• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Pencarian Pengobatan Pada Masyarakat Suku Pak-pak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Sumatera Utara Tahun 2009.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Pencarian Pengobatan Pada Masyarakat Suku Pak-pak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Sumatera Utara Tahun 2009."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PENCARIAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT SUKU PAK-PAK DI KELURAHAN SIDIANGKAT KECAMATAN SIDIKALANG

KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA TAHUN 2009

SKRIPSI

Oleh :

NIM 041000323 ARIYANTO TINENDUNG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

POLA PENCARIAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT SUKU PAK-PAK DI KELURAHAN SIDIANGKAT KECAMATAN SIDIKALANG

KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

ARIYANTO TINENDUNG NIM 041000323

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul

POLA PENCARIAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT SUKU PAK-PAK DI KELURAHAN SIDIANGKAT KECAMATAN SIDIKALANG

KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA TAHUN 2009

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

Ketua Penguji Penguji I

ARIYANTO TINENDUNG 041000323

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 13 Juli 2009

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Dra. Syarifah, MS Drs. Tukiman, MKM

NIP. 196112191987032002 NIP. 196110241990031003

Penguji II Penguji III

Drs. Eddy Syahrial, MS Drs. Alam Bakti Keloko, MKes NIP. 195907131987031001 NIP. 196206041992031001

Medan, September 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

POLA PENCARIAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT SUKU PAK-PAK DI KELURAHAN SIDIANGKAT KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA TAHUN 2009

Penduduk asli di kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi adalah suku Pak-pak. Seiring berjalannya waktu, komunitas suku pak-pak semakin tergeser ke pinggiran. Komunitas masyarakat suku Pak-pak yang terbesar ada di kelurahan Sidiangkat. Kebiasaan masyarakat setempat dalam hal pengobatan penyakit merupakan hal yang unik. Pengobatan tradisional dan pengobatan medis bahkan pengobatan sendiri berkembang dengan baik. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pencarian pengobatan pada masyarakat suku pak-pak di kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi Sumatera Utara tahun 2009. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara wawancara mendalam ( indepth interview ). Informan dalam penelitian ini ada tujuh orang, dan proses wawancara dilakukan di rumah informan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Pak-pak.

Pernyataan informan dalam penelitian ini menggambarkan, bahwa ada empat pola pencarian pengobatan yang berkembang pada masyarakat suku Pak-pak setempat. Melakukan pengobatan sendiri terhadap penyakit yang diderita, dengan menggunakan pengobatan tradisional, memanfaatkan pengobatan medis modern, dan pada penyakit tertentu menggabungkan jenis pengobatan tradisional dengan pengobatan medis modern dalam rangka mengobati penyakit yang diderita. Secara umum pola pencarian pengobatan yang paling dominan digunakan masyarakat adalah dengan melakukan pengobatan sendiri.

Pola pengobatan sendiri menjadi dominan dikarenakan umumnya masyarakat memiliki pengetahuan dan tekhnik khusus dalam meramu obat yang sesuai terhadap penyakitnya dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada dilingkungan sekitar. Melihat potensi besar dan manfaat yang luar biasa ini, melalui dinas Kesehatan maupun dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan bantuan masyarakat setempat diharapkan dapat melestarikan tekhnik tersebut dengan merangkumnya dalam bentuk buku, sehingga dapat menambah pustaka bangsa dan dapat dikembangkan maupun diwariskan pada masyakat yang lain.

(5)

ABSTRACT

THE PATTERN OF THREATMENT SEEKING AT THE PAK-PAK PEOPLE IN THE SIDIANGKAT DISTRICT, SIDIKALANG SUBDISTRICT, DAIRI REGENT SUMATERA UTARA AT 2009

Aborigin in the Sidikalang subdistrict Dairi regent is Pak-Pak. By the time passed away, pak community progressively shifted to the side. The most of Pak-pak people community is in the Sidiangkat district. The habit of local people for disease threatment is unique thing. Traditional threatment and medical threatment, moreover threatment itself are developed well. According to the condition, this research has aim to know the pattern of threatment seeking at the Pak-Pak people in Sidiangkat subdistrict Dairi regent Sumatera Utara at 2009. This research is done by using qualitative approach by indepth interview method. There are seven informants in this research and interview process is done in informant’s house by using vehicle of Pak-Pak language.

Informant’s statement in this research describes that there are four patterns of threatment seeking is developed at local Pak-pak people. Doing the threatment itself to the disease suffered by using traditional threatment, making use of modern medical threatment and combining the kind of traditional threatment and the modern medical threatment on the certain disease in order to cure the disease suffered. Universally, the most dominant of threatment seeking done by people by using threatment itself.

Commonly, people have knowledge and specific technique to gather medicine that appropriate with its disease by making use the substances in around environment, so that the pattern of threatment seeking become dominant. Seeing this big potency and excellent benefit, via Health Department and also Education and Civilization Department and local people helping hoped can preserve that technique by embracing become a book, so that can add nation book and be developed also bequeathed to ther people.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ariyanto Tinendung

Tempat/Tanggal Lahir : Sidikalang/ 28 September 1985

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Nikah Jumlah Anggota Keluarga : 9 orang

Anak ke : 6 dari 7 bersaudara

Alamat Rumah : Jl Runding Nomor 45 Sidiangkat Sidikalang Dairi Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan :

1. SD Inpres No. 034779 Sidiangkat, Tamat Tahun 1998 2. SLTP Negeri 3 Sidikalang, Tamat Tahun 2001

3. SMU Negeri 1 Sidikalang, Tamat Tahun 2004 4. FKM USU, Tamat Tahun 2009

Riwayat Organisasi :

1. Departemen Bidang Pembinaan Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FKM USU Periode 2004-2005

2. Anggota Bidang Minat dan Bakat Panitia Hari Besar Islam (PHBI) FKM USU Periode 2004-2005

3. Wakil Bendahara Umum UKMI Ad-dakwah USU Periode 2005-2006

4. Wakil Sekteraris Umum Bidang Penelitian dan Pengembangan HMI Komisariat FKM USU Periode 2006-2007

5. Sekretaris Lembaga Penelitian Kesehatan Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FKM USU Periode 2006-2007

(7)

8. Koordinator Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Komisariat (MPKPK) HMI Komisariat FKM USU Periode 2008-2009

9. Direktur Penelitian dan Pengembangan Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) Periode 2007-2008

10.Direktur Pengabdian Masyarakat LKMI Periode 2007-2008 11.Sekretaris Forum Kajian Insan Cita (FKIC) Tahun 2008

12.Anggota Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Medan mulai Tahun 2007

13.Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Medan Periode 2009-2010

Riwayat pekerjaan

1. Commetee Kegiatan-kegiatan HSP-Sumut, 2008-2009 2. Surveyor/ interviewer

• Perkembangan imunisasi se provinsi NAD dan Sumatera Utara tahun 2009 • Quick Count Lembaga Riset Informasi pada pemilihan presiden Indonesia

tahun 2009

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sudah menjadi keharusan dengan penuh kesadaran, kehadirat Allah SWT karena dengan taufiq dan hidayahNya telah memberikan kekuatan kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Pola Pencarian Pengobatan Pada

Masyarakat Suku Pak-pak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang

Kabupaten Dairi Sumatera Utara Tahun 2009” ada di hadapan pembaca.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyandang gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, hasil dari proses belajar yang dilakukan penulis selama menimba ilmu di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang berusaha dipersembahkan untuk dunia pendidikan dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan dukungan baik moril maupun materil dari berbagi pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Syarifah, MS dan Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi dimana penulis banyak belajar dari beliau dan dalam kesempatan ini penulis memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada beliau yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu dr Devi Nuraini Santi, Mkes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang dalam kesempatan ini penulis memberikan penghargaan yang besar kepada beliau yang telah memberikan arahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis selama kuliah di FKM USU

(9)

para Mahasiswa khususnya penulis, sehingga mahasiswa mampu berfikir dan berkreasi dalam hidup dan kehidupan ini.

