PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.
Jakarta, 23 September 2010
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012
Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)
NIP. 197210101997032088
Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag (……….)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH (……….) NIP. 150009273
Penguji I : Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A (……….)
NIP. 195710271985032001
Penguji II : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)
HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.
Jakarta, 23 September 2010
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012
Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)
NIP. 197210101997032088
Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag (……….)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH (……….) NIP. 150009273
Penguji I : Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A (……….)
NIP. 195710271985032001
Penguji II : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.
Jakarta, 24 September 2010
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012
Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)
NIP. 197210101997032088
Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag (……….)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH (……….) NIP. 150009273
Penguji I : Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A (……….)
NIP. 195710271985032001
Penguji II : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)
UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah.
Jakarta, 17 Juni 2010 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012
Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)
NIP. 197210101997032088
Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)
NIP. 197102151997032002
Pembimbing : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)
NIP. 197210101997032088
Penguji I : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag (……….)
NIP. 197308022003121001
Penguji II : Sri Hidayati, M.Ag (……….)
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 08 September 2010
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “PIDANA GANTI KERUGIAN
PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG
MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM
POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM)” yang merupakan kewajiban bagi
Mahasiswa Program Sarjana (S-1) Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi
Kepidanaan Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, untuk memenuhi salah satu persyaratan dan merupakan tugas akhir untuk
memperoleh Gelar Sarjana (S1).
Dalam penulisan Skripsi ini, sudah tentu Penulis banyak memperoleh bantuan
dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil yang
tentunya sangat bermanfaat dalam penulisan Skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan
ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, yang setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asmawi, M.Ag. Selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas
ii
4. H. Zubir Laini S.H, selaku dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan sekaligus dosen pembimbing II.
5. Seluruh Dosen/ Pengajar/ Staff, pada Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Kepala dan Seluruh Staff/Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan bantuan buku-buku referensi yang berkaitan dengan penulisan
Skripsi ini.
7. Lebih khusus lagi adalah ucapan terima kasih kepada :
a. Kepada Ayahanda (H. Sundusin bin H. Abd Ghoni) dan Ibunda (Iriyanti),
yang tiada terkira jasanya dalam membantu penulisan Skripsi ini serta
memberikan dukungan moril maupun materil hingga Penulis bisa
menyelesaikan studi ini.
b. Kepada Drs KH Asrori Mukhtarom dan KH. Muhammad Naseh yang selalu
mendo’akan serta memberikan semangat kepada penulis.
c. Kepada adik-adik Penulis tercinta Faruk Fathoni dan Siti Azizah. Agar tetap
semangat dalam menuntut ilmu dan melanjutkan Pendidikan setingi-tinginya.
8. Teman-teman PI angkatan 2006 seperti, Mahfuddin, Dayat ”Bali”, Muchsin,
Faris, Safrowi “Aconk”, Fitroh, Isa, Amir, J-men, Eril, Wismoyo, Buldan, Haris
iii
P-Men, Aris Setiyawan dsb. Khususnya Husen Qodri, thanks banget atas
pinjaman Buku yang sangat berguna sekali bagi penulis. Kebersamaan dan
kesolidan kita selama perkuliahan dan pergaulan yang terkadang diselingi dengan
berbagai aktivitas canda tawa memberikan arti pentingnya sebuah persahabatan
yang tak terlupakan dan menjadi sebuah catatan sejarah bagi kita semua. Waktu
terus berputar, dan masih banyak hal yang mesti saya lanjutkan selain kuliah di
UIN ini. Maaf, saya duluan Lulus, Tetap semangat kawan-kawan! Doa dan
Harapanku senantiasa selalu menyertai kalian semua agar temen-temen semua
cepat lulus dan sama-sama menjadi orang yang sukses. Amien
9. Seluruh mahasiswa PI dan teman-teman Pengurus BEM Pidana Islam 2009-2010
yang sempat memberikan Amanah kepada Penulis menjadi Ketua BEM Pidana
Islam pada periode tersebut & sama-sama bekerja keras membangun BEM
sebagai wadah organisasi Mahasiswa PI. Good Luck Dhori, Fahdun, Tamidzi,
Mamet, Hurry, dsb. Jadikanlah BEM sebagai wadah organisasi intra bagi
mahasiswa/i PI yang membantu meningkatkan keilmuan mahasiswa PI
disamping ilmu dalam perkuliahan.
10.Seluruh teman-teman alumni Al-Khairiyah 2006, khususnya kepada Ahmad
Firdaus yang telah meminjamkan kartu perpusnya sehingga penulis dfapat
menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada Suntianah, Rani Hidayati dan Siti
Maulida semoga Allah mudahkan segala hajat-hajat kalian
11.Seluruh sahabat/i alumni Pon-Pes Darul Mujahadah 2000 yang telah memberikan
iv
Jakarta, 08 September 2010
v DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6
D. Review Studi Terdahulu... 7
E. Metode Penelitian ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian Hukum Pidana... 13
B. Pengertian Tindak Pidana ... 21
C. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana ... 25
vi
BAB IV ANALISIS PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA
KORBAN
A. Kronologi Perkara...57
B. Analisis Pidana Ganti Kerugian ... 58
1. Menurut Hukum Islam ... 58
2. Menurut Hukum Positif... 64
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 69
B. Saran-Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kecelakaan kendaraan bermotor merupakan masalah lama yang
belum dapat diatasi oleh ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah Indonesia merdeka, Negara membentuk
suatu Undang-Undang yang mengatur tentang keselamatan manusia terhadap
pengguna jalan, maka dalam hal ini sebagaimana yang telah tertera dalam
Undang-Undang yang mengatur hal tersebut adalah Undang-Undang Nomor 34
Tahun 1964 Jo PP Nomor 18 Tahun 1965.1
Masalah kecelakaan kendaraan bermotor merupakan masalah yang
sifatnya nasional, karena sudah terjadi di jalan raya, baik di ibu kota hingga
pedesaan. Meskipun dalam pasal 1 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun
1964 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo PP No 18 Tahun 1965
mengatur tentang masalah tersebut.2 Namun kenyataannya ketentuan-ketentuan
itu sangatlah kurang efektif dan tidak seperti yang diharapkan. Terjadinya
kecelakaan kendaraan bermotor disebabkan berbagai hal oleh pengguna jalan,
baik pengguna mobil, sepeda motor, angkutan umum maupun pejalan kaki.
1
http://www.theceli.com/dokumen/produk/1964/33-1964.htm
2
Pelanggaran lalu lintas akhir-akhir ini semakin bertambah, maka hal ini
terbukti dari analisa Polda Metro Jaya tentang angka kecelakaan kendaraan
bermotor di jalan raya khususnya kecelakaan yang mengakibatkan kematian
semakin meningkat.
