“
ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI BANK SYARIAH
DAN BANK KONVENSIONAL DENGAN MENGGUNAKAN
METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS ( DEA)
”
Oleh:
VINI SAPTA DINI EKA PUTRI NOOR 105081002451
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Vini Sapta Dini Eka Putri Noor
NIM : 105081002451
Tempat / Tanggal Lahir : Tangerang, 07 Juni 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Sekarang : Jl. IR. H. Djuanda No. 50 RT. 06/ RW. 01
Cipayung–Ciputat Tangerang Selatan15411 Alamat Asal : Cimandiri Raya No. 07 Cipayung-Ciputat
Tangerang Selatan 15411 No. Telpon : 081288124996 / 02195314616
II.PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Ciputat I, Tangerang : 1993 – 1999
2. SMP Al-Musaddadiyah Garut, Jawa Barat : 1999 – 2002 3. SMA Negeri 2 Ciputat, Tangerang : 2002 – 2005
4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Jurusan Manajemen Perbankan 2005 –2013
Jakarta, 25 Januari 2103
ii ABSTRACT
Banking is a sector that has a huge influence on a country's ability to run the economy, therefore the quality of the performance and health of a bank should be maintained properly. So in this study to analyze the performance of a bank with a performance efficiency.
Where efficiency is used to measure the ability of a firm's performance as well as a factor that must be considered in the bank to act rationally to minimize the level of risk faced in its operations. Analysis of the efficiency becomes very important because the collection and distribution of expansive financing regardless of the efficiency factor will affect the profitability of banks. (Muharam dan Purvitasari, 2007)
This Reseach compare the performance efficiency of Islamic banks and conventional banks that have dual banking system period 2008-2011. There are two conventional banks and two Islamic banks consist of Mandiri Islamic banks, Mega Islamic Banks, Mandiri Banks and Mega Banks.
Measurement and test the efficiency of Islamic banks and commercial banks using Data Envelopment Analysis (DEA) and the t-test. The results showed during the period 2008-2011, Efficiency calculations using assumptions Variable Return to Scale (VRS) give the result of the mean efficiency of the islamic bank at 84.73 while the conventional bank at 75.55 and the conclusion performance efficiency of Islamic banks is better than conventional banks.
ABSTRAK
Perbankan merupakan merupakan sektor yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap kemampuan suatu negara dalam menjalankan roda perekonomian, oleh karena itu kualitas kinerja dan kesehatan suatu bank harus dijaga dengan baik. Maka dalam penelitian ini menganalisis kinerja suatu bank dengan kinerja efiseiensi.
Dimana Efisiensi berfungsi untuk mengukur kemampuan kinerja suatu perusahaan sekaligus menjadi faktor yang harus diperhatikan bank untuk bertindak rasional dalam meminimumkan tingkat risiko yang dihadapi dalam kegiatan operasinya. Analisis efisiensi menjadi sangat penting karena penghimpunan dan penyaluran pembiayaan yang ekspansif tanpa memperhatikan faktor efisiensi akan berpengaruh terhadap profitabilitas bank yang bersangkutan . (Muharam dan Purvitasari, 2007)
Penelitian ini membandingkan kinerja efisiensi bank syariah dan bank konvensional yang memiliki dual banking sytem pada periode 2008-2011. Terdapat dua bank konvensional dan dua bank syariah terdiri dari bank syariah mandiri, bank mega syariah, bank mandiri dan bank mega.
Pengukuran dan pengujian efisiensi pada bank syariah dan bank umum menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan t-test. Hasilnya menunjukkan bahwa pada periode 2008-2011, Perhitungan efisiensi menggunakan asumsi Variabel Return to Scale (VRS) memberikan hasil perhitungan efisiensi secara rata-rata pada BUS sebesar 84.73 sedangkan pada BUK 75.55 sehingga dapat disimpulkan kinerja efisiensi bank syariah lebih baik dari bank konvensional.
iv KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dn Syukur Hamba panjatkan kehadirat Alllah SWT yang telah memberikan rahmt serta hidayah-Nya yang memberikan jalan kemudahan dan keteguhan hati dari kesukaran, karena akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta pada bidang studi manajemen Keuangan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, kesulitan tersebut dapat diatasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan walau masih jauh dari kesempurnaan.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan juga telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), terutama kepada :
1. Mamaku tersayang (Ibu Halimah Sa’diah) makasih sudah banyak support dan pelukan kasih sayang tanpa lelah dalam keadaan apapun anakmu ini. Untuk Alm. H. Hulwani Noor Ayahanda tercinta semoga ini bisa membahagiakan beliau disana selain dengan doaku selalu dan semoga ini bisa menjadi pembangkit semangat aku untuk menjadi pribadi yang lebih kuat .
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Suhendra, S. Ag. MM selaku Ketua Jurusan Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
kepada anak didiknya serta memberikan ilmu yang berharga dan pengalaman yang tak terlupakan di hati penulis.
5. Untuk segenap Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Staff karyawan dan petugas perpustakaan, terima kasih, semoga Allah SWT memberikan rahmat serta hidayah-Nya.
6. Kakak Dias dan Kakak Via peluk erat dan terima kasih telah menjaga kami adik-adik dan mama semenjak Ayah meninggal dan Adik-adikku tersayang semoga kelak aku bisa membantu mama untuk mensupport kalian di pendidikan yang lebih tinggi, makasih atas doa-doa kalian agar aku bisa lulus. Keluarga besar H. Konin & H. Muhammad Noor makasih support baik moril dan materil. Dan juga tak lupa terima kasih banyak
untuk Marsigit (K’ Oky) dalam empat tahun ini mau menunggu dan selalu memberikan semangat, memberikan banyak masukan serta nasehat ketika dalam keadaan yang unpredictable hingga sampai saat ini, semoga rencana kita yang sudah dekat ini di ridhoi oleh Allah SWT. Aamiin. Bapak Tatan & Keluarga Terima kasih banyak atas supportnya terima kasih sudah menjaga dan membantu mama dan semoga hubungan kita bisa berjalan lebih baik.
7. Kepada teman-teman Manajemen B, Manjemen Perbankan, temen-temen seperjuangan saat mengerjakan skripsi ana, here, andi dll, sahabat-sahabat SMA dan temen-temen Fakultas Ekonomi yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi penghargaan penulis terhadap kalian terima kasih atas persahabatan yang luar biasa.
Harapan besar penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, dengan rendah penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi lebih baiknnya skripsi ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 25 Januari 2013
vi
B. Perumusan Masalah ... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
1. Tujuan Penelitian ... 12
2. Manfaat penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
A. Pengertian Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 14
1. Pengertian Bank Syariah... 14
2. Bank Konvensional ... 17
B. Perbedaan dan Persamaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ...18
C. Perbedaan Bunga bank dan bagi hasil ...21
D. Produk/Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah ...22
E. Manajemen Resiko dalam Perbankan ...29
F. Pengertian Efisiensi dan Konsep Efisiensi ...31
G. Pendekatan Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) ...37
H. Penelitian Terdahulu ...45
I. Kerangka Pemikiran ...50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...53
A. Ruang Lingkup Penelitian ...53
B. Metode Penentuan Sampel ...55
C. Metode Pengumpulan Data ...57
D. Metode Analisis Data ...57
E. Operasional Variabel Penelitian ...61
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ...63
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...63
1. Sejarah Perbankan Indonesia ...63
2. Perkembangan Bank Konvensional dan Bank syariah ...67
B. Hasil dan Pembahasan ...68
1. Analisis Deskriptif ...68
2. Analisis Pengujian Statistik ...69
C. Uji t ...71
1. Uji t (Uji Parsial) ...71
BAB V KESIMPULAN ...73
A. Kesimpulan ...73
B. Implikasi ...73
C. Saran ...74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank merupakan lembaga keuangan lembaga keuangan terpenting
dalam suatu negara yang sangat mempengaruhi perekonomiann baik secara
makro maupun mikro. Di Indonesia, perbankan mempunyai pangsa pasar
sebesar 80 persen dari keseluruhan sistem keuangan yang ada. (Zainal
Abidin, 2007:1)
Menurut Muharam dan Purvitasari (2007) bank memegang peranan
sangat penting dalam perbankan karena sebagai lembaga intermediasi antara
pihak yang kelebihan dana (surplus unit) yang menyimpan kelebihan
dananya di bank dengan pihak yang kekurangan dana (deficit unit) yang
meminjam dana ke bank. Fungsi intermediasi ini akan berjalan baik apabila
surplus unit dan defisit unit memiliki kepercayaan terhadap bank.
Berjalannya fungsi intermediasi perbankan akan meningkatkan penggunaan
dana. Dana yang telah dihimpun kemudian akan disalurkan ke masyarakat
dalam berbagai bentuk aktivitas produktif. Aktivitas produktif ini kemudian
ini akan meningkatkan output dan lapangan kerja yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. (Rino Adi
2
Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan
Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan telah memberikan amanat
kepada bank indonesia untuk mengakomodasi pengaturan dan pengawasan
perbankan berdasarkan prinsip syariah. Keberadaan dual banking system
atau sistem perbankan ganda, yaitu perbankan berdasar konvensional dan
syariah. Undang-Undang tersebut memberikan arahan bagi bank-bank
konvensional untuk membuka cabang syariah atau mungkin mengkonversi
diri secara total bank syariah. ( Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar,
2010 :1). Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi terbaru
yang mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah melalui UU No.
21 tahun 2008, dengan adanya dukungan dari pemerintah maka sejak 2007
secara kualitatif lembaga keuangan syariah mengalami kemajuan yang
sangat baik. (Heri Pratikto dan Iis Sugianto, 2011:109)
Dengan dikeluarkannya Undang – Undang tersebut memberikan
angin segar kepada bank syariah untuk berkembang dengan potensi yang
begitu besar. Penduduk Indonesia yang sebagian merupakan umat islam
merupakan modal awal bank syariah untuk melangkah maju. Dan
menyadari perkembangan syariah yang relatif sangat cepat setelah
dikeluarkan peraturan yang mengatur tentang perbankan syariah maka biro
perbankan syariah – Bank Indonesia sejak tahun 2001 telah melakukan
kajian dan menyusun Cetak biru Pengembangan Perbankan Syariah
Indonesia. Cetak biru disusun untuk mengidentifikasi tantangan utama yang
akan dihadapi oleh Perbankan Syariah di tahun mendatang. Dalam cetak
3
untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. Adapun sasaran pengembangan
perbankan syariah sampai tahun 2011:
1. Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan yang
ditandai dengan : a. Tersusunnya norma – norma keuangan syariah
yang seragam (standarisasi), Terwujudnya mekanisme kerja yang
efisien bagi pengawas prinsip syariah dalam operasional perbankan
(baik instrument maupun terkait). b. Rendahnya tingkat keluhan
masyarakat dalam hal penerapan prinsip syariah dalam setiap transaksi.
2. Diterapkannya prinsip – prinsip kehati – hatian dalam operasional
perbankan syariah : a. Terwujudnya kerangka pengaturan dan
pengawasan berbasis resiko yang sesuai dengn karakteristiknya dan
didukung oleh SDI yang handal, b. Diterapkanya konsep corporate
governance dalam operasi bank syariah, c. Diterapkannya kebijakan
exit dan entry yang efisien, d. Terwujudnya realtime supervision,
e.Terwujudnya self regulatory system,
3. Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien, yang
ditandai dengan : a. Terciptanya pemain – pemain yang mampu
bersaing secara global, b. Terwujudnya aliansi strategis yang efektif,
c.Terwujudnya mekanisme kerjasama dengan lembaga-lembaga
pendukung,
4. Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisinya kemanfaatan bagi
masyarakat luas, yang ditandai dengan : a. Terwujudnya safety net yang
merupakan kesatuan dengan konsep operasional perbankan yang
4
menginginkan layanan bank syariah di seluruh indonesia dengan target
pangsa pasar 5% dari total asset perbankan nasional, c. Terwujudnya
fungsi perbankan syariah yang kaffah dan dapat melayani seluruh
segmen masyarakat, d. Meningkatkannya proporsi pola pembiayaan
secara bagi hasil.
Struktur institusi perbankan di Indonesia sampai desember 2008
terdiri dari 124 Bank Umum dan 1.897 Bank Perkreditan Rakyat. Adapun
jumlah Bank Umum dengan Rincian : (1). Bank Pemerintah sebanyak 5
institusi, (2). Bank swasta, terdiri dari : (a). Bank Pembangunan Daerah
sebanyak 88 institusi dan bank umum swasta unit usaha syariah sebanyak 13
institusi serta (c). Bank umum swasta syariah sebanyak 5 institusi.
Sementara Bank perkreditan rakyat terdiri dari 1.769 institusi BPR Syariah
(Bank Indonesia, 2008)
Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan
konvensional dengan syariah adalah terletak pada pengembalian dan
pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga
keuangan dan atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah
(Muhammad, 2005). Kegiatan operasional bank syariah menggunakan
prinsip bagi hasil (profit and loss sharing). Bank syariah tidak
menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun
membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga
merupakan riba yang diharamkan. (Imron Rosyadi dan Fauzan, 2011:1).
Bank konvensional menggunakan bunga dalam operasi dan berprinsip
5
dewan pengawas syariah sedangkan pada bank konvensional tidak ada.
(Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar, 2010 :1)
Dalam Ahmad Iqbal (2011: 1), menurut Muhammad (2005) Hal
yang medasar yang membedakan lembaga keuangan konvensional dengan
syariah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan oleh
nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan oleh lembaga
keungan kepada nasabah. Kegiatan operasional bank syariah menggunakan
prinsip bagi hasil (profit and loss sharing). Bank syariah tidak
menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun
membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga
merupakan riba yang diharamkan.
Perkembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan
dalam kerangka dual banking system atau sistem perbankan ganda dalam
kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan
alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyrakat
Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan
konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara
lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor
perekonomian nasional. (Imron Rosyadi dan Fauzan, 2011, 131)
Perkembangan dunia perbankan saat ini sangatlah pesat oleh karena
itu banyak sekali terjadinya persaingan yang ketat dalam industri perbankan
saat ini. Maka dalam situasi seperti ini lembaga perbankan harus
6
lembaga perbankan yang baik, sehat, dan stabil. Perkembangan perbankan
yang pesat ini jangan membuat terlena sehingga lupa akan keberadaan
struktur perbankan nasional, apakah sudah sejalan dengan perkembangan
saat ini ataukah masih perlu disempurnakan lagi dan juga bank harus lebih
berhati – hati dalam menjalankan fungsinya walaupun keadaan lembaga
perbankan sangat pesat bukan berarti tidak ada resiko yang akan
ditanggung oleh bank karena keadaan ekonomi yang suatu waktu bisa
mengalami perubahan.
Perbankan syariah sebagai bagian dari industri perbankan nasional
memiliki peran yang tidak berbeda dari perbankan konvensional lainnya.
Sistem operasional yang berbeda dengan sistem operasional bank
konvensional lainya, perbankan syariah juga dituntut untuk bisa
menyalurkan dana dari para investor kepada nasabah yang membutuhkan
secara efektif dan efisien. Efektif lebih memiliki arti ketepatan pemberian
pembiayaan kepada pihak yang membutuhkan, sedangkan efisien memiliki
arti kesesuaian hasil antara input yang digunakan dengan output yang
dihasilkan. (Ghofur, 2003 : 2)
Bank Indonesia (2008) melaporkan bahwa pada maret 2007
terdapat 3 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit Usaha Syariah (UUS), dan
105 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Hingga 2008 akhir jumlah
BUS mengalami peningkatan menjadi 5 Bank Umum Syariah UUS
meningkat menjadi 28 dan BPRS menjadi 114. Pada tahun 2009, bank
umum syariah meningkat menjadi 6 buah dan 2010 menjadi 10 buah dan
7
Berdasarkan dalam penelitian dan studi kebanksentralan Bank
Indonesia (PPSK BI) dengan menggunakan data kinerja industri bank
syariah dan konvensional tahun 2002 hingga 2006. Penelitian ini juga
menggunakan ukuran parametrik dan non parametrik. Fakta tersebut
diungkapkan oleh peneliti PPSK BI, Ascarya kepada Republika, Selasa,
(4/3). Dilihat dari sisi teknis operasional dan tahapan penjaringan dana
pihak ketiga hingga pembiayaan syariah bagi masyarakat. Menyatakan
bahwa bank syariah lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional
walaupun memang pada awal tahun efisiensi bank syariah kalah, tapi
berjalannya pertengahan tahun, bank syariah terbukti lebih efisien. Salah
satu bukti bahwa bahwa bank syariah lebih efisien ditunjukkan oleh rasio
pembiayaan dibandingkan dana pihak ketiga (finance to deposite rate,
FDR). Sejak 2002 sampai 2006, FDR perbankan syariah lebih tinggi
dibandingkan rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga (finance to
deposite rate, FDR) perbankan konvensional. Walaupun dalam sisi efisiensi
operasionalnya perbankan syariah lebih unggul tetapi bank berbagi hasil ini
menawarkan pembiayaan dengan margin yang lebih mahal dibandingkan
dengan suku bunga kredit perbankan konvensional dikarenakan perbankan
syariah memiliki porsi dana murah lebih sedikit dibandingkan perbankan
konvensional. Data akhir tahun 2006 menunjukkan giro dibank syariah
terlalu kecil sekitar 13 % dan sisanya merupakan deposito dan tabungan
sedangkan pada giro bank konvensional 27 %. Cost of fund tinggi,
sedikitnya porsi dana murah pada perbankan berdampak pada tingginya
8
tidak mau bank syariah harus menyalurkan pembiayaan dengan margin yang
kurang kompetitif.
Menurut Mulya dalam Republika online industri perbankan syariah
di Indonesia selama tahun 2010 tumbuh dengan pesat. Dari sisi aset,
perbankan syariah di Indonesia tumbuh sebesar 44 persen per September
2010, padahal tahun 2009 hanya tumbuh 26,5 persen saja. Jumlah bank
umum syariah di Indonesia saat ini sudah mencapai 11 bank. "Dari
pertumbuhan kelembagaan, relatif cepat, pada 2008 hanya ada lima bank
syariah, saat ini mencapai 11 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, 45
unit BPR Syariah, yang beroperasi di 103 kota di 33 provinsi," terangnya.
Menurut Karim (2008) seiring dengan meningkatnya jaringan
kantor bank pada periode 2007-2008 industi ini mengalami peningkatan
volume usaha (aset) cukup signifikan, dari Rp. 28,45 Triliun pada maret
2007 menjadi Rp. 36,85 Triliun pada Februari 2008. Pada akhir tahun 2008
diproyeksikan pangsa pasar bank syariah bisa mencapai tiga persen dengan
nilai aset sekitar Rp. 65 Triliun hingga Rp. 70 Triliun. Setidaknya ada 3
faktor pemicu pertumbuhan ini. Pertama, masuknya beberapa bank umum
syariah (BUS), dan kedua pesatnya bisnis BUS lama dan ketiga, target
peningkatan bisnis unit usaha syariah sekitar 40 hingga 50. (Imron Rosyadi
dan Fauzan, 2011:130)
Dalam perkembangan perbankan syariah yang semakin pesat, di
akhir 2008, industri perbankan nasional dihadapkan dengan krisis global
yang terjadi diberbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Akibatnya
9
meminta bantuan likuiditas, masing-masing Rp. 5 Triliun (pernyataan
Humas Bank Indonesia, 2010:8). Terjadinya krisis ekonomi global
dikarenakan oleh adanya mekanisme pemberian kredit oleh berbagai
lembaga keuangan di Amerika serikat yang sangat ekspansif bernama
Subprime Mortgage. Dalam mekanisme tersebut banyak peminjam dana
yang mengalami kredit macet akibat tingginya tingkat suku bunga yang
ditetapkan oleh bank sentral Amerika Serikat, sehingga menyebabkan
lembaga keuangan dan penjamin simpanan menderita kerugian. Keadaan
tersebut memicu hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga
keuangan dan pasar keuangan. Keterikatan sisitem keungan dengan pasar
keuangan global pada akhirnya membawa dampak krisis perekonomian
dunia. (Heri Pratikto dan Iis Sugianto, 2011:109)
Kondisi kebangkrutan dan kerugian tersebut, tentunya akan
memberikan dampak yang cukup mengkhawatirkan dalam industri
perbankan diseluruh dunia, tidak terkecuali dengan perbankan syariah. Pada
krisis moneter 1997-1998 terdapat fenomena menarik dimana perbankan
syariah masih dapat memenuhi kinerja relatif lebih baik dibandingkan
konvensional. Krisis yang terjadi tidak terlalu mempengaruhi karena dilihat
dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (Non
Performing Loan) pada perbankan syariah dan tidak terjadi negatif spread
dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini dikarenakan tingkat pengembalian
pada bank syariah tidak mengacu kepada tingkat suku bunga yang berlaku
akan tetapi menggunakan prinsip bagi hasil. Dengan demikian bank syariah
10
suku bunga yang terjadi. Ini menyebabkan bank syariah mampu
menyediakan modal investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan bank konvensional. Apakah pada kondisi krisis
moneter 2008 akan terjadi hal yang sama bahwa perbankan syariah akan
tetap lebih efisien dibandingkan dengan bank konvensional. Apalagi dengan
berkembangnya bank konvensional yang membuka sistem bank umum
syariah atau mengkonversi unit usaha syariah menjadi BUS atau disebut
juga dengan dual banking system
Menurut Muharam dan Purvitasari, 2007 yakni semakin banyaknya
jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Umum Konvensional (BUK)
yang beroperasi di indonesia dengan berbagai bentuk produk dan pelayanan
yang diberikan dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat.
Permasalahan yang paling penting adalah bagaimana kualitas kerja dan
kesehatan dari BUS dan BUK yang ada. Dengan kondisi seperti ini, maka
penilaian efisiensi bank menjadi sangat penting karena efisiensi merupakan
gambaran kinerja suatu perusahaan sekaligus menjadi faktor yang harus
diperhatikan bank untuk bertindak rasional dalam meminimumkan tingkat
risiko yang dihadapi dalam kegiatan operasinya. Analisis efisiensi menjadi
sangat penting karena penghimpunan dan penyaluran pembiayaan yang
ekspansif tanpa memperhatikan faktor efisiensi akan berpengaruh terhadap
profitabilitas bank yang bersangkutan. (Ahmad Iqbal, 2011)
Bank yang efisiensi akan mampu bertahan dan terus
mengembangkan usahanya meskipun dalam suasana persaingan yang
11
semakin ketat seringkali memaksanya untuk keluar (exit) dari pasar karena
tidak mampu bersaing dengan kompetitornya, baik sisi harga (pricing),
kualitas produk, maupun kualitas pelayanan. Hal ini tentu saja akan
berdampak pada rendahnya loyalitas nasabah. (Zaenal Abidin, Endri dan
Dyah Nirmalawati, 2008:2)
Pengukuran kineja efisiensi berguna untuk dasar perhitungan
kesehatan dan pertumbuhan perbankan. Efisiensi merupakan akar
permasalahan kesehatan dan sumber pertumbuhan. Fenomena munculnya
bank-bank besar dan merger perbankan juga ditunjukkan untuk
mendapatkan efisiensi. (Suseno, 2008:31).
Dengan melihat latar belakang diatas bahwa efisiensi sebagai tolak
ukur kinerja bank yang baik, sehat dan stabil maka penulis memilih judul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah dan Bank Konvensional
Dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis ( DEA).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah perbankan syariah lebih efisien dibandingkan dengan
bank konvensional
2. Apakah terdapat perbedaan signifikan antara tingkat efisiensi
12
C. Tujuan penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini
adalah :
a. Untuk membuktikan dan membandingkan hasil tingkat efisiensi
kinerja Bank Syariah dan Bank Konvensional dengan
menggunakan metode DEA
b. Untuk membuktikan ada atau tidak perbedaan yang signifikan
anatara hasil efisiensi bank syariah dan bank konvensional
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
Sebagai tolak ukur akan kemampuan diri dalam menerapkan ilmu
yang didapat mengenai bank syariah
b. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan memperdalam ilmu pengetahuan mengenai
bank syariah dan bank konvensional yang diterima pada saat
perkuliahan agar dapat diterapkan saat terjun pada dunia kerja.
c. Bagi Akademisi
Sebagai bahan pertimbangan sejauh mana kurikulum atau program
yang telah diterapkan mempunyai relevansi dengan kebutuhan
13
d. Bagi Bank Syariah dan Bank Konvensional
Memberikan informasi tentang tingkat kinerja efisiensi di bank
syarah dan bank konvnsional agar meningkatkan kesehatan bank
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bank Syariah dan Bank Konvensional
1. Pengertian Bank Syariah
Ada beberapa definisi Bank, dalam undang – undang No 10
tahun 1998 pasal 1, pengertian Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk–bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Sedangkan pengertian Bank umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
“berdasarkan prinsip usaha syariah“ yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Menurut Prof. G.M. Veryn Stuart dalam bukunya bank poitic
yang dikutip dalam sebuah artikel online Sanjaya Yasin bahwa bank
adalah suatu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan
memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri atau dengan
uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan
alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.
Bank dengan prinsip syariah (Bank Syariah) adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga
dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/lembaga perbankan yang
15 Hadist Nabi SAW. Muhammad Syafi’i Antonio dan Purwaatmadja
membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang
beroperasi dengan prinsip syariah islam. Bank islam adalah Bank yang
beroperasi dengan prinsip syariah islam dan bank yang tata cara
beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan
Hadist. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah islam
adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan
syariah islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat
secara Islam.
Pada dasarnya prinsip bank syariah menghendaki semua dana yang
diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas
tinggi dan sangat hati-hati.
a. Shiddiq, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan
dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan
nilai ini pengelolaan diperkenankan (halal) serta menjauhi
cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang
(haram).
b. Tabligh, secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan
mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan
jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya
tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata,
tetapi juga harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai
c. Amanah, menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran
dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul
maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pemilik dana dan
pihak pengelola dana investasi(mudharib).
d. Fathanah, memastikan bahwa pegelolaan bank dilakukan secara
profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan
maksimum dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh bank.
Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan
kecermatn dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung
jawab (mas’uliyah).
Bank dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah sebagai
berikut :
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan prinsip syariah, antara lain pembiayaan bedasarkan
prinsip bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (Musyarakah), prinsip jual beli (Murabahah),
atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak
17 2. Pengertian Bank Konvensional
Pengertian bank konvensional menurut Undang–undang Nomor 10
tahun 1998 Bank Konvensional adalah Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Menurut Martono (2002) yang dikutip dalam sebuah artikel online
oleh Sanjaya Yasin menjelaskan prinsip konvensional yang digunakan
bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu :
a. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan
seperti tabungan, depoito berjangka, maupun produk pinjaman
(kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat suku bunga
tertentu.
b. Untuk jasa-jasa lainnya, pihak bank menggunakan atau
menerepkan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase
tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.
Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan)
adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi,
sedangkan kepentingan pemegang saham adalah diantaranya
memperoleh spread optimal anatara suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference) dialain pihak
kepentingan pemakai dana (Debitor) adalah memperoleh tingkat
bunga yang paling rendah (biaya murah). Dengan demikian
terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi
konvensioal hanya sebagai lembaga perantara saja. Tidak adanya
ikatan yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan
nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang
bertolak belakang.
Sistem bunga dalam bank konvensional yaitu dengan penentuan
besarnya prosentase suku bunga yang dibuat pada waktu akad
dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank, jumlah
pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan
berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik, eksistensi bunga
diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama islam
dan pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
mempertimbangkan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah
untung atau rugi.
B. Perbedaan dan Persamaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Dalam buku Bank Syariah dari Teori ke Praktik Antonio Syafi’I
menjelaskan Bank Konvensional dan Bank Syariah memiliki beberapa hal
persamaan terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh
pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan
sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah
menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan
19 1. Akad dan Aspek Legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi
duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum
islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian
yang telah dilakukan apabila hukum itu hanya dengan hukum positif
saja tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki
pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam
perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku, transaksi, maupun
ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad.
2. Lembaga penyelesai sengketa
Perbedaan penyelesaian atau perselisihan antar bank maka dalam bank
syariah, kedua belah pihak yang berselisih tidak menyelesaikannya
melalui pengadilan negeri tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tata
cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip
syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia atau BAMUI yang didirikan bersama oleh Kejaksaan Agung
dan Majelis Ulama Indonesia.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan
bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi
unsur yang amat mebedakan antara bank syariah dan bank konvensional
mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan
garis-garis syariah.
Dewan pengawas syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat
Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini menjamin efektifitas dari
setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu,
biasanya setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah
dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saha, setelah para anggota
Dewan pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan
Syariah Nasional.
4. Bisnis dan Usaha yang dibiayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari
saringan syariah. Oleh sebab itu bank syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha yang didalamnya terkandung hal-hal yang
diharamkan. Terdapat sejumlah batasan-batasan dalam hal pembiayaan.
Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana
bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
5. Lingkungan kerja dan Corporate Culture
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki linghkungan kerja sesuai
dengan syariah. Dalam hal etika, mialnya sifat amanah dan shiddiq,
harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas
eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus
profesional (Fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work
21 Demikian pula dalam hal reward dan punisment, diperlukan prinsip
keadilan yang sesuai dengan syariah.
Seklain itu cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan
merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga
keuangan yang membawa nama besar islam sehingga tidak ada aurat
yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam
menghadapi nasabah, akhlak harus senatiasa terjaga. Nabi SAW,
mengatakan bahwa senyum adalah sedekah
C. Perbedaan Bunga bank dan bagi hasil
Menurut Antonio, 2007 dalam Ahmad Iqbal, 2011 : 39 bahwa
kecenderungan masyarakat menggunakan sistem bunga bertujuan untuk
mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga kurang
memperhatikan dampak sosial yang ditimbulkan berbeda dengan sistem
bagi hasil yang berorientasi untuk pemenuhan kemaslahatan hidup umat
manusia.
Tabel 2.1
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Indikatornya Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil
1. Objek kontrak 1. Uang 1. Barang atau Investasi
2. Penentuan
besarnya hasil
2. Sebelumnya 2. Sesudah berusaha, sesudah ada
untungnya
3. Yang ditentukan 3. Bunga, besarnya nilai
rupiah
3. Menyepakati proporsi pembagian
untung untuk masing-masing
Indikatornya Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil
4. Jika terjadi
kerugian
4. Ditanggung nasabah 4. Ditanggung kedua belah pihak,
nasabah dan lembaga
5. Dari untung yang bakal diperoleh,
belum tentu besarnya
perhatian bersama: nasabah dan
Lembaga
8. Status hukum 8. Berlawanan dengan Qs.
Luqman : 34
8. Melaksanakan Qs. Luqman : 34
Sumber : Ahmad Iqbal, 2011 :21-22
D. Produk/Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Dalam Nuryati dan Amethysa gendis (2011) Secara umum ada tiga
bagian besar produk yang ditawarkan bank konvensional dan bank syariah :
(a). Produk perhimpunan dana (funding), (b). Produk penyaluran dana
(financing), dan (c). Produk jasa (service).
1. Produk/Jasa Bank Konvensional
Produk penghimpunan dana antara lain adalah giro, tabungan dan
deposito. Penyaluran dana dapat berbentuk kredit konsumsi, kredit
investasi dan kredit modal kerja. Sedangkan produk jasa perbankan
konvenional, misalnya jasa konsultasi, pengurusan transaksi ekspor dan
23 2. Produk/Jasa Bank Syariah
Dikutip dalam Maflachatun, 2010 : 53, menurut Muhammad, 2005
Secara garis besar, hubungan-hubungan ekonomi berdasarkan
syariat-syariat Islam ditentukan oleh hubungan akad. Akad-akad yang berlaku
terdiri dari lima prinsip-prinsip dasar. Adapun prinsip-prinsip dasar
akad tersebut dapat ditemukan pada produk baik lembaga-lembaga
keuangan bank syariah maupun lembaga-lembaga non syariah,
meliputi:
a. Prinsip Simpanan Murni (Al-Wadi’ah) : Prinsip simpanan murni
merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah untuk
memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk
menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas ini
diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan
seperti halnya giro dan tabungan. Istilah al-wadi’ah dalam dunia
perbankan konvensional lebih dikenal dengan giro.
b. Bagi Hasil (Syirkah) : Prinsip ini adalah suatu konsep yang
meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dan
pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank
dengan penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah
penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah
mudharabah dan musyarakah. Prinsip mudharabah ini dapat
digunakan sebagai dasar baik produk pendanaan (tabungan dan
deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih
c. Prinsip Jual Beli (At-Tijarah) : Prinsip ini merupakan suatu konsep
yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan membeli
terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah
sebagai agen bank dalam melakukan pembelian barang atas nama
bank. Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan
sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya
dapat berupa:murabahah,salam, danistishna.
d. Prinsip Sewa (Al-Ijarah) : Prinsip ini secara garis besar terdiri dari
dua jenis. Pertama, ijarah (sewa murni) seperti halnya penyewaan
traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Secara teknik
bank dapat membeli dahulu barang yang dibutuhkan oleh nasabah,
kemudian barang tersebut disewakan dalam waktu dan hanya yang
telah disepakati oleh nasabah. Kedua, bai al-takjiri atau ijarah
al-muntahiya bithamlik, yang merupakan penggabungan sewa dan beli
di mana penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada
akhir masa sewa (financial lease).
e. Prinsip Jasa/Fee(Al-Ajr Walumullah) : Prinsip ini meliputi seluruh
layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso,
Jasa, Transfer, dan lain-lain.
Dikutip dalam Maflachatun, 2010 : 55-67 menurut MuhammadSecara garis
besar, pengembangan produk-produk bank syariah dikelompokkan
25 1) Produk Penghimpunan Dana : Prinsip-prinsip yang digunakan dalam
produk ini meliputi prinsipwadi’ahdanmudharabah.
a. PrinsipWadi’ah
Prinsip ini mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh,
di mana nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang
dan bank bertindak sebagai pihak peminjam. Pengembangan
produk bank syariah yang berdasarkan prinsip ini meliputi dua
jenis, yaitu:wadi’ah yad amanah merupakan barang yang dititipkan
tidak dapat dikelola oleh bank syariah dan wadi’ah yad dhomanah
barang yang dititipkan dapat dikelola oleh bank syariah. Prinsip ini
dikembangkan dalam bentuk, yaitu: current account (giro) dan
saving account(tabungan).
b. Prinsip Mudharabah : Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan
atau penyimpan bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai
mudharib. Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan
akad jual beli maupun syirkah. Apabila kerugian terjadi, bank
bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Prinsip ini dalam
aplikasinya seperti: tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Prinsip mudharabah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: mudharabah
muqayyadah on balance sheet dan off balance sheet serta
mudharabah mutlaqah. Padamudharabah muqayyadah off balance
sheet, bank syariah juga berperan memberikan modal untuk
dikelola mudharib dan bank syariah akan mendapatkan kembali
muqayyadah merupakan penyaluran dana langsung kepada
pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara
yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha.
Mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito,
sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan
mudharabahdan depositomudharabah(Muhammad, 2005).
2) Produk Penyaluran Dana : Produk penyaluran dana di bank syariah
dapat dikembangkan dengan tipe tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang
dilakukan dengan prinsip bagi hasil.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa
dilakukan dengan prinsip sewa.
c. Transaksi pembiayaan sebagai usaha kerjasama yang ditujukan
untuk mendapatkan barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil.
Adapun prinsip-prinsip yang digunakan produk-produk bank
syariah dalam pola penyaluran dana, antara lain:
1. prinsip Jual Beli (Tijaroh) : Mekanisme jual beli adalah upaya
yang dilakukan dengan pola: (a). Dilakukan untuk transfer of
property, (b). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan
dan menjadi harga jual barang.
Prinsip jual beli dikembangkan menjadi tiga bentuk prinsip
pembiayaan, yaitu: (1). Pembiayaan murabahah : Pembiayaan
Murabahah Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai
27 secara tangguh, (2). Pembiayaan Bai As-Salam (Jual Beli
Barang Belum Ada) : Pembayaran dilakukan dengan tunai,
sedangkan barang diserahkan secara tangguh. Bank sebagai
pembeli dan nasabah sebagai penjual. Transaksi ini ada
kepastian tentang kuantitas, kualitas, harga dan waktu
penyerahan. dan (3). Pembiayaan Bai Al-Istishna : Jual beli
seperti akad salam, namun pembayarannnya dilakukan oleh
bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan
pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
2. Prinsip Sewa (Ijarah) : Transaksi ijarah dilandasi adanya
pemindahan manfaat. Pada dasarnya prinsip ini sama dengan
jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Objek transaksinya adalah barang pada prinsip
jual beli, sedangkan jasa menjadi objek transaksi pada prinsip
jasa. Pada Akhir sewa, bank syariah dapat saja menjual barang
yang disewakannya kepada nasabah. Transaksi tersebut
dikenal dengan istilah ijarah muntahiya bithamlik (sewa yang
diikuti dengan perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan
harga jual disepakati pada awal perjanjian. Hal tersebut yang
membedakan antaraijarahdenganijarah muntahiya bithamlik,
yaitu kepemilikan barang atau jasa yang digunakan.
3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) : Prinsip ini meliputi beberapa
jenis prinsip, yaitu: musyarakah, mudharabah dan
kerjasama dalam suatu usaha oleh dua pihak. (2).
Mudharabah, merupakan kerjasama antara shahibul mal yang
memberikan dana 100 % kepada mudharib yang memiliki
keahlian. (3). Mudharabah Muqayyadah, merupakan
kerjasama yang hampir sama dengan mudharabah namun
perbedaannya adalah adanya pembatasan penggunaan modal
sesuai dengan permintaan pemilik modal pada prinsip ini
dalam produk bank syariah.
3) Akad Pelengkap : Akad pelengkap dikembangkan sebagai akad
pelayanan jasa. Akad ini dilakukan dengan beberapa prinsip
transaksi, yaitu: hiwalah (alih utang-piutang), rahn (gadai), qardh
(pinjaman kebaikan), wakalah, dan kafalah. (1). Hiwalah (Alih
utang-piutang) : Prinsip transaksi ini lazimnya digunakan untuk
membantu supplier dalam mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank yang akan mendapat ganti biaya
atas jasa pemindahan piutang dari transaksi yang berdasarkan
prinsip hiwalah, (2). Rahn (Gadai) : Prinsip transaksi ini
memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam
bentuk pembiayaan-pembiayan. Barang yang digadaikan wajib
memenuhi kriteria, yaitu: memiliki nasabah sendiri, jelas ukuran,
sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar, dan dapat
dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. (3). Qardh :
(Pinjaman Kebaikan) Prinsip transaksi ini membantu nasabah
29 serta keperluan sosial. Jumlah dana yang dikumpulkan dalam pola
transaksi ini berasal dari dana Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS).
(4).Wakalah : Prinsip transaksi ini menggambarkan nasabah
memberi kuasa kepada bank syariah untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti: transfer, dan
sebagainya. Prinsip ini diterapkan pada pengiriman uang atau
transfer, penagihan (collection payment), dan lainnya. Bank syariah
menerima imbalan fee atas jasanya terhadap nasabah (Antonio,
1999). (5). Kafalah : Bank garansi digunakan untuk menjamin
pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank syariah dapat
mempersiapkan nasabah dalam menempatkan sejumlah dana untuk
fasilitas ini sebagai rahn. Bank syariah dapat pula menerima dana
tersebut dengan prinsip wadiah dan memperoleh ganti biaya atas
jasa yang diberikan. Bank syariah bertindak sebagai pihak
penjamin, sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin. Prinsip
ini juga memberikan pendapatan bagi bank syariah (Syafi’i
Antonio, 1999).
E. Manajemen Resiko dalam Perbankan
Dalam Nuryati dan Amethysa Gendis Gumilar, (2011:4) menurut
Silalahi (1997), dikutip dari Husein Umar (2001:5) Resiko adalah (1).
Kesempatan timbulnya kerugian, (2). Probabilitas timbulnya kerugian, (3).
Ketidakpastian, (4). Penyimpangan aktual dari yang diharapkan, (4).
Sedangkan Manajemen Resiko adalah suatu cara proaktif,
terkoordinasi, bernilai efektif, dan memahami pemrioritasan dalam
menanggulangi ancaman terhadap perusahaan. Menurut Hampel, et.al.
(1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh lingkungan, sumber daya
manusia, layanan keuangan, dan neraca. Berdasarkan karakteristik
perbankan tersebut, maka resiko dapat diklasifikasi atas : enviromental risk
(resiko lingkungan), management risks (resiko manajemen), delivery risk
(resiko operasi), financial risk (resiko keuangan). Resiko keuangan dapat
ditelusuri melalui analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan
keuangan. Menurut Hempel (1994:89), cara mengukur dan mengelola resiko
keungan perbankan, sebagai berikut :
a. Resiko kredit bisa diatasi dengan cara melakukam analisi kredit dengan
baik dan benar, dokumentasi kredit, pengendalian dan pengawasan
kredit dan penilaian terhadap resiko khusus.
b. Resiko likuiditas dapat diatasi dengan cara membuat perencanaan
likuiditas, membuat rencana kontingensi, analisis biaya dan penetuan
bunga kredit, pengembangan sumber pendanaan.
c. Resiko suku bunga dapat diatasi dengan cara membuat analisis kepekaan
bunga terhadap aktiva, membuat analisis durasi, penilaian bunga antar
waktu.
d. Resiko leverage dapat diatasi dengan cara membuat perencanaan modal,
analisis pertumbuhan usaha berkelanjutan, menetpkan kebijakan
31
F. Pengertian Efisiensi dan Konsep Efisiensi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efisiensi yaitu tepat atau sesuai
untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang
waktu, tenaga, biaya), mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat,
berdaya guna, bertepat guna (http://kamusbahasaindonesia.org/efisiensi)
Konsep efisiensi berasal dari konsep mikro ekonomi, yaitu teori
konsumen dan teori produsen. Sudut pandang teori konsumen mencoba
untuk memaksimalkan kegunaan atau kepuasan individu, sedangkan sudut
pandang teori produsen mencoba untuk memaksimalkan profit atau
meminimalkan biaya. (Ascarya dan Diana Yumanita, 2007:97)
Efisiensi juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara
keluaran (output) dan masukan (input), atau jumlah yang dihasilkan dari
satu input yang dipergunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisiensi
apabila mempergunakan jumlah unit yang lebih sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah unit input yang dipergunakan perusahaan lain untuk
menghasilkan jumlah output yang lebih besar. (Permono dan Darmawan
dalam Priyonggo, 2008 : 34).
Dikutip dalam Priyonggo (2008), Efisiensi juga bisa diartikan sebagai
rasio sebagai rasio antara input dan output. Ada tiga faktor yang
menyebabkan efisiensi, yaitu (1). Apabila dengan input yang sama dapat
menghasilkan output yang lebih besar, (2). Input yang lebih kecil dapat
menghasilkan output yang lebih besar lagi, (3). Dengan input yang lebih
besar dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi. (Ghofur dalam
Terdapat dua macam pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknik dan
efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makro,
karena menganggap harga sudah ditentukan (given) dan dipengaruhi oleh
kebijakan makro yang jangkauannya lebih luas dibanding efisiensi teknik.
Pengukuran efisiensi teknik mempunyai sudut pandang ekonomi mikro,
karena terbatas pada pengkuran proses konversi input menjadi output.
(Sarjana dalam Zaenal Abidin dkk, 2008 : 4)
Farrel (1957) dalam Zaenal Abidin dkk, 2008:5 membagi efisiensi
perusahaan menjadi dua, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.
Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan dari perusahaan dalam
menghasilkan output dengan sejumlah input yang tersedia. Sedangkan
efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
mengoptimalkan penggunaan inputnya, dengan struktur harga dan teknologi
produksinya. Kedua ukuran ini yang kemudian dikombinasikan menjadi
efisiensi ekonomi(economic efficiency).
Kumbhaker dan Lovell (2000) dalam Ascarya dan Diana Yumanita,
2007:98 berpendapat bahwa efisiensi teknis hanya merupakan satu
komponen dari efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Namun, syarat untuk
efisiensi ekonominya, sebuah perusahaan harus efisien secara teknis.
Dengan demikian, dalam rangka mencapai tingkat keuntungan yang
maksimal, sebuah perusahaan harus memproduksi output yang maksimal
dengan jumlah input tertentu (efisiensi teknis) dan memproduksi output
dengan kombinasi yang tepat dengan tingkat harga tertentu (efisiensi
33 Menurut Yi-Kai Chen (2001) seperti yang dikutip oleh Zaenal dkk,
2008:5 dalam penelitiannya mengenai efisiensi lembaga perbankan
memberikan konsep efisiensi yang agak berbeda dari yang telah dikemukan
diatas. Efisiensi perbankan dapat dibagi menjadi empat macam efisiensi
yaitu :
1. Scale efficiency : Pengukuran tingkat efisiensi dikaitkan dengan skala
usaha bank yang ditunjukkan oleh jumlah asetnya. Semakin besar aset
yang dimiliki, maka semakin efisien sebuah bank, karena biaya
rata-rata yang ditanggung menjadi lebih rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Humprey (1990) dalam Zaenal,
2008 mengungkapkan bahwa kurva biaya rata-rata industri perbankan
berbentuk U-shape agak datar, dimana kelompok bank berskala
medium terlihat lebih sedikit efisien dibandingkan dengan kelompok
bank berskala besar dan kecil. Namun demikian, penelitian ini tidak
dapat menunjukkan secara tepat, bahwa titik terendah dari kurva
U-shapetersebut merupakan titik efisiennya(Scale efficien point).
2. Scope efficiency : Efisiensi diukur berdasarkan dengan tingkat scope
economics dari sebuah bank. Jika terdapat Scope economics, yaitu
bank yang mempunyai berbagai produk sebagai outputnya, maka bank
tersebut akan lebih efisien dari pada bank spesialis. Sebaliknya,
dikatakan dalam keadaan Scope economies, jika bank spesialis
beroperasi secaralebih efisien dibandingkan dengan produk beragam.
3. Pure technical efficiency : Mengukur efisiensi dari maksimalisasi
efisisensi teknis yang dikemukakan oleh Farrel (1957). Sebagian besar
hasil penelitian ini meninjau tingkat efisiensi suatu perusahaan
(ie.bank) menurut pengertian tersebut.
4. Allocative efficiency berkaitan dengan pemilihan kombinasi input
yang tetap.
Tobin menyebutkan ada empat faktor yang menyebabkan efisiensi
dalam lembaga keuangan. Faktor utama adalah efisiensi karena arbitrase
informasi, kedua efisiensi karena ketepatan penilaian asset-asetnya, ketiga
adalah efisiensi karena lembaga keuangan bank mampu mengantisipasi
resiko yang muncul, dan yang keempat adalah efisiensi fungsional, yaitu
berkaitan dengan administrasi dan mekanisme pembayaran yang dilakukan
oleh sebuah lembaga keuangan. Termasuk didalam efisiensi fungsional ini
adalah risk pooling, general insurance, administrasi, dan mobilisasi dana
masyarakat. (Atmawardhana dalam Priyonggo,2008 : 34-35).
Sebuah perusahaan (termasuk bank) dapat dikatakan efisien secara
ekonomi jika perusahaan tersebut dapat meminimalkan biaya produksi
untuk menghasilkan output tertentu dengan suatu tingkat teknologi yang
umumnya digunakan serta harga pasar yang berlaku. (Zaenal Abidin dkk,
2008 : 5)
Dikutip dalam Priyonggo (2008:35) Efisiensi bank merupakan salah
satu indikator penting untuk menganalisa suatu performa suatu bank dan
juga sebagai sarana untuk lebih meningkatkan efektifitas kebijakan moneter.
Efisiensi dilihat dari dua sisi, yaitu : dari sisi biaya (cost efficiency) dan
35 dua yaitu Standar profit efficiency dan Alternatif profit efficiency. Secara
umum ada tiga pendekatan konsep dasar model efisiensi sektor finansial
(perbankan) yaitu Cost Efficiency, Standard Profit Efficiency dan
Alternative Profit Efficiency. (Berger dan Mester dalam Siti Aisyah dan
Jardin A. Husman, 2006:532)
Cost efficiency pada dasarnya mengukur tingkat biaya suatu bank
dibandingkan dengan bank yang memiliki biaya operasi terbaik (best
practice bank’s cost) yang menghasilkan output yang sama dengan
teknologi yang sama. Profit efficiency mengukur tingkat efisiensi dari
kemampuan bank dalam menghasilkan laba untuk setiap unit input yang
digunakan. (Priyonggo Suseno, 2008:35)
Masalah efisiensi berkaitan dengan masalah pengendalian biaya.
Efisiensi berarti biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan
lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aktiva
tersebut. Sebuah bank dituntut untuk memperhatikan masalah efisiensi
karena meningkatnya persaingan dan standar hidup konsumen. Bank yang
tidak mampu untuk memperbaiki tingkat efisiensinya maka akan
menurunkan kinerja bank sehingga bank tersebut dapat kehilangan daya
saing yang baik dalam hal mengerahkan dana masyarkat maupun dalam hal
penyaluran dana tersebut dalam bentuk usaha modal.
Menurut Muharram dan Purvitasari (2007) dikutip dalam Ahmad
Iqbal, 2011:24, pengukuran efisiensi bisa dilakukan dengan tiga pendekatan,
1. Pendekatan Rasio : Mengukur Efisiensi dengan cara menghitung
perbandingan output dan dengan input yang digunakan. Pendekatan
rasio akan dinilai efisien yang tinggi jika memproduksi output yang
maksimal dengan input yang minimal. Efisiensi = input output.
Menurut Chu-Fen Li (2007) melihat pendekatan rasio sebagai”the most
critical limitation of the financial ratio is that they fail to consider the
multiple input-output.” Oleh karena itu pendekatan ini belum mampu
menilai kinerja lembaga keuangan secara menyeluruh.
2. Pendekatan regresi : Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi
menggunakan sebuah model dari tingkat output tertentu sebagai fungsi
dari berbagai tingkat input tertentu. Persamaan regresi dapat ditulis
sebagai berikut:
Dimana : Y = output, X = input
Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi banyak output,
karena hanya satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuah
persamaan regresi.
3. Pendekatan frontier : Pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Pendekatanfrontier non parametrik
dapat diukur dengan tes non parametrik yaitu dengan menggunakan
Data Envelopment Analysis(DEA) dan Pendekatan frontierparametrik
dapat diukur dengan tes parametrik yaituStockhastic Frontier Analysis
(SFA) dan Distribution Free Analysis (DFA). Persamaan perhitungan
37 sama-sama menggunakan input dan output sebagai variabel. Dalam
penelitian ini digunakan metode parametrik non parametrik Data
Envelopment Analysis(DEA).
G. Pendekatan Non ParametrikData Envelopment Analysis(DEA)
1. Pendektan Non Parametik Metode DEA (Data Envelopment Analysis)
Data Envelopment Analysis (DEA) yang akan digunakan sebagai
metode analisa dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini untuk
mengukur efisiensi Bank Syariah dan Bank Konvensional dengan
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Dalam buku
Kinerja Keuangan dan Efisiensi Perbankan oleh Zainal Abidin dkk,
2008: 11-12, Metode DEA merupakan salah satu metode frontier
berbasis non parametrik dengan menggunakan program linier. Tujuan
dari penggunaan metode ini adalah untuk mengukur tingkat efisiensi
dari decision-making units (DMUs) relatif terhadap DMU sejenis,
ketika semua unit berada pada atau dibawah “kurva” efisien frontier
-nya. Metode ini bisa digunkan untuk mengevaluasi efisiensi relatif
dari beberapa objek. Selain menghasilkan nilai efisiensi
masing-masing DMU, DEA juga menunjukkan unit-unit yang menjadi
referensi bagi unit-unit yang tidak efisien.
Dasar pengukuran efisiensi dengan DEA adalah program linier,
transformasi program linier yang kita sebut dengan DEA adalah
sebagai berikut :
maksimumkan
r=1
Dengan batasan atau kendala
m n
kendala ∑ vrtqrs- ∑ uitxit≤ 0 , r = 1,2 …… m
r=1 i=1
n
∑ uikxik = 1 , dan Ui dan Vr≥ 0, dimana:
i=1
qrt: adalah jumlah output r pada bidang t
xit: adalah jumlah input i pada bidang t
qrs: adalah jumlah input r pada bidang s
xit: adalah jumlah ouput i pada bidang t
m : adalah jumlah sampel yang dianalisis
s : Jumlah input yang digunakan
uik: nilai terbesar input I pada bidang k
uit :nilai tertimbang dari output r yang dihasilkan pada bidang t
ht: adalah nilai yang dioptimalisasikan sebagai indikator efisiensi
Dalam menggunakan DEA, perlu diperhatikan beberappa hal penting,
yaitu positivity, jumlah DMU, homogeneity, isotonicity, windows
analysis dan bobot. Karena menggunakan program linier, maka DEA
mensyaratkan variable input dan outputnya bernilai positif (>0). Dan
untuk memastikan terpenuhinya degree of freedo, DEA mensyaratkan
jumlah DMU yang dianalisis minimal 3 unit, yang seluruhnya
mempunyai kesamaan input dan outputnya. Isotonicity berarti bahwa
setiap terdapat kenaikan pada variable input, harus mendapatkan
39 variabel output yang mengalami penurunan. Mengingat bahwa nilai
produktivitas DMU seringkali dipengaruhi oleh waktu, maka perlu
dilakukan windows analysis ketika terjadi pemecahan data DMU
(tahunan menjadi triwulan atau bulanan misalnya).
Beberapa keunggulan serta keterbatasan DEA
Beberapa hal yang menjadi keunggulan Pendekatan DEA adalah :
a. Metode DEA merupakan prosedur yang dirancang secara khusus
untuk mengukur efisiensi relative suatu DMU yang menggunakan
banyak input dan output sehingga dapat menhasilkan suatu skor
atau nilai.
b. Metode DEA tidak memerlukkan aasumsi hubungan fungsional
antara variabelinputdanoutput.
c. DMU (decision making unit) dapat dibandingkan secra langsung
dengan sesamanya.
d. Satuan pengukuran input dan output dapat berbeda.
Keterbatasan DEA di antaranya adalah :
a. Metode DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik
dan dapat diukur. Kesalahan dalam memasukkan input dan output
akan memberikan hasil pengukuran yang bias.
b. Nilai-nilai yang dihasilkan dari DEA merupakan nilai relative
bukan nilai absolute.
d. Menggunakan perumusan linear programming terpisah untuk tiap
DMU (perhitungan secaramanual sulit dilakukan apalagi untuk
masalah berskala besar).
Ada dua model yang sering digunakan dalam pendekatan ini, yaitu:
a. Model CCR (1978)
Disebut CCR karena dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan
Rhodes (Model CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan
bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama
(constant return to scale). Artinya, jika ada penambahan input
sebesar x kali, maka output juga akan meningkat sebesar x kali.
Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah setiap
perusahaan (bank) beroperasi pada skala yang optimal (optimum
scale)
b. Model BCC 1984
Model yang dikembangkan oleh Banker, Charnes dan Chooper
pada tahun 1984 ini merupakan pengembangan dari model CCR.
Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum
beroperasi dalam skala yang optimal. Persaingan dan
kendala-kendala keuangan dapat menyebabkan perusahaan untuk tidak
beroperasi pada skala optimalnya. Asumsi dari model ini adalah
bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama
(variabel return to scale). Artinya penambahan input sebesar x kali
tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa