• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Paku Pedang (Nephrolepis falcata) terhadap Larva Artemia Salina L dengan metode Brain Shirmp Lethaly Test (BSLT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Paku Pedang (Nephrolepis falcata) terhadap Larva Artemia Salina L dengan metode Brain Shirmp Lethaly Test (BSLT)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

LARVA Artemia Salina Leach DENGAN METODE

BRINE SHRIMP LETHALY TEST (BSLT)

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

Eri Juhaeriah

NIM: 1110103000039

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan nikmat yang telah diberikan, yang mengizinkan penulis untuk belajar hingga tepat pada waktunya penulis harus menuliskan laporan penelitian ini. Penulis menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penelitian ini tidak akan pernah terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

3. dr. Nurul Hiedayati, Ph.D selaku pembimbing 1 yang telah banyak mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.

4. Bapa Supandi, S.Si, Apt, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah memberikan masukan judul penelitian dan banyak mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.

5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset yang tidak pernah lelah selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan penelitian.

(6)

vi

7. Kakak dan Keponakan tersayang, A’Otong Zaenudin, Teteh Yulia Astina, A’ dr.Asep Santoso, Teteh dr. Intan T.P, Neng Zhiya alfath dan Dede Queen.Terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

8. Seluruh keluarga besar Ibu Hj.Rainah dan Bapa H.Talka, keluarga besar Sastradinata, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

9. Ibu Zeti Hariyati selaku PJ Laboratorium MBI dan Ibu Putri Amelia selaku PJ Laboratorium PNA yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium. 10. Mbak Rani, Mbak Suryani, dan laboran-laboran lain yang telah membantu

penulis dalam pengambilan data.

11. Kak Agung farmasi yang telah membantu mencarikan bahan jurnal mengenai paku pedang.Mang uus, mang danong, dan seluruh pegawai PB.SRI REZEKIyang telah membantu mengambilkan air laut di Laut Cirebon.

12. Teman-teman kosan Barbie, Nina, Diny, Tiara, Ummi, Putri, Imah, Syara, Yessi, Nida, Nuzma, terima kasih telah membantu proses pemetikan hingga pengeringan daun paku pedang.

13. Teman-teman satu kelompok penelitian, Aulia, Ratu, Fitri, Nurrasiya, dan Nur. Terimakasih atas kerja sama yang luar biasa 1 tahun belakangan. Semoga kerja sama kita dapat berlanjut hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

14. Teman-teman PSPD 2010, kakak-kakak dan adik-adik di PSPD, dan teman-teman lain yang penulis kenal dan yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini namun tidak sempat tersebutkan.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Dan semoga Allah SWT berkenan memasukkannya sebagai amal jariyah di Akhirat kelak. Amiin.

Ciputat, 11 September 2013

(7)

vii ABSTRAK

Eri Juhaeriah. Program Studi Pendidikan Dokter. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Paku Pedang (Nephrolepis falcata) terhadap Larva Artemia Salina L dengan metode Brain Shirmp Lethaly Test (BSLT). 2013

Dewasa ini penelitian mengenai pencarian obat-obat antikanker masih terus dilakukan.Daun paku pedang (Nephrolepis falcata) diduga mempunyai potensi sitotoksik. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui nilai LC50 ekstrak etanol daun paku pedang dan kemungkinan sifat toksik daun paku pedang terhadap larva Artemia Salina L. Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian yang sederhana. Metode yang digunakan yaitu Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), terhadap ekstrak etanol daun paku pedang dengan konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 500 ppm, 1000 ppm dengan 3 kali replikasi. Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi. Data persentasi kematian larva artemia yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis probit untuk menghitung nilai LC50. Ekstrak dikatakan toksik apabila nilai LC50< 1000 μg/ml (ppm). Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun paku pedang bersifat toksik terhadap larva artemia dengan nilai LC50 sebesar 89μg/ml (ppm).

Kata kunci : antikanker,sitotoksik, ekstrak daun paku pedang, LC50, Artemia

SalinaLeach, Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), analisis probit.

ABSTRACT

Eri Juhaeriah. Medical Education Study Program. Acute Toxicity Test Ethanol Frshtail swordfern (Nephrolepis falcata) against larvae of Artemia Salina L method Brain Shrimp Lethaly Test (BSLT). 2013

Nowaday, the study of anticancer drugs search is still underway. Frshtail swordfern (Nephrolepis falcata) alleged to have cytotoxic potential. Therefore, it is necessary to conduct research that aims to determine the LC50 value of ethanol extract of Frshtail swordfern and possible toxic nature of Frshtail swordfern against larvae of Artemia Salina L. This is a purely experimental study using a study design that is simple. The method used is Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT), the frshtail swordfern ethanol extract with a concentration of 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm, 100 ppm with 3 times replication. Extracts obtained by maceration. Artemia larvae mortality percentage data were analyzed using probit analysis for calculating LC50 values. If the value is said to extract toxic LC50 <1000 ug / ml (ppm). The results in this study showed that the ethanol extract of frshtail swordfern are toxic against Artemia larvae with LC50 values of 89μg/ml (ppm).

Kata kunci : Anticancer, cytotoxic, frshtail swordfern, LC50, Artemia salina

(8)
(9)

ix

1.4.2 Bahan penelitian ... 1.5 Cara kerja penelitian...

1.5.1 Penyiapan sampel atau pembuatan simplisia ... 1.5.2 Pembuatan ekstrak etanol daun paku pedang... 1.5.3 Pembuatan siste artemia... 1.5.4 Pelaksanaan uji BSLT ... 1.5.5 Pembuatan larutan sampel... 1.5.6 Uji toksisitas akut dengan BSLT ... 1.5.7 Analisis data ...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ekstraksi daun daun paku pedang... 4.2 Penetasan sisteartemia... 4.3 Uji toksisitas dengan metode BSLT...

