• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1.

KUISINONER UNTUK MASYARAKAT

Tempat : Dusun 1, Desa Paropo I, Kec. Silahisabungan, Kab. Dairi

(2)

II. Hubungan Eksistensi Hutan dengan Masyarakat di Desa Paropo I

No Pertanyaan Skor Bobot Nilai

1. Apakah anda mengetahui/mengenal hutan? a. Ya

b. Tidak

5 2,5

5 2. Apakah anda memahami manfaat hutan

terhadap lingkungan?

3 Apakah hutan berpengaruh terhadap perekonomian/pendapatan anda? 4 Apakah hutan berpengaruh terhadap sosial

kehidupan anda?

5 Menurut anda apakah kegiatan anda merusak atau tidak terhadap hutan?

a. Merusak

6 Menurut anda apakah hutan itu penting bagi kehidupan anda?

a. Penting

III. Persespsi/Tanggapan Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman pada Lahan Kosong dan Restorasi Hutan

No Pertanyaan Skor Bobot nilai

1 Menurut anda bagaimana kondisi hutan di daerah anda saat ini?

a. Baik

2 Adakah perbedaan kondisi hutan dulu dengan sekarang (semakin baik atau buruk sejak ±5 tahun belakangan ini)?

a. Semakin baik

3 Bagaimana tanggapan bapak/ibu melihat kondisi hutan yang rusak?

(3)

a. Perihatin b. Tidak perduli

5 2,5

4 Apakah bapak/ibu tahu cara

melakukanpenanaman/pemeliharaan

5 Apakah anda setuju jika hutan diperbaiki (direstorasi)? 6 Menurut anda siapakah yang harus terlibat

dalam memperbaiki/merestorasi hutan tersebut dan mengisi lahan kosong untuk mencegah bencana?

a. Pemerintah saja b. Masyarakat saja

c. Lembaga/institusi saja d. Semua puhak a, b, dan c

7 Bagaimana tanggapan anda terhadap mahasiswa/instansi yang mau meneliti dan melakukan kegiatan tersebut?

a. Sangat mendukung b. Tidak mendukung

20 10

20

8 Apakah bapak/ibu mau

mendukung/berpartisipasi dan terlibat

IV. Persepsi/Tanggapan masyarakat di Desa Paropo I terhadap tanaman sukun (Artocarpus communis)

No Pertanyaan Skor Bobot nilai

1 Apakah anda mengetahui tanaman sukun? a. Ya

b. Tidak

20 10

20 2 Apakah anda memahami manfaat tanaman

sukun? 3 Apakah tanaman sukun berpengaruh

terhadap perekonomian/pendapatan anda? a. Berpengaruh

b. Tidak berpengaruh

20 10

20

(4)

terhadap sosial kehidupan anda? a. Bepengaruh b. Tidak berpengaruh

20 10 5 Adakah hubungan antara hutan dengan

tanaman sukun? a. Ada b. Tidak

10 5

10

6 Apakah anda mengetahui produk yang dihasilkan oleh tanaman sukun?

a. Tahu b. Tidak tahu

10 5

10

(5)

Lampiran 2.

Persentasi Hasil Kuisioner Responden Desa Paropo I I. Hubungan Eksistensi Masyarakat dengan Hutan

No Pertanyaan Jumlah

responden

Persentase (%)

1. Masyarakat mengenal hutan 172 100

2. Memahami manfaat hutan terhadap lingkungan

121 70,34

3. Hutan berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat

49 28,48

4. Hutan berpengaruh terhadap sosial kehidupan

121 70,34

5. pekerjaannya berpengaruh terhadap kerusakan hutan

0 0

6. Hutanpenting bagi kehidupan 153 88,95

II. Persespsi/Tanggapan Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman pada Lahan Kosong dan Restorasi Hutan

No Pertanyaan Jumlah

responden

Persentase (%)

1. Kondisi hutan di Desa Paropo I baik 24 13,95 2. Kondisi hutan 5 tahun terakhir semakin

baik

24 13,95

3. Prihatin dengan kondisi hutan yang rusak 172 100 4. Mengetahui cara penanaman dan

pemeliharaan

42 24,41

5. setuju dilakukan restorasi pada lahan yang rusak

162 94,18

6. Kegiatan restorasi melibatkan pemerintah, instansi dan masyarakat

125 72,67

7. Mendukung mahasiswa ataupun instansi yang melakukan penelitian di Desa paropo I

161 93,60

8. Masyarakat berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan restorasi

(6)

III.Persepsi/Tanggapan masyarakat di Desa Paropo I terhadap tanaman sukun (Artocarpus communis)

No Pertanyaan Jumlah

responden

Persentase (%)

1. Mengenal tanaman sukun 48 27,91

2. Memahami manfaat Sukun terhadap lingkungan

19 11,04

3. Sukun berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat

9 5,23

4. Sukun berpengaruh terhadap kehidupan social

19 11,04

5. Mengetahui hubungan antara hutan dan tanaman sukun

32 18,60

(7)

Lampiran 3.

Skoring Hasil Kuisioner Responden Masyarakat Desa Paropo I

No Nama Responden

(8)
(9)
(10)
(11)

172 Arion Sinaga 38 Petani TS 3 51,6 84,9 50

Jumlah 13.427,2 14.410,1 9950

Rata-rata 78,06 83,77 57,84

Keterangan : TS : Tidak Sekolah

SD : Sekolah Dasar

SLTP : Sekolah Lanjut Tingkat Pertama

SLTA : Sekolah Lanjut Tingkat Atas

PT : Perguruan Tinggi

I : Hubungan eksistensi hutan dengan masyarakat

II : Persepsi masyarakat terhadap lahan kosong dan restorasi hutan

(12)

Lampiran 4

Gambar Morfologi Tanaman Sukun

Pohon dan Percabangan Sukun

Daun Sukun Akar dan Perakaran

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugraha H.A. 2014. Pengembangan Teknik Budidaya Sukun (Artocarpus altilis) Untuk Ketahanan Pangan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Alrasjid, H. 1993. Pedoman Penanaman Sukun (Artocarpus altilis Fosberg). Informasi Teknis No. 42. Pusat Penelitian Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Badan Pusat Statistika (BPS)/ Pemkab Dairi/ 2009/ 05. Dantes. 2012. Metode Penelitian. Andi. Yogyakarta.

Direktorat Reboisasi. 1995. Budidaya Pohon Serbaguna (MPTS) Sukun (Artocarpus communis Forst). Departemen Kehutanan. Jakarta.

Dwiprabowo, H., Rachman E, Ismatul Hakim, dan I. Bangsawan. 2011. Kontribusi Kawsan Hutan dalam Menunjang Kebutuhan Pangan: Studi Kasus Provinsi Jawa Barat. Jurnal Analisis Kebijakan kehutananm 8(1): 47-61.

Erida, G. 1999. Persepsi Masyarakat Setempat Terhadap Kelestarian Hutan Di Kawasan Pesisir Kabupaten Aceh Timur, Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Gumilar, I. 2012. Partisipasi Masyarakat Pesisir dalam Pengelolaan ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu. Jurnal Akuatika 3(2): 19-211.

Hakim, I. 2009. Kajian Kelembagaan dan Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat: Sebuah Terobosan dalam Menata Kembali Konsep Pengelolaan Hutan Lestari. Jurnal Analisis Kebijakan Hutan 6(1):27-41.

Helmi dan A. Fadilla. 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin Psikologi, Tahun VII No.2.

Jalaluddin, R. 2003. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. Kantor Kepala Desa Paropo I. 2015. Monografi Desa Paropo I.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2011. Profil 15 Danau Prioritas Nasional. Jakarta.

(14)

Laksamana, R. C. 2011. Penggunan Beberapa Jenis Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). [Skripsi]. Program Studi Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 2010. Gambaran Umum Danau Toba. Sumatera Utara.

Litbanghut. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun (Artocarpus communis Forst). PusLitBang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Kehutanan. Yogyakarta.

Lumbanbatu. J dan Waston Malau. 1999.Sosiologi SMU Kelas 3. PT. Pabelan. Surakarta.

Makmuri, M. 2008. Perilaku Organisasi.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mikkelsen, B. 1999. Metode Penelitian Partisipasi dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Moedjodo, H., P. Simanjuntak, P. Hehanusa, dan Lufiandi. 2003. Lake Toba: Experiences and lessons Learned Breif. Hal. 389-405.

Mustafa, A.M. 1998. Isi Kandungan Artocarpus communis. Food Science. Pitojo, S. 1999. Budidaya Sukun. Kanisius. Yogyakarta.

Purba, S. 2002. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Hasil Pengeringan Drum dan Aplikasinya Untuk Tepung Terigu Pada Pembuatan Biskuit. Skripsi Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Bogor.

Rizal A. HB. 2012. Sosiologi Kehutanan Dalam Pengelolaan Hutan. Jurnal Info Teknis Eboni9 (1):1-15.

Riyanto, A.S. 2008. Pelibatan Masyarakat Lokal: Upaya Memberdayakan Masyarakat Menuju Hutan Lestari. Jurnal Penyuluhan 4(2): 135-138. Sastrosupeno. 1984. Manusia, Alam dan Lingkungan, Departemen Lingkungan

Dan Kebudayaan. Jakarta.

Siregar, A. S. Inventarisasi Tanaman Sukun (Artocarpus communis) Pada Berbgai Ketinggian Di Sumatera Utara. Skripsi Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas sumatera Utara. Medan.

(15)

Suyanto, Hafizianur, dan Y.Nugroho. 2009. Inventarisasi Jenis-Jenis Pohon Bermanfaat Ganda Unggulan Lokal (MPTS) Berdasarkan Kondisi Ekologisnya. Jurnal Hutan Tropis 26(110).

Umar. 2009. Persepsi dan Prilaku Masyarakat dalam Pelestarian Fungsi Hutan sebagai Daerah Resapan Air (Studi Kasus Hutan Penggaro Kabupaten Semarang). [Tesis]. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Vergouwen, J. C. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. LkiS Pelangi Aksara. Yogyakarta.

(16)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari2016 sampai dengan April 2016. Penelitian ini dilakukan di Desa Paropo I, Kecamatan Silahi Sabungan, Kabupaten Dairi.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tally sheet, kuisioner serta dokumen lain yang berhubungan dengan lokasi dan kegiatan penelitian. Data kuisioner yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Populasi dan Sampel

Populasi yang menjadi objek penelitian yaitu masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Paropo I. Berdasarkan data monografi Desa tahun 2016, diketahui bahwa populasi masyarakat di Desa Paropo I adalah 306 kepala keluarga (KK).

(17)

Tabel 1. Pengambilan Sampel Dari Suatu Populasi

Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer

(18)

b. Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi pemerintah desa yang meliputi kondisi umum lokasi penelitian dan literature-literatur yang mendukung.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Observasi

Pengamatan dilakukan dengan cara melihat langsung keadaan lokasi yang digunakan masyarakat setempat.

2. Wawancara

Ada proses tanya jawab dengan masyarakat mengenai tanggapan masyarakat terhadap keberadaan tanaman sukun (A. communis) yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

3. Kuisioner

Kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu disebarkan kepada beberapa responden yang ada di desa Paropo.

4. Dokumentasi

Perlu dilakukan dokumentasi setiap kegiatan, sehingga dapat dijadikan sebagai bukti pelaksanaan kegiatan penelitian.

Analisis Data

(19)

eksistensi masyarakat dengan hutan serta persepsi masyarakat terhadap penanaman pada lahan kosong di Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan.

Tingkat pengetahuan dan pengenalan masyarakat terhadap tanaman Sukun dinilai berdasarkan sejauh mana masyarakat mengetahui manfaat tanaman Sukun tersebut terhadap kehidupan (ekologi, ekonomi, dan sosisal) serta produk yang dihasilkan dari tanaman tersebut. Kotler dan Roberto dalam Mikkelsen (2006) menyebutkan bahwa menggunakan ranking dan skoring telah lama dikenal untuk menilai harapan, kepercayaaan, kesukaan, sikap, dan pendapat seseorang. Penelitian sosial menggunakan ranking dan skoring untuk mengembangkan strategi mengubah perilaku masyarakat.Salah satunya adalah dengan menggunakan matrik berdasarkan bobot nilai.

Tingkat besaran angka yang digunakan dalam skoring ini memang dapat sembarangan, artinya dapat dinyatakan dengan angka satuan, puluhan ataupun ratusan. Namun perlu diperhatikan tentang keseimbangan yang harmonis beserta konsekuensinya, supaya mudah diinterpretasi. Pemberian nilai dilakukan dengan memberi nilai pada nilai-nilai absolut yang dimiliki semua komponennya (Subyantoro dan Suwarto, 2006).

Tingkat pengenalan masyarakat terhadap hutan yang dihitung dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu: sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berkut:

a. Tingkatpengenalan sangat baik, skor 81-100 b. Tingkat pengenalan baik, skor 61-80

(20)

e. Tingkat pengenalan sangat buruk, skor 0-20.

Tingkat persepsi masyarakat yang dihitung dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu: sangat baik, baik, sedang, buruk, dan sangat buruk. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berkut:

a. Tingkat persepsi sangat baik, skor 81-100 b. Tingkat persepsi baik, skor 61-80

(21)

Bagan Alur Penelitian

Gambar 1. Bagan Alur Penelitian Pengumpulan Data

Survei Pendahuluan Persiapan

Data Sekunder Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan Penelitian

Kuisioner

Wawancara Observasi

Data Primer

Analisis Deskriptif

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis) Pada DTA Danau Toba Di Dusun 1, Desa Paropo I, Kec.

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Sosial Masyarakat Desa Paropo

Desa Paropo I merupakan satu dari lima desa yang ada di Kecamatan Silahisabungan. Kecamatan Silahisabunganmerupakan salah satu daerah otonom di Kabupaten Dairi, kecamatan ini dimekarkan padatanggal 14 Juni 2004 oleh Bupati Dairi DR MP Tumanggor(BPS/Pemkab Dairi/2009/05).Pemekaran daerah kecamatan dapat dilakukan jika paling tidak terdiri dari 5 desa danterdiri dari beberapa kelurahan dan dusun. Wilayah Kecamatan Silahisabungan sendiri terdiridari 5 desa yaitu Desa Silalahi I, Desa Silalahi II, Desa Silalahi III, Desa Paropo dan DesaParopo I, dan itu sudah memenuhi syarat untuk dapat memekarkan daerah kecamatan selaintentunya faktor-faktor lainnya seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yangmemadai.Desa Paropo I memiliki potensi yang cukup besar terutama dari hasil bumi yang dimilikinya. Hasiltanaman pertanian tumbuh subur di desa ini, ditambah lagi hasil tangkapan ikan yangmelimpah ruah. Kondisi sosial ekonomi di desa Paropo sejak adanya pemekaran kecamatanSilahisabungan berkembang cukup baik di berbagai sektor, antara lain dari sektor pertaniandan perikanan khususnya banyak mengalami kemajuan.

(23)

masyarakat yang tinggal di Desa Paropo adalah masyarakat lokal (bukan pendatang) yang sudah ada pada berbagai generasi. Suku yang mendiami desa Paropo I didominasi oleh suku batak toba.

Karakteristik Masyarakat

Karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat di desa Paropo I berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Karakterisik sosial masyarakat merupakan sikap yang melekat pada masing-masing individu masyarakat. Karakteristik tersebut menjadi salah satu unsur yang dapat mempengaruhi pola pikir dan aktivitas masyarakat sebagai responden terhadap suatu objek. Oleh karena itu, dilakukan wawancara (Gambar 2), observasi, serta pengisian lembar kuisioner terhadap responden di Desa Paropo I.

Gambar 2 . PengumpulanData Melalui Wawancara dan Kuisioner

(24)

yang ditujukan. Berikut ini disajikan data karakteristik sosial responden yang diperoleh dari kegiatan wawancara dan kertas kuisioner.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Lama Menetap di Desa Paropo I

No Karakteristik Responden Jumlah Responden Persentasi (%) I Tingkat Umur (Tahun)

II Tingkat Pendidikan

1 Tidak sekolah 10 5,81

III Jenis Pekerjaan

1 Petani 153 88,96

2 Pedagang 10 5,81

3 PNS 7 4,07

4 Tenaga kesehatan 2 1,16

Total 172 100

IV Lama Menetap (tahun)

1 10-20 24 13,95

(25)

jumlah luasan tanah warisan semakin berkurang, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya harus memilih alternatif lain sehingga kebanyakan masyarakat yang masih usia produktif memilih untuk merantau. Masyarakaat batak toba pada umumnya merupakan simbol yang vital bagi kebudayaan Batak secara keseluruhan. Hingga kini kebudayaan Batak Toba masih cukup terjaga meskipun terseok-seok di tengah gemparan budaya modern. Masyarakat Batak Toba banyak mendiami daerah sekitar Danau Toba Pulau Samosir, diharapkan tetap setia dengan kebudayaan tradisional mereka (Vergouwen, 2004).

Tingkat pendidikan lebih banyak adalah sampai tingkat sekolah dasar (SD) yaitu (44,77%), dan jenis pekerjaan yang menjadi sumber pendapatan utama adalah bertani (88,96%). Jenis tanaman yang dikelola oleh masyarakat Desa Paropo I adalah Bawang Merah (Allium cepa). Persentasi tertinggi untuk lama menetap responden di desa paropo adalah 21-30 tahun yaitu (23,85%) lamanya mendiami desa tersebut. Dari data karakteristik masyarakat yang diperoleh, pendidikan masyarakat di Desa Paropo I tergolong masih rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pendidikan, pendidikan yang baik dan lebih tinggi yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan suatu objek lebih baik dibandingkan yang pendidikannya rendah.

Hubungan Eksistensi Masyarakat dengan Hutan

(26)

yang sudah dialami oleh masyarakat akan memunculkan tanggapan ataupun respon dengan lingkungannya. Pengenalan masyarakat dengan lingkungannya terutama terhadap hutan akan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Pengenalan Masyarakat dengan Hutan

No Pertanyaan Bobot

nilai

Nilai Persentase (%)

1. Masyarakat mengenal hutan 5 860 6,40

2. Memahami manfaat ekologi hutan 20 2940 21,90 3. Hutan berpengaruh terhadap

perekonomian masyarakat

20 2200 16,38

4. Hutan berpengaruh terhadap sosial kehidupan

20 2940 21,90

5. pekerjaannya merusak terhadap hutan 20 2002,2 14,91 6. Hutan penting bagi kehidupan 15 2485 18,51

Total 100 13427,2 100

Rata-rata 78,06

(27)

lingkungannya dan secara sadar atau tidak apa yang mereka saksikan dan alami tersebut akan membentuk persepsi mereka tentang fungsi hutan.

Hasil wawancara masyarakat yang memiliki pekerjaan sehari-harinya bertani (88,96%) pada Tabel 2 mempersepsikan hutanitu lebih baik dibandingkan dengan responden yang pekerjaanya selain petani (pedagang, dan tenaga kesehatan).Salah satu peranan hutan yang langsung dirasakan oleh masyarkat Desa Paropo adalah dengan memperoleh air bersihyang berasal dari hutan. Sedangkan masyarakat yang bertani masih memperoleh peran hutan untuk ketersediaan air persawahan, hal ini sesuai dengan teori ini dikemukakan oleh Barker (Helmi,1999). Kekhususannya adalah teori ini mempelajari hubungan timbal balik antaralingkungan dan tingkah laku, sedangkan teori-teori sebelumnya pada umumnya hanya memberikan perhatian pada pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku saja. Suatu hal yang unik pada teori ini adalah adanya set tingkah laku (behavioral setting) yang dipandang sebagai faktor tersendiri. Set tingkah laku adalah pola tingkah laku kelompok (bukan tingkah laku individu) yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu.

(28)

petani dimana lokasi sawahnya berada di sekitar lingkungan permukiman ataupun yang berada di kawasan perbukitan dekat hutan.

Keberadaan masyarakat yang telah lama menetap di Desa Paropo (10 tahun-70 tahun) seperti yang disajikan dalam Tabel 2 memberikan penilaian tersendiri terhadap kondisi hutan yang berada di desa tersebut. Responden dengan kategori umur tua, yang sudah lama menetap lebih mengetahui perubahan kondisi hutan yang ada di desanya. Kondisi hutan dan daerah perbukitan yang gundul dengan kelerengan yang tinggi yang berada dekat dengan rumah masyarakat (Gambar 3) menjadi hal yang ditakuti warga, karena sewaktu-waktu bencana longsor bisa saja terjadi.

Gambar 3. Perumahan Masyarakat di Kaki Perbukitan

(29)

Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman Pada Lahan Kosong

Sebagai masyarakat yang sudah tinggal dan menetap di Desa Paropo 1 dan telah berinteraksi dengan ekosistem baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki persepsi yang berbeda dengan kondisi lingkungan mereka. Terdapat masyarakat yang sudah nyaman (menerima) dengan kondisi tersebut dan banyak juga dari antara responden yang mengharapkan perubahan terhadap kondisi lingkungan mereka. Pada Tabel 4 disajikan bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan penanaman pada lahan kosong sebagai respon dari masyarakat terhadap kondisi lingkungan (perbukitan) di daerah ini.

Tabel 4. Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman pada Lahan Kosong

No Pertanyaan Bobot

2. Kondisi hutan 5 tahun terakhir semakin baik

10 1028,7 7,14

3. Prihatin dengan kondisi hutan yang rusak

5 860 5,97

4. Mengetahui cara penanaman dan pemeliharaan

15 1070 7,43

5. Perlu dilakukan restorasi pada lahan yang rusak

20 2505 17,38

6. Kegiatan restorasi melibatkan pemerintah, instansi dan masyarakat

20 2925 20,30

7. Mendukung mahasiswa ataupun instansi yang melakukan penelitian di Desa paropo I

10 3340 23,18

8. Masyarakat berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan restorasi

10 1485 10,30

Total 100 14410,7 100

Rata-rata 83,78

(30)

diperoleh adalah 83,7 (termasuk dalam tingkat persepsi yang sangat baik).Seperti yang dinyatakan Hafizianor (2009) bahwa persepsi penting untuk melihat pandangan masyarakat terhadap kondisi dan keberadaan kawasan. Dari persepsi ini akan diperoleh masukan bagi instansi terkait berdasarkan sudut pandang masyarakat, sehingga dapat dijadikan dasar atau bahan pertimbangan dalam merencanakan strategi pengelolaan dan kebijakan lebih lanjut.Hal ini juga didukung oleh Sawitri dan Subiadndono (2009), adalah keadaan yang terjadi dimasyarakat perlu diketahui agar pengelolaan potensi kawasan dapat diarahkan pada sistem kolaborasi yang akan dilaksanakan oleh pihak terkait seperti masyarakat, pemerintah daerah, dan pengelola kawasan.

Pengelolaan dan peningkatan kualitas kawasan harus melibatkan peran serta dan tanggungjawab dari masyarakat sekitar Desa Paropo I. Masyarakat menginginkan adanya perubahan yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan yang saat ini tidak baik, hal ini didukung dari hasil penelitian Hakim (2009)yang menyatakan Pembangunan HTR merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan dengan didasari oleh prinsip-prinsip pengelolaan hutan produksi. Masyarakat diharapkan dapat lebih memahami fungsi ganda hutan/kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan.

(31)

lingkungannya (2) Individu menerima lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan cocok dengan keadaan individu (3) Individu bersikap netral atau status quo, apabila individu tidak mendapat kecocokan dengan keadaan lingkungan, tetapi dalam hal ini individu tidak mengambil langkah-langkah yang lebih lanjut yaitu bagaimana sebaiknya bersikap.

(32)

keputusan. Gambar 4 berikut ini menjelaskan kondisi perbukitan yang ada di Desa Paropo I.

Gambar 4. Kondisi Perbukitan yang Rawan Longsor

(33)

megusulkan kepada instansi terkait (Kehutanan) untuk menyusun alternatif kegiatan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

Responden memiliki tanggapan yang sangat mendukung (93.71%) terhadap mahasiswa/lembaga instansi yang melakukan kegiatan penanaman dan penghijauan di wilayah mereka. Hanya sedikit saja (6.29%) yang tidak mendukung dengan alasan tidak perlu dilakukan penanaman hal ini diduga karena kurangnya kepedulian terhadap lingkungan. Terlihat dari tanggapan masyarakat yang mendukung kegiatan penanaman yang telah dilakukan, masyarakat menginginkan adanya perubahan yang lebih baik kedepanya terhadap kondisi lingkungan dan ekosistem yang ada di desa tersebut guna meningkatnya kualitas hidup, sosial dan ekonomi masyarakat.

Persepsi Masyarakat terhadap Tanaman Sukun

(34)

pemanfaatan tanaman sukun. Berikut disajikan persepsi masyarakat terhadap tanaman sukun (A. communis) pada Tabel 5.

Tabel 5. Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis) No Pertanyaan Bobot nilai Nilai Persentase (%)

1. Mengenal tanaman sukun 20 2200 22,11

2. Memahami manfaat Sukun terhadap lingkungan

20 1910 19,20

3. Sukun berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat

20 1810 18,19

4. Sukun berpengaruh terhadap kehidupan sosial

20 1910 19,20

5. Mengetahui hubungan antara hutan dan tanaman sukun

10 1020 10,25

6. Mengetahui produk dari sukun

10 1100 11,05

Total 100 9950 100

Rata-rata 57,84

Berdasarkan Tabel 5 dijelaskan bahwa persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun (A. communis) tergolong tingkat persepsi sedang, hal ini dibuktikan dari hasil kuisioner yang memiliki rata-rata skoring 57,84 (termasuk dalam kategori tingkat persepsi yang sedang). Pengetahuan masyarakata terhadap manfaat tanaman sukun yang rendah dikarenakan belum adanya sosialisasi terkait tanaman sukun di desa ini, masyarakat yang mengenal tanaman sukun adalah mereka yang pernah pergi keluar dari desanya dan mengenal tanaman tersebut dari luar Desa Paropo I. Masyarakat yang mengenal tanaman tersebut mempersepsikan sukun adalah salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat (MPTS), karena selain sebagai tanaman peneduh Sukun juga menghasilkan buah yang dapat diolah sebagai makanan.

(35)

akan mempengaruhi persepsi masyarakat yang memberikan berbagai macam nilai fungsi. Introduksi tanaman MPTS ke desa harus memiliki potensi ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan masyatrakat. Beberapa jenis tanaman MPTS yang diinginkan masyarakat antara lain: Kemiri, Mangga, dan tanaman buah lainnya. Salah satu tanaman MPTS yang memiliki nilai ekonomi dan mampu tumbuh dengan kondisi lahan Desa Paropo I adalah tanaman Sukun, karena Sukun memiliki fungsi ekologi seperti mengurangi tingkat erosi, memperbaiki struktur tanah dan sebagai tanaman perindang. Buah dari tanaman Sukun bernilai ekonomi dan dapat dijadikan sebagai sumber pangan.Tanaman Sukun yang tidak memiliki persyaratan tumbuh khusus dapat dijadikan sebagai tanaman penghijauan di Desa Paropo I seperti yang dijelaskan dalam Adinugraha, dkk (2014) yang menyatakan bahwa tanaman sukun memiliki tajuk yang lebar dan lebat sehingga cocok sebagai tanaman perindang baik di pekarangan atau lahan terbukalainnya seperti tepi ladang, lapangan atau tempat lainnya. Sukun memilikiperakaran yang luas sehingga cocok untuk tanaman penghijauan dalamrangka konservasi lahan. Di beberapa daerah kering seperti NTT,masyarakat menyakini bahwa tanaman sukun dapat mendatangkan airsehingga di tempat yang banyak ditumbuhi tanaman sukun biasanyaterdapat mata air di bawahnya, antara lain di daerah Camplong danMata Air Nona.

(36)

Mangga udang. Berikut disajikan perbandingan nilai ekonomi Sukun dan Mangga Udang.

Tabel 6. Perbandingan Nilai Ekonomi Tanaman Sukun(A. communis) dan Mangga Udang(Mangifera indica)

Perbandingan nilai ekonomi dari kedua jenis tanaman cukup tinggi dimana nilai ekonomi Sukun dua kali lipat dibandingkan dengan Mangga. Perbedaan tersebut dapat menjadi suatu pertimbangan kuat untuk membudidayakan Sukun di Desa Paropo I. Keunggulan lain dari buah Sukun adalah daging buah dapat diolah menjadi tepung biasa disebut dengan tepung sukun yang memiliki nilai kalori. Tepung Sukun dapat diolah menjadi berbagai makanan olahan seperti Brownis Sukun, Perkedel, Risol Sukun, dan lain sebagainya yang mampu menambah diversifikasi pangan dan sekaligus menambah nilai ekonomi bagi masyarakat.

(37)

pangan perlu ditangani oleh lembaga tersendiri sehingga pelaksanaannya lebih terfokus dan efektif. Stabilitas jangka panjang diperlukan untuk melindungi produksi lokal baik di Kabupaten Sukabumi maupun Bandung Barat, dengan memperluas jaringan pemasaran, pemanfaatan produk lokal, dan pengembangan teknologi pasca panen.

Menurut Pitojo (1999) menyatakan bahwa tanaman sukundapat ditanam hampir di segala jenis tanah, sehingga memiliki penyebaran yang luas, relatif kuat terhadap keadaan iklim, di daerah yang memiliki curah hujan tinggi. Hal ini sangat mendukung untuk ditanam di areal lahan kosong perbukitan sekitar Desa Paropo 1 sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau umum dan dapat menjaga kelestarian keindahan kawasan bukit dimasa yang akan datang. Tanggapan masyarakat terhadap pemanfaatan sukun (A.communis) sebagai tanaman penghijauan beraneka ragam, beberapa diantaranya kurang setuju jika tanaman tersebut ditanam di luar areal lahan masyarakat karena ketidakjelasan status kepemilikan tanaman di kemudian hari. Sikap tersebut dapat ditemui dari hasil wawancara dan hasil observasi bahwa hingga saat ini hanya beberapa yang menanam sukun dan mereka lebih memilih menanam di areal lahan pertaniannya.

(38)
(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Persepsi masyarakat Desa Paropo I terhadap tanaman Sukun (A. communis Forst)

sebagai tanaman Multy Purpose Tree Species (MPTS)termasuk dalam tingkat persepsi

yang sedang dengan rata-rata skor 57,84 yang menunjukkan masyarakat belum dapat menerima dengan baik introduksi tanaman Sukun di Desa Paropo I.

Saran

(40)

TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat Desa

Masyarakat merupakan kumpulan sekelompok manusia yang bergaul dalam satu ikatan pada jangka waktu yang lama dengan kemungkinan adanya batas-batas territorial (kewilayahan) dan genealogis (keturunan). I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak (Lumbanbatu, 1999) menyatakan masyarakat desa dicirikan dengan adanya hubungan yang lebih erat dan mendalam antar mereka dibandingkan dengan warga desa lain, permukiman didasarkan kepada kelompok sistem kekeluargaan, pada umumnya hidup dari bercocok tanam, terdapat budaya gotong royong yang makin lama makin melemah, dan tidak ada sistem pembagian kerja berdasarkan keterampilan.

(41)

Dalam hal ini masyarakat berkontribusi kepadahutan dan sekaligus mengambil manfaat dari hutan. Dipandangdari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul darihubungan tersebut, masyarakat, termasuk yang tinggal di dalamdan sekitar hutan merupakan objek sosiologi. Oleh karena itu,beberapa permasalahan terkait masyarakat dan pengelolaan hutandapat pula diupayakan solusinya dengan pendekatan sosiologi.

Persepsi dan Perilaku Masyarakat

Menurut Harvey dan Smith (dalam Wibowo, 1988) menyatakan bahwa pesepsi adalah suatu proses untuk membuat penilaian (judgement) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dalam lapangan penginderaan seseorang. Sementara Rakhmat (dalam Erida,1999) menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru.

Persepsi manusia terhadap lingkungan (enviromental perception) merupakan persepsi spasial yakni sebagai interpretasi tentang suatu setting (ruang) oleh individu yang didasarkan atas latar belakang, budaya, nalar, dan pengalaman individu tersebut. Dengan demikian setiap individu dapat mempunyai persepsi lingkungan yang berbeda terhadap objek yang sama karena tergantung dari latar belakang yang dimiliki. Persepsi lingkungan yang menyangkut persepsi spasial sangat berperan dalam pengambilan keputusan dalam rangka migrasi, komunikasi, dan transportasi (Umar, 2009).

(42)

individu tersebut mempersepsikan lingkungannya (Sarwono, 1992 dalam Boedojo, 1986). Persepsi terhadap lingkungan mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungannya. Menurut Walgito (1999) sikap individu terhadap lingkungannya dapat berupa: (1) Individu menolak lingkungannya, yaitu bila individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya (2) Individu menerima lingkungan, yaitu bila keadaan lingkungan cocok dengan keadaan individu (3) Individu bersikap netral atau status quo, apabila individu tidak mendapat kecocokan dengan keadaan lingkungan, tetapi dalam hal ini individu tidak mengambil langkah-langkah yang lebih lanjut yaitu bagaimana sebaiknya bersikap.

Ada dua jenis lingkungan dalam kaitannya antara manusia dengan kondisi fisik lingkungannya (Sarwono, 1990 dalam Boedojo, 1986). Pertama adalah lingkungan yang telah akrab dengan manusia yang bersangkutan. Lingkungan jenis ini cenderung dipertahankan. Kedua adalah lingkungan yang masih asing, dimana manusia terpaksa melakukan penyesuaian diri atau sama sekali menghindarinya. Setelah manusia menginderakan objek di lingkungannya, ia memproses hasil penginderaannya dan timbul makna tentang objek pada diri manusia yang bersangkutan yang dinamakan persepsi yang selanjutnya menimbulkan reaksi.

(43)
(44)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menuru Makmuri Muchlas (2008) adabeberapa fator yangmempengaruhi persepsi, yaitu :

1. Pelaku persepsi: penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. Contoh-contoh seperti seorang tukang rias akan lebih memperhatikan kesempurnaan riasan orang daripada seorang tukang masak, seorang yang disibukkan dengan masalah pribadi akan sulit mencurahkan perhatian untuk orang lain, dll, menunjukkan bahwa kita dipengaruhi oleh kepentingan/minat kita. Sama halnya dengan ketertarikan kita untuk memperhatikan hal-hal baru, dan persepsi kita mengenai orang-orang tanpa memperdulikan ciri-ciri mereka yang sebenarnya.

(45)

3. Situasi: Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya

Banyak sekali faktor pada diri perseptor yang dapat mempengaruhi veridikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan–perbedaan antara persepsinya dengan persepsi orang lain. Faktor- faktor tersebut menurut Wibowo (1988) adalah meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1. Faktor pengalaman

Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai suatu objek-stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara perseptor dan objek. Semakin tinggi pula verdikalitasnya.

2. Faktor intelegensia

Semakin tinggi intelegensia atau semakin cerdas orang yang bersangkutan semakin besar kemungkinan ia akan bertingkah lebih obyektif dalam memberikan penilaian atau membangun kesan mengenai objek stimulus.

3. Faktor kemampuan menghayati stimulus

Setiap manusia dalam taraf yang berbeda-beda, memiliki kemampuan untuk menangkap perasaan orang lain sebagaimana adanya. Kemampuan ini dinamakan empatik.

4. Faktor ingatan

(46)

5. Faktor disposisi kepribadian

Disposisi kepribadian diartikan sebagai kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada diri seseorang.

6. Faktor sikap terhadap stimulus

Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan berkehendak, dan berbuat secara tertentu terhadap suatu objek.

7. Faktor kecemasan

Seseorang yang dicekam oleh kecemasan karena suatu hal yang berkaitan dengan objek-stimulusnya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam mempersepsikan objek tersebut.

8. Faktor pengharapan

Faktor ini sebenarnya merupakan kumpulan dari beberapa bentuk pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf tertentu diyakini kebenarannya.

Tanaman Sukun

Tanaman sukun (bread fruit) mermiliki nama ilmiah Artocarpus altilis(Parkinson) Fosberg yang bersinonim dengan Artocapus communis Forstdan

(47)

Sukun adalah tumbuhan dari genus Arthocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropik seperti Malaysia dan Indonesia. Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman budidaya oleh masyarakat. Tanaman ini dikategorikan sebagai MPTS. Multipurpose Tree Species (MPTS) adalah sistem pengelolaan lahan dimana berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu, akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang

dapat digunakan sebagai bahan makanan ataupun pakan ternak (Suyanto dkk, 2009).

Morfologi Tanaman Sukun

Tinggi pohon sukun dapat mencapai 30 m, dapat tumbuh baik sepanjangtahun (evergreen) di daerah tropis basah dan bersifat semi-deciduous didaerah yang beriklim monsoon (Rajendran, 1992; Ragone, 1997). Batangmemiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan percabangan melebarke arah samping, kulit batang berwarna hijau kecoklatan, berserat kasardan pada semua bagian tanaman memiliki getah encer. Akar tanamansukun biasanya ada yang tumbuh mendatar/menjalar dekat permukaantanah dan dapat menumbuhkan tunas alami (Heyne, 1987; Pitojo,1992; Ragone, 2006). Berikut ini merupakan ciri morfologis dari tanaman sukun.

1. Pohon dan Cabang

(48)

2. Daun

Tajuk daun rimbun, bentuk daun oval panjang dengan belahan daun simetris karena didukung oleh tulang daun yang menyirip simetris. Panjang daun 65 cm dan lebar daun 45 cm dengan tangkai daun 7 cm. Ujung daun meruncing.Tepi daun bercangap menyirip, kadang-kadang siripnya bercabang. Muka daun bagian atas halus dan bagian bawah kasar berbulu. Warna bagian atas daun hijau mengkilap dan bagian bawah kusam, posisi daun mendatar dan lebar, dan menghadap ke atas. Jarak antar daun bervariasi antara 2-10 cm (Pitojo, 1999).

3. Akar dan Perakaran

Perakaran sukun dapat dilihat dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian membesar bulat dan memanjang diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai adanya rambut-rambut akar (Pitojo, 1999).

Letak akar masuk ke dalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan sering tersembunyi di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerah-merahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).

4. Bunga

(49)

letaknya bunga jantan atau betina berada pada pangkal daun (Direktorat Reboisasi, 1995).

5. Buah

Sukun termasuk buah yang berbuah sepanjang tahun. Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (partenocarpy), sehingga buah sukun tidak memiliki biji. Bakal buah terus membesar membentuk bulat atau agak lonjong. Buah akan menjadi tua setelah 3 bulan sejak menculnya bunga betina. Buah yang muncul awal akan menjadi tua lebih dahulu, kemudian diikuti buah berikutnya. Tanda-tanda buah sukun tua yang siap untuk dipetik adalah bila kulit buah yang semula kasar telah berubah menjadi halus, warna kulit buah berubah dari hijau muda menjadi hijau kekuningan kusam. Selain itu nampak bekas getah yang mengering. Sukun mempunyai kulit yang berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal pada kulitnya. Segmen poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun. Poligonal yang lebih besar menandakan buahnya telah matang sedangkan buah yang belum matang mempunyai segmen-segmen poligonal yang lebih kecil dan lebih padat (Alrasjid 1993 dalam LitBangHut, 2003).

(50)

Sebaran Alami danPersyaratan Tumbuh Sukun

Sebaran tanaman sukun di Indonesia meliputi Sumatera (Aceh, SumateraUtara, Sumatera Barat, Riau, Nias, Lampung), Pulau Jawa (Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Madura),Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi (Minahasa,Gorontalo, Bone, Makasar, Malino), Maluku (Seram, Buru, Kai, Ambon,Halmahera dan Ternate) dan Papua (Sorong, Manokwari, pulau-pulaukecil di daerah ”Kepala Burung” (Heyne, 1987; Pitojo, 1992; Widowati,2003; Hendalastuti dan Rojidin, 2006). Selanjutnya nama sukun seringdikaitkan dengan daerah asalnya, antara lain sukun Sorong, sukun Yogya,sukun Cilacap, sukun Pulau Seribu, sukun Bone dan sukun Bawean(Pitojo, 1999).

Tanaman sukun dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-1100 meter di atas permukaan laut (Siregar, 2009). Tanaman Sukun dapat tumbuh pada semua jenis tanah (tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun akan lebih baik bila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus dan tersedia air tanah yang dangkal dengan pH 5-7. Tanaman sukun tidak baik dikembangkan pada tanah yang memiliki kadar garam tinggi. Tanaman sukun mulai berbuah pada umur 4 tahun bila ditanam di tempat terbuka dan umur tujuh tahun bila ternaungi (Alrasjid, 1993).

(51)

Manfaat Tanaman Sukun

Tanaman sukun menghasilkan buah yang memiliki kandungan gizi tinggi, dan potensial dijadikan sebagai bahan makanan pokok alternatif pengganti beras. Buah sukun umumnya dijadikan makanan ringan/tambahan dengan cara dibakar, rebus, digoreng dan dibuat keripik. Namun dapat pula diolah menjadi gaplek sukun, tepung sukun dan patisukun yang selanjutnya dapat diolah menjadi beraneka ragam masakan (Widowati, 2003; Departemen Pertanian, 2003). Manfaat lainnya adalah tajuknya yang rindang dan perakaran yang dalam dan menyebar luas, menjadikan tanaman sukun sebagai tanaman yang cocok untuk kegiatan penghijauan dan konservasi lahan. Kayunya yang sudah tua, dapat digunakan untuk bahan bangunan (konstruksi ringan), papan yang dikilapkan, bahan pembuatan kotak/peti, mainan dan bahan baku pulp. Dalam

pemanfaatan rumah tangga kayu sukun bisa dijadikan sebagai kayu bakar (Feriyanto, 2006; Purba, 2002).

Kondisi Umum DTA Danau Toba

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI (2010) menyatakan profil Danau Toba adalah sebagai berikut:Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi) tektonik vulkanis yang dasysat pada zaman Pleiopleistosen. Kaldera raksasa ini mempunyai ukuran panjang 87 km, lebar 27–

31 km;luas 1.100 km².

(52)

dibatasi oleh pegunungan terjal, kecuali di daerah antara Porsea dan Balige terdapat daerah dataran. Di tengah-tengah danau terdapat pulau Samosir dengan panjang 45 km, lebar 19 km dan luas 640 km². Kedalaman air Danau Toba berkisar 400–600 meter dan bagian terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460 meter) dan disamping Tao Silalahi yang relatif memiliki area yang luas (± 445 meter) (LIPI, 2010).

Letak Geografi

Secara geografis Kawasan Danau Toba terletak di pegunungan Bukit. Danau Toba terletak di Pulau Sumatera 176 Km arah Selatan Kota Medan, merupakan danau terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara. Permukaan danau berada pada ketinggian 903 meter dpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130 Km² dengan kedalaman maksimal danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba lebih kurang 4.311,58 Km² (LIPI, 2010).

Iklim

DTA Danau Toba termasuk ke dalam tipe iklim B1, C1, C2, D2, dan  E2. Dengan demikian bulan basah (Curah Hujan 200 mm/bulan) berturut-turut pada kawasan ini bervariasi antara dari 3 bulan sampai dengan 7–9 bulan, sedangkan bulan kering (Curah Hujan 100 mm/bulan) berturut-turut antara 2–3 bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Scmidt dan Ferguson maka DTA Danau Toba ini termasuk ke dalam tipe iklim A,B dan C (LIPI, 2010).

Curah Hujan

(53)

puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember hingga Desember dengan curah hujan antara 190–320 mm/bulan dan puncak musim kemarau terjadi selama bulan Juni-Juli dengan curah hujan berkisar 54–151 mm/bulan (LIPI, 2010).

Suhu dan Kelembaban Udara

Suhu udara selama musim kemarau cenderung agak lebih tinggi dibandingkan dengan selama musim hujan. Sedangkan angka kelembaban tahunannya berkisar antara 79%–95%. Pada bulan-bulan musim kemarau kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan pada bulan-bulan musim hujan. Evaporasi bulanan di daerah tangkapan air Danau Toba ini berkisar antara 74 - 88 mm/bulan (LIPI, 2010).

Topografi dan Tata Guna Lahan

(54)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba mencakup luasan 3.658 km2 dengan luas permukaan danau 1.103 km2. Wilayah DTA sebagian besar berupa perbukitan (43%) dan pegunungan (30%) dengan puncaknya dapat mencapai ketinggian lebih dari 2000 mdpl. Wilayah DTA Danau Toba yang mencakup luasan 3.685 km2 terdapat pada tujuh kabupaten yakni Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Dairi dan karo. Pemanfaatan lahan didominasi oleh semak belukar (41%), hutan (22%), persawahan (13%), pemukiman (11%), padang rumput (8%), dan lahan kering (4%) (Moedjodo dkk. 2003). Jadi, sekitar 53% lahan di DTA Danau Toba berupa lahan kritis dan tidak produktif, dengan pola pemanfaatan lahan berupa semak belukar, padang rumput, dan lahan kering.

(55)

adaptasi yang tinggi, tidak memiliki syarat tumbuh dan kriteria yang banyak dan pertumbuhan yang relatif cepat, cocok di lahan terbuka.

Salah satu tanaman yang cocok pada lahan kritis adalah Sukun (Artocarpus communis)yaitu tanaman tropis yang pertumbuhannya berada pada kisaran 20-400C dan juga mampu tumbuh pada dataran tinggi. Tanaman Sukun yang tinggi dengan perakaran yang tidak begitu dalam tetapi cukup kokoh sehinggga cocok untuk tanaman penghijauan. Tajuknya yang besar mampu mengurangi erosi tanah akibat angin kencang, mengingat perakarannya yang mencengkram tanah dengan kuat sehingga mampu menyimpan air hujan, sehingga dengan adanya tanaman sukun ini dapat memperbaiki sumber tata air dan mempertahankan struktur tanah. Tanaman sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sukun merupakan sumber kalori dan juga kandungan gizi yang tinggi (Laksamana, 2011). Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang Persepsi Masyarakat terhadap Tanaman Sukun (A. communis) di DTA Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi karena desa tersebut merupakan DTA Danau Toba.

Tujuan Penelitian

(56)

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi instansi dan pihak yang terkait agar lebih memperhatikan keberadaan hutan dan ekosistem sekitar hutan agar dapat mempertahankan manfaatnya.

2. Sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat sekitar dan pemerintah setempat agar dapat dibentuk program kerjasama terkait upaya pelestarian hutan.

(57)

ABSTRACT

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN: Public Perception of Breadfruit (Artocarpus communis Forst) at the Catchment Area of Lake Toba in Paropo I Village, Silalahisabungan Sub-district, Dairi District. Guide by BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE.

Condition of Catchment Area at Toba Lake had steep slope and the soil dominated rock. The cultivate to repair was made action like restoration to select kind of plant and given benefit for ecology, economy and social. The object of research was Breadfruit. The purpose of research to known about public perception of Breadfruit. The method of research was descriptive analyzed used cuisioner and then made 5 criteria skoring: good, very good, medium, bad, and very bad.

The result of researh showed publict perception to Breadfruit plant in medium category with score average 57,84 showed that the public could not accepted the introduction of Breadfruit plants as well in Paropo I village.

(58)

ABSTRAK

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN: Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba Desa Paropo I Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE

Kondisi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki kelerangan dengan kriteria curam dan kondisi tanah yang didominasi bebatuan. Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut maka dilakukan kegiatan restorasi dengan mempertimbangkan jenis tamanan yang mampu tumbuh dan memberi manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial. Objek pada penelitian ini adalah tanaman Sukun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun. Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan kuisioner, yang kemudian dikelompokkan kedalam 5 kategori berdasarkan tingkat skor yang diperoleh yaitu: baik, sangat baik, sedang, buruk dan sangat buruk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun termasuk dalam kategori sedang dengan rata-rata skor 57,84 yang menunjukkan masyarakat belum dapat menerima dengan baik introduksi tanaman Sukun di desa Paropo I.

(59)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TANAMAN SUKUN

(Artocarpus communis Forst) Di DAERAH TANGKAPAN AIR

DANAU TOBA, DESA PAROPO I, KECAMATAN

SILAHISABUNGAN, KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH:

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN

121201138/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(60)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TANAMAN SUKUN

(Artocarpus communis Forst) Di DAERAH TANGKAPAN AIR

DANAU TOBA, DESA PAROPO I, KECAMATAN

SILAHISABUNGAN, KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI

OLEH:

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN

121201138/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(61)

ABSTRACT

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN: Public Perception of Breadfruit (Artocarpus communis Forst) at the Catchment Area of Lake Toba in Paropo I Village, Silalahisabungan Sub-district, Dairi District. Guide by BUDI UTOMO and AFIFUDDIN DALIMUNTHE.

Condition of Catchment Area at Toba Lake had steep slope and the soil dominated rock. The cultivate to repair was made action like restoration to select kind of plant and given benefit for ecology, economy and social. The object of research was Breadfruit. The purpose of research to known about public perception of Breadfruit. The method of research was descriptive analyzed used cuisioner and then made 5 criteria skoring: good, very good, medium, bad, and very bad.

The result of researh showed publict perception to Breadfruit plant in medium category with score average 57,84 showed that the public could not accepted the introduction of Breadfruit plants as well in Paropo I village.

(62)

ABSTRAK

SANTI MARLYNA NAINGGOLAN: Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba Desa Paropo I Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi, Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan AFIFUDDIN DALIMUNTHE

Kondisi Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba memiliki kelerangan dengan kriteria curam dan kondisi tanah yang didominasi bebatuan. Salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut maka dilakukan kegiatan restorasi dengan mempertimbangkan jenis tamanan yang mampu tumbuh dan memberi manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial. Objek pada penelitian ini adalah tanaman Sukun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun. Metode penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan kuisioner, yang kemudian dikelompokkan kedalam 5 kategori berdasarkan tingkat skor yang diperoleh yaitu: baik, sangat baik, sedang, buruk dan sangat buruk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat persepsi masyarakat terhadap tanaman Sukun termasuk dalam kategori sedang dengan rata-rata skor 57,84 yang menunjukkan masyarakat belum dapat menerima dengan baik introduksi tanaman Sukun di desa Paropo I.

(63)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumban Gorat, Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, pada tanggal 23 Maret 1994 dari Bapak Togar Nainggolan dan Ibu Ratmawati Simamora. Penulis merupakan putri ke-2 dari 6 bersaudara.

Mengenyam pendidikan secara bejenjang di SD Negeri 176351 Purba Dolok lulus tahun 2005, SMP Negeri 1 Doloksanggul lulus pada tahun 2008, dan SMA Negeri 1 Doloksanggul lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan melalui Ujian Masuk Bersama (UMB) Perguruan Tinggi Negeri dengan minat Budidaya Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Sylva USU dan UKM KMK FP USU. Penulis telah melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Manggrove Pulau Sembilan Langkat. Penulis juga telah melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) Ddi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Model Lindung Unit XXII Lintas Tobasa Labura Sumatera Utara dari 01 Februari- 02 Maret 2016. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2013-2014 dan Beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) tahun 2014-2016.

(64)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah “Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) Di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba, Desa Paropo I, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi ”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Budi Utomo SP., MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Afifuddin Dalimunthe SP., MP sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dosen penguji saya Dr. Agus Purwoko S. Hut., M. Si dan Ridwanti Batubara S. Hut., MP

3.

Ayah saya Togar Nainggolan dan Ibunda tercinta Ratmawati Simamora

serta abang saya Patar Labora Nainggolan dan keempat adik saya (Agustina, Oktavita, Kristina, dan Hasianna SK) dan segenap keluarga besar Nainggolan dan Simamora (opung, bapatua, maktua, bapauda, tante, namboru, amangboru, tulang, nantulang, sepupu dan abang) yang senantiasa memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama kuliah.

4.

Teman-temanku Dame Lasmaria, Elfrida Adlina, Juliani Situmeang, Vera

(65)

5.

Kelompok kecil Heteimos Solideo(HS) Eliska Sianturi, Ely Hanna

Sembiring, Septrina Ayu Simanjorang dan PKK bang Immanuel Tauada Sihaloho.

6.

Teman teman HUT C 2012, HIMAS USU, Budidaya Hasil Hutan 2012 dan seluruh pegawai tata usaha Fakultas Kehutanan, khususnya bang Robi.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

(66)

DAFTAR ISI

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 8

Tanaman Sukun ... 10

Morfologi Tanaman Sukun ... 11

Sebaran Alami dan Persyaratan Tumbuh Tanaman Sukun ... 14

Manfaat Tanaman Sukun ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Sosial Masyarakat Desa Paropo I ... 24

Karakteristik Masyarakat ... 25

Hubungan Eksistensi Hutan Dengan Masyarakat ... 27

Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Penanaman Pada Lahan Kosong ... 31

(67)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(68)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pengambilan Sampel dari Suatu Populasi ... 19 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan

dan Lama Menetap Di Desa Paropo I ... 26 3. Pengenalan Masyarakat dengan Hutan ... 28 4. Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Penanaman

Pada Lahan Kosong ... 31 5. Persepsi Masyarakat terhadap Tanaman Sukun ... 36 6. Perbandingan Nilai Ekonomi Tanaman Sukun (A. communis) dan Mangga

(69)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagan Alur Penelitian ... 23

2. Pengumpulan Data melalui Wawancara dan Kuissioner ... 25

3. Perumahan Masyarakat di Kaki Perbukitan ... 30

(70)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuissioner Untuk Masyarakat ... 45

2. Persentasi Hasil Kuisioner Responden Desa Paropo I ... 49

3. Skoring Hasil Kuisioner Responden Desa Paropo I ... 51

Gambar

Tabel 1. Pengambilan Sampel Dari Suatu Populasi N S N S
Gambar 1. Bagan Alur Penelitian
Gambar 2 . PengumpulanData Melalui Wawancara dan Kuisioner
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Lama Menetap di Desa Paropo I No  Karakteristik Responden Jumlah Responden Persentasi (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengadaan, antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan identitas yang

BerdasarkanPenetapanPengadaanLangsung nomor: TGL.UGM/PP/PenEL/05/YLI/20L2 tanggal 26 Juli 2Ol2 untuk pekerjaan Pengadaan Peralatan Elektronik Untuk Juntsan Teknik Geologi

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017, dengan ini kami

Pada hari Kamis tanggal Delapan Belas bulan Februari tahun Dua Ribu Enam Belas, Pokja Pemeliharaan Jaringan ULP telah mengadakan rapat evaluasi penawaran atas

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017 , dengan ini kami

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI. SEKRETARIAT

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor BAHP/15/ULP.8/PJ.014/2016 tanggal 19 Februari 2016, Kelompok Kerja 8 Unit Layanan Pengadaan Direktorat Jenderal Pajak

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017 , dengan ini kami