IDENTIFIKASI BORAKS DAN FORMALIN
PADA MIE KUNING YANG BEREDAR DI PASARAN
SECARA KUALITATIF
TUGAS AKHIR
OLEH:
NURLIZA UTARI
NIM 122410114
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATEA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat ALLAH SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul
“IDENTIFIKASI BORAKS DAN FORMALIN PADA MIE KUNING YANG
BEREDAR DI PASARAN SECARA KUALITATIF”. Penyusunan Tugas Akhir
ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Program Studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik isi maupun
teknik penyusunannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari para pembaca terutama, Bapak/ Ibu staf pengajar
demi kesempurnaan Tugas Akhir ini sebagai mana mestinya.
Selama proses penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan
pengarahan, bimbingan, masukan serta bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt., selaku Sekretaris Program Studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas
4. Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku Dosen
Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pengarahan dengan penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai.
5. Ibu Dra. Hj. Ernawati, Apt., selaku Koordinator Pembimbing Praktik Kerja
Lapangan di Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
kegiatan PKL.
6. Rekan - rekan Mahasiswa/i Program Studi Diploma III Analisa Farmasi
dan Makanan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Terima kasih khususnya penulis ucapkan kepada Ayahanda tercinta
Ruslizar dan Ibunda tercinta Nur’aini serta seluruh keluarga yang telah
memberikan restu dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan tugas akhir ini,
semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pembacanya.
Medan, Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... …. 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... …. 16
3.2 Alat ... …. 16
3.2.1 Alat Pemeriksaan Formalin ... …. 16
3.2.2 Alat Pemeriksaan Boraks ... …. 16
3.3 Bahan ... …. 16
3.3.1 Bahan Pemeriksaan Formalin ... …. 16
3.4 Prosedur Kerja ... …. 17
3.4.1 Cara Kerja Formalin ... …. 17
3.4.2 Cara Kerja Boraks ... …. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... …. 19
4.1 Hasil ... …. 19
4.2 Pembahasan ... …. 20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... …. 21
5.1 Kesimpulan ... …. 21
5.2 Saran ... …. 21
DAFTAR PUSTAKA ... …. 22
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Boraks pada Mie Kuning
Secara Kualitatif yang Beredar di Pasaran ... …. 19
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Formalin pada Mie Kuning
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Formalin ... …. 10
Gambar 2.2 Struktur Boraks ... …. 13
Gambar L.1 Sampel Mie Kuning ... …. 23
Gambar L.2 Alat Pengabuan Sampel ... …. 23
Gambar L.3 Alat Destilasi Sampel... …. 23
Gambar L.4 Hasil Uji Kromatropat Pada Sampel yang Mengandung Formalin ... …. 24
Gambar L.5 Hasil Uji Kertas Kurkumin Pada Sampel yang Mengandung Boraks ... …. 24
Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja mempunyai risiko menjadi tidak aman untuk di
konsumsi karena kemungkinan dicemari bahan-bahan yang berbahaya seperti mikroba, bahan kimia atau benda-benda lainnya yang dapat meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan baik kimia, fisik, maupun mikrobiologi, dalam seluruh rantai pangan harus di pahami sepenuhnya. Salah satu aspek yang harus di perhatikan dalam konstalasi ini adalah bahan-bahan yang ditambahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Makanan yang kita makan sehari-hari tentu saja mempunyai risiko
menjadi tidak aman untuk di konsumsi karena kemungkinan dicemari
bahan-bahan yang berbahaya seperti mikroba, bahan-bahan kimia atau benda-benda lainnya
yang dapat meracuni, atau dapat mengakibatkan kecelakaan. Karena itu,
tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan baik kimia, fisik,
maupun mikrobiologi, dalam seluruh rantai pangan harus di pahami sepenuhnya.
Salah satu aspek yang harus di perhatikan dalam konstalasi ini adalah
bahan-bahan yang ditambahkan terhadap bahan-bahan pangan, yang kemudian di kenal dengan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) (Wahyu, 2000).
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh
masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan jajanan. Dalam kesehariannya
masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun
atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam
makanan. Hal ini terutama disebabkan oleh produsen pangan, baik mengenai
sifat-sifat dan keamanan BTP. Pengaruh BTP pada kesehatan umumnya tidak langsung
dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen sering kali tidak menyadari bahaya
penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan (Wahyu, 2000).
Untuk menghindarkan masyarakat dari resiko gangguan kesehatan akibat
penyalah gunaan BTP, melalui permenkes No. 772/menkes/per/IX/88, pemerintah
Indonesia telah menetapkan sejumlah BTP yang aman untuk ditambahkan
juga menetapkan daftar BTP yang dilarang digunakan. BTP tersebuat adalah asam
borat; asam salisilat; dietilpirokarbonat; dulsin; kaliumklorat; kloramfenikol;
minyak nabati yang dibrominasi; nitrofurazon dan formalin (Wahyu, 2000).
Pengunaan BTP dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai
bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaanya
dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Dibidang pangan kita
memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan
yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing
secara pasar global (Cahyadi, 2009).
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak
disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia, jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan
bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada
tubuh (Nurchasanah, 2008).
Dalam industri makanan, bahan tambahan pangan seperti boraks juga
banyak disalahgunakan dalam pembuatan berbagai makanan, seperti bakso, mie
basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan
boraks oleh pedagang atau produsen yang curang dimaksudkan sebagai pengawet.
Boraks dapat membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah mie kuning yang
beredar di pasaran sampel yang diperoleh dari POLDA SUMUT mengandung
formalin dan boraks.
1.3 Manfaat Penelitian
Dapat mengetahui bahaya dari kandungan bahan tambahan pangan seperti
formalin dan boraks yang terkandung didalam mie kuning yang beredar di pasaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan
BTP adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di tambahkan ke dalam pangan
umtuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi BTP di tambahkan
untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP
pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai
dengan kaidah-kaidah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai
aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal (Wahyu,
2005).
Pengertian bahan tambahan pangan dalam peraturan menteri kesehatan RI
No.772/menkes/per/IX/88 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak di
gunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuat,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpangan
(Cahyadi, 2009).
Dalam praktiknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan
bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya
tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini terutama disebabkan oleh produsen
pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan BTP. Pengaruh BTP pada
sering kali tidak menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan
peraturan negatifnya (Wahyu, 2005).
Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering
dilakukan oleh produsen pangan, yaitu:
1. Menggunakan BTP yang dilarang penggunaannya untuk makanan
2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan
Penggunaan BTP beracun yang melebihi batas akan membahayakan
kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan
datang. Karena itu produsen pangan perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan
penggunaan BTP, serta mengetahui peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP (Wahyu, 2005).
Secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba
perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat
menurunkan mutu pangan
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di
mulut
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga
menambah selera
4. Meningkatkan kualitas pangan
5. Menghemat biaya (Wahyu, 2005).
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan nya di dalam pangan.
Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat
dan penguat rasa serta aroma pengatur keasaman, pemutih, pengemulsi, pemantap,
pengental dan pengeras (Wahyu, 2005).
Tujuan penggunaan BTP adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan. Pada
umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
sebagai berikut.
1. BTP yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan
mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai
conto pengawet,pewarna, dan pengeras.
2. BTP yang tidak sengaja ditambahkan,yaitu bahan yang tidak mempunyai
fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam
jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses
produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan
residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan
produksi bahan mentah atau penggunaanya yang masih terus terbawa ke
dalam makanan yang akan dikonsumsi (Cahyadi, 2009).
BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintetis kimia. Bahan
yang berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artificial atau
sintetik mempunyai resiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya,
biasanya, produsen pangan sekala rumah tangga atau industri kecil memakai BTP
yang telah dinyatakan berbahaya karena alasan biaya. Tidak jarang produk pangan
untuk tekstil dan cat. Tidak aneh kalau badan pengawasan obat dan makanan
(BPOM) menemukan adanya formalin dalam mie, padahal, formalin bersifat
desinfektan,pembunuhan hama, dan sering dipakai untuk mengawetkan mayat
(Wahyu, 2005).
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,
menurut permenkes RI No.772/menkes/per/IX/88 dan
No.1168/menkes/PER/X/1999 sebagai berikut:
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chloramfenicol)
5. Kalium klorat (potassium chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate,DEPC)
7. Nitrofiranzon (nitrofuranzone)
8. P-phenitilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt) (Cahyadi, 2009).
2.2 Bahan Pengawet
Bahan pengawet dapat didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang
dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau
penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan
tambahan pangan ini biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah
rusak,atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhannya bakteri atau jamur,
misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan
menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses
pembusukan (Wahyu, 2005).
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi.
Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif
awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki
tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun
dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan
lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbedabeda sehingga mikroba
perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan
pengawet yang umum di gunakan adalah benzoate, propionate, nitrit, nitrat, sorbat
dan sulfit (Wahyu, 2005).
Bahan pengawet mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat
pertumbuhan mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai berikut:
1. Gangguan sistem genetik
Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa bahan kimia dapat
berkombinasi atau menyerang ribosoma dan menghambat sintesa protein. Jika
gen-gen dipengaruhi oleh bahan kimia maka sintesa enzim yang mengontrol gen
akan dihambat.
2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran
Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan,
sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk kedalam
sel, dan mengganggu keluarnya zat-zat penyusun (Cahyadi, 2009).
Untuk melaksanakan pengawasan kualitas bahan pangan diperoleh hasil
yang baik, diperlukan tiga sarana pokok, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan
2. Organisasi pelaksana
3. Laboratorium pengujian (Cahyadi, 2009).
Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat dapat
mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, mempertahankan atau memperbaiki
mutu makanan, tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan, dan menarik
bagi konsumen. Akan tetapi, penambahan zat aditif tersebut bukan merupakan
suatu penipuan. Sedangkan, zat aditif yang tidak boleh digunakan antara lain
mempunyai sifat merupakan penipuan bagi konsumen, dapat menurunkan nilai
gizi makanan, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan atau
pengolahan, dan tujuan penambahan masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan
lain yang lebih praktis. Zat aditif dapat diperoleh dari ekstrak bahan alami yang
disebut zat aditif alami. Selain itu, zat aditif dapat pula dibuat dari reaksi-reaksi
tertentu, atau yang dikenal dengan zat aditif sintetik (Rosmauli dan Wuri, 2014).
2.3 Formalin
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak
disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia, jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada
tubuh (Nurchasanah, 2008).
Gambar 2.1 Struktur Formalin Penggunaan formalin:
• Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih; lantai,
kapal,gudang, dan pakaian
• Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain
• Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan
bahan peledak
• Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas
• Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea • bahan pembuatan parfum
• bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku
• pencegah korosi untuk sumur minyak • bahan untuk insulasi busa
• bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)
Formalin sering juga dipakai untuk mengawetkan mayat dan spesimen
gambar tengkorak pada dasar kotak bewarna jingga, karena potensi bahayannya
terhadap tubuh manusia formalin dilarang digunakan dalam produk pangan
(Wahyu, 2005).
Formalin dapat bereaksi dengan cepat pada saluran pencernaan dan saluran
pernafasan. Di dalam tubuh bahan ini secara cepat teroksidasi membentuk asam
formiat terutama di hati dan sel darah merah. Formalin mungkin juga
menyebabkan degenerasi saraf optik, karena terbentuknya asam format dalam
jumlah yang banyak menyebabkan timbulnya gejala umum dan dapat
menimbulkan kematian. Formaldehid dapat diserap melalui semua jalan saluran
lambung atau usus dan paru-paru dan dioksidasi menjadi asam formit dan
sebagian kecil metil format. Formalin dalam saluran pencernaan dapat
menyebabkan rasa sakit yang disertai dengan radang, menyebabkan muntah dan
diare berdarah (Cahyadi, 2009).
Orang yang mengonsumsi tahu, mie, bakso, atau ayam berformalin
beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Efek dari bahan makanan
berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian. Kandungan formalin yang
tinggi akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat
karsinogenik (menyebabkan kanker), dan bersifat mutagen (menyebabkan
perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi, hal tersebut dapat
menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian. Larutan
formaldehid atau formalin bila mengenai kulit dapat menimbulkan warna
keputihan disertai dengan pengerasan, serta memberikan efek arestetik. Dermatitis
lazim digunakan, dan setelah kontak dengan residuformaldehid dalam resin
(Cahyadi, 2009).
Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi
terhadap pangan yang tidak memenuhi syarat,dan terhadap kerugian sebagai
akibat produksi, peredaran, dan perdagangan pangan yang tidak benar. cara
produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan
membahayakan kesehatan masyarakat. Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi
adalah hak setiap orang. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan, dan konsumen,
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, presepsi yang sama dan kerja
sama antar sector tersebut mempunyai peranan penting dalam keberhasilan
program keamanan pangan (Cahyadi, 2009).
Untuk meminimalisir masuknya formalin kedalam tubuh, sebaiknya mulai
selektif dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Biasanya formalin digunakan
dalam pembuatan makanan seperti bakso, daging olahan, mie, tahu, tempe, ikan,
dan sebagainya. Secara kasat mata kita memang sulit mendeteksi makanan mana
yang tercemar formalin atau bebas formalin. Sebagai konsumen kita juga harus
benar-benar mencermati cirri-ciri fisik makanan yang memiliki formalin. Berikut
merupakan cirri makanan yang mengunakan formalin. Ciri-ciri mie basah yang
berformalin:
- Mie terasa sangat kenyal ketika dipegang
- Aromanya sangat menyengat. Tercium aroma seperti obat meskipun sudah
berulang kali dibilas dengan air bahkan direbus
- Mie tahan lama jika disimpan. Apalagi dibiarkan dalam suhu ruangan bias
bertahan selama 1-2 hari (Rosmauli dan Wuri, 2014).
2.4 Boraks
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya
yang tidak diizinkan digunakan sebagai bahan campuran bahan makanan. Boraks
adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan
tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (Wahyu, 2005).
Gambar 2.2 Struktur Boraks
Gejala yang diakibatkan dari mengkonsumsi makanan yang mengandung
boraks dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit
kepala, bahkan dapat menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat
terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak-anak dosis 5-6 gram, asam
borat juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Dilihat dari efek farmakologi dan
toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi,
2009).
Penggunaan Boraks:
• Untuk mematri logam
• Untuk pengawet kayu
• Untuk pembasmi kecoa (Nurchasanah, 2008).
Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh berbahaya bagi
susunan saraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan dengan kulit dapat menimbulkan
iritasi.dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal,
kalau digunakan berulang-ulang serta komulatif akan tertimbun dalam otak, hati
dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang system saraf pusat dan
menimbulkan gejala kerasukan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut,
iritasi kulit, dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang
akibatnya koma bhakan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem
sirkulasi darah (Nurchasanah, 2008).
Boraks mempunyai nama kimia natrium tetraborat. Umumnya, boraks
berbentuk balok padat, kristal, tepung bewarna putih kekuningan. Bila dilarutkan
boraks akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Boraks sudah
digunakan orang sebagai zat pembersih (cleaning agent), zat pengawet makanan
(additive), dan untuk penyamak kulit, boraks juga banyak digunakan sebagai anti
jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik
(Rosmauli dan Wuri, 2014).
Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan
berbagai makanan, seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong,
ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen
yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan
Makanan yang mengandung boraks dapat diketahui dari cirinya. Bakso
yang berboraks teksturnya sangat kental, warna bakso tidak kecoklatan seperti
penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan. Mie basah yang
mengandung boraks biasanya bertekstur kental, tidak lengket, lebih mengilat, dan
tidak mudah putus (Rosmauli dan Wuri, 2014).
Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia. Akan tetapi,
mekanisme racun pada boraks berbeda dengan mekanismeracun pada formalin.
Racun boraks tidak langsung mempengaruhi konsumen dalam waktu dekat.
Boraks yang terkandung dalam makanan akan diserap oleh tubuh kemudian
disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, dan testis.. Bila akumulasi dosis
boraks dalam tubuh anak kecil dan bayi mencapai 5 gram atau lebih, dapat
menyebabkan kematian. Sedangkan, pada orang dewasa, dosis boraks dalam
tubuh yang dapat menyebabkan kematian adalah 10-20 gram atau lebih (Rosmauli
dan Wuri, 2014).
Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat
merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh staphylococcus
aureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi
berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Absorpsinya melalui saluran
cerna, sedangkan eksresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar
ada pada otak, hati dan ginjal sehingga perubahan patologinya dapat dideteksi
melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Percobaan
Identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif sampel
dari Polda Sumut yang beredar dipasaran, dilakukan di Balai Laboratorium
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Pasar V Barat I No.4
Medan-Estate.
3.2 Alat
Alat untuk identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran yaitu:
3.2.1 Alat Pemeriksaan Formalin
Alat yang digunakan pada pemeriksaan formalin ini ialah Neraca analitik,
Erlenmeyer, Alat Destilasi, Tabung reaksi, Penangas air.
3.2.2 Alat Pemeriksaan Boraks
Alat yang digunakan pada pemeriksaan boraks ini ialah Api bunsen,
Cawan porselin, Lumpang, Tabung reaksi.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan pada identifikasi boraks dan formalin adalah mie
kuning sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran
3.3.1 Bahan Pemeriksaan Formalin
Bahan-bahan yang digunakan pada pemeriksaan formalin yaitu Asam
Fosfat 85%, Asam Kromatropat 0,5% dalam H2SO4 60%, Larutan AgNO3,
3.3.2 Bahan Pemeriksaan Boraks
Bahan-bahan yang digunakan pada pemeriksaan boraks yaitu CaO, Kertas
kurkumin, NH4OH 2 N, Metanol, H2SO4(pekat)
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Cara Kerja Formalin (secara kualitatif)
a. Timbang ± 50 g mie kuning masukkan ke dalam labu destilat
b. Tambahkan 100 ml aquadest dan 5ml asam fosfat 85%
c. Pasang alat destilasi, lakukan destilasi sampai diperoleh destilat + 50 ml
yang ditampung di dalam Erlenmeyer yang berisi 10 ml aquadest (ujung
pendingin harus tercelup ke dalam aquadest)
d. Lakukan test kualitatif terhadap destilat yaitu :
-Reaksi Asam Kromatropat
Sebagian di destilat masukkan ke dalam tabung reaksi + asam
kromatropat 0,5% dalam H2SO4 60%, panaskan di atas waterbath →
warna ungu
-Reaksi Cermin perak ( reaksi pendukung)
Destilat dalam tabung reaksi + larutan AgNO3 dan NH3OH (e) + 1 tetes
NaOH → cermin perak
-Reaksi Fehling ( reaksi pendukung)
3.4.2 Cara Kerja Boraks (secara kualitatif)
a. Sampel haluskan dan homogenkan di dalam lumpang timbang ±50 g
masukkan ke dalam cawan porselin + 1 g CaO campur homogen
b. Bakar di atas api langsung sampai menjadi abu ( di dalam lemari asam)
c. Setelah menjadi abu, abu dibagi dua (2) lakukan reaksi identifikasi
yaitu:
1. Reaksi Kurkumin
Sebagian abu larutkan dalam HCl 2 N, celupkan kertas kurkumin,
bila boraks (+), akan terjadi perubahan warna kertas kurkumin dari
kuning → merah coklat, bila diteteskan NH4OH 2 N warna merah
coklat → abu-abu
2. Reaksi Nyala Api
Sebagian lagi dari abu yang ada di dalam cawan porselin + H2SO4
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
Setelah dilakukan identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara
kualitatif sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran, sampel mie kuning
mengandung bahan tambahan pangan dan bahan pengawet berbahaya seperti
formalin dan boraks. Setelah diteliti pemakaian bahan tambahan dan bahan
pengawet sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 772/menkes/per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan
yang aman digunakan dan dilarang digunakan.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Boraks pada Mie Kuning Secara Kualitatif yang Beredar Di Pasaran
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Identifikasi Formalin pada Mie Kuning Secara Kualitatif yang Beredar Di Pasaran
No. Sampel Perlakuan Hasil Keterangan
1. Mie kuning Reaksi Asam Kromatropat ungu Positif
Formalin
No. Sampel Perlakuan Hasil Keterangan
1. Mie kuning
Reaksi Kurkumin Kertas kuning
merah coklat
Positif
Boraks
Reaksi Nyala api Nyala hijau Positif
4.2 Pembahasan
Berdasarkan pemeriksaan bahan tambahan pangan dan bahan pengawet
sampel mie kuning positif mengandung formalin dan boraks. Hal ini ditandai
dengan sifat mie kuning yang tahan lama walaupun sudah dibiarkan beberapa hari
dan perubahan warna dari kertas kurkumin dari kuning menjadi coklat kemerahan,
dan terjadi perubahan warna ungu dalam reaksi asam kromatropat.
Mie yang mengandung formalin bisa bertahan lama sampai 5 hari dalam
suhu kamar dan bias tahan 15 hari di dalam lemari es. Mie berformalin terasa
lebih kenyal dan warnanya mengkilap. Formalin yang terdapat pada mie dapat
menghasilkan bau khas yang merupakan bau dari formalin (Rosmauli dan Wuri,
2014).
Formalin akan memberikan efek negative yang cukup fatal bagi kesehatan
tubuh. Sifat formalin sendiri yang sangat mudah diserap melalui saluran
pencernaan ketika konsumen menggunakan zat ini, sehingga formalin yang
dicampur dalam makanan akan bereaksi cepat dengan lapisan lender di saluran
pernapasan dan pencernaan (Wahyu, 2005).
Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan
berbagai makanan, seperti bakso, mi basah, pisang molen, siomay, lontong,
ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen
yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan
menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan (Rosmauli dan Wuri, 2014).
Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh berbahaya bagi
susunan saraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan dengan kulit dapat menimbulkan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Hasil identifikasi boraks dan formalin pada mie kuning secara kualitatif
sampel dari Polda Sumut yang beredar dipasaran dapat disimpulkan bahwa
sampel mie kuning positif mengandung bahan tambahan dan bahan pengawet
yang berbahaya yaitu formalin dan boraks. Hal ini dapat di tandai dengan adanya
perubahan warna ungu pada reaksi asam kromatropat dalam mie kuning yang
mengandung formalin, dan perubahan warna pada kertas kurkumin dari kuning
menjadi merah coklat serta nyala hijau yang dihasilkan dari reaksi nyala api pada
mie kuning yang mengandung boraks.
5.2 Saran
-Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih dan
membeli mie kuning yang di jual di pasaran bebas
-Disarankan kepada pemerintah untuk melakukan penga
wasan secara ketat dan terus menerus terhadap makanan yang
mengandung bahan tambahan pangan dan bahan pengawet yang berbahaya
serta melakukan penyuluhan terhadap masyarakat maupun pasar yang
menjual mie kuning yang mengandung formalin dan boraks
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Halaman 57.
Cahyadi, W. (2009). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 253-282.
Nurchasanah, (2008). What Is In Your Food. Jawa Barat : Hayati Qualita. Halaman 130-133.
Rosmauli, dan Wuri, Y. (2014). Ini Dia Zat Berbahaya di Balik Makanan Lezat. Jakarta: Bhafana. Halaman 18-23
LAMPIRAN
Gambar L.1 Sampel Mie Kuning
Gambar L.2 Alat Pengabuan Sampel
Gambar L.4 Hasil Uji Kromatropat Pada Sampel yang Mengandung Formalin