STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN
KABUPATEN GAYO LUES, PROVINSI ACEH
F A U Z I
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Strategi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
ABSTRACT
FAUZI. Strategy of Forest Resources Management of Gayo Lues, Aceh Province. Supervised by DUDUNG DARUSMAN, NURHENI WIJAYANTO, and CECEP KUSMANA
This study aims to find the total economic value, public perception, policy and institutional conditions, and to formulate strategy of forest resources management of Gayo Lues. Data was collected by survey and interview methods. The economic value estimation of forest resources used direct method (market price), contingency, travel cost, and willingnes to pay. For policy analysis conducted content analysis of legislation, and perception analysis based on Likert Scale. While the strategic analysis used SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) analysis. The total economic value of Gayo Lues was Rp. 3,88 trillion/year. From these value, 50,251 % from carbon (86.99% of the primary forest), 41.78% from wood, and 3,82% from the sap of pine, while the smallest contribution 1,34% from option, conservation, and existence values. Public perception categories from low to high were 1.91 to 4.21. Public get benefits from forest resources, but public perception is less aligned with the behavior, due to low education and society welfare, influence of local culture, and lack of empowerment. Furthermore, policy overlap resulting in conflicts of interest among institutions, and management vacuum on the field resulting in open access. Based on the results of strategic analysis, that management position of mixed natural forest and management of pine forest were located on cell 4 (support a divensive strategy), need to employed WT (weakness-threats) strategy. Management position of people’s pecan was on cell 2 (support a diversification strategy), need to employed ST (strengths-threats) strategy. Furthermore, the development position of tourism was on cell 3 (turn around), need to employed WO (weakness-opportunities) strategy. For that, strategies of forest resource management of Gayo Lues among others: 1) Arrangements of policy and institutional, 2) Cooperation with the parties, 3) Development of agroforestry pattern, 4) Strengthening institution and capacity of farmers in the marketing system, 5) Campaign benefits of the economic value of forest resources 6) Development of tourism facilities and infrastructures, including promotional/publication activities, 7) Ensuring land control security, and recognizing the right of public management, 8) Development of management information systems of Gayo Lues.
RINGKASAN
FAUZI. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Dibimbing oleh DUDUNG DARUSMAN, NURHENI WIJAYANTO, dan CECEP KUSMANA
Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh dengan luas wilayah 571.958 ha, dan 85 % merupakan kawasan hutan. Berdasarkan arahan fungsi hutan (SK Gubernur Aceh No. 11 Tahun 1999), kawasan hutan Gayo Lues teridiri dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) 202.880,30 ha, hutan lindung 226.560 ha, hutan produksi 45.190 ha, dan sisanya seluas 97327,70 ha termasuk dalam areal penggunaan lain (APL). Namun sektor kehutanan di Kabupaten Gayo Lues menghadapi berbagai masalah yang serius, dimana potensi sumberdya hutan yang besar ini ternyata belum belum mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, tidak menjadi sektor unggulan/sumber PAD bagi pembangunan Gayo Lues. tidak terdapat data nilai ekonomi secara terukur, dan terjadi tumpang tindih kebijakan dan kelembagaan pengelolaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan total nilai ekonomi, persepsi masyarakat, rumusan kebijakan dan kelembagaan, dan merumuskan program strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan wawancara. Metode penghitungan nilai ekonomi hutan tergantung pada komponen nilai ekonomi yang dinilai. Untuk nilai ekonomi kayu, getah pinus, dan kayu bakar industri batu-bata digunakan metode langsung (berdasarkan harga pasar). Penghitungan nilai ekonomi karbon terlebih dahulu dilakukan penghitungan potensi karbon. Pendugaan potensi karbon pohon (Ǿ > 2 cm) digunakan metode non destruktif, untuk tumbuhan bawah dan serasah digunakan metode destruktif. Pengukuran biomassa dilakukan berdasarkan tipe tutupan lahan, dan jumlah sampel plot untuk setiap tutupan lahan 20 plot. Ukuran plot pohon 20 m x 20 m, plot pancang dan tiang 10m x 10 m, dan plot tumbuhan bawah dan serasah adalah 1 m x 1 m. Pengolahan data digunakan persamaan allometric dan analisis laboratorium. Selanjutnya untuk nilai ekonomi air sebagai pembangkit listrik digunakan metode kontingensi (solar sebagai barang pengganti). Pendugaan nilai pilihan, nilai pelestarian dan nilai keberaradaan didekati berdasarkan kesediaan membayar (willingness to pay). Sedangkan untuk nilai ekonomi ekowisata digunakan travel cost method, dan nilai ekonomi peladang, nilai ekonomi air rumah tangga dan air pertanian, nilai ekonomi pakan ternak, dan nilai kayu bakar rumah tangga; digunakan metode kontingensi, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metoda regresi berganda dengan prosedur stepwise dengan program minitab. Analisis kebijakan kelembagaan dilakukan content analysis terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan hutan Gayo Lues. Selanjutnya untuk analisis persepsi berdasarkan Skala Likert. Sedangkan analisis strategis dilakukan analisis SWOT (strenght, weakness, opportunity, threat) dan AHP (analytical hierarchy process).
sumberdaya hutan Gayo Lues yaitu komponen kayu, getah pinus, wisata dan karbon, yang dapat dimanfaatkan (pengelelolaan secara profesional) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan sumber pendapatan daerah. Nilai ekonomi hutan Gayo Lues ditentukan oleh besarnya satuan komponen nilai ekonomi dan jumlah pengguna, dimana semakin tinggi setiap komponen ekonomi, maka nilai ekonomi total yang dihasilkan dari sumberdaya hutan akan semakin tinggi.
Persepsi masyarakat terhadap beberapa pertanyaan terkait keberadaan dan pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues adalah mulai dari kategori persepsi rendah sampai persepsi tinggi dengan nilai skor 1,91 – 4,21. Masyarakat merasakan manfaat sumberdaya hutan, dan keberadaannya perlu dilestarikan, tetapi kenyataan masih menunjukan perilaku yang negatif, dan tidak selarasnya persepsi masyarakat dengan perilaku karena masyarakat tidak memiliki pilihan pekerjaan lain yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Rendahnya persepsi masyarakat ini dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, pengaruh budaya setempat, dan kurangnya pemberdayaan.
Berdasarkan content analysis terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan keberadaan dan pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues, ternyata terjadi tumpang tindih kebijakan, dan lembaga pengelolanya, yang berakibat pada terjadi konflik kepentingan antar lembaga, lemahnya lembaga pengelola untuk mempersiapkan prakondisi pengelolaan hutan, ketidak jelasan dan kevakuman pengelolaan dilapangan, sehingga terjadi open access.
Hasil analisis SWOT dan AHP dengan skala likert, menunjukkan bahwa posisi pengelolaan hutan alam campuran berada pada sel 4 (support a divensive strategy) yang berarti program pengelolaan hutan alam campuran mempunyai kelemahan dan menghadapi ancaman yang tidak menguntungkan. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi WT (weaknesses-threats) yaitu meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yaitu dengan menerapkan strategi defensif. Strategi WT antara lain; (1) Penataan perundang-undangan, dan penataan arahan fungsi hutan, termasuk menjamin hak kelola rakyat, (2) Memaksimalkan pemanfaatan semua jenis kayu, dan pengurangan limbah melaui riset, (3) Pengawasan oleh para pihak terhadap penerapan sistem silvikultur, dan (4) Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar hutan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis strategis posisi pengelolaan hutan pinus juga berada pada sel 4 (support a divensive strategy) yang berarti program pengelolaan hutan pinus mempunyai kelemahan dan menghadapi ancaman yang tidak menguntungkan. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi WT ( weaknesses-threats) yaitu (1) Penataan perundang-undangan, penataan arahan fungsi hutan, dan menjamin hak kelola rakyat. Strategi ini merupakan upaya untuk melakukan pengelolaan hutan sesuai dengan UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan Pergub Aceh No 19 tahun 1999 tentang arahan fungsi hutan, dan mengatasi konflik dengan masyarakat sekitar. (2) penetapan sistem silvikultur dengan tepat. Strategi ini untuk menjawab ancaman atau protes masyarakat, LSM dan pemerhati lingkungan, dan (3) penyuluhan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat sekitar.
kekuatan tetapi menghadapi ancaman yang tidak menguntungkan. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi ST (strengths-threats) yaitu (1) Pengembangan kelembagaan, peningkatan kapasitas petani dalam pemasaran, termasuk memperpendek rantai pemasaran. Strategi ini untuk memperkuat posisi petani dalam pemasaran, karena faktor harga dan pasar merupakan ancaman utama, sementara potensi pasar dan mitra usaha masih sangat terbuka. (2) Pengembangan pola agroforestri untuk meningkatkan produktifitas lahan dan diversifikasi produk. Pengembangan agroforestri merupakan strategi untuk meningkatkan nilai lahan sekaligus menjamin kelestarian ekologis yang dapat mengatasi ancaman konversi lahan. (3) menjamin kepastian penguasaan lahan, melalui penataan kembali (redesaian) arahan fungsi hutan, dan menjamin hak kelola rakyat. Strategi ini untuk mengatasi ketidakpastian status kepemilikan lahan yang merupakan ancaman dalam keberlangsungan hutan kemiri.
Selanjutnya posisi pengembangan ekowisata berada pada sel 3, artinya mempunyai peluang tetapi menghadapi kelemahan yang tidak menguntungkan. Strategi yang harus diterapkan adalah strategi WO (weaknesses-opportunies) yaitu memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan melalui (1) pengembangan sarana dan prasarana ekowisata, termasuk sarana transportasi. Strategi ini untuk mengatasi kelemahan dari kurang dukungan dari aspek aksessibilitas, belum adanya sarana ekowisata, dan jauhnya lokasi ekowisata dari pusat ibu kota provinsi. (2) Pengembangan promosi dan publikasi ekowisata, untuk meningkatkan jumlah pengunjung keobjek wisata Gayo Lues, dan (3) pengembangan kerjasama dengan pihak lain, untuk mengatasi persoalan manajemen pengelolaan ekowisata.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN
KABUPATEN GAYO LUES, PROVINSI ACEH
F A U Z I
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Disertasi : Strategi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh
Nama Mahasiswa : Fauzi
NIM : E 016010031
Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, M.A
Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S
Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S
2. Dr. Ir. Leti Sundawati, M.For. Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F.Trop
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan disertasi dengan judul “Strategi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh”. Disertasi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, dorongan dan arahan dari para pihak, maka bersama ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala nasehat, dorongan, bimbingan, saran dan arahannya mulai dari penulisan proposal sampai penyelesaian disertasi ini. Penulis merasa sangat beruntung dan bersyukur karena selama berinteraksi dengan para pembimbing banyak memperoleh pelajaran berharga tentang filosofi hidup dan berfikir secara arif dan komprehensif.
2. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, dan seluruh staf, atas arahan dan bantuannya selama penulis mengikuti program S3.
3. Bapak Prof. DR. Ir. Sambas Basuni, MS dan DR. Ir. Leti Sundawati sebagai penguji pada ujian tertutup. DR. Ir. Iman Santoso, MSc. dan DR. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. F. Trop. sebagai penguji pada ujian terbuka
4. Bapak Ir. Husaini Syamaun, MM yang senantiasa memberikan arahan dan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti program S3 di IPB. 5. Bapak Drs. RA Syauqas Rahmatillah dan keluarga yang selalu memberikan
dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan program S3 di IPB.
6. Kedua orang tua, mertua, dan seluruh keluarga, atas doa, pengorbanan, kesabarannya dan dorongan yang diberikan kepada penulis.
doa, pengorbanan, kesabarannya dan dorongan yang terus diberikan kepada penulis.
8. Bukti Bagja, S.Hut. M.Si, Muhammad Ridwan, S.Hut. Yusrin, S.Hut, Syahrial S.Hut, Effendi Usman, Hendra Saputra, Nyak Di, Saiful Agani dan Jonifli Abdullah yang banyak membantu penulis mulai dari pengambilan data di lapangan sampai penyelesaian disertasi ini.
9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis mulai dari pengambilan data di lapangan sampai penyusunan disertasi ini.
Penulis menyadari masih terdapat persoalan-persoalan yang belum terjawab dalam disertasi ini, untuk itu masih diperlukan kajian-kajian lanjutan secara mendalam. Namun demikian penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi para pihak, dan khususnya dalam pengelolaan sumberdaya hutan di Kabupaten Gayo Lues khususnya, dan Provinsi Aceh pada umumnya.
Bogor, Januari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pidie Provinsi Aceh pada tanggal 21 Juli 1966 dari pasangan Tgk. Harun (Almarhum) dan Hj. Aisyah, sebagai putra keenam (sembilan bersaudara) dari pihak seayah, dan sebagai putra ketiga (enam bersaudara) dari pihak seayah seibu.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 1 Peukan Pidie pada tahun 1980, SMP Negeri 1 Sigli tahun 1983 dan SMA Negeri 1 Sigli tahun 1986. Kemudian pada tahun 1986 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) di Jurusan Manajemen Hutan Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Yayasan Tgk. Chik Pante Kulu, Banda Aceh, dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan tahun 1991. Kemudian pada tahun 1997 mendapat Beasiswa dari Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Aceh untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Program Pascasarjana IPB dan memperoleh gelar Magister Kehutanan pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis mendapat Beasiswa BPPS untuk melanjutkan pendidikan Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana IPB.
Sejak Tahun 1989 sampai 1991 penulis bekerja sebagai tenaga teknis penanaman pada HTI Blang Bintang Aceh Besar, dan pada tahun 1991 sampai 1993 penulis bekerja pada HPH PT. Hargas Industries Indonesia di Aceh Selatan. Dari tahun 1993 sampai 1997 penulis mengabdi di STIK Aceh sebagai staf pengajar. Mulai tahun 2004 sampai sekarang penulis bekerja sebagai wiraswasta di Banda Aceh. Selanjutnya mulai tahun 2009 sampai sekarang penulis sebagai staf ahli Bapedal Aceh. Disamping itu mulai tahun 2006 sampai sekarang penulis melakukan kegiatan pembinaan masyarakat sekitar hutan (Kelompok Tani Bukit Kurma Kemukiman Beuah Kecamatan Delima Kabupaten Pidie).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………. xi
DAFTAR TABEL ……….. xiii
DAFTAR GAMBAR ……… xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………. xvii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….………...……. 1
1.2. Perumusan Masalah ……….…………...……….. 4
1.3. Tujuan Penelitian ………..…………..…... 6
1.4. Manfaat Penelitian …………..…….…….……….………... 7
1.5. Kerangka Pemikiran ……… 7
1.6. Novelty ………. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Hutan Berkelanjutan ………... 11
2.2. Penilaian Sumberdaya Hutan ………... 12
2.3. Analisis Kelembagaan …..……… 16
2.4. Biomasa dan Karbon ……... 21
2.5. Persepsi ………... 22
2.6. Analisis SWOT ………..…… 24
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….…. 27
3.2. Ruang Lingkup Penelitian ………..……….… 27
3.3. Data, Parameter, dan Cara Pengumpulan Data ……... 28
3.4. Pendugaan Nilai Ekonomi Total Hutan Gayo Lues ……….…… 30
3.5. Analisis Kebijakan dan Kelembagaan ... 43
3.6. Analisis Persepsi ……….……. 44
3.7. Analisis Strategis ………. 45
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ………... 47
4.2. Karakteristik Masyarakat ……… 52
4.3. Karakteristik Sumberdaya Hutan ………...……… 60
4.4. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) ……….…...…….. 68
4.5. Kondisi Gangguan Sumberdaya Hutan Gayo Lues ………..….. 68
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan Gayo Lues ………… 71
5.2. Analisis Persepsi Masyarakat …..………. 111
5.4. Arahan Strategi Pengelolaan Hutan Gayo Lues ... 149 5.5. Strategi Pengelolaan Hutan Gayo Lues ……… 173
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ……… 183
6.2. Saran ………..……… 184
DAFTAR PUSTAKA ……… 187
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Matrik SWOT ……….……… 26
2. Desa-desa lokasi penelitian…………..………. 27
3. Data dan Parameter……….……….. 29
4. Estimasi biomassa pohon menggunakan persamaan allomatriks …... 42
5. Pertanyaan kepada responden/masyarakat ……….. 44
6. Peringkat skala Likert dan nilai skor persepsi ……….….. 44
7. Luas wilayah berdasarkan Kecamatan ……… 47
8. Ketinggian Tempat dan Luas Wilayah ………... 48
9. Kemiringan lahan dan luas wilayah ……… 48
10. Luas dan jenis tanah………. 49
11. Rata-rata curah dan hari hujan…... ……….. 50
12. Distribusi penduduk Gayo Lues……… 51
13. Jumlah penduduk berdasarkan Pendidikan……… 51
14. Karakteristik sosial ekonomi pencari dan pengguna kayu bakar …… 53
15. Karakteristik sosial ekonomi pencari pakan ternak ……… 53
16. Rincian sumber air untuk kebutuhan rumah tangga ………... 54
17. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pengguna air untuk kebutuhan rumah tangga ………. 56 18. Karakteristik pengguna air sawah ………... 56
19. Karakteristik peladang ……… 57
20. Distribusi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Gunung Leuser ……….. 58 21. Aksessibilitas menuju objek wisata Gunung Leuser ……….. 59
22. Karakteristik sosial ekonomi pengunjung lokal ……….. 60
23. Distribusi fungsi hutan Gayo Lues ………. 60
24. Kondisi tutupan lahan TNGL ………..……… 63
25. Kondisi tutupan lahan hutan Lindung ………. 67
26. Kondisi tutupan lahan hutan produksi ………..…... 67
27. Rincian DAS di wilayah Gayo Lues ……….... 68
28. Nilai ekonomi kayu berdasarkan arahan fungsi hutan ……… 71
29. Nilai ekonomi getah pinus ………... 74
30. Potensi karbon hutan GayoLues berdasarkan tutupan lahan ……….. 75
31. Rekapitulasi potensi karbon berdasarkan arahan fungsi hutan ……... 76
32. Rekapitulasi nilai ekonomi karbon berdasarkan arahan fungsi hutan . 77 33. Rekapitulasi potensi karbon berdasarkan tutupan lahan ………. 78 34. Nilai kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus
35. Nilai ekonomi kayu bakar ………... 82 36. Total nilai ekonomi kayu bakar ……….. 84 37. Nilai kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus
konsumen pencari pakan ternak ………. 87
38. Nilai kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus konsumen pengadaan air rumah tangga ……….
89
39. Total nilai ekonomi kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan suplus konsumen pengadaan air pertanian ………...……….
91
40. Rincian kebutuhan biaya pengadaan solar ……….. 91 41. Total nilai ekonomi air ……… 94 42. Rekapitulasi nilai ekonomi peladang ………..… 96 43. Rincian total kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan
suplus konsumen objek wisata Gayo Lues ………..…...………. 99
44. Hasil wawancara dengan responden tentang nilai ekonomi
pelestarian hutan Gayo Lues ………... 102
45. Beberapa informasi tentang hutan Gayo Lues ……… 104 46. Persepsi dan kesediaan menyumbang responden untuk nilai ekonomi
pilihan ………. 105
47. Persepsi dan kesediaan menyumbang responden untuk nilai ekonomi keberadaan ………..
107
48. Nilai ekonomi total sumberdaya hutan Gayo Lues ………. 110 49. Rata-rata persepsi masyarakat berdasarkan aspek pertanyaan ……... 112 50. Lembaga Pengelolaan Hutan Aceh . ……… 128 51. Variabel Faktor Internal Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap
Pengeloaan Hutan Alam Campuran ……… 130
52. Variabel Faktor Internal Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya
Terhadap Pengelolaan Hutan Alam Campuran ……….. 132
53. Variabel Faktor Eksternal Peluang dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengelolaan Hutan Alam Campuran ………
134
54. Variabel Faktor Eksternal Ancaman dan Nilai Pengaruhnya
Terhadap Pengelolaan Hutan Alam Campuran ………. 137
55. Variabel Faktor Internal Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengelolaan Hutan Pinus ………..
142
56. Variabel Faktor Internal Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengelolaan Hutan Pinus ……….
144
57. Variabel Faktor Eksternal Peluang dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengelolaan Hutan Pinus ………..
147
58. Variabel Faktor Eksternal Ancaman dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengeloaan Hutan Pinus ………
148
59. Variabel Faktor Internal Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Hutan Kemiri ………..
60. Variabel Faktor Internal Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Hutan Kemiri ………
154
61. Variabel Faktor Eksternal Peluang dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Hutan Kemiri ………..
156
62. Variabel Faktor Eksternal Ancaman dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Hutan Kemiri ……….
158
63. Variabel Faktor Internal Kekuatan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengembangan Ekowisata ………
163
64. Variabel Faktor Internal Kelemahan dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengembangan Ekowisata ………...
165
65. Variabel Faktor Eksternal Peluang dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengembangan Ekowisata ………
167
66. Variabel Faktor Eksternal Ancaman dan Nilai Pengaruhnya Terhadap Program Pengembangan Ekowisata ………
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ……….… 10
2. Kategori nilai ekonomi lingkungan hutan tropis ………....… 13
3. Diagram SWOT ……….….. 25
4. Sistem pengaliran air dari bak sekunder ke bak rumah tangga ……... 55
5. Saluran irigasi ……….. 56
6. Kondisi hutan primer di TNGL Gayo Lues ………. 64
7. Tegakan pinus yang sudah terbakar dan anakan pinus alam yang tumbuh secara alami ……… 70 8. Kayu bakar industi batu-bata ………... 83
9. Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro ………... 92
10. Kewenangan pengelolaan hutan Gayo Lues …..………. 126
11. Diagram SWOT pengelolaan hutan alam campuran ……….….. 140
12. Diagram SWOT pengelolaan hutan pinus ….………....….. 150
13. Tegakan kemiri di konversi untuk di tanami tanaman semusim ……. 159
14. Diagram SWOT pengelolaan hutan kemiri rakyat …………...….…. 161
15. Diagram SWOT pengembangan ekowisata ………...…….…. 171
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian ……….…… 197
2. Rincian lembaga dan jumlah responden untuk setiap lembaga …. 198 3. Rincian pengunjung mancanegara yang berkunjung ke objek wisata gunung Leuser ……… 199 4. Peta arahan fungsi hutan ………...……….. 200
5. Peta DAS wilayah Gayo Lues ………...………... 201
6. Rincian perhitungan nilai ekonomi kayu ……….….. 202
7. Rincian perhitungan nilai ekonomi getah pinus .……….. 203
8. Nilai ekonomi karbon hutan Gayo Lues ……… 204
9. Peta Citra Landsat tahun 2009 ....…... 205
10. Peta tutupan lahan Gayo Lues ……...…. 206
11. Rincian tutupan lahan Gayo Lues ……...………...……... 207
12. Rekapitulasi stok karbon pada hutan Gayo Lues ………...… 208
13. Distribusi potensi karbon pada sumberdaya hutan Gayo Lues ….. 209
14. Rincian perhitungan nilai kayu bakar rumah tangga ...………….. 210
15. Rincian perhitungan nilai kayu bakar batu bata ...………. 213
16. Rincian perhitungan nilai ekonomi pakan ternak ...………. 214
17. Rincian perhitungan nilai ekonomi pengadaan air rumah tangga . 217 18. Rincian perhitungan nilai ekonomi pengadaan air pertanian ……. 220
19. Rincian perhitungan nilai ekonomi air pembangkit listrik ……… 223
20. Rincian perhitungan nilai ekonomi peladang ….………... 224
21. Karakteristik pengunjung objek wisata Gayo Lues ...………….... 227
22. Rincian perhitungan nilai ekonomi ekowisata ..………. 228
23. Persepsi masyarakat (nilai skor dan katagori persepsi) ...……….. 231
24. Rekapitulasi peringkat persepsi masyarakat ...……….. 232
25. Peta kawasan ekosistem Leuser ………. 233
26. Perhitungan nilai SWOT Pengelolaan Hutan Alam Campuran …. 234 27. Matrik SWOT Pengelolaan Hutan Alam Campuran ………. 235
28. Perhitungan nilai SWOT Pengelolaan Hutan Pinus ……….. 236
29. Matrik SWOT Pengelolaan Hutan Pinus ………... 237
30. Perhitungan nilai SWOT Pengelolaan Hutan Kemiri Rakyat …… 238
31. Matrik SWOT Pengelolaan Hutan Kemiri Rakyat ……… 239
32. Perhitungan nilai SWOT Pengembangan Ekowisata ……… 240
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh merupakan salah satu kabupaten
yang baru terbentuk setelah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara sesuai
dengan Undang-Undang No 4 tahun 2002, dengan luas wilayah 571.958 ha.
Berdasarkan SK Gubernur Aceh No. 11 Tahun 1999, tentang arahan fungsi hutan,
bahwa luas kawasan hutan 474.630,30 ha (83 % dari luas wilayah), yang teridiri
dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas 202.880,30 ha, hutan
lindung seluas 226.560 ha, hutan produksi seluas 45.190 ha, dan sisanya seluas
97327,70 ha termasuk dalam areal penggunaan laian (APL). Jika dilihat dari
aspek tutupan lahan yang didasarkan pada analisis citra landsat tahun 2009, hutan
Gayo Lues terdiri dari hutan primer seluas 426.558,74 ha, hutan sekunder seluas
36.828,74 ha, hutan pinus seluas 64.294,17 ha, hutan kemiri yang dikelola
masyarakat seluas 7.374,66 ha, dan semak belukar seluas 18.768,42 ha.
Data tersebut menunjukkan bahwa keberadaan hutan Gayo Lues masih
relatif lebih baik, yang ditandai dengan masih terdapatnya hutan alam primer
88,63 %, dari luas kawasan hutan Gayo Lues, dan belum termasuk hutan pinus.
Hal ini antara lain dipengaruhi oleh konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
dengan RI, dan penghentian sementara penebangan (moratorium logging) sesuai dengan Intruksi Gubernur Aceh No. 05/Instr/2007. Disisi lain keberadaan
sumberdaya hutan Gayo lues belum mampu memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat, walaupun pemanfaatan resource-nya lebih banyak, tidak menjadi sektor unggulan/sumber PAD bagi pembangunan Gayo Lues. tidak tersedia data
nilai ekonomi secara terukur, terjadi tumpang tindih kebijakan dan kelembagaan
pengelolaannya, yang berakibat pada kevakuman pengelolaan ditingkat
tapak/lapangan, lemahnya lembaga kehutanan untuk mempersiapkan prakondisi
pengelolaan hutan, terjadi konflik kepentingan antar lembaga, bahkan terjadi open acces, yang tandai dengan semakin maraknya kegiatan perambahan, illegal loggging masih terus berlangsung, begitu juga halnya dengan kebakaran hutan hampir setiap tahun terjadi. Kondisi ini tentunya dalam waktu yang relatif lama
2
menurunkan kemampuan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupan dan
pembangunan.
Kemudian dengan berkembangnya teknologi, pesatnya laju pembangunan
ekonomi, dan pertambahan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya
berbagai kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa yang bersumber dari hasil
hutan. Selain itu pada sumberdaya hutan juga terdapat berbagai komponen
ekonomi yang bermanfaat secara langsung maupun secara tidak langsung kepada
masyarakat, sekaligus dapat digunakan untuk pembangunan Gayo Lues. Untuk
itu pengelolaan sumberdaya hutan secara profesional merupakan suatu strategi
yang tepat, baik melalui pengembangan hutan rakyat, pengembangan ekowisata,
pengembangan hutan pinus, dan pengembangan hutan alam campuran dengan
penerapan sistem silvikultur yang tepat.
Pengembangan hutan kemiri rakyat yang telah dilaksanakan oleh
masyarakat secara turun-temurun mampu memberikan manfaat ekonomi, ekologi
dan sosial. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Gayo Lues bahwa luas hutan
kemiri pernah mencapai 17.560 ha, namun pada tahun 2009 luas hutan kemiri
yang dikelola oleh masyarakat hanya 7.374,66 ha. Keberadaan hutan kemiri ini
menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat, dan juga menjadi komoditi ekspor
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Namun kondisi hutan kemiri dari tahun
ketahun semangkin terjadi penurunan kualitas dan kuantitasnya, baik
produktivitas ekonomi maupun ekologi, bahkan karena harga kemiri yang kalah
bersaing dengan komoditi lain, dan penentuan harga lebih dikendalikan oleh
pengumpul (tengkulak). Faktor ini merupakan permasalahan yang umumnya
ditemukan dalam pengelolaan hutan kemiri rakyat di Gayo Lues, sehingga
tegakan kemiri rakyat tersebut dikonversi untuk ditanami tanaman semusim yang
mempunyai harga lebih tinggi. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian
Silalahi (1982), bahwa faktor status hukum lahan yang paling penting daripada
faktor fisik lingkungan, dan penelitian Yusran (2005), bahwa faktor
ketidakpastian hak penguasaan dan penggunaan lahan hutan merupakan
permasalahan yang umumnya ditemukan dalam pengelolaan hutan kemiri rakyat.
Keberadaan hutan produksi di Gayo Lues dengan luas 45.190 ha,
3
areal penggunaan lain (APL) juga terdapat hutan alam campuran (hutan primer
seluas 6.739,75 ha, dan hutan pinus alam seluas 51.651,03 ha), merupakan suatu
strategi yang tepat, jika dilakukan kegiatan pengelolaan atau pengusahaan dalam
rangka memenuhi kebutuhan kayu. Namun disisi lain keberadaan hutan produksi
tersebut saat ini belum dilakukan pengelolaan, sehingga akan terus terjadi tekanan
yang berakibat pada penurunan kualitas dan kuantitas dari sumberdaya hutan.
Disisi lain program pengembangan pengelolaan hutan produksi akan bertentangan
dengan UUPA No. 11 Tahun 2006, pasal 150, dimana dalam Kawasan Ekosistem
Leuser (KEL) tidak boleh dikeluarkan izin usaha, sementara hutan produksi
tersebut berada dalam kawasan KEL sesuai dengan Kepres No. 33 Tahun 1998,
tentang pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser.
Kawasan TNGL seluas 202.880,30 ha, dan hutan lindung seluas 226.560
hektar, yang didalamnya terdapat berbagai potensi flora dan fauna yang dapat
digunakan sebagai laboratorium alam, serta terdapat beragam potensi alam dan
panorama yang indah, sampai saat ini belum dimanfaatkan keberadaannya. Untuk
itu program pengembangan ekowisata merupakan suatu strategi yang tepat untuk
dilakukan pengembangannya. Namun kondisi saat ini kegiatan wisata hanya
berlangsung secara alami, tanpa dikelola secara profesional, sementara wisatawan
manca negara yang berkunjung ke objek wisata Gayo Lues memperoleh informasi
dari rekan-rekannya yang lebih dahulu berkunjung ke objek wisata tersebut.
Disamping itu selama konflik GAM dengan Pemerintah RI berdampak pada
kegiatan parawisata, dimana wisatawan yang datang terjadi penurunan, bahkan
mulai tahun 2003 – 2005 tidak ada pengunjung yang datang, namun setelah MOU
Helsinky, diikuti dengan kondisi keamanan yang mulai kondusif, maka kunjungan
wisatawan akan semakin meningkat setiap tahunnya, walaupun sebenarnya tidak
didukung oleh sarana dan parasarana ekowisata yang memadai.
Sehubungan dengan uraian tersebut, dan dalam rangka terwujudnya
kelestarian sumberdaya hutan Gayo Lues, sekaligus dapat memberikan nilai
manfaat ekonomi bagi masyarakat, maka penelitian tentang strategi pengelolaan
sumberdaya hutan Gayo Lues sangat penting untuk dilakukan. Untuk itu perlu
dilakukan pengkajian terhadap nilai ekonomi dan manfaat dari hutan, pengkajian
4
terhadap keberadaan dan pengelolaan hutan, serta menganalisis strategis
pengelolaan hutan alam campuran, hutan pinus, hutan kemiri rakyat dan
pengembangan ekowisata, yang pada akhirnya dapat memudahkan dalam
perumusan strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues.
1.2. Perumusan Masalah
Peranan sumberdaya hutan dalam pemenuhan fungsi ekonomi masyarakat,
fungsi sosial dan fungsi ekologi, terutama untuk menjaga kualitas lingkungan.
Selain itu keberadaan sumberdaya hutan dapat memberikan manfaat berbagai
komponen ekonomi kepada masyarakat baik secara langsung maupun secara tidak
langsung, bahkan melalui pengelolaan hutan, baik hutan kemiri rakyat,
pengelolaan hutan alam campuran, pengelolaan hutan pinus, dan pengembangan
program ekowisata dapat melibatkan secara langsung sejumlah masyarakat,
sehingga keberhasilan pengelolaan hutan tersebut akan berdampak langsung
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan mewujudkan kelestarian
hutan. Untuk itu upaya-upaya untuk terus mengembangkan dan meningkatkan
produktivitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan sesuai dengan
karakteristiknya menjadi prioritas pembangunan kehutanan kedepan.
Secara umum keberadaan sumberdaya hutan Gayo Lues pada kondisi tidak
ada pengelolaan ditingkat tapak/lapangan, lemahnya lembaga pengelola untuk
mempersiapkan prakondisi pengelolaan sumberdaya hutan (kepastian kawasan,
penguatan lembaga masyarakat, dan pengelolaan hutan di lapangan seperti: tata
hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan, rehabilitasi, dan perlindungan), yang
diakibatkan oleh tumpang tindih kebijakan dan lembaga pengelola, yang
berdampak pada terjadinya open acces, yang ditandai dengan meningkatnya kegiatan perambahan hutan, illegal logging, dan kebakaran hutan.
Khususnya untuk pengelolaan hutan kemiri rakyat di Gayo Lues telah
lama dilaksanakan oleh masyarakat secara turun-temurun, namun kondisi saat ini
menunjukkan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitasnya, dan sistem
pengelolaannya. Kondisi ini dikarenakan oleh faktor internal masyarakat/petani
dan faktor eksternal yang saling berkaitan. Hal ini memperlihatkan bahwa
perhatian para pihak terhadap hutan kemiri rakyat belum memadai, bahkan belum
5
yang muncul dalam pengelolaan hutan kemiri rakyat adalah; harga produk rendah
yang diakibatkan oleh terbatasnya informasi pasar bagi petani, dan harga lebih
dikendalikan tengkulak, nilai lahan rendah dan produksi menurun yang
diakibatkan oleh belum dilakukannya sistem pengelolaan lahan secara
intensif/sistem silvikultur yang tepat, sehingga menyebabkan laju konversi lahan
untuk peruntukan lain semakin meningkat.
Selanjutnya untuk kegiatan ekowisata di Gayo Lues selama ini hanya
berlangsung secara alamiah, tanpa adanya suatu upaya pengelolaan secara
profesional dari para pihak. Namun disisi lain pada sumberdaya hutan Gayo Lues
terdapat berbagai potensi alami yang dapat mendukung program pengembangan
ekowisata. Untuk itu dalam rangka mewujudkan program pengembangan
ekowisata tersebut terdapat persoalan-persoalan yang akan muncul, antara lain
belum tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
program tersebut.
Berkaitan dengan keberadaan hutan alam campuran dan hutan pinus yang
terdapat pada hutan produksi di Gayo Lues sampai dengan saat ini belum
dilakukan pengelolaan. Namun kenyataannya keberadaan sumberdaya hutan
tersebut tidak terurus, kevakuman pengelolaan di lapangan, sehingga terjadi open acces, yang berakibat pada penurunan kualitas dan kuantitasnya. Disisi lain untuk kemungkinan pengusahaan hutan produksi di Gayo Lues baik untuk hutan alam
campuran maupun hutan pinus permasalahan yang akan dihadapai adalah
terbentur dengan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, dimana
berdasarkan UU 41 Tahun 1999, bahwa kawasan hutan dikelola berdasarkan
arahan fungsi hutan, sedangkan berdasarkan UUPA No 11 Tahun 2006, pasal 150
bahwa dalam kawasan KEL tidak dibolehkan dikeluarkan izin usaha.
Disisi lain sumberdaya hutan Gayo Lues merupakan suatu aset yang
memiliki nilai ekonomi manfaat yang tinggi baik secara langsung maupun secara
tidak langsung untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Namun nilai
ekonomi hutan tersebut yang terukur dengan jelas dan akurat sampai saat ini
belum diketahui, dimengerti dan dipahami oleh para pihak, sehingga para pihak
tidak mampu menjawab dan menjelaskan tentang keterkaitan manfaat sumberdaya
6
Untuk itu akan memperlihatkan rendahnya dukungan para pihak terhadap upaya
pelestarian sumberdaya hutan itu sendiri.
Keberadaan sumberdaya hutan Gayo Lues tidak terlepas dari berbagai
kepentingan para pihak, termasuk masyarakat sekitar hutan. Untuk itu
sehubungan dengan program pengelolaan hutan Gayo Lues perlu diketahui
persepsi masyarakat sekitar hutan yang terkait dengan sumberdaya hutan tersebut.
Disamping itu program pengelolaan hutan ini sangat terkait dengan kelembagaan
atau keberadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk itu
perlu dianalisis terhadap peraturan perundang-undangan tersebut.
Sehubungan dengan uraian tersebut maka muncul beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Berapakah nilai ekonomi total hutan Gayo Lues.
b. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengelolaan
hutan Gayo Lues.
c. Bagaimanakah kebijakan dan kelembagaan pengelolaan hutan Gayo Lues
d. Faktor-faktor strategis apakah yang berpengaruh terhadap pengelolaan hutan
kemiri rakyat, pengelolaan hutan alam campuran, pengelolaan hutan pinus,
dan program pengembangan ekowisata.
e. Bagaimanakah rumusan strategi pengelolaan hutan Gayo Lues yang dapat
melestarikan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
1.3. Tujuan
Tujaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pendugaan nilai ekonomi hutan Gayo Lues secara komprehensif
(Nilai Ekonomi Total), dan kontribusinya terhadap masyarakat sekitar hutan. b. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan dan pengelolaan hutan
Gayo Lues.
c. Mengetahui kelembagaan pengelolaan hutan Gayo Lues
d. Menemukan faktor-faktor strategis (internal dan eksternal) yang berpengaruh
terhadap pengelolaan hutan Gayo Lues
7
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian adalah sebagai bahan masukan kepada para pihak
khususnya penentu kebijakan dalam perumusan kebijakan pengelolaan
sumberdaya hutan Gayo Lues.
1.5. Kerangka Pemikiran
Penanganan permasalahan pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues,
baik permasalahan pada pengelolaan hutan kemiri rakyat, permasalahan
pengelolaan hutan alam campuran dan hutan pinus, permasalahan pada program
pengembangan ekowisata, yang sangat komplek, dan menyangkut dengan
komponen masyarakat, komponen fisik alami, serta faktor internal dan faktor
eksternal yang mempengaruhinya. Untuk itu upaya pemecahannya perlu
diformulasikan secara bersama, komprehensif, dan melibatkan berbagai disiplin
ilmu, dalam hal ini diperlukan analisis-analisis yang bersifat teknis maupun
analisis yang bersifat sosial ekonomi, kebijakan dan kelembagaan, serta analisis
strategis.
Secara umum kondisi hutan Gayo Lues dari tahun ketahun menunjukkan
kecenderungan penurunan kualitas dan kuantitasnya. Ini disebabkan oleh
tumpang tindih kebijakan dan lembaga pengelolanya, yang berakibat pada
lemahnya lembaga dalam mempersiapkan prakondisi pengelolaan hutan, tidak ada
pengelolaan ditingkat tapak/lapangan, terjadinya konflik antar lembaga, yang
berakibat pada terjadinya open acces. Pada pengelolaan hutan kemiri rakyat permasalahan utama yang muncul adalah harga produk rendah, nilai lahan rendah,
penurunan produksi, dan status kepemilikan lahan, akibat dari permasalahan ini
dapat terjadi laju konversi lahan untuk peruntukan lain semakin meningkat, dan
menurunkan suplai hasil kemiri, sehingga terjadi penurunan dari fungsi ekologis,
dan keberadaan hutan kemiri rakyat tersebut tidak akan lestari. Sedangkan untuk
hutan alam campuran dan hutan pinus saat ini lebih bersifat open acces, sehingga kegiatan perambahan lahan, illegal logging terus terjadi, dan kedepan jika dilakukan kegiatan pengelolaan akan terbentur dengan beberapa kebijakan atau
peraturan, dan lembaga yang tumpang tindih. Dalam hal ini terdapat kebijakan
atau aturan yang boleh melakukan kegitan pengelolaan sesuai dengan arahan
8
dalam kawasan KEL, dimana hutan produksi tersebut termasuk dalam wilayah
KEL. Selanjutnya persoalan yang muncul terkait dengan program pengembangan
ekowisata, adalah belum tersedianya sarana-prasarana yang mendukung program
tesebut. Disamping itu belum diketahuinya potensi karbon pada hutan Gayo Lues
yang dapat diperdagangkan, dan dapat dimanfaatkan untuk mensejahterakan
masyarakat sekitar hutan, sekaligus dapat melestarikan keberadaan hutan. Begitu
juga halnya dengan nilai ekonomi dari berbagai komponen ekonomi yang dapat
diberikan oleh hutan, terutama kepada masyarakat sekitar hutan, dan para pihak
lainnya.
Manfaat-manfaat dari sumberdaya hutan dapat dikuantitatifkan dalam
bentuk uang (moneter). Dalam hal ini dilakukan pendekatan berdasarkan pada
konsep kesediaan membayar (willingness to pay/WTP) dari setiap individu. Setiap jenis manfaat dari sumberdaya hutan yang mempunyai pasar, maka dalam
penentuan nilai ekonominya digunakan berdasarkan harga pasar. Namun jika
pasar tidak tersedia, maka dapat dibangun atau diciptakan pasar baru.
Teknik-teknik penilaian yang akan digunakan sangat tergantung pada pertimbangan
karakteristik dari sumberdaya hutan yang akan dinilai. Penilaian ini dilakukan
terhadap semua jenis manfaat dari sumberdaya hutan, yang pada akhirnya
diperoleh nilai ekonomi total (total economic value) dari sumberdaya hutan tersebut. Nilai ekonomi total ini akan dapat digunakan sebagai salah satu dasar
dalam penentuan arah kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan
Gayo Lues.
Analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
kewenangan pengelolaan hutan Gayo Lues dilakukan content analysis, yaitu analisis terhadap isi dari peraturan perundang-undangan tersebut, sehingga
didapatkan peraturan perundang-undangan tersebut yang saling mendukung atau
bertentangan satu sama lainnya, yang akan berpengaruh terhadap keberadaan dan
pengelolaan hutan Gayo Lues. Disamping itu dilakukan analisis persepsi
masyarakat sekitar hutan dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan kemiri
rakyat, pengelolaan hutan alam campuran, hutan pinus, dan pengembangan
program ekowisata. Dari analisis persepsi ini diperoleh kategori dan peringkat
9
Sehubungan dengan diketahuinya berbagai informasi tentang, persepsi
masyarakat, hasil analisis peraturan perundang-undangan, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi produktifitas hutan kemiri rakyat, faktor-faktor yang
mempengaruhi pengusahaan hutan alam campuran, dan hutan pinus, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi program pengembangan ekowisata, maka selanjutnya
dilakukan analisis strategis dengan menggunakan analisis SWOT dan analisis
AHP untuk menemukan peubah-peubah strategis dan nilai pengaruhnya
masing-masing terhadap sistem pengelolaan hutan kemiri rakyat, hutan alam campuran,
hutan pinus, dan program pengembangan ekowisata. Tahapan selanjutnya adalah
dilakukan analisis dengan menggunakan diagram dan matrik SWOT untuk
merumuskan arahan strategi, yang dijabarkan dalam bentuk strategi pengelolaan
sumberdaya hutan Gayo Lues. Untuk lebih jelasnya tentang kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian ini secara skematis di sajikan pada Gambar 1.
1.6. Kebaruan (Novelty)
Suatu penelitian dapat disebut memiliki kebaruan (novelty) jika terdapat tiga kriteria yaitu: ilmiah (scholar), terdepan dibidangnya (advance), dan fokus (focus). Untuk itu penelitian mengenai strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues Provinsi Aceh ini dibangun berdasarkan ketiga kriteria tersebut.
Pertama, proses penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah,
dimana metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif,
yaitu yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Kedua, berdasarkan review
hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan, dan penelusuran di perpustakaan IPB, belum
ditemukan adanya penelitian yang berkaitan strategi pengelolaan sumberdaya
hutan Gayo Lues, Provinsi Aceh. Ketiga, fokus penelitian ini adalah melihat
secara langsung permasalahan dalam pengelolaan hutan alam campuran,
pengelolaan hutan pinus, pengelolaan hutan kemiri rakyat, dan pengembangan
ekowisata, yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi pengelolaan
sumberdaya hutan yang lebih baik dibandingkan kondisi saat ini, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan
Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon
yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan
(Soerianegara dan Indrawan, 1988). Lebih lanjut berdasarkan UU 41 tahun 2001,
hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
LEI, (1999), keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan adalah :
1) Kelestarian fungsi produksi (ekonomi)
Adanya kepastian penggunaan lahan sebagai kawasan hutan, status
penataan batas kawasan hutan, kualitas fisik tata batas, perencanaan dan
implementasi penataan hutan menurut tipe-tipe dan fungsi hutan,
pengorganisasian kawasan yang menjamin kegiatan produksi yang kontinyu,
produksi yang sesuai dengan kemampuan produktivitas hutan, meminimumkan
tingkat pembalakan, serta meminimumkan dampak perubahan penutupan lahan
akibat perambahan, alih fungsi kawasan hutan, kebakaran dan gangguan lainnya.
2) Kelestarian fungsi ekologi
Meletakkan proporsi yang proposional antara pemanfaatan hutan dengan
fungsi ekologi hutan, sehingga tidak menimbulkan dampak kerusakan hutan yang
pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan hilangnya
keanekaragaman hayati.
3) Kelestarian fungsi sosial
Adanya kejelasan batas antara kawasan konsensi dengan kawasan
komunitas setempat yang terdelinasi secara jelas, adanya jaminan akses
pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat setempat, sebagai sumber-sumber
ekonomi komunitas masyarakat disekitar hutan, komunitas masyarakat disekitar
hutan dapat mengakses kesempatan kerja dan peluang berusaha serta
meminimalisasi dampak kerusakan sumberdaya hutan.
Pada sepuluh tahun belakangan, kegiatan pengelolaan hutan berkelanjutan
12
iklim, dan konservasi keanekragaraman hayati. Keberlanjutan (Sustainabilty) digunakan untuk menggambarkan tujuan tanpa kecuali, atau setidak-tidaknya
merupakan sesuatu hal yang tidak dapat disanggah keberadaannya, Schlaepfer dan
Elliott (2000). Dalam dokumen The Rio Declaration on Enviroment and
Development memasukkan 27 prinsip yang menggambarkan tentang perlindungan
lingkungan termasuk, pertimbangan ekologi yang mempengaruhi kepada
pembangunan berkelanjutan. Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah: (1)
masyarakat adalah pusat perhatian bagi kegiatan pembangunan berkelanjutan.
Mereka berhak atas kesehatan dan kehidupan produktif yang harmonis dengan
alam. (2) Pembangunan yang benar harus memenuhi keseimbangan antara
pembangunan dan kebutuhan keberadaan lingkungan bagi generasi akan datang.
(3) Perlindungan lingkungan merupakan bagian yang terintegrasi dengan proses
pembangunan dan tidak dapat diabaikan keberadaannya. (4) Harus
mengakomodasikan semangat dalam kerjasama global dalam kegiatan konservasi,
perlindungan dan pengawetan kesehatan serta keberadaan di dalam ekosistem
bumi. (5) Dalam upaya perlindungan lingkungan, tindakan pencegahan
seharusnya penerapannya diperluas sesuai dengan kemampuan negara tersebut.
(6) Perlu dilakukan pemantauan dampak lingkungan sebagai suatu alat nasional
yang dijalankan bagi suatu aktivitas yang dapat berdampak negatif bagi
lingkungan.
2.2. Penilaian Sumberdaya Hutan
Nilai merupakan persepsi seseorang, yaitu harga yang diberikan terhadap
sesuatu pada waktu dan tempat tertentu. Ukuran harga dapat ditentukan oleh
waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki,
menggunakan atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa yang diinginkannya.
Adapun penilaian adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep
dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Davis dan Johnson 1987).
Lebih lanjut Davis dan Johnson (1987) menyatakan bahwa untuk melakukan
penilaian ekonomi sumberdaya hutan diperlukan identifikasi kondisi bio-fisik
sumberdaya hutan dan sosial budaya masyarakat setempat untuk mengkualifikasi
setiap indikator nilai berupa hasil hutan, jasa fungsi ekosistem hutan, serta atribut
13
Klasifikasi Nilai Ekonomi Total sumberdaya hutan menurut Pearce (1992)
dalamMunasighe (1994), secara skematis, dapat dilihat pada Gambar 2.
\
Gambar 2. Kategori Nilai Ekonomi Lingkungan Hutan Tropis
(Sumber: Munasinghe, 1994 yang mengadaptasi dari Pearce, 1992)
Secara matematis Nilai Total Ekonomi tersebut berdasarkan klasifikasi
cara atau proses penggunaannya dapat dinyatakan sebagai berikut :
TEV = UV + NUV atau TEV + [DUV + IUV] + [BV + EV],
dimana :
TEV : Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) Kawasan Konservasi
UV : Use Value (Nilai Penggunaan)
NUV : Non-use Value (Nilai Bukan Penggunaan) DUV : Direct Use Value (Nilai Penggunaan Langsung)
IUV : Indirect Use Value (Nilai Penggunaan Tidak Langsung) OV : Option Value (Nilai Pilihan)
BV : Bequest Value (Nilai Warisan) EV : Existence Value (Nilai Keberadaan)
Secara rinci mengenai klasifikasi nilai-nilai tersebut di atas, dengan
mengadaptasi Pearce (1992) dalam Munasighe (1994), Bahruni (1999), dan
Effendi (2001) dapat dijelaskan sebagai berikut :
NILAI PENGGUNAAN NILAI NON-PENGGUNAAN
NILAI PENGGUNAAN langsung di masa depan
NILAI KEBERADAAN
Decreasing “tangiability” of value to individual
NILAI EKONOMI TOTAL
14
1. Nilai Penggunaan (Use Value)
Nilai penggunaan (use value) terdiri dari nilai penggunaan langsung (Direct Use Value), nilai penggunaan tidak langsung (Indirect Use Value), dan nilai pilihan (Option Value).
a. Nilai penggunaan langsung
Nilai penggunaan langsung adalah nilai atau manfaat dari sumberdaya
alam dan ekosistem hutan Gayo Lues yang diperoleh secara langsung melalui
konsumsi atau produksinya. Nilai penggunaan langsung meliputi
manfaat-manfaat yang dapat dihitung sebagai manfaat-manfaat yang diperoleh dari kawasan hutan,
seperti hasil hutan berupa kayu dan non kayu, dan air bersih yang dihasilkan.
b. Nilai penggunaan tidak langsung
Nilai penggunaan tidak langsung adalah nilai atau manfaat yang diperoleh
secara tidak langsung dari sumberdaya hutan yang memberikan jasa pada aktivitas
ekonomi atau mendukung kehidupan manusia. Untuk hutan Gayo Lues, nilai
guna tidak langsung adalah manfaat-manfaat fungsional dari proses-proses
ekologi yang secara terus menerus memberikan peranannya pada masyarakat dan
ekosistem. Peran hutan Gayo Lues secara terus menerus sebagai pengatur tata air,
perlindungan dan pengendalian banjir, pengatur iklim mikro, mendukung
kehidupan global (menyerap karbon dan mengendalikan perubahan iklim),
wahana penelitian dan pendidikan konservasi, siklus nutrisi, dan mendukung
kesehatan masyarakat.
c. Nilai pilihan
Nilai pilihan adalah nilai harapan untuk masa yang akan datang terhadap
sumberdaya hutan, yang didasarkan pada penilaian berapa besarnya seorang
individu atau masyarakat mau membayar (willingness to pay = WTP) untuk melindungi kawasan hutan dalam rangka kepentingan masa depan. Bagi hutan
Gayo Lues, nilai guna meliputi manfaat-manfaat sumberdaya hutan yang
disimpan atau dipertahankan untuk kepentingan yang akan datang.
Keanekaragaman tumbuhan dan satwa pada hutan Gayo Lues merupakan
sumberdaya alam yang disisihkan untuk dimanfaatkan di masa datang, dimana
keberadaan sumberdaya hutan tersebut pada umumnya belum diketahui secara
15
2. Nilai Non-pengunaan (Non Use Value)
Nilai non-penggunaan (Non Use Value) terdiri dari 2 kategori yaitu: kategori nilai warisan (Bequest Value) dan nilai keberadaan (Existence Value).
a. Nilai Warisan
Nilai warisan adalah nilai yang didasarkan pada suatu keinginan individu
atau masyarakat untuk mewariskan sumberdaya hutan kepada generasi yang akan
datang. Bagi hutan Gayo Lues nilai warisan adalah korbanan yang diberikan
masyarakat yang hidup saat ini untuk menjaga kelestarian hutan agar tetap utuh
untuk diberikan pada generasi yang akan datang.
b. Nilai Keberadaan
Nilai keberadaan adalah nilai yang bukan dihasilkan dari institusi pasar
dan tidak ada kaitannya dengan fungsi perlindungan asset produktif atau proses
produksi secara langsung maupun tidak langsung. Nilai keberadaan hutan Gayo
Lues adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat, baik itu penduduk setempat
maupun masyarakat lainnya terhadap kawasan hutan Gayo Lues atas manfaat
spiritual, estetika, dan kultural.
Pendekatan penilaian sumberdaya hutan umumnya menggunakan
pendekatan harga pasar atau pasar pengganti. Menurut Hufschmidt et al. (1983) dan Munasighe (1993), pendekatan nilai pasar merupakan teknik analisis biaya
manfaat dengan menggunakan harga pasar. Pendekatan harga pasar pengganti
didasarkan pada harga substitusi untuk menilai barang dan jasa lingkungan yang
tidak ada harganya. Pada prinsipnya metode penilaian sumberdaya hutan dapat
dilakukan melalui pendekatan berdasarkan harga pasar dan kesediaan untuk
membayar (WTP). Dalam kondisi pasar tidak mengalami penyimpangan, WTP
akan sama dengan harga pasar, tidak akan dapat memberikan perkiraan yang
akurat mengenai WTP, (Davis dan Johnson 1987).
Surplus konsumen merupakan selisih antara kesediaan membayar dengan
jumlah yang dibayarkan oleh konsumen untuk suatu produk. Ini menunjukan
bahwa konsumen mendapat nilai lebih dari harga yang dibayarnya. Surplus
konsumen mencerminkan manfaat yang diperoleh, karena konsumen dapat
16
Kesediaan membayar dan surplus konsumen sering digunakan sebagai
ukuran dalam menentukan nilai sumberdaya (Davis and Jonhnson, 1987). Teknik
penilaian yang didasarkan pada permintaan individu dengan menggunakan
pendekatan kesediaan membayar pada dasarnya sama dengan kesediaan
membayar sekelompok individu pada berbagai tingkatan manfaat (Darusman,
1993). Teknik ini telah digunakan antara lain dalam menentukan nilai air untuk
rumah tangga dan pertanian (Darusman, 1995), permintaan jasa hidrologi
(Widarti, 1996), permintaan rekreasi (Darusman, 1993; Darusman dan Bahruni,
1993), dan nilai manfaat Taman Nasional Gunung Halimun bagi masyarakat
(Widada, 2004)
2.3. Analisis Kelembagaan
Dalam kehidupan masyarakat politik atau perekonomian telah ada
struktur, dan struktur-struktur itu adalah fungsi-fungsi yang dibuat oleh manusia
yang mengatur hubungan-hubungan antar manusia di dalam masyarakat yang
bersangkutan. Struktur dimaksud terdiri dari campuran yang rumit antara
aturan-aturan, norma-norma, konvensi-konvensi, dan perilaku karena kepercayaan
(behavioral belief), yang kesemuanya membentuk cara-cara bagaimana orang-orang bertindak untuk mencapai tujuannya. Lebih lanjut ia mengalaborasi bahwa
proses-proses pembentukan struktur sesungguhnya diawali dari adanya keyakinan
tentang sesuatu, kemudian diterjemahkan ke dalam institusi, dan kemudian
institusi diterjemahkan kedalam cara-cara perekonomian bekerja (berperilaku)
dari waktu ke waktu (North, 2000).
Menurut Hayami dan Ruttan, (1985) kelembagaan atau institusi adalah
aturan-aturan yang berlaku di masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi
koordinasi antara orang-orang yang terlibat. Sedangkan menurut Pakpahan,
(1990), institusi merupakan suatu sistem yang komplek, rumit, abstrak yang
mencakup idiologi, huku m, adat istiadat, aturan, kebiasaan yang tidak terlepas
dari lingkungan. Kelembagaan mencakup organisasi (players of the game), hak-hak atas sumberdaya alam, peraturan perundang-undangan (rules of the game) struktur pasar, pengetahuan dan informasi, serta proses-proses politik di dalam
pemerintahan. Keputusan dan tindakan sangat ditentukan oleh kelembagaan
17
kelembagaan merupakan inovasi manusia untuk mengatur atau mengontrol
interdependensi antar individu atau kelompok masyarakat terhadap sesuatu.
Berdasarkan difinisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa institusi berkenaan dengan aturan formal dan informal yang
mengarahkan perilaku individu, organisasi dan masyarakat.
Van den Berg (2001), mengemukakan bahwa alasan mengapa institusi
diperlukan adalah karena individu, kelompok atau perusahaan mempunyai dua
pilihan cara untuk memperkaya dirinya yaitu memproduksi sesuatu yang berharga
atau dengan mengambil sesuatu yang berharga dari orang lain. Tetapi
kesejahteraan nasional hanya meningkat jika ada peningkatan produksi, transfer
kekayaan (termasuk kekayaan alam) hanya berperan sebagai redistribusi dari
output yang telah ada. Masyarakat secara keseluruhan hanya meningkat standar
hidupnya jika output perkapita meningkat. Jadi institusi akan mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat jika ia dapat mengarahkan usaha-usaha
masyarakat pada aktivitas produktif. Institusi mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kinerja ekonomi sebagai dikemukakan oleh Coase (1998) dalam Manard
(2000), yang mengutip Adam Smith sebagai berikut :
”Produktivitas ekonomi tergantung pada spesialisasi, tetapi spesialisasi hanya mungkin kalau pertukaran (exchange) dan biaya pertukaran lebih murah, makin banyak spesialisasi makin produktif sebuah sistem ekonomi. Sedangkan biaya pertukaran (biaya transaksi) sangat tergantung pada institusi yang bekerja di suatu negeri, oleh karena itu institusi akan menentukan kinerja ekonomi”.
Dalam kiatannya dengan pengelolaan hutan Wells (1997) dalam Ismanto
(2010) menyatakan bahwa insentif untuk konservasi biodiversitas hanya akan
efektif apabila didukung oleh kerangka intitusional yang tepat. Disamping
peraturan yang dirancang secara seksama juga diperlukan organisasi yang
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan, memantau, menegakan (enforcing) dan mengevaluasi kebijakan tersebut pada tingkat lokal, nasional atau
internasional.
18
kewenangan (jurisdictional boundary), hak pemilikan (property rights) dan aturan representasi/keterwakilan (rule of representation).
Menurut Schmid (1987) hak pemilikan adalah menggambarkan hubungan
individu dengan yang lainnya terhadap sumberdaya alam atau sesuatu. Hak
merupakan instrumen untuk mengendalikan hubungan saling ketergantungan
manusia dan merupakan pemecahan terhadap siapa memperoleh apa. Menurut
Commons (1968) dalam Ostrom (2003) hak pemilikan merupakan sebuah
penyelenggaraan kewenangan (otoritas) untuk melakukan aksi tertentu pada
sebuah domain yang tertentu. Lebih lanjut Ostrom (2003) menyatakan bahwa hak
pemilikan menjelaskan aksi yang dapat dilakukan oleh individu dalam
hubungannya dengan individu lain berkenaan dengan sesuatu. Jika seseorang
memiliki hak, maka seseorang tersebut mempunyai kewajiban yang sepadan atas
haknya tersebut. Menurut Bromley (1991) sebagaimana diacu Hanna dan
Munashinghe (1995) hak pemilikan merupakan kumpulan hak yang diberikan di
mana telah didefenisikan secara jelas hak dan kewajiban di dalam pemanfaatan
sumberdaya alam.
Menurut Arifin (2001) pada hakekatnya terdapat empat hak kepemilikan
atas sumberdaya yang sangat berbeda satu dengan lainnya, yakni:
1) Milik Negara (state property). Pada individu mempunyai kewajiban untuk mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau departemen yang
mengelola sumberdaya itu. Demikian pula, departemen yang bersangkutan
mempunyai hak untuk memutuskan aturan main penggunaannya. Contoh
sumberdaya alam milik Negara ini adalah lahan hutan, mineral serta
sumberdaya pertambangan, dan sumberdaya alam lainnya yang dikuasai
Negara untuk hajat hidup orang banyak.
2) Milik pribadi (private property). Para individu pemilik mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya sesuai aturan dan norma yang berlaku (socially acceptable uses) serta memiliki kewajiban untuk menghindari pemanfaatan sumberdaya yang eksesif dan tak dapat dibenarkan menurut kaidah norma
19
3) Milik umum (common property). Kelompok masyarakat yang berhubungan dengan sumberdaya milik umum mempunyai hak untuk tidak
mengikutsertakan individu lain yang bukan berasal dari kelompok itu,
disamping kewajiban untuk mematuhi statusnya orang luar. sementara itu,
setiap anggota kelompok masyarakat yang terikat dalam sistem sosial tertentu
untuk mengelola sumberdaya mempunyai hak dan kewajiban untuk
memelihara kelestariannya sesuai dengan aturan yang disepakati bersama.
Misalnya, tanah marga atau sebidang tanah dipedesaan atau air irigasi (sistem
subak di Bali), dimana penduduk yang terikat dalam kelompok sosial yang
ada dapat memanfaatkan dan mengelolanya secara bersama berdasarkan
norma hidup dan budaya yang berlaku.
4) Tak bertuan (open access). Dalam hal ini tidak ada unsur kepemilikan atas sumberdaya tersebut sehingga orang dari kelompok sosial manapun hanya
memiliki privilis (privilege), siapa cepat dia dapat, tetapi bukan hak.
Menurut Schlager dan Ostrom (1992) hak-hak terkait dengan sumberdaya
antara lain; 1) Hak akses (access rights) adalah hak untuk memasuki suatu area sumberdaya yang memiliki batas-batas yang jelas dan untuk menikmati manfaat
non ekstraktifnya. 2) Hak pemanfaatan (withdrawal rights) adalah hak untuk memanfaatkan suatu unit sumberdaya atau produk dari suatu sistem sumberdaya
(misalnya menangkap ikan). 3) Hak pengelolaan (management rights) adalah hak untuk mengatur pola pemanfaatan secara internal atau menentukan aturan
operasional pemanfaatan sumberdaya. 4) Hak eksklusi (exclusion rights) adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan bagaimana hak
akses tersebut dialihkan ke pihak lain (menentukan keikutsertaan-mengeluarkan
pihak lain). 5) Hak pengalihan (alienation rights) adalah hak untuk menjual dan menyewakan sebagian atau seluruh hak-hak kolektif tersebut di atas.
Selanjutnya konsep batas yurisdiksi dapat memberi arti batas otoritas yang
dimiliki sesuatu lembaga dalam mengatur sumberdaya (Rachman et al. 2002). Menurut Kartodihardjo (2008) batas yurisdiksi menentukan siapa dan apa yang
tercakup dalam organisasi. Implikasi ekonomi dari adanya batas yurisdiksi adalah
batas suatu HPH, misalnya, untuk melakukan aktivitas ekonomi seperti batas
20
dalam Suhaeri (2005) menjelaskan bahwa batas kewenangan diartikan sebagai
batas wilayah kekuasaan yang dimiliki seseorang terhadap sumberdaya alam.
Mengingat sumberdaya hutan Gayo Lues memiliki karakteristik dapat
dimanfaatkan secara bersama, maka persoalan batas kewenangan menjadi penting
dalam merefleksikan keinginan para penggunaannya. Berdasarkan konsep batas
yurisdiksi sebagaimana disampaikan diatas, maka batas yuridiksi berkenaan
dengan alokasi sumberdaya hutan Gayo Lues merupakan batas kewenangan yang
dimiliki suatu lembaga dalam mengatur sumberdaya hutan Gayo Lues. Di
samping itu dalam konteks pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues batas
yurisdiksi menunjukkan bahwa bagaimana institusi mengatur siapa yang tercakup
dan apa yang diperoleh (siapa memperoleh apa).
Kartodiharjo, (2008) menjelaskan bahwa aturan representasi merupakan
perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan
organisasi. Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi
terhadap apa dalam pengambilan keputusan. Hal ini tercermin dalam proses
pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap
kinerja akan ditentukan oleh kaidah-kaidah representasi yang digunakan dalam
pengambilan keputusan. Menurut Rachman (1999) dalam Rachman et al. (2002) keputusan yang diambil dan akibat kinerja akan ditentukan oleh kaidah
representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan kolektif.
Dengan demikian aturan keterwakilan mengatur siapa yang berhak terlibat dalam
proses pengambilan keputusan, keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya
terhadap kinerja yang ingin dicapai. Apabila mengingatkan perubahan alokasi
dan distribusi sumberdaya secara keseluruhan dapat dilakukan dengan aturan
keterwakilan.
Selanjutnya North, (1990), menjelaskan bahwa peranan utama institusi
dalam masyarakat adalah mengurangi ketidakpastian dengan membuat struktur
yang stabil pada interaksi manusia. Perubahan institusi adalah proses yang rumit
karena perubahan merupakan konsekuensi perubahan dalam aturan, dalam batasan
informal, dan dalam macam keefektifan penegakan. Selanjutnya institusi berubah
secara perlahan dan tidak terputus-putus. Bagaimana dan mengapa mereka