Oleh karena itu kendaraan bermotor sebagai fasilitas pendukung
kehidupan manusia, kendaraan bermotor tidak dapat lagi dipisahkan dari
aspek-aspek aktivitas hidup manusia. Kendaraan bermotor telah berkembang menjadi
salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Maka tak dapat disangkal
lagi, sebagai fasilitas pendukung seluruh kegiatan kehidupan, tanpa harus melihat
lokasi, perkembangan kendaraan bermotor wajib setara dengan perkembangan
kegiatan kehidupan.3
Dengan demikian tingginya angka kecelakaan kendaraan bermotor dari
tahun ketahun semakin meningkat. Dengan semakin terjadinya peningkatan
jumlah kendaraan bermotor maka tingkat kecelakaan yang terjadi pun semakin
meningkat. Pada 2003, jumlah kendaraan yang mengalami kecelakaan mencapai
19.091 unit, namun setahun kemudian meningkat menjadi 26.187 unit atau naik
sekitar 37%. Jumlah ini terus meningkat hingga pada 2006 mencapai 70.308
kasus kecelakaan atau meningkat 168% dibandingkan 2004.4 Serta sebagaimana
yang tertulis pada surat kabar atas wawancara kepala Polda Metro Jaya Irjen Pol
3
http://artikel.staff.uns.ac.id/2008/10/16/rancangan-pengaman-kendaraan-bermotor-berbasis-ultrasonik
4
3
Wahyono mengatakan kecelakaan lalu lintas mengalami peningkatan sekitar
7,51% pada tahun 2008 jumlah kecelakaan sekitar 6.393 kasus, sedangkan tahun
2009 menjadi 6.896 atau naik sekitar 503 kasus. Kepala Polda melanjutkan pada
tahun 2009 jumlah kendaraan bermotor yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas
meningkat dari 10.131 pada tahun 2008 menjadi 10.707 atau naik 5,69% bila
dibandingkan dengan jumlah kendaraan di tahun 2009, yaitu 10.481.620 maka
yang terlibat kecelakaan adalah 0,01%. Untuk korban luka berat meningkat
sekitar 21,44%. Menurut Irjen Pol Wahyono peningkatan jumlah kecelakaan di
Ibu Kota selain di sebabkan infrastruktur, penyebab utama lainnya justru dari
pengemudi dan kelaikan kendaraan. Irjen Pol Wahyono menegaskan sepeda
motor masih mendominasi dari banyaknya jumlah kecelakaan. Kerugian materil
akibat kecelakaan meningkat sekitar 0,55% menjadi Rp 12,3 miliar dari
sebelumnya pada tahun 2008 sesbasar Rp 12,2 miliar. Walaupun adanya
peningkatan jumlah kecelakaan, korban meninggal dunia mengalami penurunan
dari 1.169 orang pada tahun 2008 menjadi 1.016 pada tahun 2009 atau turun 158
orang.5
Dalam hal ini maka, peran serta masyarakat dan pihak pemerintah untuk
senantiasa mematuhi tata tertib lalu lintas dalam mengurangi angka kecelakaan
kendaraan bermotor di jalan raya.
5
Di dalam kamus bahasa Indonesia arti ganti kerugian dan kecelakaan lalu
lintas memiliki arti antara lain :Arti dari ganti rugi adalah termasuk salah satu
kata majemuk, yang terdiri dari ganti dan rugi. Kata ganti mempunyai arti sesuatu
yang jadi penukar sesuatu yang tidak ada atau hilang.6 Harmukti Kridalaksana
menyatakan kata rugi dengan tidak laba, tidak imbang, tidak bermanfaat,
mudharat, tidak berfaedah, tidak berguna, gagal, kurang baik, kurang
menguntungkan, hilang, habis.7 Dari beberapa definisi tentang ganti rugi tersebut,
maka penulis akan mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ganti
rugi yaitu hak seseorang untuk memperoleh pemenuhan atas tuntutannya yang
berbentuk imbalan uang, karena adanya pelanggaran hukum.
Adapun arti kecelakaan adalah peristiwa yang terjadi secara tidak terduga
dan tidak diharapkan yang melibatkan paling sedikit satu kendaraan pada suatu
ruas jalan yang berakibat munculnya korban jiwa (korban luka ringan, luka berat
dan meninggal) dan kerugian materi kerugian yang mengalami kecelakaan
maupun kerusakan pada jalan). Sedangkan arti lalu lintas adalah gerak pindah
manusia dengan atau tanpa alat penggerak dari suatu tempat ketempat yang lain
dengan menggunakan jalan sebagai ruang geraknya.8
6
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka 1976), h 297
7
Harmukti Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, (Jakarta : Nusa Indah, 1981), h 144
8
5
Dari pemaparan yang penulis sampaikan di atas, banyak peristiwa
kecelakaan lalu lintas yang korbannya meninggal dunia dan diproses oleh pihak
yang berwajib (polisi) melalui jalur hukum. Akan tetapi dalam hal di atas menarik
perhatian penulis untuk menyusun skripsi dalam pemberian sanksi pidana bagi
pelaku yang berupa ganti kerugian. Oleh karena itu penulis menyusun skripsi
yang berjudul :
’’PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN
KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA
KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM
PIDANA ISLAM.’’
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara
sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu penulis
perjelas tentang pokok-pokok bahasan dengan memberikan perumusan dan
pembatasan masalah.
Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini
penulis membatasi, meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Kecelakaan Lalu Lintas yang penulis maksud, adalah kecelakaan kendaraan
2. Hukum Islam yang penulis maksud, adalah kajian hukum Islam yang
membahas tentang di sengaja atau tidak di sengaja serta pembayaran diyat
bagi pelaku jarimah.
3. Hukum positif yang penulis maksud, adalah Undang-undang yang
berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas.
Dari pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengertian Ganti Kerugian dalam Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Positif ?
2. Bagaimana Perspektif Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif
tentang Pidana Ganti Kerugian Pada Kecelakaan Kendaraan Bermotor
yang Mengakibatkan Tewasnya Korban?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun Tujuan dan Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan mengenai pengertian kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
tewasnya korban.
2. Menjelaskan tentang betapa pentingnya keselamatan dalam berkendara sepeda
7
3. Untuk mencari sanksi hukuman bagi pelaku yang secara sengaja maupun
tidak di sengaja melakukan perbuatan kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan tewasnya korban.
4. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu bentuk sosialisasi
yang bisa penulis lakukan untuk menginformasikan kepada masyarakat umum
agar mengetahui bahwa telah diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun
2009 Tentang Kecelakaan Lalu Lintas dan mengajak masyarakat umum untuk
mematuhinya.`
5. Untuk menjelaskan kepada masyarakat umum tentang sebab akibat serta
sanksi pidana bagi pelaku dalam hukum pidana Islam tentang pembunuhan
semi sengaja kepada seseorang.
D. Review Studi Terdahulu
Pada penulisan kripsi ini, penulis sepenuhnya menggunakan studi review
yaitu denngan melihat skripsi-skripsi, yang pernah dibahas oleh penulis
sebelumnya dan sama-sama membahas masalah skripsi yang berkaaitan dengan
judul penulis serta krya ilmiah lainnya. Guna dijadikan acuan dan rujukan penulis
telah menemukan hasil penelitian yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul:
1. Karya ilmiah Mahasiswa (skripsi) di Fakultas Syari’ah dan Hukum yang di
perkosaan dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam’’. Dalam
skripsinya ia mengutarakan tentang ganti rugi kejahatan perkosaan. Akan
tetapi penulis hanya menukil kata ganti rugi.
2. Karya ilmiah mahasiswa (skripsi) di Fakultas Syari’ah dan Hukum yang
ditulis oleh Sayidi, yang berjudul ”kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan
lalu lintas yang menimbulkan korban meninggal dunia kajian hukum islam
dan KUHP terhadap putusan PN Jakarta Selatan”
3. Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam), Karya Prof. Drs.
H.A. Djazuli pokok masalah yang dikajinya Diyat dan Jarimah Takzir:
:pengertian tentang diyat dan takzir serta pendapat para imam Mazhab
4. Hukum Penitensier, Karya Drs. P.A.F. Lamintang. S.H. Pokok masalah yang
dikajinya adalah Pengertian Pidana serta tujuan pemidanaan bagi seseorang
yang melakukan tindak pidana
5. Asas-asas hukum pidana, karya Hamzah Andi Pokok masalah yang dikajinya
adalah Culpa : efek negative culpa terhadap seseorang yang mengakibatkan
seseorang menjadi rugi
6. Penulis juga menggunakan literatur seperti koran dan buku-buku.
Dari uraian diatas, disini penulis memfokuskan penulisan skripsi
tentang ’’Pidana Ganti Kerugian Kecelakan Kendaraan Bermotor Yang
9
Pidana Islam’’ diantaranya kronologi perkara dan sanksi bagi pelaku tindak
pidana diyat dalam perspektif hukum pidana islam dan hukum positif
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Metode Deskriptif
Analitis yaitu menggambarkan dan memaparkan secara sistematis tentang apa
yang menjadi objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis.9 Adapun jenis
penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian empiris non-doktriner yaitu
suatu penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan
(observasi).10 Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan
metode kualitatif dengan cara menggambarkan permasalahan yang akan dibahas
dengan mengambil materi-materi yang relevan dan fakta-fakta dilapangan tanpa
menggunakan rumus dan angka.
Adapun mengenai sumber data yang penulis gunakan adalah data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil kajian
hukum terhadap perundang-undangan, yang dalam hal ini perundang-undangan
sebagai acuan utama untuk membatasi permasalahan yang dihadapi.11 Dalam hal
ini adalah KUHP, KUHAP, dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits. Adapun data
sekunder penulis ambil dari buku-buku, majalah-majalah, surat kabar harian dan
9
Dr. Johnny Ibrahim, S. H., M. Hum. Teori dan Metodologi Penenlitian Hukum Normatif. Cet, ke-2. Bayu Media Publishing. Jakarta: 2006.
10
Bambang Waluyo, S.H. dan Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H, MS, LL.M. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Sinar Grafika, Jakarta: 2002
11
literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Untuk
pengumpulan data penulis menggunakan wawancara terhadap korban.
F. Tekhnik Pengumpulan Data
Teknik penulisan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
studi dokumenter, yaitu proses pengumpulan data yang dilakukan melalui
penggunaan bahan-bahan dokumen yang diperlukan, dalam hal ini adalah
Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
sebagai rujukan utama, buku-buku tertentu serta data-data yang diperoleh dari
leteratur-lteratur dan refrensi yang berhubungan dengan judul skripsi ini
G. Teknik Analisa Data
Setelah memperoleh data, maka penulis akan mengolah data dengan
menggunakan metode deskriptif-deskriptif dan komparatif. Dengan menyajikan
dan menggambarkan data secara alamiah dan tanpa merubah apapun atau
memanipulasi data-data. Dalam menyajikan data tersebut akan dikomparasikan
menurut hukum islam dan hukum positif. Dan penulis hanya menganalisa kasus
yang berkaitan dengan skripsi yang berjudul pidana ganti kerugian pada
kecelakaan kendaran bermotor yang mengakibatkan tewasnya korban (suatu
11
H. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, sepenuhnya menggunakan buku pedoman
skripsi yang diterbitkan tahun 2007 oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Maka di dalam penulisan skripsi ini penulis tidak
melenceng dari aturan teknik penulisan yang ada.12
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, sama halnya dengan sistematika
penulisan pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu dimulai dari kata pengantar,
daftar isi, dan dibagi menjadi bab sub bab serta diakhiri dengan kesimpulan dan
saran. Untuk lebih jelasnya pembagian bab-bab sebagai berikut :
BAB I Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan umum tentang Hukum Pidana yang meliputi tiga sub bab,
yakni: Pengertian Umum Tentang Hukum Pidana, Pengertian Umum
Tindak Pidana, Jenis-jenis delik, Bentuk-Bentuk Tindak Pidana, Tujuan
Dan Sanksi Pidana
12
Tim penulis dari Fakultas Syari’ah dan Hukum, Buku Pedoman Skripsi, (Jakarta: Fak
BAB III Pengertian ganti kerugian menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.
Yang terdiri dari dua sub bab, yakni : Ganti Kerugian menurut Hukum
Islam, Ganti kerugian menurut Hukum Positif.
BAB IV Kajian Hukum Pidana Islam Dan Hukum Pidana Positif tentang
Pidana Ganti Kerugian Pada Kecelakaan Kendaraan Bermotor yang
Mengakibatkan Tewasnya Korban yang terdiri dari tiga sub bab, yakni
: Menurut Hukum Pidana Islam, Menurut Hukum Pidana Positif,
Analisa dan Perbandingan.
BAB V Penutup, yang terdiri dari dua sub bab, yang pertama kesimpulan,
13 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Hukum Pidana
1. Menurut Hukum Islam
Pidana dalam istilah hukum Islam disebut Jinayah yang memiliki arti
perbuatan dosa, perbuatan salah atau perbuatan jahat.1 Adapun kata jinayah
berasal dari kata masdar (kata asli) dari kata kerja (fi’il madhi) janaa yang
mengandung arti suatu kerja yang diperuntukkan bagi satuan laki-laki yang
telah berbuat dosa atau salah.2 Pelaku kejahatan itu sendiri itu disebut dengan
jaani.3 yang merupakan bentuk singular bagi laki-laki atau bentuk mufrad
mudzakkara sebagai pembuat kejahatan atau ism fa’il. Sedangkan sebutan untuk
pelaku kejahatan wanita adalah jaaniah yang artinya wanita yang telah berbuat
dosa.4 Untuk orang yang menjadi sasaran atau objek perbuatan si jaani atau si
jaaniah atau mereka yang terkena dampak dari perbuatan si pelaku dinamai
mujnaa alaih atau korban. Maka dapat disimpulkan pengertian jinayah, yakni
1
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Bahasa Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal 216
2
Ibid, hal 217
3
Ibid, hal 217
4
memiliki arti semua perbuatan yang diharamkan oleh syara’ (hukum islam).5
Menurut Prof. Drs. H. A. Djazuli jinayah memiliki dua jenis pengertian, yaitu:
pengertian luas dan pengertian sempit. Adapun jinayah dalam arti yang luas
adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat mengakibatkan
hukuman had atau ta’zir. Sedangkan jinayah dalam arti yang sempit adalah
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat menimbulkan
hukuman had, bukan ta’ir.6 Dr. Abdul Qadir Audah dalam kitabnya At-Tasyri Al
Jina’I Al Islamy menjelaskan arti kata jinayah sebagai berikut:
ﻟا
“Jinayah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek seseorang. Adapun menurut istilah adalah nama bagi suatu perbuatan yang diharamkan syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta benda, maupun selain jiwa dan harta benda.”
Sayid Sabiq mendefinisikan jinayah sebagai berikut:
ﻨﺠﻟ ﺎﺑ داﺮﻤﻟاو
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1), hal 12
6
H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-3), hal 2
7
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islamy, (Beirut: Ar-Risalah, ), hal 67
8
15
Artinya:
Yang dimaksud dengan jinayah dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang. Dan perbatan yang di;larang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang untuk melakukannya, karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta benda.
Menurut aliran mazhab Hanafiyah terdapat pemisahan dalam pengertian
jinayah9, yakni kata jinayah hanya diperuntukkan bagi semua perbuatan yang
dilakukan manusia dengan objek anggota badan dan jiwa, seperti melukai atau
membunuh. Serta perbuatan dosa atau perbuatan salah yang berkaitan dengan
objek atau sasaran barang atau harta benda, dinamakan ghosob. Adapun
menurut mazhab Asy-Syafi’I, Maliki, dan Ibnu Hambal, tidak mengedakan
pemisahan antara perbuatan jahat terhadap jiwa dan anggota badan dengan
kejahatan trehadap harta benda (pencurian dan kejahatan terhadap harta benda
lainnya).10
Untuk istilah jinayah ialah jarimah. Yang mengandung arti perbuatan
buruk, jelek, atau dosa.11 Jarimah berasal dari kata (مﺮﺟ ) yang sinonimnya ﺐﺴﻛ
ﻊﻄﻗو
( ﺐﺴﻛ) artinya: berusaha (usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci
9
Sebagaimana di kutip oleh Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, hal 13
10
Ibid, hal 13
11
manusia) dan bekerja.12 Dari pengertian tersebut Muhammad Abu Zahra
Melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, keadilan, dan jalan yang lurus (agama). Sedangkan menurut Imam Al-Mawardi mengartikan jarimah adalah:
ﺮﯾﺰﻌﺗ وا ﺪﺤﺑ ﺎﮭﻨﻋ ﻲﻟ ﺎﻌﺗ ﷲا ﺮﺟز ﺔﯿﻋﺮﺷ ت ارﻮﻈﺤﻣ مء اﺮﺠﻟا ا
14
Artinya:
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir
.
B. Unsur Atau Rukun Jinayah
Unsur atau rukun Jinayah terbagi menjadi tiga macam, yaitu :15
1. Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai
ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Unsure ini
dikenal dengan istilah “unsure formal” (Al-Rukn al-Syar’i).
12
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet ke-1), hal 9
13
Muhammad Abu Zahra, Al-Jarimah wa Al’uqubah fi Al-Fiqh Al-Islamy: Kairo, Maktabah Al-Angelo Al-Mishriyah, tanpa tahun, hal 22
14
Mawardi, Ahkam As-Sulthoniyah; Mesir, Maktabah Musthofa Baby Al-Halaby, 1973, cet ke-3, hal 219
15
17
2. Adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah, baik berupa melakukan
perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan.
Unsure ini dikenal dengan istilah “unsur material” (Ar-Rukn al-Madi).
3. Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khithab atau dapat
memahami taklif, artinya pelaku kejahatan adalah seorang mukallaf, sehingga
mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan. Unsur ini dikenal
dengan istilah “unsur moral” (Ar-Rukn al-adabi)
C. Jenis-jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Islam (Jarimah)
Para ulama membagi jenis jarimah dalam tiga bagian, diantaranya :
1. Jarimah Hudud
Jarimah Hudud adalah suatu jarimah yang bentuknya telah ditentukan
syara’ sehingga terbatas jumlahnya serta ditentukan pula hukumannya secara
jelas, baik didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jarimah ini termasuk hak Allah
SWT bagi masyarakat banyak dalam memelihara kepentingan, ketentraman, dan
keamanan masyarakat. Maksud hak Allah dalam jarimah ini sebagaimana yang
dikemukakan oleh Muhammad Syaltut sebagai berikut:
Hak Allah adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi seseorang.
16
Maksud pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Syaltut adalah
bahwa hukuman hudud tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (orang yang
menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh
Negara.
Jarimah hudud ini menurut para ulama terbagi menjadi tujuh macam
jarimah, yakni: perzinaan, qadzaf (menuduh zina), minum khamr
(meminum-minuman keras), pencurian, perampokan, pemberontakan dan murtad.
2. Jarimah Qishash / Diyat
Bentuk Jarimah ini tidak berbeda jauh dengan jarimah hudud. Namun
terdapat satu perbedaan antara jarimah hudud dan jarimah qishash diyat, yakni
hak perseorangan atau hak adami maksudnya korban atau ahli warisnya dapat
memaafkan perbuatan pelaku jarimah, meniadakan qishash dan menggantinya
dengan diyat atau meniadakan diyat sama sekali. Sedangkan menurut pendapat
yang dikemukakan oleh Muhammad Syaltut tentang hak adami (individu)
adalah:
سﺎﻨﻟا ﻦﻣ ﻦﯿﻌﻣ ﺪﺣاﻮﻟ صﺎﺧ ﻊﻔﻧ ﮫﺑ ﻖﻠﻌﺗ ﺎﻣ ﻮﮭﻓ ﺪﺒﻌﻟا ﻖﺣ
17
Artinya:
Hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada orang tertentu.
17
19
Jarimah qishash/diyat meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi
sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukaan sengaja. Imam Malik
membagi pembunuhan menjadi dua macam: pembunuhan sengaja dan
pembunuhan karena kesalahan. Sedangkan menurut Drs. H. A. Wardi Muslich,
jarimah qishash dan diyat hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan
penganiayaan. Akan tetapi jika diperluas maka terdapat lima macam, yaitu: 18
a. Pembunuhan Sengaja (ﺪﻤﻌﻟا ﻞﺘﻘﻟا)
Man’u). Sedangkan Ta’zir menurut terminologis adalah
ﻲﻟﻮﻟ ﺎھﺮﯾﺪﻘﺗ كﺮﺗو ﺎھراﺪﻘﻣ نﺎﯿﺒﺑ عر ﺎﺸﻟ ا ﻦﻣ دﺮﯾ ﻢﻟ ﻲﺘﻟ ا ت ﺎﺑﻮﻘﻌﻟا ﻮھ ﺮﯾﺰﻌﺘﻟا Grafika, 2004, cet ke-1), hal 19
19
Abdul Aziz, “Amir At-Ta’zir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr Al-Araby, cet IV, 1969, hal 52
20
“Ta’zir adalah bentuk hukuman yang tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan waliyyul amri atau hakim”.
Ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran.21
Sedangkan menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam
Al-Mawardi, sebagai berikut:
ﻢﻟ بﻮﻧذ ﻰﻠﻋ ﺐﯾدﺎﺗ ﺮﯾﺰﻌﺘﻟاو دوﺪﺤﻟا ﺎﮭﯿﻓ عﺮﺸﺗ
Artinya:
Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’.22
Para fuqoha ,mengartikan jarimah ta’zir sebagai hukuman yang tidak
ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang
melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran
kepada pelaku jarimah dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan
serupa.23 Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 24
a. Jarimah hudud atau qishash / diyat yang syubhat atau tidak memenuh
syarat, namun sudah merupakan maksiat.
21
Abdul Qadir Audah, hal 80
22
Al-Mawardi, hal 236
23
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1), hal 141
21
b. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan
umum.
2. Menurut Hukum Positif
Penulis akan menguraikan beberapa definisi para ahli tentang hukum
pidana dari beberpa karya ilmiah, antara lain:
Definisi Hukum pidana menurut E Utrecht adalah himpunan
peraturan-peraturan yang mengatur atau mengurus suatu masyarakat dan
karena itu harus di taati oleh masyarakat itu.25 Sedangkan arti hukum pidana
yang disampaikan oleh R. Abdoel Djamali, ialah: ketentuan-ketentuan yang
mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan
pelanggaran kepentingan umum.26 Dari pendapat para ahli yang telah penulis
uraikan, penulis lebih setuju arti hukum pidana yang disampaikan oleh Prof.
Moeljatno S.H sebagai berikut:27 Hukum Pidana adalah bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang menjadikan
dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
25
Sebagaimana dikutip oleh Waluyadi, Pegantar Ilmu Hukum dalam perspektif hokum positif, (Jakarta: Djambatan, cet ke- ), hal 2
26
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, cet ke-3), hal 153
27
a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pdana sebagaimana
yang telah di ancamkan
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan itu dapat ddilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Dari beberapa definisi yang telah penulis uraikan, maka penulis akan
menyimpulkan arti hukum pidana, yaitu: suatu himpunan peraturan-peraturan
atau ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Negara dalam mengatur serta
membatasi tingkah laku seseorang agar tidak terjadinya pelanggaran dan
kejahatan dalam suatu lingkungan masyarakat demi menegakkan keadilan.
B. Pengertian Tindak Pidana
1. Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam kata jarimah mencakup perbuatan ataupun tidak
berbuat, mengerjakan atau meninggalkan, aktif ataupun pasif. Jadi pengertian
23 meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir. Abdul Qodir Audah pun mendefinisikan jarimah sebagaimana yang telah didefinisikan Imam Al-Mawardi dengan menjelaskan kata
تارﻮﻈﺤﻣ. (mahdzurot / larangan) sebagai berikut:
كﺮﺗ واﻮھ ﮫﻨﻋ ﻲﮭﻨﻣ ﻞﻌﻓ نﺎﯿﺗا ﺎﻣا
“Yang dimaksud dengan mahdzurot (larangan) adalah melakukan suatu perbuatan yang dilarang atau meninggalkan suatu perbuatan yang diperintahkan.”
Jarimah memiliki unsure umum dan unsure khusus. Adapun unsure
umum suatu jarimah adalah unsure-unsur yang terdapat pada setiap jenis
jarimah, yakni unsure formal diantaranya (al-Rukn al-Syar’iy), yaitu telah
adanya aturannya; (al-Rukn al-Madi), yaitu telah ada perbuatannya; (al-Rukn
al-Adabiy), yaitu ada pelakunya. Sedangkan unsure khusus suatu jarimah
adalah unsure yang terdapat pada suatu jarimah, namun tidak terdapat pada
jarimah lain.30
28
Al-Mawardi, al-ahkam al-Shulthoniyah 1973, hal 219
29
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islamy, (Beirut: Ar-Risalah, ), hal 66
30
Para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat ringannya
hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh Al-Qur’an atau Al-Hadits, dan
membaginya menjadi tiga macam, yaitu:
a. Jarimah Hudud
b. Jarimah Qishash / Diyat
c. Jarimah Ta’zir
2. Menurut Hukum Positif
Pengertian tindak pidana menurut hukum positif adalah strafbaar
feit, diartikan sebagai delik/peristiwa pidana/tindak pidana/perbuatan pidana.31
Sedangkan tindak pidana menurut Prof Wirjono Prodjodikoro adalah suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.32 Simons
mengartikan strafbaar feit sebagai perbuatan manusia yang bertentangan
dengan hukum. Menurutnya pula syarat tindak pidana terbagi menjadi tiga
macam antara lain:33
a. Perbuatan itu, perbuatan manusia, baik perbuatan aktif maupun perbuatan
pasif
31
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 106
32
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas hokum pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), cet ke-4, hal. 55
33
25
b. Perbuatan itu dilarang UU, diancam dengan hukuman baik yang tertulis
maupun tidak tertulis
c. Perbuatan itu harus dapat dipertanggung jawabkan.
Tindak pidana pun mempunyai dua sifat di dalam KUHP, yakni:
a. Ada yang bersifat dilarang (verboden), sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 362 tentang pencurian
b. Yang diharuskan (geboden), sebagaimana yang terdapat dalam pasal 522
tentang dipanggil untuk menjadi saksi oleh pengadilan.
C. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana
1. Menurut Hukum islam (jarimah)
Jarimah dapat dibagi menjadi bermacam-macam bentuk dan jenis,
diantaranya :
a. Dilihat dari pelaksanaannya, yaitu bagaimana sipelaku melaksanakan
suatu jarimah yang dilaksanakan dengan melakukan perbuatan yang
terlarang ataukah sipelaku tidak melaksanakan perbuatan yang
diperintahkan. Jikalau sipelaku mengerjakan perbuatan yang terlarang.
Maka ia telah melakukan jarimah secara ijabiyyah (aktif) dalam
melakukan suatu jarimah. contohnya seperti: mencuri, berzina,
mabuk-mabukan, membunuh dan sebagainya. Dan sipelaku jarimah salabiyah
sholat, tidak membayar zakat, tidak menolong orang lain yang sangat
membutuhkannya padahal ia sanggup melaksanakan tugasnya.
b. Dilihat dari niatnya, jarimah ini terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
jarimah yang disengaja oleh pelaku bahkan direncanakan, jarimah tidak
disengaja dan kelalaian.
c. Dilihat dari objeknya, maksudnya adalah suatu perbuatan jarimah yang
ditujukan kepada perseorangan ataukah kepada masyarakat. Sebagaian
ulama mengatakan bila korban tersebut perseorangan, maka jarimah
tersebut dinamakan menjadi hak adami (hak perseorangan), namun bila
korbannya masyarakat, maka jarimah tersebut menjadi hak jama’ah (hak
Allah).
d. Dilihat dari motifnya, maksudnya adalah apakah perbuatan jarimah
tersebut dapat membahayakan seseorang, masyarakat dan Negara.
e. Dilihat dari bobot hukuman,
2. Menurut Hukum Positif
Bentuk-bentuk tindak pidana dalam hukum positif hanya terdapat
dalam KUHP, yakni:
a. Kejahatan (misdrijiven)
27
Sedangkan bentuk-bentuk delik menurut doktrin terbagi menjadi dua
macam, yaitu:34
a. Doleus delicten atau disebut opzet yang berarti disengaja atau perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja.
Dalam delik ini terbagi kembali menjadi tiga macam yakni:
1.Kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk).
2.Kesengajaan secara keinsafan kepastian (opzet bij zekerheid
bewustzijn).
3.Kesengajaan secara keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijk heids
bewustzijn).35
b. Culpeus Delicten atau disebut tidak dengan sengaja/kealpaan atau
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan
dengan kealpaan.
Adapun pembagian delik dalam KUHP antara lain:
a. Doleus delicten dan Culpose delicten
Doleus delicten adalah perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidan yang dilakukan dengan sengaja seperti dalam pasal
338 KUHP. Sedangkan Culpose delicten adalah perbuatan yang
34
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 110
35
dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan karena
kealpaan. Misalnya dalam pasal 359 KUHP
b.Formeele delicten dan Materiele delicten
Formeele delicten adalah rumusan undang-undang yang
menitikberatkan pada kelakuan seseorang yang dilarang dan
diancam oleh undang-undang, seperti misalnya pasal 362 tentang
pencurian. Sedangkan materiele delicten adalah rumusan
undang-undang yang menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan
diancam dengan pidana oleh undang-undang, mislanya dalam pasal
35 KUHP tentang penganiayaan.
c. Commissie delicten dan Ommissie delicten
Commissie delicten atau delicta commissionis adalah suatu delik
yang terjadi karena suatu perbuatan seseorang, yang meliputi baik
delik formil dan delik materil, yaitu dalam pasal 362 dan pasal 378
KUHP. Sedangkan ommissie delicten atau delicta ommissionis
adalah suatu pristiwa yang terjadi karena seseorang tidak berbuat
sesuatu dan merupakan delik formil. Misalnya di dalam pasal 224
KUHP tentang orang yang tidak memenuhi panggilan pengadilan.
d. Zelfstandige delicten dan Voorgezette delicten
Zelfstandinge delicten adalah delik yang berdiri sendiri yang terdiri
atas perbuatan tertentu. Sedangkan voorgezette delicten adalah delik
29
e. Alflopende delicten dan Voordurende delicten
Aflopende delicten adalah delik yang terdiri atas kelakuan untuk
berbuat (een doen of nalaten) dan delik telah selesai ketika
dilakukan, seperti kejahatan tentang penghasutan, pembunuhan,
pembakaran dan sebagainya, atau terdapat dalam pasal 330 dan 529
KUHP. Sedangkan voodurende delicten adalah delik yang terdiri
atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang terlarang,
walaupun keadaan pada mulanya ditimbulkan untuk sekali
perbuatan, misalnya dalam pasal 221 tentang menyembunyikan
orang jahat, pasal 333 tentang meneruskan merampas kemerdekaan
orang lain, pasal 250 tentang mempunyai persediaan untuk memalsu
mata uang, pasal 261 tentang menyimpan bahan yang diketahui
untuk kejahatan pemalsuan, yang semua keadaan berlangsung atau
dibiarkan menjadi terlarang oleh undang-undang.
f. Enkelvoudige delicten dan Samengestelde delicten
Enkelvoudege delicten mempunyai arti yang hampir mirip dengan
“aflopende delicten” yaitu delik yang selesai dengan satu kelakuan.
Sedangkan samengstelde delicten adalah delik yang terdiri atas lebih
dari satu perbuatan. Ada juga yang menyebutnya dengan “collective
delicten”atau delik yang menyangkut kejahatan karena pekerjaan,
melakukan pekerjaan harus dengan kewenangan untuk pekerjaan itu
atau praktek dokter anpa izin dan lain sebagainya.
g. Eenvoudige delicten dan Gequalificeerde delicten
Eenvoudige delicten adalah delik biasa yang dilawankan dengan
gekwalificeerde delicten yaitu delik yang mempunyai bentuk pokok
yang disertai unsur yang memberatkan atau juga disebut
geprivillegieerde delicten yang mempunyai bentuk pokok yang
disertai unsur yang meringankan. Sedangkan gekwalificeerde
delicten antara lain dalam pasal 362 sebagai eenvoudige delicten
menjadi bentuk pasal 363 dengan disertai pemberatan pidana karena
adanya syarat-syarat tertentu.
h. Politieke delicten dan Commune delicten
Politieke delicten ialah delik yang dilakukan karena unsure politik,
dan dapat dibedakan menjadi:
1. Zuivere politieke delicten yang merupakan kejahatan hogverrad
dan landverrad sebagaimana di atur dalam pasal 104-110 tentang
pengkhianatan intern dan pasal 121, 124, 126 tentang
pengkhianatan ekstern.
2. Gemengde politiekedelicen yang merupakan pencurian terhadap
dokumen Negara, dan
3. Connexe politieke delicten yang merupakan kejahatan
31
Sedangkan commune delicten adalah delik yang
ditujukan kepada yang tidak termasuk keamanan Negara, misalnya
penggelapan, pencurian dan lain sebagainya
i. Delicta propria dan Commune delicten
Delicta propria adalah delik yang dilakukan hanya oleh
orang tertentu karena suatu kualitas, misalnya delik jabatan
dan delik militer. Sedangkan commune delicten adalah delik
yang dapat dilakukan oleh seiap orang pada umumnya.
j. Delict yang ditentukan menurut penggolongan kepentingan
hukum yang dilindungi.
Yakni penggolongan delik berdasarkan kepentingan
hokum yang dilindungi, misalnya delik aduan, delik harta
kekayaan dan lain sebagainya.36
Dari beberapa uraian yang telah penulis uraikan di atas, maka didalam suatu delik atau tindak pidana terdapat pembagian antara delik yang dapat dipidana dengan delik yang tidak dapat dipidana, yakni:37
36
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Lattihan ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 111
37
a. Delik yang dapat dipidana
adalah suatu perbuatan yang melanggar aturan hokum dapat dipidana apabila sudah dinyatakan salah yang berarti adanya hubungan batin orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatan yang dilakukan sehingga terjadi perbuatan yang disengaja atau alpa. Unsur-unsur kesalahan antara lain: 1. Bahwa perbuatan disengaja / alpa
2. Adanya kemampuan bertanggung jawab
3. Pelaku insyaf atas perbuatannya melawan hukum 4. Tidak adanya alasan pemaaf atas tindak pidana yang dilakukan
b. Delik yang tidak dapat dipidana (pengkhususan) antara lain: 1. Hapusnya kewenangan untuk memidana, bahwa tindak
pidana tersebut dalam hal yang dilakukannya ternyata perbuatan yang diengaruhi oleh hal ikhwal pada diri pelaku. Artinya meskipun ia sudah melanggar larangan suatu aturan hokum pengenaan pidana dapat hapus apabila pebuatan tersebut telah diatur dalam pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 49 ayat 1 dan 2, pasal 50 dan pasal 51 KUHP.
33
C. Tujuan Dan Sanksi Pidana
Setiap peraturan-peraturan hukum yang dilanggar pasti akan
mendapatkan sanksi hukuman yang diterimanya. Dalam hukum pidana islam,
hukuman dimaksudkan untuk memelihara, menciptakan kemaslahatan manusia
dan untuk memperbaiki insan manusia dari perbuatan-perbuatan yang telah
dilarang oleh Allah SWT.
1. Dalam Hukum Islam
Tujuan pokok penjatuhan hukuman di dalam hukum pidana islam
terdapat beberapa macam antara lain:
a. Pencegahan artinya: mencegah atau menahan pelaku tindak pidana
agar tidak mengulangi perbuatan jarimah yang telah ia lakukan atau
agar ia tidak melakukan terus-menerus melakukan jarimah tersebut
dikarenakan ia mengetahui sanksi hukuman jarimah tersebut.
b. Pengajaran dan pendidikan artinya memberikan pelajaran bagi orang
lain tentang suatu jarimah sehingga dapat mencegah orang lain untuk
tidak melakukan suatu jarimah.38
Sedangkan tujuan hukum pidana menurut Rahman Hakim terdapat
tambahan dalam tujuan hokum pidana, yakni
a. Memelihara masyarakat artinya upaya untuk menyelamatkan
masyarakat dari perbuatan pelaku jarimah
38
Menurut Ahmad Hanafi hukuman itu sendiri dapat dibegi menjadi
beberapa penggolongan dilihat dari segi tujuannya, diantaranya :
1. Dari segi hubungan atara satu hukuuman dengan hukuman lainnya :
a. Hukuman pokok, yaitu hukuman asal bagi satu jarimah. seperti
hukuman rajam bagi pezina.
b. Hukuman pengganti, yaitu hukuman yang menggantikan
hukuman pokok apabila hukuman itu tidak dapat dilaksanakan
dengan alas an yang sah. Seperti hukuman diyat sebagai
pengganti hukuman qishash.
c. Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman
pokok seperti larangan menerima warisan bagi seseorang yang
melakukan pembunuhan terhadap keluarganya.
d. Hukuman pelengkap, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman
pokok dengan syarat adanya keputusan tersendiri oleh hakim.
2. Dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya
sebuah hukuman :
a. Hukuman yang tidak ada batas tertinggi dan terendahnya
seperti pada hukuman jilid sebagai hukuuman had
b. Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan terendahnya
35
kebebasan untuk melakukan penjatuhan hukuman diantara
kedua batas tersebut.
3. Dari besarnya suatu hukuman yang telah ditentukan :
a. Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya suatu
hukuman. Maka hakim harus melaksanakan hukuman tersebut
tanpa harus mengurangi atau menambahkan hukuman bahkan
mengganti hukuman lain.
b. Hukuman yang telah diserahkan kepada hakim untuk memilih
sekumpulan hokum yang telah ditetapkan oleh syara’ agar dapat
disesuaikan dengan keadaan pembuat dan perbuatannya dapat
disebut dengan hukuman pilihan.
4. Dari segi tempat/sasaran dilaksanakannya hukuman:
a. Hukuman jiwa adalah hukuman yang dikenakan atas jiwa
seseorang seperti ancaman dan menegur.
b. Hukuman badan adalah hukuman yang dijatuhkan atas badan
diantaranya hukuman mati, hukuman dera, hukuman penjara.
c. Hukuman harta adalah hukuman yang dijatuhkan atas harta
seseorang diantaranya hukuman denda, hukuman diyat dan
5. Dilihat dari jenis jarimah yang diancamkan hukuman:
a. Hukuman hudud adalah hukuman yang telah ditetapkan oleh
syara’ untuk jarimah atau tindak pidana hudud.
b. Hukuman qishash dan diyat adalah hukuman yang telah
ditetapkan untuk jarimah qishash dan diyat.
c. Hukuman kafarat adalah hukuman yang ditetapkan untuk
sebagian jarimah qishash dan diyat dan sebagian jarimah ta’zir.
d. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang ditetapkan untuk jarimah
tindak pidana ta’zir.
2. Dalam Hukum Positif
Dalam hukum pidana positif terdapat beberapa pemikiran yang
menjadi munculnya teori mengenai tujuan hukum diantaranya adalah:39
a. Tujuan Pemidanaan (Teori Absolut)
Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan
pemidanaan, yaitu:
1. Untuk memperbaiki pribadi pelaku tindak pidana
2. Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan
37
3. Untuk membuat para pelaku tindak pidana menjadi tidak mampu
untuk melakukan kejahatan.
b. Teori Tujuan (doeltheorien)
1. Tujuan untuk memulihkan kerugian yang ditimbulkan oleh
penjahat.
2. Tujuan untuk mencegah agar orang lain tidak melakukan
kejahatan.40
Teori pencegahan terbagi menjadi dua, yakni:
1. Teori-teori pencegahan umum atau algemene preventie theorien
yaitu semata-mata dengan membuat jera setiap orang agar orang
lain tidak melakukan kejahatan.
2. Teori-teori pencegahan khusus atau bijzondare preventie theorien
yaitu dengan membuat jera, dengan memperbaiki dan membuat
penjahatnya tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan
lagi.
Adapun tujuan pidana menurut hukum pidana, yaitu:
1 Untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan kejahatan, baik
secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan
kejahatan, agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi
(speciale preventie).
40
2 Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah
menandakan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang
baik tabi’atnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Sedangkan tujuan hukum pidana terbagi menjadi dua, yaitu:41
a. Teori Absolut (vergeldingstheorien)
Menurut teori ini, hukuman dijatuhkan sebagai pembalasan
terhadap para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang
mengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain atau anggota
masyarakat.
b. Teori Relatif (Doelthehorien)
1. Menjerakan, yaitu menjerakan si pelaku tindak pidana
agar tidak mengulangi perbuatannya
2. Memperbaiki pribadi pelaku
3. Membinasakan atau membuat pelaku tindak pidana tidak
berdaya. Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman
mati, sedangkan membuat pelaku tindak pidana tidak
berdaya dilakukan dengan menjatuhkan hukuman seumur
hidup.
Keberadaan sanksi hukuman merupakan aturan yang dapat menjaga
ketertiban dalam masyarakat. Adapun sanksi hukuman merupakan wujud
41
39
dari norma hokum. Keberadaan sanksi merupakan alat pemaksa agar
seseorang mentaati norma-norma yang berlaku.42 Adanya suatu
pelanggarn atau kejahatan maka sanksi akan disesuaikan dengan akibat
yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Sanksi dalam hokum pidana
menurut pasal 10 KUHP terbagi menjadi dua macam antara lain:
1. Pidana Pokok
a. Pidana mati, pidana ini merupakan pidana terberat diantara semua
pidana yang diancam atas kejahatan yang berat seperti
pembunuhan berencana pasal 340 KUHP dan pencurian dengan
kekerasan pasal 365 ayat 4.
b. Pidana penjara, merupakan pembatasan kemerdekaan atau
kebebasan seseorang. Hukuman ini lebih berat dari pada hukuman
kurungan karena diancamkan atas berbagai kejahatan. Hukuman
penjara minimum satu hari dan maksimum penjara seumur hidup
sebagaimana yang terdapat dalam pasal 12 KUHP.
c. Pidana kurungan adalah pemberian hukuman yang lebih ringan
daripada hukuman penjara kepada pelaku. Dikarenakan untuk
pelaku pelanggaran atau kejahatan karena kelalaian. Adapun masa
kurungan dibatasi paling sedikit satu hari dan paling lama satu
tahun.
42
d. Denda adalah hukuman yang dapat diancamkan pada pelaku
kejahatan yang adakalanya sebagai alternative atau kumulatif.
Hukuman ini dapat dibatasi oleh siapapun baik dari pihak keluarga
atau pihak kerabat atau kenalan.
Pidana tambahan adalah pemberian hukuman yang dapat
dijatuhkan bersamaan dengan hukuman pokok dan hakim tidak
mempunyai kewajiban untuk menjatuhkannya.
2. Pidana tambahan
a. Pencabutan hak-hak tertentu, lamanya pencabutan hak tersebut
diserahkan kepada putusan.
b. Perampasan barang-barang tertentu adalah perampasan barang
hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan untuk
melaksanakan kejahatannya sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 39 KUHP.
c. Pengumuman putusan hakim, bertujuan untuk memberitahukan
kepada seluruh masyarakat agar masyarakat dapat lebih
berhati-hati terhadap si terhukum dan prosedurnya diatur dalam pasal 43
KUHP, yang berbunyi :
“Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan
berdasarkan Kitab Undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya,
maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu
41 BAB III
PENGERTIAN GANTI KERUGIAN MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Ganti Kerugian
Istilah ganti kerugian tidak dapat kita temui pada hukum pidana
materil, akan tetapi ganti kerugian dapat kita temui pada hukum pidana formil
yakni terdapat dalam pasal 95 sampai pasal 101 KUHAP. Adapun arti ganti
kerugian dalam KUHAP pasal 95 ayat 2 ialah tuntutan ganti kerugian oleh
tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan
lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orang atau hokum yang diterapkan.1 Istilah ganti kerugian
merupakan istilah untuk hukum perdata sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi: tiap perbuatan melanggar hukum
yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang
karena salahnya menimbulkan kerugian, mengganti kerugian tersebut. Dalam
hal ini penulis akan mencoba menjabarkan beberapa pengertian tentang ganti
kerugian oleh beberapa karya ilmiah. Ganti Rugi merupakan termasuk salah
satu kata majemuk, yang terdiri dari kata ganti dan rugi. Kata ganti
1
mempunyai arti seuatu yang jadi penukar sesuatu yang tidak ada atau hilang.2
Bisa pula berarti “tukar”(dengan yang lain) sedangkan kata rugi mengandung
arti “tidak mendapat laba, tidak mendapat faedah (manfaat), mudhorot, seuatu
yang kurang baik atau tidak menguntungkan.
Harmukti Kridalaksana menyatakan kata Rugi dengan “tidak laba,
tidak imbang, tidak bermanfaat, mudhorot, tidak berfaedah, tidak berguna,
gagal, kurang baik, kurang menguntungkan, hilang, habis.3
Ganti kerugian adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada orang
yang telah bertindak melawan hukum dan menimbulkan kerugian pada orang
lain karena kesalahannya tersebut. (Sudarto : 1981, 133) Sanksi Ganti
Kerugian, menurut schafer telah dikenal pada masa hukum Primitif. Pada
masa ini telah dikenal adanya “personal reparation”, yaitu semacam
pembayaran ganti rugi yang akan dilakukan oleh seseorang yang telah
melakukan tindak pidana atau keluarganya terhadap korban yang telah
dirugikan sebagai akibat tindak pidana tersebut.4
Didalam kamus hukum yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah
denda yang memiliki arti hukuman (pidana) yang berupa membayar uang.
Setiap hukuman denda, apabila tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman
2
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1976), h297
3
Harmukti Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, (Jakarta : Nusa Indah, 1981), h 144.
4
43
badan (kurungan).5 Dan arti ganti kerugian dalam ilmu pengetahuan ialah
denda yang berarti hukuman berupa keharusan membayar sejumlah uang atau
barang karena melakukan suatu pelanggaran.6 Sedangkan dalam bahasa arab
dikenal dengan istilah diyat yang berarti harta benda yang wajib ditunaikan
oleh sebab tindakan kejahatan, kemudian diberikan kepada si korban
kejahatan atau kepada walinya. Dan diyat disebut juga dengan Al-Aql
(pengikat), karena apabila seseorang membunuh orang lain, maka ia harus
membayar diyat berupa beberapa ekor unta. Unta-unta itu pun diserahkan
kepada wali si korban sebagai tebusan darah.7
1. Dalam Hukum Islam
Ganti kerugian atau diyat adalah harta benda yang wajib ditunaikan
oleh sebab kejahatan yang kemudian diberikan kepada korban atau ahli waris
(walinya). Diyat menurut istilah adalah sejumlah harta yang diberikan sebagai
ganti kerugian bagi tindakannya membunuh, atau melukai seseorang. Hal-hal
yang mewjibkan seseorang membayar diyat yakni:
a. Bila wali atau ahli waris yang terbunuh memaafkan si pembunuh dari
pembalasan jiwa.
5
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Kamus istilah hukum, (Jakarta: Sinar Harapan, 2001), hal 216
6
Save M Dagun, Kamus besar ilmu pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2000), cet ke-2, hal 166
7
b. Pembunuhan yang tidak disengaja
c. Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh.8
Dasar hukum wajibnya membayar diyat sebagaimana firman Allah:
seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga (korban), kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah, jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjia (damai) antara mereka dengan kamu, maka hendaklah (si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari Allah dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. An-Nisa: 91)
Maka dalam hal ini yang menjadi karakteristik diyat adalah adanya
hak manusia khususnya kepada korban dan keluarganya memberi ma’af yang
konsekuensinya adalah pelaku harus membayar diyat yang wajar bagi
kemanusiaan.10 Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqoroh ayat 178:
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. (Q.S. Al-Baqoroh: 178).
Maksudnya apabila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli
waris yang terbunuh Yaitu dengan cara membayar diat (ganti rugi) yang
wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak
mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya
dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si
10
euthanasia menuruthukum islam diakses pada 20 agustus 2010