• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Bagi Notaris Terhadap Akta Yang Dijadikan Dasar Pemeriksaan Polisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Bagi Notaris Terhadap Akta Yang Dijadikan Dasar Pemeriksaan Polisi"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ANDI MULIA AZMI

097011010/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDI MULIA AZMI

097011010/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

(5)

Nama : ANDI MULIA AZMI

NIM : 097011010

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS

TERHADAP AKTA YANG DIJADIKAN DASAR PEMERIKSAAN POLISI

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat

Medan, Oktober 2011 Yang Membuat Pernyataan

(6)

adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses Hukum. Seorang Notaris dalam menjalankan pelayanannya harus berhati-hati, karena kelalaian yang dibuatnya dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari sehingga Notaris dapat diperhadapkan dengan proses peradilan, dimana Notaris harus memberikan keterangannya ataupun menyerahkan fotokopi minuta akta. Perumusan masalah yang akan diajukan dalam penulisan ini adalah bagaimana kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi, bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi dan Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap keputusan MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan perlindungan hukum terhadap Notaris yang diperiksa Polisi. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif. Sumber data diperoleh dari data primer berupa wawancara dengan pihak Kepolisian, Notaris dan anggota Majelis Pengawas Daerah dan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain.

Kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi biasanya melanggar ketentuan tentang kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, pihak (siapa-orang) yang menghadap notaris, tanda tangan yang menghadap, salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta, salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta dan minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan. Pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi dengan memberlakukan equality before the law (perlakuan sama di hadapan hukum). Upaya Hukum yang dapat dilakukan Notaris terhadap surat keputusan rapat MPD yang menyetujui pemeriksaan Notaris oleh penyidik lebih memilih sikap untuk tidak mengajukan upaya hukum apapun melainkan memenuhi permohonan penyidik tersebut dengan alasan bahwa pemenuhan permohonan penyidik tidak mengakibatkan kerugian yang besar bagi dirinya.

(7)

authentic document maker in the legal process. A notary, in doing his service, has to be cautious because his carelessness will cause some legal problems later on. In consequence, he can encounter judicial process in which he has to give the information and a copy of deed minute. The formulations of the problems in this research were as follows : how the criteria of notarial deeds which were given by MPD which allow a notary to be investigated by the police were, how the implementation of legal protection for a notary whose deeds were used by the police as the materials for the investigation was, and how the legal remedy done by a notary on the MPD’s decision which had stated that he could be investigated by the police was.

The research was descriptive analytic. It was called ‘descriptive’ because the legal protection for a notary when he was investigated by the police would be described. It was called ‘analytic’ because the collected data would be analyzed qualitatively. The sources of data were obtained from the primary data by using interviews with the police officers, notaries, and the members of the Regional Supervisory Committee. The secondary data were obtained by gathering legal materials of the primary data, the secondary data, and the tertiary data. In this case, books, reading materials, legal provisions, and other documents were gathered and taken inventory.

Some criteria of the notarial deeds which can be approved by MPD to be investigated by the police were as follows: the deeds usually violate the provisions about the accuracy of day, date, month, year, and time of the coming of the clients, the kinds of clients who come to the notary, the clients, signatures, the copy of the deeds is different from the deeds’ minutes, the deeds are without minutes, and the minutes are not signed, but the deeds are issued. The implementation of legal protection for a notary whose deeds are used by the police as the materials for the investigation is by applying equality before the law. The legal remedy which has to be done by the notary on the decision of the MPD to allow him to be investigated by the police is by not submitting any legal remedy but by complying with the police’s request since doing it will not cause any losss for him.

(8)

yang telah memberikan Rahmat dan hidayah`Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini, dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIJADIKAN DASAR PEMERIKSAAN POLISI.”

Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan sutudi pada Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU. Akan tetapi menurut Penulis, tesis ini adalah merupakan amanah yang diberikan dan harus dipertanggung jawabkan sedaya mampu dalam hakekat kemanusiaan yang penuh keterbatasan. Semoga bermanfaat bagi seluruh ummat. Amin.

Dalam kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program studi Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

6. Ibu DR. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen Pembimbing III yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

7. Ibu Chairani Bustami, SH, Sp.N, M.Kn selaku Dosen Penguji I

8. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan kepada penulis.

9. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda H. Darius, SH, M.Hum dan ibunda Hj. Sawalyati, BA yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan dalam dukungan moril dan finansial kepada ananda, serta do’anya yang tak pernah putus pada ananda.

11. Kepada istriku tercinta Rabiatul Adawiyah Lubis dan ananda tersayang Nazhifa Humaira Azmi yang selalu ada dalam hati Penulis selamanya.

(10)

sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini, penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi semua

Wassalam Medan, Oktober 2011

Penulis

(11)

Nama : ANDI MULIA AZMI Tempat/Tgl Lahir : Medan, 24 Februari 1986 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Anak ke : 1 (satu) dari 3 (tiga) bersaudara

II. KELUARGA

Nama Ayah : H. Darius, SH. M.Hum Nama Ibu : Hj. Sawalyati, BA

Nama Istri : Rabiatul Adawiyah Lubis

III. PENDIDIKAN

1. TK Pertiwi Tahun 1990-1992 2. Sekolah Dasar Negeri 060986 Medan Timur Tahun 1992-1998 3. SMP N 20 Medan Tahun 1998-2001 4. SMA N 3 Medan Tahun 2001-2004 5. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara Tahun 2005-2009 6. Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Konsepsi... 19

G. Metode Penelitian... 21

1. Sifat Penelitian ... 21

2. Sumber data ... 21

3. Alat Pengumpul Data ... 22

4. Analisis Data ... 23

BAB II KRITERIA AKTA NOTARIS YANG DAPAT DIBERIKAN IZIN OLEH MPD UNTUK DAPAT DIPERIKA POLISI A. Tinjauan Umum Jabatan Notaris... 24

1. Pengertian Notaris ... 24

2. Tugas Notaris ... 25

(13)

C. Kriteria Akta Notaris Yang Dapat Diberikan Izin Oleh MPD

Untuk Dapat Diperika Polisi ... 46

BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS YANG AKTANYA MENJADI DASAR PEMERIKSAAN OLEH POLISI A. Kewenangan Notaris Dalam Melakukan Pembuatan Akta . 62 B. Pemberlakuan Prinsip Equality Before The Law pada Notaris... 67

C. Pertanggungjawaban Pidana Notaris Pada Pembuatan Akta Yang Dilakukannya ... 73

BAB IV UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NOTARIS TERHADAP KEPUTUSAN MPD YANG TELAH MENYETUJUI NOTARIS UNTUK DIPERIKSA OLEH PENYIDIK A. Proses Keputusan MPD yang Menyetujui Notaris Untuk Diperika Oleh Polisi ... 83

B. Upaya Hukum Notaris Yang Diloloskan MPD Untuk Diperiksa Polisi... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

(14)

* Equality Before The Law : Perlakuan Sama Di Hadapan Hukum * Supreme of Law : Kedaulatan Hukum

* Nobite Person : Orang yang Terhormat * Uitwendige Bewijskracht : Aspek Lahiriah * Formele Bewijskracht : Aspek Materil * Tegen Bewijs : Pembuktian Terbalik * Dubius : Mendua

* Interview Guide : Pedoman Wawancara

* Ambtenaar Van De Burgelijke Stand : Pegawai Catatan Sipil * Self Regulation : Peraturan yang Mengikat

* Preventive Reasure : Pencegahan Kejahatan

(15)

adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses Hukum. Seorang Notaris dalam menjalankan pelayanannya harus berhati-hati, karena kelalaian yang dibuatnya dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari sehingga Notaris dapat diperhadapkan dengan proses peradilan, dimana Notaris harus memberikan keterangannya ataupun menyerahkan fotokopi minuta akta. Perumusan masalah yang akan diajukan dalam penulisan ini adalah bagaimana kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi, bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi dan Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap keputusan MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan perlindungan hukum terhadap Notaris yang diperiksa Polisi. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif. Sumber data diperoleh dari data primer berupa wawancara dengan pihak Kepolisian, Notaris dan anggota Majelis Pengawas Daerah dan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasikan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, Peraturan Perundang-undangan dan dukumen-dukumen lain.

Kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi biasanya melanggar ketentuan tentang kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, pihak (siapa-orang) yang menghadap notaris, tanda tangan yang menghadap, salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta, salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta dan minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan. Pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi dengan memberlakukan equality before the law (perlakuan sama di hadapan hukum). Upaya Hukum yang dapat dilakukan Notaris terhadap surat keputusan rapat MPD yang menyetujui pemeriksaan Notaris oleh penyidik lebih memilih sikap untuk tidak mengajukan upaya hukum apapun melainkan memenuhi permohonan penyidik tersebut dengan alasan bahwa pemenuhan permohonan penyidik tidak mengakibatkan kerugian yang besar bagi dirinya.

(16)

authentic document maker in the legal process. A notary, in doing his service, has to be cautious because his carelessness will cause some legal problems later on. In consequence, he can encounter judicial process in which he has to give the information and a copy of deed minute. The formulations of the problems in this research were as follows : how the criteria of notarial deeds which were given by MPD which allow a notary to be investigated by the police were, how the implementation of legal protection for a notary whose deeds were used by the police as the materials for the investigation was, and how the legal remedy done by a notary on the MPD’s decision which had stated that he could be investigated by the police was.

The research was descriptive analytic. It was called ‘descriptive’ because the legal protection for a notary when he was investigated by the police would be described. It was called ‘analytic’ because the collected data would be analyzed qualitatively. The sources of data were obtained from the primary data by using interviews with the police officers, notaries, and the members of the Regional Supervisory Committee. The secondary data were obtained by gathering legal materials of the primary data, the secondary data, and the tertiary data. In this case, books, reading materials, legal provisions, and other documents were gathered and taken inventory.

Some criteria of the notarial deeds which can be approved by MPD to be investigated by the police were as follows: the deeds usually violate the provisions about the accuracy of day, date, month, year, and time of the coming of the clients, the kinds of clients who come to the notary, the clients, signatures, the copy of the deeds is different from the deeds’ minutes, the deeds are without minutes, and the minutes are not signed, but the deeds are issued. The implementation of legal protection for a notary whose deeds are used by the police as the materials for the investigation is by applying equality before the law. The legal remedy which has to be done by the notary on the decision of the MPD to allow him to be investigated by the police is by not submitting any legal remedy but by complying with the police’s request since doing it will not cause any losss for him.

(17)

A. Latar Belakang

Lembaga Notariat merupakan lembaga yang timbul dari kebutuhan dalam pergaulan masyarakat berkenaan dengan hubungan hukum keperdataan antara sesama individu yang menghendaki suatu alat bukti di antara mereka.1 Menurut sejarah, Lembaga Notariat tersebut sudah dikenal sejak abad ke-11 atau ke-12 di Italia Utara. Puncak perkembangan dari kelembagaan Notariat yang ada di Perancis dibawa ke negeri Belanda dengan dua buah dekrit raja, tanggal 8 November 1810 dan tanggal 1 Maret 1811. Dengan dua dekrit tersebut maka ada suatu peraturan yang berlaku umum yang pertama di bidang notariat dalam perkembangan di negeri Belanda Tahun 1842 dibentuk suatu perundang-undangan nasional Belanda yaitu Undang-undang tanggal 19 Juli 1842 (Ned Staatblad Nomor 20) tentang jabatan Notaris Undang-undang Notaris Belanda tersebut berisi adanya perubahan-perubahan dalam ventosewetdari Perancis.2

Oleh karena peranan akta otentik tersebut sebagai alat bukti yang sempurna, maka Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuatnya harus menjalankan tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan

1 Chairunnisa Said Selenggang, “Profesi Notaris sebagai Pejabat Umum di Indonesia”,

Makalah disampaikan pada Program Pengenalan Kampus untuk Mahasiswa/i Magister Kenotariatan Angkatan 2008, Universitas Indonesia, Depok: 2008, halaman 3.

(18)

mengenai Notaris telah diatur secara khusus dalam bentuk perundang-undangan, yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disahkan dan diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 (selanjutnya disebut dengan UUJN). UUJN dibentuk oleh karenaReglement op Het Notaris Ambt in Indonesie(Stb.1860:3) yang mengatur mengenai jabatan Notaris tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.

Tugas Notaris adalah mengkonstantir hubungan Hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik. Ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses Hukum.3

Melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggungjawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenarbenarnya pada saat pembuatan akta.

