melalui kuesioner yang meliputi besar keluarga yaitu mengisi berapa jumlah anggota keluarga remaja contoh, ekonomi yaitu penghasilan ayah dan ibu remaja contoh dengan memilih 6 kategori pada kuesioner, pendidikan formal ayah dan ibu remaja contoh yang pernah ditempuh dengan memilih 8 kategori pada kuesioner, serta pekerjaan ayah dan ibu remaja contoh dengan memilih 5 kategori pada kuesioner.

3. Persepsi.

(35)

tubuh (Thompson dan Altabe 1991, diacu dalam Cash 2002). Skala bentuk tubuh terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skala Bentuk Tubuh Perempuan dan Laki-laki

4. Konsumsi pangan.

Data konsumsi diperoleh dengan kuesioner terbuka yang mencatat makanan apa saja yang dimakan oleh remaja contoh selama hari aktif sekolah dan di hari libur dengan metode recall 2×24 jam.

5. Status gizi.

Data status gizi didapat dari pengukuran tinggi badan dan berat badan berdasarkan umur. Data indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U) diperoleh dengan pengukuran secara langsung tinggi badan dan berat badan dari remaja contoh kemudian di sesuaikan dengan umur remaja contoh. Data berat badan diperoleh dari pengukuran langsung menggunakan timbangan injak dengan tingkat ketelitian 0.1 kg. Sedangkan data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtoise dengan skala tingkat ketelitian 0.1 cm.

Pengolahan dan Analisis Data

(36)

Data karakteristik individu yang meliputi nama, tanggal lahir, umur, dan jenis kelamin digunakan sebagai keterangan dasar. Status kesehatan dikategorikan dengan sehat atau tidak. Data kebiasaan makan diperoleh dari jawaban 15 pertanyaan dan dikategorikan menjadi baik, sedang, atau kurang. Data pengetahuan gizi dikumpulkan dengan kuesioner yang memuat 20 pertanyaan, diberikan nilai maksimal 80 (setara dengan benar 100%) dan dikategorikan menjadi baik, sedang atau kurang (Khomsan 2000). Jika terdapat kesalahan maka nilai yang diperoleh ( ) akan dipersentasekan melalui perhitungan matematis:

Data pemanfaatan media dikumpulkan dengan kuesioner yang memuat 24 pertanyaan dikategorikan menjadi baik, sedang, atau kurang (Rasalwati 2012). Data intensitas pertemanan dikumpulkan dengan kuesioner yang memuat 14 pertanyaan dikategorikan menjadi baik, sedang, atau kurang. Data aktivitas dalam sehari dikumpulkan dengan kuesioner terbuka dikategorikan menjadi baik, sedang, atau kurang.

Data karakteristik keluarga didapat melalui kuesioner yang meliputi ekonomi yaitu penghasilan ayah dan ibu dikategorikan menjadi enam kategori. Pendidikan ayah dan ibu dikategorikan dengan jumlah tahun yang ditempuh dalam mengemban pendidikan formal. Pekerjaan ayah dan ibu dikategorikan dalam lima kategori.

Data persepsi terdiri dari persepsi diri remaja contoh dan persepsi remaja contoh terhadap makanan. Data persepsi diri dikumpulkan dengan kuesioner yang memuat 18 pertanyaan jawaban diberikan skor dan dikategorikan menjadi baik, sedang, atau kurang. Data persepsi makanan dikumpulkan dengan kuesioner yang memuat 15 pertanyaan dikategorikan menjadi baik, sedang, atau kurang.

Data status gizi didapat dari pengukuran tinggi badan dan berat badan serta dengan keterangan tambahan umur dan jenis kelamin. Data tersebut diolah dengan software WHO AnthroPlus 2005 yang kemudian dikategorikan menjadi lima, mulai sangat kurus sampai sangat gemuk. Status gizi remaja dinyatakan dalam IMT/U.

Data konsumsi diperoleh dengan kuesioner terbuka dan mencatat makanan apa yang dikonsumsi selama hari aktif sekolah serta di hari libur dengan metode recall 2×24 jam. Data yang diperoleh berupa berat jenis pangan dan jenis pangan yang dikonsumsi kemudian dihitung kadar energi, protein, lemak, karbohidrat dan seratnya menggunakan software Nutrisurvey 2007 atau dengan rumus:

Keterangan:

Kgij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram Bj = Berat bahan makanan j yang dikonsimsi (gram)

(37)

Hasil yang diperoleh dari perhitungan kadar energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat oleh software Nutrisurvey 2007 kemudian dibandingkan dengan Angka Kebutuhan Gizi (AKG) bagi remaja, lalu jumlah energi dan protein dikategorikan menjadi kurang, sedang atau baik.

Tahapan analisis data diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 18.0 for Windows. Hubungan antar dua variabel dianalisis dengan analisis korelasi Pearson dan dinyatakan signifikan apabila nilai P<0.05.

Definisi Operasional

Remaja adalah siswa dan siswi remaja contoh yang duduk di kelas sebelas SLTA.

Status kesehatan adalah keadaan yang dialami oleh remaja saat ini. Meliputi mengalami penyakit atau tidak.

Kebiasaan makan adalah kebiasaan dan frekuensi remaja mengonsumsi makan.

Pengetahuan gizi adalah tingkat pengertian remaja tentang gizi, yang diukur dari kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan mengenai jenis, fungsi dan sumber zat gizi, dan masalah gizi.

Pemanfaatan media adalah penggunaan media oleh remaja seperti melihat televisi, film di bioskop, mendengarkan musik, melihat video, membaca majalah, buku-buku serta melakukan searching di internet.

Pertemanan adalah lingkungan teman sebaya dimana remaja melakukan interaksinya di luar waktu sekolah.

Aktivitas dalam sehari adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan remaja dalam 24 jam diwaktu sekolah atau diwaktu libur.

Karakteristik keluarga merupakan ciri keadaan sosial, ekonomi keluarga dari remaja dan meliputi pendidikan orangtua dan pekerjaan orangtua.

Ekonomi keluarga adalah tingkat pendapatan orangtua yang diperoleh dari data administrasi di sekolah.

Pendidikan ayah adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh ayah. Diukur dalam tahun lamanya mengemban pendidikan.

Pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh ibu. Diukur dalam tahun lamanya mengemban pendidikan.

Pekerjaan ayah adalah kondisi dimana ayah melakukan kegiatan atau bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Pekerjaan ibu adalah kondisi dimana ibu melakukan kegiatan atau bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Persepsi diri adalah simpulan (pemaknaan) yang dibentuk oleh remaja tentang citra diri berupa penilaian positif atau negatif.

Persepsi makanan adalah simpulan (pemaknaan) yang dibentuk oleh remaja tentang makanan berupa penilaian positif atau negatif.

Konsumsi pangan adalah frekuensi, jenis dan jumlah makanan, makanan yang dihindari atau dipilih untuk dikonsumsi selama dua hari yaitu pada hari sekolah dan hari libur, serta prediksi makanan yang biasa dikonsumsi.

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Bogor merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT sampai 106°51’00”BT dan 6°30’30”LS sampai 6°41’00”LS. Kedudukan geografis Kota Bogor ini berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut, kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26°C dengan suhu terendah 21.8°C dengan suhu tertinggi 30.4°C, serta kelembaban udara 70%. Curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3 500 mm sampai 4 000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.

Luas Wilayah Kota Bogor sebesar 11 850 Ha. Batas administrasi yaitu sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Kota Bogor lokasinya sangat dekat dengan Ibukota, Jakarta, yaitu sekitar 56 km. Kota Bogor merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk perdagangan, transportasi, industri, komunikasi, serta pariwisata. Populasi penduduk pada tahun 2010 di Kota Bogor adalah 950 334 jiwa dengan kepadatan penduduk 8 019,7 jiwa/km² (www.kotabogor.go.id 2012).

Kabupaten Bogor memiliki letak geografis berada pada koordinat 106°23’45”BT sampai 107°13’30”BT dan 6°18”LS sampai 6°47’10”LS. Luas wilayah Kabupaten Bogor yaitu 298 838 304 Ha, memiliki pusat pemerintahan di Cibinong. Batas administrasi Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kab/Kota Bekasi dan Kota Depok. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Batas bagian Tengah yaitu Kota Bogor, dan luas wilayah Kabupaten Bogor yaitu 2 071.21 km². Populasi penduduk pada tahun 2010 di Kabupaten Bogor adalah 4 771 932 jiwa dengan Kepadatan penduduk 2 303,93 jiwa/km2 (www.bogorkab.go.id 2012).

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Gambar 2 Skala Bentuk Tubuh Perempuan dan Laki-laki
Tabel 1 Distribusi karakteristik keluarga remaja contoh
Tabel 2 Distribusi jenis pekerjaan orangtua remaja contoh
+7

Referensi

Dokumen terkait