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penggunaan tumbuhan paku sebagai bahan obat tradisional ... 5

Tabel 2.2 Klasifikasi zat berdasarkan nilai LC50... 15

Tabel 3.1 Seri konsentrasi larutan sampel ekstrak etanol... 25

Tabel 4.1Data rendemen ekstrak etanol daun paku pedang ... 29

Tabel 4.2 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak etanol daun paku pedang.... 30 Tabel 4.3 Penghitungan LC50 dengan metode probit ...

Tabel 6.1 Nilai probit ... Tabel 6.2 Perhitungan Probit ...

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun paku pedang (Nephrolepis falcata)... 7 Gambar 2.2Larva artemia...

Gambar 2.3 Perubahan bentuk artemia...

9 9 Gambar 2.4 Bagian-bagian tubuh artemia dewasa... 10 Gambar 2.5Artemia dewasa jantan dan betina ... 11 Gambar 4.1Penetasan larva Artemia Salina Leach...

Gambar 4.2 Grafik pengaruh pemberian konsentrasi ekstrak ...

29 32 Gambar 4.3 Grafik persamaan garis lurus hubungan nilai probit...

Gambar 6.1 Hasil determinasi ...

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Allah SWT telah menciptakan berbagai macam tumbuhan dimuka bumi ini untuk memenuhi kebutuhan manusia, misalnya sebagai makanan pokok, tanaman hias, obat-obatan berkhasiat (obat tradisional), dan lain-lain. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia pun telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu.1

Pemakaian bahan alam sebagai obat tradisional di masyarakat dijamin keamanannya oleh pemerintah dengan mengimplementasikannya dalam permenkes No.760/Menkes/Per/XI/1992, tentang obat tradisional dan fitofarmaka.2

Manfaat obat tradisional untuk mengatasi penyakit kanker merupakan terobosan konkrit, mengingat saat ini pengobatan kanker itu sangat mahal.3 Seiring dengan penggunaan kemoterapi untuk mengatasi penyakit kanker, maka berbagai penelitian mengenai pencarian obat-obat antikanker masih terus dilakukan.

Obat tradisional yang bersumber dari tumbuhan tingkat rendah belum banyak dilaporkan. Tumbuhan paku yang tergolong tumbuhan tingkat rendah dilaporkan memiliki beberapa kandungan kimia antara lain flavonoid, terpenoid, senyawa fenol, xenton.4

Dari beberapa literatur, studi fitokimia yang dilakukan terhadap tumbuhan paku menunjukkan bahwa tumbuhan paku memiliki potensi sebagai tanaman yang berpotensi memiliki aktivitas farmakologis, antara lain sebagai antiinflamasi dan antinosiseptis,5 antioksidan, antibakteri, penghambat tirosinase dan sitotoksik.6

(13)

sekunder maupun dalam penggunaannya sebagai bahan obat. Oleh karena itu tumbuhan ini termasuk tanaman yang menarik untuk dilakukan penelitian terhadap aktivitas farmakologisnya.

Sebelum jadi suatu sediaan fitofarmaka yang memiliki senyawa bioaktif, setiap bahan alam harus melewati beberapa tahapan meliputi uji farmakologi eksperimental (uji toksisitas), uji klinis, uji kualitas dan pengujian lain sesuai persyaratan yang berlaku demi menjamin keamanan masyarakat dalam mengkonsumsinya.1,7

Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan yang banyak digunakan untuk mengetahui aktivitas farmakologis suatu senyawa dalam ekstrak tanaman. Uji toksisitas antara lain dilakukan dengan mengunakan metode

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Metode BSLT ini merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa antikanker baru yang berasal dari tanaman.8

Metode ini ditujukan terhadap tingkat mortalitas larva udang Artemia salina Leach yang disebabkan oleh ekstrak uji. Kelebihan metode ini adalah cukup praktis, murah, sederhana, cepat, namun tidak mengesampingkan kekuatannya untuk skrining awal tanaman yang berpotensi sebagai antikanker dengan menggunakan hewan uji larva Artemia salina L.8

(14)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1.2.1 Apakah ekstrak etanol daun paku (Nephrolepis falcata) memiliki potensisitotoksik pada larva Artemia Salina Leach ?

1.3. Hipotesis

1.3.1. Ekstrak etanol pada tumbuhan paku (Nephrolepis falcata) memilikipotensi sitotoksik pada larva Artemia Salina Leach

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek sitotoksik dari ekstrak etanol daun paku pedang(Nephrolepis Falcata) terhadap larva Artemia salina Leach dengan menggunakan metode BSLT.

1.4.2. Tujuan Khusus

 Mengetahui potensi aktivitas biologi tanaman berdasarkan toksisitas senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya.

 Menentukan nilai Median Lethal Concentration (LC50) dari ekstrak etanol daun paku Nephrolepis falcata terhadap larva

Artemia salina Leach dengan menggunakan metode BSLT.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Masyarakat

 Menambah sumber wawasan bagi masyarakat mengenai obat herbal dan khasiat tumbuhan paku pedang (Nephrolepis falcata).

(15)

1.5.2. Bagi Institusi

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai toksisitas dalam ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata.

 Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta memperkaya data ilmiah tentang penggunaan obat herbal (tradisional) dari tumbuhan.

 Penelitian ini dapat menambah sumber referensi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

1.5.3. Bagi Penulis

 Penelitian ini menjadi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana strata-1 kedokteran umum di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tumbuhan Paku

Secara taksonomi tumbuhan paku merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan tingkat tinggi (gymnospermae dan angiospermae) dan tumbuhan lumut (bryophyte). Berbeda dengan alga dan lumut, bahwa tumbuhan paku telah memiliki jaringan pengangkut seperti xilem dan floem tetapi tidak menghasilkan biji untuk reproduksi seksualnya.10

Tumbuhan paku dapat tumbuh pada berbagai jenis habitat. Dan sebagian besar dari tumbuhan paku banyak tumbuh di hutan tropis, subtropis, temperatur yang rendah , lembab dan tertutup,10 dan siklus hidup mereka didasarkan pada keberadaan hutan.11

2.1.2 Penggunaan Tumbuhan Paku

Beberapa tumbuhan paku yang digunakan sebagai bahan obat tradisional antara lain :6

Tabel 2.1 Penggunaan Tumbuhan Paku Sebagai Bahan Obat Tradisional.