Apabila suatu akta merupakan akta otentik, maka akta tersebut akan mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu :

1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;

2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

3Tan Thong Kie,Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I, ( Jakarta : PT. Ichtiar

(19)

3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah esuai dengan kehendak para pihak. Berdasarkan hal tersebut maka apabila terjadi sengketa di mana salah satu pihak mengajukan akta otentik sebagai bukti di Pengadilan .4

Seorang Notaris dalam menjalankan pelayanannya harus berhati-hati, karena kelalaian yang dibuatnya dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari sehingga Notaris dapat diperhadapkan dengan proses peradilan, dimana Notaris harus memberikan keterangannya ataupun menyerahkan fotokopi minuta akta. Akan tetapi, para Notaris cenderung menolak untuk memberikan keterangan dengan berlindung pada rahasia jabatan.

Sejak berlakunya UUJN khususnya Pasal 66, Notaris yang telah melakukan kelalaian tidak dapat serta merta menolak untuk memberi keterangan dengan alasan rahasia jabatan tersebut, oleh karena ketentuan tersebut menentukan bahwa untuk kepentingan proses peradilan, maka dapat dilakukan pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris untuk memberi keterangan dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (selanjutnya disebut MPD). Dalam hal inilah, keberadaan Majelis Pengawas, khususnya MPD sangat penting.

4 Salim HS,Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,

(20)

Agar seorang notaris tetap berada di jalur yang benar dan senantiasa mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum serta perundang-undangan yang berlaku maka dilakukan pengawasan. Inti pengawasan berada di tangan Menteri terkait di dalam pelaksanaannya dibantu Majelis Pengawas.5

Perlindungan hukum terhadap Notaris dituangkan dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris yang menetapkan, bahwa untuk proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang mengambil fotokopi minuta akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanannya. Perlindungan hukum kepada notaris ini, tentunya dapat segera dipikirkan dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan dan jaminan hukum kepada Notaris.

Notaris biasanya dipanggil terkait kasus pertanahan dan pemalsuan dokumen. Kapasitas notaris bisa sebagai saksi ataupun tersangka. Kalau dipanggil polisi kemudian kasus itu membahayakan posisi notaris, dia bisa tidak kooperatif. Seperti tertuang dalam Pasal 15 UU Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, notaris berwenang untuk membuat akta otentik terkait dengan perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang

5Ira Koesoemawati.dan Yunirman Rijan., Ke Notaris, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009),

(21)

diharuskan oleh UU atau dikehendaki para pihak. Notaris juga berwenang membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan melegalisasi akta di bawah tangan.

Dalam Kongres XX INI terungkap, masih banyak notaris yang melanggar UU Jabatan Notaris dalam membuat akta. Misalnya pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Ada notaris ‘nakal’ yang tetap menelurkan akta meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Adapula notaris yang tidak mengetahui pihak-pihak yang tertuang dalam akta lantaran kliennya merupakan limpahan dari notaris dari daerah lain. Konsekuensi pembuatan akta oleh notaris itu bisa menyebabkan seseorang hilang hak. Inilah yang kerap terjadi dan berujung laporan ke polisi.

Untuk mengecek sejarah akta yang bermasalah, biasanya polisi memanggil notaris guna menerangkan proses pembuatan akta. Bahkan polisi kerap memanggil saksi notaris sebagai orang menyaksikan pembuatan akta. Kecenderungannya si notaris menyuruh asistennya untuk mewakilinya jika statusnya saksi.

Kenyataannya tidak semua polisi mengerti tugas dan jabatan notaris. Ia menyatakan untuk akta di bawah tangan yang dilegalisasi notaris, si pembuat akta tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kebenaran isi akta. Legalisasi itu artinya notaris hanya menjamin bahwa surat itu betul ditandatangani oleh pihak yang menghadap. Aktanya sendiri mengikat orang membuat, tidak mengikat notaris.6

6Tim Manajemen. “Ketika Notaris dipanggil Polisi”.

(22)

Notaris hanya bertanggung jawab dari sisi formal pembuatan akta. Dengan begitu, notaris tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana atas akta yang dibuatnya. Untuk menghindari kesewenang-wenangan polisi dalam memanggil notaris, INI membuat nota kesepahaman dengan polisi. Dalam nota itu diatur, pemanggilan notaris harus dilakukan tertulis dan ditandatangani penyidik. Surat panggilan harus mencantumkan dengan jelas status sang notaris, alasan pemanggilan, dan polisi harus tepat waktu. Pada hakekatnya, notaris harus hadir memenuhi panggilan yang sah. Tetapi boleh saja berhalangan. Kalau demikian halnya, polisi bisa datang ke kantor notaris bersangkutan.

Sementara kalau status notaris adalah saksi, dia bisa saja tak disumpah. Kecuali cukup alasan, notaris yang bersangkutan boleh tidak hadir ke persidangan. Dalam nota kesepahaman itu, notaris dan PPAT juga meminta agar mereka hanya bisa diperiksa oleh penyidik, bukan penyidik pembantu. Kalaupun kelak akan diperiksa penyidik pembantu, alasannya harus patut dan wajar. Diatur pula klausul tentang notaris yang disangka melakukan tindak pidana berkenaan dengan akta yang dibuatnya, dimana notaris berhak mendapatkan bantuan hukum. Notaris yang menjadi tersangka berhak untuk didampingi oleh pengurus INI saat diperiksa polisi. Kalau dalam pemeriksaan tidak terbukti adanya unsur pidana, maka penyidik wajib menerbitkan SP3 dalam waktu secepatnya.

(23)

perlindungan, dan organisasi Notaris.7 Dalam rangka pengawasan terhadap Notaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas Notaris anggotanya berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi Notaris dan ahli/akademisi dengan anggota masing-masing sebanyak 3 (tiga) orang.

Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris ditingkat Pusat, Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Selama ini telah dilakukan pembentukan Majelis Pengawas Pusat Notaris, Majelis Pengawas Wilayah Notaris di setiap Propinsi dan sebagian telah dibentuk Majelis Pengawas Daerah Notaris di setiap Kabupaten/Kota. Kendala utama Pengawasan terhadap notaris adalah belum terbentuknya seluruh Majelis Pengawas Daerah sebagai ujung tombak pengawasan dan juga dari beberapa unsur selaku Anggota Majelis tidak bersedia menjadi anggota Majelis Pengawas Daerah.

Notaris sebagai pejabat pembuat akta juga dapat bersinggungan dengan hukum pidana. Direktur I Keamanan Transnasional Bareskrim Mabes Polri Badrodin Haiti menyatakan, Notaris biasanya dipanggil terkait kasus pertanahan dan pemalsuan dokumen.8 Bahkan kasus tindak pidana yang melibatkan Notaris, sejak Tahun 2005

7 Fisnanto. “Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum”. http://wawasanhukum.blogspot.com/

2007/07/notaris-dan-jaminan-kepastian-hukum.html, diakses tanggal 05 Maret 2011.

8 Fak. Hukum Universitas Bung Hatta, ”Ketika Notaris Dipanggil Polisi,” http:/

(24)

sampai 2007 di Direktorat Reskrim dan satuan wilayah di jajaran Poldasu, sebanyak 153 kasus. Dimana 10 orang sebagai tersangka dan sebanyak 143 orang jadi saksi.9

Kapasitas Notaris bisa sebagai saksi ataupun tersangka. Kalau dipanggil polisi kemudian kasus itu membahayakan posisi Notaris, dia bisa tidak kooperatif. Seperti tertuang dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris berwenang untuk membuat akta otentik terkait dengan perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh Undang-undang atau dikehendaki para pihak. Notaris juga berwenang membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan melegalisasi akta di bawah tangan.

Dalam Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia terungkap, masih banyak Notaris yang melanggar Undang-undang Jabatan Notaris dalam membuat akta. Misalnya pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Ada Notaris yang tetap menelurkan akta meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Adapula Notaris yang tidak mengetahui pihak-pihak yang tertuang dalam akta lantaran kliennya merupakan limpahan dari Notaris dari daerah lain.10

Konsekuensi pembuatan akta oleh Notaris itu bisa menyebabkan seseorang hilang hak. Inilah yang kerap terjadi dan berujung laporan ke polisi. Bahkan, mantan Dirjen Administrasi Hukum dan HAM Syamsudin Manan Sinaga menghimbau

9 Ags, ”Notaris Terlibat 153 Kasus Tindak Pidana,” http://www.waspada.co

.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=6025,diakses tanggal 20 Januari 2010.

(25)

Notaris tidak sembarangan mengeluarkan akta pendirian Perseroan Terbatas.11Sebab ada kemungkinan uang hasil kejahatan dicuci di perseroan dengan cara membeli saham yang dituangkan dalam akta pembuatan atau perubahan perseroan.

Untuk mengecek sejarah akta yang bermasalah, biasanya polisi memanggil Notaris guna menerangkan proses pembuatan akta. Bahkan polisi kerap memanggil saksi Notaris sebagai orang menyaksikan pembuatan akta. Akta di bawah tangan yang dilegalisasi Notaris, si pembuat akta tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kebenaran isi akta. Legalisasi itu artinya Notaris hanya menjamin bahwa surat itu betul ditandatangani oleh pihak yang menghadap. Aktanya sendiri mengikat orang yang membuat dan tidak mengikat bagi diri Notaris.

Berdasarkan kondisi di atas, maka Notaris sebenarnya memerlukan perlindungan hukum. Untuk itu dilakukan penelitian dengan judul: “Perlindungan Hukum Bagi Notaris Terhadap Akta Yang Dijadikan Dasar Pemeriksaan Polisi.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah yang akan diajukan adalah:

1. Bagaimana kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperiksa polisi ?

(26)

2. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi ?

3. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap keputusan MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik ?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kriteria akta notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat diperika polisi.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi.

3. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap keputusan MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik .

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain:

1. Secara Teoritis

(27)

b. Sebagai bahan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam penyempurnaan peraturan Perundangan-undangan tentang pengaturan yang mengatur mengenai bentuk perlindungan hukum kepada Notaris yang diperiksa oleh penyidik

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang berhubungan langsung terutama para Notaris untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap Notaris yang terjerat di kepolisian

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan sehubungan dengan objek pembahasan sudah pernah dilakukan oleh:

1. Putri A. R dengan judul “Analisis Yuridis Legalitas Notaris Sebagai Tersangka Atas Akta Yang Dibuatnya,” dengan perumusan masalah:

a. bagaimanakah pelaksanaan tugas dan kewajiban notaris dalam menjalankan tugas dan profesinya ?

b. Bagaimanakah indikatornya tugas-tugas jabatan notaris yang berimplikasi pada perbuatan pidana ?

c. bagaimanakah akibat hukum bagi notaris yang ditetapkan sebagai tersangka ? 2. Yusnani dengan judul: “Analisis Hukum Terhadap Akta Otentik Yang

(28)

a. Bagaimana pertanggung jawaban notaris terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu ?

b. bagaimana sanksi yang diberikan kepada penghadap yang memberikan keterangan palsu dalam akta otentik ?

c. bagaimana akibat hukumnya terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu ?

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil-hasil penelitan yang pernah dilakukannya, khususnya di Universitas Sumatera Utara, penelitian yang dilakukan peneliti lebih memfokuskan diri pada bentuk perlindungan terhadap notaries yang bersentuhan dengan hukum pidana, sehingga penelitian yang dilakukan, baik dari segi judul, permasalahan dan lokasi serta daerah penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, maka berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian, penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Perwujudan perlindungan hukum dalam suatu negara tidak terlepas dari konsep negara hukum. Menurut konsep rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl yang diilhami oleh Immanuel Kant, unsur-unsur negara hukum(rechtsstaat)adalah : 1. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

(29)

4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.12

Indonesia merupakan negara yang menerapkan konsep rechsstaat (Eropa Kontinental) dan sebagai badan hukum publik dan kumpulan jabatan (complex van ambten) atau lingkungan pekerjaan tetap perlu memperoleh perlindungan hukum, khususnya Notaris sebagai pejabat umum yang mewakili pemerintah.13

Equality before the law (perlakuan sama di hadapan hukum) adalah pilar utama dari bangunan Negara Hukum (state law)yang mengutamakan hukum di atas segalanya (supreme of law). Pengakuan kedudukan tiap individu di muka hukum ditempatkan dalam kedudukan yang sama tanpa memandang status sosial (social stratum). Keberlakuan prinsip equality before the law dalam praktek penegakan negara hukum yang berdasarkan supremasi hukum (kedaulatan hukum) ternyata mengalami “penghalusan” kalau tidak mau dikatakan “exception” (pengecualian) demi mempertahankan kewibawaan hukum itu sendiri.

Untuk menjadi orang yang dikecualikan dari prinsip equality before the law, tentu saja harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang dibuat sesuai standart pemenuhan nilai-nilai sebagai “nobile person” (orang yang terhormat). Salah satunya adalah Notaris yang dalam Pasal 1868 KUHPerdata, dikenal sebagai Pejabat Umum (Openbare Ambtenaren) dan telah dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

12 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.,

halaman 2.

(30)

Notaris adalah seorang yang dalam menjalankan jabatannya tidak tunduk terhadap prinsip equality before the law, sepanjang dalam melaksanakan jabatannya telah mengikuti prosedur yang ditentukan oleh Undang-undang Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang mengatur kewajiban dan larangan.

Dengan mengaitkan aspek perlindungan hukum tersebut dengan teori Kelsen dan Nawiasky, maka menurut hemat penulis, terwujudnya perlindungan hukum bagi Notaris dan akta Notaris terhadap tindakan penyidikan oleh polisi, harus didukung pula dengan peraturan perundang-undangan negara tersebut. Berdasarkan teori Kelsen, Grundnorm Indonesia adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Selanjutnya, berdasarkan teori Nawiasky, maka urutan empat kelompok norma yang diuraikannya tercermin dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang Dasar 1945; Undang-undang/Perpu; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peaturan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota, Desa).

Menurut kedua teori di atas, maka perundang-undangan yang dibuat dalam negara Indonesia harus mengikuti tata urutan tersebut, dimana peraturan yang lebih rendah mempunyai daya mengikat terhadap peraturan di atasnya dan tentu saja tidak boleh saling bertentangan sehingga dapat tercipta keteraturan.

(31)

bahwa organisasi profesi memiliki kepentingan untuk memperoleh jaminan agar anggotanya menjalankan tugasnya dengan memenuhi standar etika profesi. Hal ini sangat penting, mengingat profesi hukum merupakan profesi mulia atau luhur, yang sangat berkaitan dengan kepentingan umum.14

Selain diikat oleh kode etik Notaris, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya ada 3 (tiga) aspek yang harus diperhatikan Notaris pada saat pembuatan akta. Aspek-aspek ini berkaitan dengan nilai pembuktian, yaitu:15

1. Lahiriah(uitwendige bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik(acta publica probant sese ipsa). Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris. Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada Minuta dan Salinan dan adanya awal akta (mulai dari judul) sampai akhir akta.

14 Frans Hendra Winarta, Persepsi Sebagian Masyarakat Terhadap Profesi Hukum Di

Indonesia, Media Notariat, Edisi Oktober – Desember 2003, Nomor 3, CV. Pandeka Lima, Jakarta, halaman 59.

15Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman

(32)

Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.

Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.

2. Formal(formele bewijskracht)

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta Notaris. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada akta pihak).

(33)

bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.

Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa pun.

Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat di hadapan Notaris atau yang dibuat oleh si Notaris. Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan, misalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa menghadap Notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal akta, atau merasa tanda tangan yang tersebut dalam akta bukan tanda tangan dirinya.Jika hal ini terjadi bersangkutan atau penghadap tersebut untuk menggugat Notaris, dan penguggat harus dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut.16

(34)

3. Materil (materielebewijskracht)

Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan atau para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris (akta pihak) dan para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata.

Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak rnenerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang lelah benar berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus diiakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.17

Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan

17

(35)

atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

2. Konsepsi

“Konsep adalah suatu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut denganoperational definition18. Pentingnya definisi profesional adalah untuk menghindari perbedaaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai”19.

Konsepsi merupakan unsur pokok dalam suatu penelitian atau untuk membuat karya ilmiah. Sebenarnya yang dimaksud dengan konsepsi adalah “suatu pengertian mengenai sesuatu fakta atau dapat berbentuk batasan atau definisi tentang sesuatu yang akan dikerjakan. Jadi jika teori kita berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, sedangkan konsepsi masih merupakan permulaan dari sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori”20.

Konsepsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjelaskan tentang pengertian Notaris : “Pejabat umum yang berwenang

18 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi

Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), Halaman 10.

19 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara(Medan: PPs-USU, 2002), Halaman 35.

20 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003),

(36)

untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.”

Perlindungan hukum mengandung dua aspek, yaitu preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, dengan melakukan pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan sesuai dengan norma-norma hukum sedangkan perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa, dengan mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum

Akta Menurut Pasal 1869 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPdt), adalah sebuah surat yang harus diberi tanda tangan yang di dalamnya memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. Keharusan adanya tanda tangan, bertujuan untuk membedakan akta yang satu dari akta yang lain.21

Notaris menurut Undang-undang Jabatan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.22

Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.23

21Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia,Edisi IV, Liberty, Yogyakarta,

1993, hlm.120.

(37)

Pemeriksaan polisi adalah Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban di tingkat kepolisian.

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan perlindungan hukum terhadap Notaris yang diperiksa Polisi. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ialah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengidentifikasi pola hubungan antara penegak hukum dan pemegang kekuasaan di satu pihak serta masyarakat umum di lain pihak, serta faktor-faktor sosial yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap adanya perlindungan hukum kepada Notaris.

2. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari data primer, yang dilakukan melalui metode wawancara yang dilakukan terhadap:

(38)

Selain itu sumber data penelitian juga berasal dari data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa:

a. Bahan hukum primer, berupa bahan hukum yang meliputi peraturan perundang-undangan yang mendukung yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan KUHP.

b. Bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan berupa buku-buku yang berhubungan dengan bahan penelitian dan

c. Bahan hukum tertier, yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda, dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, yang berdasarkan sistem hukumcivil law.

3. Alat Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengkajian deskriptif analistis terdiri dari wawancara langsung dan mendalam, penggunaan kuesioner dan observasi atau survey lapangan.24 Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah melalui:

24Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum,(Bandung: Mandar Maju, 2008)

(39)

1) Pedoman wawancara (interview guide) dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait didalamnya, yakni MPD Kota Medan, pihak kepolisian dan Notaris Kota Medan masing-masing 1 (satu) orang.

2) Studi dokumen yaitu pengumpulan data, dengan jalan mengadakan pencatatan langsung mengenai data yang berupa dokumen ataupun mengutip keterangan-keterangan yang dibutuhkan.

4. Analisis Data

(40)

A. Tinjauan Umum Jabatan Notaris 1. Pengertian Notaris

Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjelaskan tentang pengertian Notaris : “Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.” Untuk memberikan penegasan bahwa Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang tertentu, bukan pejabat lain, dapat dilihat dari definisi di atas bahwa:

a. Notaris adalah pejabat umum.

b. Notaris merupakan satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik yang diberikan oleh Undang-undang.

Sehubungan dengan wewenang yang diberikan bagi Notaris oleh Undang-undang maka selain Notaris, pejabat lainnya hanya mempunyai wewenang tertentu, artinya wewenang mereka tidak sampai pada pembuatan akta otentik sebagaimana telah ditugaskan oleh Undang-undang kepada Notaris. Adapun pejabat lain yang diberikan kewenangan membuat akta otentik selain Notaris, antara lain:

1) Consul (berdasarkanConculair Wet)

(41)

3) Notaris Pengganti

4) Juru Sita pada Pengadilan Negeri. 5) Pegawai Kantor Catatan Sipil.23

Meskipun pejabat ini hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum akan tetapi mereka itu bukan Pejabat Umum. Mengenai otentisitas suatu akta Notaris, lebih lanjut Soegondo Notodisoerjo, menyatakan:

Bahwa untuk dapat membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai “penjabat umum”. Di Indonesia, seorang advokat, meskipun ia seorang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta otentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai “penjabat umum”. Sebaliknya seorang “Pegawai Catatan Sipil” (Ambtenaar van de Burgerlijke Stand) meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. Demikian itu karena ia oleh Undang-undang ditetapkan sebagai “pejabat umum” dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.24

2. Tugas Notaris

Sebagaimana diketahui Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah menegaskan bahwa tugas pokok dari Notaris adalah membuat akta otentik dan akta otentik itu akan memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang mutlak. Hal ini dapat dilihat

23 H. Budi Untung,Visi Global Notaris,Andi, Yogyakarta, 2002, halaman 43-44.

24 Kartini Soedjendro, Perjanjian Peraihan Hak atas Tanah yang Berpotensi Konflik,

(42)

sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1870 KUHPerdata, bahwa: “Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.”

Menjalankan tugas jabatannya, Notaris tidak hanya berwenang untuk membuat akta otentik dalam arti menyusun, membacakan dan menandatangani dan dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1868 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya,” tetapi kewenangan Notaris dalam membuat akta otentik dapat jugat berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris yang berbunyi:

(43)

Dilihat dari uraian pasal tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa kewajiban terhadap Notaris untuk membuat suatu akta, kecuali apabila terdapat alasan-alasan yang mempunyai dasar untuk menolak pembuatan akta tersebut. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya juga dituntut harus memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan Undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Adanya hubungan erat antara ketentuan mengenai bentuk akta dan keharusan adanya pejabat yang mempunyai tugas untuk melaksanakannya, menyebabkan adanya kewajiban bagi pemerintah untuk menunjuk dan mengangkat Notaris.

Terhadap otentisitas suatu akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris, dapat dilihat dari unsur-unsur yang tercantum di dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut di atas, yakni sebagai berikut:

a. Bahwa akta itu dibuat dalam bentuk menurut hukum; b. Bahwa akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum;

c. Bahwa akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya di tempat dimana akta itu dibuat.

(44)

bernaung dalam suatu organisasi profesi Notaris yang disebut dengan Ikatan Notaris Indonesia, atau yang disingkat dengan INI.25

Notaris dalam profesinya sesungguhnya adalah merupakan pejabat umum, yang dengan akta-aktanya akan menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan mempunyai sifat otentik, sehingga dengan adanya peran Notaris akan mendorong masyarakat untuk mempergunakan alat-alat pembuktian tertulis (otentik). Oleh karena itu Notaris harus aktif dalam pekerjaannya dan bersedia melayani masyarakat manapun juga yang membutuhkan jasa-jasanya.

Negara merasa perlu menata kelembagaan notariat melalui sejumlah pembatasan-pembatasan, mengingat kewenangan lembaga Notariat diabdikan sepenuhnya untuk kepentingan yang lebih tinggi, yakni kepentingan masyarakat. Garis kewenangan formal yang diderivasi dari kekuasaan umum inilah yang membedakan jabatan Notaris dengan profesi-pofesi lainnya.26

Berdasarkan hal di atas, pembatasan-pembatasan yang dimaksud dapat berupa peraturan yang mengikat di kalangan notaris (self regulation)yang diwujudkan dalam kode etik Notaris. Di dalam menjalankan tugas jabatannya, Notaris selain terikat dengan segala ketentuan yang tertuang dalam undang-undang, juga harus ikut serta menegakkan ketertiban ditengah-tengah masyarakat.

25H. M. N. Purwosujtipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Pengetahuan Dasar

Hukum Dagang,Djambatan, Jakarta, 2007, halaman 16.

26 Irsyadul Anam Malaba,Pluralitas Organisasi Notaris Di antara Hak, Kebutuhan, Inefiensi

(45)

Sehubungan dengan pelaksanaan tugas jabatannya, maka Notaris harus dikontrol dengan Kode Etik Profesi, lebih lanjut Frans Hendra Winarta menyatakan bahwa organisasi profesi memiliki kepentingan untuk memperoleh jaminan agar anggotanya menjalankan tugasnya dengan memenuhi standar etika profesi. Hal ini sangat penting, mengingat profesi hukum merupakan profesi mulia atau luhur, yang sangat berkaitan dengan kepentingan umum.27

Selain diikat oleh kode etik Notaris, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya ada 3 (tiga) aspek yang harus diperhatikan Notaris pada saat pembuatan akta. Aspek-aspek ini berkaitan dengan nilai pembuktian, yaitu:28

1. Lahiriah(uitwendige bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica probant sese ipsa). Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris. Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan

27 Frans Hendra Winarta, Persepsi Sebagian Masyarakat Terhadap Profesi Hukum Di

Indonesia, Media Notariat, Edisi Oktober – Desember 2003, Nomor 3, CV. Pandeka Lima, Jakarta, halaman 59.

28Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman

(46)

dari Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada Minuta dan Salinan dan adanya awal akta (mulai dari judul) sampai akhir akta.

Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.

Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.

2. Formal(formele bewijskracht)

(47)

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris dan ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.

Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa pun.

Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat di hadapan Notaris atau yang dibuat oleh si Notaris.29

Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan, misalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa menghadap Notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal akta, atau merasa tanda tangan yang tersebut dalam akta bukan tanda tangan dirinya.Jika hal ini terjadi

(48)

bersangkutan atau penghadap tersebut untuk menggugat Notaris, dan penguggat harus dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut.30

3. Materil (materielebewijskracht)

Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan atau para pihak yang diberikan/disampaikan di hadapan Notaris (akta pihak) dan para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian/keterangannya dituangkan/dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata.

Jika ternyata pernyataan/keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk/di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka.

Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak rnenerangkan atau menyatakan yang

(49)

sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak yang lelah benar berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus diiakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.31

Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

Setiap pekerjaan dan jabatan tentu dibarengi dengan hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menjalankan praktiknya seorang notaries memiliki kewajiban, kewenangan dan larangan atau pantangan. Kewajiban, kewenangan atau larangan merupakan inti dari praktik kenotaritan. Tanpa adanya ketiga elemen ini maka profesi dan jabatan notaries menjadi tidak berguna. Penting bagi masyarakat mengetahui kewajiban, kewenangan dan larangan bagi notaries agar mereka mengerti praktik kenotariatan sehingga tidak mudah tertipu oleh notaris, serta membantu negara dalam melakukan pengawasan terhadap para notaris.

3. Kewajiban Notaris

Notaris sebagai seorang pejabat umum yang diangkat oleh negara memiliki kewajiban yang diatur secara khusus dalam undang-undang tentang jabatan notaris. Seorang notaris wajib bertindak jujur, seksama dan tidak memihak. Kejujuraran

(50)

merupakan hal yang pentinga karena jika seorang notaris bertindak dengan ketidak jujuran maka akan banyak kejadian yang merugikan masyarakat. Bukan hanya itu, ketidakjujuran akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Keseksamaan bertindak merupakan salah satu hal yang harus selalu dilakukan seorang notaris. Coba bayangkan jika seorang notaries bertindak ceroboh, tentu akan banyak yang dirugikan. Misalnya kesalahan penulisan nama, seharusnya “Monika” tetapi tertulik “Monik” maka efeknya akan besar bagi si pemilik akta. Jika sang pemilik akta mempunyai saudara yang bernama “Monik” maka dimata hukum orang yang terlibat dalam perjanjian adalah “Monik” bukan “Monika”.

Menjaga kerahasiaan terkait pembuatan akta juga harus dilakukan oleh seorang notaris. Seorang notaris diharamkan untuk mengumbar kisah para klien tanpa ada persetujuan dari sang klien. Kerahasiaan ini juga merupakan amanat dari sumpah notaris. Mereka disumpah untuk dapat menjaga rahasia karena dengan menjaga rahasia para klien maka notaris juga sudah bertindak netral. Bayangkan, jika notaris tidak dapat menjaga rahasia berarti secara tidak langsung hal tersebut akan mempengaruhi para klien. Parea klien akan merasa disudutkan atau diuntungkan dengan informasi notaris. Namun demikian, seorang notaris dapat “bernyanyi” tentang rahasia para klien jika diwajibkan oleh undang-undang.

(51)

dokumen diamanatkan oleh undang-undang. Jika terjadi penolakan berarti si notaris melanggar undang-undang.32

Jika seorang notaris memiliki alasan kuat untuk melakukan penolak maka hal tersebut dapat dilakukan. Misalnya, seorang berkeinginan untuk melakukan sewa-menyewa mobil, sedangkan pihak yang sewa-menyewakan mobil bukanlah pemilik yang sebenarnya dan tidak memiliki bukti pemberian kuasa dari pemilik sebenarnya. Menghadapi kasus seperti ini, si notaris dapat menolak pembuatan akta sewa menyewa. Penolakan didasari pada tidak jelasnya legalitas dari pihak yang mengajukan keinginan sewa menyewa.

Membuat daftar dari akta-akta yang sudah dikeluarkan dan menyimpan minuta aktadengan baik merupakan kewajiban lain dari seorang notaris.Minuta akta adalah asli akta notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Setelah minuta akta ditandatangani para pihak diatas materai dan telah sesuai dengan ketentuan, selanjutnya ditandatangani oleh saksi-saksi dan terakhir oleh notaris. Setelah itu, notaris akan mengeluarkan salinan akta resmi untuk pegangan para pihak. Hal ini perlu dilakukan agar jika terjadi sesuatu terhadap akta yang dipegang kedua belah pihak maka notaris masih memiliki bukti perjanjian/penetapan. Hal ini juga perlu disadari oleh pihak pembuat akta karena banyak kejadian dimana akta yang dilakukan dengan menghilangkan atau merobek akta.

32Adjie Habib,Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004

(52)

Seorang notaris wajib membacakan akta dihadapan pihak yang meminta pembuatan akta (klien) dan saksi-saksi. Setelah semua memahami dan menyetujui isi akta lalu diikuti dengan penandatanganan akta oleh semua yang hadir (notaris, para pihak, saksi-saksi). Pembacaan akta ini merupakan salah satu poin penting karena jika tidak dilakukan pembacaan maka akta yang Anda buat dapat dianggap sebagai akta dibawah tangan.

Seorang notaris magang wajib diterima disebuah kantor notaris. Notaris yang sudah berpraktik tidak boleh menolak permohonan magang yang diajukan oleh seorang notaris magang. Melalui program magang tersebut akan terjadi regenerasi di dunia kenotariatan karena salah satu syarat menjadi notaris adalah sudah melalui tahap magang selama dua tahun. Jika seorang notaris menolak kehadiran notaris magang dikantornya berarti secara tidak langsung dia “membunuh” eksistensi praktik kenotariatan.

(53)

4. Kewenangan Notaris

Suatu ketika seorang rekan mendapatkan undangan dan mengeluh kepada saya, “Wah payah nih, nama sayakan Cindy bukan Cindi”. Sambil bercanda saya mengatakan, “Apa bedanya? Toh kamu dapat undangannya, lagi pula cuma kamu yang namanya Cindy”.

Dapat dibayangkan seandainya dokumen-dokumen yang tercatat di negara memilik banyak kesalahan seperti itu, maka akan banyak yang dirugikan. Disitulah salah satu peran notaris. Dia memiliki kewenangan untuk melakukan pengesahan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tanda tangan. Tindakan ini dilakukan sebagai proses untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam pemberian tanggal dan keaslian tanda tangan dari pihak yang membuat akta.

Seorang notaris juga memiliki kewenangan mengesahkan keaslian hasil dari fotokopi surat atau dokumen dengan memeriksa surat atau dokumen asli. Sebagai pejabat yang menerima pendelegasian dari pemerintah dalam masalah pembuatan dan pengurusan akta, seorang notaris juga dibekali dengan kemampuan untuk menentukan keaslian sebuah dokumen. Berbekal keahlian tersebut, seorang notaris dapat melakukan pengesah sebuah akta yang difotokopi, tentunya setelah melakukan pemeriksaan yang cermat terhadap akta yang asli.33

Tingkat pendidikan masyarakat ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan hukum. Masyarakat kebanyakan masih awam tentang hukum,

33Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan,Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris, Memahai

(54)

paling sederhana hal ini dapat terlihat dari tingkat kepatuhan masyarakat terhaadap aturan lalu lintas. Banyak dari masyarakat, baik yang berpendidikan maupun tidak, melakukan pelanggaran lalu lintas. Terlebih lagi jika kita berbicara mengenai peraturan seputar pembuatan akta. Oleh karena itu, notaris berwenang untuk melakukan penyuluhan atau penerangan tentang seputar pembuatan dan pentingnya memiliki akta otentik.

Sehubungan dengan hal itu, tidak heran jika pemerintah membatasi praktik notaris di kota-kota besar. Pemerintah berusaha melakukan pemerataan sebaran notaris di Indonesia. Salah satu tujuan pemerintah adalah agar masyarakat di daerah terpencil juga memiliki pengetahuan dan kesadaran yang cukup terkait dengan pembuatan akta. Diharapkan dengan memiliki akta, masyarakat di daerah terpencil akan terhindar dari kasus-kasus hukum yang bisa menjerat dan merugikan mereka.

Membuat salinan dan pembukuan dari surat-surat di bawah tangan juga merupakan wewenang notaris. Tindakan ini sebagai langkah tertib administrasi sehingga jika ada yang menyangkal surat-surat dibawah tangan tersebut maka sang notaris memiliki bukti. Sebuah pembukuan dan administrasi yang baik dibutuhkan karena seorang notaris akan melaporkan dan menyerahkan minuta akta yang sudah dibuat kepada negara. Jadi, semua dokumen yang dibuat di hadapan notaris sudah menjadi milik negara. Seorang notaris juga berwenang untuk membuat risalah lelang.

5. Larangan Bagi Notaris

(55)

menjalankan praktiknya dan bertanggung jawab terhadap segala hal yang dilakukannya. Tetapi adanya pembatasan, seseorang cenderung akan bertindak sewenang-wenang. Demi sebuah pemerataan, pemerintah membatasi wilayah kerja seorang notaris. Undang-udang tentang jabatan notaris juga sudah mengatur bahwa seorang notaris dilarang menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya. Sebagai contoh, seorang notaris yang memiliki wilayah kerja di Yogyakarta tidak dapat membuka praktik atau membuat akta otentik di wilayah Jakarta (batas yuridiksi notaris adalah provinsi)

Bukan hanya anak sekolah saja yang dihukum karena membolos. Notaris pun akan di kenai sanksi jika meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari tujuh hari kerja tanpa alasan yang sah. Seorang notaris tidak dapat seenaknya mengambil waktu rehat karena tugas yang didelegasikan negara pada dirinya menuntut untuk senantiasa siap melayani mereka yang butuh pembuatan atau penetapan otentik tentang berbagai hal.

Dapat dibayangkan jika seorang notaris tiba-tiba tidak ada di tempat maka banyak yang akan dirugikan. Jika memang seorang notaris ingin rehat sejenak dari kegiatan kenotariatan di wilayah itu maka ia wajib mengajukan izin cuti kepada negara. Lebih dari itu, jika di tempat tersebut tidak ada notaris lagi yang bertugas maka dirinya wajib menunjuk seorang notaris pengganti. Notaris pengganti ini haruslah yang memiliki pengetahuan hukum yang mumpuni dan pengalaman di dunia kenotariatan.

(56)

petinggi perusahaan negara atau swasta, sebagai pejabat negara, sebagai PPAT di luar wilayah yuridiksinya, apalagi juga berperan sebagai advokat. Seorang notaris harus bertindak professional. Profesionalitas tersebut tidak akan dapat tercapai jika terjadi rangkap jabatan. Rangkap jabatan dapat membuat si notaris dalam menjalankan tugasnya tidak bertindak netral. Ia akan kehilangan focus dalam melayani masyarakat dan akan lebih mendahulukan kepentingan pribadi atau kepentingan yang menguntungkan si notaris terlebih dahulu. Negara sudah mengangkat notaris sebagai pejabat umum negara dan mendelegasikan kepercayaan serta tugas yang cukup penting. Sudah sepantasnyalah seorang notaris menjalankan tanggung jawab itu dengan kesungguhan hati dan tidak melakukan rangkap jabatan.

Referensi

Dokumen terkait

Dimintai keterangannya seperti dimaksud, hanya dapat dijalankan oleh Majelis Pengawas Notaris (Vide Pasal 66 UUJN), hal mana jika perbuatan tersebut melanggar ketentuan UUJN dan

Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum untuk membuat akta otentik diawasi oleh Komisi Majelis Pengawas yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis

c. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh notaris terhadap putusan Majelis Pengawas Daerah yang telah menyetujui notaris untuk diperiksa oleh polisi.

Keberadaan Pasal 66 ayat (1) UUJN merupakan bentuk perlindungan hukum bagi Notaris apabila diperlukan keterangannya dalam pemeriksaan oleh penyidik, penuntut umum dan

Namun bilamana seorang notaris diminta membuka rahasia jabatan untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim yang berwenang untuk mengambil

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan dalam memberikan persetujuan terhadap pemanggilan Notaris oleh penegak hukum penyidik, penuntut umum, atau hakim, MKN

Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan yang diatur dalam UUJN, antara lain terkait dengan perlindungan hukum hak ingkar Notaris sebagai saksi yang diatur dalam Pasal 66, yaitu

Berdasarkan pada pasal 66 UUJN yang mengatur mengenai tata cara pemanggilan terhadap seorang notaris yang dilakukan oleh seorang penyidik dan jaksa harus meminta ijin kepada majelis