• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualiation Berbantuan Kartu Masalah terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Peserta Didik pada Materi Pokok Dimensi Tiga Kelas X SMA N 1 Comal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualiation Berbantuan Kartu Masalah terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Peserta Didik pada Materi Pokok Dimensi Tiga Kelas X SMA N 1 Comal"

Copied!
258
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE

TEAM ASSISTED

INDIVIDUALIZATION

(TAI) BERBANTUAN KARTU

MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN

DAN KOMUNIKASI PESERTA DIDIK PADA MATERI

POKOK DIMENSI TIGA KELAS X SMA NEGERI 1

COMAL

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Korina Puspitasari

4101407031

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul:

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted

Individualiation (TAI) Berbantuan Kartu Masalah terhadap Kemampuan

Penalaran dan Komunikasi Peserta Didik pada Materi Pokok Dimensi Tiga Kelas X SMA N 1 Comal

disusun oleh:

Korina Puspitasari 4101407031

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 9 Agustus 2011.

Panitia,

Ketua Sekretaris

Dr. Kasmadi Imam S., M.S. Drs. Edy Soedjoko, M.Pd.

195111151979031001 195604191987031001

Ketua Penguji

Dr. Kartono, M. Si 195602221980031002

Anggota Penguji/ AnggotaPenguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Kusni, M.Si Dr. Mulyono, M.Si

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Agustus 2011

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

(6)

vi

KATA PENGANTAR

(7)

vii

5. Dr. Mulyono, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

(8)

viii

ABSTRAK

Puspitasari, Korina. 2011. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualiation Berbantuan Kartu Masalah terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Peserta Didik pada Materi Pokok Dimensi Tiga Kelas

X SMA N 1 Comal. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Kusni, M.Si dan Pembimbing Pendamping Dr. Mulyono, M.Si.

Kata Kunci: Keefektifan model pembelajaran, Team Assisted Individualization

(TAI), Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika.

Pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah saat ini masih banyak didominasi oleh guru dan kurang terkait dengan pengalaman peserta didik. Hal ini mengakibatkan terabainya salah satu aspek kecakapan yang harus dimiliki peserta didik yaitu penalaran dan komunikasi. Salah satu model pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika peserta didik secara efektif yaitu model pembelajaran kooperarif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui: (1) hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI berbantuan kartu masalah pada pokok bahasan dimensi tiga memenuhi standar ketuntasan minimal yang telah ditetapkan oleh sekolah atau tidak yaitu 75% peserta didik dapat mencapai nilai minimal 70, (2) rata-rata hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI berbantuan kartu masalah dibanding dengan rata-rata hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi matematika peserta didik menggunakan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan dimensi tiga.

Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Comal tahun pelajaran 2010/2011. Sampel penelitian adalah peserta didik kelas X-8 sebagai kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan peserta didik kelas X-7 sebagai kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional. Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi dan tes. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata dan uji proporsi.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil belajar peserta didik kelas eksperimen sebesar 78,36 dan kelas kontrol sebesar 73,85. Dari hasil uji proporsi pihak kanan diketahui bahwa hasil belajar peserta didik kelas eksperimen yang memenuhi ketuntasan minimum telah melampaui 75% yang artinya hasil belajar kelas eksperimen mencapai ketuntasan pada aspek penalaran dan komunikasi matematika. Selanjutnya, dari hasil uji perbedaan dua rata-rata diketahui bahwa rata-rata hasil belajar peserta didik kelas eksperimen lebih dari rata-rata hasil belajar peserta didik kelas kontrol.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Pembatasan Istilah ... 10

1.6. Sistematika Penulisan Skripsi ... 13

2. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ... 15

(10)

x

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 15

2.1.2 Teori-Teori yang Melandasi Pembelajaran Matematika ... 19

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif ... 25

2.1.4 TAI ... 27

2.1.5 Kartu Masalah ... 30

2.1.6 Model Pembelajaran Konvensional ... 31

2.1.7 Kemampuan Penalaran dan Komunikasi ... 32

2.1.8 Tinjauan Materi ... 34

2.2. Kerangka Berpikir ... 44

2.3. Hipotesis Penelitian ... 47

3. METODE PENELITIAN ... 49

3.1 Populasi dan Sampel ... 49

3.1.1 Populasi ... 49

3.1.2 Sampel ... 49

3.2 Variabel Penelitian ... 50

3.2.1 Variabel Bebas ... 50

3.2.2 Variabel Terikat ... 51

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4 Rancangan Penelitian ... 52

3.5 Instrumen Penelitian ... 53

3.6 Metode Analisis Data ... 60

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

(11)

xi

4.1.1 Pelaksanaan Pembelajaran ... 70

4.1.2 Hasil Analisis Data Tes ... 71

4.2. Pembahasan ... 75

5. PENUTUP ... 83

5.1. Simpulan ... 83

5.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Rancangan Penelitian ... 52

3.2. Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 57

3.3. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal Uji Coba ... 59

4.1. Hasil Belajar Siswa ... 72

4.2. Rangkuman Hasil Uji Normalitas ... 73

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Teorema Garis Tegak Lurus Bidang ... 35

2.2 Syarat Garis Tegak Lurus Bidang ... 35

2.3 Proyeksi Titik pada Garis ... 36

2.4 Proyeksi Garis pada Garis ... 37

2.5 Proyeksi Titik pada Bidang ... 37

2.6 Proyeksi Garis pada Bidang Jika Garis Sejajar Bidang ... 38

2.7 Proyeksi Garis pada Bidang Jika Garis tegak lurus Bidang ... 38

2.8 Proyeksi Garis pada Bidang Jika Garis memotong bidang ... 39

2.9 Jarak Titik ke Titik ... 39

2.10 Jarak Titik ke Garis ... 40

2.11 Jarak Titik ke Bidang ... 40

2.12 Jarak Garis dan Bidang yang Sejajar ... 41

2.13 Jarak Dua Bidang Sejajar ... 42

2.14 Jarak Dua Garis Sejajar ... 42

2.15 Jarak Dua Garis Bersilangan Cara I ... 44

2.16 Jarak Dua Garis Bersilangan Cara II ... 45

2.17 Skema Kerangka Berfikir ... 47

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 88

2. Daftar Peserta Didik Kelas Kontrol ... 89

3. Daftar Peserta Didik Kelas Uji Coba Instrumen ... 90

4. Daftar Nama Anggota Kelompok Belajar dengan TAI ... 91

5. Data Awal Mid Semester Matematika Kelas Eksperimen ... 92

6. Data Awal Mid Semester Matematika Kelas Kontrol ... 93

7. Uji Normalitas Data Awal Kelas Kontrol ... 94

8. Uji Normalitas Data Awal Kelas Eksperimen ... 96

9. Uji Homogenitas Data Awal ... 98

10. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Awal ... 99

11. Kisi-Kisi Tes Uji Coba ... 100

12. Soal Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika 105 13. Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Uji Coba ... 107

14. Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika 123 15. Perhitungan Validitas Butir Soal ... 124

16. Perhitungan Reliabilitas Tes ... 126

17. Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 128

18. Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 129

19. Analisis Soal Tes Uji Coba Kemampuan Komunikasi Matematika ... 131

20. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 01 Kelas Eksperimen ... 134

(15)

xv

22. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 03 Kelas Eksperimen ... 146

23. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 01 Kelas Kontrol ... 153

24. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 02 Kelas Kontrol ... 159

25. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 03 Kelas Kontrol ... 164

26. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) 01 ... 171

27. Kunci Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) 01 ... 174

28. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) 02 ... 177

29. Kunci Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) 02 ... 179

30. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) 03 ... 182

31. Kunci Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) 03 ... 184

32. Kartu 01 ... 187

33. Kunci Jawaban Kartu 01 ... 188

34. Kartu 02 ... 191

35. Kunci Jawaban Kartu 02 ... 192

36. Kartu 03 ... 195

37. Kunci Jawaban Kartu 03 ... 196

38. Kuis 01 ... 197

39. Kunci Jawaban Kuis 01 ... 198

40. Kuis 02 ... 202

41. Kunci Jawaban Kuis 02 ... 203

42. Kuis 03 ... 205

43. Kunci Jawaban Kuis 03 ... 206

(16)

xvi

45. Kunci Jawaban Pekerjaan Rumah (PR) 01 ... 211

46. Pekerjaan Rumah (PR) 02 ... 212

47. Kunci Jawaban Pekerjaan Rumah (PR) 02 ... 213

48. Pekerjaan Rumah (PR) 03 ... 215

49. Kunci Jawaban Pekerjaan Rumah (PR) 03 ... 216

50. Soal Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika ... 219

51. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika 221 52. Data Hasil Tes Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 232

53. Data Hasil Tes Peserta Didik Kelas Kontrol ... 233

54. Uji Normalitas Data Hasil Tes Kelas Eksperimen ... 234

55. Uji Normalitas Data Hasil Tes Kelas Kontrol ... 236

56. Uji Homogenitas Data Hasil Tes ... 238

57. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Hasil Tes ... 239

58. Uji Proporsi Satu Pihak ... 240

59. Daftar Nilai Persentil untuk Distribusi Chi-Kuadrat ... 242

60. Tabel Harga Kritik dari Uji t ... 243

61. Harga Kritik dari r Product Moment ... 244

62. Daftar F ( Untuk Nilai z) ... 245

63. Dokumentasi Hasil Penelitian ... 246

64. Surat Usulan Dosen Pembimbing ... 248

65. Surat Izin Penelitian ... 249

(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan dan ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat akhir-akhir ini. Kita dituntut untuk melakukan inovasi di bidang pendidikan agar kualitas pendidikan terus meningkat. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan pendidikan matematika.

(18)

satu kompetensi yang dimiliki oleh guru sebagai salah satu komponen pembaharuan pendidikan adalah memiliki kemampuan dalam membelajarkan peserta didik agar konsep yang akan disampaikan kepada peserta didik jelas serta peserta didik senang selama mengikuti proses pembelajaran. Diharapkan adanya perubahan pada peserta didik dari: mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding); dari belajar individual ke kooperatif. Kecakapan atau kemahiran dalam pembelajaran matematika yang harus dikuasai oleh peserta didik mencakup aspek (a) pemahaman konsep, (b) penalaran dan komunikasi, (c) pemecahan masalah.

Penalaran (reasoning) dan komunikasi merupakan dua hal yang sangat berkaitan. Peserta didik yang mempunyai penalaran tinggi cenderung dapat mengkomunikasikan idenya dengan baik. Salah satu isi Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 dalam TimPPPG Matematika Yogyakarta (2005: 59) menyebutkan bahwa penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan peserta didik dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Penalaran dan komunikasi harus dimiliki peserta didik guna memperoleh hasil pembelajaran yang optimal, karena dengan adanya kekurangan tersebut proses pembelajaran lebih lanjut akan terganggu. Hal ini dapat dilihat dari tahapan berikut yaitu pemecahan masalah yang tentunya membutuhkan kemahiran dalam penalaran dan komunikasi terlebih dahulu.

(19)

menciptakan kondisi dan situasi di dalam kelas yang mampu memotivasi peserta didik. Selama ini peserta didik hanya bermodal rumus untuk menyelesaikan soal-soal matematika tanpa disertai pemahaman yang mendalam. Pada umumnya guru menyampaikan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Hal ini seringkali menimbulkan kebosanan pada peserta didik, kurang mampu memecahkan masalah, dan monoton sehingga peserta didik kurang termotivasi untuk belajar. Kebosanan peserta didik dalam belajar matematika menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif dan kurang terlibat dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat mendorong peserta didik untuk aktif berperan dalam proses pembelajaran. Di sinilah peran seorang guru sangat dibutuhkan untuk dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan serta mampu menciptakan suasana yang kondusif, menarik serta mampu memotivasi peserta didik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Ada berbagai macam model pembelajaran salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif.

(20)

tim dalam menyelesaikan atau membahas masalah atau tugas (Suherman, 2004:260).

(21)

TAI diharapkan dapat mengubah paradigma peserta didik yang semula menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tidak hanya dibutuhkan kompetensi guru yang memadai serta penggunaan model pembelajaran yang tepat, tetapi didukung juga dengan media pembelajaran yang cukup menarik. Kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting dalam proses belajar mengajar karena dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, ketidakjelasan materi yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Melalui media, pembelajaran menjadi lebih menarik, mempersingkat waktu pembelajaran, dan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization

menggunakan kartu masalah, kemudian peserta didik mendiskusikan dalam kelompok sehingga terjadi percakapan dapat membantu peserta didik mengembangkan kemampuan ilmiah dan argumen yang logis. Kartu masalah dalam penelitian ini berisi soal-soal penalaran dan komunikasi dan dibuat dengan tampilan yang menarik. Dengan demikian, peserta didik lebih bersemangat dalam mengerjakan soal-soal penalaran dan komunikasi, perhatian peserta didik terhadap materi pembelajaran lebih terarah dan meningkat, dan aktivitas peserta didik meningkat sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif.

(22)

tiga. Kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam materi dimensi tiga adalah menentukan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga, menentukan jarak dari titik ke garis dan dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga dan menentukan besar sudut antara garis dan bidang dan antara dua bidang dalam dimensi tiga. Khususnya untuk menentukan jarak dalam ruang diperlukan materi prasayarat proyeksi dan ketegaklurusan. Akan tetapi beberapa guru kurang memberikan perhatian pada penyampaian materi prasyarat tersebut. Hal ini mengakibatkan peserta didik kurang mampu menguasai materi tersebut dengan baik.

Pokok bahasan dimensi tiga merupakan materi abstrak dan memerlukan kemampuan penalaran yang tinggi dan nantinya diharapkan peserta didik juga dapat mengkomunikasikan jawabannya kepada guru atau peserta didik lainnya baik secara lisan maupun tertulis. Oleh karena itu, dalam pembelajaran materi pokok dimensi tiga diperlukan kemampuan penalaran dan komunikasi dalam menyelesaikan soal.

(23)

memenuhi syarat kemampuan dimensi tiga mereka dapat membangun dasar yang kuat sebelum melangkah ke tahap selanjutnya. Sering kali para peserta didik menjadi sangat frustasi karena mereka tidak bisa memahami, dan sebagai akibatnya mereka gagal dalam ujian dan kuis. Dengan menggunakan TAI dalam pembelajaran peserta didik yang bersangkutan jadi mampu bekerja pada tingkat kemampuan mereka sendiri dan meraih sukses. Peserta didik yang belum menguasai materi dapat berdiskusi bersama bernalar dan berkomunikasi dengan peserta didik yang sudah menguasai dalam kelompoknya. Disinilah kemampuan bernalar peserta didik akan berkembang yang sangat dibutuhkan dalam materi dimensi tiga. Mereka ingin melakukan yang terbaik untuk menambah poin tim mereka dan jadi mampu untuk melakukan yang terbaik karena mereka bekerja pada taraf kemampuan mereka sendiri. Menurut Slavin (2010:200), untuk sebagian besar dari pengajaran matematika, para peserta didik dalam penerapan model pembelajaran TAI mempelajari materi secara individual mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, numerasi dan aljabar. Selama tiga kali dalam seminggu, guru menghentikan program individual dan menggunakan waktu seminggu untuk mengajar kemampuan geometri, pengukuran, dan strategi pemecahan masalah.

(24)
(25)

telah ditetapkan oleh sekolah atau tidak yaitu 75% peserta didik dapat mencapai nilai minimal 70.

2. Mengetahui rata-rata hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI berbantuan kartu masalah dibanding dengan rata-rata hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi matematika peserta didik menggunakan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan dimensi tiga.

1.4

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini: 1. Bagi peserta didik

a. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI berbantuan kartu masalah dapat meningkatkan motivasi dan daya tarik peserta didik terhadap pelajaran matematika.

b. Menumbuhkan rasa kebersamaan, berpikir kreatif, kemampuan bekerja sama, dan kemampuan berkomunikasi.

c. Meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi peserta didik. d. Peserta didik merasa senang karena dilibatkan.

2. Bagi Guru

a. Dapat memperbaiki sistem pembelajaran sehingga memberikan layanan yang terbaik bagi peserta didik.

(26)

c. Termotivasi mengadakan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran, meningkatkan kemampuan guru, dan membuat guru lebih bersemangat.

1.5

BATASAN ISTILAH

1.5.1 Keefektifan

Menurut Poerwadarminto(1999:266) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, efektif berarti ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya). Jadi keefektifan adalah suatu usaha atau tindakan yang membawa keberhasilan. Adapun yang dimaksud keberhasilan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) berbantuan kartu masalah pada kemampuan penalaran dan komunikasi peserta didik dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dikatakan efektif apabila memenuhi kriteria sebagai berikut.

1. Hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan berbantuan kartu masalah pada pokok bahasan dimensi tiga dapat memenuhi KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu minimal 75% peserta didik dapat mencapai nilai minimal 70.

(27)

1.5.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada kerjasama kelompok dimana kelompok tersebut saling bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama (Suherman, 2004:260).

1.5.3 TAI (Team Assisted Individualization)

TAI (Team Assisted Individualization) adalah salah satu tipe model

(28)

hasil diskusinya di depan kelas. Menjelang akhir waktu guru memberikan latihan tes formatif sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai.

1.5.4 Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada peserta didik di dalam kelas dengan cara berbicara diawal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan, guru bersama peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti.

1.5.5 Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

(29)

komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan peserta didik dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika.

1.5.6 Kartu Masalah

Kartu masalah merupakan media pembelajaran atau perlengkapan yang termasuk dalam media grafis atau visual. Kartu masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kartu yang di dalamnya termuat masalah-masalah yang berhubungan dengan materi matematika khususnya materi dimensi tiga. Kartu masalah dalam penelitian ini difungsikan sebagai alat bantu dalam pembelajaran menggunakan Team Assisted Individualization.

1.5.7 Pokok Bahasan Dimensi Tiga

Merupakan salah satu kompetensi dasar yang diberikan pada kelas X. Dalam pelaksanaan penelitian ini dibatasi hanya pada sub materi menghitung jarak antara dua titik, jarak antara titik dan garis, jarak antara titik dan bidang, jarak garis ke garis, jarak garis ke bidang, dan jarak bidang ke bidang.

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar sistematika skripsi ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir yang di uraikan sebagai berikut.

1.6.1. Bagian awal skripsi

Berisi judul, lembar pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

1.6.2. Bagian isi skripsi

(30)

Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2: LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

Berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan yang dibuat dalam kegiatan ini meliputi belajar, pembelajaran matematika, teori-teori yang melandasi pembelajaran matematika, pembelajaran kooperatif, Team

Assisted Individualization, kartu masalah, model pembelajaran konvensional,

kemampuan penalaran dan komunikasi, materi jarak dalam ruang, kerangka berpikir, dan hipotesis.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Metode Penelitian terdiri dari metode penentuan objek, variabel penelitian, metode pengumpulan data, rancangan penelitian, instrumen penelitian, metode analisis data, dan hasil ujicoba instrumen penelitian.

BAB 4: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan.

BAB 5: PENUTUP

Penutup berisi tentang simpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran yang diberikan peneliti berdasarkan simpulan.

1.6.3. Bagian akhir skripsi

(31)

15

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Matematika

2.1.1.1. Pengertian Belajar

Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan penting. Belajar menurut Anni (2005:2) merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar merupakan aktivitas seseorang yang dilakukan untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman (Baharuddin, 2007:12). Perubahan tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Dengan perubahan-perubahan tersebut, tentunya pembelajar akan terbantu dalam memecahkan masalah hidupnya dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

(32)

(2) Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula tafsiran lain tentang belajar yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Dibandingkan dengan pengertian pertama maka jelas tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.

Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai batasan-batasan belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya pengalaman yang sama dan berulang-ulang dalam situasi tertentu serta berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan keterampilan, kebiasan, sikap, pengetahuan, dan pemahaman. Sedang yang dimaksud pengalaman dalam proses belajar tidak lain adalah interaksi antara individu dengan lingkungannya. 2.1.1.2. Pengertian Pembelajaran

Menurut Briggs (dalam Sugandi, 2004:9) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si belajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan. Teori belajar mendeskripsikan pembelajaran adalah sebagai berikut:

(33)

(2) Cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berpikir agar memahami apa yang dipelajari (Kognitif).

(3) Memberikan kepada si belajar untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.

2.1.1.3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

2.1.1.3.1 Prinsip Pembelajaran bersumber pada teori behavioristik

Menurut Hartley dan Davies (dalam Sugandi, 2004:10) pembelajaran dapat menimbulkan perasaan yang baik bila si belajar berpartisipasi secara aktif, materi disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara sistematis dan logis, tiap respon si belajar diberi balikan dan disertai penguatan.

2.1.1.3.2 Prinsip Pembelajaran Bersumber pada Teori Kognitif

Reiley dan Lewis (dalam Sugandi, 2004:10) menjelaskan 8 prinsip pembelajaran yang digali dari teori Bruner dan Ausuble bahwa pembelajaran akan bermakna bila:

(1) Menekankan akan makna dan pemahaman,

(2) Mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan, tapi perlu disertai proses transfer secara lebih luas,

(3) Menekankan adanya pola hubungan,

(4) Menekankan pembelajaran prinsip dan konsep,

(5) Menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif,

(6) Obyek pembelajaran seperti apa adanya dan tidak disederhanakan dalam bentuk eksperimen dalam situasi laboratoris,

(34)

(8) Perlunya memanfaatkan pengajaran perbaikan yang berakna. 2.1.1.3.3 Prinsip Pembelajaran Bersumber pada Teori Humanistik

Menurut teori Humanistik, belajar bertujuan memanusiakan manusia. Anak berhasil dalam belajar jika ia dapat mengaktualisasikan dirinya dengan lingkungan maka pengalaman dan aktivias si belajar merupakan prinsip penting dalam pembelajaran humanistik.

2.1.1.4. Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para peserta didiknya, yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, bakat, minat, dan kebutuhan peserta didik terhadap matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik dalam mempelajari matematika tersebut (Suyitno, 2004:2)

Pembelajaran yang efektif menuntut beberapa kemampuan guru sebagai berikut.

(1) Merancang bahan belajar (stimulus) yang mampu menarik dan memotivasi peserta didik untuk belajar.

(2) Menggunakan berbagai strategi pembelajaran. (3) Mengelola kelas agar tertib dan teratur.

(4) Menjadi narasumber, fasilitator, dan motivator yang handal. (5) Terampil memberikan pertanyaan dan balikan.

(35)

2.1.2 Teori-Teori yang Melandasi Pembelajaran Matematika

Berikut ini akan diuraikan teori-teori belajar menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut.

2.1.2.1 Teori Belajar Piaget

Menurut pandangan Piaget (Trianto, 2007:14) perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran menjadi lebih logis.

Piaget (dalam Sugandi, 2004:44) mengemukakan tiga prinsip utama pembelajaran, yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi social, dan belajar lewat pengalaman sendiri. Dengan belajar aktif pengetahuan akan terbentuk dari dalam subjek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif peserta didik, perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan peserta didik belajar sendiri misalnya dengan melakukan percobaan, mengajukan pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri atau dengan melakukan penemuan.

(36)

karena bekerjanya skema ini. Skema ini berkembang secara kronologis, sebagai interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Hubungan teori belajar Piaget dengan penelitian ini ditunjukkan melalui sebuah pembelajaran yang mengandung muatan konstruktivisme. Peserta didik diharapkan aktif dalam masyarakat atau belajar berkelompok, khususnya berargumentasi dan berdiskusi untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik dapat belajar melalui pengalaman sendiri.

2.1.2.2 Teori Belajar Bruner

Teori Bruner disebut pembelajaran penemuan (inkuiri) adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Menurut Bruner (dalam Trianto, 2007:26) belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, siswa harus aktif mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci daripada hanya sekedar menerima penjelasan guru. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

(37)

terlibat dalam memanipulasi objek. Pada tahap ikonik, kegiatan yang dilakukan peserta didik berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasi. Peserta didik tidak langsung memanipulasi objek-objek seperti yang dilakukan anak dalam tahap enaktif. Pada tahap simbolik peserta didik memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Peserta didik tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya tetapi tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real.

Hubungan teori belajar Bruner pada penelitian ini dengan pembelajaran TAI ditunjukkan melalui sebuah pembelajaran yang mengandung muatan menemukan dalam mencari penyelesaian masalah melalui penalaran serta mengkomunikasikan hasilnya. Peserta didik mampu menalar dan mengkomunikasikan cara-cara yang tepat dari suatu masalah.

2.1.2.3 Teori Belajar Vygotsky

(38)

Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri.

Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama, dikehendakinya susunan kelas yang berbentuk pembelajaran kooperatif antarsiswa, sehingga peserta didik dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing zone of proximal development mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri (Trianto, 2010:77).

Hubungan teori belajar Vygotsky merupakan bagian kegiatan untuk pembelajaran TAI melalui bekerja dalam kelompok kecil. Melalui kelompok ini peserta didik saling berdiskusi bernalar dan berkomunikasi memecahkan masalah yang diberikan dengan saling bertukar ide dan temuan sehingga dapat digeneralisasi atau disimpulkan.

2.1.2.4 Teori Belajar Van Hiele

(39)

bagaimana teori belajar yang dikemukakan ahli pendidikan, khusus dalam bidang geometri. Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri.

Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahap belajar anak dalam geometri. Tahap-tahap tersebut menjelaskan tentang bagaimana anak berpikir dan jenis ide-ide geometri apa yang dipikirkan, bukan berapa banyak pengetahuan yang dimiliki (Suherman, 2003: 51). Tahap-tahap anak belajar geometri yaitu sebagai berikut.

(1) Tahap Visualisasi

Pada tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu.

(2) Tahap Analisis

(40)

(3) Tahap Dedukasi Informal

Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun, kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya anak-anak sudah mampu memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaanya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar.

(4) Tahap Deduksi

Pada tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, disamping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil.

(5) Tahap Akurasi (Rigor)

Pada tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.

(41)

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu implikasi dari teori Vygotsky. Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil peserta didik yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Suherman, 2003:260). Setiap peserta didik berusaha memberikan kontribusi pada upaya kelompoknya karena mereka memandang imbalan yang diterima kelompoknya sama dengan penghargaan pada diri mereka. Pembelajaran kooperatif dapat membantu peserta didik berinteraksi satu sama lain, menghasilkan ide-ide, dan membuat kesimpulan melalui diskusi, seperti yang dinyatakan oleh N. N. Pandey dan Kaushal Kishore (2003:53-54).

Cooperative learning can help students interact with each other, generate alternative ideas and make inferences through discussion. Thus, it provides the ingredients for higher thought processes to occur and sets them to work on realistic and adult-like tasks.

(42)

dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para peserta didik bekerja secara kooperatif, hal-hal tersebut meliputi:

(1) Para peserta didik yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari suatu tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.

(2) Para peserta didik yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.

(3) Untuk mencapai hasil yang maksimum, para peserta didik yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Akhirnya para peserta didik yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan peserta didik mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok yang terorganisasi dan terkelola dimana peserta didik bekerja secara kooperatif dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran (akademik, afektif, dan sosial).

Muhfida (2010) mengungkapkan ciri-ciri pembelajaran kooperatif meliputi:

(1) untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama

(43)

(3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.

(4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.

2.1.4 TAI (Team Assisted Individualization)

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual.

TAI merupakan upaya untuk merancang suatu bentuk intruksi individual yang dapat memecahkan masalah dengan cara peserta didik bekerja dalam tim pembelajaran kooperatif dan bertanggung jawab atas manajemen dan pengecekan rutin, untuk membantu menyelesaikan masalah satu sama lain, dan untuk mendorong satu sama lain mencapai tujuan, seperti yang dinyatakan oleh Slavin (2009:98).

TAI math began as an attempt to design a form of individualized instruction that would solve the problems that had made earlier individualized programs ineffective. By having students work in cooperative learning teams and take responsibility for routine management and checking, for helping one another with problems, and for encouraging one another to achieve, teachers can free themselves to provide direct instruction to small homogeneous groups of students drawn from the heterogenous teams. The instructional focus is on the concepts behind the algorithms students are learning in their individualized work. This arrangement provides for the direct instruction lacking in most individualized methods.

(44)

guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Model pembelajaran tipe TAI ini memiliki 8 komponen, kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 peserta didik.

(2) Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada peserta didik atau melihat rata-rata nilai harian peserta didik agar guru mengetahui kelemahan peserta didik pada bidang tertentu.

(3) Student Creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan

menciptakan dimana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.

(4) Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada peserta didik yang membutuhkan.

(5) Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil kerja

kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

(6) Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang

(45)

(7) Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh peserta didik.

(8) Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhiri waktu

pembelajaran dengan strategi penalaran dan komunikasi (Suyitno, 2004: 8). Adapun tahap-tahap dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai berikut.

(1) Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok peserta didik.

(2) Guru memberikan pre-test kepada peserta didik atau melihat rata-rata nilai harian peserta didik agar guru mengetahui kelemahan peserta didik pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test).

(3) Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group).

(4) Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian peserta didik, setiap kelompok 4-5 peserta didik. (Mengadopsi komponen Teams).

(5) Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS (Lembar Kerja Siswa) yang telah dirancang sendiri sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya. (Mengadopsi komponen Team Study).

(46)

(7) Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen Fact Test).

(8) Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and

Team Recognition).

(9) Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.

2.1.5 Kartu Masalah

Kartu masalah merupakan media pembelajaran atau perlengkapan yang termasuk dalam media grafis atau visual. Ide-ide matematika dapat dipelajari peserta didik melalui instruksi-instruksi, pertanyaan-pertanyaan, dan latihan yang ditulis pada kartu masalah. Melalui kartu masalah, peserta didik akan menyerap konsep-konsep matematika dan menyelesaikan masalah-masalah (Djamarah, 2006:142). Dengan demikian peserta didik akan mampu mengembangkan keterampilan berpikir untuk menyelesaikan masalah.

Menurut Hudojo (2005: 90-91) cara menyusun kartu masalah harus memenuhi kriteria berikut.

(1) Konsep matematika/generalisasi merupakan tujuan.

(2) Materi harus diarahkan ke menemukan konsep/generalisasi. (3) Materi harus menarik.

(4) Petunjuk yang ditulis di kartu harus jelas.

(5) Tampilan kartu harus menarik, mengutamakan bentuk, dan warna.

(47)

(1) Peserta didik akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang didasarkan pada pengalamannya sendiri karena dituntut mengerjakan menurut kemampuannya.

(2) Prinsip psikologi terpenuhi yaitu konsep generalisasi berjalan dari hal konkret ke abstrak.

(3) Peserta didik dapat menemukan konsep sehingga memungkinkan untuk mentransfer ke masalah lainnya yang relevan.

(4) Meningkatkan aktivitas peserta didik karena memungkinkan saling bekerjasama dalam arti pertukaran ide.

2.1.6 Model pembelajaran konvensional

Pendidikan yang berorientasi pada guru adalah pendidikan yang konvensional, yang hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru. Keuntungan model pembelajaran konvensional adalah memudahkan untuk mengefisienkan akomodasi dan sumber-sumber peralatan dan mempermudah penggunaan jadwal yang efektif. Dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran konvensional.

(48)

latihan sendiri/ dapat bertanya temanya atau diminta guru untuk mengerjakan di papan tulis. Meskipun dalam hal terpusatnya kegiatan pembelajaran masih kepada guru, tetapi dominasi guru sudah banyak berkurang.

2.1.7 Kemampuan Penalaran dan komunikasi

Dalam Suharta (2003:148) menyebutkan bahwa penalaran dan komunikasi merupakan dua hal yang sangat berkaitan. Peserta didik yang mempunyai penalaran tinggi cenderung dapat mengkomunikasikan idenya dengan baik. Penalaran dan komunikasi sangat esensial dalam matematika dan kehidupan sehari-hari.

Penalaran (reasoning) adalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya. Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika.

(49)

sederhana. Kemampuan penalaran adalah kemampuan yang menunjuk pada proses berpikir dalam rangka mengambil keputusan atau kesimpulan menurut aturan tertentu.

(50)

Menarik kesimpulan dari pernyataan, (6) Memeriksa kesahihan suatu argumen, (7) Menemukan pola atau sifat gejala sistematis untuk membuat generalisasi. Penilaian kemampuan penalaran dan komunikasi peserta didik dapat dilakukan saat peserta didik sedang belajar memahami konsep-konsep matematika atau saat peserta didik memecahkan masalah.

2.1.8 Tinjauan Materi

Pokok Bahasan dalam penelitian ini adalah dimensi tiga. Dimensi tiga dalam pembelajaran matematika adalah materi yang mempelajari keruangan atau benda yang memiliki ruang atau yang biasa disebut dengan bangun ruang. Materi dimensi tiga yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi jarak pada ruang dimensi tiga yang meliputi: jarak antara dua titik, jarak antara titik dan garis, jarak antara titik dan bidang, jarak antara dua garis, jarak antara garis dan bidang, dan jarak antara dua bidang.

Untuk dapat menentukan jarak perlu dikuasai berbagai hal sebagai

prasyarat. Selain algoritma dalam aritmetika dan aljabar dasar, kompetensi dalam geometri dasar dan dasar-dasar geometri ruang yang diperlukan untuk menguasai persoalan jarak adalah kompetensi dalam

(1)menggunakan sifat-sifat khusus yang berlaku dalam bangun-bangun datar tertentu;

(2)menentukan hubungan kedudukan antara titik, garis, dan bidang; (3)menentukan proyeksi sebuah titik pada sebuah garis;

(51)

(6)menggunakan syarat garis tegak lurus bidang dan implikasi dari garis tegak lurus bidang; dan

(7)menggunakan teorema Phytagoras dan teorema-teorema jarak termasuk rumus dalam trigonometri.

[image:51.612.136.507.222.612.2]

2.1.9.1Garis Tegak Lurus pada Bidang

Gambar 2.1 Teorema Garis Tegak Lurus Bidang

Gambar 2.2 Syarat Garis Tegak Lurus Bidang

Syarat garis k bidang α :

1. Ada dua buah garis yang

terletak pada bidang α (misal

garis m dan l)

2. Dua garis tersebut saling

berpotongan

3. Masing-masing garis tegak

lurus dengan garis k ( m k dan

l k )

Teorema: sebuah garis tegak

(52)

Kesimpulan-kesimpulan Hal Garis Tegak Lurus pada Bidang

(53)
(54)
[image:54.612.134.506.263.592.2]

1. Jika garis sejajar bidang

Gambar 2.6 Proyeksi Garis pada Bidang Jika Garis Sejajar Bidang

(55)
(56)

(3) Jarak Titik ke Bidang

(57)

Gambar 2.12 Jarak Garis dan Bidang yang Sejajar (5) Jarak dua bidang sejajar

Jarak antara dua bidang yang sejajar adalah panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap dua bidang tersebut. Jarak antara bidang dan bidang yang sejajar dapat digambarkan sebagai berikut.

(1) Mengambil sebarang titik P pada bidang .

(2) Membuat garis k yang melalui titik P dan tegak lurus bidang . (3) Garis k menembus bidang di titik Q.

[image:57.612.131.503.94.657.2]

(4) Panjang ruas garis PQ = Jarak antara bidang dan bidang yang sejajar.

Gambar 2.13 Jarak Dua Bidang Sejajar

Wirodikromo(2007:286-294)

O

g

P

k

P

Q

k

P

Q

(58)

(6) Jarak dua garis sejajar

Jarak antara dua garis sejajar adalah panjang ruas garis yang tegak lurus terhadap kedua garis tersebut. Jarak antara dua garis sejajar (misal garis g dan garis h) dapat digambarkan sebagai berikut.

(1) Membuat bidang yang melalui garis g dan garis h (Teorema 4).

(2) Membuat garis l yang memotong tegak lurus terhadap garis g dan garis h, misal titik potongnya berturut-turut A dan B.

[image:58.612.129.504.227.533.2]

(3) Ruas garis AB = jarak antara garis g dan garis h yang sejajar.

Gambar 2.14 Jarak Dua Garis Sejajar (7) Jarak Dua Garis Bersilangan

Jarak antara dua garis bersilangan adalah panjang ruas garis tegak lurus persekutuan dari kedua garis bersilangan tersebut. Jarak antara garis g dan h yang bersilangan sama dengan:

(1) Jarak antara garis g dan bidang yang melalui garis h dan sejajar dengan garis g.

(2) Jarak antara bidang-bidang dan yang sejajar sedangkan melalui a dan melalui b.

Jarak antara dua garis yang bersilangan (misal garis g dan garis h) dapat digambarkan dengan dua cara sebagai berikut.

l

g

(59)

Cara I

(1) Membuat sebarang garis g’ // g yang memotong garis h.

(2) Karena garis g’ berpotongan dengan garis h sehingga dapat dibuat sebuah bidang misal bidang .

(3) Mengambil sebarang titik pada garis g, misal titik P.

(4) Melalui titik P dibuat garis tegak lurus bidang sehingga menembus bidang di titik P’.

(60)
(61)

dalam perjalanan panjang pendidikan di Indonesia. Dimana dunia pendidikan mengalami reformasi besar-besaran dengan diberlakukannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang memberikan otonomi dan kewenangan yang begitu besar kepada sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan, ujung tombak sistem pendidikan. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah baik sekolah dasar maupun sekolah menengah yang dinilai memegang peranan penting dalam membentuk peserta didik menjadi berkualitas.

Pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah saat ini masih banyak didominasi oleh guru, dimana guru sebagai sumber utama pengetahuan, cenderung text book dan kurang terkait dengan pengalaman peserta didik. Akibatnya, peserta didik pasif dalam pembelajaran dan terkesan membosankan. Kecakapan atau kemahiran dalam pembelajaran matematika mencakup aspek (a) pemahaman konsep, (b) penalaran dan komunikasi, (c) pemecahan masalah.

Penalaran dan komunikasi harus dimiliki peserta didik guna memperoleh hasil pembelajaran yang optimal, karena dengan adanya kekurangan tersebut proses pembelajaran lebih lanjut akan terganggu. Hal ini dapat dilihat dari tahapan berikut yaitu pemecahan masalah yang tentunya membutuhkan kemahiran dalam penalaran dan komunikasi terlebih dahulu.

(62)

digunakan untuk mencoba meningkatkan penalaran dan komunikasi. Dalam pembelajaran dengan menggunakan TAI ini, setiap peserta didik secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Guru memberikan bantuan secara individual bagi peserta didik yang memerlukannya.

(63)

2.3

HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah

(1) Hasil belajar kemampuan penalaran dan komunikasi matematika dengan model pembelajaran TAI berbantuan kartu masalah pada pokok bahasan dimensi tiga dapat memenuhi standar ketuntasan minimal yang telah

Kartu Masalah Masalah:

1. Pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah saat ini masih banyak didominasi oleh guru.

2. Peserta didik pasif dalam pembelajaran dan terkesan membosankan.

3. Kemampuan penalaran dan komunikasi peserta didik pada materi pokok dimensi tiga kurang.

Pembelajaran dengan menggunakan Team

Assisted Individualization.

+

Hasil:

1. Pembelajaran lebih menarik sehingga peserta didik antusias dalam mengikuti kegiatan belajar mangajar.

(64)

ditetapkan oleh sekolah yaitu 75% peserta didik dapat mencapai nilai minimal 70.

(65)

49

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.

Populasi dan Sampel

3.1.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai karakteristik tertentu yang diterapkan peneliti untuk mempelajari dan menarik kesimpulan (Sugiyono, 2007:61). Populasi penelitian ini adalah semua peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Comal tahun ajaran 2010/ 2011 sebanyak 366 peserta didik yang terdiri dari 9 yakni kelas X-1, kelas X-2, kelas X-3, kelas X-4, kelas X-5, kelas X-6, kelas X-7, kelas X-8, dan kelas X-9.

Seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Comal dipandang sebagai satu kesatuan populasi dengan alasan:

(1) Kesembilan kelas yang menjadi populasi dalam penelitian ini mendapat jumlah jam pelajaran yang sama, fasilitas yang sama sehingga dapat dikatakan populasi tersebut mempunyai kondisi yang relatif sama.

(2) Materi yang diajarkan untuk masing-masing kelas dalam populasi tersebut mempunyai alokasi waktu yang sama.

3.1.2 Sampel

(66)

penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Cluster random sampling

dalam penelitian ini dilakukan dengan cara undian.

Pengambilan dilakukan dengan cara undian karena keadaan dari masing-masing kelas relatif sama. Asumsi tersebut didasarkan pada alasan:

(1) Peserta didik mendapatkan materi pada kurikulum yang sama.

(2) Peserta didik yang menjadi objek penelitian duduk pada tingkat kelas yang sama.

(3) Pembagian kelas tidak berdasarkan rangking.

Dengan menggunakan teknik Cluster random sampling diperoleh peserta didik dari dua kelas sebagai kelas sampel, yaitu kelas X-7 sebanyak 40 siswa sebagai kelas kontrol dan kelas X-8 sebanyak 42 siswa sebagai kelas eksperimen, sedangkan untuk kelas uji coba diambil satu kelas yaitu kelas X-5 sebanyak 40 siswa.

3.2.

Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2006:118). Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.2.1 Variabel bebas

(67)

3.2.2 Variabel terikat

Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yang disebut dengan variabel Y (Arikunto, 2006:121). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan penalaran dan komunikasi peserta didik pada materi pokok dimensi tiga.

3.3.

Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Metode Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya (Arikunto, 2006:158). Metode ini dilakukan untuk memperoleh data nilai mid matematika semester genap peserta didik kelas X. Nilai tersebut digunakan untuk mengetahui homogenitas populasi.

3.3.2 Metode Tes

(68)

3.4.

Rancangan Penelitian

[image:68.612.132.513.212.631.2]

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini disajikan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Kelompok Perlakuan Tes

Eksperimen Pembelajaran kooperatif tipe TAI berbantuan kartu masalah.

Tes

Kontrol Pembelajaran konvensional. Tes

Adapun rancangan yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Menentukan populasi penelitian.

(2) Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan teknik cluster random

sampling.

(3) Setelah ditentukan sampel penelitian, kemudian untuk mengetahui apakah sampel penelitian berangkat dari titik tolak yang sama maka perlu diadakan uji normalitas data awal, uji homogenitas data awal, dan uji kesamaan dua rata-rata tahap awal. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data nilai mid semester II peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol. (4) Menentukan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan

model pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

(69)

(6) Menyusun kisi tes dan menyusun instrumen uji coba berdasarkan kisi-kisi yang ada.

(7) Instrumen uji coba diujikan pada kelas uji coba (kelas diluar kelas eksperimen dan kelas kontrol) yang sebelumnya telah diajarkan materi dimensi tiga, dimana instrumen tersebut akan diujikan sebagai tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematika pada kelas yang diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran konvensional. Data hasil uji coba instrumen pada kelas uji coba dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

(8) Soal-soal yang memenuhi syarat, kemudian dijadikan soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematika pada kelas yang diberikan perlakuan pembelajaran TAI dan pembelajaran konvensional.

(9) Melaksanakan tes penalaran dan komunikasi pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

(10) Menganalisis data tes kemampuan penalaran dan komunikasi yang diambil pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, untuk kemudian dibandingkan. (11) Menyusun hasil penelitian.

3.5.

Instrumen Penelitian

3.5.1 Materi dan Bentuk Tes

(70)

kemampuan penalaran dan komunikasi. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam penalaran dan komunikasi matematika. Tes ini berupa tes tertulis yang berbentuk uraian.

3.5.2 Penyusunan Perangkat Tes

(1) Membatasi materi yang akan diujikan, yaitu pada materi pokok dimensi tiga kelas X SMA semester 2 yang meliputi jarak dalam ruang dimensi tiga. (2) Menentukan tujuan pengadaan tes.

(3) Menentukan alokasi waktu yang disediakan untuk tes, yaitu 90 menit (2 jam pelajaran).

(4) Menentukan jumlah butir soal, yaitu 10 soal uraian. (5) Menentukan tipe soal, yaitu soal uraian.

(6) Menentukan kisi-kisi soal.

(7) Menulis petunjuk pengerjaan soal, kunci jawaban, dan pedoman pemberian skor.

(8) Menulis butir soal.

(9) Melaksanakan tes uji coba, dan menganalisis hasil tes uji coba dalam hal validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran.

(10) Memilih item soal yang telah teruji berdasarkan analisis yang telah dilakukan.

3.5.3 Analisis Instrumen Penelitian

(71)

3.5.3.1 Analisis Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Instrumen yang valid berarti instrumen yang digunakan mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan menggunakan instrumen yang valid dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid (Sugiyono, 2008:121) Rumus yang digunakan untuk mencari validitas soal adalah rumus korelasi product moment yaitu:

∑ ∑ ∑ ∑ 2

∑ 2

∑ 2

∑ 2

Keterangan:

: koefisiensi korelasi antara X dan Y N : banyaknya peserta tes

X : skor item soal

Y : skor total

Kriteria: jika dengan 5% maka alat ukur dikatakan valid (Arikunto, 2006:170). Butir soal yang digunakan dalam penelitian adalah butir soal yang valid.

Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh item soal yang valid adalah 1a, 1b,

1c, 4, 6a, 6b, 7, 8, 9, dan 10. 3.5.3.2 Analisis Reliabilitas

(72)

Analisis reliabilitas tes menggunakan Alpha:

1

dengan 12

∑ 2 ∑ 2

dan 12

∑ 22

22

Keterangan:

11 : reliabilitas tes secara keseluruhan ∑ 1

2

: jumlah varians skor tiap item

1 2

: varians total

N : banyaknya butir soal

Jika maka tes dikatakan reliabel (Arikunto, 2006:178).

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang reliabel. Dari hasil analisis untuk uji coba soal uraian diperoleh 0,844 berakibat soal yang diujikan reliabel. Keterangan selengkapnya disajikan pada lampiran 16. 3.5.3.3 Analisis tingkat kesukaran butir soal

Tingkat kesukaran butir soal yaitu persentase peserta didik yang menjawab soal dengan benar. Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat kesukaran butir soal bentuk uraian adalah:

TK

Keterangan:

TK = tingkat kesukaran butir soal

B = banyaknya peserta didik yang menjawab benar N = banyaknya peserta didik yang mengikuti tes

(73)
[image:73.612.134.504.172.596.2]

Menurut Zaenal Arifin (2009:272) untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, dapat digunakan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.2 Klasifikasi indeks kesukaran Interval Kesukaran Klasifikasi

(74)

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum/tidak memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya adalah seperti berikut ini.

0,00 - 0,19 = soal jelek 0,20 - 0,29 = soal diperbaiki

0,30 - 0,39 = soal diterima cukup baik 0,40 ke atas = soal diterima baik

Berdasarkan pada perhitungan analisis daya pembeda diperoleh kategori soal sebagai berikut.

a. Soal diterima baik, yaitu nomor: 1a, 1b, 1c, 4, 6a, 6b, 7, 9, dan 10. b. Soal diterima cukup baik, yaitu nomor: 8

c. Soal jelek, yaitu nomor: 2, 3, dan 5.

Selanjutnya kita perlu menghitung signifikansi daya pembeda dari tiap-tiap butir soal untuk mengetahui bahwa suatu butir soal itu dapat membedakan testi yang pandai dan kurang pandai. Rumus yang digunakan sebagai berikut.

t = ) ) 1 ( ( ) ( 2 2 2 1 -+

å

i i n n x x ML MH Di mana:

MH = rata-rata kelompok atas ML = rata-rata kelompok bawah

(75)
(76)

Berdasarkan analisis reliabilitas tes diperoleh instrumen tes yang diujicobakan reliabel. Dari tabel tersebut disimpulkan dari 10 item soal bentuk uraian yang telah diujicobakan, 7 soal bentuk uraian dapat digunakan sebagai soal tes penalaran dan komunikasi matematika yaitu item soal nomor 1a, 1b, 1c, 4, 6a, 6b, 7, 8, 9 dan 10. Soal-soal yang telah terpilih berdasarkan hasil analisis tersebut sudah memenuhi atau mewakili setiap indikator yang telah ditentukan dalam kisi-kisi.

3.6.

METODE ANALISIS DATA

3.6.1 Analisis data tahap awal

3.6.1.1 Uji Normalitas

Semua data yang digunakan untuk pengujian hipotesis perlu dilakukan uji normalitas. Uji normalitas dimaksudkan sebagai langkah awal dalam mengolah data secara statistik. Uji ini berfungsi untuk mengetahui apakah data-data tersebut terdistribusi normal atau tidak. Hal ini digunakan untuk menentukan metode statistik yang akan digunakan. Jika data berdistribusi normal dapat digunakan metode statistik parametrik, sedangkan jika data tidak berdistribusi normal maka dapat digunakan metode nonparametrik. Nilai awal yang digunakan untuk menguji normalitas distribusi sampel adalah nilai mid semester II. Uji statistika yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam uji normalitas (Sudjana, 2005:273) adalah sebagai berikut.

(1) Menyusun data dalam tabel distribusi frekuensi

(77)
(78)

(8) Menarik kesimpulan, Ho ditolak jika dalam hal lainnya Ho diterima.

Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai pada data awal kelas eksperimen sebesar 5,0881 < sebesar 7,815. Demikian halnya dengan nilai pada data awal kelas kontrol sebesar 6,5868 < sebesar 7,815. Karena berada pada daerah penerimaan Ho, maka Ho diterima. Jadi kedua data berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya disajikan pada lampiran 7 dan 8.

3.6.1.2 Uji Kesamaan Dua Varians (Uji Homogenitas)

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut homogen. Pengujuan homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji F.

: , kedua kelompok homogen

: , kedua kelompok tidak homogen

Untuk menguji kesamaan varians tersebut rumus yang digunakan:

(79)<

Gambar

Tabel Halaman
Gambar  Halaman
Gambar 2.1 Teorema Garis Tegak Lurus Bidang
Gambar 2.6 Proyeksi Garis pada Bidang Jika Garis Sejajar Bidang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh konseling dan penda- mpingan suami terhadap keberhasilan pemberian kolostrum dapat terlihat pada tabel 1 didapatkan informasi bahwa pada responden yang

Selaras dengan hasil penelitian Rahmayanti (2011) rata-rata pada usia bayi satu bulan, berat badan bayi dengan riwayat BBLR yang telah dilakukan PMK mencapai lebih dari

Latar belakang masalah penelitian ini untuk mengetahui proses pelaksanaan pembuatan video pembelajaran daring melalui supervisi individual dan hasil peningkatan kinerja guru

Tabel 4.4 Persentase Manfaat Hasil Belajar Makanan Oriental 1 pada Kesiapan Usaha Restoran Oriental Berkaitan dengan Jenis Kacang-Kacangan yang Digunakan Sebagai Bahan

Ada perbedaan yang signifikan antara kelompok pendapatan yang berbeda dalam persepsi kualitas layanan (Jelcic, 2015). Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kultivar lokal yang menampilkan hasil yang lebih baik dari varietas impor, kultivar lokal yang menampilkan daya

Aplikasi ini sudah berhasil dibuat dan employee seeker bisa mendapatkan informasi employee yang sedang membutuhkan pekerjaan paruh waktu berdasarkan kebutuhan dari

Metode pada kegiatan pengabdian masyarakat ini dalam bentuk pelatihan praktikum secara langsung kepada pemuda karang taruna Desa Cikarageman Kecamatan setu