Nama Tumbuhan Kegunaan Sebagai Obat

Acrostichum aureum (Pteridaceae)

Sinusitis, faringitis, kesehatan pada kehamilan,

sembelit, obat penurun panas, nyeri dada.

Blechnum orientale (Blechnaceae)

(17)

Cibotium barometz

(18)

2.1.3 Nephrolepis falcata

Gambar 2.1. Daun paku pedang ( Nephrolepis falcata) ( sumber : koleksi pribadi, juni 2013 )

2.1.4 Klasifikasi dari Nephrolepis Falcata

Kingdom : Plantae Division : Pteridophyta

Class : Polypodiopsida = filicopsida Family : Lomaripsidaceae

Genus : Nephrolepis

Species : Nephrolepis falcata

(http://plants.usda.gov, USA Departement Of Agriculture, Maret 2013)

2.1.5 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologis

Sebelumnya belum pernah dilaporkan penelitian yang mempublikasikan kandungan kimia dari Nephrolepis falcata. Tetapi dari beberapa spesies tumbuhan paku dengan genus Nephrolepis pernah dilaporkan keberadaan senyawa saponin, kardenolin, flavonoid, dan tanin.4 Aktivitas biologis Nephrolepis falcata dilaporkan, bahwa ekstrak etanol 70% dari tumbuhan tersebut memiliki aktivitas sebagai antioksidan.12

2.1.6 Artemia

Artemia salina Leach adalah udang yang termasuk dalam famili

(19)

zooplankton, yang menghuni perairan-perairan yang berkadar garam tinggi. Artemia dapat digunakan di laboratorium bioassay untuk menentukan toksisitas dengan perhitungan konsentrasi yang menimbulkan 50% anggota populasi hewan uji mati (LC50), yang telah dilaporkan untuk racun dan ekstrak tanaman.13

2.1.6.1 Morfologi Artemia

Telur artemia biasanya disebut dengan istilah siste, yaitu telur yang telah berkembang lebih lanjut menjadi embrio dan kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan. Oleh karena itu, siste ini sangat tahan menghadapi keadaan lingkungan yang buruk.13

Apabila siste artemia direndam dalam air laut bersuhu 25oC, maka akan menetas dalam waktu 24-48 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah larva yang juga dikenal dengan istilah nauplius (gambar 2.2). Dalam perkembangan selanjutnya, larva akan mengalami 15 kali perubahan bentuk atau metamorphosis. Setiap kali larva mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Larva tingkat I dinamakan instar I, tingkat II dinamakan instar II, tingkat III dinamakan instar III, demikian seterusnya sampai instar XV. Setelah itu berubahlah menjadi artemia dewasa.13

Gambar 2.2 Larva artemia (Mudjiman, 1989)

(20)

makanan cadangan, oleh karena itu mereka masih belum perlu makanan. Anggota badannya sendiri terdiri dari sepasang sungut kecil (Antenule atau Antena I) dan sepasang sungut besar (Antena atau Antena II). Di bagian mulut besarnya terdapat sepasang mandibulata (rahang) yang kecil, sedangkan di bagian ventral (perut) terdapat labrum.13

Gambar 2.3 Perubahan bentuk artemia (Mudjiman, 1989)

Sekitar 24 jam setelah menetas, larva berubah menajdi instar II (gambar 2.3). Pada tingkatan instar II, larva sudah mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu, larva tersebut mulai mencari makanan, bersamaan dengan itu juga cadangan makanannya sudah mulai habis. Untuk mengumpulkan makanannnya mereka menggerakkan antena II-nya, selain untuk mengumpulkan makanan, antena II tersebut pun berguna untuk alat bergeraknya dari larva tersebut.13

(21)

Gambar 2.4 Bagian-bagian tubuh artemia dewasa ( Mudjiman, 1989 ) Artemia dewasa itu bentuknya telah sempurna dan sudah menyerupai udang kecil dengan ukuran panjang sekitar 1 cm, dengan kaki yang sudah lengkap sebanyak 11 pasang yang secara khusus disebut dengan torakopoda

(22)

Gambar 2.5 Artemia dewasa jantan dan betina (Mudjiman, 1989)

Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6oC atau lebih dari 35oC, tetapi hal ini sangat tergantung pada ras dan kebiasaan tempat hidup mereka. Pertumbuhan artemia yang baik berkisar pada suhu antara 25oC-30oC.13

Untuk perkembangan artemia sendiri membutuhkan kadar garam yang tinggi,sebab pada kadar garam yang tinggi itu musuh-musuhnya tidak dapat hidup lagi, sehingga artemia ini hidupnya akan aman tanpa gangguan. Dan untuk pertumbuhan telur, ternyata dibutuhkan air yang kadar garamnya lebih rendah dari pada suatu batas tertentu, dan batas ini pu berlainan untuk tiap jenis artemia.13

Artemia ini mempunyai daya tahan sangat tinggi terhadap perubahan kandungan ion-ion kimia dalam air. Apabila kandungan ion natrium dibandingkan dengan ion kalium di dalam air laut adalah 28, maka artemia masih dapat bertahan pada perbandingan antara 8-173.13

(23)

Untuk menetaskan telur artemia membutuhkan air laut biasa dengan kadar garam 30 promil. Namun, untuk mencapai hasil penetasan yang baik, diperlukan air laut berkadar garam 5 promil, yang bisa dibuat dengan cara pengenceran air laut biasa dengan air tawar. Agar pH air laut yang diencerkan itu tidak turun namun tetap antara 8-9 maka perlu ditambahkan natrium hidrokarbonat sebanyak 2g/L. Selain itu, dapat juga digunakan air laut buatan yang berkadar garam 5 promil.13

Ketika telur ditetaskan, akan terjadi pemecahan cangkang dari si telur tersebut. Cangkang itu akan pecah dengan dibanu oleh kegiatan enzim, yaitu enzim penetasan. Enzim ini bekerja pada pH > 8 (antara 8-9). Selama penetasan terjadi, sebaiknya suhu air berada dalam keadaan konstan, yaitu berkisar antara 25oC – 30oC . untuk kadar oksigennya sendiri harus lebih dari 2 mg/L. Untuk itu, ketika sedang dalam proses penetasan air perlu diaerasi (diberi udara/oksigen) dengan menggunakan penghembus udara (blower) atau aerator (pompa udara untuk aquarium).13

2.1.7 Penggunaan artemia pada metode BSLT

Secara luas, artemia ini telah banyak sekali digunakan untuk pengujian aktivitas farmakologi dari ekstrak suatu tanaman. Artemia juga merupakan hewan uji yang digunakan untuk praskrining aktivitas antikanker di National Cancer Institude (NCI), Amerika Serikat. Hewan uji artemia ini dapat digunakan untuk uji BSLT, yaitu uji untuk skrining awal terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor, karena uji ini mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai antitumor maupun fisiologis aktif tertentu.14

(24)

potensi sebagai anti kanker pada ekstrak tanaman tersebut maka penelitian lanjutan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengisolasi senyawa berkhasiat yang terdapat di dalam ekstrak tanaman tersebut disertai dengan monitoring aktivitasnya dengan uji larva udang atau metode yang lebih spesifik lagi sebagai anti kanker.8

Artemia salinaLeach digunakan sebagai hewan uji pada penelitian ini karena memiliki kesamaan tanggapan dengan mamalia, misalnya tipe

Dna-dependent RNA polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme yang memiliki ouabaine-sensitive Na+ dan K+ dependent ATPase, sehingga senyawa maupun ekstrak yang memiliki aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi.9

DNA-dependent RNA polymerase merupakan DNA yang biasa mengarahkan proses transkripsi RNA yang bergantung pada RNA polymerase. Enzim ini membuka pilinan kedua untai DNA sehingga menjadi terpisah dan mengkaitkannya dengan bersama-sama nukleotida RNA pada saat nukleotida-nukleotida ini membentuk pasangan basa di sepanjang cetakan DNA. Eukariotik mempunyai 3 macam RNA polymerase, yaitu mRNA yang merupakan pembawa kode genetik dari DNA ke ribosom, tRNA yang berfungsi untuk menterjemahkan kodon dan mengikat asam amino yang akan disusun menjadi protein dan mengangkutnya ke ribosom, serta yang terakhir adalah rRNA (ribosomal RNA) yang bersamaan dengan protein membentuk ribosom. Jika RNA

polymerase tersebut dihambat, maka DNA tidak dapat mensintesis RNA dan RNA tidak dapat terbentuk, sehingga sintesis protein juga dihambat. Protein ini merupakan komponen utama semua sel, protein berfungsi sebagai unsur struktural, hormon, immunoglobulin, dan terlibat dalam kegiatan transport oksigen, kontraksi otot dan lainnya. Jika protein tidak terbentuk, maka metabolisme sel dapat terganggu, sehingga pada akhirnya sel tersebut akan mati.9

(25)

mengkatalisis hidrolisis ATP menjadi ADP serta menggunakan energi untuk mengeluarkan 3Na+ dari sel dan mengambil 2K+ ke dalam, tiap sel bagi tiap mol ATP dihidrolisis. Na+K+ ATPase ditemukan dalam semua bagian tubuh artemia. Aktivitas enzim ini akan dihambat oleh ouabaine, dengan adanya

ouabaine ini menyebabkan keseimbangan ion Na+ dan K+ tetap terjaga atau homeostatis.15

Jika suatu senyawa dapat bekerja mengganggu kerja salah satu enzim ini pada artemia dan menyebabkan kematian artemia, maka senyawa tersebut bersifat toksik dan dapat menyebabkan kematian sel pada mamalia.9

Larva yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah larva yang sudah berumur 48 jam, karena larva berada dalam keadaan paling peka pada saat berumur 48 jam. Dikatakan peka karena pada umur 48 jam organ-organ pada artemia ini sudah terbentuk lengkap. Dengan sudah terbentuknya mulut, artemia dapat meminum ekstrak dengan berbagai konsentrasi, sehingga kematian artemia benar-benar disebabkan oleh ekstrak dalam berbagai konsentrasi tersebut.13

Keuntungan penggunaan artemia sebagai hewan uji ini adalah kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktunya realtif singkat, dan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktifitas biologis.8

2.1.8 Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

BSLT merupakan salah satu metode pengujian awal aktifitas antikanker suatu senyawa dengan menggunakan hewan uji Artemia salina

selama 24 jam. Uji toksisitas akut dengan hewan uji artemia ini dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarahkan pada uji sitotoksik karena ada kaitannya antara uji toksisitas akut dengan uji sitotoksik jika harga LC50 dari uji toksisitas akut < 1000 μg/ml (ppm).8

(26)

Metode BSLT dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari bahan-bahan alami.21Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan BSLT menunjukkan adanya korelasi terhadap suatu uji spesifik anti kanker.22

Untuk menghitung tingkat toksisitas dari ekstrak dapat ditentukan dengan melihat harga LC50. Nilai LC50 dapat dihitung dengan menggunakan analisis probit. Dari presentase data kematian larva artemia dikonversikan ke nilai probit untuk menghitung harga LC50 . Apabila harga LC50<1000

μg/ml (ppm) maka senyawa yang di uji dapat di katakan toksik, dan apabila

pengujian dengan larva artemia menghasilkan harga LC50<1000 μg/ml (ppm) maka dapat dilanjutkan dengan pengujian antikanker menggunakan biakan sel kanker.8

2.1.9 Toksisitas akut

Toksisitas akut merupakan suatu cara untuk menentukan suatu gejala dengan tingkat kematian hewan uji akibat pemberian suatu senyawa. Sedangkan uji toksisitas akut merupakan uji dengan pemberian suatu senyawa pada hewan uji atau uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tunggal pada hewan uji tertentu dengan pengamatan dilakukan selama 24 jam. Pengamatan aktivitas biologi uji toksisitas akut ini berupa pengamatan gejala klinik, keamtian dari hewan uji, atau pengamatan organ.16

Uji toksisitas akut dilakukan untuk mempersempit kisaran dosis dan untuk mendapatkan presentase kematian dari hewan uji. Data yang diperoleh dari uji toksisitas akut dapat berupa data kuantitatif yang dinyatakan dengan LD50 (median lethal dose) atau LC50 (median lethal consentration). Nilai LD50 dan LC50 suatu senyawa harus dilaporkan sesuai dengan lamanya pengamatan. Bila lama pengamatan tidak ditunjukan, maka dianggap bahwa pengamatan dilakukan selama 24 jam.16

(27)

Tabel 2.2 Klasifikasi Zat Berdasarkan nilai LC50 nya

Kategori Nilai LC50 (μg/ml)

Sangat Toksik < 30

Toksik 30-1000

Tidak toksik >1000

(Sumber : Mayer, et al,1982)

Untuk menunjukan adanya aktivitas biologis suatu senyawa pada Artemia salina adalah dengan menggunakan parameter kematian. Keuntungan penggunaan Artemia salina sebagai hewan uji adalah kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktu yang relatif singkat dan dengan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktivitas biologi.8

2.1.10 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk melakukan penyarian pada zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.17 Zat-zat aktif pada sel tanaman dan hewan berbeda dengan zat-zat aktif yang terdapat pada makhluk hidup lainnya, demikian pula dengan ketebalannya, oleh karena itu diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.18

(28)

Ada dua cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut : 2.1.10.1 Cara Dingin

 Maserasi

Metode maserasi adalah suatu proses pengekstrakan simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut organik dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi ini sangta menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam, karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama dari perendaman yang dilakukan.18

 Metode Perkolasi

Metode perkolasi adalah suatu proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai terjadi pengekstrakan sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatus ruangan. Proses metode perkolasi ini terdiri dari tahap pengembangan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak) secara terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan.18

2.1.10.2 Cara Panas  Metode Refluks

(29)

 Metode Digesti

Metode digesti adalah suatu proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur lebih tinggi dari pada temperatur ruangan, yang secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.18

 Metode Sokletasi

Metode sokletasi adalah suatu poses pengekstrakan dengan cara menggunakan pelarut yang selalu baru, dan dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan soklet sehingga menjadi ektraksi terus-menerus dengan pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.18

 Metode Infudasi

Metode infudasi adalah suatu proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air yang mendidih, dengan temperatut terukur antara 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).18

 Metode Dekoktasi

Metode dekoktasi adalah suatu proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mndidih) pada waktu yang lebih lama dengan temperatur ≥ 30o

(30)

2.2 Kerangka Konsep

Di gunakan sebagai obat tradisional Memiliki potensi sebagai anti yang di tetesi ekstrak uji

(31)
(32)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan

Post Test-Only Control Group Design dan cara pengambilan sampel yaitu

Purposive Random Sampling terhadap larva Artemia salina Leach, karena anggota populasi telah bersifat homogen, artinya sampel larva Artemia salina Leach dengan jenis serta cara penyediaan yang sama, sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.

Sampel penelitian berupa 180 ekor larva Artemia salina Leach dengan kriteria inklusi adalah larva berumur 48 jam, sedangkan kriteria eklusi yaitu larva Artemia salina Leach yang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan sebelum dilakukannya perlakuan.8

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2013 sampai bulan Agustus 2013 di laboratorium PNA (Pharmacuetical Natural Analysis) Program Studi Farmasi dan di laboratorium Biologi dan laboratorium Famako Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3 Bahan yang Diuji

(33)

ppm,50 ppm,100 ppm. Setelah dilakukan trial atau uji orientasi, akan didapatkan konsentrasi terkecil yang menyebabkan 10 % kematian dan didapatkan konsentrasi yang tertinggi yang hampir mendekati 90 % kematian. Berdasarkan hasil uji orientasi tersebut, maka ditetapkan konsentrasi yang akan digunakan pada perlakuan dan replikasinya adalah 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm dan 100 ppm yang masing-masing dibuat secara triplo.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat Penelitian

Timbangan analitik (AND), tabung reaksi, labu ukur, blender, mikropipet, wadah palstik ukuran sedang, solatip hitam, aerator, lampu penerang, pipet, vaccum rotary evaporator (EYELA), oven, cawan penguap, kertas saring.

3.4.2 Bahan Penelitian

3.4.2.1 Bahan utama

Daun tanaman paku pedang (Nephrolepis falcata) sebanyak 500 gram yang diambil segar kemudian dikeringkan dengan diangin-anginkan pada suhu ruangan.17Pengeringan bertujuan untuk mempermudah pembuatan serbuk, menurunkan kadar air sehingga tidak ditumbuhi jamur, dan menjamin agar kualitasnya tetap baik sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.17

Daun paku pedang diperoleh dari halaman kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selanjutnya dideterminasi di Herbarium Bogoriense, LIPI, Cibinong, Bogor.

3.4.2.2 Bahan untuk ekstraksi

(34)

3.4.2.3 Bahan untuk BSLT

Bahan yang digunakan untuk uji BSLT antara lain telur Artemia salina Leach, air laut yang di ambil langsung dari dari laut di daerah Cirebon, ekstrak etanol daun paku pedang ( Nephrolepis falcata ), aquades.

3.5 Cara Kerja Penelitian

3.5.1 Penyiapan Sampel dan Pembuatan Simplisia

Sampelyang digunakan berupa daun paku pedang (Nephrolepis falcata) yang diperoleh dari halaman kampus FKIK UIN Jakarta, diambil dalam keadaan segar pada bulan Maret 2013. Sampel disortasi basah, selanjutnya dicuci dandipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan menggunakan kipas angin pada suhu ruangan. Setelah kering, kemudian diblender hingga diperoleh serbuk yang halus.17

3.5.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Paku Pedang

Pembuatan esktrak daun paku pedang (Nephrolepis falcata) menggunakan metode maserasi, yaitu suatu proses pengekstrakan simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut.17Pemilihan metode maserasi dikarenakan relatif sederhana yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, mudah, murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas.17

(35)

Sebelum melakukan maserasi, serbuk halus daun paku pedang yang didapat dari hasil blender ditimbang. Serbuk yang sudah ditimbang dimasukan kedalam toples kaca yang sebelumnya dilapisi almunium foil agar terlindung dari cahaya, dan serbuk mulai direndam dalam etanol 70% sebanyak 500ml, diletakkan pada suhu ruang selama 24 jam dan diaduk. Setelah 24 jam pertama selesai, disaring dengan menggunakan kertas saring, kemudian maserat disimpan dan ditampung dalam wadah dan disimpan dalam lemari asam, sedangkan ampasnya dimaserasi lagi dengan 500 ml etanol 70% selama 24 jam kemudian disaring dengan kertas saring dan begitu seterusnya hingga dihasilkan filtrat penyaringan yang lebih jernih.17 Seluruh filtrat hasil remaserasi digabung dan diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vaccum rotary evaporatorsampai diperoleh ekstrak kental.

Ekstrak kental yang diperoleh kemudian dikeringkan di dalam oven sampai diperoleh ekstrak kering.

3.5.3 Pembuatan Siste Artemia

(36)

3.5.4 Pelaksanaan Uji BSLT

Ekstrak etanol 70% dibuat seri konsentrasi 100 ppm, 50 ppm, 20 ppm, 10 ppm, 5 ppm. Dilakukan tiga kali replikasi untuk masing-masing konsentrasi.

3.5.5 Pembuatan Larutan Sampel

3.5.5.1 Pembuatan larutan induk

Larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm dibuat dengan menimbang 100,0 mg esktrak etanol daun paku pedang kemudian dilarutkan dalam aquadest sampai 100 ml.

3.5.5.2 Pembuatan larutan sampel ekstrak etanol

Dari larutan induk dibuat seri konsentrasi ekstrak 500 ppm, 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm.

Tabel 3.1 Seri konsentrasi larutan sampel ekstrak etanol

Konsentrasi

(37)

mengalami pengenceran sebanyak 10 kali, didapatkan konsentrasi akhir yang digunakan yaitu 100 ppm, 50 ppm, 20 ppm, 100 ppm, dan 5 ppm.

3.5.6 Uji Toksisitas Akut dengan Metode BSLT

Sebelum memulai uji, semua tabung dan alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun kemudian di keringkan dengan menggunakan tissue dan didiamkan beberapa saat hingga benar-benar kering. Kemudian diberi label konsentrasi tiap-tiap tabung tersebut, dan setiap konsentrasi dibuat triplo.

Setelah itu mengambil larva artemia yang sudah berumur 48 jam, kemudian masukkan larva tersebut kedalam setiap tabung sebanyak 10 larva tiap masing-masing tabung, selanjutnya masukan sampel dengan konsentrasi tertentu sebanyak 1 ml, kemudian ditambahkan air laut hingga mencapai garis 10 ml, dibuat dalam 3 kali replikasi. Tabung dijaga agar selalu mendapat penerangan yang baik.8

(38)

3.5.7 Analisis Data

Data penghitungan presentase kematian larva artemia yang diperoleh dianalisis dan dihitung nilai LC50 nya melalui tabel probit. LC50 adalah suatu dosis atau konsentrasi yang diberikan sekali (tunggal) atau beberapa kali dalam 24 jam dari suatu zat secara statistik diharapkan dapat mematikan 50% hewan coba.19

(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Ekstraksi Daun Paku Pedang

Bahan daun paku pedang yang akan digunakan dalam penelitian ini dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Didapatkan bahwa sampel yang diuji benar merupakan spesies Nephrolepis falcata(Lampiran 1).

Ekstrak daun paku pedang sebanyak 5 gram yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dengan cara maserasi dan remaserasi selama 1 minggu. Pada proses maserasi digunakan simplisia daun paku pedang sebanyak 54,2 gram dari 500 gram daun paku pedang yang sudah dikeringkan dan dihaluskan. Untuk pembuatan ekstrak ini jika semakin halus serbuk simplisia maka proses pembuatan ekstrak akan lebih efektif dan efisien sehingga semakin banyak senyawa bioaktif yang didapatkan.17

Hasil dari maserasi sebanyak 800 mL kemudian di evaporasi menggunakan Rotary Evaporatoruntuk menguapkan etanol sehingga akan didapatkan ekstrak kental daun paku pedang. Proses pembuatan ekstraksi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis pelarut yang digunakan tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak.20

Pada penelitian ini memiliki beberapa kelemahan dalam pengolahan hasil ekstraksi yaitu tidak dilakukan pengukuran kadar air dan kadar abu dikarenakan keterbatasan waktu.

(40)

Tabel 4.1 Data rendemen ekstrak etanol daun paku pedang

Nama Simplisia Bobot

ekstrak

Bobot

sampel Rendemen ekstrak

Ekstrak etanol daun paku pedang 5 gram 500 1 %

4.2 Penetasan Siste Artemia

Penetasan siste artemia ini menggunakan wadah plastik yang dibagi menjadi 2 bagian (Gambar 4.1), yaitu bagian gelap yang dilapisi solatip hitam dan bagian terang, keduanya dipisahkan oleh sekat yang terbuat dari steroform dan bagian bawahnya diberi lubang. Air laut yang kita dapatkan langsung dari laut di daerah cirebon yang diambil dari bagian tengah-tengah laut dituangkan ke dalam baskom dengan ketinggian di atas sekat bagian bawah. Selanjutnya siste artemia disebarkan ke bagian gelap. Larva yang tumbuh akan bergerak dari tempat yang gelap menuju tempat yang terang.8

Gambar 4.1 Penetasan Larva Artemia Salina L Sumber : Koleksi pribadi.2013

(41)

cadangan makanan larva habis. Seiring dengan itu, digunakan larva berumur 48 jam karena paling sensitif dengan zat yang dimasukkan, berbeda dengan larva usia 24 jam yang belum mempunyai organ pencernaan, sehingga ekstrak atau senyawa luar tidak bisa diabsorbsi oleh larva. Sedangkan larva umur 48 jam telah memiliki cangkang sebagai pelindung tubuh sehingga zat atau senyawa luar sulit masuk.13

4.3 Uji Toksisitas dengan Metode BSLT

Uji toksisitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode BSLT. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak etanol dari daun paku pedang (Nephrolepis falcata) dengan konsentrasi akhir 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm. Dan pada uji ini pun digunakan kontrol negatif yaitu konsentrasi 0 ppm, tanpa ada penambahan ekstrak.

Walaupun kontrol negatif dengan hanya menggunakan air laut saja sudah peneliti lakukan, pada penelitian ini tidak dilakukan uji kontrol positif dengan menggunakan obat anti kanker, seperti doxorubicin, methotrexat dan lain-lain untuk membandingkan potensi toksisitasnya dikarenakan waktu yang terbatas untuk memperoleh obat anti kanker tersebut

Untuk memastikan apakah larva udang tersebut benar-benar mati, tidak hanya mengalami keracunan saja, peneliti melakukan uji yang sifatnya tidak memakan biaya walaupun memerlukan waktu yang lebih lama yaitu memindahkan larva yang sudah mati ke dalam tabung berisi “fresh” semua air laut dan ditunggu selama 24 jam untuk memastikan apakah jumlah yang hidup dan mati sama dengan hasil penghitungan 24 jam sebelumnya.

(42)

Jumlah kematian larva Artemia Salina Leach pada setiap tabung reaksi dalam berbagai konsentrasi perlakuan ekstrak etanol daun paku pedang di tunjukan pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak etanol daun paku pedang terhadap larva Artemia Salina L

Perlakuan ke-

Angka kematian larva Artemia salina L dari 10 larva kontrol

negatif Konsentrasi ( ppm )

5 10 20 50 100 0 ppm

1 0,67 0,67 1,33 3 5 0

2 0,33 0,67 1,33 4 6,67 0

3 0,67 1 1 3,33 5,67 0

total kematian 1,67 2,34 3,66 10,33 17,34 0

rata-rata 0,56 0,78 1,22 3,44 5,78 0

standar deviasi 0,19 0,19 0,19 0,50 0,84 0

persentase

kematian 5,57 7,77 12,23 34,43 57,77 0

(43)

Gambar 4.2 Grafik pengaruh pemberian konsentrasi ekstrak etanol daun paku pedang terhadap kematian Larva Artemia salina Leach

Berdasarkan grafik di atas, didapatkan jumlah kematian larva terbanyak yaitu pada konsentrasi ekstrak 100 ppm. Hasil yang didapatkan sesuai dengan teori, yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan semakin tinggi pula jumlah kematian larva.8

Data yang di dapat dari tabel di atas kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis probit untuk mendapatkan nilai LC50. Pada penelitian ini digunakan analisis probit agar didapatkan kurva yang berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S tapi panjang).19

Sebelum kita mengetahui nilai LC50 berdasarkan metode probit, kita menentukan nilai log dari setiap konsentrasi, dan menentukan nilai probit dari setiap persentase kematian yang di konversikan ke tabel probit (Lampiran 2), seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini (Tabel 4.3).

5,57 7,77

12,23

34,43

57,77

0 10 20 30 40 50 60 70

5 10 20 50 100

Persentase kematian

(44)

Tabel 4.3 Perhitungan LC50 dengan metode probit

Hasil uji Hasil perhitungan

konsentrasi Log %

Dari tabel di atas, dapat dianalisis dengan menggunakan analisis probit yang dilakukan perhitungan secara manual dan dengan menggunakan

Microsoft Office Excel.

Perhitungan LC50 dengan menggunakan Microsoft Office Excel dengan membuat grafik untuk mendapatkan persamaan garis lurus y=mx+b, dan didapatkan hasil grafik sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik persamaan garis lurus hubungan nilai probit dari persentasi kematian dengan log Konsentrasi

(45)

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa log konsentrasi terhadap nilai probit yang didapat dari persen mortalitas larva. Didapatkan persamaan garis lurus y=1,43x+2,22.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode manual dan Microsoft Office Excel pada penelitian ini menunjukan bahwa nilai LC50< 1000 μg/ml (ppm), yaitu sebesar 89 μg/ml (lampiran 3), sehingga terdapat kesamaan nilai LC50 setelah dihitung dengan dua metode perhitungan.

Pengujian terhadap ekstrak etanol daun paku pedang (Nephrolepis falcata) dengan metode BSLT didapatkan bahwa konsentrasi untuk mematikan 50% larva udang (Artemia salina Leach) atau LC50 nya adalah 89 μg/ml (ppm) sehingga dapat dikatakan ekstrak etanol daun paku pedang (Nephrolepis falcata) pada penelitian ini memiliki potensi sitotoksik

(46)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pada penelitian ini didapat hasil LC50 sebesar 89 μg/ml (ppm)

2. Berdasarkan nilai LC50 yang didapat yaitu 89 μg/ml (ppm) maka ekstrak etanol daun paku pedang (Nephrolepis falcata) dapat dikategorikan toksik terhadap larva Artemia dengan nilai LC50 berada pada rentang 30-1000 μg/ml (ppm)

5.2.1 Saran

1. Isolasi ekstrak etanol daun paku pedang (Nephrolepis falcata) untuk mengetahui kandungan kimianya

2. Menguji kandungan kimia dari senyawa isolasi yang berpotensi toksik dengan menggunakan sel kanker

(47)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar E Y, Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan. Diunduh dari: http//itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf, diakses 20 april 2013

2. Peraturan Menteri Kesehatan No.760/Menkes/Per/XI/1992. Diunduh dari : http://jdih.pom.go.id/produk/peraturan%20menteri/7_1992_760-Menkes-Per-IX-1992_ot.pdf

3. Annual report BPPT 2007. Obat Herbal. Diunduh dari :

http://repositori.bppt.go.id/ubuntu/index.php?action=download&dir=Down load%2Fannualreporttria%2Far07%2FAnnualReport07Eng&item=AR_PD F_07_d_medical.pdf&orde=name&srt=yes

4. Soeder, R.W. 1985. Fern constitunets : Including occurence, chemotaxonomy and physiological activity. Botanical Review, 51, 442-493.

5. Zakaria, Zainul Amirudin et.al. 2006. Antinociceptive and Anti-inflamatory Activities of Dicranopteris linearis Leaves Chloroform Extract in

Experimental Animals. Diunduh di

http://www.yakushi.pharm.or.jp/full_text/126_11/pdf/1197.pdf

6. Lai , How Yee et. al. 2011. Evaluation ofAntioxidant Activities of the Methanolic Extract of Selected Ferns in Malaysia. International Journal of Environmental Science and Development. Diunduh dari

http://www.ijesd.org/papers/166-E004.pdf

7. Ernst Mutschler. Dinamika obat farmakologi dan toksikologi. Bandung: ITB;1999

8. Meyer B.N.,Ferrigni, NR, Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., and McLaughin, J.L., 1982, Brine Shrimp : A Convenient General Bioassay for Active Plant Constitatunets, Planta Medica,31-34

9. Solis, P.N., Wrigth, C.W., Anderson, M.M.,Gupta, M.F., Philipson, J.D.,1993, A Microwell Cytotoxicity Assay using Artemia salina ( Brine Shrimp ),Planta medica, pp. 59, 250-252

(48)

11.Dudani Sumesh, et al.Pteridophytes Of Western Ghats. Narendra Publishing House.India;2012

12. Ismiarni Komala. Laporan Penelitian Individu, Uji Aktivitas Antioksidan Tumbuhan Paku Indonesia. UIN SH Jakarta;2012

13.Mudjiman, A. 1998. Udang Renik Air Asin. Bhrata Karya Aksara:Jakarta. 14. Anderson, J.E., Goets, C.M., McLaughlin, J.L.,1991, A Blind Comparison

of Simple Benzch-top and Human Tumor Cell, Cytotoxicities Studies as Antitumor Prescreens, Phytochemical Analysis, 107-111

15. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: ECG;2009

16.Loomis, T.A., 1978, Essential of Toxicology, Edisi III, IKIP Semarang, Semarang, pp. 228-233

17.Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2000

18.Harborne JB. Metode fitokimia penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB; 2006

19.Priyanto, et al. Toksikologi: Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Depok: Leskonfi;2009

20.Nabavi SF, Nabavi SN, Ebrahimzadeh MA, Asgarirad H. The antioxidant activity of Wild Medlar (Mespilus germanical) Fruits, Stem Bark and Leaf. African Journal of Biotechnologi 2011 January; 10 (2): 283-9

21.Carballo JL, Hernandez ZL, Perez P, Garcia MD. Comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMCBiotechnology.2002;2:1471-6570

22.Harmita DR. Uji Toksisitas. Available from:

Gambar

Tabel 2.1 Penggunaan tumbuhan paku sebagai bahan obat tradisional ...........
Gambar 2.1 Daun paku pedang (Nephrolepis falcata)..................................
Tabel  2.1 Penggunaan Tumbuhan Paku Sebagai Bahan Obat Tradisional.
Gambar 2.1. Daun paku pedang ( Nephrolepis falcata)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Wasir &gt;&gt; Penyakit ini dapat disebut juga dengan hemoroid atau ambeien, yakni pembesaran pembuluh darah vena yang menjadi rapuh pada daerah rektum (sisi dalam

Definisi dari patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang dibuat dalam asuhan pasien di rumah sakit, sehingga pasien menjadi lebih aman,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa variabel praktik TQM yang terdiri atas (1) Kepemimpinan; (2) Perencanaan strategis; (3) Fokus pada

Sebelum usulan perancangan mesin pencampur kelapa parut dan air hangat dibuat, tahapan yang dilakukan yaitu penilaian keluhan yang dialami operator pemeras santan dengan

Dengan dibuatnya suatu situs untuk pemesanan rumah maka semua proses jual beli didalam suatu perusahaan property menjadi lebih efisien dan mudah bila dibandingkan dengan cara

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: 1) Kemudahan mendapatkan bahan mentah ikan teri yang digunakan untuk industri ikan asin di Pulau Pasaran

memiliki pasir putih yang indah nan cantik namun, pantai waiwo merupakan surga bagi.. para wisatawan yang datang ke pantai

In this paper will be intoduced Mixed Integrer Linear Programming (MILP) formulation models of cost for p-hub median problem allocation for uncapacitaced