• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Kredit Macet Oleh Bank Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Perorangan (Studi Pada Pt. Bank Mandiri (Persero) Tbk Unit Credit Operations Regional I Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penyelesaian Kredit Macet Oleh Bank Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Perorangan (Studi Pada Pt. Bank Mandiri (Persero) Tbk Unit Credit Operations Regional I Medan"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

DALAM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERORANGAN

(Studi pada PT. Bank Mandiri (PERSERO) Tbk

unitCredit Operations Regional I Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara

Oleh :

110200235

MARNI NOVITA SITUMORANG

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya penulis mampu menjalani masa perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian skripsi yang penuh tantangan dan rintangan.

Penulisan skripsi yang berjudul “PENYELESAIAN KREDIT MACET

OLEH BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN

PERORANGAN (Studi Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Unit Credit

Operations Regional I Medan” adalah guna memenuhi persyaratan untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengaharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum,selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Penguji I dalam penyelesaian skripsi ini.

(5)

4. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Windha, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Ramli Siregar, S.H.,M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memotivasi penulis untuk melakukan yang terbaik dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi banyak masukan selama masa perkuliahan. 8. Seluruh Bapak /Ibu Dosen beserta staf pegawai di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, yang secara langsung maupun tidak langsung telah sangat membantu dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Segenap Pimpinan dan Karyawan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan, khususnya kepada Bapak Ahmad

Sudrajat yang telah mengizinkan penulis mengadakan riset dan membantu

(6)

10. Kedua orangtuaku tercinta yang menjadi penyemangat hidup penulis dan telah membantu penulis dalam doa, kasih sayang dan dukungan moril dan materil yang begitu besar, teristimewa untuk Ayahanda Ir.Hotman Situmorang yang paling super dalam hidup saya sebagai sumber inspirasi dan penyemangat hidupku, yang tidak kenal lelah berjuang untuk anak-anaknya dan Ibunda

Santi Sianturi yang telah melahirkan dan membesarkan penulis dari kecil

sampai sekarang dan telah meminjamkan buku dari Perpustakaan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Thank tou so much for everything all you have given to me.

11. Abang penulis terkasih “Jhonri Marganda Tua Situmorang, SH” yang telah terlebih dahulu dipanggil Tuhan yang Maha Kuasa tepat pada 4 Februari 2015, terimakasih bang buat kasih sayang yang engkau beri kepada saya semasa hidupmu bang. Dan terimakasih juga sudah membantu penulis selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Walaupun abang sudah tidak ada lagi di dunia ini, tapi abang tetap kami kenang di dalam hidup kami. 12. Adik-adik penulis tersayang “David Christian Hasiolan Situmorang dan

Lamrimma Rotua Anggi Putri Situmorang” yang selalu mendukung

penulis dalam doa dan semangat, dan yang selalu membuat penulis tersenyum dan termotivasi.

13. Semua saudara dimanapun berada, teristimewaTulang dan Nantulang

Maruarar di Sidikalang yang telah memberikan dana kepada penulis sebesar

Rp 1.000.000,- selama penulis dalam penyusunan skripsi, Tulang dan

(7)

dan memberikan sebagian data-data dari Bank Mandiri, Tulang dan

Nantulang Titin di Medan yang selalu menanyakan skripsi penulis dan

memberikan penulis arahan dan bimbingan selama penulis dalam penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terkhusus kepada

Pak Tua dan Mak Tua Bintang yang telah mendoakan penulis ketika

penulis test SNMPTN dan ikut serta menghadiri acara pemberangkatan yang mewakili kedua orangtua penulis yang diadakan oleh Medica sehingga penulis dapat lulus di Fakultas Hukum USU, Uda dan Tante Samuel yang telah mendidik dan menyayangi penulis selama penulis tinggal dirumah uda dan tante sewaktu semester 1 (satu) dan juga telah memotivasi penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

14. Saudara-saudara sepupu penulis tersayang, Abang Surya Sianturi yang telah menyarankan penulis untuk mengajukan riset di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan dan telah memberikan banyak data yang berkaitan dengan skripsi penulis, Abang Ferdinan Sianturi,

S.H.,M.H yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini, Kakak Christine Eva Debora Sianturi,

SE.A.k yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

(8)

16. Kepada teman-teman seperjuangan yang banyak membantu dari awal menjalani perkuliahan hingga selesainya skripsi ini Christi Pratami, S.H., Hirmawati Fanny Tampubolon, S.H., Dayana Yoksi Rafika, Happy Day Olivia Simanjuntak, Apresya Handayani Sembiring, Marisa Tambunan, Selly Sarina Simanjuntak, Sarah Ermayanti Nasution, Nopi Aryani Siregar, S.H., Fitri Arifah, Keumala Mutia, Fetricya Naomi Harahap, S.H., Abdul Rasyid Mustafa, Rahmansyah Putra Simatupang, Febri Andista Hasibuan, S.H., Miftahul Rahmah,S.H., Arius Prima Lumbanbatu, S.H., Susan Oktaviana, S.H., Rika Hanifah, S.H., dan lain-lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberi dukungan dan doanya.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati dan harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum.

Medan, 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang. ... 1

B. Permasalahan . ... 8

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Metode Penelitian . ... 15

G. Sistematika Penulisan . ... 19

BAB II PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERORANGAN A. Aspek Hukum Kredit Perbankan . ... 23

B. Jaminan Perorangan Sebagai Bentuk Jaminan Kredit ... 41

C. Prosedur Pemberian Kredit Dengan Jaminan Perorangan . ... 52

D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak. ... 61

BAB III PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERORANGAN A. Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit. ... 73

(10)

C. Penyelesaian Kredit Macet Oleh Bank Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Perorangan . ... 98

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA

DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN

JAMINAN PERORANGAN

A. Pihak Ketiga Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Perorangan ... 107 B. Akibat Hukum Kredit Macet Dalam Pemberian Kredit Dengan

Jaminan Perorangan Pada Pihak Ketiga ... 113 C. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Dalam

Penyelesaian Kredit Macet Dengan Jaminan Perorangan ... 120

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 127 B. Saran ... 128

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah kredit bukanlah hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer. Berbagai macam transaksi sudah banyak dijumpai seperti jual beli barang dengan cara kreditan. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi pembayaran harga barang dilakukan dengan angsuran.Selain itu dijumpai pula banyak warga masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka pada umumnya mengartikan kredit sama dengan utang karena setelah jangka waktu tertentu mereka wajib membayar dengan lunas.

Salah satu tujuan negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea ke-4 adalah memajukan kesejahteraan umum.1

1Alinea 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(12)

disebut Undang-Undang Perbankan), disebutkan bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan danmenyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Masyarakat yang sedang membutuhkan dana mendapatkan bantuan melalui pemberian kredit, misalnya kepada masyarakat yang pada umumnya didominasi oleh kalangan pelaku bisnis untuk menjalankan usaha mereka maka secara tidak langsung akan memberikan pengaruh positif dalam peningkatan ekonomi masyarakat banyak. Untuk memperoleh kredit demi memenuhi kebutuhan tersebut dari lembaga bank maupun non-bank tidak selalu berjalan lancar karena prosedur pengajuan permohonan kredit tidaklah mudah.Namun, ada juga lembaga non-bank yang menawarkan kredit dengan syarat yang sangat mudah dan cepat bahkan tanpa harus disertai jaminan. Dalam tulisan ini hanya akan membahas perolehan kredit dan permasalahannya yang akan diperoleh melalui lembaga keuangan bank.

(13)

memberikan keyakinan yang baik. Oleh karena pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu usaha bank untuk mendapatkan keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia betul-betul yakin bahwa si debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Hal tersebut menunjukkan perlu diperhatikan faktor kemampuan dan kemauan, sehingga tersimpul kehati-hatian dengan menjaga unsur keamanan sekaligus unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit.

Perolehan kredit melalui lembaga perbankan tidak terlepas dari adanya jaminan.Berbagai jaminan yang mungkin disyaratkan dalam perolehan kredit pada lembaga perbankan dapat berupa jaminan perorangan (personal guarantee) dan jaminan kebendaan. Pada intinya jaminan tersebut secara hukum memiliki fungsi untuk melindungi hutang karena jaminan merupakan sarana perlindungan bagi kreditur yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin debitur.

Perolehan kredit yang dijamin dengan jaminan perorangan (personal guarantee) adalah suatu persetujuan pihak ketiga untuk kepentingan kreditur berjanji akan mengikat diri untuk memenuhi kewajiban debitur, jika si debitur sendiri mungkin atau tidak sanggup memenuhi kewajiban yang di perjanjikan.2

Jaminan dapat dibedakan dalam jaminan perorangan (persoonlijke zekerheid) dan jaminan kebendaan (zakelijke zakerheid).Jaminan perorangan

(14)

(personal guarantee) adalah sesuatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur).Ia bahkan dapat diadakan diluar (tanpa) sepengetahuan si berutang tersebut. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang (debitur).3

Lain halnya mengenai jaminan seseorang atau borgtocht. Jaminan yang diberikan kepada kreditur/bank bukan benda, tetapi “perseorangan” yakni seseorang pihak ketiga yang tak mempunyai kepentingan apa-apa, baik terhadap nasabah debitur maupun kepada kreditur/bank, maka dengan sukarela memberikan jaminan kepada nasabah debitur. Jaminan yang diberikannya berupa pernyataan bahwa nasabah debitur dapat dipercaya dan akan melaksanakan kewajiban yang baik sesuai dengan yang diperjanjikan, dengan syarat bila nasabah

Jaminan perorangan (borgtocht) merupakan tipe kontrak tersendiri diantara kontrak yang lain. Dan borg ini harus dibedakan dengan jaminan kebendaan. Pada jaminan kebendaan, apabila nasabah debitur memberikan jaminan kebendaan kepada kreditur/bank, sebagai jaminan atas hutang yang dipinjam oleh nasabah debitur.Dalam artian apabila nasabah debitur tidak membayar hutang pada saat yang ditentukan, maka pihak kreditur/bank dapat menuntut pelaksanaan eksekutorialbeslaq, terhadap jaminan kebendaan tersebut, untuk dieksekusi lelang di muka umum guna pembayaran pelunasan atas hutang.

3R.Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia

(15)

debitur dengan tidak bersedia untuk melaksanakan kewajibannya. Dengan persyaratan bahwa penjaminan yang diberikan nasabah debitur kepada kreditur, berarti nasabah debitur telah “mengikatkan diri” untuk melaksanakan kewajiban di dalam perjanjian.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapatlah dilihat bahwa yang menjadi “isi” penjaminan/borgtocht tersebut. Isi dari penjaminan itu suatu peersetujuan dimana pihak ketiga untuk kepentingan kreditur/bank berjanji dan mengikat diri serta akan memenuhi kewajibannya, jika si nasabah debitur sendiri tidak sanggup memenuhi kewajiban yang diperjanjikan.

Mengingat sifatnya yang “assesoir”, maka seorang penanggung (borg) diberikan “hak istimewa” untuk menuntut agar si berhutang utama (debitur) terlebih dahulu dilelang sita harta kekayaannya (uitgewonnen), meskipun “hak istimewa” tersebut ditiadakan dalam perjanjiannya penanggungan dan memang dalam praktik ditiadakan.

Selain itu, kepada penanggung juga diberikan “hak istimewa” lain, yaitu dalam hal ada beberapa orang penanggung bersama-sama menanggung pembayaran suatu hutang, untuk menuntut diadakannya “pemecahan” atau “pembagian” beban tanggungannya. Dalam hal tersebut, beberapa orang itu bersama-sama menanggung pemenuhan hutang tersebut sepenuhnya, dapat dituntutnya pembagian sama rata dan dalam halnya kewajiban penanggungan dibatasi sampai suatu jumlah tertentu, dapat dituntutnya pembagian menurut imbangan jumlah-jumlah pembatasan tersebut.4

(16)

Permasalahan mulai timbul ketika pihak pemohon kredit atau debitur tidak mampu dalam memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Secara umum, berbagai permasalahan yang timbul dalam perjanjian kredit antara pihak kreditur (pemberi kredit) dan pihak debitur (pemohon kredit) dapat berupa ketidakmampuan membayar, keterlambatan memenuhi kewajiban, debitur dalam keadaan pailit, meninggal dunia, dan hal lainnya. Dalam hal kredit dengan jaminan perorangan timbul masalah ketika pihak penjamin dalam keadaan pailit dan mungkin meninggal dunia.

Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan utangnya dengan lancar sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan.Pada kenyataannya, di dalam praktik selalu ada sebagian nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka akan tergambar perjalanan kredit menjadi terhenti atau macet. Oleh karena itu, bank dalam memberikan kredit harus melakukannya berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, tujuannya agar bank mendapat keyakinan bahwa proyek yang akan dibiayai dengan kredit tersebut layak (feasible) dan untuk mencegah secara dini kemungkinan terjadinya default oleh nasabah.

(17)

kesulitan terutama yang menyangkut tingkat kesehatan bank karenanya bank wajib menghindarkan diri dari kredit macet.5

Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan dari debitur untuk membayar angsuran kreditnya adalah merupakan gejala awal dari timbulnya suatu kredit bermasalah dalam dunia perbankan.Namun demikian dimungkinkan juga kredit bermasalah timbul karena faktor-faktor lain diluar inflasi tersebut. Terhadap kredit bermasalah yang timbul tersebut diperlukan penanganan dengan segera oleh pihak bank agar tidak berkelanjutan menjadi kredit macet (Non Performing Loan) yang jika presentasenya terus meningkat akan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank. Oleh karena itu, pihak bank wajib menerapkan serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan pemberian kredit.6

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penyelesaian kredit mcet ini agar dapat memperoleh gambaran yuridis mengenai timbulnya kredit macet di dunia perbankan dan antisipasi serta upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit macet tersebut melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pihak bank, khususnya PT. Bank Mandiri

Di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan, penyelesaian kredit macet dengan jaminan perorangan diselesaikan dengan cara, yaitu restrukturisasi kredit, pengalihan utang (novasi), membuat somasi kepada ddebitur, menjual jaminan kebendaan debitur, dan meminta pertanggungjawaban personal guarantee.

5

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1996), hlm.180.

6Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia(Jakarta: Gramedia

(18)

(Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan dan mengangkat judul mengenai “Penyelesaian Kredit Macet oleh Bank dalam Pemberian Kredit dengan Jaminan Perorangan (Studi pada PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini agar dapat dianalisis dan memberikan gambaran yang tepat mengenai penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan, diantaranya sebagai berikut:

1. Bagaimana pemberian kredit dengan jaminan perorangan?

2. Bagaimana penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam penyelesaian kredit macet dengan jaminan perorangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

(19)

1. Untuk mengetahui tentang pemberian kredit dengan jaminan peorangan di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan.

2. Untuk mengetahui penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pihak ketiga dalam penyelesaian kredit macet dengan jaminan perorangan.

Manfaat dari penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas, yaitu:

1. Manfaat secara teoritis adalah bahwa pembahasan terhadap permasalahan dalam skripsi ini akan memberikan pemahaman dan sikap kritis dalam hal pemberian kredit yang dijamin oleh perseorangan serta bagaimana mengatasi permasalahan yang timbul dalam pemberian kredit yang dijamin perseorangan. Mengingat bahwa buku-buku dan literaturyang membahas mengenai pemberian kredit dengan jaminan perorangan serta penyelesaian kredit macet dengan jaminan perorangan sangat minim, maka pemaparan dalam skripsi ini oleh pendapat-pendapat sarjana bidang hukum, dan didukung juga oleh keterangan-keterangan dari pegawai-pegawai serta instansi perbankan. Oleh karena itu, diharapkan bahwa kelak skripsi ini memberikan jawaban apabila timbul kredit macet yang dijamin oleh jaminan perorangan (personal guarantee).

(20)

ketiga yang berkedudukan sebagai penjamin sehingga pemberian kredit dengan jaminan perorangan (personal guarantee) tidak menimbulkan permasalahan dalam pengembalian kredit kepada pihak kreditur. Hal ini dimaksudkan agar pihak kreditur dan debiturserta pihak penjamin (guarantor) mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing dalam menyelesaikan permasalahan kredit. Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang berarti bagi PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan dalam hal antisipasi untuk mengurangi terjadinya kredit macet dengan jaminan perorangan.

D. Keaslian Penulisan

(21)

E. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian sederhana kredit merupakan penyaluran dana dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana. Penyaluran dana tersebut didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Dalam bahasa Latin, kredit berasal dari kata “credere” yang artinya percaya. Artinya pihak yang memberikan kredit percaya kepada pihak yang menerima kredit, bahwa kredit yang diberikan pasti akan terbayar. Dilain pihak, penerima kredit mendapat kepercayaan dari pihak yang member pinjaman, sehingga pihak peminjam berkewajiban untuk mengembalikan kredit yang telah diterimanya.7

Untuk memperoleh kredit perbankan, kreditur akan mengenakan jaminan kepada debitur. Istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang artinya pasti, yang secara lengkap berarti bahwa kreditur mempunyai kepastian bahwa debitur akan mengembalikan prestasi yang diberikan oleh kreditur tepat waktu dan untuk itu maka pihak debitur memberikan suatu janji atau barang kepada kreditur yang akan Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli berbagai kebutuhan dan produk dan akan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan berbunyi:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

(22)

dikembalikan lagi setelah pelunasan pembayaran dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

Kata “jaminan” menurut ketentuan Pasal 1 huruf b Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan:“jaminan adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.”8

1. Ciri sukarela

Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) dinyatakan:“bahwa segala kebendaan si penghutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”

Penjamin pribadi merupakan bagian dari skema perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dalam BAB XVII pada Pasal 1820 bahwa:“penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya debitur manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.”

Memperhatikan rumusan Pasal 1820 KUHPerdata dilihat adanya empat ciri yang tersimpul dalam persetujuan borg tadi yaitu:

Seorang pihak ketiga yang sama sekali tidak mempunyai urusan dan kepentingan apa-apaa dalam suatu persetujuan yang dibuat antara nasabah debitur

8Iman Sjahputra Tunggal, Peraturan Perundang-undangan Perbankan di Indonesia

(23)

dan kreditur/bank, dengan sukarela membuat “pernyataan mengikat diri” akan menyanggupi pelaksanaan perjanjian, apabila nanti si nasabah debitur tidak melaksanakan pemenuhan kewajibannya terhadap kreditur.

2. Ciri subsidair

Dengan adanya pernyataan mengikat diri memenuhi perjanjian dari pihak borg/penjaminan, seolah-olah kontruksi perjanjian dalam hal ini menjadi dua tetapi saling bertindih.Yang pertama ialah perjanjian pokok itu sendiri antara nasabah debitur dan kreditur.Perjanjian yang kedua, yang dianggap perjanjian subsidair ialah perjanjian jaminan/borg tersebut antara sipenjamin dengan pihak kreditur.

3. Ciri accesoir

Sebenarnya dengan memperhatikan ciri subsidairdiatas, sudah nampak jelas ciri assesoir yang melekat pada perjanjian borg. Artinya perjanjian penjaminan/borgtocht hanyalah “perjanjian sampingan” yang melekat atau menempel pada perjanjian pokok yang dibuat oleh nasabah debitur dan kreditur.Apabila nasabah debitur sendiri telah melaksanakan kewajibannya kepada kreditur, hapuslah kewajiban penjaminan.

4. Borgtocht/penjaminan secara resmi hapus

(24)

laindari pada perjanjian sampingan yang menempel pada perjanjian pokok. Jaminan dengan sendirinya gugur apabila perjanjian pokok gugur.9

1. Si debitur ditagih terlebih dahulu bila ada kekurangan barulah kekurangan tersebut ditagih kepadanya (recht van eerdereuitwinning) Pasal 1831 KUHPerdata.

Perseorangan (personal guarantee) dalam hal ini tidak ada benda tertentu yang diikatkan dalam perjanjian karena yang diikatkan dalam perjanjian adalah kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur. Oleh karena itu apabila terjadi ingkar janji akan berlaku ketentuan jaminan secara umum yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata.

Perjanjian perorangan maka si penjamin berhak untuk menuntut agar:

2. Jika ada penjamin lainnya, hutang tersebut dipecah-pecah atau dibagi diantara para penjamin (recht van schuldsplitsing) Pasal 1837 KUHPerdata.

Jika seorang penjamin membayar hutang debitur, maka penjamin:

1. Dapat menuntut kembali dari debitur atas pembayaran hutang sepenuhnya yang terdiri dari hutang pokok, berupa uang dan biaya-biaya.

2. Dapat dengan sendirinya mengambil alih segala hak-hak dari kreditur terhadap debitur, seperti gadai dan hipotek.

F. Metode Penelitian

Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan

9S. Mantayborbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara(Jakarta:

(25)

fakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian.Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukunya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu obyek yang mudah terpegang di tangan.10

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina dan mengembangkan ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu terutama disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami.11

Metode merupakan suatu penelitian yang digunakan oleh manusia, merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.12

1. Spesifikasi penelitian yang terdiri dari:

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

10Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003), hal. 27.

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), hal. 30.

12Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek (Jakarta: Sinar Grafika, 1991),

(26)

undangan dan masyarakat.13Penelitian ini juga digunakan agar dapat melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan. Serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil peneitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.14

b. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang sesuai adalah deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat, serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat diketahui gambaran jawaban atas permasalahan mengenai penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah yang berpatokan pada perilaku manusia yang dianggap pantas.15

c. Metode pendekatan

Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang didasarkan atas satu atau dua variable yang saling berhubungan yang didasarlan pada teori atau konsep yang bersifat umum yang diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data atau

13

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.105

14Ibid

15Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja

(27)

menunjukkan komparasi ataupun hubungan seperangkat data dengan seperangkat data lainnya.16

2. Sumber data penelitian

Penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data yang terdiri atas:17

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer terdiri dari bahan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif termasuk peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat. Adapun peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lain:

1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 joUndang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

3) Bahan hukum yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda yang sampai saat ini masih berlaku yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sering dinamakan secondary data yang antara lain mencakup didalamnya:

16Bambang Sunggono, Op.Cit.,hlm.38.

17Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983),

(28)

1) Kepustakaaan atau buku literatur yang berhubungan dengan hukum perbankan dan hukum jaminan.

2) Data tertulis lain berupa karyaa ilmiah para sarjana.

3) Referensi-referensi yang relevan dengan hukum perbankan. c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus, jurnal, internet dan bahan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui studi dokumen, bahan pustaka, serta penelitian lapangan (field research) dan juga melalui bantuan media elektronik,yaitu internet.Untuk memeperoleh data dari sumber ini dilakukan dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi “penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan.”

4. Analisis data

(29)

gambaran dan jawaban yang jelas mengenai pokok permasalahan dan menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh akal sehat manusia dan terbatas pada masalah yang diteliti.

Terlebih dahulu dilakukan pengkajian terhadap data yang diperoleh selama penelitian, kemudian dipadukan dengan teori yang melandasinya untuk mencari dan menemukan hubungan atau relevansi antara data yang diperoleh dengan landasan teori yang digunakan. Sehingga dapat menggambarkan dan memberikan kesimpulan umum mengenai penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan (Studi pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk unit Credit Operations Regional I Medan).

G. Sistematika Penulisan

Penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi, sistematika penulisan merupakan suatu bagian yang sangat penting.Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik maka pembahasannya harus diuraikan dengan sistematis, agar pembahasannya dapat diarahkan untuk menjawab masalah-masalah dan membuktikan kebenaran hipotesanya. Untuk memudahkan penulisan skripssi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam beberapa bab serta sub bab secara berurutan dan saling berkaitan satu sama lain.

(30)

skripsi ini disusun secara sistematis dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Uraian singkat atas bab-bab dan sub-sub bab tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(31)

BAB II PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERORANGAN Bab ini membahas tentang aspek hukum kredit perbankan, jaminan perorangan sebagai bentuk jaminan kredit, prosedur pemberian kredit dengan jaminan perorangan, serta hak dan kewajiban para pihak.

BAB III PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERORANGAN Bab ini membahas tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit dalam pemberian kredit di Bank Mandiri, penyebab terjadinya kredit macet dengan jaminan perorangan, penyelesaian kredit macet oleh bank dalam pemberian kredit dengan jaminan perorangan.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN PERORANGAN

(32)

BAB V PENUTUP

(33)

BAB II

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERORANGAN

A. Aspek Hukum Kredit Perbankan

Masalah kredit bukanlah hal yang luar biasa untuk didengar saat ini karena masyarakat yang pada umumnya didominasi oleh kalangan pelaku bisnis memperoleh dana untuk menjalankan usaha mereka dengan cara kredit yang diperoleh biasanya melalui lembaga pembiayaan bank dan non-bank.Secara etimologis, istilah bank berasal dari bahasa Itali yaitu “banca” yang berarti “bence” yaitu suatu bangku tempat duduk. Istilah bank dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengeluarkan uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan.18

Para ahli juga memberikan definisi dari bank, diantaranya adalah G.M. Verlyn Stuart yang dikutip oleh Bachtiar Hasan Miraza yang menyatakan bank adalah sebuah perusahaan yang bertujuan member kepuasan terhadap kebutuhan-kebutuhan kredit, baik dengan modalnya sendiri dan dana-dana yang

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan, disebutkan bahwa “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

18A. Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan (Jakarta: Pradnya

(34)

dipercayakan padanya maupun dengan mengedarkan alat pembayaran dan dalam bentuk uang kartal maupun uang giral.19

Selain itu Brad Ford menyebutkan bahwa bank adalah suatu badan usaha yang menjalankan proses pengumpulanpinjaman atau penanaman daripada kelebihan dana-dana yang terdapat di masyarakat disamping menjalankan tugas fungsi-fungsi yang erat hubungannya dengan pekerjaan mengumpulkan pinjaman, meminjamkan dan menanamkann dana-dana yang berlebih.20

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Menurut ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Perbankan, kegiatan usaha yang dapat dilakukan Bank Umum adalah sebagai berikut:

2. Memberikan kredit.

3. Menerbitkan surat pengakuan utang.

4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

5. Memindahkan uang baik untuk kepentingannya sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.

6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjam dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi, maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.

19Bachtiar Hasan Miraza, Suatu Pengantar Ekonomi Moneter (Medan: Penerbit Tiga

Putra, 1970, Cetakan Pertama), hlm.78.

(35)

7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

9. Melakukankegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.

10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.

12. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang Perbankan dan ketentuan lain yang berlaku.

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas, menurut Pasal 7 Undang-Undang Perbankan ditentukan bahwa Bank Umum dapat pula melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:

1. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(36)

3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketetapan yang ditentukan oleh Bank Indonesia; dan

4. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pension dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Beberapa pengertian bank dan kegiatan usaha bank diatas, jelas bahwa bank bergerak dalam banyak bidang yang berhubungan dengan uang, dari menghimpun uang sampai kepada menyalurkan uang. Dalam menyalurkan uang ini termasuk juga pemberian kredit.Istilah kredit berasal dari bahasa Latin yaitu “credere” (lihat pula “credo” dan “creditum”), yang kesemuanya berarti kepercayaan (dalam bahasa inggris “faith” dan “trust”). Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit, lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.21

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain.22

21

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia(Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 236.

22Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional di Indonesia, Edisi Revisi (Jakarta: Kencana,

(37)

Menurut O.P Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur.Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko.Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang.23

Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui, bahwa kredit itu merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit

Berdasarkan Pasal 1754 KUHPerdata dijelaskan, pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Perbankan, pengertian kredit disebutkan sebagai berikut:“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”

23EK OP Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial, Cetakan Kelima (Jakarta: Aksara

(38)

percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (dibayar) lunas.

Sutan Remy Sjahdeini mengemukakan bahwa pencantuman kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam di dalam pengertian kredit sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan dapat mempunyai beberapa maksud yakni:24

1. Pembentuk undang-undang bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah debitur yang berbentuk pinjam meminjam.

2. Pembentuk undang-undang bermaksud untuk mengharuskan hubungan kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian tertulis.

Berkaitan dengan pengertian kredit diatas, menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga termasuk:25

1. cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;

2. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak-piutang; dan 3. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

24Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang Bagi Para

Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia(Jakarta: IBI, 1993), hlm. 181.

(39)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui unsur-unsur yang terdapat di dalam kredit, yaitu:26

1. Kepercayaan yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. 2. Waktu yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

3. Degree of risk yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

4. Prestasi yaitu objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.

26Thomas Suyatno et.al,Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat (Jakarta: PT. Gramedia

(40)

Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua belah pihak untuk salingmenolonguntuktujuan pencapaiankebutuhan baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi dari kemajuan usahanya itu sendiri, atau mendapatkan pemenuhan kebutuhannya. Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur maupun masyarakat membawa pengaruh yang lebih baik lagi.Bagi pihak debitur dan kreditur, mereka memperoleh keuntungan, juga mengalami peningkatan kesejahteraan, sedangkan bagi negara mengalami tambahan penerimaan negara dari pajak, juga kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro.

Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian antara lain sebagai berikut:27

1. untuk meningkatkan daya guna uang;

2. untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; 3. untuk meningkatkan daya guna barang;

4. meningkatkan peredaran barang; 5. sebagai alat stabilitas ekonomi;

6. kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan faedah-faedah atau kegunaan potensi-potensi ekonomi yang ada;

7. kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pemerataan pendapatan nasional; 8. kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional.

27Johannes Ibrahim, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif(Bandung:

(41)

Kredit terdiri dari beberapa jenis bila dilihat dari berbagai pandangan.Dalam hal ini macam atau jenis kredit yang ada juga tidak bisa dipisahkan dari kebijaksanaan perkreditan yang digariskan sesuai tujuan pembangunan. Pada mulanya kredit didasarkan atas kepercayaan murni, yaitu berbentuk kredit perorangan karena kedua belah pihak saling mengenal. Dengan berkembangnya waktu maka berkembang pula unsur-unsur lain yang menjadi landasan kredit, sehingga berkembang berbagai jenis kredit seperti yang ada sekarang ini.

Kredit dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:28 1. Kredit dilihat dari tujuan penggunaan

Dilihat dari tujuan penggunaan kredit dibagi menjadi 3 yaitu: a. Kredit investasi

Kredit investasi merupakan kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk pengadaan barang-barang modal (aktiva tetap) yang mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun.

b. Kredit modal kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha.Kredit modal kerja ini, biasanya diberikan dalam jangka pendek yaitu lamanya satu tahun.

c. Kredit konsumtif

(42)

Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah untuk membeli barang dan jasa untuk keperluan pribadi dan tidak untuk digunakan keperluan usaha.

2. Kredit dilihat dari jangka waktunya

Sesuai dengan jangka waktunya kredit dibagi menjadi 3 yaitu: a. Kredit jangka pendek

Kredit jangka pendek merupakan kredit yang diberikan dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

b. Kredit jangka menengah

Kredit jangka menengah merupakan kredit yang diberikan dengan jangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun.

c. Kredit jangka panjang

Kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. 3. Kredit dilihat dari cara penarikannya

Kredit dapat dibagi sesuai dengan cara penarikan maupun pembayaran kembali menjadi 3 yaitu:

a. Kredit sekaligus

(43)

1) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kredit yaitu dilakukan dengan angsuran sampai dengan lunas setelah jangka waktu tertentu. Angsuran tersebut dapat dilakukan setiap bulan, tiga bulan sekali, dan seterusnya. Hal ini disesuaikan dengan perjanjian dan kemampuan debitur untuk membayar kembali. Jenis kredit ini cocok untuk investasi.

2) Kredit sekaligus yang cara pembayaran kembali kredit yaitu sekaligus pada masa akhir kredit. Misalnya kredit modal kerja dengan jangka waktu satu tahun. Debitur hanya diwajibkan membayar bunganya setiap bulan,dan pinjaman pokoknya akan dibayar pada akhir tahun atau pada akhir masa perjanjian kredit.

b. Kredit bertahap

Kredit yang pencairannya tidak sekaligus, akan tetapi dilakukan secara bertahap 2,3,4 kali pencairan dalam masa kredit. Pencairannya disesuaikan dengan dana yang dibutuhkan oleh debitur. Kredit ini cocok untuk investasi pembangunan, sehingga bank akan mencairkannya sesuai dengan termin pembayaran proyek. Bunga yang harus dibayar oleh nasabah sesuai dengan pencairan kredit atau kredit yang telah dinikmati oleh nasabah. Adapun, cara pengembaliannya biasanya dilakukan secara angsuran sesuai dengan jangka waktu tertentu sampai dengan lunas pada akhir masa kredit.

c. Kredit rekening koran

(44)

dengan menggunakan sarana berupa cek, bilyet giro atau surat pemindahbukuan lainnya.

4. Kredit dilihat dari sektor usahanya, kredit dapat dibagi antara lain sebagai berikut:

a. Sektor industri

Kredit yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam sektor industri, yaitu sektor usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku menjadi bahan jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang lain yang memiliki faedah lebih tinggi.

b. Sektor perdagangan

Kredit ini diberikan kepada pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan, baik perdagangan kecil, menengah dan perdagangan besar.Kredit ini dimaksudkan untuk memperluas usaha nasabah dalam usaha perdagangan.Misalnya, untuk memperbesar jumlah penjualan atau memperbesar pasar.

c. Sektor pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan

Kredit ini diberikan dalam rangka meningkatkan hasil di sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.Kredit tersebut biasanya diberikan dalam bentuk kredit modal kerja maupun investasi kepada pengusaha tambak, petani dan nelayan.

d. Sektor jasa

(45)

2) Jasa rumah sakit 3) Jasa angkutan 4) Jasa lainnya e. Sektor perumahan

Bank memberikan kredit kepada debitur yang bergerak dibidang pembangunan perumahan.Pada umumnya, diberikan dalam bentuk kredit konstruksi, yaitu kredit untuk pembangunan perumahan. Adapun cara pembayaran kembali yaitu dipotong dari produk rumah yang telah terjual. 5. Kredit dilihat dari segi jaminan

a. Kredit dengan jaminan (Secured Loan)

Kredit dengan jaminan merupakan jenis kredit yang didukung dengan jaminan (agunan). Kredit dengan jaminan ini dapat digolongkan menjadi: 1) Jaminan perorangan

Jaminan perorangan merupakan jenis kredit yang didukung dengan jaminan seseorang (personal securities) atau badan sebagai pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggungjawab apabila terjadi wanprestasi dari pihak debitur.

2) Jaminan benda berwujud

(46)

tanah dan gedung yang berdiri di atas tanah tersebut atau tanah tanpa gedung, kapal api dengan bobot 20 mᵌ.

3) Jaminan benda tidak berwujud

Beberapa jenis jaminan yang dapat diterima adalah jaminan benda tidak berwujud. Benda tidak berwujud tersebut antara lain, promes, obligasi, saham, dan surat berharga lainnya. Barang tidak berwujud tersebut dapat diikat dengan cara pemindahtanganan atau cessie.

b. Kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan)

Kredit yang diberikan kepada debitur tanpa di dukung adanya jaminan. Kredit tersebut diberikan atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh bank kepada debitur. Kredit tanpa jaminan ini risikonya tinggi karena tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank apabila debitur wanprestasi.

6. Kredit dilihat dari jumlahnya Jenis kredit ini terdiri dari:

a. Kredit UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)

Kredit UMKM merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha dengan skala usaha sangat kecil. Misalnya kredit yang diberikan bank kepada pengusaha tempe, dan perancangan.

b. Kredit UKM (Usaha Kecil dan Menengah)

(47)

UKM antara lain kredit untuk koperasi, pengusaha kecil (perdagangan, toko dan grosir).

c. Kredit korporasi

Jenis kredit ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitur dengan jumlah besar dan diperuntukkan kepada debitur besar (korporasi).Pada umumnya, bank lebih mudah melakukan analisis terhadap debitur korporasi karena data keuangannyaa lebih lengkap, administrasinya baik, dan struktur permodalannya kuat.

Dasar hukum dalam pemberian suatu kredit menurut Munir Fuady adalah sebagai berikut:29

1. Perjanjian diantara para pihak

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.Demikian pula dalam bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang juga diawali oleh suatu perjanjian yang sering disebut dengan perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis.

Karena itu sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, maka seluruh pasal-pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Asal tidak ada pasal-pasal dalam perjanjian kredit tersebut yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, maka keterikatan yang sama juga berlaku bagi perjanjian-perjanjian pendukung lain seperti perjanjian jaminan hutang, teknik

29Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996),

(48)

pelaksanaan pembayaran atau pembayaran kembali,atau lain-lainnya yang biasanya merupakan exhibit atau lampiran dari perjanjian kredit yang bersangkutan.

2. Undang-undang

Di Indonesia, undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan adalah Undang-UndangNomor 7 Tahun 1992jo Undang-UndangNomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Kegiatan pemberian kredit yang merupakan kegiatan yang sangat pokok dan sangat konvensional dari suatu bank ditegaskan juga oleh undang-undang tersebut. Selain Undang-Undang Perbankan, undang-undang yang berkaitan dengan perbankan yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009tentang Bank Indonesia menjadi undang-undang yang mengatur mengenai kedudukan dan wewenang dari Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas di bidang perbankan, dan termasuk juga pengawasan di bidang perkreditan. Namun Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa “sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.”

3. Peraturan pelaksanaan

(49)

dikarenakan oleh salah satu karakter yuridis dari bisnis perbankan, sehingga perbankan merupakan bidang yang sangat regulasi. Hal ini disebabkan karena:

a. Bank adalah termasuk lembaga yang mengelola uang rakyat, karena itu kepentingan rakyat banyak ikut dipertaruhkan oleh suatu bank.

b. Kegiatan bank merupakan kegiatan yang sangat detil dan complicated, karena itu perlu arahan-arahan dan petunjuk-petunjuk yang lengkap dan detil pula.

c. Bank sangat memainkan dalam perkembangan moneter dan perekonomian secara makro, karena itu ada pula suatu kebutuhan masyarakat agar bank-bank tetap aman dan tidak terjadi gejolak, sehingga perkembangan ekonomi nasional tetap mantap.

Peraturan-peraturan dalam bidang perbankan yang levelnya berada dibawah peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

1) Peraturan Pemerintah antara lain:

a) PP Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum

b) PP Nomor 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat c) PP Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi

Hasil

2) Peraturan Menteri Keuangan 3) Peraturan Bank Indonesia

(50)

Disamping peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan, maka yurisptrudensi dapat juga menjadi dasar hukumnya.Hanya saja yurisprudensi di Indonesia banyak kelemahannya sehingga agak sulit dipakai sebagai pegangan. Hal ini disebabkan karena:

a. Banyak yurisprudensi yang tidak disertai dengan pertimbangan hakim yang memuaskan.

b. Sulitnya akses masyarakat untuk mendapatkan keputusan pengadilan.

c. Sering pula terhadap masalah yang sama, keputusan yang satu bertentangan dengan lain, sungguh pun keputusan tersebut berasal dari pengadilan yang sama. Misalnya sama-sama keputusan Mahkamah Agung.

5. Kebiasaan perbankan

Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu sumber hukum.Demikian pula dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktek perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukumnya.

6. Peraturan terkait lainnya

(51)

B. Jaminan Perorangan Sebagai Bentuk Jaminan Kredit

Umumnya praktek perbankan di Indonesia pemberian kredit diikuti penyediaan jaminan oleh pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank. Persyaratan bagi pemohon kredit untuk menyediakan jaminan ini dapat menghambat pengembangan usahapemohon kredit karena pengusahakecil yang modal usahanya sangat terbatas tidak memiliki harta kekayaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan kreditnya.

Sehubungan dengan tenggang waktu pemberian kredit, semakin lama waktu yang diberikan maka masa risiko yang ada menjadi semakin tinggi.Oleh karena itu, didalam pemberian kredit bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.Untuk memperolehkeyakinansebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur.30Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang.31

Kata jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai dalam Pasal 1131 KUHPerdata dan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan. Akan tetapi, dalam kedua peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang

30Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia(Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2005),

hlm. 51.

(52)

dimaksud dengan jaminan. Meskipun demikian dari kedua ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa jaminan erat hubungannya dengan masalah utang.Biasanya dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak kreditur meminta kepada debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan utang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata debitur tidak melunasi.

Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki oleh kreditur, karena perjanjian utang piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas sesuatu barang. Barang jaminan dipergunakan untuk melunasi utang, dengan cara sebagaimana peraturan yang berlaku yaitu barang jaminan dijual lelang. Hasilnya untuk melunasi utang dan apabila masih ada sisanya dikembalikan kepada debitur.

Barang jaminan juga tidak selalu milik debitur.Undang-Undang memperbolehkan barang milik pihak ketiga asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya dipergunakan sebagai jaminan utang debitur.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diberikan pengertian bahwa jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur.32

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas

32Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis (Jakarta:

(53)

kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.33

Menurut R.Subekti bahwa jaminan yang ideal (baik) dapat terlihat dari:34 1. Dapat membantu memperoleh kredit bagi pihak yang memerlukannya.

2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) sipenerima kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya.

3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu maka mudah diuangkan untuk melunasi hutang si debitur.

Menurut H.Salim HS bahwa hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.35 Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah:36

1. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak

33Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum

Jaminan dan Jaminan Perorangan, Cetakan Keempat(Yogyakarta: Liberty Offset Yogyakarta, 2007), hlm. 5.

34

R. Subekti, Op.Cit., hlm. 29.

35Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia(Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004), hlm. 6.

(54)

tertulis.Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat.Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.

2. Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan.Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit.Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum.Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan non-bank.

3. Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan jaminan imateril. Jaminan materil merupakan jaminan yang berupa hak–hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak.Jaminan imateril merupakan jaminan non-kebendaan.

4. Adanya fasilitas kredit

(55)

dalam arti bank atau lembaga keuangan non-bank percaya bahwa debitur sanggup mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya.Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan non-bank dapat memberikan kredit kepadanya.

Menurut hukum perdata terdapat dua jenis jaminan, yaitu:

1. Jaminan perorangan (Personal Guarantee), yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Jaminan ini dapat dilakukan tanpa sepengetahuan si debitur. Menurut Prof. Subekti, oleh karena tuntutan kreditur terhadap seseorang penjamin tidak diberikan suatu “privilege” atau kedudukan istimewa dibandingkan atas tuntutan-tuntutan kreditur lainnya, maka jaminan perorangan ini tidak banyak di praktekkan dalam dunia perbankan.37 R. Tjiptoadinugroho menyebutkan jaminan perorangan ini dengan sebutan penanggungan utang yang artinya jaminan yang diberikan kepada kreditur, yang bukan benda melainkan perseorangan. Pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan apa-apa baik terhadap debitur maupun kreditur, dengan sukarela menjadi seorang penanggung.38

37Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit., hlm. 43. 38

R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditaan (Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1990), hal. 166.

(56)

pokok. 39

a. Jaminan perorangan atas utang atau kewajiban sendiri yang timbul dari undang-undang maupun karena perjanjian, dan jika ditinjau dari sudut banyaknya orang yang bertindak sbagai penjamin data dibedakan menjadi:

Kemudian jaminan perorangan ini dibagi atas 2 bagian yang dikemukakan dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional, yang terdiri dari:

1) Jaminan perorangan tunggal atas utang atau kewajiban sendiri yang timbul karena undang-undang, misalnya yang diatur dalam Pasal 1131, 1132, 1139, dan 1149 KUHPerdata.

2) Jaminan perorangan jamak atas utang atau kewajiban sendiri yang timbul karena undang-undang, seperti yang diatur dalam Pasal 18, 19, dan 47 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang(selanjutnya disebut KUHDagang).

3) Jaminan perorangan tunggal atas utang atau kewajiban sendiri yang timbul karena perjanjian, seperti misalnya seorang penjual barang-barang yang menjamin (memberikan garansi) terhadap barang-barang yang dijualnya atas kerusakan-kerusakan dalam jangka waktu tertentu.

4) Jaminan perorangan jamak atas utang atau kewajiban sendiri yang timbul karena perjanjian (penanggungan solider), misalnya apabila terjadi utang-piutang antara seorang kreditur dengan beberapa orang debitur dengan perjanjian tanggung-menanggung.

39

(57)

b. Jaminan perorangan atas utang atau kewajiban orang lain yang timbul karena adanya perjanjian dimana seseorang mengikatkan dirinya untuk menjamin utang atau kewajiban orang lain, seperti borgtocht (Pasal 1820 KUHPerdata), aval (Pasal 129-131 KUHDagang), penanggungan solider atau tanggung-menanggung (hoofdelijkheid).

2 Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur terhadap debiturnya, atau antara kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur.Pemberian jaminan kebendaan ini selalu berupa pemisahan suatu bagian dari harta kekayaan pemberi jaminan guna pemenuhan/pelunasan utang debitur sendiri ataupun kekayaan pihak ketiga. Menurut ketentuan yang berlaku, benda yang digunakan sebagai jaminan dapat dibagi dalam dua bagian yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Apabila yang digunakan sebagai jaminan adalah benda bergerak baik berwujud atau tidak berwujud haruslah diasuransikan sesuai dengan sifat jaminan tersebut, misalnya piutang, surat berharga atau saham.

Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan.Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan.40

(58)

Kegunaan jaminan kredit adalah untuk:41

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha dan proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuatdemikian dapat diperkecil. 3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khusunya

mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

Penanggungan diatur dalam Pasal 1820 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya.”

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menggunakan istilah penanggungan, namun selain dari istilah tersebut terdapat juga istilah lain yang sama artinya dengan penanggungan digunakan oleh Subekti, R. Tjitrosudibio, Sri Soedewi, dan Suhariman Yaya Wijaya menggunakan istilah “Penanggungan utang daan Resiko Penanggungan”. Sedangkan Karto memakai istilah “Penanggungan utang dan Penanggungan”. Selain itu penanggungan dalam Bahasa Belanda

(59)

disebut “Borgtocht” dan dalam Bahasa Inggris disebut sebagai “guaranty”. Dan orang yang melakukan penanggungan itu disebut penanggung, borg, boreg, atau guarantor.42

Hal ini jelas bahwa harus tetap ada perjanjian pendahuluan atau perjanjian pokok yang menjadi landasan atau dasar terbentuknya perjanjian penanggungan ini. Karena bila tidak maka perjanjian penanggungan ini akan menjadi sebuah perjanjian yang tanpa sebab dan akibatnya dapat batal. Kemudian dapat kita lihat Berdasarkan Pasal 1823 ayat (1) KUHPerdata dinyatakan bahwa “seorang dapat memajukan diri sebagai penanggung dengan tidak telah diminta untuk itu oleh seseorang. Dengan siapapun iamengikatkan dirinya, bahkan diluar pengetahuan orang itu. Walaupun hal ini jarang kita jumpai dalam praktek.Sedangkan dalam ayat (2) menyebutkan bahwa “yang diperbolehkan juga untuk menjadi penanggung tidak saja untuk si berutang utama, tetapi juga untuk seseorang pananggung orang itu.” Menurut ketentuan pasal ini bahwa seseorang diperbolehkan untuk menanggung pemenuhan kewajiban oleh seseorang penanggung yang telah ada sebelumnya atau penanggung pertama, dalam praktek disebut sub penanggung atau sub borgatau sub guarantor.

Adapun penanggungan ini adalah bersifat accesoir, yang berarti bahwa perjanjian penanggungan ini dapat terjadi atau terbentuk karena adanya perjanjian pendahuluan atau perjanjian pokok. Perjanjian pokok ini dapat diartikan sebagai perjanjian yang pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan adanya perjanjian penanggungan yang akan lahir kemudian.

42J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi tentang Perjanjian Penanggungan

(60)

adanya kemungkinan yang berarti diperbolehkannya diadakan suatu perjanjian penanggungan terhadap suatu perjanjian pokok yang dapat dimintakan pembatalannya, misalnya suatu perjanjian pokok yang diadakan oleh seorang yang menurut hukum tidak ca

Referensi

Dokumen terkait

Realisasi indikator kinerja pada tahun 2016 telah sesuai dengan target. jangka menengah yang ditetapkan dalam Rencana Strategis

Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru |alur selelsi Mandiri (SM). Program D3 Universitas Negeri Yogyakarta memberikan penghargaan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Operasional

Pembuatan pelet dari ampas tahu sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan cara fermentasi, namun belum pernah dilakukan pembuatan pakan untuk lele organik,

Berapa debit pompa pada saat beban puncak terjadi, apakah dapat memenuhi. kebutuhan

Hasil penelitian yang diperoleh adalah penerapan konsep Tri Hita Karana dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : (1) Parhyangan, yang ditunjukan dengan adanya Pura Subak serta tatanan

Pertumbuhan sel isolat bakteri masing-masing perlakuan dihitung dengan cara SPC dengan menggunakan colony counter dengan pengenceran 10 -5 pada hari ke-1, ke-3, ke-5 dan

This study presented a method, based on the concepts of geostatistics, for developing a model, from which a rapid and reliable representative value of saturated hydraulic