(Studi Kasus Terhadap Warga Masyarakat Kampung Limo RT.01 RW.01 Kota Depok)
Oleh:
Siti Nurkomariyah
Nim: (109011000190)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
▸ Baca selengkapnya: menurut kamu bagaimana sikap sang anak terhadap ayahnya dalam kisah-ayah remaja dan burung pipit
(2)(3)(4)(5)(6)(7)Siti Nurkomariyah, “THE ROLE OF FAMILY IN CHILD CULTIVATE AN ATTITUDE OF RELIGIOUS EDUCATION ACCORDING TO ISLAM (Case Studies of Village Resident Limo RT.01/01 Limo-Depok)”. Skripsi Department of Islamic Education. Faculty Tarbiyah and Teaching Science. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.
Keyword : family’s role in fostering religious attitude child. child cultivate an attitude of religious education according to Islam.
This study aims to determine the role of the family (parents) the child's foster religious attitudes according to Islamic education. This study was conducted in Kampung Limo RT.01 / 01 Village Limo, Limo District of Depok. This research uses a descriptive analysis method. The study sample numbered 40 families who have children aged 6-12 years and are Muslims. The research instrument used in the form of non-test. of observations, interviews and questionnaires were completed by parents of children aged 6-12 years. The technique of data analysis using the percentage scale.
Siti Nurkomariyah, “PERAN KELUARGA DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK MENURUT PENDIDIKAN ISLAM (Studi Kasus Terhadap Warga Masyarakat Kampung Limo RT.01/01 Limo-Depok). Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kata Kunci: Peran Keluarga dalam Menumbuhkan Sikap Keberagamaan Anak. Sikap Keberagamaan Anak Menurut Pemdidikan Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran keluarga (orang tua) dalam menumbuhkan sikap keberagamaan anak menurut pendidikan Islam. Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Limo RT.01/01 Kelurahan Limo Kecamatan Limo Kota Depok. Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif analysis. Sampel penelitian berjumlah 40 keluarga yang memiliki anak usia 6-12 tahun dan beragama Islam. Instrumen penelitian yang digunakan berupa non test. yakni observasi, wawancara dan angket yang diisi oleh orang tua anak usia 6-12 tahun. Adapun teknik analisa data menggunakan skala prosentase.
v
Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis mengucapkan syukur tak terhingga kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongannya, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan setelah melalui rintangan dan hambatan dalam masa perkuliahan
hingga akhir penulisan skripsi ini. Disadari bahwa skripsi ini masih mengandung
kekurangan namun berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak baik moril
maupun materiilskripsi ini dapat diselesaikan. Dengan alasan demikian penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Abdul Majid Khon, MA selaku Kepala Jurusan PAI dan sekaligus
dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing dan mengarahkan
penulis untuk mejadi lebih baik dalam penyelesaian skripsi ini dan ibu
Marhamah Saleh, Lc, MA selaku Sekertaris Jurusan PAI.
2. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
terutama untuk jurusan PAI yang telah memberikan motivasi dan
kontribusi selama penulis menjadi mahasiswi di UIN Jakarta.
3. Pimpinan dan seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas (FITK) yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberikan semangat serta kasih
sayang tulus kepada penulis.
5. Suami dan Anakku tercinta yang selalu memberi dukungan moril dan
materiil serta menjadi penghibur dan penghilang duka pengobat lara.
6. Saudara-saudaraku, kakakku Napian, Diana, Dedi, Iman dan adikku
Muhammad Malik Aziz serta adik iparku Siti Fatimah yang tiada pernah
letih membantu dan memberi dukungan kepada penulis sehingga penulis
vi
2009 yang penuh kebersamaan, gotong royong dan selalu berbagi suka
duka bersama.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu persatu tanpa menguragi rasa hormat sekali lagi
penulis ucapkan terimakasaih yang sebesar-besarnya.
Jakarta, 10 April 2014
vii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
... ... i
LEMBAR PERNYATAAN
... ii
LEMBAR PENGESAHAN REFERENSI
... iii
ABSTRAK
... iv
KATA PENGANTAR
... ...v
DAFTAR ISI
... vii
DAFTAR TABEL
...ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1B. Identifikasi Maslah ... 8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 10
E. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERAN KELUARGA
DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK
A. Peran keluarga ... 12B. Pendidikan Islam ... 16
C. Sikap Keberagamaan... 22
D. Anak Usia 6-12 tahun... 24
E. Peran keluarga dalam menumbuhkan sikap keberagamaan anak melalui pendidikan Islam ... 28
F. Penelitian yang Relevan ... 32
viii
A. Tempat dan Waktu penelitian ... 35
B. Metode Penelitian ... 35
C. Populasi dan Sampel ... 36
D. Teknik Pengumpulan data dan Instrumen Penelitian ... 37
E. Teknik Pengolahan Data ... 40
F. Teknik Analisis Data... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN PERAN KELUARGA DALAM
MENUMBUHKAN
SIKAP
KEBERAGAMAAN
ANAK
MENURUT PENDIDIKAN ISLAM
A. Tinjauan Umum Lokasi Penelitian ... 43B. Deskripsi Data ... 45
C. Interpretasi Data ... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 70B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
ix
No. Tabel Nama Tabel Halaman
1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Tentang Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam untuk Menumbuhkan Sikap
37
2 Pengukuran Instrumen 40
3 Skala Prosentase 42
4 Pendidikan Penduduk Lingkungan RT.01 44
5 Pekerjaan Penduduk RT.01 44
6 Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan Formal dan Non Formal
45
7 Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Islam (Tauhid) pada anak
46
8 Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Sholat Pada Anak
47
9 Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Doa pada Anak
47
10 Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Anak Membaca Al-Qur’an di Rumah
48
11 Peran Orang Tua dalam Mengikut Sertakan Anak dalam TPA
48
12 Peran Orang Tua dalam Berdiskusi dengan Anak Tentang Halal dan Haram
49
13 Peran Orang Tua dalam Memberikan Reward Hadiah bagi Anak yang Rajin Melaksanakan Ibadah dan Hukuman bagi Anak yang Melakukan Kesalahan
50
14 Peran Orang Tua dalam Menegur Anak Jika Malas Beribadah
x
16 Peran Orang Tua dalam Memberikan Nasehat yang Baik kepada Anak
52
17 Orang Tua Membiasakan Anak Sholat Lima Waktu 53
18 Orang Tua Membiasakan Anak Sholat Tepat Waktu 53
19 Orang Tua Mengajak Anak Sholat Berjamaah 54
20 Orang Tua Membiasakan Anak Puasa Ramadhan 55
21 Orang Tua Membiasakan Anak Berdoa Sebelum dan Sesudah Melakukan Sesuatu
55
22 Orang Tua Membiasakan Anak Membaca Al-Qur’an Ba’da Maghrib
56
23 Orang Tua Membiasakan Anak untuk Menggunakan Tangan Kanan dalam Melakukan Sesuatu yang Baik
57
24 Orang Tua Membiasakan Anak untuk Bertutur Kata Santun
57
25 Orang Tua Membiasakan Anak untuk Bertingkah Laku Sopan
58
26 Orang Tua Membiasakan Anak untuk Bersikap Sabar
59
27 Nilai Jawaban Angket untuk Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam
60
28 Rata-Rata Skor Jawaban Angket Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam
62
29 Nilai Jawaban Angket untuk Sikap Keberagamaan Anak Usia 6-12 tahun
64
30 Rata-Rata Skor Jawaban Angket Sikap Keberagamaan Anak Usia 6-12 tahun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan amanah dari Allah SWT. Jika ia dibesarkan dalam kebaikan
maka dia akan baik namun jika dibimbing dengan kebiasaan yang tidak baik maka ia
akan celaka dan binasa. Hal tersebut dikarenakan hatinya yang masih suci bagaikan
permata yang sangat mahal harganya. Menjaganya dengan upaya pendidikan dan
mengajarkannya ahklak yang baik bertujuan agar anak mempunyai kepribadian yang
sempurna dan pola taqwa yang berguna baik untuk dirinya maupun masyarakat, serta
senang dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam.
