• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis sistem tataniaga daun bawang studi kasus Kecamatan Pacet, Kabupeten Cianjur, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis sistem tataniaga daun bawang studi kasus Kecamatan Pacet, Kabupeten Cianjur, Jawa Barat"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA DAUN BAWANG

(

Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Skripsi

Dhimas Satria Sakti Wira Utama

H34076046

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

DHIMAS SATRIA SAKTI WIRA UTAMA. Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA)

Komoditas hortikulura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat wilayah Indonesia yang sebagian besar memiliki iklim yang cocok untuk tanaman hortikultura. Daun bawang merupakan salah satu komoditas hortikultura sayuran yang memiliki nilai ekonomis yang baik untuk dipasarkan, mengingat daun bawang memilki banyak manfaat dan kegunaan untuk berbagai resep masakan/makanan, dengan hal tersebut mengakibatkan banyak permintaan akan daun bawang sehingga daun bawang memilki potensi untuk diproduksi dan dibudidayakan. Salah satu daerah penghasil daun bawang adalah Kabupatan Cianjur.

Kecamatan Pacet merupakan salah satu daerah penghasil utama daun bawang di Kabupaten Cianjur yang mencapai produksi sebanyak 81.651 Ton. Kecamatan Pacet memiliki ikim yang cocok untuk membudidayakan komoditas sayuran termasuk daun bawang, selain itu Kecamatan Pacet memliki lokasi strategis yang memudahkan dalam proses distribusi ke pasar mengingat daerah tersebut dekat dengan daerah penyangga ibukota. Kondisi lahan pertanian yang ditanami daun bawang di Kecamatan Pacet umumnya bersifat tumpangsari, yaitu dalam satu lahan pertanian ditanami berbagi komoditas seperti wortel, sawi, kubis, cabe dan tomat. Sebagian besar petani di Kecamatan Pacet yang merupakan produsen daun bawang mendapatkan harga yang perbedaannya cukup besar jika dibandingkan dengan harga ditingkat konsumen akhir, sehingga untuk meningkatkan harga jual dan keuntungan bagi petani diperlukan alternatif saluran pemasaran yang efisien yang dipandang mampu menjadi solusi bagi petani, selain itu dengan saluran pemasaran yang efisien diharapkan mampu menghasilkan solusi terbaik bagi masing- masing lembaga pemasaran yang tertlibat dalam sebuah sistem tataniaga

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus, September sampai Oktober 2010 di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Petani yang diambil sebagai responden sebanyak 20 orang. Penelitian ini menggunakan alat analisis saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, marjin pemasaran, rasio keuntungan terhadap biaya (Li/Ci ratio) dan farmer’s share.

(3)

Saluran yang sering atau terbanyak dilakukan oleh petani adalah saluran 1 dan IV, yaitu pemasaran yang melibatkan pedagang pengumpul kebun (PPK) dengan volume penjualan 11.150 kilogram per pengiriman. Fungsi –fungsi yang dilakukan oleh lembaga – lembaga yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Struktur pasar yang dihadapi oleh masing – masing lembaga tataniaga yang terlibat mengarah kepada pasar persaingan sempurna, kecuali struktur pasar yang dihadapi oleh STA dan pedagang besar yang cenderung mengarah ke pasar oligopoly. Dari perilaku pasar yang dihadapi, maka dalam praktek penjualan telah terjalin hubungan yang baik antar lembaga pemasaran yang diharapkan mampu menciptaan stabilitas pasar. Hasil analisa pemasaran menunjukan bahwa pada masing- masing lembaga pemasaran terlihat bahwa sebaran margin keuntungan dan margin biaya yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda sesuai dengan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran. Marjin terbesar terdapat pada saluran IV dan terkecil pada saluran III. Secara operasional dari empat pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga I lebih efisien jika ditinjau dari penyebaran margin yang merata di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dan dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya (Li/Ci ratio) pada masing- masing lembaga pemasaran tersebar merata, dengan demikian meratanya penyebaran (Li/Ci ratio) serta margin pemasaran secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.

(4)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA DAUN BAWANG

(Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

DHIMAS SATRIA SAKTI WIRA UTAMA H34076046

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk me mperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa barat) Nama : Dhimas Satria Sakti Wira Utama

NIM : H34076046

Disetujui, Pembimbing

Ir. Lukman M. Baga, MAEc NIP. 19640220 198903 1001

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis

Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus: di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur)” adalah karya sendiri dan belum dijukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Januari 1985. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H Warno dan Ibunda Eny Waliyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pengadilan 1 Bogor pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP negeri 8 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 4 Bogor pada tahun 2003.

Penulis diterima di Program Studi Diploma Teknisi Usaha Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003. Penulis menyelesaikan pendidikan diploma III tahun 2006 dan melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripi yang berjudul ”Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang (Studi Kasus: Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat).”

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi saluran tataniaga daun bawang yang ditelusuri dari daerah sentra produksi sayuran yaitu Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, dan mempelajari fungsi- fungsi pemasaran, struktur pasar yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan menganalisis marjin pemasaran pada setiap saluran pemasaran daun bawang dari tingkat produsen sampai konsumen.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dan telah memberikan dukungan moril serta materi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain :

1. Ir. Lukman M. Baga, MAEc, selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, Msi, selaku dosen evaluator pada kolokium penulis yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan penelitian ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen penguji pada ujian sidang yang

telah meluangkan waktu dan memberikan k itik serta saran demi perbaikan skripi ini.

4. Tintin Sarianti, Sp, MM, selaku dosen penguji bidang akademik dalam ujian sidang.

5. Orangtua dan keluaraga tercinta (Ayah H.Warno, Bunda Eny Waliyah, Mas Iwan Kristiono dan Ade Briant Kertanegara) untuk setiap dukungan dan doa yang diberikan.

6. Kecamatan Pacet yang menawarkan keramahan lingkungan dan alam yang mempesona sehingga dapat membantu dalam proses penyelesaian skripsi.

7. Bpk Santoso pimpinan CV. Agro Segar dan keluarga Deni ”Sob” atas

segala informasi dan fasilitas yang diberikan dalam proses pengumpulan data.

8. Lybia Putri atas segala kesabaranya, dukungan dan motivasi serta kesetiaan yang selalu menemani dalam proses penelitian ini.

9. Teman-teman seperjuangan Agribisnis atas kebersamaan dan semangat serta saling berbagi selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih.

(10)

DAFTAR ISI

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu... 10

III KERANGKA PEMIKIR AN... 15

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15

3.1.1. Konsep Pemasaran ... 15

3.1.2. Sistem Tataniaga ... 16

3.1.3. Pasar ... 18

3.1.4. Lembaga Pemasaran dan Saluran Pemasaran ... 18

3.1.5. Fungsi- fungsi Pemasaran ... 21

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 29

IV METODE PEN ELITIAN ... 31

4.4.2. Analisis Saluran Tataniaga... 33

4.4.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar... 34

4.4.4. Analisis Marjin Pemasaran ... 34

4.4.5. Analisis Rasio Keuntngan dan Biaya... 35

(11)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 36

5.1. Gambaran Umum Kecamatan Pacet ... 36

5.2. Karakteristik Petani Responden ... 37

5.3. Karakteristik Pedagang Responden ... 40

5.4. Gambaran Usahatani Daun Bawang di Kecamatan Pacet ... 42

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

6.3. Fungsi- fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Pemasaran.... 51

6.3.1. Petani... 54

6.4.1. Jumlah Penjual dan Pembeli serta Kebebasan Keluar Masuk Pasar ... 64

6.4.2. Sifat Produk Daun Bawang Kecamatan Pacet ... 66

6.4.3. Sumber Informasi... 67

6.4.4. Struktur Pasar yang Terjadi Pada Kelembagaan Pemasaran Daun Bawang di Kecamatan Pacet... 68

6.5. Perilaku Pasar... 70

6.5.1. Praktek Pembelian dan Penjualan ... 70

6.5.2. Sistem Penentuan Harga ... 71

6.5.4. Sistem Pembayaran ... 72

6.5.4. Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran ... 73

6.6. Keragaan Pasar... 74

6.6.1. Analisis Margin Tataniaga ... 74

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produk Domestik Bruto Sayuran Tahun 2007-2008 ... 1

2. Data Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2009 ... 2

3. Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun 2009 ... 3

4. Data Pengiriman Daun Bawang Tahun 2010 per Bulan (Ton) ... 4

5. Harga Rata-rata per Bulan Daun Bawang di Tingkat Konsumen (Lokal/kg) per kg ... 6

6. Rata-rata Harga Daun Bawang di Tingkat Petani, Kecamatan Pacet 2010 (Januari-Oktober) ... 6

7. Resume Hasil Penelitian Terdahulu ... 14

8. Lima Jenis Pasar Pada Sistem Pangan dan Serat ... 24

9. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria, Usia, Tingkat Pendidikan, Tingkat Penyebaran dan Luas Lahan Garapan di Kecamatan Pacet 2010 ... 38

10. Karakteristik Pedagang Responden Komoditas Daun Bawang ... 41

11. Fungsi- fungsi Pemasaran yang Dilaksanakan Oleh Lembaga-lembaga Pemasaran Daun Bawang ... 53

12. Farmer’s Share Pada setiap Saluran Pemasaran yang Terdapat di Kecamatan Pacet ... 76

13. Rasio Keuntungan dan Biaya Untuk Setiap Saluran Pemasaran yang Terdapat di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur ... 78

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Saluran Distribusi Produk Pada Sistem

Tataniaga Buah Pisang ... 17 2. Konsep Marjin Pemasaran ... 27 3. Bagan Kerangka Pemikiran Analisis Sistem Tataniaga

Daun Bawang ... 30 4. Skema Saluran Pemasaran Daun Bawang di Kecamatan Pacet,

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertania n yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, mengingat wilayah Indonseia yang sebagian besar beriklim tropis cocok untuk tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura memiliki klasifikasi antara lain: sayur-mayur, buah-buahan dan tanaman hias. Hortikultura adalah salah satu sumber pertumbuhan baru pertanian yang sangat diharapkan peranannya dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional. Pengembangan hortikultura juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberhasilan diversifikasi produk pertanian yang pada akhirnya menambah pangsa pasar dan daya saing. Sehingga dapat lebih menguntungkan bagi para pelaku agribisnis skala kecil dan menengah, serta pelaku agribisnis pada umumnya yang tertuang dalam penerimaan per produk.

Pada Tabel 1 di bawah ini terdapat data Produk Domestik Bruto (PDB) untuk beberapa sektor yang menjadi faktor pendukung bagi laju pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk sektor pertanian yang menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi laju perumbuhan nasional.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Nasional Tahun 2007-2008

Sektor 2007* (Rp) 2008** (Rp)

Pertanian/Agriculture 62.894.902 67.849.463

Tanaman bahan Makanan 45.560.402 47.231.785

Tanaman Perkebunan 3.900.333 4.338.444

Perternakan dan hasil-hasilnya 8.074.429 9.851.784

Kehutanan/Forestry 894.348 910.614

Perikanan/Fishery 4.465.389 5.516.837

Pertambangan dan Penggalian 13.009.847 14.453.535

Industri Pengolahan 236.628.972 270.551.853

Perdagangan,Hotel dan Restoran 100.691.124 115.139.072

Jasa 36.027.027 44.443.235

Sumber : BPS Ja wa Barat, 2010 Catatan : *) Angka diperbaiki *) Angka Se mentara

(15)

internasional. Sayuran yang menjadi salah satu b agian dari komoditas hortikultura mempunyai peluang pasar yang baik.

Sayuran merupakan bagian dari penyedia kebutuhan konsumsi gizi bagi manusia. Kebutuhan terhadap sayuran juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan industri pengolahan, industri pariwisata dan restoran, serta pasar yang menginginkan jenis sayuran yang beragam dengan mutu yang baik. Perkembangan produksi sayuran dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Produksi Sayuran di Indonesia Dari Tahun 2005-2009 (Ton)

No Komoditi Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1 Bawang merah 732.609 794.931 802.81 853.615 952.638

2 Kentang 1.009.619 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.174.068

3 Bawang Daun 501.437 571.268 479.924 547.743 524.72

Total 5.794.621 5.987.545 5.498.740 6.151.244 6.638.284

Pertumbuhan(%) - 3 -8 12 8

Sumbe r : Badan Pusat Statistik dan Dire ktorat Jenderal Bina Produksi Hort ikutura, 2009

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa total produksi sayuran dari tahun 2005-2009 mengalami kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2008 sebesar 12 persen, sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi untuk komoditas wortel, kembang kol dan bawang daun, penurunan tersebut di akibatkan oleh faktor cuaca yang cukup tinggi hingga mengakibatkan produksi menjadi rusak (BPS dan Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2009).

(16)

harga diperlukan kegiatan pemasaran yang efektif dan efisien sehingga penyaluran produk daun bawang dari produsen sampai konsumen dapat berjalan dengan seimbang, dengan alur distribusi produk yang berjalan seimbang dapat berdampak pada nilai harga yang stabil atau perubahan harga yang terjadi di pasar tidak naik atau turun secara signifikan.

Selama ini produksi sayuran untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri berasal dari beberapa sentra produksi sayuran yang tersebar di Jawa Barat. Salah satu daerah sentra produksi hortikultura sayuran di Jawa Barat adalah kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur sebagai kawasan yang dekat dengan ibu kota negara dalam penghasil produk komoditas hortikultura sangat dibutuhkan bagi beberapa kota seperti Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi dan depok dalam hal pemenuhan sayuran dengan kuantitas dan kualitas yang baik. produk komoditi hortikultura lebih cepat masuk ke Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi dibandingkan ke daerah lain. Pada Tabel 3 terdapat perincian komoditas unggulan yang dihasilkan Kabupaten Cianjur tahun 2009.

Tabel 3. Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun 2009.