5. Kepada seluruh kakanda (Bang Lahmuddin, Edi Subroto, Hamid, Nobon, Koto, Anto, Ijal, Hery, A5, Showmad, Raja, Andika, Busset, Kamto, Kak Suci dan Diah serta kakanda Senior HMI lainnya) yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis paham akan arti sebuah pilihan hidup. Aku akan mengejar kalian menjadi orang besar!

6. Kepada rekan-rekan angkatan 04 (Roni, Anas, Endah, Lidya, Mala, Fitri, Afnel, Uwi, Ozie) yang telah turut berperan menambah indahnya warna dalam hidupku. Fastabiqulkhairat!

7. Kepada Bang Hery, Bang Fandi, Bang Khalid, Kak Ika, Bang Dani, Kak Ari, Bang Afif, Bang Ahmad, Diah, Roni, Endah yang menjadi tempat berbagi ke”ILMU”an, sehingga lebih memahami akan arti dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Mari kita tularkan kepada adik-adik!

8. Kepada Adik-adikku (Ratna, Evi, Rina Batak & Aceh, Tan-tan, Inur, Ulfa, Yori, Iboy, Husen) yang secara tidak sadar telah mengajarkan akan pentingnya arti seorang adik. Bangun mimpi kalian, jadilah kakak yang baik! 9. Kepada Pengurus HMI Komisariat FKM USU Periode 2008-2009 dan

Adik-adik FKM (Ijal 05, Dani 05, Rima 05, Reni 05, Afdhal 06, Faridha 07, Dek Pendi 06, Juni 07, Nanda 07, Riki 08, Winda 08, Hilma 08, Itan 08, Marina 08, Lista 08, Dani 08 dan crew-crewnya) yang yang selalu mengingatkan penulis untuk mempercepat meraih sebuah gelar. Kalian harus bisa!, dan terkhusus kepada pengurus HMI FKM USU Periode 2009-2010, Jangan biarkan kehancuran ketika kalian ada! Bintang terang akan muncul ketika malam gelap!

10.Kepada saudara-saudara di Success Community (Roni, Anas, Endah, Afnel, Fitri, Mala, Lidya, Uwi), yang selalu berfikir untuk sukses dalam berbagai bidang. Ayo terus berlomba. Kesuksesan ini bukan hanya untuk kita!

(10)

Mariatul, Roni, Endah, Kandar, Royan dan crew-crewnya). Semoga kita dapat menjadi melati suci!

12.Kepada teman-teman beraktivitas di Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (Ibu dan bapak dokter Icha, Edi dan Royan, Anas, Dimas di FKG) yang telah menambah keindahan warna pelangi dalam hidupku (maaf tidak bisa berkolaborasi maksimal). Maju terus mewujudkan kesehatan madani!

13.Khusus kepada mas Kamto, terima kasih atas kebersamaan hari-hari dan diskusi serta kajian-kajiannya terhadap apapun itu, dan yang paling penting terima kasih atas penggunaan komputer gratisnya (he.he).

14.Kepada Saudara-saudaraku tercinta (Kak Ani dan Silih Namo serta si tembem Riza, Kak Lastri dan Silih Syawal serta ananda Nurul dan Asha, Kak Masda dan Silih Tumangger serta si gagah Anza, Kak Niar dan Silih Agung serta si Cantik Reyfa, Bang Hendri dan Adinda Suryani (he..he..) yang telah banyak memberikan doa nya. Kita semua harus sukses!

15.Ungkapan spesial yang tiada tara kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang tiada terhingga, motivator, guru dan pahlawan terbesar bagi penulis menjalani hari-hari dalam menggapai cita-cita, serta tidak pernah merasa bosan untuk mendo’akan penulis agar menjadi orang yang berguna bagi agama, bangsa dan keluarga. Anakmu pasti bisa! Demikianlah skripsi ini diperbuat. Semoga dapat memenuhi fungsinya.

Medan, Juli 2009

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR MATRIKS ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ... 8

2.2 Sikap... 10

2.2.1 Pembentukan Sikap ... 11

2.2.2 Ciri-ciri dan Fungsi Sikap ... 12

2.2.3 Perubahan Sikap ... 15

2.3 Teori tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 15

2.3.1 Teori Andersen/ Health System Model ... 16

2.3.2 Model Kepercayaan Kesehatan/ Health Believe Model ... 17

2.3.3 Teori of Reasoned Action ... 18

2.4 Aspek Sosial Budaya dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan ... 19

2.4.1 Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan... .19

2.4.2 Faktor Budaya dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan... .20

2.4.3 Reaksi dalam Proses Mencari Pengobatan...20

2.5 Masyarakat Pak-pak ... 25

2.5.1 Gambaran Umum Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pak-pak.... ..26

2.5.2 Budaya Pak-pak dalam hal Sehat Sakit...28

2.6 Kerangka Pikir ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3 Pemilihan Informan ... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.5 Definisi Operasional ... 33

(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1 Letak Geografis Kelurahan Sidiangkat ... 37

4.1.2 Demografi ... 38

4.2 Gambaran Informan ... 41

4.2.1 Karakteristik Informan ... 41

4.2.2 Matriks Pola Pencarian Pengobatan Informan ... 43

1. Reaksi Informan jika Ada Anggota Keluarga Sakit ... 43

2. Pencarian Pengobatan Berdasarkan Jenis Penyakit ... 44

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Informan tentang Pola Pencarian Pengobatan ... 56

1. Umur ... 56

2. Jenis Kelamin... 58

3. Penghasilan ... 59

4. Agama ... 60

5. Pendidikan ... 60

6. Dukungan Budaya ... 62

7. Dukungan Keluarga dan Masyarakat ... 62

8. Pengalaman dan Kepercayaan ... 63

5.2 Pola Pencarian Pengobatan Informan ... 64

1. Tindakan Informan jika Anggota Keluarga Terkena Penyakit ... 64

2. Penyakit yang Tidak Perlu Diobati ... 66

3. Penyakit yang Dapat Diobati ... 67

4. Penyakit yang Harus Dibawa ke Pengobat Tradisional ... 69

5. Penyakit yang Harus Dibawa ke Pengobat Medis ... 70

6. Penyakit yang Proses Pengobatannya Harus Dikombinasikan antara Pengobatan Medis dengan Pengobatan Tradisional ... 71

7. Penyakit yang Proses Pengobatannya Harus Dicukupkan di Tengah Masa Pengobatan ... 72

5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pencarian Pengobatan pada Masyarakat Suku Pak-pak di Kelurahan Sidiangkat ... 73

5.4 Spesifikasi Suku Pak-pak dalam Pola Pencarian Pengobatan ... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 78

6.2 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Surat Izin Penelitian dari FKM USU Tahun 2008 2. Surat Keterangan dari Lurah kelurahan Sidiangkat 3. Pedoman Wawancara

(13)

ABSTRAK

POLA PENCARIAN PENGOBATAN PADA MASYARAKAT SUKU PAK-PAK DI KELURAHAN SIDIANGKAT KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA TAHUN 2009

Penduduk asli di kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi adalah suku Pak-pak. Seiring berjalannya waktu, komunitas suku pak-pak semakin tergeser ke pinggiran. Komunitas masyarakat suku Pak-pak yang terbesar ada di kelurahan Sidiangkat. Kebiasaan masyarakat setempat dalam hal pengobatan penyakit merupakan hal yang unik. Pengobatan tradisional dan pengobatan medis bahkan pengobatan sendiri berkembang dengan baik. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pencarian pengobatan pada masyarakat suku pak-pak di kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi Sumatera Utara tahun 2009. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara wawancara mendalam ( indepth interview ). Informan dalam penelitian ini ada tujuh orang, dan proses wawancara dilakukan di rumah informan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Pak-pak.

Pernyataan informan dalam penelitian ini menggambarkan, bahwa ada empat pola pencarian pengobatan yang berkembang pada masyarakat suku Pak-pak setempat. Melakukan pengobatan sendiri terhadap penyakit yang diderita, dengan menggunakan pengobatan tradisional, memanfaatkan pengobatan medis modern, dan pada penyakit tertentu menggabungkan jenis pengobatan tradisional dengan pengobatan medis modern dalam rangka mengobati penyakit yang diderita. Secara umum pola pencarian pengobatan yang paling dominan digunakan masyarakat adalah dengan melakukan pengobatan sendiri.

Pola pengobatan sendiri menjadi dominan dikarenakan umumnya masyarakat memiliki pengetahuan dan tekhnik khusus dalam meramu obat yang sesuai terhadap penyakitnya dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada dilingkungan sekitar. Melihat potensi besar dan manfaat yang luar biasa ini, melalui dinas Kesehatan maupun dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan bantuan masyarakat setempat diharapkan dapat melestarikan tekhnik tersebut dengan merangkumnya dalam bentuk buku, sehingga dapat menambah pustaka bangsa dan dapat dikembangkan maupun diwariskan pada masyakat yang lain.

(14)

ABSTRACT

THE PATTERN OF THREATMENT SEEKING AT THE PAK-PAK PEOPLE IN THE SIDIANGKAT DISTRICT, SIDIKALANG SUBDISTRICT, DAIRI REGENT SUMATERA UTARA AT 2009

Aborigin in the Sidikalang subdistrict Dairi regent is Pak-Pak. By the time passed away, pak community progressively shifted to the side. The most of Pak-pak people community is in the Sidiangkat district. The habit of local people for disease threatment is unique thing. Traditional threatment and medical threatment, moreover threatment itself are developed well. According to the condition, this research has aim to know the pattern of threatment seeking at the Pak-Pak people in Sidiangkat subdistrict Dairi regent Sumatera Utara at 2009. This research is done by using qualitative approach by indepth interview method. There are seven informants in this research and interview process is done in informant’s house by using vehicle of Pak-Pak language.

Informant’s statement in this research describes that there are four patterns of threatment seeking is developed at local Pak-pak people. Doing the threatment itself to the disease suffered by using traditional threatment, making use of modern medical threatment and combining the kind of traditional threatment and the modern medical threatment on the certain disease in order to cure the disease suffered. Universally, the most dominant of threatment seeking done by people by using threatment itself.

Commonly, people have knowledge and specific technique to gather medicine that appropriate with its disease by making use the substances in around environment, so that the pattern of threatment seeking become dominant. Seeing this big potency and excellent benefit, via Health Department and also Education and Civilization Department and local people helping hoped can preserve that technique by embracing become a book, so that can add nation book and be developed also bequeathed to ther people.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sempurna, baik fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat saja. Agar mendapatkan kesehatan yang maksimal dibutuhkan usaha-usaha yang maksimal pula untuk memperolehnya (Notoatmodjo, 2003).

Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat dalam abad terakhir ini, yang manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan kesehatan ini masih terbatas sehingga masyarakat belum sepenuhnya mampu menikmati pelayanan kesehatan ini (Safrijal, 2005).

(16)

Menurut Wasisto dalam Sukamto (2008) mutu pelayanan kesehatan didukung oleh banyak faktor yang merupakan suatu sistem. Faktor-faktor tersebut adalah tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan.

Setiap manusia berkeinginan untuk hidup sehat atau paling tidak akan mempertahankan status sehat yang dimilikinya. Tindakan manusia dalam mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada, baik pengobatan tradisional maupun pengobatan modern. Namun hubungan antara sehat dengan permintaan pelayanan kesehatan tidaklah sesederhana itu. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor tidak hanya jarak, tarif maupun pelayanan kesehatan yang memuaskan atau tidak, tapi juga dipengaruhi oleh faktor akan konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoatmodjo, 2003)

(17)

tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika si individu merasa bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka dia akan memilih untuk berobat kepada “orang pandai” yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang (Sarwono, 1997)

Secara umum defenisi sakit adalah suatu keadaan yang tidak seimbang, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan. Dengan demikian seseorang yang menderita suatu jenis penyakit berarti orang tersebut tidak dapat menjaga keseimbangan diri dengan lingkungannya atau organisme tubuh yang terdapat pada diri seseorang itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka orang tersebut dikatakan sakit (menderita satu jenis penyakit) yang memerlukan penyembuhan baik secara tradisional maupun modern (Lubis, dkk, 1995)

Menurut data yang diperoleh (Kristina dalam majalah Farmasi Indonesia 2008) di Indonesia, penduduk yang mengeluh sakit selama satu bulan terakhir tahun 2004 sebanyak 24.41 %. Upaya pencarian pengobatan yang dilakukan masyarakat yang mengeluh sakit sebagian besar adalah pengobatan sendiri (87.37 %). Sisanya mencari pengobatan antara lain ke puskesmas, paramedis, dokter praktek, rumah sakit, balai pengobatan dan pengobatan tradisional.

(18)

orang-orang akan melakukan pengobatan dengan berbagai cara. Pola pengobatan yang dilakukan didasarkan kuat oleh pola pencarian pengobatan yang dipahami.

Pengobatan dan penyembuhan suatu jenis penyakit yang dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional (dukun, datu maupun tabib) maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis (cara) ini saling berbeda dan tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih diperlukan oleh masyarakat, baik masyarakat yang berada di perkotaan maupun masyarakat yang berada di pedesaan (Lubis, dkk, 1995)

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa, walaupun pengobatan modern seperti tenaga medis dan dokter telah banyak tersebar baik di daerah perkotaan maupun pinggiran, namun pengobatan secara tradisional masih berfungsi dalam masyarakat baik masyarakat kota maupun masyarakat desa. Hal ini tergantung bagaimana pola pencarian pengobatan yang di pahami oleh individu tersebut dan yang berkembang di lingkungan sekitar.

(19)

tidak murni lagi hanya suku Pak-pak. Rasio perbandingan berdasarkan suku, antara suku Pak-pak dan selain suku Pak-pak adalah 55% dan 45%. Walupun demikian untuk wilayah kecamatan Sidikalang, Sidiangkat merupakan daerah dengan jumlah penduduk suku Pak-pak terbesar (Nababan, 2008).

Data yang bersumber dari Puskesmas kecamatan Sidikalang menyebutkan dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan masyarakat, di Kelurahan Sidiangkat terdapat 1 unit puskesmas pembantu dan 4 buah posyandu. Tenaga kesehatan yang tersedia terdiri dari 6 orang paramedis, 1 orang dukun beranak, dan 3 orang bidan (Nababan, 2008).

(20)

Data dari Puskesmas Pembantu (pustu) Sidiangkat menyebutkan bahwa masyarakat yang menggunakan pustu sebagai tempat berobat setiap bulannya rata-rata 110 orang. Dari jumlah tersebut hanya lebih kurang 40% yang beretnik Pak-pak, dan dari 40% ini sebagian besar sudah melakukan pengobatan sebelumnya dengan pengobatan tradisional.

Berdasarkan pertimbangan diatas, penulis tertarik dan perlu untuk mengetahui dan meneliti pola pencarian pengobatan pada masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi Sumatera Utara tahun 2008.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di diatas, dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pencarian pengobatan pada masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi Sumatera Utara tahun 2009.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

(21)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pola pencarian pengobatan pada masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi Sumatera Utara tahun 2009.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola pencarian pengobatan pada masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi Sumatera Utara tahun 2009.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi puskesmas pembantu Sidiangkat, puskesmas Sidikalang sebagai pertimbangan untuk mengambil langkah-langkah terbaik dalam melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berada diwilayah kerjanya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dinas kesehatan daerah tingkat II kabupaten Dairi, dalam penyusunan rencana promosi kesehatan masyarakat

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap satu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tindakan seseorang biasanya muncul dan sesuai dengan pola ataupun model yang ada pada masyarakat.

Ada enam tingkatan pengetahuan, yakni 1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahun yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, meyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

(23)

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabaran materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemanpuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

(24)

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada (Notoadmodjo, 2003)

2.2 Sikap

Sikap dapat dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk berespons atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif. Dengan kata lain sikap perlu penilaian. Ada penilaian positif, negatif dan netral tanpa reaksi afektif apapun, umpama tertarik kepada seseorang, benci terhadap suatu iklan, suka makanan tertentu. Ini semua adalah contoh sikap. Sikap dipengaruhi oleh kepribadian, pengalaman, pendapat umum, dan latar belakang. Sikap mewarnai pandangan terhadap seseorang terhadap suatu objek, memengaruhi perilaku dan relasi dengan orang lain. Untuk bersikap harus ada penilaian sebelumnya. Sikap bisa baik atau tidak baik. Perasaan sering berakar dalam sikap dan sikap dapat diubah. Sikap biasanya sedikit atau banyak berhubungan dengan kepercayaan. Dalam beberapa hal sikap merupakan akibat dari suatu kumpulan kepercayaan (Maramis, 2006)

(25)

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merepakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

2.2.1 Pembentukan Sikap

(26)

sumber berita yang lebih jauh, seperti surat kabar, majalah maupun internet (Maramis, 2006)

2.2.2 Ciri-ciri dan Fungsi Sikap

Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap menurut Ahmadi dalam Gultom (2006) adalah sebagai berikut:

a. Sikap itu dipelajari (learnability)

Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu perlu dibedakan dari motif-motif psikologi lainnya, misalnya : lapar, haus adalah motif psikologis yang tidak dipelajari, sedangkan pilihan kepada salah satu jenis makanan adalah sikap. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.

b. Memilik kestabilan (stability)

(27)

c. Personal-sociaetalsignificance

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dengan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini sangat berarti bagi dirinya.

d. Berisi kognisi dan afeksi

Komponen kognisi daripada sikap berisi informasi yang faktual, misalnya objek itu dirasakan menyenangkan dan tidak menyenangkan.

e. Approach-avoidance directionality

Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap suatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable, maka akan menghindarinya.

Pendekatan fungsional terhadap sikap berusaha menerangkan mengapa kita mempertahankan sikap-sikap tertentu. Hal ini dilakukan dengan meneliti dasar motivasi, yaitu kebutuhan apa yang terpenuhi bila sikap itu dipertahankan. Katz (1960) dalam Maramis (2006) mengemukakan empat fungsi dasar sikap yaitu sebagai berikut:

Fungsi penyesuaian

Suatu sikap dapat dipertahankan karena mempunyai nilai menolong yang berguna, memungkinkan individu untuk mengurangi hukuman dan menambah ganjaran bila berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya. Fungsi ini berhubungan dengan teori proses belajar.

(28)

Fungsi ini berhubungan dengan teori Freud. Di sini sikap itu “membela” individu terhadap informasi yang tidak menyenangkan atau yang mengancam. Lain daripada sikap dengan fungsi penyesuaian, sikap dengan fungsi pembelaan ego keluar dari konflik internal individu dan bukan dari pengalaman dengan objek sikap yang sebenarnya.

Fungsi ekspresi nilai

Beberapa sikap dipegang seseorang karena mewujudkan nilai-nilai pokok dan konsep dirinya. Kita semua menganggap diri kita sebagai orang yang seperti ini dan itu (apakah sesungguhnya demikian atau tidak adalah soal lain); dengan mempunyai sikap tertentu anggapan itu ditunjang. “Ganjaran” yang diterima dari itu bukan datang dari lingkungan atau respon dari orang-orang lain, tetapi dari dalam diri kita sendiri.

Fungsi pengetahuan

Kita harus dapat memahami dan mengatur dunia sekitar kita. Suatu sikap yang dapat membantu fungsi ini memungkinkan individu untuk mengatur dan membentuk beberapa aspek pengalamannya.

(29)

2.2.3 Perubahan Sikap

Fishbein dan Ajzen ( 1975 ) dalam Maramis ( 2006 ) menyusun suatu Model Perubahan Perilaku. Untuk mengubah perilaku X perlu ada niat ( intensi ) untuk mengubahnya. Niat itu dikuatkan oleh sikap positif terhadap perilaku X. Sikap itu dikuatkan oleh kepercayaan dan penilaian positif tentang akibat perilaku X. Intensi itu juga dikuatkan oleh norma subjektif yang baik mengenai perilaku X. Norma subjektif ini dikuatkan oleh kepercayaan normatif dan motivasi untuk menuruti (Smet 1994)

Kepercayaan, Sikap, Niat, dan Perilaku ( Belief,Attitute, Intention, and Behavior )

2.3 Teori tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Menurut Levey dan Loombo yang dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996), menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

Informasi Dasar : Kepercayaan dan penilaian tentang akibat perilaku X

Sikap terhadap perilaku X

Informasi Dasar : Kepercayaan normative Motivasi untuk menuruti

Norma subjektif mengenai Perilaku X

Niat untuk melakukan perilaku X

Perilaku X

(30)

secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dimana tanpa adanya pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah Indonesia ini tidak akan tercapai derajat kesehatan yang optimal (Azwar, 1996).

Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pola-pola penggunaan pelayanan kesehatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat dijelaskan hanya karena adanya perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya atau faktor-faktor penting yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga (Sarwono, 1997).

Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika memilih dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, diantaranya :

2.3.1 Teori Andersen/ Health System Model

Menurut teori Anderson dalam Muzaham (1995), ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan yaitu :

1. Mudahnya menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (karakteristik predisposisi)

(31)

3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan)

Ilustrasi Model Anderson 2.3.2 Model Kepercayaan Kesehatan / Health Belief Model

HBM telah berkembang di tahun 1950 oleh para ahli psikologi sosial. Berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Glanz, 2002).

Ada 5 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya : 1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)

Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.

2. Keparahan yang dirasakan (perceived seriousness)

Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial. 3. Keuntungan yang dirasakan (perceived benefits)

(32)

lainnya termasuk yang tidak berhubungan dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat menghemat uang.

4. Hambatan yang dirasakan (perceived barriers)

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan tindakan tersebut.

5. Isyarat atau tanda-tanda untuk bertindak (cues to action)

Kesiapan seseorang akibat kerentanan dan manfaat yang dirasakan dapat menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain faktor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa, atau anjuran dari keluarga, teman-teman dan sebagainya.

6. Keyakinan akan diri sendiri (self efficacy)

Kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan (Glanz, 2002).

2.3.3 Theory of Reasoned Action

TRA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967 mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).

(33)

akan akibat dari tindakan yang dilakukan secara positif akan menghasilkan sikap yang positif pula. Sebaliknya jika seseorang tidak yakin akan akibat dari perilaku yang dilakukan dengan positif akan menghasilkan sikap yang negatif (Glanz, 2002).

Niat seseorang untuk berperilaku juga dapat dipengaruhi oleh norma individu dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu dapat dipengaruhi oleh norma-norma atau kepercayaan di masyarakat.

2.4Aspek Sosial Budaya dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan

Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang berpenghasilan rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan, tetapi ada alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah diantara kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino, 2002).

Seseorang yang berasal dari kelas sosial menengah ke bawah merasa diri mereka lebih rentan untuk terkena penyakit dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas atas. Sebagai hasilnya mereka yang berpenghasilan rendah lebih tidak mungkin untuk mencari pencegahan penyakit (Sarafino, 2002).

2.4.1 Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan a. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua

b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan berpendidikan tinggi

c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut agama lain.

(34)

2.4.2 Faktor Budaya dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah :

a. Rendah penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.

b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.

d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan tentang sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga meningkat.

e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi pelayanan kesehatan.

2.4.3 Reaksi dalam Proses Mencari Pengobatan

(35)

Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur yang merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu:

1.Perilaku itu sendiri; 2.Sekuensinya;

3.Tempat atau ruang lingkup dan

4.Variasi perilaku selama tahap-tahap perwatan.

Suchman sangat memperhatikan perilaku sakit. Ia mendefenisikan sebagai cara bilamana gejala dirasakan, dinilai dan kemudian bertindak untuk mengenalinya sebagai rasa sakit, disconfort atau mengatasi rasa sakit tersebut. Analisis ini untuk mengidentifikasikan pola pencarian, penemuan dan penyelenggaraan perawatan. Oleh karena itu pengembangan teori yang mengikuti individu mulai dari cara pandang dan mengenal penyakit sehingga kembali sehat di tangan petugas kesehatan.

Unsur pertama, perilaku sakit menyangkut serangkaian konsep-konsep yang menggambarkan alternatif perilaku, berikut akibatnya yaitu:

1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit.

2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan dukun.

(36)

4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.

5. Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian pengobatan (Muzaham, 1995).

Menurut paradigma Suchman, urutan peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat, yaitu: pengalaman dengan gejala penyakit, penilaian terhadap peran sakit, kontak dengan perawatan medis, jadi pasien, sembuh atau masa rehabilitasi. Pada setiap tingkat setiap orang harus mengambil keputusan-keputusan dan melakukan perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada tingkat permulaan terdapat tiga dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya ketidakberesan dalam diri seseorang, yaitu:

1. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami.

2. Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan terhadap fungsi sosialnya.

3. Perasaan terhadap gejala penyakit tersebut berupa rasa takut atau cemas.

(37)

Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang akan mencoba mengurangi atau mengontrol atau mengurangi gejala tersebut melalui pengobatan sendiri. Sementara itu pihak keluarga dan teman-teman dimintai nasehat, sistem rujuka n awam (lay-referral system) dapat mempengaruhi seseorang untuk berperan untuk berperan sakit, sedangkan upaya mendiskusikan gejala itu dengan orang-orang terdekat atau “orang penting” lainnya betujuan untuk memperoleh “pengakuan” yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan dari tuntutan dan tanggung jawab sosial tertentu. Selanjutnya, pada saat berhubungan dengan pihak pelayanan kesehatan, pelaksana tenaga kesehatan dapat membantu kebutuhan fisik dan psikologis pasien, dengan jalan memberikan diagnosis dan pengobatan terhadap gejala, atau memberikan pengesahan (legitimacy) agar pasien dibebaskan dari tuntutan-tuntutan, tanggung jawab dan kegiatan tertentu. Seperti juga pada tahap-tahap sebelumnya, seseorang bisa dipercaya dan menerima tindakan atau saran untuk pengobatan, dan bisa juga menolaknya. Boleh jadi juga ia akan mencari informasi serta pendapat-pendapat dari sumber pelayanan kesehatan lainnya.

Suchman (1965) memformulasikan suatu pernyataan teoritis mengenai hubungan antara struktur sosial dan orientasi kesehatan dengan variasi respon individu terhadap penyakit dan perawatan kesehatan. Dalam pengembangan model ini, Suchman membahas fungsi dari berbagai faktor lain (faktor tempat, variasi respon terhadap penyakit, perawatan kesehatan) sesuai dengan kelima tahap penyakit dan proses perawatan kesehatan tersebut.

(38)

komunitas, derajat hubungan sosial diukur dengan kuat tidaknya rasa kesukuan, pada tingkat sosial diukur dengan solidaritas persahabatan, dan pada tingkat keluarga ditandai dengan kuat tidaknya orientasi terhadap tradisi dan otoritas. Ketiga dimensi hubungan sosial tersebut dikombinasikan kedalam suatu indeks kosmopolitan parokial struktur sosial. Parokialisme diartikan sebagai suatu keadaan sosial dimana terdapat rasa kesukuan yang kuat, solidaritas persahatan tinggi, dan sangat berorientasi pada tradisi dan otoritas dalam keluarga. Orientasi kesehatan seseorang dilihat sebagai suatu kontinum yang dibedakan atas orientasi ilmiah ( bersifat objektif, profesional, dan impersonal ) dan orientasi populer ( bersifat subjektif, awam dan personal ), yang disesuaikan menurut tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, skeptisisme terhadap perawatan kesehatan, dan ketergantungan seseorang akibat penyakit. Orientasi pada kesehatan populer ditandai oleh rendahnya tingkat pengetahuan tentang penyakit (dimensi kognitif), tingginya tingkat skeptisisme terhadap perawatan medis ( dimensi afektif ), dan tingginya tingkat ketergantungan seseorang akibat penyakit ( dimensi perilaku ).

(39)

meninggalkan tanggung jawab tertentu ; berusaha melakukan pengobatan sendiri dengan obat paten atau ramuan-ramuan dan ragu bertindak pada saat ia mengetahaui dirinya sakit; lalai dalam mencari pertolongan medis, bertukar-tukar dokter serta sanksi terhadap diagnosis pelayanan kesehatan, selama masa kontak dengan pelayanan medis; sulit mengatasi berbagai masalah yang timbul pada saat sakit dan tidak sanggup menjalankan aturan perawatan medis; dan cepat meninggalkan uperan sakit ( atau, bila ia menderita penyakit kronis ia menolak “sakit” berkepanjangan atau mengabaikan rehabilitasi kesehatannya ).

2.5 Masyarakat Pak-pak

Banyak kalangan dan ahli mengelompokkan Pak-pak sebagai bagian dari sub etnis Batak. Pendapat ini bisa saja bila ditinjau dari aspek kesamaan atau kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, seperti adanya kesamaan struktur sosial, bahasa dan sistem kekerabatan. Dalam hal sistem kekerabatan misalnya, sama seperti orang Karo, Toba, Simalungun dan Mandailing, orang Pak-pak juga menganut sistem patrilineal. Dengan demikian klen (marga) diperhitungkan berdasarkan garis keturunan lak-laki. bentuk perkawinan adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang (incest) (wahyudi, dkk, 2002).

(40)

Kabeaken (Habeahan) dan marga-marga lainnya. Secara teoritis kesamaan bisa terjadi karena faktor intensitas dari proses difusi, akulturasi dan asimilasi, disamping didukung oleh faktor geografi. Demikian juga dari segi komunitas, etnis-etnis tersebut hidup berdampingan di wilayah Sumatera Utara (Berutu, 1998).

Namun bila mengacu kepada ciri-ciri etnis yang dikategorikan oleh Koentjaraningrat (1990), bahwa suatu suku bangsa ditandai dengan adanya kebudayaan tersendiri, wilayah komunitas daerah asal, adanya rasa identitias bersama dan adanya bahasa, maka masing-masing sub etnis Batak tersebut dapat juga dikategorikan sebagai etnis atau suku bangsa tersendiri termasuk Pak-pak.

2.5.1 Gambaran Umum Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pak-pak

Berdasarkan dialek dan wilayah persebarannya, Pak-pak dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian (Suak) besar, yakni Pak-pak Sim-sim, Pak-pak Keppas, Pak-pak pegagan, Pak-pak Boang dan Pak-pak Kelasen (Berutu, 2002), dan masing-masing daerah persebarannya adalah:

1. Pak-pak Sim-sim, yakni orang Pak-pak yang menetap dan memiliki hak ulayat di wilayah Sim-sim. Misalnya marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin, Banurea, Tinendung, Sitakar, dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Pak-pak Bharat.

(41)

3. Pak-pak Pegagan, yakni Pak-pak yang berdialek Pegagan. Misalnya marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik Siketang, dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Dairi Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir dan Tiga Lingga.

4. Pak-pak Kelasen, yakni Pak-pak yang berdialek Kelasen. Misalnya marga Tumangger, Tinambunan, Anak Ampun, Kesogihen, Maharaja, Meka, dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Tapanuli Utara Kecamatan Parlilitan dan kecamatan Pakkat, Kabupaten Tengah Kecamatan Barus.

5. Pak-pak Boang, yakni Pak-pak yang berdialek Boang. Misalnya marga Sambo, Penarik, Sasraan dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Aceh Selatan, Kecamatan Simpang Kiri dan kecamatan Simpang Kanan (Berutu, 1998)

(42)

diperburuk oleh stereotype dan prasangka suku lain, bahkan oleh orang Pak-pak sendiri. Keengganan memakai marga asli Pak-pak sangat umum terjadi, mengganti marga asli dengan marga lain seperti Karo dan Toba sering dijumpai. Marga Tumangger, Tinambunen, Anak Ampun, Maharaja, Bancin mengaku Simbolon, marga Berutu jadi Sinaga (Toba), Maha menjadi Sembiring, Lingga menjadi Sinulingga (Karo), atau Manik, mengaku manik dari Simalungun, bahkan Solin mengaku Solihin bagi yang merantau kearah Aceh. Kalau tidak mengganti marga, minimal menyesuaikan dengan lafal bahasa etnis lain seperti bahasa Toba (wahyudi, dkk, 2002). Kebiasaan ini bisa saja, juga terpengaruh dengan hal-hal yang lain seperti konsep akan sehat dan sakit serta pola pencarian pengobatannya.

2.5.2 Budaya Pak-pak dalam hal Sehat Sakit

Menurut Kustander dalam Swasono (1996) menjelaskan bahwa kesehatan dan penyakit merupakan kontruksi budaya, yang berkaitan dengan pengertian normal dan abnormal menurut pandangan berbagai kategori individu dalam suatu kelompok budaya. Walaupun defenisi tentang normal dan abnormal itu mengandung aspek persamaan pada berbagai kebudayaan, misalnya mengenai batasan-batasan tentang kemampuan ”normal” dari tubuh dalam menjalankan fungsinya, namun kelompok masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda mempunyai klasifikasi dan defenisi yang berbeda pula mengenai sehat, keadaan sakit, penyakit, maupun ukuran-ukurannya. Karena itu sulit untuk memperoleh penerapan yang universal terhadap ukuran “kualitas dari skala kehidupan”.

(43)

tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur. Baik itu karena sakit akibat penyakit yang biasa diderita masyarakat ataupun penyakit yang dianggap luar biasa dan jarang. Selama seseorang masih mampu melaksanakan fungsinya seperti biasa maka orang itu masih dikatakan sehat. Cara pandang masyarakat tentang hal seperti ini juga masih banyak diyakini oleh masyarakat suku Pak-pak.

Untuk penyakit-penyakit yang tidak lazim misalnya penyakit yang datang tiba-tiba, atau penyakit yang muncul kebetulan setelah mengunjungi suatu tempat, maka dianggap sebagai penyakit karena gangguan makhlus halus (begu) atau karena ula-ula (sihir) yang dilakukan oleh orang lain. Atau penyakit yang lama sembuhnya, maka dianggap karena kekuatan roh. Karena kalau penyakit biasa pastilah akan cepat sembuh. Pengobatan yang dilakukan, sesuai dengan penyakit yang di derita. Ada dengan pengobatan ramuan tradisional yang disebut grama, seperti sinangger yang merupakan ramuan beras yang digongseng sampai hitam ditambah dengan jahe dan kunyit, untuk sakit kepala. Gambir yang dicampur air dan diminum untuk obat sakit perut dan lain-lain (Gajah, 1999). Selain ramuan tradisional ada juga dengan pengobatan kebatinan yang mana proses penyembuhannya dilakukan dengan doa dan mantra (tabas) yang dilakukan oleh “orang pintar” (sipande-pande). Ada juga pengobatan dari penggabungan kedua jenis tersebut, yaitu ramuan tradisional yang dibacakan mantra (tabas), misalnya Ramuan pinang dan sirih yang telah di bacakan mantra (tabas) untuk obat tetanus.

(44)

penyakit jiwa. Misalnya, menurut suku Pak-pak gila (gangguan kejiwaan) terjadi akibat guna-guna (i bahan kalak) yang masuk kedalam tubuh seseorang sebagai hukuman atas kesalahannya terhadap orang lain. Mirip dengan suku Jawa, penyakit semacam itu hanya bisa diobatai oleh dukun. Selain itu ada pula anggapan bahwa gila terjadi karena masuknya roh jahat (jin) kedalam tubuh seseorang, yang juga hanya bisa dikeluarkan oleh dukun (Swasono, 1996).

2.6 Kerangka Pikir

Skema kerangka pikir diatas menggambarkan bahwa jenis kelamin, penghasilan, agama, dukungan budaya, dukungan keluarga dan masyarakat akan mempengaruhi parokial struktur sosial. Umur, pendidikan, pengalaman dan kepercayaan seseorang akan mempengaruhi orientasinya terhadap kesehatan, baik itu

Pola Pencarian Pengobatan Respon Individu Terhadap

Penyakit - Jenis kelamin

- Penghasilan - Agama - Dukungan

Budaya - Dukungan

Keluarga dan Masyarakat

- Umur - Pendidikan - Pengalaman - Kepercayaan

Parokial Struktur Sosial

(45)
(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) untuk mengetahui pola pencarian pengobatan masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi Sumatera Utara tahun 2009.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan kelurahan Sidiangkat, kecamatan Sidikalang kabupaten Dairi. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena :

1.Daerah ini merupakan daerah asal suku Pak-pak.

2.Jumlah penduduk suku Pak-pak di kelurahan ini lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan daerah lain di Sidikalang.

3.Dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan beberapa orang paramedis yang ada di wilayah tersebut, diketahui bahwa banyak masyarakat ketika berobat ke puskesmas pembantu, ternyata juga sudah melakukan pengobatan tradisional (pengobatan non medis modern), terutama bagi masyarakat yang bersuku Pak-pak.

(47)

3.3 Pemilihan Informan

Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Pak-pak yang berdomisili di kelurahan Sidiangkat. Informan pertama adalah tokoh masyarakat suku Pak-pak (Pengetuai), diperoleh dengan cara menggunakan key informan, seterusnya dilakukan teknik snowball untuk menentukan informan berikutnya. Informan dipilih berdasarkan metode kecukupan dan kesesuaian.

Ada tujuh orang yang menjadi informan dalam penelitian ini. Proses wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Pak-pak, agar proses penelitian yang dilakukan berjalan dengan alami dan hasilnya bisa lebih mendalam. Untuk menghindari ada bias akulturasi antara budaya suku Pak-pak dengan suku yang lain, maka keluarga informan haruslah bersuku Pak-pak ( suami istri harus berasal dari suku Pak-pak ).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui data primer dengan cara wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun. Dalam wawancara peneliti menggunakan alat bantu tulis dan alat perekam. Wawancara dilakukan di rumah informan.

3.5 Defenisi Operasional

(48)

2. Penghasilan adalah jumlah seluruh pendapatan pokok dan sampingan dibagi dengan jumlah tanggungan keluarga. Tingkat penghasilan ini dibagi dalam 2 kategori yang dibagi berdasarkan UMR propinsi Sumatera Utara, yaitu:

a. Penghasilan tinggi, jika penghasilan > Rp. 737.000 b. Penghasilan rendah, jika penghasilan < Rp. 737.000

3. Agama adalah suatu sistem yang dianut dan diyakini oleh setiap orang yang dibedakan atas Islam dan Kristen

4. Dukungan budaya adalah kaitan antara pola pencarian pengobatan pada masyarakat dan hubungannya dengan tekhnis pengobatan yang akan digunakan jika terkena penyakit yang di anut oleh masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat

5. Dukungan keluarga dan masyarakat adalah besarnya pengaruh keluarga inti dan masyarakat di kelurahan Sidiangkat terhadap tekhnis pengobatan yang akan digunakan jika terkena penyakit.

6. Umur adalah usia informan dihitung dari tanggal lahir sampai ulang tahunnya yang terakhir menurut pengakuan dari informan.

7. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti oleh informan sampai mendapatkan surat tanda tamat belajar (ijazah).

8. Pengalaman masa lampau adalah pengalaman masa lampau informan tentang penyakit dan tindakan yang dilakukan

(49)

10. Parokial struktur sosial adalah suatu keadaan sosial dimana terdapat rasa kesukuan khusus untuk suku Pak-pak yang kuat, solidaritas persahabatan yang tinggi dan sangat berorientasi pada tradisi dan otoritas dalam keluarga di kelurahan Sidiangkat

11. Orientasi kesehatan adalah prioritas terhadap upaya dalam mempertahankan status kesehatan

12. Orientasi ilmiah adalah prioritas terhadap upaya dalam mempertahankan status kesehatan yang didasarkan pada sifat yang objektif dan profesional; pengobatan medis

13. Orientasi popular adalah prioritas terhadap upaya dalam mempertahankan status kesehatan yang didasarkan pada sifat yang subjektif, awam dan lazim dilakukan di masyarakat suku pak-pak kelurahan Sidiangkat; pengobatan tradisional masyarakat suku Pak-pak di kelurahan Sidiangkat

14. Respon individu terhadap penyakit adalah reaksi yang timbul dari seseorang ketika mengetahui bahwa dirinya sedang mengalami sakit.

15. Pola pencarian pengobatan adalah suatu model upaya masyarakat mencari atau memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam rangka pengobatan, baik itu secara medis, non medis dan kolaborasi antara keduanya atau bahkan tidak melakukan pengobatan sama sekali.

(50)

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Kelurahan Sidiangkat

Kelurahan Sidiangkat merupakan salah satu dari 11 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Sidikalang. Daerah Kelurahan Sidiangkat berada pada ketinggian 1.066 meter diatas permukaan laut. Jarak daerah kelurahan dengan ibu kota kecamatan sejauh 4 km dengan jarak tempuh selama 20 menit. Secara geografis Kelurahan Sidiangkat berbatasan dengan :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Belang Malum Kecamatan Sidikalang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan Kabupaten Pak-pak

Bharat

- Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan Batang beruh Kecamatan Sidikalang

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Gambir Kecamatan Sumbul Berampu kabupaten Dairi

(52)
[image:52.612.112.528.127.214.2]

Tabel 4.1

Luas Kelurahan Sidiangkat Menurut Jenis Penggunaan Tanah Tahun 2008

No Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

1 Tanah Sawah 85 5.31

2 Tanah Kering 1.143 71.44

3 Bangunan/ Pekarangan 321 20.06

4 Lainnya 51 3.19

Jumlah 1600 100

Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008

4.1.2 Demografi

Jumlah penduduk Kelurahan Sidiangkat, berdasarkan data dari koordinator kecamatan Sidikalang tahun 2008 adalah 3492 jiwa dengan 733 Kepala Keluarga ( KK ), yang terdiri dari laki-laki 1766 jiwa dan perempuan 1726 jiwa.

Penduduk kelurahan Sidiangkat berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin pada tahun 2008, dengan jelas tanpak pada tabel berikut :

Tabel 4.2

Penduduk Kelurahan Sidiangkat Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008

No Golongan Umur (Tahun )

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki Perempuan

1 0 – 4 234 221 455 13.03

2 5 – 9 229 212 441 12.63

3 10 – 14 223 214 437 12.51

4 15 – 19 246 255 501 14.35

5 20 – 24 145 124 269 7.70

6 25 – 29 121 116 237 6.78

7 30 – 34 119 117 236 6.77

8 35 – 39 109 107 216 6.18

9 40 – 44 103 100 203 5.82

10 45 – 49 81 75 156 4.47

11 50 – 54 54 55 109 3.12

12 55 – 59 34 38 72 2.06

13 60 – 64 29 36 65 1.86

14 65+ 39 56 95 2.72

Jumlah 1766 1726 3492 100.00

[image:52.612.114.529.446.691.2]
(53)

Tabel di atas menggambarkan bahwa di kelurahan Sidiangkat, penduduk yang terbanyak adalah yang berusia 15-19 tahun dengan jumlah 501 orang (14.35%), sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah yang berusia 60-64 tahun (1.86%).

Sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pendidikan tidak dapat dilepaskan dari rangkaian proses peningkatan kesejahteraan masyarakat yang pada gilirannya merupakan modal investasi manusia bagi pembangunan nasional. Ukuran keberhasilan pembagunan pendidikan yang telah menempati urutan pertama dari skala prioritas ini dapat kita lihat dari jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan.

[image:53.612.112.528.459.547.2]

Dari jumlah penduduk yang ada, sebanyak 1413 orang telah memiliki pekerjaan untuk menopang perekonomian dan mencukupi kebutuhan keluarga. Adapun rinciannya secara jelas dapat kita lihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3

Penduduk Kelurahan Sidiangkat Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2008

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 Petani 1226 86.76

2 Industri/ Jasa 16 1.13

3 PNS dan ABRI 78 5.52

4 Lainnya 93 6.58

Jumlah 1413 100

Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008

(54)

Suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa dibina, dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan falsafah negara Pancasila. Dalam menjalin kehidupan beragama Pemerintah Kabupaten Dairi, terutama untuk Kecamatan Sidikalang dan Kelurahan Sidiangkat berusaha membangun suasana hidup yang rukun dan saling menghargai di antara umat beragama yang diarahkan kepada peningkatan amal untuk kepentingan bersama dalam pembangunan masyarakat, sekaligus dapat mengatasi berbagai masalah sosial yang mungkin dapat menghambat kemajuan pembagunan itu sendiri.

[image:54.612.115.528.458.533.2]

Ada 6 agama yang diakui secara resmi di Indonesia, yaitu : Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Namun di wilayah ini, hanya agama Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katolik yang berkembang. Adapun perkembangan pemeluk agama di Kelurahan Sidiangkat adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4

Penduduk Kelurahan Sidiangkat Berdasarkan Agama Tahun 2008

No Agama Jumlah Persentase (%)

1 Islam 1122 32.13

2 Kristen Protestan 2189 62.69

3 Kristen Katolik 181 5.18

Jumlah 3492 100

Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008

(55)

Sehubungan dengan kebutuhan tempat peribadatan pemeluk-pemeluk agama diatas, maka di daerah tersebut telah beridiri 3 mesjid dan 4 musholla untuk tempat peribadatan agama Islam, dan 4 buah gereja sebagai tempat peribadatan agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik.

[image:55.612.113.527.319.423.2]

Untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat, di Kelurahan Sidiangkat juga terdapat sarana kesehatan. Lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5

Sarana Kesehatan di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2008

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Pustu 1

2 Posyandu 4

3 Paramedis 6

4 Praktek Bidan 3

5 Dukun Bayi 1

Jumlah 15

Sumber : Kecamatan Sidikalang dalam angka tahun 2008

Tabel diatas menunjukkan bahwa sarana kesehatan yang tersedia di kelurahan Sidiangkat ada sebanyak lima jenis dengan jumlah unit 15, yang terdiri dari paramedis, posyandu, praktek bidan, pustu dan dukun bayi.

4.2 Gambaran Informan 4.2.1 Karakteristik Informan

(56)

Matrix 4.1 Karakteristik Informan

N o

Nama Umur

(Tahun)

Jenis Kelamin

Pendidikan Penghasilan

/Bln (Rp)

Jumlah Tanggunga

n (orang)

Agama

1 Informan 1 56 Laki-laki SLTA 1.500.000,- 2 Islam 2 Informan 2 55 Perempuan Diploma 5.000.000.- 5 Islam 3 Informan 3 50 Perempuan SLTA 1.200.000.- 5 Kristen

Protestan 4 Informan 4 46 Perempuan SLTP 1.500.000,- 4 Islam 5 Informan 5 31 Laki-laki Diploma 1.500.000,- 4 Islam 6 Informan 6 27 Laki-laki SD 3.000.000,- 5 Kristen

Protestan 7 Informan 7 57 Laki-laki SLTP 4.500.000,- 6 Kristen

Protestan

Berdasarkan matrix karakteristik informan diatas memperlihatkan bahwa umur informan bervariasi antara 27-57 tahun, dengan jenis kelamin 4 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Latar belakang pendidikan informan berbeda-beda mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan pendidikan Diploma dengan penghasilan yang bervariasi antara Rp1.200.000,- sampai dengan Rp5.000.000,- sedangkan agama Islam berimbang jika dibandingkan dengan agama yang lain, yaitu agama Islam sebanyak 4 orang dan Kristen Protestan 3 orang. Adapun alasan tidak adanya informan yang beragama Kristen Katolik di karenakan, tidak ada masyarakat setempat yang beragama Kristen Katolik yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan, yakni harus bersuku pak ( suami istri harus berasal dari suku Pak-pak ).

(57)

4.2.2 Matriks Pola Pencarian Pengobatan Informan 1. Reaksi Informan jika Ada Anggota Keluarga Sakit

Adapun jawaban informan, ketika ditanyakan reaksi yang dilakukan ketika informan maupun anggota keluarga ada yang terkena penyakit adalah sebagaimana yang digambarkan pada matrix berikut :

Matrix 4.2

Pola Pencarian Pengobatan Informan jika Ada Anggota Keluarga yang Sakit

Informan Pernyataan

1 Ya…. itu tergantung sakitnya. Kalau sakitnya yang biasa-biasa aja gak perlu diobati. Saya berpandangan seperti ini karena berdasarkan pengalaman dan cerita dari orang-orang tua. Itu saya lakukan karena memang ada penyakit itu yang tidakpun diobati akan sembuh sendiri. 2 Kalau kena penyakit ya… pasti harus berobat.Terserah itu pengobatan

tradisional ataupun ke Rumah Sakit. Setiap akal sehat pasti bependapat seperti itu. Iya kan?

3 Kalau sakit haruslah diobati. Gak ada penyakit yang sembuh sendiri. Saya berpendapat demikian, karena itu yang saya pelajari waktu sekolah dulu.

4 Kalau sakit yang pertama kali itu kepuskesmaslah, kemedis dulu. Kemudian kalau tidak sembuh baru kedukun. Misal, kalau ada masuk angin anak-anak seperti ini (maksudnya cucunya) yang pertama kali itu dibawa kemantri, tapi kalau tidak sembuh barulah di tujuh (salah satu teknik pengobatan tradisional) sama orang pintar. Berdasarkan pengalaman, kek gitu lah.

5 Yang pertama itu adalah memberikan pertolongan sementara pada penyakitnya. Contohnya dibawa kerumah sakit ataupun puskesmas, ataupun grama (baca: ramuan tradisional) yang kita buat sendiri. Begitulah, karena memang pelajaran waktu sekolah dulu, ya...seperti itu kan?

6 Yang pasti berobatlah kalau sakitnya sudah nggak tertahan lagi. Apapun proses pengobatannya. Mau medis, mau tradisional, yang pasti berobat. Itu lah yang diajarkan orang tua saya dulu.

(58)

Matrix diatas menggambarkan bahwa, jika anggota keluarga mengalami suatu penyakit, maka 4 orang informan mengatakan bahwa yang harus dilakukan adalah melakukan pengobatan baik secara tradisional maupun medis modern, sedangkan 3 orang informan mengatakan bahwa langkah yang dilakukan adalah tergantung jenis penyakitnya apa, jika penyakitnya penyakit yang biasa-biasa saja/ yang ringan-ringan saja seperti panas atau demam biasa maka tidak perlu dilakukan pengobatan.

2. Pencarian Pengobatan Berdasarkan Jenis Penyakit a. Penyakit yang tidak perlu diobati

Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang penyakit yang tidak perlu diobati, maka informan memberikan jawaban sebagaimana berikut :

Matrix 4.3

Penyakit yang Tidak Perlu Diobati

Informan Pernyataan

1 Ada, contohnya penyakit disentri, pening karena pengaruh kurang tidur. Tanda- tanda khusus penyakit yang tidak perlu di obati, tidak ada, tapi berdasarkan pengalaman. Tidak perlu melakukan pengobatan. Cukup dengan mencuci muka dan kemudian tidur, setelah itu pasti sembuh

2 Ada juga masyarakat kita yang seperti itu. Bukan karena kepercayaan, tapi karena faktor ekonomi yang sangat minim. Dibiarkan saja, tapi kenyataannya memang sembuh juga. Biasanya penyakit-penyakit ringan, pening, nggak enang badan, influenza. Tapi kalau saya, tidak ada yang seperti itu.

3 Ah… Kalau penyakit, mana ada yang nggak perlu diobati. Gak diterima logika. Kalau sakit ya…berobatlah.

4 Tidak. Tidak ada penyakit yang seperti itu.

(59)

6 Yang ringan-ringan nggaklah semuanya mesti di obati, walaupun yang namanya penyakit harus diobati. Karena katanya gak ada penyakit yang nggak ada obatnya.

7 Ya..ada juga lah. Seperti pilek atau demam-demam biasa. Penyakit-penyakit ringan seperti ini, menurut pengalaman saya biasanya sembuh sendiri. Kita banyak minum dan istirahat, biasanya nanti akan sembuh sendiri. Kalo yang seperti itu belum sakit namanya, he.he.he

Matrix diatas menggambarkan tentang penyakit yang tidak perlu dilakukan proses pengobatan, yang mana 4 informan mengatakan bahwa tidak ada penyakit yang tidak perlu diobati. Setiap menderita suatu penyakit harus dilakukan proses pengobatan baik secara medis maupun tradisional, sedangkan 3 orang informan mengatakan bahwa ada juga penyakit yang tidak perlu dilakukan proses pengobatan karena diyakini akan sembuh sendiri.

b. Penyakit yang dapat diobati sendiri ( self medication )

Ketika informan ditanya akan pandangan dan pendapat mereka tentang penyakit yang dapat disembuhkan dengan pengo

Gambar

Tabel 4.1 Luas Kelurahan Sidiangkat Menurut Jenis Penggunaan Tanah Tahun 2008
Tabel 4.3 Penduduk Kelurahan Sidiangkat Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2008
Tabel 4.4 Penduduk Kelurahan Sidiangkat Berdasarkan Agama Tahun 2008
Tabel 4.5 Sarana Kesehatan di Kelurahan Sidiangkat Tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait