• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Keluarga dalam Menumbuhkan Sikap Keberagamaan Anak Menurut Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Keluarga dalam Menumbuhkan Sikap Keberagamaan Anak Menurut Pendidikan Islam"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Terhadap Warga Masyarakat Kampung Limo RT.01 RW.01 Kota Depok)

Oleh:

Siti Nurkomariyah

Nim: (109011000190)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

▸ Baca selengkapnya: menurut kamu bagaimana sikap sang anak terhadap ayahnya dalam kisah-ayah remaja dan burung pipit

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Siti Nurkomariyah, “THE ROLE OF FAMILY IN CHILD CULTIVATE AN ATTITUDE OF RELIGIOUS EDUCATION ACCORDING TO ISLAM (Case Studies of Village Resident Limo RT.01/01 Limo-Depok)”. Skripsi Department of Islamic Education. Faculty Tarbiyah and Teaching Science. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keyword : family’s role in fostering religious attitude child. child cultivate an attitude of religious education according to Islam.

This study aims to determine the role of the family (parents) the child's foster religious attitudes according to Islamic education. This study was conducted in Kampung Limo RT.01 / 01 Village Limo, Limo District of Depok. This research uses a descriptive analysis method. The study sample numbered 40 families who have children aged 6-12 years and are Muslims. The research instrument used in the form of non-test. of observations, interviews and questionnaires were completed by parents of children aged 6-12 years. The technique of data analysis using the percentage scale.

(8)

Siti Nurkomariyah, “PERAN KELUARGA DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK MENURUT PENDIDIKAN ISLAM (Studi Kasus Terhadap Warga Masyarakat Kampung Limo RT.01/01 Limo-Depok). Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kata Kunci: Peran Keluarga dalam Menumbuhkan Sikap Keberagamaan Anak. Sikap Keberagamaan Anak Menurut Pemdidikan Islam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran keluarga (orang tua) dalam menumbuhkan sikap keberagamaan anak menurut pendidikan Islam. Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Limo RT.01/01 Kelurahan Limo Kecamatan Limo Kota Depok. Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif analysis. Sampel penelitian berjumlah 40 keluarga yang memiliki anak usia 6-12 tahun dan beragama Islam. Instrumen penelitian yang digunakan berupa non test. yakni observasi, wawancara dan angket yang diisi oleh orang tua anak usia 6-12 tahun. Adapun teknik analisa data menggunakan skala prosentase.

(9)

v

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis mengucapkan syukur tak terhingga kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongannya, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan setelah melalui rintangan dan hambatan dalam masa perkuliahan

hingga akhir penulisan skripsi ini. Disadari bahwa skripsi ini masih mengandung

kekurangan namun berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak baik moril

maupun materiilskripsi ini dapat diselesaikan. Dengan alasan demikian penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Abdul Majid Khon, MA selaku Kepala Jurusan PAI dan sekaligus

dosen pembimbing skripsi yang senantiasa membimbing dan mengarahkan

penulis untuk mejadi lebih baik dalam penyelesaian skripsi ini dan ibu

Marhamah Saleh, Lc, MA selaku Sekertaris Jurusan PAI.

2. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

terutama untuk jurusan PAI yang telah memberikan motivasi dan

kontribusi selama penulis menjadi mahasiswi di UIN Jakarta.

3. Pimpinan dan seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas (FITK) yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberikan semangat serta kasih

sayang tulus kepada penulis.

5. Suami dan Anakku tercinta yang selalu memberi dukungan moril dan

materiil serta menjadi penghibur dan penghilang duka pengobat lara.

6. Saudara-saudaraku, kakakku Napian, Diana, Dedi, Iman dan adikku

Muhammad Malik Aziz serta adik iparku Siti Fatimah yang tiada pernah

letih membantu dan memberi dukungan kepada penulis sehingga penulis

(10)

vi

2009 yang penuh kebersamaan, gotong royong dan selalu berbagi suka

duka bersama.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis

sebutkan namanya satu persatu tanpa menguragi rasa hormat sekali lagi

penulis ucapkan terimakasaih yang sebesar-besarnya.

Jakarta, 10 April 2014

(11)

vii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

... ... i

LEMBAR PERNYATAAN

... ii

LEMBAR PENGESAHAN REFERENSI

... iii

ABSTRAK

... iv

KATA PENGANTAR

... ...

v

DAFTAR ISI

... vii

DAFTAR TABEL

...

ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Maslah ... 8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERAN KELUARGA

DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK

A. Peran keluarga ... 12

B. Pendidikan Islam ... 16

C. Sikap Keberagamaan... 22

D. Anak Usia 6-12 tahun... 24

E. Peran keluarga dalam menumbuhkan sikap keberagamaan anak melalui pendidikan Islam ... 28

F. Penelitian yang Relevan ... 32

(12)

viii

A. Tempat dan Waktu penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 36

D. Teknik Pengumpulan data dan Instrumen Penelitian ... 37

E. Teknik Pengolahan Data ... 40

F. Teknik Analisis Data... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN PERAN KELUARGA DALAM

MENUMBUHKAN

SIKAP

KEBERAGAMAAN

ANAK

MENURUT PENDIDIKAN ISLAM

A. Tinjauan Umum Lokasi Penelitian ... 43

B. Deskripsi Data ... 45

C. Interpretasi Data ... 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

ix

No. Tabel Nama Tabel Halaman

1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Tentang Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam untuk Menumbuhkan Sikap

37

2 Pengukuran Instrumen 40

3 Skala Prosentase 42

4 Pendidikan Penduduk Lingkungan RT.01 44

5 Pekerjaan Penduduk RT.01 44

6 Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan Formal dan Non Formal

45

7 Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Islam (Tauhid) pada anak

46

8 Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Sholat Pada Anak

47

9 Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Doa pada Anak

47

10 Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Anak Membaca Al-Qur’an di Rumah

48

11 Peran Orang Tua dalam Mengikut Sertakan Anak dalam TPA

48

12 Peran Orang Tua dalam Berdiskusi dengan Anak Tentang Halal dan Haram

49

13 Peran Orang Tua dalam Memberikan Reward Hadiah bagi Anak yang Rajin Melaksanakan Ibadah dan Hukuman bagi Anak yang Melakukan Kesalahan

50

14 Peran Orang Tua dalam Menegur Anak Jika Malas Beribadah

(14)

x

16 Peran Orang Tua dalam Memberikan Nasehat yang Baik kepada Anak

52

17 Orang Tua Membiasakan Anak Sholat Lima Waktu 53

18 Orang Tua Membiasakan Anak Sholat Tepat Waktu 53

19 Orang Tua Mengajak Anak Sholat Berjamaah 54

20 Orang Tua Membiasakan Anak Puasa Ramadhan 55

21 Orang Tua Membiasakan Anak Berdoa Sebelum dan Sesudah Melakukan Sesuatu

55

22 Orang Tua Membiasakan Anak Membaca Al-Qur’an Ba’da Maghrib

56

23 Orang Tua Membiasakan Anak untuk Menggunakan Tangan Kanan dalam Melakukan Sesuatu yang Baik

57

24 Orang Tua Membiasakan Anak untuk Bertutur Kata Santun

57

25 Orang Tua Membiasakan Anak untuk Bertingkah Laku Sopan

58

26 Orang Tua Membiasakan Anak untuk Bersikap Sabar

59

27 Nilai Jawaban Angket untuk Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam

60

28 Rata-Rata Skor Jawaban Angket Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam

62

29 Nilai Jawaban Angket untuk Sikap Keberagamaan Anak Usia 6-12 tahun

64

30 Rata-Rata Skor Jawaban Angket Sikap Keberagamaan Anak Usia 6-12 tahun

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah dari Allah SWT. Jika ia dibesarkan dalam kebaikan

maka dia akan baik namun jika dibimbing dengan kebiasaan yang tidak baik maka ia

akan celaka dan binasa. Hal tersebut dikarenakan hatinya yang masih suci bagaikan

permata yang sangat mahal harganya. Menjaganya dengan upaya pendidikan dan

mengajarkannya ahklak yang baik bertujuan agar anak mempunyai kepribadian yang

sempurna dan pola taqwa yang berguna baik untuk dirinya maupun masyarakat, serta

senang dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam.

Secara garis besar telah diketahui bahwasannnya dalam ajaran Islam ada dua

tatanan hubungan yang harus dipelihara oleh pemeluknya, yakni hubungan hamba

dengan Tuhannya dan hubungan antara sesama manusia. Sesuai dengan firman Allah

SWT surah Al-Imran [3] ayat 112:













...

Artinya: “Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia...”(QS. Al-Imran [3]: 112)

Hubungan tersebut dilambangkan dengan tali (agama), dikarenakan hubungan

tersebut menunjukkan adanya suatu ikatan antara manusia dengan Tuhannya dan

(16)

antara manusia dengan sesamanya. Baik itu hubungan yang terjadi dalam masyarakat

maupun hubungan yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya sendiri. Tujuan

dari kedua hubungan tersebut adalah agar tercapainya kebahagiaan dan keselamatan

hidup di dunia dan akhirat.

Manusia dibekali hati, akal dan nafsu. Dengan bekal pengetahuan dan ilmu

yang telah Allah berikan kepada manusia, manusia dipercaya menjadi khalifah di

bumi. Karenanya manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang Allah ciptakan

di alam semesta ini. Manusia yang menyadari keberadaan akal akan mencari hakikat

diri sehingga dapat menumbuhkan keyakinan dan dorongan untuk mengabdikan diri

kepada yang telah menciptakannya. Manusia juga dibekali hati agar manusia bisa

memilah antara yang baik dan buruk. Namun selain itu manusia juga dibekali nafsu

yang dapat membuat manusia terjerumus kedalam kesenangan-kesenangan semu.

Dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl [16] ayat 78 Allah SWT berfirman:









Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pandangan, penglihatan, dan hati.

(QS.AnNahl [16]:78)

Pada ayat di atas, Allah SWT menjelaskan bahwa sesungguhnya seorang

manusia yang dilahirkan ke muka bumi ini adalah dalam keadaan tidak mengetahui

apa-apa atau dalam keadaan kosong. Menurut Subhan, “Kendati manusia lahir dalam

kondisi yang serba tergantung (dependent) akibat keadaannya yang tak berdaya

(17)

membawa seperangkat potensi dasar (fitrah) yang siap dikembangkan".1 Oleh karena

itu orang tualah yang memegang faktor kunci yang bisa menjadikan anak tumbuh

dengan jiwa Islami atau sebaliknya.

Orang tua yang baik tentunya tidak hanya membesarkan anak hingga tumbuh

menjadi dewasa. Karena di samping membesarkan, orang tuapun berkewajiban

mendidik anak dengan sebaik-baiknya. karena di tangan orang tualah pembentukan

awal dari kepribadian dan jati diri seorang anak. sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

ُﷲ ﻰ

َﻋ

َﻠ

َو

َﺳ

ﱠﻠ

َﻣ : ﻢ

ِﻣ ﺎ

ْﻦ

َﻣ

ْﻮ

ُﻟ

ْﻮ

ٍد

ﱠﻻ ِا

ْﻮ

َﻟ

ُﺪ

َﻋ

َﻠ

ْﻟا ﻰ

ِﻔ

ْﻄ

َﺮ

ِة

َﻓ ،

َﺄ

َﺑ

َﻮ

ُها

ﱢﻮ

َد

ِﻧا

َأ ،

ْو

َﻨ

ﱢﺼ

َﺮ

ِﻧا

َأ

ْو

َﻤ

ﱢﺠ

َﺴ

ِﻧﺎ

( ﻢ ﻠ ﺴ ﻣ ه ا و ر )

Artinya: “Anak itu dilahirkan hanya dalam keadaan suci, maka orang tuanyalah yang berperan dan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.”(HR.Muslim)2

Dari hadits di atas dapat dikemukakan, antara lain:

Pertama,dijelaskan bahwa manusia lahir dalam keadaan suci bersih dan tidak berdosa.“Manusia terlahir hanya memiliki kemampuan dasar yang bersifat jasmaniah

dan rohaniah. Akan tetapi kemampuan dasar tersebut tidak akan banyak artinya

apabila tidak dikembangkan dan di arahkan melalui proses pendidikan yang benar”.3

Dengan demikian jelaslah bahwa mendidik anak adalah merupakan kewajiban setiap

orang tua karena anak adalah amanat yang di berikan oleh Allah kepada siapa saja

yang dikehendaki-Nya. Dan sudah barang tentu Karena hal ini maka Islam

menempatkan proses pendidikan sebagai kegiatan yang sangat mulia.

1

Mohammad Subhan, Pendidikan Islam dalam Perspektif Al-Qur’an, Tadris Jurnal

Pendidikan Islam. volume 5, Nomor 1, 2010, h. 81

2

Ma’mur Daud,Terjemah Hadits Shahih Muslim Jilid IV,(Jakarta: Widjaya, 1984), cet. 1, h.

243

3

(18)

Kedua, Orang tua harus memberikan atau memenuhi kebutuhan rohani anak, yakni dengan pendidikan agama, kasih sayang dan perhatian karenanya orang tua

tidak hanya cukup memberikan atau memenuhi kebutuhan jasmani anak berupa

sandang, pangan dan papan. Tetapi lebih dari itu, orang tua harus siap menjadi

pendidik dan pembimbing bagi anak-anaknya, agar terbentuk kepribadian anak yang

berlandaskan Iman dan Taqwa.

Menurut At-Tihami “barang siapa mendidik anak sejak kecilnya, maka ia

akan tenang dan senang di hari tuanya. Dan barang siapa mendidik anaknya, maka

sama halnya dia telah memotong hidung musuhnya”.4

Dalam masalah mendidik anak, kedua orang tua hendaknya selalu berpegang

kepada ketentuan Syari’at agama (Al-Qur’an dan Hadits). Mengajarkan tentang

pendidikan Iman dan Akhlaq dengan menumbuhkan sikap keberagamaan bagi anak.

Seperti yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah At-Tahrim/66

ayat 6 yang berbunyi:









...

Artinya: “hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”(QS. At-Tahrim 66: 6)

Anak merupakan bagian dari masyarakat dan lingkungan yang mempunyai

tanggung jawab untuk melakukan sebuah perubahan pembangunan di masa depan,

karenanya peranan orang tua sangat berpengaruh sekali dalam mendidik

anak-anaknya, terutama sekali di dalam pendidikan Islam.

4

Muhammad At-Tihami Membina Mahligai Cinta yang IslamiTerj. Dari Qurratul Uyun,

(19)

Orang tua berkewajiban untuk memberikan pendidikan untuk anak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pendidikan yang di berikan orang tua diharapkan

dapat berbekas di hati anak sehingga menjadi bekal untuk kehidupan anak

selanjutnya.

Adapun dalam mengajar anak-anak, kedua orang tua harus saling bekerjasama

sehingga tercipta suasana hangat dalam hubungan antara anggota keluarga. Keluarga

merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena

hubungan semenda dan sedarah. Keluarga dapat digolongkan menjadi dua, keluarga

inti dan keluarga yang di perluas. Keluarga inti terdiri dari (Ayah, Ibu dan Anak),

sedangkan keluarga yang di perluas terdiri dari (Ayah, Ibu, Anak, Kakek, Nenek,

Kakak, Adik, Ipar, Pembantu, dan semua orang yang berada dalam hubungan

kekeluargaan).

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak, karena dalam

keluarga inilah ia pertama kali sesorang mendapat pendidikan dan bimbingan.

Keluarga juga adalah lembaga pendidikan utama, karena sebagian besar dari

kehidupannya berada dalam keluarga, dan materi pendidikan yang paling banyak di

terimanya adalah dalam keluarga. Dalam keluarga ada aturan dan norma yang tidak

tertulis namun ditaati oleh semua anggotanya melalui contoh, tauladan dan kasih

sayang yang di berikan oleh setiap anggota keluarga. Kewajiban utama dari keluarga

dalam pendidikan anak adalah meletakan dasar pendidikan Akhlaq dan pandangan

hidup beragama.

Sikap seseorang menentukan masa depannya, pemupukan sikap

keberagamaan sejak dini di anggap perlu karena akan memberikan pondasi atau dasar

dari pemikiran seorang anak ketika dia menghadapi permasalahan dewasa kelak.

Anak usia 6-12 tahun atau masa anak-anak memiliki perkembangan fisik dan

(20)

didukung oleh keberadaan orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengajaran

terhadap anak sehingga apa yang diharapkan orang tua dari seorang anak dapat

dicapai.

Menunaikan Zakiah, “Pada masa ini, anak-anak suka berkhayal, senang

kepada cerita, ingin tahu dan mulai aktif dalam hubungan sosial sehingga mulai

kurang terikat kepadakeluarganya.”5

Alisuf mengatakan bahwa:

Anak-anak masa ini disebut masa usia tidak rapih karena mereka cenderung tidak memperdulikan atau ceroboh dalam penampilan dan kehidupan, terbukti dari kamarnya yang berantakan. Dan masa ini oleh orang tua disebut masa menyulitkan karena anak-anak tidak mau lagi menuruti perintah, mereka lebih banyak dipengaruhi/menuruti teman-temannya dari pada orang tua dan anggota keluarga lainnya.6

Masa anak-anak adalah masa bermain, dimana yang ada di fikirannya hanya

bermain dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Tentunya hal ini harus

di-imbangi dengan pendidikannya yang kelak akan berguna untuk dirinya, terlebih

pendidikan Islam dalam keluarga yang akan membentuk sikap keberagamaannya.

Menurut Ramayulis, “Sikap keberagamaan yaitu suatu keadaan yang ada

dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar

ketaatannya kepada agama. Jadi sikap keagamaan tersebut ada karena adanya

konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur afektif dan perilaku

terhadap agama sebagai unsur konatif.”7 Yang berarti sikap agamis merupakan

integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindakan

keagamaan dalam diri seseorang.

5

Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental,( Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996 ), cet. 23, h.101

6

Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), cet. III, h. 154

7

(21)

Lingkungan RT.01/001 Limo, Kecamatan Limo, Kota Depok merupakan

wilayah yang berada di pinggiran Ibu Kota Jakarta. Kehidupan yang dijalani tentu

sedikit banyak sudah terpengaruh oleh kebudayaan luar, terlebih banyak penduduk

yang datang dari luar daerah (pendatang) dengan keragaman suku yang berbeda.

Kemajemukan tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap

anak-anak di wilayah ini. akibatnya orang tua harus dapat mengarahkan anaknya

untuk selalu konsisten terhadap sikap keberagamaannya.

Menurut pengamatan penulis, keberagamaan di lingkungan RT.01/001 Limo,

Kecamatan Limo, Kota Depok telihat begitu religius pada beberapa tahun lalu. Hal

ini dapat di lihat dari ramainya pengajian TPA, Pengajian Remaja, Majlis Taklim

Ibu-ibu, Pengajian Bapak-bapak dan Sholat berjamaah di Musholah Nurul Iman.

Kenyataannya saat ini, nuansa religi itu nampaknya sudah terkikis dengan

kemajuan zaman yang begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari Pengajian TPA yang

muridnya semakin lama semakin sedikit, pengajian remaja bubar karena kekurangan

jama’ah, dan Jama’ah untuk mengikuti Sholat berjama’ah di Musholah terlihat sepi

hanya beberapa orang saja. Anak-anak lebih suka nonton tv dan main game online di

warnet. Banyak juga di jumpai kasus-kasus yang melibatkan anak-anak seperti

kekerasan terhadap teman dan pencurian, meskipun pada kenyataannya mereka

bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah yang berbasis sekolah dengan pendidikan Islam

yang baik, namun hal ini belum dianggap cukup untuk membentuk sikap

keberagamaan anak yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dewasa ini, banyak orang tua yang acuh tak acuh terhadap agamanya, banyak

juga yang tidak mengerti dengan ajaran agama yang di anutnya, adapula yang melihat

pendidikan ke-Islaman dengan sebelah mata karena menganggap pendidikan umum

lebih penting. Sehingga pendidikan Islam praktis tidak pernah di laksanakan dalam

rumah tangga di kehidupan sehari-hari. Hal ini tentunya berdampak dengan

(22)

Dengan tidak kenalnya anak akan jiwa agama Islam yang benar, maka akan

lemahlah hati nuraninya, karena tidak terbetuk dari nilai-nilai ke-Islaman yang benar

yang di terimanya sewaktu kecil. Jika hati nuraninya lemah, atau unsur pengontrol

dalam diri anak kosong dari nilai-nilai ke-Islaman, maka sudah barang tentu si anak

akan terperosok ke dalam kelakuan-kelakuan tidak baik dan memperturutkan nafsu

sesaatnya saja tanpa memikirkan akibat atas perbuatnnya.

Melihat dari apa yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat di fahami

bahwa pembentukan sikap keberagamaan perlu mendapat perhatian yang lebih dan

serius dari para orang tua, yang tentunya merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.

Berdasarkan hal tersebut telah mendorong penulis untuk membahasnya dalam

judul “PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ISLAM UNTUK

MENUMBUHKAN SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK USIA 6-12 TAHUN”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas, maka teridentifikasi masalahnya sebagai berikut:

1. Kurangnya Pendidikan Islam, baik pendidikan yang berkaitan dengan

pendidikan keIslaman, ibadah, hukum dan akhlaq di lingkungan keluarga

RT.01 RW.01 Limo-Depok

2. Faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan anak kurang

mendapatkan perhatian dari keluarga dilingkungan RT.01 RW. 01

Limo-Depok.

3. Kurangnya respon positif keluarga terhadap proses perkembangan sikap

(23)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam skripsi ini penulis membatasi masalah pada peran keluarga dalam

pendidikan Islam untuk menumbuhkan sikap keberagamaan anak usia 6-12

tahun. Dalam hal ini penulis berusaha mengkaji ulang serta meneliti mengenai

sikap keluarga dalam menumbuhkan mental keberagamaan pada anak usia 6-12

tahun.

Dengan alasan bahwa pembahasan mengenai ini terlalu luas, maka penulis

membatasi permasalahan mengenai peran keluarga dalam pendidikan Islam untuk

menumbuhkan sikap keberagamaan pada anak, sebagai berikut:

a. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang lain

terhadap seseorang sesuai kedudukannya.

Penulis membatasi, yang dimaksud peran dalam skripsi ini adalah peran

sebagai bentuk perilaku yang diharapkan pada situasi sosial tertentu.

b. Keluarga sebagai faktor dasar terbentuknya sikap keberagamaan anak

yang dibawa sejak lahir memiliki peran penting. Keluarga ditinjau dari

bahasa adalah kerabat yang paling mendasar dalam masyarakat yang

terdiri dari ibu, bapak dengan anak-anaknya. Sedangkan menurut ahli,

yang disebut keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus

bersama atau sering tinggal bersama si anak, seperti kakek, nenek, ibu,

bapak, kakak, adik, pembantu dan lain-lain.

Karena keluarga begitu luas, maka penulis membatasi keluarga yang

dimaksud dalam skripsi ini adalah orang tua yang terdiri dari: ibu dan

(24)

c. Peran keluarga dalam pendidikan Islam dibatasi sesuai dengan teori syekh

Jamaluddin Mahfudz tentang pendidikan Islam dalam rumah tangga yaitu

orang tua sebagai pendidik dalam rumah tangga.

d. Obyek penelitian ini adalah warga RT.01 RW. 01 Kelurahan Limo

Kecamatan Limo Kota Depok yang memiliki anak usia 6-12 tahun dan

beragama Islam

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

permasalahannya sebagai berikut:

a. Bagaimanakah peran keluarga (orang tua) dalam pendidikan Islam yang

diberikan kepada anak dapat menumbuhkan sikap keberagamaan anak

usia 6-12 tahun?

b. Apa sajakah yang menjadi penghambat dan penghalang tumbuhnya sikap

keberagamaan anak usia 6-12 tahun?

D. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis mempunyai tujuan-tujuan yang

ingin dicapai diantaranya adalah:

1. Untuk mengetahui peran keluarga dalam pendidikan Islam untuk

menumbuhkan sikap keberagamaan anak usia 6-12 tahun.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat tumbuhnya sikap

(25)

E. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Sebagai pedoman bagi orang tua tentang upaya menumbuhkan sikap

keberagamaan untuk anak dalam keluarga.

2. Meningkatkan kesadaran anak didik akan pentingnya pendidikan Islam

dalam keluarga untuk menumbuhkan sikap keberagamaan.

3. Menjadi bahan evaluasi orang tua atau pendidik dalam pembentukan sikap

(26)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

TENTANG PERAN KELUARGA DALAM MENUMBUHKAN

SIKAP KEBERAGAMAAN ANAK MENURUT PENDIDIKAN

ISLAM

A. Peran Keluarga

1. Pengertian Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah “pemain

sandiwara; sedangkan peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau

pemimpin utama dalam terjadinya hal atau peristiwa.”1Peran juga merupakan

seperangkat tingkah yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dimasyarakat.2

Peran dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu: yang pertama,

menurut penjelasan historis, peran adalah karakter yang disandang atau

dibawakan seorang tokoh atau aktor dalam sebuah pentas dengan lakon

tertentu. Karena konsep peran berhubungan erat dengan drama atau teater

yang hidup subur pada zaman yunani kuno. Yang kedua menurut penjelasan

ilmu sosial, peran adalah suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika

menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu.

1

Team Pustaka Phoenix,Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Baru,(Jakarta: Pustaka Phoenix, 2007), h. 659

2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 667

(27)

Menururt Soekanto, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan

(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.3

Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa peran adalah

seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang

sesuai kedudukannya dalam suatu sistem yang dipengaruhi oleh keadaan

sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil dan bentuk dari

perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.

Peran merupakan kombinasi posisi dan pengaruh, peran juga

merupakan kekuasaan baik secara organisasi ataupun bukan. Peran memang

kekuasaan yang bekerja secara sadar dan hegemonis. Peran juga merupakan

simbois yang berkaitan dengan untung dan rugi, sebab seseorang yang

memegang peran dapat menimbulkan sebuah keuntungan dan juga kerugian.

2. Keluarga

Dalam Kamus Besar Bahasa Inonesia, keluarga adalah“suatu kerabat

yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak

dengan anak-anaknya.”4

Keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering

tinggal bersama si anak. Seperti ayah, ibu, kakek, nenek dan lain-lain dengan

mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak, menyebabkan

ia lahir, dan berperan sangat penting bagi perkembangan anak.

Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya

suatu perkawinan. Menurut pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1

tahun 1974, Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk

keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan KetuhananYang Maha Esa.

3

Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), cet. 37 h. 243

4

(28)

Keluarga dalam dimensi hubungan sosial mencakup dua hal yakni

keluarga paedagogis dan keluarga psikologis, keluarga paedagodis adalah

suatu persekutuan hidup yang dijalin oleh rasa kasih sayang antara pasangan

yang terdiri dari 2 jenis manusia yang di kukuhkan dalam sebuah ikatan

pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri. Sedangkan

keluarga psikologis merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dalam

tempat tinggal yang sama dan masing-masing anggota memiliki pertautan

bathin sehingga terjadi saling mempengaruhi, memperhatikan dan saling

menyerahkan diri. Keluarga adalah unsur fundamentalis masyarakat dan unit

dasar, yang dengannya kekuatan-kekuatan yang tertib dalam komunitas sosial

dirancang dalam masyarakat.

Dalam keluarga orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik

yang mempunyai hubungan darah, maka pendidikannyapun bersifat kodrati.

Pendidikan dalam keluarga merupakan pengalaman pertama bagi masa

kanak-kanak. Dan pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi

perkembangan berikutnya.

3. Fungsi Keluarga

Keluarga adalah kelompok pertama bagi pembinaan setiap

masyarakat. Ia adalah langkah pertama untuk membina seseorang, karena

itulah pendidikan moral yang berlandasakan keagamaan dalam Islam harus

dimulai sejak dini.

Keluarga merupakan kekuatan sosial yang terkecil yang terbentuk

dari ikatan kedua orang manusia, yakni antara seorang pria dan wanita serta

anak-anak yang mereka lahirkan.

Menurut Hery, “keluarga mempunyai tugas yang sangat fundamental

dalam upaya mempersiapkan anak bagi peranannya pada masa yang akan

(29)

perilaku, sikap hidup dan kebiasaan lainnya. Dengan demikian perlu

diciptakan lingkungan keluarga yang kondusif bagi perkembangan anak”.5

Fungsi keluarga yang utama ialah mendidik anak-anaknya, tanpa

pendidikan dan bimbingan anak tidak akan menjadi anggota masyarakat yang

dapat menjalankan kewajiban dalam kehidupan bersama. Karena

bagaimanapun anak berakar dalam diri orang tuanya sedangkan orang tua

merupakan faktor pendidik bagi anak dan memainkan peranan lingkungan

paling utama dalam pertumbuhan kepribadiannya.

Pendidikan dalam lingkungan keluarga menurut H.M Said dalam

buku A. Fatah Yasin memiliki beberapa fungsi, antara lain:

a. Berfungsi kuantifikasi; maksudnya dalam fungsi ini anak belajar

memperoleh bahasa, peranan-peranan dasar dan harapan-harapan, cara

bereaksi, struktur, dan hubungan-hubungan. Ini dipenuhi agar

terbentuk perilaku atau kepribadian dasar bagi sesama anggota

keluarga.

b. Berfungsi selektif, dalam fungsi ini orang tua selalu menyaring

pengalaman-pengalaman anak berkaitan dengan

penyimpangan-penyimpangan budaya luar yang tidak sesuai dengan ideologi

keluarga.

c. Berfungsi paedagogis intergratif; menurut fungsi ini orang tua harus

mampu menstransfer dan mengintergrasikan nilai-nilai dominan yang

berlaku ditengah-tengah masyarakat dengan perilaku, teladan,

ideologi, serta adat istiadat orang tua terhadap anaknya.6

Sedangakan keluarga sebagai kesatuan hidup bersama menurut ST

Vebrianto dalam buku Alisuf Sabri mempunyai tujuh fungsi yang ada

hubungannya dengan kehidupan anak, yaitu:

a. Fungsi biologik, yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak

secara bilogis anak berasal dari orang tuanya.

5

Hery Noer Aly,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), cet. 2, h. 211

6

(30)

b. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan

sosial yang penuh dengan kemesraan, penuh kasih sayang dan rasa

aman.

c. Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi keluarga dalam membentuk

kepribadian anak.

d. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga sejak dulu merupakan institusi

pendidikan.

e. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga meripakan tempat atau medan rekreasi

bagi anggotanya untuk memperoleh ketenangan dan kebahagiaan.

f. Fungsi keagamaan, yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan,

upacara, dan Aqidah agama bagi para anggotanya, faktor ini penting

bagi penanaman jiwa agama pada anak.

g. Fungsi perlindungan, yaitu keluarga berfungsi untuk memelihara,

merawat, dan melindungi anak.7

Adapun fungsi keluarga secara umum memberikan peran strategis

pada individu untuk mengembangkan diri sesuai dengan kapasitas para

anggota keluarganya tersebut.

B. Pengertian Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Dalam bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata “didik” yang

mendapat awalan “pen” dan akhiran “an”. Kata tersebut sebagaimana

dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “perbuatan, (hal, cara

dan sebagainya) mendidik”.8

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha untuk

membina kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

masyarakat, kebudayaan dan negara.

7

M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1990), Cet. 1, h. 15-16

8

(31)

Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

No.20 Tahun 2003 Bab I Fasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah:

“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara”.9

Jadi, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh

orang dewasa terhadap orang yang belum dewasa dalam memajukan

perkembangan orang yang belum dewasa agar menjadi manusia yang berguna

untuk dirinya sendiri, orang lain, bangsa, negara dan agamanya.

Dalam buku Hasbullah dan Suwarno, beberapa ahli pendidikan

mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:

a. John Dewey

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama

manusia.

b. J.J Rousseau

Pendidikan adalah memberi perbekalan yang tidak ada pada masa

anak-anak, akan tetapi membutuhkannya pada waktu dewasa.10

c. Ki Hajar Dewantoro

Pendidikan adalah sebagai upaya memajukan perkembangan budi

pekerti (kekuatan bathin), fikiran (intelek) dan jasmani anak-anak.

Maksudnya ialah supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup,

yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alam dan

masyarakat.11

9

Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004 (Jakarta: CV. Taminta Utama,2004), h. 4

10

Hasbullah,Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 2

11

(32)

Setelah melihat dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat

diketahui bahwa pendidikan adalah sesuatu yang dilaksanakan guna

membentuk, memberi bekal dan memajukan perkembangan intelektual,

emosional, juga budi pekerti seorang anak yang nantinya dapat berguna

bagi kehidupan dewasanya kelak.

Dari keseluruhan penjelasan di atas maka pendidikan dalam

pandangan penulis adalah kegiatan yang secara sadar juga di sengaja dan

dilaksanakan penuh dengan tanggung jawab oleh orang dewasa kepada

orang yang belum dewasa untuk membentuk dan memajukan

perkembangan intelektual, emosional, akhlaq yang baik sehingga orang

yang belum dewasa mampu mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan

dilakukan secara terus menerus.

Sedangkan kata Islam berasal dari bahasa Arab yang menurut

etimologi mempunyai beberapa pengertian yaitu: Keselamatan,

Perdamaian, dan penyerahan diri kepada tuhan. Menurut Zuharini, “kata

Islam dalam pengertian yang lebih luas adalah agama yang identik dengan

ajaran yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW yang termaktub dalam

Al-Qur’an dan yang dalam pelaksanaannya di contohkan oleh Nabi

Muhammad seumur hidupnya”.12

Menurut Muchlis pendidikan Islam adalah “upaya untuk

mentransfer nilai-nilai dan ajaran Islam dari orang tua/pendidik kepada

anak didik agar anak dapat mempunyai pengetahuan, pemahaman dan

pengalaman ajaran Islam yang benar”.13

Armai Arief mengatakan bahwa:

Pendidikan Islam adalah suatu proses penanaman nilai-nilai Islami melalui pengajaran, bimbingan dan latihan yang dilakukan dengan sadar dan penuh tanggung jawab dalam rangka pembentukan, pembinaan, pendayagunaan, dan pengembangan zikir dan kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi muslim sejati yang mampu mengembangkan kehidupannya dengan penuh tanggung jawab dalam rangka beribadah

12

Zuharini, dkk.,Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 12

13

(33)

kepada Allah SWT untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.14

Dr. Miqdad Yaljan menerangkan bahwa pendidikan Islam diartikan

sebagai usaha menumbuhkan dan membentuk manusia muslim yang sempurna

dari segala aspek yang bermacam-macam: aspek kesehatan, akal, keyakinan,

kejiwaan, akhlaq, kemauan, daya cipta dalam semua tingkat pertumbuhan

yang disinari oleh cahaya yang di bawa oleh Islam dengan versi dan

metode-metode pendidikan yang ada diantaranya.15

Dari penjeleasan di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pendidikan

Islam adalah sebagai proses pendidikan untuk membentuk manusia muslim

yang utama. Untuk memahami pendidikan Islam sebenarnya, maka tidak

dapat dipisahkan dari pendidikan yang sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad

SAW, yang kemudian diikuti oleh para sahabat dan generasi sesudahnya

dalam bentuk yang masih sebangun dengan yang dipraktikan oleh Nabi dan

tentunya sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.

2. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Dasar pendidikan adalah seuatu yang melandasi seluruh aktifitas

pendidikan, maka di perlukan landasan yang kokoh dan komprehensif, serta

tidak mudah berubah. untuk menentukan dasar pendidikan, diperlukan jasa

filsafat pendidikan. Berdasarkan pertimbangan filosofis diperoleh nilai-nilai

yang memeiliki kebenaran yang meyakinkan. Selain pertimbangan filosofis

tersebut, juga tidak terlepas dari pertimbangan teologi seorang muslim.

Pandangan hidup (teologi) seorang muslim adalah Al-Qur’an dan

Sunnah, maka yang menjadi dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan

Sunnah yang diyakini mengandung kebenaran mutlak bagi seorang muslim.

Karenanya menurut ajaran agama Islam bahwa pelaksanaan pendidikan Islam

merupakan perintah dari Allah SWT dan merupakan ibadah kepada-Nya.

Selanjutnya, Abuddin Nata berpendapat bahwa:

14

Armai Arief,Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau,... h. 36

15Ibid

(34)

”Dasar pendidikan Islam berdasarkan konsepsi Tauhid. Dengan dasar

ini maka orientasi pendidikan Islam diarahkan pada upaya mensucikan diri

dan penerangan jiwa, sehingga tiap diri manusia mampu meningkatakan

dirinya dari tingkat Iman ke tingkat Ikhlas yang melandasi seluruh bentuk

kerja kemanusiannya (Amal Sholeh).”16 Artinya seluruh kegiatan pendidikan

Islam harus dijiwai oleh norma-norma Ilahiyah dan sekaligus di motivasi dengan ibadah.

Namun dalam buku yang berbeda Abuddin Nata mengatakan bahwa

“dasar pendidikan Islam selain Tauhid, juga berdasarkan kepada Humanisme.

Karena ajaran yang teosentris itu pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan

manusia dan memang sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian dasar

pendidikan menurut Al-Qur’an adalah dasar yang merupakan perpaduan

antara teosentrisme dan humanisme”.17

Menurut Djumransjah, “landasan atau pondasi dari pendidikan Islam

adalah Al-Qur’an dan Sunnah yang dapat dikembangkan dengan Ijtihad para

ulama karena pendidikan menyangkut ruang lingkup muamalah”.18 Pendapat

Djumaransjah ini sejalan dengan pendapat Said Ismail Ali bahwa, “dasar

pendidikan Islam terdiri dari : Al-Qur’an, Sunnah dan pemikiran hasil Ijtihad

intelektual muslim.”19

Al-Qur’an berisi firman Allah SWT, di dalamnya mencakup segala

masalah dalam kehidupan manusia baik mengenai peribadatan maupun yang

berhubungan dengan masalah kemasyarakatan dalam segala seginya, termasuk

pendidikan di dalamnya.

Sedangkan sunnah Rasulullah SAW yang dijadikan landasan dalam

pendidikan Islam adalah berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan

Rasulullah SAW dalam bentuk isyarat.

16

Abuddin Nata,Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2003), h. 58-59

17

Abuddin Nata,Pendidikan dalam Persepektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1, h.52

18

HM. Djumaransjah, dkk., Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan

Eksistensi,(Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 46

19

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan

(35)

Selanjutnya, ijtihad merupakan sebuah usaha yang dilakukan para

ulama dalam rangka memenuhi kebutuhan umat Islam dengan tidak

menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadits.

Dari penjabaran di atas dapat di simpulkan bahwa landasan atau

dasar-dasar pendidikan Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad yang menjadi

pedoman hidup manusia dalam segala segi kehidupan termasuk pendidikan.

3. Tujuan dan Fungsi pendidikan Islam

Pada dasarnya apapun yang kita lakukan itu harus memiliki tujuan,

begitu juga dengan pendidikan Islam. Menurut Natta, “Tujuan pendidikan

Islam adalah membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa

kepada Allah, yakni melaksanakan segala perintah-Nya dengan penuh

kesadaran dan ketulusan hati”.20

Menurut Al-Syaibaniy yang dikutip Omar Muhammad Al-Thoumy,

tujuan pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan di dunia dan

akhirat. Sementara tujuan akhir yang ingin dicapai adalah mengembangkan

fitrah peserta didik sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung

bagi pelaksanaan fungsinya sebagaiKhalifah fil Ardh.21

Menurut Imam Ghazali yang dikutip Djumaransjah, tujuan pendidikan

Islam sebenarnya yang hendak di capai ialah kesempurnaan dari manusia yang

puncaknya adalah agar manusia dapat mendekat kepada Allah SWT dan

kesempatan bagi manusia yang puncaknya adalah kebahagiaan yang bisa di

dapat dari dunia dan akhirat.22

Menurut Arifin, “Tujuan utama pendidikan Islam adalah membina dan

mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama dan sekaligus

20

Abuddin Nata,Pendidikan dalam Persepektif Al-Qur’an,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. 1, h. 166

21

Langgulung,op. cit., h. 67

22

HM. Djumaransjah, dkk., Pendidikan Islam Menggali Tradisi Mengukuhkan

(36)

mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga ia mampu mengamalkan Syari’at

Islam secara benar sesuai pengetahuan agama”.23

Menurut HM. Djumransjah dan Abdul malik,“tujuan pendidikan Islam

menjangkau seluruh lapangan hidup manusia yang selalu berorientasi kepada

penyerahan diri kepada Allah SWT”.24

Setelah memahami penjabaran di atas dapat penulis katakan bahwa

tujuan pendidikan Islam adalah mendidik seseorang untuk mencapai

kebahagiaan di dunia dan akhirat yang berorientasi kepada ibadah dan

penyerahan diri kepada Allah SWT.

Secara umum tugas pendidikan Islam dalam keluarga adalah

mengarahkan dan membimbing perkembangan dan pertumbuhan anak dari

satu tahap ke tahap selanjutnya samapai mencapai kemampuan optimal.

Sementara fungsinya adalah meneyediakan fasilitas yang dapat

memungkinkan tugas pendidikan berjalan lancar.25

Secara operasional pendidikan dapat dilihat dari 2 bentuk, yaitu: alat

untuk memelihara,memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat

kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan social serta ide-ide masyarakat dan

nasional. Kemudian alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan

perkembangan dengan melalui potensi yang dimiliki dan melatih manusia

produktif agar terus berkembang demi kemajuan jaman yang dinamis.26

C. Sikap Keberagamaan

1. Pengertian Sikap Keberagamaan

a. Sikap

Muhibbin mengemukakan bahwa “Sikap dalam pengertian sempit

adalah pandangan atau kecenderungan mental. Kecenderungan yang relatif

23

HM. Arifin,Kapita Selekta Pendidikan,(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. 3, h. 5

24

HM. Djumaransjah, dkk.,Pendidikan Islam... h. 74

25

M. Arifin,Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 33

26

(37)

menetap untuk beraksi dengan baik atau buruk terhadap orang atau barang

tertentu”.27

Menurut Tohirin, “Sikap adalah kecenderungan individu untuk

bertindak dengan cara tertentu”.28Maksudnya kecenderungan disini adalah

kecenderungan terhadap suatu obyek, peristiwa dan sebagainya.

Jadi sikap adalah kecenderungan yang biasanya menetap dalam diri

seseorang untuk bertindak atau bereaksi dengan cara-cara tertentu.

b. Agama

Agama adalah bentuk keyakinan yang berhubungan dengan

kehidupan batin manusia. Definisi agama yang dibuat para ahli biasanya

terpengaruh oleh faktor subyektifitas pribadi, ada orang yang

mendefinisikannya dari segi pengalaman individual, segi sosial, segi

pendidikan dan sebagainya sehingga sulit di ukur secara tepat dan rinci.

Hal ini pula yang menjadikan para ahli sulit memberikan definisi tentang

agama.

Dilihat dari aspek subjektif (pribadi manusia) Agama dapat

mengandung pengertian akan tingkah laku manusia yang berdasarkan oleh

nilai-nilai keagamaan berupa getaran bathin yang mengatur dan

mengarahkan tingkah laku pada pola hubungan antara manusia dengan

Allah SWT, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia.

Sedangkan menurut Harun Nasution agama adalah sebuah ikatan

yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia yang harus

dipegang teguh dan dipatuhi. Ikatan yang berasal dari suatu kekuatan yang

lebih tinggi, yakni satu kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap panca

indra.29

Dari definis di atas dapat dikatakan bahwa agama adalah sesuatu

yang dapat berpengaruh besar dalam kehidupan manusia baik dalam

27

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 118

28

Tohirin,Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 98

29

(38)

tingkah laku ataupun kejiwaan dan kepribadian manusia tersebut, agama

berupa satu kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap panca indra akan

tetapi dapat dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran bathin

yang akan mengatur dan mengarahkan tingkah laku manusia terhadap pola

hubungan antara manusia dengan Tuhan, serta dengan manusia dengan

manusia, manusia dan alam.

c. Sikap Keberagamaan

Sikap keberagamaan adalah suatu keadaan yang ada dalam diri

seseorang yang mendorong untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar

ketaatannya kepada agama. Jadi sikap keberagamaan tersebut ada karena

adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai dan

perilaku terhadap agama.30

Jadi yang dimaksud dengan menumbuhkan sikap keberagamaan

adalah masukan sesuatu kedalam diri seseorang dan mendorongnya untuk

bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya kepada agama. Sikap keagamaan

tersebut terwujud dengan adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap

agam, perasaan terhadap agama, dan perilaku keagamaan. Jadi sikap

keberagamaan merupakan integrasi secara kompleks anatar pengetahuan

agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.

D. Anak Usia 6-12 Tahun

1. Anak Usia 6-12 Tahun

Setelah masa prasekolah berakhir, maka tibalah masa sekolah atau

masa anak-anak yang biasa di mulai dari usia 6-12 tahun. Masa ini disebut

juga, masa pelepasan egosentris yang artinya anak-anak telah matang dan siap

untuk bersekolah, masa ini disebut juga masa akhir anak-anak.

Masa ini disebut masa usia sekolah dasar karena pada umur-umur

ini masanya untuk mengikuti pendidikan disekolah dasar dengan harapan

dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk kehidupannya kelak.

30

(39)

Hal ini dapat dinyatakan dengan sikap mau menerima suatu kewajiban dari

orang lain kepada dirinya, dan adanya kesanggupan menyelesaikan

kewajbannya dengan sebaik-baiknya meskipun pada kenyataannya dia tidak

menyukai apa yang dibebankan kepadanya.

Menurut Alisuf, “anak-anak masa ini disebut juga usia tidak rapih,

karena mereka cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam

penampilan. Dimasa ini juga anak sering kali tidak mengindahkan perkataan

atau perintah dari orang tuanya. Mereke lebih memperdulikan kelompok

bermainnya. Oleh karena itu masa ini sering disebut masa sulit oleh sebagian

orang tua”.31

Zakiah mengatakan, “Pengalaman pertama yang sangat berat bagi si

anak adalah ketika anak mulai belajar hidup berdisiplin di sekolah, mulai

duduk tenang pada jam-jam tertentu, harus patuh kepada peraturan dan

sebagianya”.32

Alisuf menambahakan , “anak-anak pada usia ini, sering disebut juga

“Usia penyesuaian diri” karena anak-anak pada masa ini ingin menyesuaikan

diri dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara

dan dalam perilaku lainnya”.33

Jadi, yang dimaskud dengan anak usia 6-12 tahun adalah anak-anak

yang ceroboh dalam penampilan, sedang belajar beradaptasi dengan teman,

dan tidak terlalu mengindahkan perintah orang tua karena mereka lebih

senang bermain dan menyesuaikan diri dengan temannya.

2. Fase Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun

Perkembangan dapat diartikan sebagai suatu proses ke arah yang lebih

sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulangi kembali.

31

Alisuf Sabri,Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet.1, h.155

32

Zakiah Daradjat,Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), Cet. 23, h. 96

33

(40)

Dalam bukunya, Heny dan Andri mengatakan, “Fase perkembangan

dapat diartikan sebagai penahapan rentang perjalanan kehidupan individu

yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu”.34

Tohirin menjelaskan, bahwa:

“Masa anak-anak berlangsung antara usia 6-12 tahun dengan ciri-ciri utama:

a. Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya.

b. Keadaan fisik yang memungkinkan anak memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani.

c. Memiliki dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika dan komunikasi yang luas”.35

Pada fase ini anak-anak telah mencapai mempelajari kaidah-kaidah

dan aturan yang mengendalikan suatu pekerjaan, anak memiliki keterkaitan

yang baik dengan kedua orang tuanya dan dalam batas-batas tertentu akan

tehindar dari ketakutan dan kegoncangan. Dapat memahami emosi dan

perasaan, serta mampu mengungkapkannya dengan bahasa yang tepat.

Pada usia antara tujuh hingga delapan tahun, anak mulai

membandingkan dirinya dengan teman-teman seusianya. kesadaran anak atas

kehidupan pribadi dan privacynya akan bertmabah. Ia akan lebih

bersinggungan dengan gagasan dan emosinya. Dan pada usia ini pula anak

akan lebih memperhatikan kemampuannya, serta apa yang sanggup dan tidak

sanggup dilakukannya.

Ini adalah usia dimana anak menyadari akan adanya aturan bermain

dan perilaku-perilaku lain. Ia menyadari akan adanya permainan-permainan

yang menuntut adanya kelompok yang saling bekerjasama dan adanya aturan

yang harus dijalankan didalam rumah, adanya syarat dan kaidah yang harus

dipenuhi jika ia ingin keluar dari kerja atau permainan, atau jika ia ingin

keluar dari kerja dan permainan itu. Anak mampu memahami tema tertentu

dalam sudut pandang orang lain. Namun demikian, pemahamannya akan

34

Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro,Psikologi Agama,(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN dengan UIN Jakarta Press, 2007), Cet. 1, h. 72

35

(41)

keadilan masih tetap tunggal dimensinya dan berporos pada sikap

“keakuannya”.

Pada usia antara 9-10 tahun, perhatian anak pada permainan emajiner

akan berkurang. Ia akan bertambah agresif dalam menekan teman-temannya.

Karena ia mulai mempunyai perasaan bersalah, terkadang ia tidak

membutuhkan orang lain yang menunjukan benar atau salahnya suatu

perbuatan.36 Artinya, anak sudah mulai matang dalam bertindak, dan sudah

mulai mengerti akan sebuah peraturan yang membuat perilakunya benar atau

tidak di hadapan orang lain, meskipun ini belum sempurna.

3. Perkembangan Keagamaan Anak Usia 6-12 Tahun

Agama adalah sebuah kebutuhan manusia, karena dalam agama

terdapat tatanan hidup yang baik. Keberagamaan adalah faktor bawaan

manusia dan keluarga adalah pendidikan pertama yang akan memberikan

pendidikan dasar tentang agama kepada anak dengan mengembangkan

potensi agama yang telah dibawa anak.

Potensi agama sebenarnya sudah ada sejak seseorang dilahirkan ke

muka bumi ini. potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada

penciptanya, dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakekatnya adalah makhluq beragama.37

Saat anak menginjak usia 7 tahun harusnya secara fisik anak sudah

dibiasakan mengerjakan sholat sehingga saat ia berusia 10 tahun perintah

melaksanakan sholat secara rutin dan tepat waktu sudah disiplin. Pada usia

6-12 tahun alangkah baiknya jika anak-anak juga diperkenalkan dengan

nilai-nilai yang lain dalam agama. Yakni dengan mengajarkan membaca al-Qur’an,

kisah 25 Rasul dan kisah-kisah yang bernilai pendidikan.38

36 Ibid

., h. 67

37

Jalaludin,Psikologi Agama,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), Edisi Revisi, h. 69

38 Ibid

(42)

Keberagamaan anak pada usia 6-12 tahun adalah sungguh-sungguh, ia

mengkapnya dengan emosi, karena anak-anak usia ini belum dapat berfikir

secara matang. Kemampuan ia berfikir secara logis mulai berkembang

meskipun anak-anak usia ini hanya berfokus dengan apa yang dilihat dan

yang bisa dirasakan dengan panca indranya. Anak-anak usia ini masih belum

stabil dalam beragama, ia hanya mengikuti orang-orang yang ada disekitarnya

karena yang paling menarik dalam beragama untuk anak usia ini adalah disaat

ada upacara-upacara keagamaan yang mengikut sertakan dirinya.

Setelah melihat keterangan di atas, hendaknya pendidikan Islam

dimulai sejak dini dan diupayakan melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik,

sehinga fitrah keagamaannya untuk mengenal Allah SWT terus tumbuh dan

berkembang hingga anak tumbuh menjadi dewasa. Dan pendidikan dilakukan

dengan cara yang tepat, melalui pembinaan, latihan, contoh/suri tauladan yang

diberikan oleh orang tua dalam keluarga kepada anak.

E. Peran Keluarga dalam Menumbuhkan Sikap Keberagamaan Anak Usia 6-12 Tahun Menurut Pendidikan Islam

Pembentukan identitas anak menurut Islam, di mulai jauh sebelum anak

itu dilahirkan. Islam memberikan berbagai syarat dan ketentuan pembentukan

keluarga, sebagai wadah yang akan mendidik anak sampai umur tertentu yang

disebut baligh-berkal.

Keluarga merupakan institusi pendidikan yang pertama bagi seorang

anak. keluarga juga merupakan lingkungan yang utama dan pertama dalam

masyarakat, karena dalam keluarga manusia baru dilahirkan. Bentuk, isi dan

cara-cara pendidikan dalam keluarga selalu tumbuh dan berkembang.

Pendidikan dalam keluarga inilah yang akan menjadi dasar bagi anak untuk

melanjutkan pendidikan selanjutnya disekolah.39

39

(43)

Kajian-kajian kejiwaan dan pendidikan sepakat akan pentingnya

rumah tangga dan keluarga bagi pembentukan perilaku seseorang dalam

kehidupan. Berangkat dari sinilah pentingnya semangat keagamaan yang

seharusnya bisa mewarnai rumah tangga. Semangat keagamaan itu tergambar

dari kebaikan orang tua dan orang-orang dewasa dalam keluarga, dimana

mereka mau melakukan kewajiban-kewajiban Agama, menjauhi hal-hal yang

munkar, menghindari dosa, konsisten kepada sopan santun, memberikan kasih

sayang, dan menanamkan benih-benih keyakinan serta Iman dalam jiwa

anak-anak dalam keluarga.

Lingkungan yang mengelilingi anak, dianggap sebagai suatu faktor

yang sangat penting bagi pembentukan kepribadian dan kecenderungan sikap

anak terhadap kehidupan. Seorang anak yang hidup dalam suasana keluarga

yang tenang, yang penuh cinta, kasih dan sayang akan tumbuh secara sehat

sehingga mampu beradaptasi dengan dirinya sendiri dan masyarakat.

Peran keluarga dalam menumbuhkan Sikap Keberagamaan dapat di

lakukan dengan Pendidikan Islam dalam keluarga.

Menurut Syeikh Jamaluddin, pendidikan Islam dalam rumah

tangga, dapat dilakukan dengan unsur-unsur sebagai berikut:

a. Menanamkan aqidah yang Sehat.

b. Latihan beribadah

c. Mengajarkannya sesuatu yang halal dan haram.

d. Mengajaknya belajar

e. Memberikan hukuman

f. Memberikan persahabatan antara orang tua dan anak, dan

g. Membiasakan anak meminta Izin.40

Pendidikan dalam keluarga berperan dalam pengembangan watak,

kepribadian, nilai-nilai budaya dan sosial, nilai keagamaan dan nilai-nilai

40

Abdul Rosyad Siddiq dan AhmaVathir Zaman, Psikologi Anak dan Remaja Muslim,

(44)

moral serta keterampilan yang sederhana yang akan berguna bagi anak

dalam menjalani hidupnya di masa mendatang.

Tanggung jawab pendidikan yang perlu dilakukan dan dibina oleh

orang tua dalam keluarga untuk anak, antara lain:

a. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan

orang tua dan anak.

b. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan

orang tua terhadap keturunannya.

c. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang pada

gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan

negara.

d. Memlihara dan membesarkan, tanggung jawab ini merupakan

dorongan alami untuk dilaksanakan karena si anak memerlukan

makan,minum dan perawatan agar ia hidup secara berkelanjutan.

e. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan

keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak.41

Keluarga tentu memerlukan metode atau kiat-kiat yang sesuai

dengan perkembangan anak. metode tersebut antara lain:

a. Pendidikan dengan Keteladanan

Keteladanan merupakan metode yang terbukti paling berhasil dan

berpengaruh dalam persiapan dan pembentukan aspek spiritual, moral

dan akhlaq anak. hal ini karena pendidik dalam hal ini orang tua adalah

figur terbaik dalam pendangan anak, yang tindak tanduknya akan ditiru

oleh anak.

b. Pendidikan dengan Adat Kebiasaan

Pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga harusnya

lebih diarahkan kepada penanaman nilai-nilai moral keagamaan,

pembentukan sikap dan perilaku agar anak mampu mengmebangkan

41

(45)

segala potensi yang dimiliki dirinya secara optimal. Penanaman ini

baiknya dilakukan dengan penanaman nilai-nilai dasar agama dengan

mengajarkan sholat, baca Al-Qur’an, doa-doa dan sebagainya.

c. Pendidikan dengan Nasehat

Metode yang tak kalah penting dalam pendidikan,

pembentukan keimanan, spiritual, moral dan sosial anak adalah nasehat,

karena nasehat ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat

sesuatu dan mendorongnya untuk berakhlak mulia dan membekalinya

dengan prinsip-prinsip Islam yang benar.

d. Pendidikan dengan Memberikan Perhatian

Memberikan perhatian adalah mencurahkan,

memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam

pembinaan aqidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial serta

pendidikan si lembaga formal dan non formal juga kemampuan

ilmiahnya.

e. Pendidikan dengan Memberikan Hukuman42

Menumbuhkan sikap keberagamaan bagi anak tentu bukan hal

yang mudah, mengajarkan anak nilai-nilai keagamaan, sikap dan

perilaku membutuhkan metode pendekatan dengan memberikan

penghargaan atau hukuman kepada anak. sehingganya anak akan

termotivasi untuk berbuat baik sesuai dengan ajaran Islam.

Jadi, keluarga adalah kelompok primer yang akan memberikan

pendidikan Islam pada anak, sehingga dianggap perlu untuk keluarga

memberikan pengalaman-pengalaman pelajaran dengan menumbuhkan sikap

keberagamaan pada usia 6-12 tahun. Karena pada usia ini anak-anak mulai

berkembang secara cepat, baik dari segi fisik maupaun psikis.

42

Drs. Jamaludin Miri LC,Pendidikan Anak dalam IslamTerj. DariTarbiyatul Aulad Fil

(46)

F. Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut penulis menyajikan beberapa penelitian yang terdahulu,

menyangkut dengan peran keluarga dalam pendidikan Islam dan sikap

keberagamaan. Penelitian-penelitian tersebut digunakan sebagai acuan dan

refernsi untuk dipahami penulis.

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Syamsul Fu’ad, dalam skripsinya “Peran Orang Tua dalam Menanamkan

Sikap Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar”. Dari hasil penelitian

yang dilakukan oleh syamsul di lingkungan RT.01/03 Kelurahan

Meruyung Kecamatan Limo Kota Depok melalui wawancara, observasi

dan penyebaran angket dengan menggunakan metode deskriptif analysis

dapat diketahui bahwa peranan orang tua dalam menanamkan sikap

keberagamaan anak usia SD masih sangat rendah. Hal tersebut disebabkan

karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya menanamkan

sikap keberagamaan anak sejak dini, serta kurangnya keteladanan atau

contoh yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya terutama dalam

aspek ibadah.

2. Darmawan, dalam skripsinya “Peran Pendidikan Islam dalam Keluarga

untuk Menumbuhkan Kepribadian Anak Usia 6-12 Tahun”. Berdasarkan

hasil penelitian menggunakan metode penelitian kepustakaan (Libarary Reaserch). Hasil yang terkait dalam penulisan skripsi ini adalah kedudukan keluarga dalam pendidikan anak adalah penentu atau peletak

dasar kepribadian anak. pendidikan yang dilakukan oleh orang tua melalui

proses pengajaran, pembinaan, pelatihan, penanaman nilai-nilai agama,

pengasuhan dan tanggung jawab untuk diarahkan kepada suatu arah dan

kebiasaan yang baik dan mulia, baik jasmani maupun rohani secara terus

menerus dan bertahap. Adapun peran pendidikan Islam dalam membentuk

kepribadian anak yaitu ditentukan pada aspek keimanan, Ibadah, dan

(47)

orang tua. Dari keteladanan ini anak memahami bahwa pelaksanaan ajaran

agama harus benar-benar dilaksanakan.

3. Rainah, dalam skripsinya berjudul “Peran Pendidikan Agama dalam

Keluarga Sebagai Upaya Awal dalam Pembentukan Kepribadian Anak”.

Dari hasil penelitian menggunakan metode deskriptif analysis. Hasil

penelitian menunjukan bahwa tingkat sikap yang baik serta kosistensi

tinggi yang dimiliki oleh sebagian besar responden tersebut tentunya

bukan hanya merupakan hasil dari perhatian orang tua dalam keluarga saja

melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sekolah. Termasuk

didalamnya pendidikan, keluarga, masyarakat, agama dan adat.

G. Kerangka Berfikir

Keluarga merpakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak, karena

dalam keluarga inilah pertama kalinya anak mendapatkan pendidikan dan

bimbingan. Keluarga juga merupakan lembaga pendidikan utama, karena

sebagian besar dari kehidupan seorang anak berada dalam keluarga, dan

materi pendidikan yang paling banyak di terima adalah dalam keluarga.

Pendidikan dan bimbingan anak dalam keluarga amat penting karena

tanpa pendidikan dan bimbingan dari keuarga anak tidak akan menjadi

anggota masyarakat yang dapat menjalankan kewajiban dalam kehidupan

bersama. Dalam hal ini, anak berakar dalam diri orang tuanya sedangkan

orang tua merupakan faktor pendidik bagi anak dan memainkan peranan

lingkungan paling utama dalam pertumbuhan kepribadiannya.

Pendidikan Islam dalam keluarga di anggap menjadi sesuatu yang

harus, karena berawal dari sinilah anak dapat memulai kehidupan

beragamanya hingga ia dewasa, bagaimanapun dalam pendidikan Islam

terdapat aturan dan hukum-hukum yang telah tercantum dalam Al-Qur’an dan

Sunnah yang sudah menjadi tuntunan hidup seorang muslim.

Anak pada usia 6-12 tahun adalah anak-anak yang belum dewasa,

(48)

Karenanya dasar pendidikan Isla

Gambar

Tabel 1
Tabel 2Pengukuran Instrumen
Tabel 3Adapun skala prosentase dapat dilihat pada tabel beikut:
Tabel 4Jenjang Pendidikan Penduduk Lingkungan RT.01
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan pembenah tanah pupuk hayati pada budidaya kedelai merupakan upaya memperbaiki struktur fisik dan bilogi tanah sehingga akar tanaman dapat menyerap unsur hara lebih

Identitas merek adalah variabel yag berpengaruh terhadap keputusan pembelian sehingga batik sari kenongo harus lebih gencar melakukan promosi atau membuka outlet di

Dengan adanya ketidak konsistenan dalam penelitian diatas, dapat memberikan motivasi bagi penulis untuk meneliti kembali pengaruh komponen modal kerja terhadap

Berdasarkan temuan data terhadap teks pappaseng ditemukan bahwa nilai acca atau kecakapan memiliki ciri yang dapat diserap menjadi konsep karakteristik pribadi

Penguatan bursa Asia ditopang oleh data inflasi Korea Selatan bulan Januari yang diumumkan sebesar 0,6% YoY , lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,5% YoY

Jika pemberi materi dengan pembuat soal adalah dosen yang sama, maka pola baca mahasiswa memiliki keterkaitan signifikan dengan prestasi akademik, atau dapat

Bebek Bebek Motor cowo pernah, tapi tidak pernah pergi jauh Bebek (Smash) Kelengkapan kendaraan - Spion - Lampu sign - Lampu rem Masih dalam keadaan lengkap dan

Masyarakat bantaran Sungai Wanggu Kelurahan Lalolara baik secara individu dan populasi masih aman dari risiko gangguan kesehatan bila mengonsumsi kerang kalandue