• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pidana ganti kerugian pada kecelakaan kendraan bermotor yang mengakibatkan tewasnya korban (suatu tinjauan hukum positif dan hukum pidana Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pidana ganti kerugian pada kecelakaan kendraan bermotor yang mengakibatkan tewasnya korban (suatu tinjauan hukum positif dan hukum pidana Islam"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.

Jakarta, 23 September 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012

Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)

NIP. 197210101997032088

Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP. 197102151997032002

Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP. 197102151997032002

Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH (……….) NIP. 150009273

Penguji I : Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A (……….)

NIP. 195710271985032001

Penguji II : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)

(2)

HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.

Jakarta, 23 September 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012

Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)

NIP. 197210101997032088

Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP. 197102151997032002

Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP. 197102151997032002

Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH (……….) NIP. 150009273

Penguji I : Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A (……….)

NIP. 195710271985032001

Penguji II : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S. Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah.

Jakarta, 24 September 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012

Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)

NIP. 197210101997032088

Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP. 197102151997032002

Pembimbing I : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP. 197102151997032002

Pembimbing II: H. Zubir Lini, SH (……….) NIP. 150009273

Penguji I : Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A (……….)

NIP. 195710271985032001

Penguji II : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)

(4)

UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah.

Jakarta, 17 Juni 2010 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 195505051982031012

Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)

NIP. 197210101997032088

Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP. 197102151997032002

Pembimbing : Dr. Asmawi, M.Ag (……….)

NIP. 197210101997032088

Penguji I : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag (……….)

NIP. 197308022003121001

Penguji II : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

(5)
(6)

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 08 September 2010

(7)

i

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “PIDANA GANTI KERUGIAN

PADA KECELAKAAN KENDARAAN BERMOTOR YANG

MENGAKIBATKAN TEWASNYA KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM

POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM)” yang merupakan kewajiban bagi

Mahasiswa Program Sarjana (S-1) Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi

Kepidanaan Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, untuk memenuhi salah satu persyaratan dan merupakan tugas akhir untuk

memperoleh Gelar Sarjana (S1).

Dalam penulisan Skripsi ini, sudah tentu Penulis banyak memperoleh bantuan

dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil yang

tentunya sangat bermanfaat dalam penulisan Skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan

ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih, yang setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asmawi, M.Ag. Selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas

(8)

ii

4. H. Zubir Laini S.H, selaku dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan sekaligus dosen pembimbing II.

5. Seluruh Dosen/ Pengajar/ Staff, pada Fakultas Syariah dan Hukum yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Kepala dan Seluruh Staff/Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan bantuan buku-buku referensi yang berkaitan dengan penulisan

Skripsi ini.

7. Lebih khusus lagi adalah ucapan terima kasih kepada :

a. Kepada Ayahanda (H. Sundusin bin H. Abd Ghoni) dan Ibunda (Iriyanti),

yang tiada terkira jasanya dalam membantu penulisan Skripsi ini serta

memberikan dukungan moril maupun materil hingga Penulis bisa

menyelesaikan studi ini.

b. Kepada Drs KH Asrori Mukhtarom dan KH. Muhammad Naseh yang selalu

mendo’akan serta memberikan semangat kepada penulis.

c. Kepada adik-adik Penulis tercinta Faruk Fathoni dan Siti Azizah. Agar tetap

semangat dalam menuntut ilmu dan melanjutkan Pendidikan setingi-tinginya.

8. Teman-teman PI angkatan 2006 seperti, Mahfuddin, Dayat ”Bali”, Muchsin,

Faris, Safrowi “Aconk”, Fitroh, Isa, Amir, J-men, Eril, Wismoyo, Buldan, Haris

(9)

iii

P-Men, Aris Setiyawan dsb. Khususnya Husen Qodri, thanks banget atas

pinjaman Buku yang sangat berguna sekali bagi penulis. Kebersamaan dan

kesolidan kita selama perkuliahan dan pergaulan yang terkadang diselingi dengan

berbagai aktivitas canda tawa memberikan arti pentingnya sebuah persahabatan

yang tak terlupakan dan menjadi sebuah catatan sejarah bagi kita semua. Waktu

terus berputar, dan masih banyak hal yang mesti saya lanjutkan selain kuliah di

UIN ini. Maaf, saya duluan Lulus, Tetap semangat kawan-kawan! Doa dan

Harapanku senantiasa selalu menyertai kalian semua agar temen-temen semua

cepat lulus dan sama-sama menjadi orang yang sukses. Amien

9. Seluruh mahasiswa PI dan teman-teman Pengurus BEM Pidana Islam 2009-2010

yang sempat memberikan Amanah kepada Penulis menjadi Ketua BEM Pidana

Islam pada periode tersebut & sama-sama bekerja keras membangun BEM

sebagai wadah organisasi Mahasiswa PI. Good Luck Dhori, Fahdun, Tamidzi,

Mamet, Hurry, dsb. Jadikanlah BEM sebagai wadah organisasi intra bagi

mahasiswa/i PI yang membantu meningkatkan keilmuan mahasiswa PI

disamping ilmu dalam perkuliahan.

10.Seluruh teman-teman alumni Al-Khairiyah 2006, khususnya kepada Ahmad

Firdaus yang telah meminjamkan kartu perpusnya sehingga penulis dfapat

menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada Suntianah, Rani Hidayati dan Siti

Maulida semoga Allah mudahkan segala hajat-hajat kalian

11.Seluruh sahabat/i alumni Pon-Pes Darul Mujahadah 2000 yang telah memberikan

(10)

iv

Jakarta, 08 September 2010

(11)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

D. Review Studi Terdahulu... 7

E. Metode Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian Hukum Pidana... 13

B. Pengertian Tindak Pidana ... 21

C. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana ... 25

(12)

vi

BAB IV ANALISIS PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN

KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA

KORBAN

A. Kronologi Perkara...57

B. Analisis Pidana Ganti Kerugian ... 58

1. Menurut Hukum Islam ... 58

2. Menurut Hukum Positif... 64

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 69

B. Saran-Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah kecelakaan kendaraan bermotor merupakan masalah lama yang

belum dapat diatasi oleh ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah Indonesia merdeka, Negara membentuk

suatu Undang-Undang yang mengatur tentang keselamatan manusia terhadap

pengguna jalan, maka dalam hal ini sebagaimana yang telah tertera dalam

Undang-Undang yang mengatur hal tersebut adalah Undang-Undang Nomor 34

Tahun 1964 Jo PP Nomor 18 Tahun 1965.1

Masalah kecelakaan kendaraan bermotor merupakan masalah yang

sifatnya nasional, karena sudah terjadi di jalan raya, baik di ibu kota hingga

pedesaan. Meskipun dalam pasal 1 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

1964 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Jo PP No 18 Tahun 1965

mengatur tentang masalah tersebut.2 Namun kenyataannya ketentuan-ketentuan

itu sangatlah kurang efektif dan tidak seperti yang diharapkan. Terjadinya

kecelakaan kendaraan bermotor disebabkan berbagai hal oleh pengguna jalan,

baik pengguna mobil, sepeda motor, angkutan umum maupun pejalan kaki.

1

http://www.theceli.com/dokumen/produk/1964/33-1964.htm

2

(14)

Pelanggaran lalu lintas akhir-akhir ini semakin bertambah, maka hal ini

terbukti dari analisa Polda Metro Jaya tentang angka kecelakaan kendaraan

bermotor di jalan raya khususnya kecelakaan yang mengakibatkan kematian

semakin meningkat.

Oleh karena itu kendaraan bermotor sebagai fasilitas pendukung

kehidupan manusia, kendaraan bermotor tidak dapat lagi dipisahkan dari

aspek-aspek aktivitas hidup manusia. Kendaraan bermotor telah berkembang menjadi

salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Maka tak dapat disangkal

lagi, sebagai fasilitas pendukung seluruh kegiatan kehidupan, tanpa harus melihat

lokasi, perkembangan kendaraan bermotor wajib setara dengan perkembangan

kegiatan kehidupan.3

Dengan demikian tingginya angka kecelakaan kendaraan bermotor dari

tahun ketahun semakin meningkat. Dengan semakin terjadinya peningkatan

jumlah kendaraan bermotor maka tingkat kecelakaan yang terjadi pun semakin

meningkat. Pada 2003, jumlah kendaraan yang mengalami kecelakaan mencapai

19.091 unit, namun setahun kemudian meningkat menjadi 26.187 unit atau naik

sekitar 37%. Jumlah ini terus meningkat hingga pada 2006 mencapai 70.308

kasus kecelakaan atau meningkat 168% dibandingkan 2004.4 Serta sebagaimana

yang tertulis pada surat kabar atas wawancara kepala Polda Metro Jaya Irjen Pol

3

http://artikel.staff.uns.ac.id/2008/10/16/rancangan-pengaman-kendaraan-bermotor-berbasis-ultrasonik

4

(15)

3

Wahyono mengatakan kecelakaan lalu lintas mengalami peningkatan sekitar

7,51% pada tahun 2008 jumlah kecelakaan sekitar 6.393 kasus, sedangkan tahun

2009 menjadi 6.896 atau naik sekitar 503 kasus. Kepala Polda melanjutkan pada

tahun 2009 jumlah kendaraan bermotor yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas

meningkat dari 10.131 pada tahun 2008 menjadi 10.707 atau naik 5,69% bila

dibandingkan dengan jumlah kendaraan di tahun 2009, yaitu 10.481.620 maka

yang terlibat kecelakaan adalah 0,01%. Untuk korban luka berat meningkat

sekitar 21,44%. Menurut Irjen Pol Wahyono peningkatan jumlah kecelakaan di

Ibu Kota selain di sebabkan infrastruktur, penyebab utama lainnya justru dari

pengemudi dan kelaikan kendaraan. Irjen Pol Wahyono menegaskan sepeda

motor masih mendominasi dari banyaknya jumlah kecelakaan. Kerugian materil

akibat kecelakaan meningkat sekitar 0,55% menjadi Rp 12,3 miliar dari

sebelumnya pada tahun 2008 sesbasar Rp 12,2 miliar. Walaupun adanya

peningkatan jumlah kecelakaan, korban meninggal dunia mengalami penurunan

dari 1.169 orang pada tahun 2008 menjadi 1.016 pada tahun 2009 atau turun 158

orang.5

Dalam hal ini maka, peran serta masyarakat dan pihak pemerintah untuk

senantiasa mematuhi tata tertib lalu lintas dalam mengurangi angka kecelakaan

kendaraan bermotor di jalan raya.

5

(16)

Di dalam kamus bahasa Indonesia arti ganti kerugian dan kecelakaan lalu

lintas memiliki arti antara lain :Arti dari ganti rugi adalah termasuk salah satu

kata majemuk, yang terdiri dari ganti dan rugi. Kata ganti mempunyai arti sesuatu

yang jadi penukar sesuatu yang tidak ada atau hilang.6 Harmukti Kridalaksana

menyatakan kata rugi dengan tidak laba, tidak imbang, tidak bermanfaat,

mudharat, tidak berfaedah, tidak berguna, gagal, kurang baik, kurang

menguntungkan, hilang, habis.7 Dari beberapa definisi tentang ganti rugi tersebut,

maka penulis akan mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ganti

rugi yaitu hak seseorang untuk memperoleh pemenuhan atas tuntutannya yang

berbentuk imbalan uang, karena adanya pelanggaran hukum.

Adapun arti kecelakaan adalah peristiwa yang terjadi secara tidak terduga

dan tidak diharapkan yang melibatkan paling sedikit satu kendaraan pada suatu

ruas jalan yang berakibat munculnya korban jiwa (korban luka ringan, luka berat

dan meninggal) dan kerugian materi kerugian yang mengalami kecelakaan

maupun kerusakan pada jalan). Sedangkan arti lalu lintas adalah gerak pindah

manusia dengan atau tanpa alat penggerak dari suatu tempat ketempat yang lain

dengan menggunakan jalan sebagai ruang geraknya.8

6

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka 1976), h 297

7

Harmukti Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, (Jakarta : Nusa Indah, 1981), h 144

8

(17)

5

Dari pemaparan yang penulis sampaikan di atas, banyak peristiwa

kecelakaan lalu lintas yang korbannya meninggal dunia dan diproses oleh pihak

yang berwajib (polisi) melalui jalur hukum. Akan tetapi dalam hal di atas menarik

perhatian penulis untuk menyusun skripsi dalam pemberian sanksi pidana bagi

pelaku yang berupa ganti kerugian. Oleh karena itu penulis menyusun skripsi

yang berjudul :

’’PIDANA GANTI KERUGIAN PADA KECELAKAAN

KENDARAAN BERMOTOR YANG MENGAKIBATKAN TEWASNYA

KORBAN (SUATU TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM

PIDANA ISLAM.’’

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Agar dalam pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara

sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu penulis

perjelas tentang pokok-pokok bahasan dengan memberikan perumusan dan

pembatasan masalah.

Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini

penulis membatasi, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Kecelakaan Lalu Lintas yang penulis maksud, adalah kecelakaan kendaraan

(18)

2. Hukum Islam yang penulis maksud, adalah kajian hukum Islam yang

membahas tentang di sengaja atau tidak di sengaja serta pembayaran diyat

bagi pelaku jarimah.

3. Hukum positif yang penulis maksud, adalah Undang-undang yang

berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas.

Dari pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengertian Ganti Kerugian dalam Perspektif Hukum Islam dan

Hukum Positif ?

2. Bagaimana Perspektif Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif

tentang Pidana Ganti Kerugian Pada Kecelakaan Kendaraan Bermotor

yang Mengakibatkan Tewasnya Korban?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun Tujuan dan Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan mengenai pengertian kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan

tewasnya korban.

2. Menjelaskan tentang betapa pentingnya keselamatan dalam berkendara sepeda

(19)

7

3. Untuk mencari sanksi hukuman bagi pelaku yang secara sengaja maupun

tidak di sengaja melakukan perbuatan kecelakaan lalu lintas yang

menyebabkan tewasnya korban.

4. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu bentuk sosialisasi

yang bisa penulis lakukan untuk menginformasikan kepada masyarakat umum

agar mengetahui bahwa telah diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun

2009 Tentang Kecelakaan Lalu Lintas dan mengajak masyarakat umum untuk

mematuhinya.`

5. Untuk menjelaskan kepada masyarakat umum tentang sebab akibat serta

sanksi pidana bagi pelaku dalam hukum pidana Islam tentang pembunuhan

semi sengaja kepada seseorang.

D. Review Studi Terdahulu

Pada penulisan kripsi ini, penulis sepenuhnya menggunakan studi review

yaitu denngan melihat skripsi-skripsi, yang pernah dibahas oleh penulis

sebelumnya dan sama-sama membahas masalah skripsi yang berkaaitan dengan

judul penulis serta krya ilmiah lainnya. Guna dijadikan acuan dan rujukan penulis

telah menemukan hasil penelitian yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas Syari’ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul:

1. Karya ilmiah Mahasiswa (skripsi) di Fakultas Syari’ah dan Hukum yang di

(20)

perkosaan dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam’’. Dalam

skripsinya ia mengutarakan tentang ganti rugi kejahatan perkosaan. Akan

tetapi penulis hanya menukil kata ganti rugi.

2. Karya ilmiah mahasiswa (skripsi) di Fakultas Syari’ah dan Hukum yang

ditulis oleh Sayidi, yang berjudul ”kelalaian yang mengakibatkan kecelakaan

lalu lintas yang menimbulkan korban meninggal dunia kajian hukum islam

dan KUHP terhadap putusan PN Jakarta Selatan”

3. Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam), Karya Prof. Drs.

H.A. Djazuli pokok masalah yang dikajinya Diyat dan Jarimah Takzir:

:pengertian tentang diyat dan takzir serta pendapat para imam Mazhab

4. Hukum Penitensier, Karya Drs. P.A.F. Lamintang. S.H. Pokok masalah yang

dikajinya adalah Pengertian Pidana serta tujuan pemidanaan bagi seseorang

yang melakukan tindak pidana

5. Asas-asas hukum pidana, karya Hamzah Andi Pokok masalah yang dikajinya

adalah Culpa : efek negative culpa terhadap seseorang yang mengakibatkan

seseorang menjadi rugi

6. Penulis juga menggunakan literatur seperti koran dan buku-buku.

Dari uraian diatas, disini penulis memfokuskan penulisan skripsi

tentang ’’Pidana Ganti Kerugian Kecelakan Kendaraan Bermotor Yang

(21)

9

Pidana Islam’’ diantaranya kronologi perkara dan sanksi bagi pelaku tindak

pidana diyat dalam perspektif hukum pidana islam dan hukum positif

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Metode Deskriptif

Analitis yaitu menggambarkan dan memaparkan secara sistematis tentang apa

yang menjadi objek penelitian dan kemudian dilakukan analisis.9 Adapun jenis

penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian empiris non-doktriner yaitu

suatu penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan

(observasi).10 Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan

metode kualitatif dengan cara menggambarkan permasalahan yang akan dibahas

dengan mengambil materi-materi yang relevan dan fakta-fakta dilapangan tanpa

menggunakan rumus dan angka.

Adapun mengenai sumber data yang penulis gunakan adalah data primer

dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil kajian

hukum terhadap perundang-undangan, yang dalam hal ini perundang-undangan

sebagai acuan utama untuk membatasi permasalahan yang dihadapi.11 Dalam hal

ini adalah KUHP, KUHAP, dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits. Adapun data

sekunder penulis ambil dari buku-buku, majalah-majalah, surat kabar harian dan

9

Dr. Johnny Ibrahim, S. H., M. Hum. Teori dan Metodologi Penenlitian Hukum Normatif. Cet, ke-2. Bayu Media Publishing. Jakarta: 2006.

10

Bambang Waluyo, S.H. dan Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H, MS, LL.M. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Sinar Grafika, Jakarta: 2002

11

(22)

literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Untuk

pengumpulan data penulis menggunakan wawancara terhadap korban.

F. Tekhnik Pengumpulan Data

Teknik penulisan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

studi dokumenter, yaitu proses pengumpulan data yang dilakukan melalui

penggunaan bahan-bahan dokumen yang diperlukan, dalam hal ini adalah

Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

sebagai rujukan utama, buku-buku tertentu serta data-data yang diperoleh dari

leteratur-lteratur dan refrensi yang berhubungan dengan judul skripsi ini

G. Teknik Analisa Data

Setelah memperoleh data, maka penulis akan mengolah data dengan

menggunakan metode deskriptif-deskriptif dan komparatif. Dengan menyajikan

dan menggambarkan data secara alamiah dan tanpa merubah apapun atau

memanipulasi data-data. Dalam menyajikan data tersebut akan dikomparasikan

menurut hukum islam dan hukum positif. Dan penulis hanya menganalisa kasus

yang berkaitan dengan skripsi yang berjudul pidana ganti kerugian pada

kecelakaan kendaran bermotor yang mengakibatkan tewasnya korban (suatu

(23)

11

H. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, sepenuhnya menggunakan buku pedoman

skripsi yang diterbitkan tahun 2007 oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Maka di dalam penulisan skripsi ini penulis tidak

melenceng dari aturan teknik penulisan yang ada.12

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, sama halnya dengan sistematika

penulisan pada penelitian-penelitian lainnya, yaitu dimulai dari kata pengantar,

daftar isi, dan dibagi menjadi bab sub bab serta diakhiri dengan kesimpulan dan

saran. Untuk lebih jelasnya pembagian bab-bab sebagai berikut :

BAB I Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan umum tentang Hukum Pidana yang meliputi tiga sub bab,

yakni: Pengertian Umum Tentang Hukum Pidana, Pengertian Umum

Tindak Pidana, Jenis-jenis delik, Bentuk-Bentuk Tindak Pidana, Tujuan

Dan Sanksi Pidana

12

Tim penulis dari Fakultas Syari’ah dan Hukum, Buku Pedoman Skripsi, (Jakarta: Fak

(24)

BAB III Pengertian ganti kerugian menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.

Yang terdiri dari dua sub bab, yakni : Ganti Kerugian menurut Hukum

Islam, Ganti kerugian menurut Hukum Positif.

BAB IV Kajian Hukum Pidana Islam Dan Hukum Pidana Positif tentang

Pidana Ganti Kerugian Pada Kecelakaan Kendaraan Bermotor yang

Mengakibatkan Tewasnya Korban yang terdiri dari tiga sub bab, yakni

: Menurut Hukum Pidana Islam, Menurut Hukum Pidana Positif,

Analisa dan Perbandingan.

BAB V Penutup, yang terdiri dari dua sub bab, yang pertama kesimpulan,

(25)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA

MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Hukum Pidana

1. Menurut Hukum Islam

Pidana dalam istilah hukum Islam disebut Jinayah yang memiliki arti

perbuatan dosa, perbuatan salah atau perbuatan jahat.1 Adapun kata jinayah

berasal dari kata masdar (kata asli) dari kata kerja (fi’il madhi) janaa yang

mengandung arti suatu kerja yang diperuntukkan bagi satuan laki-laki yang

telah berbuat dosa atau salah.2 Pelaku kejahatan itu sendiri itu disebut dengan

jaani.3 yang merupakan bentuk singular bagi laki-laki atau bentuk mufrad

mudzakkara sebagai pembuat kejahatan atau ism fa’il. Sedangkan sebutan untuk

pelaku kejahatan wanita adalah jaaniah yang artinya wanita yang telah berbuat

dosa.4 Untuk orang yang menjadi sasaran atau objek perbuatan si jaani atau si

jaaniah atau mereka yang terkena dampak dari perbuatan si pelaku dinamai

mujnaa alaih atau korban. Maka dapat disimpulkan pengertian jinayah, yakni

1

Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Bahasa Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal 216

2

Ibid, hal 217

3

Ibid, hal 217

4

(26)

memiliki arti semua perbuatan yang diharamkan oleh syara’ (hukum islam).5

Menurut Prof. Drs. H. A. Djazuli jinayah memiliki dua jenis pengertian, yaitu:

pengertian luas dan pengertian sempit. Adapun jinayah dalam arti yang luas

adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat mengakibatkan

hukuman had atau ta’zir. Sedangkan jinayah dalam arti yang sempit adalah

perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat menimbulkan

hukuman had, bukan ta’ir.6 Dr. Abdul Qadir Audah dalam kitabnya At-Tasyri Al

Jina’I Al Islamy menjelaskan arti kata jinayah sebagai berikut:

ﻟا

“Jinayah menurut bahasa merupakan nama bagi suatu perbuatan jelek seseorang. Adapun menurut istilah adalah nama bagi suatu perbuatan yang diharamkan syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta benda, maupun selain jiwa dan harta benda.”

Sayid Sabiq mendefinisikan jinayah sebagai berikut:

ﻨﺠﻟ ﺎﺑ داﺮﻤﻟاو

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1), hal 12

6

H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke-3), hal 2

7

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islamy, (Beirut: Ar-Risalah, ), hal 67

8

(27)

15

Artinya:

Yang dimaksud dengan jinayah dalam istilah syara’ adalah setiap perbuatan yang dilarang. Dan perbatan yang di;larang itu adalah setiap perbuatan yang oleh syara’ dilarang untuk melakukannya, karena adanya bahaya terhadap agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta benda.

Menurut aliran mazhab Hanafiyah terdapat pemisahan dalam pengertian

jinayah9, yakni kata jinayah hanya diperuntukkan bagi semua perbuatan yang

dilakukan manusia dengan objek anggota badan dan jiwa, seperti melukai atau

membunuh. Serta perbuatan dosa atau perbuatan salah yang berkaitan dengan

objek atau sasaran barang atau harta benda, dinamakan ghosob. Adapun

menurut mazhab Asy-Syafi’I, Maliki, dan Ibnu Hambal, tidak mengedakan

pemisahan antara perbuatan jahat terhadap jiwa dan anggota badan dengan

kejahatan trehadap harta benda (pencurian dan kejahatan terhadap harta benda

lainnya).10

Untuk istilah jinayah ialah jarimah. Yang mengandung arti perbuatan

buruk, jelek, atau dosa.11 Jarimah berasal dari kata (مﺮﺟ ) yang sinonimnya ﺐﺴﻛ

ﻊﻄﻗو

( ﺐﺴﻛ) artinya: berusaha (usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci

9

Sebagaimana di kutip oleh Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, hal 13

10

Ibid, hal 13

11

(28)

manusia) dan bekerja.12 Dari pengertian tersebut Muhammad Abu Zahra

Melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, keadilan, dan jalan yang lurus (agama). Sedangkan menurut Imam Al-Mawardi mengartikan jarimah adalah:

ﺮﯾﺰﻌﺗ وا ﺪﺤﺑ ﺎﮭﻨﻋ ﻲﻟ ﺎﻌﺗ ﷲا ﺮﺟز ﺔﯿﻋﺮﺷ ت ارﻮﻈﺤﻣ مء اﺮﺠﻟا ا

14

Artinya:

Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir

.

B. Unsur Atau Rukun Jinayah

Unsur atau rukun Jinayah terbagi menjadi tiga macam, yaitu :15

1. Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai

ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Unsure ini

dikenal dengan istilah “unsure formal” (Al-Rukn al-Syar’i).

12

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet ke-1), hal 9

13

Muhammad Abu Zahra, Al-Jarimah wa Al’uqubah fi Al-Fiqh Al-Islamy: Kairo, Maktabah Al-Angelo Al-Mishriyah, tanpa tahun, hal 22

14

Mawardi, Ahkam As-Sulthoniyah; Mesir, Maktabah Musthofa Baby Al-Halaby, 1973, cet ke-3, hal 219

15

(29)

17

2. Adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah, baik berupa melakukan

perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan.

Unsure ini dikenal dengan istilah “unsur material” (Ar-Rukn al-Madi).

3. Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khithab atau dapat

memahami taklif, artinya pelaku kejahatan adalah seorang mukallaf, sehingga

mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan. Unsur ini dikenal

dengan istilah “unsur moral” (Ar-Rukn al-adabi)

C. Jenis-jenis Tindak Pidana Dalam Hukum Islam (Jarimah)

Para ulama membagi jenis jarimah dalam tiga bagian, diantaranya :

1. Jarimah Hudud

Jarimah Hudud adalah suatu jarimah yang bentuknya telah ditentukan

syara’ sehingga terbatas jumlahnya serta ditentukan pula hukumannya secara

jelas, baik didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jarimah ini termasuk hak Allah

SWT bagi masyarakat banyak dalam memelihara kepentingan, ketentraman, dan

keamanan masyarakat. Maksud hak Allah dalam jarimah ini sebagaimana yang

dikemukakan oleh Muhammad Syaltut sebagai berikut:

Hak Allah adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi seseorang.

16

(30)

Maksud pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Syaltut adalah

bahwa hukuman hudud tidak bisa dihapuskan oleh perseorangan (orang yang

menjadi korban atau keluarganya) atau oleh masyarakat yang diwakili oleh

Negara.

Jarimah hudud ini menurut para ulama terbagi menjadi tujuh macam

jarimah, yakni: perzinaan, qadzaf (menuduh zina), minum khamr

(meminum-minuman keras), pencurian, perampokan, pemberontakan dan murtad.

2. Jarimah Qishash / Diyat

Bentuk Jarimah ini tidak berbeda jauh dengan jarimah hudud. Namun

terdapat satu perbedaan antara jarimah hudud dan jarimah qishash diyat, yakni

hak perseorangan atau hak adami maksudnya korban atau ahli warisnya dapat

memaafkan perbuatan pelaku jarimah, meniadakan qishash dan menggantinya

dengan diyat atau meniadakan diyat sama sekali. Sedangkan menurut pendapat

yang dikemukakan oleh Muhammad Syaltut tentang hak adami (individu)

adalah:

سﺎﻨﻟا ﻦﻣ ﻦﯿﻌﻣ ﺪﺣاﻮﻟ صﺎﺧ ﻊﻔﻧ ﮫﺑ ﻖﻠﻌﺗ ﺎﻣ ﻮﮭﻓ ﺪﺒﻌﻟا ﻖﺣ

17

Artinya:

Hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada orang tertentu.

17

(31)

19

Jarimah qishash/diyat meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi

sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukaan sengaja. Imam Malik

membagi pembunuhan menjadi dua macam: pembunuhan sengaja dan

pembunuhan karena kesalahan. Sedangkan menurut Drs. H. A. Wardi Muslich,

jarimah qishash dan diyat hanya ada dua macam, yaitu pembunuhan dan

penganiayaan. Akan tetapi jika diperluas maka terdapat lima macam, yaitu: 18

a. Pembunuhan Sengaja (ﺪﻤﻌﻟا ﻞﺘﻘﻟا)

Man’u). Sedangkan Ta’zir menurut terminologis adalah

ﻲﻟﻮﻟ ﺎھﺮﯾﺪﻘﺗ كﺮﺗو ﺎھراﺪﻘﻣ نﺎﯿﺒﺑ عر ﺎﺸﻟ ا ﻦﻣ دﺮﯾ ﻢﻟ ﻲﺘﻟ ا ت ﺎﺑﻮﻘﻌﻟا ﻮھ ﺮﯾﺰﻌﺘﻟا Grafika, 2004, cet ke-1), hal 19

19

Abdul Aziz, “Amir At-Ta’zir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr Al-Araby, cet IV, 1969, hal 52

20

(32)

“Ta’zir adalah bentuk hukuman yang tidak disebutkan ketentuan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan waliyyul amri atau hakim”.

Ta’zir menurut bahasa ialah ta’dib atau memberi pelajaran.21

Sedangkan menurut istilah, sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam

Al-Mawardi, sebagai berikut:

ﻢﻟ بﻮﻧذ ﻰﻠﻋ ﺐﯾدﺎﺗ ﺮﯾﺰﻌﺘﻟاو دوﺪﺤﻟا ﺎﮭﯿﻓ عﺮﺸﺗ

Artinya:

Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’.22

Para fuqoha ,mengartikan jarimah ta’zir sebagai hukuman yang tidak

ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang

melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran

kepada pelaku jarimah dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan

serupa.23 Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 24

a. Jarimah hudud atau qishash / diyat yang syubhat atau tidak memenuh

syarat, namun sudah merupakan maksiat.

21

Abdul Qadir Audah, hal 80

22

Al-Mawardi, hal 236

23

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000, cet ke-1), hal 141

(33)

21

b. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan

umum.

2. Menurut Hukum Positif

Penulis akan menguraikan beberapa definisi para ahli tentang hukum

pidana dari beberpa karya ilmiah, antara lain:

Definisi Hukum pidana menurut E Utrecht adalah himpunan

peraturan-peraturan yang mengatur atau mengurus suatu masyarakat dan

karena itu harus di taati oleh masyarakat itu.25 Sedangkan arti hukum pidana

yang disampaikan oleh R. Abdoel Djamali, ialah: ketentuan-ketentuan yang

mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan

pelanggaran kepentingan umum.26 Dari pendapat para ahli yang telah penulis

uraikan, penulis lebih setuju arti hukum pidana yang disampaikan oleh Prof.

Moeljatno S.H sebagai berikut:27 Hukum Pidana adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang menjadikan

dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

25

Sebagaimana dikutip oleh Waluyadi, Pegantar Ilmu Hukum dalam perspektif hokum positif, (Jakarta: Djambatan, cet ke- ), hal 2

26

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993, cet ke-3), hal 153

27

(34)

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi

barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar

larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pdana sebagaimana

yang telah di ancamkan

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan itu dapat ddilaksanakan

apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Dari beberapa definisi yang telah penulis uraikan, maka penulis akan

menyimpulkan arti hukum pidana, yaitu: suatu himpunan peraturan-peraturan

atau ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Negara dalam mengatur serta

membatasi tingkah laku seseorang agar tidak terjadinya pelanggaran dan

kejahatan dalam suatu lingkungan masyarakat demi menegakkan keadilan.

B. Pengertian Tindak Pidana

1. Menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam kata jarimah mencakup perbuatan ataupun tidak

berbuat, mengerjakan atau meninggalkan, aktif ataupun pasif. Jadi pengertian

(35)

23 meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir. Abdul Qodir Audah pun mendefinisikan jarimah sebagaimana yang telah didefinisikan Imam Al-Mawardi dengan menjelaskan kata

تارﻮﻈﺤﻣ. (mahdzurot / larangan) sebagai berikut:

كﺮﺗ واﻮھ ﮫﻨﻋ ﻲﮭﻨﻣ ﻞﻌﻓ نﺎﯿﺗا ﺎﻣا

“Yang dimaksud dengan mahdzurot (larangan) adalah melakukan suatu perbuatan yang dilarang atau meninggalkan suatu perbuatan yang diperintahkan.”

Jarimah memiliki unsure umum dan unsure khusus. Adapun unsure

umum suatu jarimah adalah unsure-unsur yang terdapat pada setiap jenis

jarimah, yakni unsure formal diantaranya (al-Rukn al-Syar’iy), yaitu telah

adanya aturannya; (al-Rukn al-Madi), yaitu telah ada perbuatannya; (al-Rukn

al-Adabiy), yaitu ada pelakunya. Sedangkan unsure khusus suatu jarimah

adalah unsure yang terdapat pada suatu jarimah, namun tidak terdapat pada

jarimah lain.30

28

Al-Mawardi, al-ahkam al-Shulthoniyah 1973, hal 219

29

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islamy, (Beirut: Ar-Risalah, ), hal 66

30

(36)

Para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek berat ringannya

hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh Al-Qur’an atau Al-Hadits, dan

membaginya menjadi tiga macam, yaitu:

a. Jarimah Hudud

b. Jarimah Qishash / Diyat

c. Jarimah Ta’zir

2. Menurut Hukum Positif

Pengertian tindak pidana menurut hukum positif adalah strafbaar

feit, diartikan sebagai delik/peristiwa pidana/tindak pidana/perbuatan pidana.31

Sedangkan tindak pidana menurut Prof Wirjono Prodjodikoro adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.32 Simons

mengartikan strafbaar feit sebagai perbuatan manusia yang bertentangan

dengan hukum. Menurutnya pula syarat tindak pidana terbagi menjadi tiga

macam antara lain:33

a. Perbuatan itu, perbuatan manusia, baik perbuatan aktif maupun perbuatan

pasif

31

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 106

32

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas hokum pidana di Indonesia, (Bandung: Eresco, 1986), cet ke-4, hal. 55

33

(37)

25

b. Perbuatan itu dilarang UU, diancam dengan hukuman baik yang tertulis

maupun tidak tertulis

c. Perbuatan itu harus dapat dipertanggung jawabkan.

Tindak pidana pun mempunyai dua sifat di dalam KUHP, yakni:

a. Ada yang bersifat dilarang (verboden), sebagaimana yang terdapat dalam

pasal 362 tentang pencurian

b. Yang diharuskan (geboden), sebagaimana yang terdapat dalam pasal 522

tentang dipanggil untuk menjadi saksi oleh pengadilan.

C. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana

1. Menurut Hukum islam (jarimah)

Jarimah dapat dibagi menjadi bermacam-macam bentuk dan jenis,

diantaranya :

a. Dilihat dari pelaksanaannya, yaitu bagaimana sipelaku melaksanakan

suatu jarimah yang dilaksanakan dengan melakukan perbuatan yang

terlarang ataukah sipelaku tidak melaksanakan perbuatan yang

diperintahkan. Jikalau sipelaku mengerjakan perbuatan yang terlarang.

Maka ia telah melakukan jarimah secara ijabiyyah (aktif) dalam

melakukan suatu jarimah. contohnya seperti: mencuri, berzina,

mabuk-mabukan, membunuh dan sebagainya. Dan sipelaku jarimah salabiyah

(38)

sholat, tidak membayar zakat, tidak menolong orang lain yang sangat

membutuhkannya padahal ia sanggup melaksanakan tugasnya.

b. Dilihat dari niatnya, jarimah ini terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:

jarimah yang disengaja oleh pelaku bahkan direncanakan, jarimah tidak

disengaja dan kelalaian.

c. Dilihat dari objeknya, maksudnya adalah suatu perbuatan jarimah yang

ditujukan kepada perseorangan ataukah kepada masyarakat. Sebagaian

ulama mengatakan bila korban tersebut perseorangan, maka jarimah

tersebut dinamakan menjadi hak adami (hak perseorangan), namun bila

korbannya masyarakat, maka jarimah tersebut menjadi hak jama’ah (hak

Allah).

d. Dilihat dari motifnya, maksudnya adalah apakah perbuatan jarimah

tersebut dapat membahayakan seseorang, masyarakat dan Negara.

e. Dilihat dari bobot hukuman,

2. Menurut Hukum Positif

Bentuk-bentuk tindak pidana dalam hukum positif hanya terdapat

dalam KUHP, yakni:

a. Kejahatan (misdrijiven)

(39)

27

Sedangkan bentuk-bentuk delik menurut doktrin terbagi menjadi dua

macam, yaitu:34

a. Doleus delicten atau disebut opzet yang berarti disengaja atau perbuatan

yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja.

Dalam delik ini terbagi kembali menjadi tiga macam yakni:

1.Kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk).

2.Kesengajaan secara keinsafan kepastian (opzet bij zekerheid

bewustzijn).

3.Kesengajaan secara keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijk heids

bewustzijn).35

b. Culpeus Delicten atau disebut tidak dengan sengaja/kealpaan atau

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan

dengan kealpaan.

Adapun pembagian delik dalam KUHP antara lain:

a. Doleus delicten dan Culpose delicten

Doleus delicten adalah perbuatan yang dilarang dan diancam

dengan pidan yang dilakukan dengan sengaja seperti dalam pasal

338 KUHP. Sedangkan Culpose delicten adalah perbuatan yang

34

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 110

35

(40)

dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan karena

kealpaan. Misalnya dalam pasal 359 KUHP

b.Formeele delicten dan Materiele delicten

Formeele delicten adalah rumusan undang-undang yang

menitikberatkan pada kelakuan seseorang yang dilarang dan

diancam oleh undang-undang, seperti misalnya pasal 362 tentang

pencurian. Sedangkan materiele delicten adalah rumusan

undang-undang yang menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan

diancam dengan pidana oleh undang-undang, mislanya dalam pasal

35 KUHP tentang penganiayaan.

c. Commissie delicten dan Ommissie delicten

Commissie delicten atau delicta commissionis adalah suatu delik

yang terjadi karena suatu perbuatan seseorang, yang meliputi baik

delik formil dan delik materil, yaitu dalam pasal 362 dan pasal 378

KUHP. Sedangkan ommissie delicten atau delicta ommissionis

adalah suatu pristiwa yang terjadi karena seseorang tidak berbuat

sesuatu dan merupakan delik formil. Misalnya di dalam pasal 224

KUHP tentang orang yang tidak memenuhi panggilan pengadilan.

d. Zelfstandige delicten dan Voorgezette delicten

Zelfstandinge delicten adalah delik yang berdiri sendiri yang terdiri

atas perbuatan tertentu. Sedangkan voorgezette delicten adalah delik

(41)

29

e. Alflopende delicten dan Voordurende delicten

Aflopende delicten adalah delik yang terdiri atas kelakuan untuk

berbuat (een doen of nalaten) dan delik telah selesai ketika

dilakukan, seperti kejahatan tentang penghasutan, pembunuhan,

pembakaran dan sebagainya, atau terdapat dalam pasal 330 dan 529

KUHP. Sedangkan voodurende delicten adalah delik yang terdiri

atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang terlarang,

walaupun keadaan pada mulanya ditimbulkan untuk sekali

perbuatan, misalnya dalam pasal 221 tentang menyembunyikan

orang jahat, pasal 333 tentang meneruskan merampas kemerdekaan

orang lain, pasal 250 tentang mempunyai persediaan untuk memalsu

mata uang, pasal 261 tentang menyimpan bahan yang diketahui

untuk kejahatan pemalsuan, yang semua keadaan berlangsung atau

dibiarkan menjadi terlarang oleh undang-undang.

f. Enkelvoudige delicten dan Samengestelde delicten

Enkelvoudege delicten mempunyai arti yang hampir mirip dengan

“aflopende delicten” yaitu delik yang selesai dengan satu kelakuan.

Sedangkan samengstelde delicten adalah delik yang terdiri atas lebih

dari satu perbuatan. Ada juga yang menyebutnya dengan “collective

delicten”atau delik yang menyangkut kejahatan karena pekerjaan,

(42)

melakukan pekerjaan harus dengan kewenangan untuk pekerjaan itu

atau praktek dokter anpa izin dan lain sebagainya.

g. Eenvoudige delicten dan Gequalificeerde delicten

Eenvoudige delicten adalah delik biasa yang dilawankan dengan

gekwalificeerde delicten yaitu delik yang mempunyai bentuk pokok

yang disertai unsur yang memberatkan atau juga disebut

geprivillegieerde delicten yang mempunyai bentuk pokok yang

disertai unsur yang meringankan. Sedangkan gekwalificeerde

delicten antara lain dalam pasal 362 sebagai eenvoudige delicten

menjadi bentuk pasal 363 dengan disertai pemberatan pidana karena

adanya syarat-syarat tertentu.

h. Politieke delicten dan Commune delicten

Politieke delicten ialah delik yang dilakukan karena unsure politik,

dan dapat dibedakan menjadi:

1. Zuivere politieke delicten yang merupakan kejahatan hogverrad

dan landverrad sebagaimana di atur dalam pasal 104-110 tentang

pengkhianatan intern dan pasal 121, 124, 126 tentang

pengkhianatan ekstern.

2. Gemengde politiekedelicen yang merupakan pencurian terhadap

dokumen Negara, dan

3. Connexe politieke delicten yang merupakan kejahatan

(43)

31

Sedangkan commune delicten adalah delik yang

ditujukan kepada yang tidak termasuk keamanan Negara, misalnya

penggelapan, pencurian dan lain sebagainya

i. Delicta propria dan Commune delicten

Delicta propria adalah delik yang dilakukan hanya oleh

orang tertentu karena suatu kualitas, misalnya delik jabatan

dan delik militer. Sedangkan commune delicten adalah delik

yang dapat dilakukan oleh seiap orang pada umumnya.

j. Delict yang ditentukan menurut penggolongan kepentingan

hukum yang dilindungi.

Yakni penggolongan delik berdasarkan kepentingan

hokum yang dilindungi, misalnya delik aduan, delik harta

kekayaan dan lain sebagainya.36

Dari beberapa uraian yang telah penulis uraikan di atas, maka didalam suatu delik atau tindak pidana terdapat pembagian antara delik yang dapat dipidana dengan delik yang tidak dapat dipidana, yakni:37

36

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Lattihan ujian Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet ke-3, hal. 111

37

(44)

a. Delik yang dapat dipidana

adalah suatu perbuatan yang melanggar aturan hokum dapat dipidana apabila sudah dinyatakan salah yang berarti adanya hubungan batin orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatan yang dilakukan sehingga terjadi perbuatan yang disengaja atau alpa. Unsur-unsur kesalahan antara lain: 1. Bahwa perbuatan disengaja / alpa

2. Adanya kemampuan bertanggung jawab

3. Pelaku insyaf atas perbuatannya melawan hukum 4. Tidak adanya alasan pemaaf atas tindak pidana yang dilakukan

b. Delik yang tidak dapat dipidana (pengkhususan) antara lain: 1. Hapusnya kewenangan untuk memidana, bahwa tindak

pidana tersebut dalam hal yang dilakukannya ternyata perbuatan yang diengaruhi oleh hal ikhwal pada diri pelaku. Artinya meskipun ia sudah melanggar larangan suatu aturan hokum pengenaan pidana dapat hapus apabila pebuatan tersebut telah diatur dalam pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 49 ayat 1 dan 2, pasal 50 dan pasal 51 KUHP.

(45)

33

C. Tujuan Dan Sanksi Pidana

Setiap peraturan-peraturan hukum yang dilanggar pasti akan

mendapatkan sanksi hukuman yang diterimanya. Dalam hukum pidana islam,

hukuman dimaksudkan untuk memelihara, menciptakan kemaslahatan manusia

dan untuk memperbaiki insan manusia dari perbuatan-perbuatan yang telah

dilarang oleh Allah SWT.

1. Dalam Hukum Islam

Tujuan pokok penjatuhan hukuman di dalam hukum pidana islam

terdapat beberapa macam antara lain:

a. Pencegahan artinya: mencegah atau menahan pelaku tindak pidana

agar tidak mengulangi perbuatan jarimah yang telah ia lakukan atau

agar ia tidak melakukan terus-menerus melakukan jarimah tersebut

dikarenakan ia mengetahui sanksi hukuman jarimah tersebut.

b. Pengajaran dan pendidikan artinya memberikan pelajaran bagi orang

lain tentang suatu jarimah sehingga dapat mencegah orang lain untuk

tidak melakukan suatu jarimah.38

Sedangkan tujuan hukum pidana menurut Rahman Hakim terdapat

tambahan dalam tujuan hokum pidana, yakni

a. Memelihara masyarakat artinya upaya untuk menyelamatkan

masyarakat dari perbuatan pelaku jarimah

38

(46)

Menurut Ahmad Hanafi hukuman itu sendiri dapat dibegi menjadi

beberapa penggolongan dilihat dari segi tujuannya, diantaranya :

1. Dari segi hubungan atara satu hukuuman dengan hukuman lainnya :

a. Hukuman pokok, yaitu hukuman asal bagi satu jarimah. seperti

hukuman rajam bagi pezina.

b. Hukuman pengganti, yaitu hukuman yang menggantikan

hukuman pokok apabila hukuman itu tidak dapat dilaksanakan

dengan alas an yang sah. Seperti hukuman diyat sebagai

pengganti hukuman qishash.

c. Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman

pokok seperti larangan menerima warisan bagi seseorang yang

melakukan pembunuhan terhadap keluarganya.

d. Hukuman pelengkap, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman

pokok dengan syarat adanya keputusan tersendiri oleh hakim.

2. Dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya

sebuah hukuman :

a. Hukuman yang tidak ada batas tertinggi dan terendahnya

seperti pada hukuman jilid sebagai hukuuman had

b. Hukuman yang mempunyai batas tertinggi dan terendahnya

(47)

35

kebebasan untuk melakukan penjatuhan hukuman diantara

kedua batas tersebut.

3. Dari besarnya suatu hukuman yang telah ditentukan :

a. Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya suatu

hukuman. Maka hakim harus melaksanakan hukuman tersebut

tanpa harus mengurangi atau menambahkan hukuman bahkan

mengganti hukuman lain.

b. Hukuman yang telah diserahkan kepada hakim untuk memilih

sekumpulan hokum yang telah ditetapkan oleh syara’ agar dapat

disesuaikan dengan keadaan pembuat dan perbuatannya dapat

disebut dengan hukuman pilihan.

4. Dari segi tempat/sasaran dilaksanakannya hukuman:

a. Hukuman jiwa adalah hukuman yang dikenakan atas jiwa

seseorang seperti ancaman dan menegur.

b. Hukuman badan adalah hukuman yang dijatuhkan atas badan

diantaranya hukuman mati, hukuman dera, hukuman penjara.

c. Hukuman harta adalah hukuman yang dijatuhkan atas harta

seseorang diantaranya hukuman denda, hukuman diyat dan

(48)

5. Dilihat dari jenis jarimah yang diancamkan hukuman:

a. Hukuman hudud adalah hukuman yang telah ditetapkan oleh

syara’ untuk jarimah atau tindak pidana hudud.

b. Hukuman qishash dan diyat adalah hukuman yang telah

ditetapkan untuk jarimah qishash dan diyat.

c. Hukuman kafarat adalah hukuman yang ditetapkan untuk

sebagian jarimah qishash dan diyat dan sebagian jarimah ta’zir.

d. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang ditetapkan untuk jarimah

tindak pidana ta’zir.

2. Dalam Hukum Positif

Dalam hukum pidana positif terdapat beberapa pemikiran yang

menjadi munculnya teori mengenai tujuan hukum diantaranya adalah:39

a. Tujuan Pemidanaan (Teori Absolut)

Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan

pemidanaan, yaitu:

1. Untuk memperbaiki pribadi pelaku tindak pidana

2. Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan

(49)

37

3. Untuk membuat para pelaku tindak pidana menjadi tidak mampu

untuk melakukan kejahatan.

b. Teori Tujuan (doeltheorien)

1. Tujuan untuk memulihkan kerugian yang ditimbulkan oleh

penjahat.

2. Tujuan untuk mencegah agar orang lain tidak melakukan

kejahatan.40

Teori pencegahan terbagi menjadi dua, yakni:

1. Teori-teori pencegahan umum atau algemene preventie theorien

yaitu semata-mata dengan membuat jera setiap orang agar orang

lain tidak melakukan kejahatan.

2. Teori-teori pencegahan khusus atau bijzondare preventie theorien

yaitu dengan membuat jera, dengan memperbaiki dan membuat

penjahatnya tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan

lagi.

Adapun tujuan pidana menurut hukum pidana, yaitu:

1 Untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan kejahatan, baik

secara menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan

kejahatan, agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi

(speciale preventie).

40

(50)

2 Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah

menandakan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang

baik tabi’atnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat.

Sedangkan tujuan hukum pidana terbagi menjadi dua, yaitu:41

a. Teori Absolut (vergeldingstheorien)

Menurut teori ini, hukuman dijatuhkan sebagai pembalasan

terhadap para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang

mengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain atau anggota

masyarakat.

b. Teori Relatif (Doelthehorien)

1. Menjerakan, yaitu menjerakan si pelaku tindak pidana

agar tidak mengulangi perbuatannya

2. Memperbaiki pribadi pelaku

3. Membinasakan atau membuat pelaku tindak pidana tidak

berdaya. Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman

mati, sedangkan membuat pelaku tindak pidana tidak

berdaya dilakukan dengan menjatuhkan hukuman seumur

hidup.

Keberadaan sanksi hukuman merupakan aturan yang dapat menjaga

ketertiban dalam masyarakat. Adapun sanksi hukuman merupakan wujud

41

(51)

39

dari norma hokum. Keberadaan sanksi merupakan alat pemaksa agar

seseorang mentaati norma-norma yang berlaku.42 Adanya suatu

pelanggarn atau kejahatan maka sanksi akan disesuaikan dengan akibat

yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Sanksi dalam hokum pidana

menurut pasal 10 KUHP terbagi menjadi dua macam antara lain:

1. Pidana Pokok

a. Pidana mati, pidana ini merupakan pidana terberat diantara semua

pidana yang diancam atas kejahatan yang berat seperti

pembunuhan berencana pasal 340 KUHP dan pencurian dengan

kekerasan pasal 365 ayat 4.

b. Pidana penjara, merupakan pembatasan kemerdekaan atau

kebebasan seseorang. Hukuman ini lebih berat dari pada hukuman

kurungan karena diancamkan atas berbagai kejahatan. Hukuman

penjara minimum satu hari dan maksimum penjara seumur hidup

sebagaimana yang terdapat dalam pasal 12 KUHP.

c. Pidana kurungan adalah pemberian hukuman yang lebih ringan

daripada hukuman penjara kepada pelaku. Dikarenakan untuk

pelaku pelanggaran atau kejahatan karena kelalaian. Adapun masa

kurungan dibatasi paling sedikit satu hari dan paling lama satu

tahun.

42

(52)

d. Denda adalah hukuman yang dapat diancamkan pada pelaku

kejahatan yang adakalanya sebagai alternative atau kumulatif.

Hukuman ini dapat dibatasi oleh siapapun baik dari pihak keluarga

atau pihak kerabat atau kenalan.

Pidana tambahan adalah pemberian hukuman yang dapat

dijatuhkan bersamaan dengan hukuman pokok dan hakim tidak

mempunyai kewajiban untuk menjatuhkannya.

2. Pidana tambahan

a. Pencabutan hak-hak tertentu, lamanya pencabutan hak tersebut

diserahkan kepada putusan.

b. Perampasan barang-barang tertentu adalah perampasan barang

hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang digunakan untuk

melaksanakan kejahatannya sebagaimana yang terdapat dalam

pasal 39 KUHP.

c. Pengumuman putusan hakim, bertujuan untuk memberitahukan

kepada seluruh masyarakat agar masyarakat dapat lebih

berhati-hati terhadap si terhukum dan prosedurnya diatur dalam pasal 43

KUHP, yang berbunyi :

“Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan

berdasarkan Kitab Undang-undang ini atau aturan-aturan umum lainnya,

maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu

(53)

41 BAB III

PENGERTIAN GANTI KERUGIAN MENURUT HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Ganti Kerugian

Istilah ganti kerugian tidak dapat kita temui pada hukum pidana

materil, akan tetapi ganti kerugian dapat kita temui pada hukum pidana formil

yakni terdapat dalam pasal 95 sampai pasal 101 KUHAP. Adapun arti ganti

kerugian dalam KUHAP pasal 95 ayat 2 ialah tuntutan ganti kerugian oleh

tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan

lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan

mengenai orang atau hokum yang diterapkan.1 Istilah ganti kerugian

merupakan istilah untuk hukum perdata sebagaimana yang terdapat dalam

pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi: tiap perbuatan melanggar hukum

yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang

karena salahnya menimbulkan kerugian, mengganti kerugian tersebut. Dalam

hal ini penulis akan mencoba menjabarkan beberapa pengertian tentang ganti

kerugian oleh beberapa karya ilmiah. Ganti Rugi merupakan termasuk salah

satu kata majemuk, yang terdiri dari kata ganti dan rugi. Kata ganti

1

(54)

mempunyai arti seuatu yang jadi penukar sesuatu yang tidak ada atau hilang.2

Bisa pula berarti “tukar”(dengan yang lain) sedangkan kata rugi mengandung

arti “tidak mendapat laba, tidak mendapat faedah (manfaat), mudhorot, seuatu

yang kurang baik atau tidak menguntungkan.

Harmukti Kridalaksana menyatakan kata Rugi dengan “tidak laba,

tidak imbang, tidak bermanfaat, mudhorot, tidak berfaedah, tidak berguna,

gagal, kurang baik, kurang menguntungkan, hilang, habis.3

Ganti kerugian adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada orang

yang telah bertindak melawan hukum dan menimbulkan kerugian pada orang

lain karena kesalahannya tersebut. (Sudarto : 1981, 133) Sanksi Ganti

Kerugian, menurut schafer telah dikenal pada masa hukum Primitif. Pada

masa ini telah dikenal adanya “personal reparation”, yaitu semacam

pembayaran ganti rugi yang akan dilakukan oleh seseorang yang telah

melakukan tindak pidana atau keluarganya terhadap korban yang telah

dirugikan sebagai akibat tindak pidana tersebut.4

Didalam kamus hukum yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah

denda yang memiliki arti hukuman (pidana) yang berupa membayar uang.

Setiap hukuman denda, apabila tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman

2

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta :Balai Pustaka, 1976), h297

3

Harmukti Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, (Jakarta : Nusa Indah, 1981), h 144.

4

(55)

43

badan (kurungan).5 Dan arti ganti kerugian dalam ilmu pengetahuan ialah

denda yang berarti hukuman berupa keharusan membayar sejumlah uang atau

barang karena melakukan suatu pelanggaran.6 Sedangkan dalam bahasa arab

dikenal dengan istilah diyat yang berarti harta benda yang wajib ditunaikan

oleh sebab tindakan kejahatan, kemudian diberikan kepada si korban

kejahatan atau kepada walinya. Dan diyat disebut juga dengan Al-Aql

(pengikat), karena apabila seseorang membunuh orang lain, maka ia harus

membayar diyat berupa beberapa ekor unta. Unta-unta itu pun diserahkan

kepada wali si korban sebagai tebusan darah.7

1. Dalam Hukum Islam

Ganti kerugian atau diyat adalah harta benda yang wajib ditunaikan

oleh sebab kejahatan yang kemudian diberikan kepada korban atau ahli waris

(walinya). Diyat menurut istilah adalah sejumlah harta yang diberikan sebagai

ganti kerugian bagi tindakannya membunuh, atau melukai seseorang. Hal-hal

yang mewjibkan seseorang membayar diyat yakni:

a. Bila wali atau ahli waris yang terbunuh memaafkan si pembunuh dari

pembalasan jiwa.

5

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Kamus istilah hukum, (Jakarta: Sinar Harapan, 2001), hal 216

6

Save M Dagun, Kamus besar ilmu pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2000), cet ke-2, hal 166

7

(56)

b. Pembunuhan yang tidak disengaja

c. Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh.8

Dasar hukum wajibnya membayar diyat sebagaimana firman Allah:

 seorang mu’min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga (korban), kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) bersedekah, jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjia (damai) antara mereka dengan kamu, maka hendaklah (si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari Allah dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. An-Nisa: 91)

(57)
(58)

Maka dalam hal ini yang menjadi karakteristik diyat adalah adanya

hak manusia khususnya kepada korban dan keluarganya memberi ma’af yang

konsekuensinya adalah pelaku harus membayar diyat yang wajar bagi

kemanusiaan.10 Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqoroh ayat 178:

 berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. (Q.S. Al-Baqoroh: 178).

Maksudnya apabila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli

waris yang terbunuh Yaitu dengan cara membayar diat (ganti rugi) yang

wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak

mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya

dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si

10

euthanasia menuruthukum islam diakses pada 20 agustus 2010

Gambar

Grafika, 2004, cet ke-1), hal 9
Grafika, 2004, cet ke-1), hal 19
Grafika, 2006

Referensi

Dokumen terkait

Dari kasus yang terjadi, bahwa korban tindak pidana lalu lintas mengajukan penggabungan ganti kerugian, selambat - lambatnya pada saat jaksa penuntut umum

Perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak tersebut adalah kecelakaan lalu lintas, belum memenuhi syarat untuk mengemudikan kendaraan bermotor serta mengakibatkan

Puji syukur pada Tuhan atas rahmatNya sehingga penyusunan penulisan hukum/skripsi yang berjudul: “TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA”..

Perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak tersebut adalah kecelakaan lalu lintas, belum memenuhi syarat untuk mengemudikan kendaraan bermotor serta mengakibatkan

Tanggung jawab pidana pengemudi kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan lalu lintas dalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah pidana

(2) “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan

Ganti kerugian dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) sebenarnya merupakan ranah hukum perdata, akan tetapi untuk mewujudkan asas peradilan

Unsur – unsur yang dapat diberlakukan kepada pelaku atau pengemudi kendaraan bermotor sehingga terjadi kelalaian yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan korban luka berat; Pelaku