Secara garis besar telah diketahui bahwasannnya dalam ajaran Islam ada dua
tatanan hubungan yang harus dipelihara oleh pemeluknya, yakni hubungan hamba
dengan Tuhannya dan hubungan antara sesama manusia. Sesuai dengan firman Allah
SWT surah Al-Imran [3] ayat 112:
...Artinya: “Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia...”(QS. Al-Imran [3]: 112)
Hubungan tersebut dilambangkan dengan tali (agama), dikarenakan hubungan
tersebut menunjukkan adanya suatu ikatan antara manusia dengan Tuhannya dan
antara manusia dengan sesamanya. Baik itu hubungan yang terjadi dalam masyarakat
maupun hubungan yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya sendiri. Tujuan
dari kedua hubungan tersebut adalah agar tercapainya kebahagiaan dan keselamatan
hidup di dunia dan akhirat.
Manusia dibekali hati, akal dan nafsu. Dengan bekal pengetahuan dan ilmu
yang telah Allah berikan kepada manusia, manusia dipercaya menjadi khalifah di
bumi. Karenanya manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang Allah ciptakan
di alam semesta ini. Manusia yang menyadari keberadaan akal akan mencari hakikat
diri sehingga dapat menumbuhkan keyakinan dan dorongan untuk mengabdikan diri
kepada yang telah menciptakannya. Manusia juga dibekali hati agar manusia bisa
memilah antara yang baik dan buruk. Namun selain itu manusia juga dibekali nafsu
yang dapat membuat manusia terjerumus kedalam kesenangan-kesenangan semu.
Dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl [16] ayat 78 Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pandangan, penglihatan, dan hati.”
(QS.AnNahl [16]:78)
Pada ayat di atas, Allah SWT menjelaskan bahwa sesungguhnya seorang
manusia yang dilahirkan ke muka bumi ini adalah dalam keadaan tidak mengetahui
apa-apa atau dalam keadaan kosong. Menurut Subhan, “Kendati manusia lahir dalam
kondisi yang serba tergantung (dependent) akibat keadaannya yang tak berdaya
membawa seperangkat potensi dasar (fitrah) yang siap dikembangkan".1 Oleh karena
itu orang tualah yang memegang faktor kunci yang bisa menjadikan anak tumbuh
dengan jiwa Islami atau sebaliknya.
Orang tua yang baik tentunya tidak hanya membesarkan anak hingga tumbuh
menjadi dewasa. Karena di samping membesarkan, orang tuapun berkewajiban
mendidik anak dengan sebaik-baiknya. karena di tangan orang tualah pembentukan
awal dari kepribadian dan jati diri seorang anak. sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
ُﷲ ﻰ
َﻋ
َﻠ
َو
َﺳ
ﱠﻠ
َﻣ : ﻢ
ِﻣ ﺎ
ْﻦ
َﻣ
ْﻮ
ُﻟ
ْﻮ
ٍد
ﱠﻻ ِا
ْﻮ
َﻟ
ُﺪ
َﻋ
َﻠ
ْﻟا ﻰ
ِﻔ
ْﻄ
َﺮ
ِة
َﻓ ،
َﺄ
َﺑ
َﻮ
ُها
ﱢﻮ
َد
ِﻧا
َأ ،
ْو
َﻨ
ﱢﺼ
َﺮ
ِﻧا
َأ
ْو
َﻤ
ﱢﺠ
َﺴ
ِﻧﺎ
( ﻢ ﻠ ﺴ ﻣ ه ا و ر )
Artinya: “Anak itu dilahirkan hanya dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang berperan dan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.”(HR.Muslim)2
Dari hadits di atas dapat dikemukakan, antara lain:
Pertama,dijelaskan bahwa manusia lahir dalam keadaan suci bersih dan tidak berdosa.“Manusia terlahir hanya memiliki kemampuan dasar yang bersifat jasmaniah
dan rohaniah. Akan tetapi kemampuan dasar tersebut tidak akan banyak artinya
apabila tidak dikembangkan dan di arahkan melalui proses pendidikan yang benar”.3
Dengan demikian jelaslah bahwa mendidik anak adalah merupakan kewajiban setiap
orang tua karena anak adalah amanat yang di berikan oleh Allah kepada siapa saja
yang dikehendaki-Nya. Dan sudah barang tentu Karena hal ini maka Islam
menempatkan proses pendidikan sebagai kegiatan yang sangat mulia.
1
Mohammad Subhan, Pendidikan Islam dalam Perspektif Al-Qur’an, Tadris Jurnal
Pendidikan Islam. volume 5, Nomor 1, 2010, h. 81
2
Ma’mur Daud,Terjemah Hadits Shahih Muslim Jilid IV,(Jakarta: Widjaya, 1984), cet. 1, h.
243
3
Kedua, Orang tua harus memberikan atau memenuhi kebutuhan rohani anak, yakni dengan pendidikan agama, kasih sayang dan perhatian karenanya orang tua
tidak hanya cukup memberikan atau memenuhi kebutuhan jasmani anak berupa
sandang, pangan dan papan. Tetapi lebih dari itu, orang tua harus siap menjadi
pendidik dan pembimbing bagi anak-anaknya, agar terbentuk kepribadian anak yang
berlandaskan Iman dan Taqwa.
Menurut At-Tihami “barang siapa mendidik anak sejak kecilnya, maka ia
akan tenang dan senang di hari tuanya. Dan barang siapa mendidik anaknya, maka
sama halnya dia telah memotong hidung musuhnya”.4
Dalam masalah mendidik anak, kedua orang tua hendaknya selalu berpegang
kepada ketentuan Syari’at agama (Al-Qur’an dan Hadits). Mengajarkan tentang
pendidikan Iman dan Akhlaq dengan menumbuhkan sikap keberagamaan bagi anak.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah At-Tahrim/66
ayat 6 yang berbunyi:
...
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”(QS. At-Tahrim 66: 6)
Anak merupakan bagian dari masyarakat dan lingkungan yang mempunyai
tanggung jawab untuk melakukan sebuah perubahan pembangunan di masa depan,
karenanya peranan orang tua sangat berpengaruh sekali dalam mendidik
anak-anaknya, terutama sekali di dalam pendidikan Islam.
4
Muhammad At-Tihami Membina Mahligai Cinta yang IslamiTerj. Dari Qurratul Uyun,
Orang tua berkewajiban untuk memberikan pendidikan untuk anak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pendidikan yang di berikan orang tua diharapkan
dapat berbekas di hati anak sehingga menjadi bekal untuk kehidupan anak
selanjutnya.
Adapun dalam mengajar anak-anak, kedua orang tua harus saling bekerjasama
sehingga tercipta suasana hangat dalam hubungan antara anggota keluarga. Keluarga
merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena
hubungan semenda dan sedarah. Keluarga dapat digolongkan menjadi dua, keluarga
inti dan keluarga yang di perluas. Keluarga inti terdiri dari (Ayah, Ibu dan Anak),
sedangkan keluarga yang di perluas terdiri dari (Ayah, Ibu, Anak, Kakek, Nenek,
Kakak, Adik, Ipar, Pembantu, dan semua orang yang berada dalam hubungan
kekeluargaan).
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak, karena dalam
keluarga inilah ia pertama kali sesorang mendapat pendidikan dan bimbingan.
Keluarga juga adalah lembaga pendidikan utama, karena sebagian besar dari
kehidupannya berada dalam keluarga, dan materi pendidikan yang paling banyak di
terimanya adalah dalam keluarga. Dalam keluarga ada aturan dan norma yang tidak
tertulis namun ditaati oleh semua anggotanya melalui contoh, tauladan dan kasih
sayang yang di berikan oleh setiap anggota keluarga. Kewajiban utama dari keluarga
dalam pendidikan anak adalah meletakan dasar pendidikan Akhlaq dan pandangan
hidup beragama.
Sikap seseorang menentukan masa depannya, pemupukan sikap
keberagamaan sejak dini di anggap perlu karena akan memberikan pondasi atau dasar
dari pemikiran seorang anak ketika dia menghadapi permasalahan dewasa kelak.
Anak usia 6-12 tahun atau masa anak-anak memiliki perkembangan fisik dan
didukung oleh keberadaan orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengajaran
terhadap anak sehingga apa yang diharapkan orang tua dari seorang anak dapat
dicapai.
Menunaikan Zakiah, “Pada masa ini, anak-anak suka berkhayal, senang
kepada cerita, ingin tahu dan mulai aktif dalam hubungan sosial sehingga mulai
kurang terikat kepadakeluarganya.”5
Alisuf mengatakan bahwa:
Anak-anak masa ini disebut masa usia tidak rapih karena mereka cenderung tidak memperdulikan atau ceroboh dalam penampilan dan kehidupan, terbukti dari kamarnya yang berantakan. Dan masa ini oleh orang tua disebut masa menyulitkan karena anak-anak tidak mau lagi menuruti perintah, mereka lebih banyak dipengaruhi/menuruti teman-temannya dari pada orang tua dan anggota keluarga lainnya.6
Masa anak-anak adalah masa bermain, dimana yang ada di fikirannya hanya
bermain dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Tentunya hal ini harus
di-imbangi dengan pendidikannya yang kelak akan berguna untuk dirinya, terlebih
pendidikan Islam dalam keluarga yang akan membentuk sikap keberagamaannya.
Menurut Ramayulis, “Sikap keberagamaan yaitu suatu keadaan yang ada
dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar
ketaatannya kepada agama. Jadi sikap keagamaan tersebut ada karena adanya
konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur afektif dan perilaku
terhadap agama sebagai unsur konatif.”7 Yang berarti sikap agamis merupakan
integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindakan
keagamaan dalam diri seseorang.
5
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental,( Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996 ), cet. 23, h.101
6
Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), cet. III, h. 154
7
Lingkungan RT.01/001 Limo, Kecamatan Limo, Kota Depok merupakan
wilayah yang berada di pinggiran Ibu Kota Jakarta. Kehidupan yang dijalani tentu
sedikit banyak sudah terpengaruh oleh kebudayaan luar, terlebih banyak penduduk
yang datang dari luar daerah (pendatang) dengan keragaman suku yang berbeda.
Kemajemukan tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap
anak-anak di wilayah ini. akibatnya orang tua harus dapat mengarahkan anaknya
untuk selalu konsisten terhadap sikap keberagamaannya.
Menurut pengamatan penulis, keberagamaan di lingkungan RT.01/001 Limo,
Kecamatan Limo, Kota Depok telihat begitu religius pada beberapa tahun lalu. Hal
ini dapat di lihat dari ramainya pengajian TPA, Pengajian Remaja, Majlis Taklim
Ibu-ibu, Pengajian Bapak-bapak dan Sholat berjamaah di Musholah Nurul Iman.
Kenyataannya saat ini, nuansa religi itu nampaknya sudah terkikis dengan
kemajuan zaman yang begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari Pengajian TPA yang
muridnya semakin lama semakin sedikit, pengajian remaja bubar karena kekurangan
jama’ah, dan Jama’ah untuk mengikuti Sholat berjama’ah di Musholah terlihat sepi
hanya beberapa orang saja. Anak-anak lebih suka nonton tv dan main game online di
warnet. Banyak juga di jumpai kasus-kasus yang melibatkan anak-anak seperti
kekerasan terhadap teman dan pencurian, meskipun pada kenyataannya mereka
bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah yang berbasis sekolah dengan pendidikan Islam
yang baik, namun hal ini belum dianggap cukup untuk membentuk sikap
keberagamaan anak yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dewasa ini, banyak orang tua yang acuh tak acuh terhadap agamanya, banyak
juga yang tidak mengerti dengan ajaran agama yang di anutnya, adapula yang melihat
pendidikan ke-Islaman dengan sebelah mata karena menganggap pendidikan umum
lebih penting. Sehingga pendidikan Islam praktis tidak pernah di laksanakan dalam
rumah tangga di kehidupan sehari-hari. Hal ini tentunya berdampak dengan
Dengan tidak kenalnya anak akan jiwa agama Islam yang benar, maka akan
lemahlah hati nuraninya, karena tidak terbetuk dari nilai-nilai ke-Islaman yang benar
yang di terimanya sewaktu kecil. Jika hati nuraninya lemah, atau unsur pengontrol
dalam diri anak kosong dari nilai-nilai ke-Islaman, maka sudah barang tentu si anak
akan terperosok ke dalam kelakuan-kelakuan tidak baik dan memperturutkan nafsu
sesaatnya saja tanpa memikirkan akibat atas perbuatnnya.
Melihat dari apa yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat di fahami
bahwa pembentukan sikap keberagamaan perlu mendapat perhatian yang lebih dan
serius dari para orang tua, yang tentunya merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Berdasarkan hal tersebut telah mendorong penulis untuk membahasnya dalam
judul “PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ISLAM UNTUK
MENUMBUHKAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK USIA 6-12 TAHUN”
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas, maka teridentifikasi masalahnya sebagai berikut:
1. Kurangnya Pendidikan Islam, baik pendidikan yang berkaitan dengan
pendidikan keIslaman, ibadah, hukum dan akhlaq di lingkungan keluarga
RT.01 RW.01 Limo-Depok
2. Faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan anak kurang
mendapatkan perhatian dari keluarga dilingkungan RT.01 RW. 01
Limo-Depok.
3. Kurangnya respon positif keluarga terhadap proses perkembangan sikap
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam skripsi ini penulis membatasi masalah pada peran keluarga dalam
pendidikan Islam untuk menumbuhkan sikap keberagamaan anak usia 6-12
tahun. Dalam hal ini penulis berusaha mengkaji ulang serta meneliti mengenai
sikap keluarga dalam menumbuhkan mental keberagamaan pada anak usia 6-12
tahun.
Dengan alasan bahwa pembahasan mengenai ini terlalu luas, maka penulis
membatasi permasalahan mengenai peran keluarga dalam pendidikan Islam untuk
menumbuhkan sikap keberagamaan pada anak, sebagai berikut:
a. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya.
Penulis membatasi, yang dimaksud peran dalam skripsi ini adalah peran
sebagai bentuk perilaku yang diharapkan pada situasi sosial tertentu.
b. Keluarga sebagai faktor dasar terbentuknya sikap keberagamaan anak
yang dibawa sejak lahir memiliki peran penting. Keluarga ditinjau dari
bahasa adalah kerabat yang paling mendasar dalam masyarakat yang
terdiri dari ibu, bapak dengan anak-anaknya. Sedangkan menurut ahli,
yang disebut keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus
bersama atau sering tinggal bersama si anak, seperti kakek, nenek, ibu,
bapak, kakak, adik, pembantu dan lain-lain.
Karena keluarga begitu luas, maka penulis membatasi keluarga yang
dimaksud dalam skripsi ini adalah orang tua yang terdiri dari: ibu dan
c. Peran keluarga dalam pendidikan Islam dibatasi sesuai dengan teori syekh
Jamaluddin Mahfudz tentang pendidikan Islam dalam rumah tangga yaitu
orang tua sebagai pendidik dalam rumah tangga.
d. Obyek penelitian ini adalah warga RT.01 RW. 01 Kelurahan Limo
Kecamatan Limo Kota Depok yang memiliki anak usia 6-12 tahun dan
beragama Islam
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
a. Bagaimanakah peran keluarga (orang tua) dalam pendidikan Islam yang
diberikan kepada anak dapat menumbuhkan sikap keberagamaan anak
usia 6-12 tahun?
b. Apa sajakah yang menjadi penghambat dan penghalang tumbuhnya sikap
keberagamaan anak usia 6-12 tahun?
D. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis mempunyai tujuan-tujuan yang
ingin dicapai diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui peran keluarga dalam pendidikan Islam untuk
menumbuhkan sikap keberagamaan anak usia 6-12 tahun.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat tumbuhnya sikap
E. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Sebagai pedoman bagi orang tua tentang upaya menumbuhkan sikap
keberagamaan untuk anak dalam keluarga.
2. Meningkatkan kesadaran anak didik akan pentingnya pendidikan Islam
dalam keluarga untuk menumbuhkan sikap keberagamaan.
3. Menjadi bahan evaluasi orang tua atau pendidik dalam pembentukan sikap
BAB II
KAJIAN TEORITIS
TENTANG PERAN KELUARGA DALAM MENUMBUHKAN
SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK MENURUT PENDIDIKAN
ISLAM
A. Peran Keluarga
1. Pengertian Peran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah “pemain
sandiwara; sedangkan peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau
pemimpin utama dalam terjadinya hal atau peristiwa.”1Peran juga merupakan
seperangkat tingkah yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dimasyarakat.2
Peran dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu: yang pertama,
menurut penjelasan historis, peran adalah karakter yang disandang atau
dibawakan seorang tokoh atau aktor dalam sebuah pentas dengan lakon
tertentu. Karena konsep peran berhubungan erat dengan drama atau teater
yang hidup subur pada zaman yunani kuno. Yang kedua menurut penjelasan
ilmu sosial, peran adalah suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika
menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu.
1
Team Pustaka Phoenix,Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru,(Jakarta: Pustaka Phoenix, 2007), h. 659
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 667
Menururt Soekanto, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.3
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa peran adalah
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai kedudukannya dalam suatu sistem yang dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil dan bentuk dari
perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.
Peran merupakan kombinasi posisi dan pengaruh, peran juga
merupakan kekuasaan baik secara organisasi ataupun bukan. Peran memang
kekuasaan yang bekerja secara sadar dan hegemonis. Peran juga merupakan
simbois yang berkaitan dengan untung dan rugi, sebab seseorang yang
memegang peran dapat menimbulkan sebuah keuntungan dan juga kerugian.
2. Keluarga
Dalam Kamus Besar Bahasa Inonesia, keluarga adalah“suatu kerabat
yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak
dengan anak-anaknya.”4
Keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering
tinggal bersama si anak. Seperti ayah, ibu, kakek, nenek dan lain-lain dengan
mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak, menyebabkan
ia lahir, dan berperan sangat penting bagi perkembangan anak.
Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya
suatu perkawinan. Menurut pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1
tahun 1974, Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan KetuhananYang Maha Esa.
3
Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet. 37 h. 243
4
Keluarga dalam dimensi hubungan sosial mencakup dua hal yakni
keluarga paedagogis dan keluarga psikologis, keluarga paedagodis adalah
suatu persekutuan hidup yang dijalin oleh rasa kasih sayang antara pasangan
yang terdiri dari 2 jenis manusia yang di kukuhkan dalam sebuah ikatan
pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri. Sedangkan
keluarga psikologis merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dalam
tempat tinggal yang sama dan masing-masing anggota memiliki pertautan
bathin sehingga terjadi saling mempengaruhi, memperhatikan dan saling
menyerahkan diri. Keluarga adalah unsur fundamentalis masyarakat dan unit
dasar, yang dengannya kekuatan-kekuatan yang tertib dalam komunitas sosial
dirancang dalam masyarakat.
Dalam keluarga orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik
yang mempunyai hubungan darah, maka pendidikannyapun bersifat kodrati.
Pendidikan dalam keluarga merupakan pengalaman pertama bagi masa
kanak-kanak. Dan pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi
perkembangan berikutnya.
3. Fungsi Keluarga
Keluarga adalah kelompok pertama bagi pembinaan setiap
masyarakat. Ia adalah langkah pertama untuk membina seseorang, karena
itulah pendidikan moral yang berlandasakan keagamaan dalam Islam harus
dimulai sejak dini.
Keluarga merupakan kekuatan sosial yang terkecil yang terbentuk
dari ikatan kedua orang manusia, yakni antara seorang pria dan wanita serta
anak-anak yang mereka lahirkan.
Menurut Hery, “keluarga mempunyai tugas yang sangat fundamental
dalam upaya mempersiapkan anak bagi peranannya pada masa yang akan
perilaku, sikap hidup dan kebiasaan lainnya. Dengan demikian perlu
diciptakan lingkungan keluarga yang kondusif bagi perkembangan anak”.5
Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya, tanpa
pendidikan dan bimbingan anak tidak akan menjadi anggota masyarakat yang
dapat menjalankan kewajiban dalam kehidupan bersama. Karena
bagaimanapun anak berakar dalam diri orang tuanya sedangkan orang tua
merupakan faktor pendidik bagi anak dan memainkan peranan lingkungan
paling utama dalam pertumbuhan kepribadiannya.
Pendidikan dalam lingkungan keluarga menurut H.M Said dalam
buku A. Fatah Yasin memiliki beberapa fungsi, antara lain:
a. Berfungsi kuantifikasi; maksudnya dalam fungsi ini anak belajar
memperoleh bahasa, peranan-peranan dasar dan harapan-harapan, cara
bereaksi, struktur, dan hubungan-hubungan. Ini dipenuhi agar
terbentuk perilaku atau kepribadian dasar bagi sesama anggota
keluarga.
b. Berfungsi selektif, dalam fungsi ini orang tua selalu menyaring
pengalaman-pengalaman anak berkaitan dengan
penyimpangan-penyimpangan budaya luar yang tidak sesuai dengan ideologi
keluarga.
c. Berfungsi paedagogis intergratif; menurut fungsi ini orang tua harus
mampu menstransfer dan mengintergrasikan nilai-nilai dominan yang
berlaku ditengah-tengah masyarakat dengan perilaku, teladan,
ideologi, serta adat istiadat orang tua terhadap anaknya.6
Sedangakan keluarga sebagai kesatuan hidup bersama menurut ST
Vebrianto dalam buku Alisuf Sabri mempunyai tujuh fungsi yang ada
hubungannya dengan kehidupan anak, yaitu:
a. Fungsi biologik, yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak
secara bilogis anak berasal dari orang tuanya.
5
Hery Noer Aly,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), cet. 2, h. 211
6
b. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan
sosial yang penuh dengan kemesraan, penuh kasih sayang dan rasa
aman.
c. Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi keluarga dalam membentuk
kepribadian anak.
d. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga sejak dulu merupakan institusi
pendidikan.
e. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga meripakan tempat atau medan rekreasi
bagi anggotanya untuk memperoleh ketenangan dan kebahagiaan.
f. Fungsi keagamaan, yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan,
upacara, dan Aqidah agama bagi para anggotanya, faktor ini penting
bagi penanaman jiwa agama pada anak.
g. Fungsi perlindungan, yaitu keluarga berfungsi untuk memelihara,
merawat, dan melindungi anak.7
Adapun fungsi keluarga secara umum memberikan peran strategis
pada individu untuk mengembangkan diri sesuai dengan kapasitas para
anggota keluarganya tersebut.
B. Pengertian Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Dalam bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata “didik” yang
mendapat awalan “pen” dan akhiran “an”. Kata tersebut sebagaimana
dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “perbuatan, (hal, cara
dan sebagainya) mendidik”.8
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha untuk
membina kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat, kebudayaan dan negara.
7
M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1990), Cet. 1, h. 15-16
8
Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No.20 Tahun 2003 Bab I Fasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah:
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.9
Jadi, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh
orang dewasa terhadap orang yang belum dewasa dalam memajukan
perkembangan orang yang belum dewasa agar menjadi manusia yang berguna
untuk dirinya sendiri, orang lain, bangsa, negara dan agamanya.
Dalam buku Hasbullah dan Suwarno, beberapa ahli pendidikan
mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:
a. John Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama
manusia.
b. J.J Rousseau
Pendidikan adalah memberi perbekalan yang tidak ada pada masa
anak-anak, akan tetapi membutuhkannya pada waktu dewasa.10
c. Ki Hajar Dewantoro
Pendidikan adalah sebagai upaya memajukan perkembangan budi
pekerti (kekuatan bathin), fikiran (intelek) dan jasmani anak-anak.
Maksudnya ialah supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup,
yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alam dan
masyarakat.11
9
Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004 (Jakarta: CV. Taminta Utama,2004), h. 4
10
Hasbullah,Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 2
11
Setelah melihat dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat
diketahui bahwa pendidikan adalah sesuatu yang dilaksanakan guna
membentuk, memberi bekal dan memajukan perkembangan intelektual,
emosional, juga budi pekerti seorang anak yang nantinya dapat berguna
bagi kehidupan dewasanya kelak.
Dari keseluruhan penjelasan di atas maka pendidikan dalam
pandangan penulis adalah kegiatan yang secara sadar juga di sengaja dan
dilaksanakan penuh dengan tanggung jawab oleh orang dewasa kepada
orang yang belum dewasa untuk membentuk dan memajukan
perkembangan intelektual, emosional, akhlaq yang baik sehingga orang
yang belum dewasa mampu mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan
dilakukan secara terus menerus.
Sedangkan kata Islam berasal dari bahasa Arab yang menurut
etimologi mempunyai beberapa pengertian yaitu: Keselamatan,
Perdamaian, dan penyerahan diri kepada tuhan. Menurut Zuharini, “kata
Islam dalam pengertian yang lebih luas adalah agama yang identik dengan
ajaran yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW yang termaktub dalam
Al-Qur’an dan yang dalam pelaksanaannya di contohkan oleh Nabi
Muhammad seumur hidupnya”.12
Menurut Muchlis pendidikan Islam adalah “upaya untuk
mentransfer nilai-nilai dan ajaran Islam dari orang tua/pendidik kepada
anak didik agar anak dapat mempunyai pengetahuan, pemahaman dan
pengalaman ajaran Islam yang benar”.13
Armai Arief mengatakan bahwa:
Pendidikan Islam adalah suatu proses penanaman nilai-nilai Islami melalui pengajaran, bimbingan dan latihan yang dilakukan dengan sadar dan penuh tanggung jawab dalam rangka pembentukan, pembinaan, pendayagunaan, dan pengembangan zikir dan kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi muslim sejati yang mampu mengembangkan kehidupannya dengan penuh tanggung jawab dalam rangka beribadah
12
Zuharini, dkk.,Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 12
13
kepada Allah SWT untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.14
Dr. Miqdad Yaljan menerangkan bahwa pendidikan Islam diartikan
sebagai usaha menumbuhkan dan membentuk manusia muslim yang sempurna
dari segala aspek yang bermacam-macam: aspek kesehatan, akal, keyakinan,
kejiwaan, akhlaq, kemauan, daya cipta dalam semua tingkat pertumbuhan
yang disinari oleh cahaya yang di bawa oleh Islam dengan versi dan
metode-metode pendidikan yang ada diantaranya.15
Dari penjeleasan di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pendidikan
Islam adalah sebagai proses pendidikan untuk membentuk manusia muslim
yang utama. Untuk memahami pendidikan Islam sebenarnya, maka tidak
dapat dipisahkan dari pendidikan yang sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW, yang kemudian diikuti oleh para sahabat dan generasi sesudahnya
dalam bentuk yang masih sebangun dengan yang dipraktikan oleh Nabi dan
tentunya sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
2. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan adalah seuatu yang melandasi seluruh aktifitas
pendidikan, maka di perlukan landasan yang kokoh dan komprehensif, serta
tidak mudah berubah. untuk menentukan dasar pendidikan, diperlukan jasa
filsafat pendidikan. Berdasarkan pertimbangan filosofis diperoleh nilai-nilai
yang memeiliki kebenaran yang meyakinkan. Selain pertimbangan filosofis
tersebut, juga tidak terlepas dari pertimbangan teologi seorang muslim.
Pandangan hidup (teologi) seorang muslim adalah Al-Qur’an dan
Sunnah, maka yang menjadi dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan
Sunnah yang diyakini mengandung kebenaran mutlak bagi seorang muslim.
Karenanya menurut ajaran agama Islam bahwa pelaksanaan pendidikan Islam
merupakan perintah dari Allah SWT dan merupakan ibadah kepada-Nya.
Selanjutnya, Abuddin Nata berpendapat bahwa:
14
Armai Arief,Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau,... h. 36
15Ibid
”Dasar pendidikan Islam berdasarkan konsepsi Tauhid. Dengan dasar
ini maka orientasi pendidikan Islam diarahkan pada upaya mensucikan diri
dan penerangan jiwa, sehingga tiap diri manusia mampu meningkatakan
dirinya dari tingkat Iman ke tingkat Ikhlas yang melandasi seluruh bentuk
kerja kemanusiannya (Amal Sholeh).”16 Artinya seluruh kegiatan pendidikan
Islam harus dijiwai oleh norma-norma Ilahiyah dan sekaligus di motivasi dengan ibadah.
Namun dalam buku yang berbeda Abuddin Nata mengatakan bahwa
“dasar pendidikan Islam selain Tauhid, juga berdasarkan kepada Humanisme.
Karena ajaran yang teosentris itu pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan
manusia dan memang sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian dasar
pendidikan menurut Al-Qur’an adalah dasar yang merupakan perpaduan
antara teosentrisme dan humanisme”.17
Menurut Djumransjah, “landasan atau pondasi dari pendidikan Islam
adalah Al-Qur’an dan Sunnah yang dapat dikembangkan dengan Ijtihad para
ulama karena pendidikan menyangkut ruang lingkup muamalah”.18 Pendapat
Djumaransjah ini sejalan dengan pendapat Said Ismail Ali bahwa, “dasar
pendidikan Islam terdiri dari : Al-Qur’an, Sunnah dan pemikiran hasil Ijtihad
intelektual muslim.”19
Al-Qur’an berisi firman Allah SWT, di dalamnya mencakup segala
masalah dalam kehidupan manusia baik mengenai peribadatan maupun yang
berhubungan dengan masalah kemasyarakatan dalam segala seginya, termasuk
pendidikan di dalamnya.
Sedangkan sunnah Rasulullah SAW yang dijadikan landasan dalam
pendidikan Islam adalah berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan
Rasulullah SAW dalam bentuk isyarat.
16
Abuddin Nata,Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2003), h. 58-59
17
Abuddin Nata,Pendidikan dalam Persepektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1, h.52
18
HM. Djumaransjah, dkk., Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan
Eksistensi,(Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 46
19
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan
Selanjutnya, ijtihad merupakan sebuah usaha yang dilakukan para
ulama dalam rangka memenuhi kebutuhan umat Islam dengan tidak
menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadits.
Dari penjabaran di atas dapat di simpulkan bahwa landasan atau
dasar-dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad yang menjadi
pedoman hidup manusia dalam segala segi kehidupan termasuk pendidikan.
3. Tujuan dan Fungsi pendidikan Islam
Pada dasarnya apapun yang kita lakukan itu harus memiliki tujuan,
begitu juga dengan pendidikan Islam. Menurut Natta, “Tujuan pendidikan
Islam adalah membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa
kepada Allah, yakni melaksanakan segala perintah-Nya dengan penuh
kesadaran dan ketulusan hati”.20
Menurut Al-Syaibaniy yang dikutip Omar Muhammad Al-Thoumy,
tujuan pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan di dunia dan
akhirat. Sementara tujuan akhir yang ingin dicapai adalah mengembangkan
fitrah peserta didik sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung
bagi pelaksanaan fungsinya sebagaiKhalifah fil Ardh.21
Menurut Imam Ghazali yang dikutip Djumaransjah, tujuan pendidikan
Islam sebenarnya yang hendak di capai ialah kesempurnaan dari manusia yang
puncaknya adalah agar manusia dapat mendekat kepada Allah SWT dan
kesempatan bagi manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan yang bisa di
dapat dari dunia dan akhirat.22
Menurut Arifin, “Tujuan utama pendidikan Islam adalah membina dan
mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama dan sekaligus
20
Abuddin Nata,Pendidikan dalam Persepektif Al-Qur’an,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1, h. 166
21
Langgulung,op. cit., h. 67
22
HM. Djumaransjah, dkk., Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan
mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga ia mampu mengamalkan Syari’at
Islam secara benar sesuai pengetahuan agama”.23
Menurut HM. Djumransjah dan Abdul malik,“tujuan pendidikan Islam
menjangkau seluruh lapangan hidup manusia yang selalu berorientasi kepada
penyerahan diri kepada Allah SWT”.24
Setelah memahami penjabaran di atas dapat penulis katakan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah mendidik seseorang untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat yang berorientasi kepada ibadah dan
penyerahan diri kepada Allah SWT.
Secara umum tugas pendidikan Islam dalam keluarga adalah
mengarahkan dan membimbing perkembangan dan pertumbuhan anak dari
satu tahap ke tahap selanjutnya samapai mencapai kemampuan optimal.
Sementara fungsinya adalah meneyediakan fasilitas yang dapat
memungkinkan tugas pendidikan berjalan lancar.25
Secara operasional pendidikan dapat dilihat dari 2 bentuk, yaitu: alat
untuk memelihara,memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat
kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan social serta ide-ide masyarakat dan
nasional. Kemudian alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan
perkembangan dengan melalui potensi yang dimiliki dan melatih manusia
produktif agar terus berkembang demi kemajuan jaman yang dinamis.26
C. Sikap Keberagamaan
1. Pengertian Sikap Keberagamaan
a. Sikap
Muhibbin mengemukakan bahwa “Sikap dalam pengertian sempit
adalah pandangan atau kecenderungan mental. Kecenderungan yang relatif
23
HM. Arifin,Kapita Selekta Pendidikan,(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. 3, h. 5
24
HM. Djumaransjah, dkk.,Pendidikan Islam... h. 74
25
M. Arifin,Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 33
26
menetap untuk beraksi dengan baik atau buruk terhadap orang atau barang
tertentu”.27
Menurut Tohirin, “Sikap adalah kecenderungan individu untuk
bertindak dengan cara tertentu”.28Maksudnya kecenderungan disini adalah
kecenderungan terhadap suatu obyek, peristiwa dan sebagainya.
Jadi sikap adalah kecenderungan yang biasanya menetap dalam diri
seseorang untuk bertindak atau bereaksi dengan cara-cara tertentu.
b. Agama
Agama adalah bentuk keyakinan yang berhubungan dengan
kehidupan batin manusia. Definisi agama yang dibuat para ahli biasanya
terpengaruh oleh faktor subyektifitas pribadi, ada orang yang
mendefinisikannya dari segi pengalaman individual, segi sosial, segi
pendidikan dan sebagainya sehingga sulit di ukur secara tepat dan rinci.
Hal ini pula yang menjadikan para ahli sulit memberikan definisi tentang
agama.
Dilihat dari aspek subjektif (pribadi manusia) Agama dapat
mengandung pengertian akan tingkah laku manusia yang berdasarkan oleh
nilai-nilai keagamaan berupa getaran bathin yang mengatur dan
mengarahkan tingkah laku pada pola hubungan antara manusia dengan
Allah SWT, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia.
Sedangkan menurut Harun Nasution agama adalah sebuah ikatan
yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia yang harus
dipegang teguh dan dipatuhi. Ikatan yang berasal dari suatu kekuatan yang
lebih tinggi, yakni satu kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap panca
indra.29
Dari definis di atas dapat dikatakan bahwa agama adalah sesuatu
yang dapat berpengaruh besar dalam kehidupan manusia baik dalam
27
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 118
28
Tohirin,Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 98
29
tingkah laku ataupun kejiwaan dan kepribadian manusia tersebut, agama
berupa satu kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap panca indra akan
tetapi dapat dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran bathin
yang akan mengatur dan mengarahkan tingkah laku manusia terhadap pola
hubungan antara manusia dengan Tuhan, serta dengan manusia dengan
manusia, manusia dan alam.
c. Sikap Keberagamaan
Sikap keberagamaan adalah suatu keadaan yang ada dalam diri
seseorang yang mendorong untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar
ketaatannya kepada agama. Jadi sikap keberagamaan tersebut ada karena
adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai dan
perilaku terhadap agama.30
Jadi yang dimaksud dengan menumbuhkan sikap keberagamaan
adalah masukan sesuatu kedalam diri seseorang dan mendorongnya untuk
bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya kepada agama. Sikap keagamaan
tersebut terwujud dengan adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap
agam, perasaan terhadap agama, dan perilaku keagamaan. Jadi sikap
keberagamaan merupakan integrasi secara kompleks anatar pengetahuan
agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.
D. Anak Usia 6-12 Tahun
1. Anak Usia 6-12 Tahun
Setelah masa prasekolah berakhir, maka tibalah masa sekolah atau
masa anak-anak yang biasa di mulai dari usia 6-12 tahun. Masa ini disebut
juga, masa pelepasan egosentris yang artinya anak-anak telah matang dan siap
untuk bersekolah, masa ini disebut juga masa akhir anak-anak.
Masa ini disebut masa usia sekolah dasar karena pada umur-umur
ini masanya untuk mengikuti pendidikan disekolah dasar dengan harapan
dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk kehidupannya kelak.
30
Hal ini dapat dinyatakan dengan sikap mau menerima suatu kewajiban dari
orang lain kepada dirinya, dan adanya kesanggupan menyelesaikan
kewajbannya dengan sebaik-baiknya meskipun pada kenyataannya dia tidak
menyukai apa yang dibebankan kepadanya.
Menurut Alisuf, “anak-anak masa ini disebut juga usia tidak rapih,
karena mereka cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam
penampilan. Dimasa ini juga anak sering kali tidak mengindahkan perkataan
atau perintah dari orang tuanya. Mereke lebih memperdulikan kelompok
bermainnya. Oleh karena itu masa ini sering disebut masa sulit oleh sebagian
orang tua”.31
Zakiah mengatakan, “Pengalaman pertama yang sangat berat bagi si
anak adalah ketika anak mulai belajar hidup berdisiplin di sekolah, mulai
duduk tenang pada jam-jam tertentu, harus patuh kepada peraturan dan
sebagianya”.32
Alisuf menambahakan , “anak-anak pada usia ini, sering disebut juga
“Usia penyesuaian diri” karena anak-anak pada masa ini ingin menyesuaikan
diri dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara
dan dalam perilaku lainnya”.33
Jadi, yang dimaskud dengan anak usia 6-12 tahun adalah anak-anak
yang ceroboh dalam penampilan, sedang belajar beradaptasi dengan teman,
dan tidak terlalu mengindahkan perintah orang tua karena mereka lebih
senang bermain dan menyesuaikan diri dengan temannya.
2. Fase Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun
Perkembangan dapat diartikan sebagai suatu proses ke arah yang lebih
sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulangi kembali.
31
Alisuf Sabri,Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet.1, h.155
32
Zakiah Daradjat,Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), Cet. 23, h. 96
33
Dalam bukunya, Heny dan Andri mengatakan, “Fase perkembangan
dapat diartikan sebagai penahapan rentang perjalanan kehidupan individu
yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu”.34
Tohirin menjelaskan, bahwa:
“Masa anak-anak berlangsung antara usia 6-12 tahun dengan ciri-ciri utama:
a. Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya.
b. Keadaan fisik yang memungkinkan anak memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani.
c. Memiliki dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika dan komunikasi yang luas”.35
Pada fase ini anak-anak telah mencapai mempelajari kaidah-kaidah
dan aturan yang mengendalikan suatu pekerjaan, anak memiliki keterkaitan
yang baik dengan kedua orang tuanya dan dalam batas-batas tertentu akan
tehindar dari ketakutan dan kegoncangan. Dapat memahami emosi dan
perasaan, serta mampu mengungkapkannya dengan bahasa yang tepat.
Pada usia antara tujuh hingga delapan tahun, anak mulai
membandingkan dirinya dengan teman-teman seusianya. kesadaran anak atas
kehidupan pribadi dan privacynya akan bertmabah. Ia akan lebih
bersinggungan dengan gagasan dan emosinya. Dan pada usia ini pula anak
akan lebih memperhatikan kemampuannya, serta apa yang sanggup dan tidak
sanggup dilakukannya.
Ini adalah usia dimana anak menyadari akan adanya aturan bermain
dan perilaku-perilaku lain. Ia menyadari akan adanya permainan-permainan
yang menuntut adanya kelompok yang saling bekerjasama dan adanya aturan
yang harus dijalankan didalam rumah, adanya syarat dan kaidah yang harus
dipenuhi jika ia ingin keluar dari kerja atau permainan, atau jika ia ingin
keluar dari kerja dan permainan itu. Anak mampu memahami tema tertentu
dalam sudut pandang orang lain. Namun demikian, pemahamannya akan
34
Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro,Psikologi Agama,(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN dengan UIN Jakarta Press, 2007), Cet. 1, h. 72
35
keadilan masih tetap tunggal dimensinya dan berporos pada sikap
“keakuannya”.
Pada usia antara 9-10 tahun, perhatian anak pada permainan emajiner
akan berkurang. Ia akan bertambah agresif dalam menekan teman-temannya.
Karena ia mulai mempunyai perasaan bersalah, terkadang ia tidak
membutuhkan orang lain yang menunjukan benar atau salahnya suatu
perbuatan.36 Artinya, anak sudah mulai matang dalam bertindak, dan sudah
mulai mengerti akan sebuah peraturan yang membuat perilakunya benar atau
tidak di hadapan orang lain, meskipun ini belum sempurna.
3. Perkembangan Keagamaan Anak Usia 6-12 Tahun
Agama adalah sebuah kebutuhan manusia, karena dalam agama
terdapat tatanan hidup yang baik. Keberagamaan adalah faktor bawaan
manusia dan keluarga adalah pendidikan pertama yang akan memberikan
pendidikan dasar tentang agama kepada anak dengan mengembangkan
potensi agama yang telah dibawa anak.
Potensi agama sebenarnya sudah ada sejak seseorang dilahirkan ke
muka bumi ini. potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada
penciptanya, dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakekatnya adalah makhluq beragama.37
Saat anak menginjak usia 7 tahun harusnya secara fisik anak sudah
dibiasakan mengerjakan sholat sehingga saat ia berusia 10 tahun perintah
melaksanakan sholat secara rutin dan tepat waktu sudah disiplin. Pada usia
6-12 tahun alangkah baiknya jika anak-anak juga diperkenalkan dengan
nilai-nilai yang lain dalam agama. Yakni dengan mengajarkan membaca al-Qur’an,
kisah 25 Rasul dan kisah-kisah yang bernilai pendidikan.38
36 Ibid
., h. 67
37
Jalaludin,Psikologi Agama,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), Edisi Revisi, h. 69
38 Ibid
Keberagamaan anak pada usia 6-12 tahun adalah sungguh-sungguh, ia
mengkapnya dengan emosi, karena anak-anak usia ini belum dapat berfikir
secara matang. Kemampuan ia berfikir secara logis mulai berkembang
meskipun anak-anak usia ini hanya berfokus dengan apa yang dilihat dan
yang bisa dirasakan dengan panca indranya. Anak-anak usia ini masih belum
stabil dalam beragama, ia hanya mengikuti orang-orang yang ada disekitarnya
karena yang paling menarik dalam beragama untuk anak usia ini adalah disaat
ada upacara-upacara keagamaan yang mengikut sertakan dirinya.
Setelah melihat keterangan di atas, hendaknya pendidikan Islam
dimulai sejak dini dan diupayakan melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik,
sehinga fitrah keagamaannya untuk mengenal Allah SWT terus tumbuh dan
berkembang hingga anak tumbuh menjadi dewasa. Dan pendidikan dilakukan
dengan cara yang tepat, melalui pembinaan, latihan, contoh/suri tauladan yang
diberikan oleh orang tua dalam keluarga kepada anak.
E. Peran Keluarga dalam Menumbuhkan Sikap Keberagamaan Anak Usia 6-12 Tahun Menurut Pendidikan Islam
Pembentukan identitas anak menurut Islam, di mulai jauh sebelum anak
itu dilahirkan. Islam memberikan berbagai syarat dan ketentuan pembentukan
keluarga, sebagai wadah yang akan mendidik anak sampai umur tertentu yang
disebut baligh-berkal.
Keluarga merupakan institusi pendidikan yang pertama bagi seorang
anak. keluarga juga merupakan lingkungan yang utama dan pertama dalam
masyarakat, karena dalam keluarga manusia baru dilahirkan. Bentuk, isi dan
cara-cara pendidikan dalam keluarga selalu tumbuh dan berkembang.
Pendidikan dalam keluarga inilah yang akan menjadi dasar bagi anak untuk
melanjutkan pendidikan selanjutnya disekolah.39
39
Kajian-kajian kejiwaan dan pendidikan sepakat akan pentingnya
rumah tangga dan keluarga bagi pembentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan. Berangkat dari sinilah pentingnya semangat keagamaan yang
seharusnya bisa mewarnai rumah tangga. Semangat keagamaan itu tergambar
dari kebaikan orang tua dan orang-orang dewasa dalam keluarga, dimana
mereka mau melakukan kewajiban-kewajiban Agama, menjauhi hal-hal yang
munkar, menghindari dosa, konsisten kepada sopan santun, memberikan kasih
sayang, dan menanamkan benih-benih keyakinan serta Iman dalam jiwa
anak-anak dalam keluarga.
Lingkungan yang mengelilingi anak, dianggap sebagai suatu faktor
yang sangat penting bagi pembentukan kepribadian dan kecenderungan sikap
anak terhadap kehidupan. Seorang anak yang hidup dalam suasana keluarga
yang tenang, yang penuh cinta, kasih dan sayang akan tumbuh secara sehat
sehingga mampu beradaptasi dengan dirinya sendiri dan masyarakat.
Peran keluarga dalam menumbuhkan Sikap Keberagamaan dapat di
lakukan dengan Pendidikan Islam dalam keluarga.
Menurut Syeikh Jamaluddin, pendidikan Islam dalam rumah
tangga, dapat dilakukan dengan unsur-unsur sebagai berikut:
a. Menanamkan aqidah yang Sehat.
b. Latihan beribadah
c. Mengajarkannya sesuatu yang halal dan haram.
d. Mengajaknya belajar
e. Memberikan hukuman
f. Memberikan persahabatan antara orang tua dan anak, dan
g. Membiasakan anak meminta Izin.40
Pendidikan dalam keluarga berperan dalam pengembangan watak,
kepribadian, nilai-nilai budaya dan sosial, nilai keagamaan dan nilai-nilai
40
Abdul Rosyad Siddiq dan AhmaVathir Zaman, Psikologi Anak dan Remaja Muslim,
moral serta keterampilan yang sederhana yang akan berguna bagi anak
dalam menjalani hidupnya di masa mendatang.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu dilakukan dan dibina oleh
orang tua dalam keluarga untuk anak, antara lain:
a. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan
orang tua dan anak.
b. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan
orang tua terhadap keturunannya.
c. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang pada
gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan
negara.
d. Memlihara dan membesarkan, tanggung jawab ini merupakan
dorongan alami untuk dilaksanakan karena si anak memerlukan
makan,minum dan perawatan agar ia hidup secara berkelanjutan.
e. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak.41
Keluarga tentu memerlukan metode atau kiat-kiat yang sesuai
dengan perkembangan anak. metode tersebut antara lain:
a. Pendidikan dengan Keteladanan
Keteladanan merupakan metode yang terbukti paling berhasil dan
berpengaruh dalam persiapan dan pembentukan aspek spiritual, moral
dan akhlaq anak. hal ini karena pendidik dalam hal ini orang tua adalah
figur terbaik dalam pendangan anak, yang tindak tanduknya akan ditiru
oleh anak.
b. Pendidikan dengan Adat Kebiasaan
Pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga harusnya
lebih diarahkan kepada penanaman nilai-nilai moral keagamaan,
pembentukan sikap dan perilaku agar anak mampu mengmebangkan
41
segala potensi yang dimiliki dirinya secara optimal. Penanaman ini
baiknya dilakukan dengan penanaman nilai-nilai dasar agama dengan
mengajarkan sholat, baca Al-Qur’an, doa-doa dan sebagainya.
c. Pendidikan dengan Nasehat
Metode yang tak kalah penting dalam pendidikan,
pembentukan keimanan, spiritual, moral dan sosial anak adalah nasehat,
karena nasehat ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat
sesuatu dan mendorongnya untuk berakhlak mulia dan membekalinya
dengan prinsip-prinsip Islam yang benar.
d. Pendidikan dengan Memberikan Perhatian
Memberikan perhatian adalah mencurahkan,
memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam
pembinaan aqidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial serta
pendidikan si lembaga formal dan non formal juga kemampuan
ilmiahnya.
e. Pendidikan dengan Memberikan Hukuman42
Menumbuhkan sikap keberagamaan bagi anak tentu bukan hal
yang mudah, mengajarkan anak nilai-nilai keagamaan, sikap dan
perilaku membutuhkan metode pendekatan dengan memberikan
penghargaan atau hukuman kepada anak. sehingganya anak akan
termotivasi untuk berbuat baik sesuai dengan ajaran Islam.
Jadi, keluarga adalah kelompok primer yang akan memberikan
pendidikan Islam pada anak, sehingga dianggap perlu untuk keluarga
memberikan pengalaman-pengalaman pelajaran dengan menumbuhkan sikap
keberagamaan pada usia 6-12 tahun. Karena pada usia ini anak-anak mulai
berkembang secara cepat, baik dari segi fisik maupaun psikis.
42
Drs. Jamaludin Miri LC,Pendidikan Anak dalam IslamTerj. DariTarbiyatul Aulad Fil
F. Hasil Penelitian yang Relevan
Berikut penulis menyajikan beberapa penelitian yang terdahulu,
menyangkut dengan peran keluarga dalam pendidikan Islam dan sikap
keberagamaan. Penelitian-penelitian tersebut digunakan sebagai acuan dan
refernsi untuk dipahami penulis.
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Syamsul Fu’ad, dalam skripsinya “Peran Orang Tua dalam Menanamkan
Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar”. Dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh syamsul di lingkungan RT.01/03 Kelurahan
Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok melalui wawancara, observasi
dan penyebaran angket dengan menggunakan metode deskriptif analysis
dapat diketahui bahwa peranan orang tua dalam menanamkan sikap
keberagamaan anak usia SD masih sangat rendah. Hal tersebut disebabkan
karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya menanamkan
sikap keberagamaan anak sejak dini, serta kurangnya keteladanan atau
contoh yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya terutama dalam
aspek ibadah.
2. Darmawan, dalam skripsinya “Peran Pendidikan Islam dalam Keluarga
untuk Menumbuhkan Kepribadian Anak Usia 6-12 Tahun”. Berdasarkan
hasil penelitian menggunakan metode penelitian kepustakaan (Libarary Reaserch). Hasil yang terkait dalam penulisan skripsi ini adalah kedudukan keluarga dalam pendidikan anak adalah penentu atau peletak
dasar kepribadian anak. pendidikan yang dilakukan oleh orang tua melalui
proses pengajaran, pembinaan, pelatihan, penanaman nilai-nilai agama,
pengasuhan dan tanggung jawab untuk diarahkan kepada suatu arah dan
kebiasaan yang baik dan mulia, baik jasmani maupun rohani secara terus
menerus dan bertahap. Adapun peran pendidikan Islam dalam membentuk
kepribadian anak yaitu ditentukan pada aspek keimanan, Ibadah, dan
orang tua. Dari keteladanan ini anak memahami bahwa pelaksanaan ajaran
agama harus benar-benar dilaksanakan.
3. Rainah, dalam skripsinya berjudul “Peran Pendidikan Agama dalam
Keluarga Sebagai Upaya Awal dalam Pembentukan Kepribadian Anak”.
Dari hasil penelitian menggunakan metode deskriptif analysis. Hasil
penelitian menunjukan bahwa tingkat sikap yang baik serta kosistensi
tinggi yang dimiliki oleh sebagian besar responden tersebut tentunya
bukan hanya merupakan hasil dari perhatian orang tua dalam keluarga saja
melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sekolah. Termasuk
didalamnya pendidikan, keluarga, masyarakat, agama dan adat.
G. Kerangka Berfikir
Keluarga merpakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak, karena
dalam keluarga inilah pertama kalinya anak mendapatkan pendidikan dan
bimbingan. Keluarga juga merupakan lembaga pendidikan utama, karena
sebagian besar dari kehidupan seorang anak berada dalam keluarga, dan
materi pendidikan yang paling banyak di terima adalah dalam keluarga.
Pendidikan dan bimbingan anak dalam keluarga amat penting karena
tanpa pendidikan dan bimbingan dari keuarga anak tidak akan menjadi
anggota masyarakat yang dapat menjalankan kewajiban dalam kehidupan
bersama. Dalam hal ini, anak berakar dalam diri orang tuanya sedangkan
orang tua merupakan faktor pendidik bagi anak dan memainkan peranan
lingkungan paling utama dalam pertumbuhan kepribadiannya.
Pendidikan Islam dalam keluarga di anggap menjadi sesuatu yang
harus, karena berawal dari sinilah anak dapat memulai kehidupan
beragamanya hingga ia dewasa, bagaimanapun dalam pendidikan Islam
terdapat aturan dan hukum-hukum yang telah tercantum dalam Al-Qur’an dan
Sunnah yang sudah menjadi tuntunan hidup seorang muslim.
Anak pada usia 6-12 tahun adalah anak-anak yang belum dewasa,
Karenanya dasar pendidikan Isla