No. Komoditas Kecamatan Produksi

(Ton)

1 Padi Sawah Seluruh kecamatan kecuali Pacet dan

Sukanegara 599.732

2 Wortel Pacet dan Cugenang 87.115

3 Daun Bawang Pacet dan Cugenang 81.651

4 Sawi Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi 46.426

5 Kubis Pacet, Cugenang, dan Campaka 32.390

6 Jagung Cibeber, Mande, Cugenang, Cikalong kulon 27.595

7 Cabe Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi 27.285

8 Tomat Pacet, Cugenang, Wr.Kondang, dan Campaka 22.743

9 Kacang Tanah Sindang barang, Cidaun,Naringgul, dan

Agrabinta 10.513

10 Kedelai Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong picung 7.224

11 Rambutan Cilaku, cikalongkulon dan cibeber 2.686

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortiku ltura tahun 2010

(17)

1.2. Perumusan Masalah

Daun bawang sebagai salah satu komoditi sayuran memerlukan pemasaran yang cepat, karena daun bawang mudah rusak jika tidak disimpan pada tempat yang ideal. Pemasaran daun bawang yang lambat dapat menimbulkan produk mudah rusak dan busuk. Penanganan pasca panen daun bawang yang tidak baik juga akan menurunkan mutu produk itu sendiri yang berimplikasi terhadap penurunan harga. Disamping mempertahankan mutu ditingkat petani pada sistem pemasaran terdapat hal yang harus diperhatikan jika ingin mendapatkan hasil yang optimal yaitu, resiko yang ditimbulkan akibat biaya yang dikeluarkan.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap petugas dinas pasar yang terkait di sentra produksi Kecamatan Pacet, pemantauan terhadap jumlah pengiriman daun bawang dari Kecamatan Pacet disesuaikan dengan perkembangan permintaan daun bawang terhadap berbagai pasar yang menjadi tujuan pemasaran daun bawang. Pada Tabel 4 terdapat data yang menunjukan jumlah pengiriman daun bawang ke beberapa pasar di wilayah Jabotabek.

Tabel 4. Data Pengiriman Daun Bawang Tahun 2010 per Bulan (Ton)

No Bulan

Sumber : Sentra Produksi PIP Cipanas kabupaten Cianjur, 2010

Catatan : *) angka sementara

(18)

yang paling besar adalah ke pasar induk kramat jati (PIKJ) dengan persentase sebesar 47,6 persen sedangkan jumlah pasokan yang terkecil yaitu pasar TU Bogor dengan persentase sebesar 0,5 persen.

Berdasarkan data pasar yang dituju, pasar tersebut akan mempengaruhi terhadap biaya serta penerimaan harga per kilogram daun bawang yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terkait. Selain itu pasar juga dapat terpengaruh pada kondisi ketersediaan pasokan daun bawang di sentra Kecamatan Pacet jika mengalami kekosongan barang yang dapat mengakibatkan har ga menjadi naik atau tidak stabil bagi konsumen namun harga di tingkat petani belum tentu mengalami kenaikan.

Permasalahan alur distiribusi produk merupakan aspek yang mempengaruhi permintaan akan komoditi produk sayuran, memberikan peluang dan prospek bagi pasar komoditi sayuran, untuk itu diperlukan penanganan saluran pemasaran yang baik untuk menjamin produk terdistribusi dengan baik mulai dari petani sampai ke tingkat konsumen akhir. Proses saluran pemasaran sayuran mempunyai peranan penting terhadap produk sayuran yang memiliki ciri mudah rusak dan memerlukan banyak tempat serta perlakuan penyimpanan yang intensif (Asmarantaka, 2009).

Saluran pemasaran akan melibatkan beberapa lembaga pemasaran dan memberikan pengaruh terhadap lembaga pemasaran yang terlibat, lembaga pemasaran yang berperan diantaranya adalah petani, pedagang perantara dan pengecer. Lembaga pemasaran berfungsi sebagai penghubung yang akan menentukan mekanisme pasar dan membentuk pola saluran pemasaran.

(19)

Tabel 5. Harga Rata-rata per Bulan Daun Bawang di Tingkat Konsumen

Sumber : Sentra Produksi PIP Cipanas, 2010

Pada umumnya struktur pasar yang sering terjadi untuk komoditi pertanian dan sering dihadapi oleh petani adalah pasar persaingan sempurna, sehingga petani bertidak sebagai penerima harga (price taker). Tabel 6 adalah rata-rata harga di tingkat petani Kecamatan Pacet tahun 2010.

Tabel 6. Rata-rata Harga daun Bawang di Tingkat Petani Kecamatan Pacet Tahun 2010 (Januari – Oktober 2010)

(20)

Analisis efisiensi pemasaran pada pola saluran pemasaran daun bawang perlu dilakukan sehingga dapat diketahui saluran mana yang lebih efisien. Dan diharapkan dengan pola saluran pemasaran yang efisien dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat mendatangkan manfaat bagi lembaga pemasarna yang terlibat dari saluran pemasaran yang efisien tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet?

2. Apakah saluran pemasaran daun bawang di Kecamatan Pacet sudah efisien? 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi saluran tataniaga dan fungsi- fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga- lembaga tataniaga pada komoditas daun bawang di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.

2. Menganalisis efisiensi saluran tataniaga disetiap jalur pemasaran daun bawang dengan mengidentifikasi struktur pasar yang terjadi pada setiap lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, mulai dari tingkat produsen hingga pegecer. 1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai :

1. Bahan acuan penelitian kedepan yang berkaitan dengan sistem tataniaga sayuran khususnya daun bawang.

2. Bagi petani dan lembaga pemasaran yang terlibat sebagai bahan informasi untuk melaksanakan kerjasama yang saling menguntungkan dalam pemasaran daun bawang.

3. Bagi pemerintah setempat sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan untuk perbaikan sistem pemasaran sayuran khususnya daun bawang.

(21)

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Prospek Usaha Pertanian Daun Bawang di Indonesia

Daun bawang termasuk salah satu komoditi pertanian yang termasuk kedalam tanaman hortikultura sayuran, yang memilki potensi untuk ditingkatkan produksi dan kualitasnya sehingga usaha daun bawang tersebut dapat menghasilkan pemasukan pendapatan bagi masyarakat khususnya petani. Melihat potensi daun bawang yang menjadi sayuran populer dalam memenuhi permintaan kebutuhan masyarakat terhadap bahan makanan atau penyedap masakan ini, menyebabkan daun bawang layak dibudidayakan dan dikembangkan secara intensif untuk menghasilkan keuntungan dengan penerapan sistem agribisnis.

Di Indonesia pengembangan budidaya daun bawang telah meluas dan telah banyak diusahakan oleh petani, namun bentuk usahatani daun bawang pada umumnya masih bersifat usaha sampingan (sambilan), yaitu komoditi yang diusahakan oleh petani dari satu lahan banyak dikombinasikan dengan tanaman utama (tumpangsari). Pola tanam tumpangsari adalah teknik budidaya yang populer untuk menanam daun bawang, dan belum banyak petani-petani di Indonesia yang intensif mengembangkan budidaya daun bawang dalam satu lahan pertanian (Cahyono, 2006).

(22)

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan sistem tataniaga dari berbagai tanaman hortikultura dilihat berdasarkan konsep saluran dan lembaga pemasaran, fungsi, marjin pemasaran, farmer’s share dan struktur pasar. Berikut adalah beberapa hasil penelitian mengenai kondisi tataniaga dari berbagai tanaman hortikultura.

Hasniah (2005) melakukan penelitian mengenai sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini adalah pola pemasaran yang dihadapi terdiri dari tiga buah saluran tataniaga. Saluran tataniaga 1 (petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer, konsumen). Saluran tataniaga II (petani, pedaga ng pengumpul, pedagang pengecer, konsumen). Saluran tataniaga III (petani, pedagang pengecer, konsumen). Struktur pasar yang dihadapi petani pepaya sayur di Desa Sukamaju bersifat pasar pesaingan sempurna, ini disebabkan karena jumlah petani yang banyak dan petani bebas keluar masuk pasar, dan produknya homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Sukamaju adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi pedagang grosir adalah oligopoly. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna dimana harga yang berlaku berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer t idak dapat mempengaruhi pasar. Selain itu pedagang pengecer bebas keluar masuk pasar. Analisis tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga III yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga yang paling kecil, dan farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran tataniaga III. Selain itu, saluran tataniaga III juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani.

(23)

pemasaran, farmer’s share dan bertujuan untuk menghitung keuntungan terbesar bagi petani terhadap salah satu saluran pemasaran yang lebih efisien. Hasniah (2005) melakukan kajian tehadap struktur pasar yang terjadi terhadap lembaga-lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran yang tejadi dilokasi penelitian.

Rachma (2008) melakukan penelitian tentang Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga 1 (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer ke 2), saluran tataniaga Ii (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer 1 – pedagang pengecer 2), saluran tataniaga III (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer 2), saluran tataniaga IV (peda gang pengumpul – pedagang pengecer 1 – pedagang pengecer 2), dan saluran tataniaga V (pedagang pengumpul dan pedagang pengecer 1). Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai merah dijual petani ke pedagang pengumpul. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan bahwa marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Struktur pasar yang terbentuk dalam tataniaga cabai merah adalah bersaing tidak sempurna, maka setelah dianalisis tidak ada keterpaduan. Persaingan yang tidak sempurna dalam tataniaga cabai merah ini menunjukkan bahwa system tataniaga cabai merah di lokasi penelitian belum efisien.

(24)

Nurliah (2002) tentang: Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran cabai merah keriting di Desa Sindangmekar, KecamatanWanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Saluran pemasaran cabai merah keriting berjumlah empat saluran. Saluran pemasaran ini melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang meliputi pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Setiap lembaga pemasaran pada umumnya melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Struktur pasar yang yang dihadapi oleh petani dan pedagang pengumpul mendekati oligopsoni, sedangkan pedagang grosir menghadapi struktur pasar yang mengarah ke bentuk pasar oligopoly dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar persaingan monopolistik.

Beberapa penelitian sebelumnya tentang analisis sistem tataniaga tanaman hortikultura telah dilakukan dan menghasilkan saluran yang efisien untuk diterapkan ditingkat petani serta posisi tawar petani yang lemah bedampak pada pentingnya rujukan terhadap farmer’s share, dapat dilihat pada Tabel 8. Penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya dalam hal komoditi hortikultura di lokasi yang berbeda sehingga dapat digunakan untuk perbandingan dengan lokasi dan komoditi yang lain. Berdasarkan penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa penelitian tentang analisis sistem tataniaga daun bawang diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengembangkan Kabupaten Cianjur khusunya Kecamatan Pacet.

(25)

berpengaruh. Analisis marjin menunjukkan bahwa pada masing- masing lembaga pemasaran terlihat bahwa sebaran marjin keuntungan dan marjin biaya yang ditanggung oleh masing- masing lembaga pemasaran adalah berbeda sesuai dengan fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran. Fungsi- fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani bengkuang di Kecamatan Prembun berupa fungsi penjualan dan fungsi transportasi (pembiayaan, sortasi, dan grading). Marjin terbesar terdapat pada saluran pemasaran ke enam dan terkecil pada saluran pemasaran kedua. Secara operasional dari ke enam saluran yang ada saluran kedua merupakan saluran yang efisien. Hal ini dilihat dari marjin pemasaran yang dihasilkan rendah dan farmer’s sharenya tinggi.

(26)
(27)
(28)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pe mikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pe masaran

Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau keinginan yang mungkin ingin dan mampu terlibat dalam pertukaran untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan (Kotler, 2002). Menurut Hammond dan Dahl (1977), pasar dalam pengertian ekonomi adalah ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan dan merubah harga.

Definisi pemasaran secara sosial merupakan suatu proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Produk tersebut diciptakan untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan manusia, sehingga terjadi proses pertukaran untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga terjadi proses pertukaran untuk mendapatkan produk yang diinginkan atau kebutuhan usaha dari tangan produsen ke tangan konsumen, sedangkan untuk definisi secara manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni menual produk atau pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan, harga, promosi, dan penyaluran gagasan, barang, jasa, untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi (Kotler, 2005).

(29)

3.1.2. Sistem Tataniaga

Dahl dan Hammond (1977), menerangkan bahwa pemasaran atau tataniaga merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan untuk menggerakan produk mulai dari produsen utama hingga ke konsumen akhir.

Menurut Kohl dan Uhl (2002), mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaman dari semua aktifitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi (petani) sampai ke konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis system tataniaga dapat dilakukan melalui lima pendekatan (Purcell, 1977: Gonarsyah, 1996/1997: Kohl dan Uhl, 1990 dan 2002) dalam Agus Sutrisno (2010), yaitu :

1. Pendekatan Fungsi The Functional Approch: yang terdiri dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan), dan fungsi fasilitas (standarisasi, pembiayaan, resiko dan informasi pasar).

2. Pendekatan Kelembagaan : yang terdiri dari pedagang, perantara, pedagang spekulan, pengolah, dan organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran. 3. Pendekatan Komoditas : pendekatan ini menekankan kepada apa yang

diperbuat dan bagaimana penanganan terhadap komoditi sepanjang gap antara petani ”the original point of production” dengan konsumen akhir. Dengan demikian pendekatan ini akan menggambarkan agar penanganan efisien. 4. Pendekatan sistem: pendekatan ini mempunyai arti menekankan kepada

seluruh sistem, efisien dan proses yang berlanjut membentuk suatu sis tem. Dengan demikian pendekatan ini menganalisia keterkaitan yang kontinu diantara subsistem-subsistem (misalnya subsistem pengumpulan atau penyediaan bahan baku, pengolahan dan distribusi) yang memberikan tingkat efisiensi tinggi.

(30)

produktif dalam sistem pemasaran karena menciptakan atau menambahkan nilai guna produk.

Tuntutan untuk mendeskripsikan tataniaga komoditas pertanian dengan lebih komprehensif (Dahl dan Hammond, 1977; dan Purcel, 1979 dalam Wagiono, 2009) bahwa sitem tataniaga merupakan bentuk sistem dan bukan hanya alur pemindahan produk yang hanya menunjukan panjang pendeknya saluran pemasaran yang lebih sering dikenal. Sistem tataniaga dideskripsikan sebagai kumpulan komponen kegiatan ekonomi yang saling terkait dan terkoordinasi yang dilakukan oleh individu- individu atau lembaga- lembaga yang ditujukan untuk melaksanakan dan memperlancar proses transaksi antara produsen dan konsumen melalui peningkatan ke gunaaan hak milik, kegunaan tempat, serta kegunaan waktu dan bentuk. Pada Gambar 1 adalah salah satu contoh model sistem tataniaga yang terjadi di masyarakat, dengan mengambil contoh komoditas buah pisang.

Gambar1. Skema Saluran Distribusi Produk Pada Sistem Tataniaga Buah Pisang(Wagiono, 2009)

Pedagang Pengecer dalam kota

Petani

Pedagang pengumpul Sub Terminal

Agribisnis (STA)

Bandar Pedagang Grosir

Konsumen Pedagang Pengecer

Konsumen Pedagang Pengecer Desa

(31)

Berdasarkan Gambar 1 terdapat saluran pemasaran yang melibatkan STA untuk menjadi salah satu lembaga pemasaran yang terkait dalam sistem tataniaga buah pisang. Model STA pada Gambar 1 merupakan buah pemikiran atau rintisan dari Departemen Pertanian yang bertujuan untuk menemukan sistem tataniaga yang ideal untuk pelaku usaha yang bergerak dalam bidang komoditas agribisnis.

Dalam impelementasinya model STA ini belum sesuai dengan rencana, karena jumlah penawaran kurang cukup secara ekonomik dan kualitas produk belum homogen. Mengenai berapa besar penawaran yang tersedia untuk memasok produk dapat dijadikan topik penelitian bagi mahasiswa Agribisnis (Wagiono, 2009) dalam bunga rampai. Kegiatan sortasi, grading, dan pengepakan seluruhnya dapat dilakukan di STA, yang selanjutnya dikirim ke Terminal Agribinis (TA) atau pasar.

3.1.3 Pasar

Pasar adalah arena (tempat) mengorganisir beserta fasilitas dari aktifitas bisnis untuk menjawab pertanyaan ekonomi pasar: apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, berapa banyak diproduksi dan bagaimana mendistribusikan hasil yang di produksi (Kohl dan Uhls, 2002) dengan demikian pasar dapat didefinisikan sebagai (1) lokasi, (2) produk, (3) waktu dan, (4) tingkat pasar.

Menurut Hammond dan Dahl (1977), pasar dalam pengertian ekonomi adalah ruang atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan atau mengubah harga. Pasar merupakan himpunan semua pelanggan yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau keinginan yang mungkin ingin dan mampu terlihat dalam pertukaran untuk memutuskan kebutuhan atau keinginan (Kotler,1993).

Pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual-beli atau suatu keadaan terbentuknya suatu harga dan terjadinya perpindahan hak milik tertentu (Limbong dan Sitorus, 1987).

3.1.4 Lembaga Pemasaran dan Saluran Pe masaran

(32)

usaha lain. Lembaga pemasaran ini timbul karena ada keinginan konsumen untuk komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen (Sudiyono, 2002). Menurut Limbong dan Sitorus (1987), lembaga pemasaran adalah badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran dimana terdiri dari golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Setiap pelaku pemasaran akan memperoleh keuntungan yang berbeda dalam proses pemasaran.

Lembaga pemasaran dalam menyampaikan komoditi pertanian dari produsen berhubungan satu sama lain yang membentuk jaringan pemasaran. Pola-pola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari petani produsen ke konsumen akhir ini disebut sistem pemasaran.

Menurut Kotler (2002), saluran pemasaran adalah serangkaian lembaga yang melakukan fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikian dari produsen ke konsumen. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan sering melakukan sebagian kegiatan pemasaran, sementara itu pedagang menyalurkan komoditas dalam waktu tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Hal ini berarti bahwa saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut.

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga- lembaga pemasaran tersebut berada dalam suatu saluran distribusi pemasaran. Saluran distribusi pemasaran merupakan saluran yang digunakan oleh produsen untuk menggerakan dan menyalurkan produknya kepada konsumen akhir (Limbong dan Sitorus, 1987). Saluran pemasaran yang terjadi dapat dibedakan menjadi empat tingkatan, yaitu:

1.Saluran tingkat nol, yaitu produsen langsung menjual produknya ke konsumen akhir.

2. Saluran setingkat, yaitu hanya terdapat satu lembaga pemasaran yang terlibat yaitu pengecer.

(33)

4. Saluran tiaga tingkat, dimana terdapat tiga lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran yaitu grosir, distributor, dan pengecer.

Proses penyaluran produk sampai ke tangan konsumen dapat menggunakan saluran yang panjang atau pendek, sesuai dengan kebijaksanaan saluran distribusi yang ingin dilaksanakan produsen (Assauri, 2002) dalam Sihombing (2010), Mata rantai distribusi menurut bentuknya dibagi menjadi dua yaitu distribusi langsung dan distribusi tidak langsung. Distribusi langsung yaitu produsen menjual langsung produknya kepada konsumen tanpa ada perantara. Sedangkan distribusi tidak langsung produsen di dalamnya menjual produk melalui perantara seperti pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer.

Umumnya lembaga pemasaran komoditi pertanian terdiri dari petani pedagang pengumpul di tingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan biro-biro periklanan, lembaga keuangan dan lain sebagainya. Lembaga ini penting dalam proses penyampaian komoditi pertanian yang bersifat musiman, volume produk besar dengan nilai yang kecil (bulky), dan tidak tahan lama. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu. Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah rantai pemasarannya. Beberapa faktor yang harus pertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu :

1.Pertimbangan Pasar : siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaiman kebiasaan konsumen dalam membeli.

2.Pertimbangan barang : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang ( mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan.

(34)

4.Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya.

Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1983) panjang saluran pemasaran tergantung pada :

1.Jarak antara produsen dan konsumen

Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka semakin panjang pula saluran tataniaga yang terjadi.

2.Skala Produksi

Semakin besar skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyaluranya.

3.Cepat tidaknya produksi rusak

Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek karena harus segera di terima konsumen.

4.Posisi keuangan Pengusaha

Pedagang dengan posisi keuangan yang kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran.

Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur dapat ditempuh, serta dapat mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat.

3.1.5 Fungsi-Fungsi Pemasaran

Fungsi- fungsi pemasaran dapat dikelompokan atas tiga fungsi antara lain: 1.Fungsi Pertukaran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan

hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

(35)

3.Fungsi Fasilitas merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar proses terjadinya pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi: fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

Selain ketiga fungsi di atas, diperlukan juga jasa pendukung lain seperti jasa transportasi dan jasa pengolahan pasca panen seperti pembersihan, penyimpanan, dan pemeliharaan.

3.1.6 Struktur Pasar

Struktur pasar sangat diperlukan dan banyak digunakan dalam

menganalisis sistem pemasaran. Hal ini disebabkan karena melalui analisis pasar secara otomatis akan menjelaskan bagaimana perilaku pasar dan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari karakteristik dan perilaku pasar yang ada di dalam system pemasaran.

Struktur pasar (market structure) mengacu pada semua aspek yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar, misalnya jumlah perusahaan di pasar atau jenis produk yang mereka jual (Lipsey and Courant et all, 1978).

Struktur pasar menjelaskan lingkungan persaingan dalam pasar untuk setiap barang atau jasa, dimana sebuah pasar terdiri atas semua perusahaan dan individu yang rela dan mampu membeli atau menjual suatu produk tertentu (Papas dan Hirschey, 1995).

Struktur pasar umumnya dicirikan atas dasar empat karakteristik industri yang penting yaitu jumlah dan industri ukuran dari penjual dan pembeli yang aktif serta para pendatang potensial, tingkat diferensiasl produk, jumlah dan biaya informasi tentang harga dan mutu produk, serta kondisi masuk dan keluar. Pengaruh strutur pasar diukur dalam bentuk harga yang dibayar oleh konsumen, ketersediaan dan mutu keluaran, ketenagakerjaan dan kesempatan kemajuan karier, dan laju inovasi produk, diantara faktor-faktor lainnya (Papas dan Hirschey, 1995).

(36)

serta kondisi pasar yang dihadapi pelaku pasar. Berdasarkan bentuk dan sifatnya, pasar diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu pasar persaingan sempuirna (murni) dan pasar tidak bersaing sempurna (monopoli).

Pasar persaingan sempurna adalah pasar dengan sejumlah pembeli dan penjual untuk sebuah produk yang pada dasarnya sama, dimana setiap transaksi peserta pasar adalah begitu kecil sehingga tidak memiliki pengaruh terhadap harga pasar produk tersebut. Para pembeli dan penjual individual adalah pengambil harga (price taker) yang berarti bahwa perusahaan mengambil harga pasar sebagai sesuatu yang tidak dapat dirubah dan merancang strategi produk mereka sesuai dengan harga tersebut. Informasi permintaan dan penawaran yang bebas dan lengkap tersedia dalam pasar yang bersaingsempurna, serta tidak terdapat hambatan masuk dan keluar yang berarti (Papas dan Hirschey, 1995).

Pasar bersaing tidak sempurna adalah struktur pasar yang dicirikan dengan penjual tunggal dan sebuah produk yang sangat dideferensiasi. Perusahaan monopoli itu adalah perusahaan itu sendiri dan tidak menghadapi persaingan yang efektif dan memungkinkan perusahaan monopoli itu menentukan harga dan keluaran secara bersamaan untuk perusahaan. Hambatan masuk atau keluar yang besar seringkali merintangi para pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi (Papas dan Hirschey, 1995).

Kotler (2002), mengklasifikasikan pasar menjadi dua macam berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu struktur pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna . Suatu pasar dapat digolongkan ke dalam pasar bersaing sempurna jika memenuhi cirri-ciri antara lain: terdapat banyak jumlah pembeli maupun penjual, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi pasar (penjual dan pembeli berperan sebagai price taker), barang adan jasa yang dipasarkan bersifat homogen, serta penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar, sehingga informasi mudah diperoleh.

(37)

Pasar persaingan murni adalah pasar yang memiliki banyak penjual dan pembeli dan produk yang diperjualbelikan bersifat homogen. Apabila jumlah penjual dan pembelinya satu dan sifat produknya unik, maka struktur pasar yang berlaku adalah monopoli jika dilihat dari sudut penjual, sedangkan jika dilihat dari sudut pembeli bersifat monopsoni. Karakteristik masing- masing pasar dapat dilihat pada Tabel 8.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi struktur pasar adalah dapat dilihat dari pengetahuan yang diperlukan untuk memasuki pasar, modal yang dibutuhkan, dan market share yang diperoleh masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat.

Tabel 8. Lima Jenis Pasar Pada Sistem Pangan dan Serat.

No

Karakteristik Struktur Pasar Produk Jumlah

Perusahaan Sifat Produk Dari Sudut Penjual

Dari Sudut 2 Banyak Diferensiasi Persaingan

Monopolistik

Persaingan Monopolistik 3 Sedikit Standar Oligopoli Murni Oligopsoni

Murni

Perilaku pasar merupakan saluran tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar tempat lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Perilaku suatu pelaku pasar dapat dilihat pada saat beroperasi, misalnya pada saat penentuan harga, lokasi, promosi, penjualan, pembelian, dan strategi pemasaran. Struktur dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya dan marjin pemasaran, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan (Hammond dan Dahl, 1977).

(38)

harga, biaya, dan volume produksi. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari indikator sebagai berikut:

1.Harga dan penyebarannya di tingkat produsen dan konsumen. 2.Marjin pasar dan penyebarannya pada setiap pelaku pasar. 3.1.8 Efisiensi Pemasaran

Pemasaran yang efisien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran, yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga- lembaga pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987).

Kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan dapat ditingkatkan, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekarta wi, 2002). Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui efisiensi berupa persentase harga yang diterima oleh petani (farmer’s share) terhadap harga kepada konsumen. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran yang berarti tingginya marjin pemasaran akan mengakibatkan kecilnya persentase bagian yang diterima petani.

Efisiensi pemasaran terbagi menjadi dua kategori yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi harga (ekonomi). Efisiensi operasional meliputi efisiensi dalam pengolahan, pengemasan, pengangkutan dan fungsi lain dari system pemasaran. Dengan adanya efisiensi operasional, biaya akan lebih rendan dan output dari barang atau jasa tidak berubah atau bahkan meningkat kualitasnya. Efisiensi harga meliputi kegiatan pembelian, penjualan, dan aspek harga. Untuk mencapai efisiensi harga harus memperhatikan jumlah produsen yang ada di pasar, kemampuan dari produsen baru untuk memasuki pasar dan kemungkinan terjadinya kolusi antar produsen.

3.1.9. Marjin Pemasaran

(39)

Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditi yang sama, jumlah yang sama dan pada pasar persaingan sempurna (Limbong dan Sitorus, 1987). Nilai marjin pemasaran merupakan perkalian dari perbedaan harga yang diterima produsen dan harga yang dibayar oleh konsumen dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besar nilai marjin tataniaga ini dinyatakan dalam (Pr - Pf ) x Qr,f . Besaran Pr - Pf menunjukkan besarnya marjin tataniaga yang sering digunakan kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum.

Biaya pemasaran mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan hasil produksi dan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses tataniaga, maka semakin besar perbedaan harga prouk tersebut di tingkat produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Secara matematika dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mi = Psi - Pbi

Dimana:

Mi = Marjin pemasaran pada lembaga pemasaran tingkat ke-i Psi = harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke- i

Pbi = harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i

Marjin pemasaran terdiri dari dua komponen, yaitu: biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk penyampaian komoditas mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Sedangkan keuntungan pemasaran adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan biaya yang dikeluarkan (Limbong dan Sitorus, 1987).

Mi = Ci + π

Dimana:

Mi = Marjin Pemasaran

Ci = Biaya lembaga pemasaran tingkat ke-I

π = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-I

(40)

P (Harga) Sr

Pr Sf Marjin Pemasaran Nilai Marjin = (Pr-Pf) Qrf (Pr -Pf ) Pf

Dr

Df O Qr,f

Q (Jumlah)

Gambar 2. Konsep Marjin Pemasaran (Hammond dan Dahl, 1977) Keterangan:

Pr : Harga di Tingkat Pedagang Pengecer Pf : Harga di Tingkat Petani

Sr : Supply di tingkat pengecer (derived supply) Sf : Supply di tingkat petani

Dr : Demand di tingkat pengecer (derived demand) Df : Demand di tingkat petani (primary demand) Qrf : Jumlah Produk di Tingkat Petani dan Pengecer

Dari Gambar 2 dapat dilihat besarnya nilai margin Tataniaga yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Semakin besar perbedaan harga antara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi di tingkat eceran dengan harga yang diterima petani, maka semakin besar pula margin tataniaga dari komoditi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan banyak lembaga tataniaga yang terlibat mengakibatkan biaya tataniaga meningkat akan diikuti peningkatan pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat

(41)

kegiatan tataniaga. Marjin tataniaga yang rendah tidak otomatis dapat digunakan sebagai ukuran efisien tidaknya pola setiap lembaga tataniaga yang terlibat.

Tingginya marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan tataniaga antara lain, ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, risiko kerusakan dan lain- lain (Limbong dan Sitorus, 1987).

3.1.10. Farmer’s Share

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), marjin pemasaran bukanlah satu-satunya indikator yang menentukan efisiensi pemasaran suatu komoditas. Salah satu indikator lain adalah dengan membandingkan harga yang dibayar oleh konsumen akhir atau biasa disebut farmer’s share dan sering dinyatakan dalam persen. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran sehingga semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang diperoleh petani semakin rendah. Secara sistematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut:

Fsi = x 100% Dimana:

Fsi : Persentase yang diterima petani

Pf :Harga di tingkat atau yang diterima petani Pr : Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir 3.1.11. Rasio Keuntungan dan Biaya

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya dengan demikian, meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya dan marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan biaya =

Di mana:

(42)

3.2. Kerangka Pe mikiran Operasional

Sistem pemasaran yang ada pada suatu pasar terbentuk dengan adanya beberapa lembaga pemasaran yang terlibat. Diantara lembaga pemasaran pada sistem pemasaran tersebut dapat terbentuk adanya perbedaan harga yang cukup besar di tingkat petani dan harga di tingkat pedagang pengecer, dimana antara petani dan pedagang pengecer terdapat lembaga pemasaran yang terlibat.

Suatu sistem pemasaran daun bawang di daerah yang satu akan berbeda dengan daerah lainnya. Sistem pemasaran merupakan kumpulan tahapan kegiatan ekonomi yang nyata untuk sesuatu atau semua komoditi sepanjang rangkaian kesatuan dari produsen ke konsumen. Petani sebagai produsen daun bawang menyalurkan hasil panennya kepada lembaga-lembaga pemasaran yang menerima daun bawang langsung maupun supplier, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Kecamatan Pacet sebagai salah satu penghasil sayuran dan daun bawang salah satunya, menarik untuk ditelusuri bagaimana sistem tataniaga yang terjadi pada lokasi atau sentra produksi daun bawang. Bagaimana alur distribusi daun bawang mulai dari produsen samapi dengan konsumen akhir dan melibatkan lembaga tataniaga mana saja yang terkait.

Dengan mengkaji serta menganalisis lembaga- lembaga tataniaga yang terlibat pada setiap saluran pemasaran yang terjadi di Kecamatan Pacet diharapkan tercapai satu hasil atau rekomendasi pola saluran yang paling efisien masing- masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet. Pola pemasaran yang efisien diharapkan mampu menghasilkan solusi yang baik untuk masing- masing lembaga tataniaga yang

terlibat dengan harapan menghasilkan ”win-win solution” bagi setiap pihak yang

terlibat dalam alur distribusi produk daun bawang di Kecamatan Pacet.

(43)

pemasaran untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran, untuk mengetahui perolehan petani digunakan analisis farmer’s share dengan membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Analisis rasio keuntungan dan biaya untuk mengetahui merata tidaknya penyebaran rasio keuntungan dan biaya di setiap lembaga pemasaran.

Hasil dari analisis tersebut adalah rekomendasi saluran pemasaran yang efisien sehingga saluran pemasaran yang efisien tersebut dapat mendatangkan manfat atau ”win-win solution” bagi masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam system tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet. Pada Gambar 3 terdapat penjelasan mengenai kerangka berpikir penelitian.

Rekomendasi Alternatif Saluran Pemasaran yang Efisien

- Terjadi perbedaan yang besar antara harga daun bawang di tingkat produsen dan konsumen.

- Perbedaan terkadang menyebabkan perbedaan tingkat efisiensi.

Bagaimana Sistem Tataniaga Daun Bawang di Kecamatan Pacet. Apakah sistem tataniaga yang digunakan efisen atau tidak efisien bagi petani

AnalisisSistem Efisiensi Tataniaga

Analisis Kualitatif :

1. Saluran dan Lembaga pemasaran

2. Fungsi Pemasaran 3. Struktur pasar 4. Perilaku pasar

Analisis kuantitatif : 1. Marjin Pemasaran 2. Farmer’Share

(44)

Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Analisis Sistem Tataniaga Daun Bawang. BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil daun bawang di Kabupaten Cianjur dengan jumlah produksi sebesar 81.650 Ton. Kecamatan Pacet selain daerah sentra produksi daun bawang juga merupakan sentra produksi sayuran lain diantaranya, wortel sawi dan kubis. Daun bawang sendiri di tahun 2009 menempati produksi terbesar kedua setelah wortel khususnya di Kecamatan Pacet. Pengambilan daun bawang sebagai sampel komoditas untuk penelitian juga dipertimbangkan dengan melihat harga yang terjadi pada komoditas tersebut. Harga yang terjadi pada selang wakt u penelitian untuk komoditas daun bawang sedang mengalami peningkatan harga yang terjadi di pasaran, dengan peningkatan harga yang terjadi di pasar sangat menguntungkan bagi pelaku usaha daun bawang di Kecamatan Pacet. Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2010.

4.2. Jenis dan Sumbe r Data

(45)

Data sekunder diperoleh dari internet, hasil penelitian-penelitian terdahulu dan literatur pada berbagai lembaga atau instansi terkait, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Cia njur, Direktorat Bina Produksi Hortikultura, Kecamatan Pacet dan sumber lain yang relevan. Data-data yang digunakan adalah data harga yang terjadi disetiap lembaga pemasaran, data biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran, data produksi daun bawang di Kecamatan Pacet, jumlah petani dan pedagang responden yang informasinya berasal dari kantor Kecamatan Pacet dan CV. Agro Segar, serta data-data yang mendukung untuk penelitian.

4.3. Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data primer dilakukan me lalui wawancara dengan panduan kuisioner dengan para responden. Pengambilan petani responden dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) terhadap petani yang membudidayakan daun bawang di Kecamatan Pacet dan mengambil sampel sebanyak 20 orang. Pengambilan sampel 20 orang adalah mengacu kepada sumber informasi berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai di Kecamatan Pacet yang menyebutkan daerah-daerah yang menjadi penghasil daun bawang, dari informasi tersebut dilakukan penelusuran ke daerah lokasi petani penanam daun bawang, kemudian dilakukan pengambilan sampel menggunakan metode kuisioner.

(46)

pengambilan jumlah petani responden sebanyak 20 telah dianggap mewakili jumlah petani daun bawang yang ada di Kecamatan Pacet. Selain itu karakteristik petani daun bawang dapat dikatakn homogen dilihat dari segi produk yang dihasilkan dan teknik budidaya penanaman serta pola pemasarannya.

Penentuan responden untuk lembaga pemasaran daun bawang didapat melalui metode Snow Ball Sampling yaitu dengan cara mengikuti alur pemasaran hingga produk sampai ke konsumen dengan menelusuri saluran pemasaran daun bawang di daerah penelitian berdasarkan informasi ya ng diperoleh dari pelaku pasar yaitu mulai dari tingkat petani sampai pedagang pengecer. Jumlah pedagang yang dijadikan responden terdiri dari enam orang pedagang pengumpul kebun yang berlokasi di Kecamatan Pacet, pedagang besar berjumlah lima orang masing- masing dua pedagang besar yang berwilayah di STA dan tiga pedagang besar yang berwilayah di Kecamatan Pacet, serta lima pedagang pengecer yang berlokasi masing- masing di pasar Cipanas, pasar TU Bogor, Pasar Induk Jakarta, Tangerang, Pasar Senen. Selain pasar lokal pedagang kecamatan Pacet juga menjual ke Supermarket dan Restoran di Jakarta.

4.4. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskritif dan dilengkapi oleh data kuantitaf yang berasal dari analisis Margin Pemasaran dan L/C ratio untuk menghitung keuntungan di tiap saluran pemasaran serta Farmer’s share.

4.4.1. Analisis Deskriptif

Metode analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif kondisi pemasaran daun bawang. Selanjutnya pendeskripsian kondisi ini juga disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

4.4.2. Analisis Saluran Tataniaga

(47)

Saluran tataniaga daun bawang di Kecamatan Pacet dianalisis dengan mengamati lembaga- lembaga tataniaga yang berperan sebagai pihak perantara dalam proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen serta pembentukan peta saluran tataniaga.

4.4.3 Analisis Struktur dan Pe rilaku Pasar

Struktur pasar daun bawang dianalisis berdasarkan saluran pemasaran yang didukung peranan fungsi- fungsinya, jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat produk, kebebasan keluar masuk pasar, dan informasi harga pasar yang terjadi. Perilaku pasar daun bawang ini dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, kerjasama antar lembaga tataniaga, serta sistem penentuan dan pembayaran harga. Struktur pasar dapat dilihat dengan mengetahui jumlah petani dan penjual yang terlibat, heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi dan keadaan produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar serta perubahan informasi harga pasar.

4.4.4. Analisis Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran bertujuan untuk mengetahui tingkatan efisiensi pemasaran daun bawang. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang d ibayarkan oleh konsumen. Selain itu marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan yang diterima oleh masing- masing lembaga yang terkait dengan membandingkan perbedaan harga pada masing- masing lembaga. Besarnya marjin pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

MT = ∑Mi………...……… 1

Mi = Psi –Pbi………...……… 2

M = Ci + π... 3 Dengan menggabungkan persamaan (1) dan (2) diperoleh :

Psi – Pbi = Ci+π... 4 Sehingga keuntungan lembaga tingkat ke-I adalah

(48)

Keterangan:

Mi : Margin Tataniaga Tingkat Ke- i Psi : Harga Jual Pasar Tingkat Ke- i Pbi : Harga Beli Pasar Tingkat Ke- i

Ci : Biaya Lembaga Pemasaran Tingkat Ke-i π : Keuntungan Pemasaran Tingkat Ke-i MT: Marjin Total

4.4.5. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya (Analisis R/C Ratio) adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis (Operasional) untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Li : Keuntungan Lembaga Pemasaran Ci : Biaya Pemasaran

4.4.6 Analisis Farmer’s Share

Pendapatan yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar di tingkat konsumen akhir. Secara matematis farmer’s share dihitung sebagai berikut:

Fsi : Persentase Yang Diterima Petani Pf : Harga di Tingkat Petani

Pr : Harga di Tingkat Konsumen

(49)

BAB V

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Kecamatan Pacet

Kecamatan Pacet merupakan wilayah Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah dataran tinggi dengan tingkat suhu rata-rata bulanan antara 19-220C. Curah hujan rata-rata mencapai 316,2mm/bulan dengan rataan hujan sebanyak 17 hari/bulan. Berdasarkan klasifikasi Koppen, iklim didaerah ini termasuk tipe iklim Afa yaitu iklim tropik dengan suhu bulan terdingin >180C, curah hujan >60mm/bulan dan suhu rata-rata terpanas >22.20C, selain itu bentuk topografi dari Kecamatan Pacet datar sampai dengan berbukit/bergunung- gunung yang berada pada ketinggian 94-1.559 meter diatas permukaan laut (dpl). Faktor-faktor tersebut menyebabkan kondisi Kecamatan Pacet sesuai untuk budidaya sayuran.

Kecamatan Pacet terletak 25 Km ke arah barat Ibu Kota Kabupaten Cianjur, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisarua Bogor, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cugenang dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor, luas wilayah kecamatan pacet 54.11 hektar. Wilayah administrasi Kecamatan Pacet terdiri 79 RT (Rukun Tetangga), 290 RW (Rukun Warga) dan 7 kelurahan/Desa. 7 kelurahan tersebut dapat dilihat antara lain ; Ciputri, Ciherang, Cipendawa, Cibodas, Gadog, Sukatani, Sukanagalih.

(50)

pemasaran/konsumen di kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi.

Penduduk di Kecamatan pacet memliki beragam mata pencaharian pokok, mulai dari petani, buruh tani, swasta, PNS, TNI, pedagang, peternak dan jasa. Mata pencaharian pokok penduduk dominan sebagai buruh tani sebanyak 9.723 orang

5.2 Karakteristik Petani Responden

Pengambilan petani responden dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dilihat/dikaji yaitu: umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan pengusahaan daun bawang dan status kepemilikan lahan. Responden dipilih sebanyak 20 orang dalam satu kecamatan, yaitu petani yang sedang memproduksi atau melakukan panen daun bawang. Petani responden tidak hanya menanam daun bawang sebagai komoditi utama, tetapi juga menaman berbagai sayuran antara lain seperti wortel, brokoli, tomat dan seledri. Dalam satu lahan petani memisahkan berbagai komoditas dalam satu satuan lahan atau disekat berpetak-petak dalam satu lahan dan selain itu terdapat beberapa petani yang menanam dengan metode tumpangsari yaitu, dalam satu petak lahan divariasikan dua-tiga komoditi sayuran.

Petani responden yang melakukan usahatani sayuran di Kecamatan Pacet sebagai mata pencahariaan utama juga memilki pekerjaan samp ingan seperti berdagang, buruh tani maupun bentuk usaha lainnya. Hal ini dilakukan sebagai tambahan pendapatan bagi kepala keluarga maupun sebagai tambahan untuk membeli saran produksi yang dibutuhkan diluar usahatani yang selama ini dijalankan.

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Nasional Tahun 2007-2008
Tabel 2. Data Produksi Sayuran di Indonesia Dari Tahun 2005-2009 (Ton)
Tabel 3. Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun 2009.
Tabel 4. Data Pengiriman Daun Bawang Tahun 2010 per Bulan (Ton)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, tikus Wistar yang diberi diet tepung pra-masak pisang Tanduk rebus-dingin (TRD) dan Raja Nangka rebus-dingin (NRD) mempunyai kadar glukosa relatif lebih

Kompetensi Dasar : Mahasiswa dapat mendeskripsikan konsep dasar besaran pengukuran dan gerakC. Indikator : Diilustrasikan tentang cara pengukuran secara

Pendidikan atau belajar adalah sebagai proses menjadi dirinya sendiri ( process of becoming ) bukan proses untuk dibentuk ( process of beings haped ) menurut kehendak orang lain, maka

verifik*si dan kiaritikasi terhadap Fenewera& s$t$k pkerjaa* dimaks*4 decrga* ini Faniria rt?irrg$Eirlrrrrkarr Fvrneiang l,*Iaiig cnt*k

1) Setiap sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya ( adaptation ). Tidak ada cara yang sama dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum oleh para pemegang peranan,

Untuk mendiskripsikan solusi yang diambil atas hambatan pada penanaman karakter kerja keras dan disiplin pada Balai Rehabilitasi Sosial Anjal (anak jalanan)

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP