BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan
BTP adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi di tambahkan ke dalam pangan
umtuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi BTP di tambahkan
untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP
pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai
dengan kaidah-kaidah yang ada. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai
aturan yang diperlukan untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal (Wahyu,
2005).
Pengertian bahan tambahan pangan dalam peraturan menteri kesehatan RI
No.772/menkes/per/IX/88 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak di
gunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuat,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpangan
(Cahyadi, 2009).
Dalam praktiknya masih banyak produsen pangan yang menggunakan
bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya
tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini terutama disebabkan oleh produsen
pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan BTP. Pengaruh BTP pada
sering kali tidak menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan
peraturan negatifnya (Wahyu, 2005).
Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering
dilakukan oleh produsen pangan, yaitu:
1. Menggunakan BTP yang dilarang penggunaannya untuk makanan
2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan
Penggunaan BTP beracun yang melebihi batas akan membahayakan
kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan
datang. Karena itu produsen pangan perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan
penggunaan BTP, serta mengetahui peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP (Wahyu, 2005).
Secara khusus tujuan penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk:
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba
perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat
menurunkan mutu pangan
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di
mulut
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga
menambah selera
4. Meningkatkan kualitas pangan
5. Menghemat biaya (Wahyu, 2005).
BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan nya di dalam pangan.
Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat
dan penguat rasa serta aroma pengatur keasaman, pemutih, pengemulsi, pemantap,
pengental dan pengeras (Wahyu, 2005).
Tujuan penggunaan BTP adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preperasi bahan pangan. Pada
umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
sebagai berikut.
1. BTP yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan
mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat
mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai
conto pengawet,pewarna, dan pengeras.
2. BTP yang tidak sengaja ditambahkan,yaitu bahan yang tidak mempunyai
fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam
jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses
produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan
residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan
produksi bahan mentah atau penggunaanya yang masih terus terbawa ke
dalam makanan yang akan dikonsumsi (Cahyadi, 2009).
BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintetis kimia. Bahan
yang berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artificial atau
sintetik mempunyai resiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya,
biasanya, produsen pangan sekala rumah tangga atau industri kecil memakai BTP
yang telah dinyatakan berbahaya karena alasan biaya. Tidak jarang produk pangan
untuk tekstil dan cat. Tidak aneh kalau badan pengawasan obat dan makanan
(BPOM) menemukan adanya formalin dalam mie, padahal, formalin bersifat
desinfektan,pembunuhan hama, dan sering dipakai untuk mengawetkan mayat
(Wahyu, 2005).
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,
menurut permenkes RI No.772/menkes/per/IX/88 dan
No.1168/menkes/PER/X/1999 sebagai berikut:
1. Natrium tetraborat (boraks) 2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils) 4. Kloramfenikol (chloramfenicol)
5. Kalium klorat (potassium chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate,DEPC) 7. Nitrofiranzon (nitrofuranzone)
8. P-phenitilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt) (Cahyadi, 2009). 2.2 Bahan Pengawet
Bahan pengawet dapat didefenisikan sebagai bahan tambahan pangan yang
dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau
penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan
tambahan pangan ini biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah
rusak,atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhannya bakteri atau jamur,
misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan
menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses
pembusukan (Wahyu, 2005).
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat
proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi.
Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif
awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki
tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun
dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan
lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbedabeda sehingga mikroba
perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan
pengawet yang umum di gunakan adalah benzoate, propionate, nitrit, nitrat, sorbat
dan sulfit (Wahyu, 2005).
Bahan pengawet mempunyai mekanisme kerja untuk menghambat
pertumbuhan mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai berikut:
1. Gangguan sistem genetik
Dalam hal ini bahan kimia masuk kedalam sel. Beberapa bahan kimia dapat
berkombinasi atau menyerang ribosoma dan menghambat sintesa protein. Jika
gen-gen dipengaruhi oleh bahan kimia maka sintesa enzim yang mengontrol gen
akan dihambat.
2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran
Bahan kimia tidak perlu masuk kedalam sel untuk menghambat pertumbuhan,
sel. Hal ini dapat mengganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk kedalam
sel, dan mengganggu keluarnya zat-zat penyusun (Cahyadi, 2009).
Untuk melaksanakan pengawasan kualitas bahan pangan diperoleh hasil
yang baik, diperlukan tiga sarana pokok, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan
2. Organisasi pelaksana
3. Laboratorium pengujian (Cahyadi, 2009).
Penggunaan zat aditif pada produk pangan harus mempunyai sifat dapat
mempertahankan nilai gizi makanan tersebut, mempertahankan atau memperbaiki
mutu makanan, tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan, dan menarik
bagi konsumen. Akan tetapi, penambahan zat aditif tersebut bukan merupakan
suatu penipuan. Sedangkan, zat aditif yang tidak boleh digunakan antara lain
mempunyai sifat merupakan penipuan bagi konsumen, dapat menurunkan nilai
gizi makanan, menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan atau
pengolahan, dan tujuan penambahan masih dapat digantikan perlakuan-perlakuan
lain yang lebih praktis. Zat aditif dapat diperoleh dari ekstrak bahan alami yang
disebut zat aditif alami. Selain itu, zat aditif dapat pula dibuat dari reaksi-reaksi
tertentu, atau yang dikenal dengan zat aditif sintetik (Rosmauli dan Wuri, 2014).
2.3 Formalin
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak
disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia, jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada
tubuh (Nurchasanah, 2008).
Gambar 2.1 Struktur Formalin Penggunaan formalin:
• Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih; lantai,
kapal,gudang, dan pakaian
• Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain
• Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan
bahan peledak
• Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas
• Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea
• bahan pembuatan parfum
• bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku
• pencegah korosi untuk sumur minyak
• bahan untuk insulasi busa
• bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)
Formalin sering juga dipakai untuk mengawetkan mayat dan spesimen
gambar tengkorak pada dasar kotak bewarna jingga, karena potensi bahayannya
terhadap tubuh manusia formalin dilarang digunakan dalam produk pangan
(Wahyu, 2005).
Formalin dapat bereaksi dengan cepat pada saluran pencernaan dan saluran
pernafasan. Di dalam tubuh bahan ini secara cepat teroksidasi membentuk asam
formiat terutama di hati dan sel darah merah. Formalin mungkin juga
menyebabkan degenerasi saraf optik, karena terbentuknya asam format dalam
jumlah yang banyak menyebabkan timbulnya gejala umum dan dapat
menimbulkan kematian. Formaldehid dapat diserap melalui semua jalan saluran
lambung atau usus dan paru-paru dan dioksidasi menjadi asam formit dan
sebagian kecil metil format. Formalin dalam saluran pencernaan dapat
menyebabkan rasa sakit yang disertai dengan radang, menyebabkan muntah dan
diare berdarah (Cahyadi, 2009).
Orang yang mengonsumsi tahu, mie, bakso, atau ayam berformalin
beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Efek dari bahan makanan
berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian. Kandungan formalin yang
tinggi akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat
karsinogenik (menyebabkan kanker), dan bersifat mutagen (menyebabkan
perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi, hal tersebut dapat
menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian. Larutan
formaldehid atau formalin bila mengenai kulit dapat menimbulkan warna
keputihan disertai dengan pengerasan, serta memberikan efek arestetik. Dermatitis
lazim digunakan, dan setelah kontak dengan residuformaldehid dalam resin
(Cahyadi, 2009).
Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan masyarakat harus dilindungi
terhadap pangan yang tidak memenuhi syarat,dan terhadap kerugian sebagai
akibat produksi, peredaran, dan perdagangan pangan yang tidak benar. cara
produksi dan peredaran pangan yang tidak benar dapat merugikan dan
membahayakan kesehatan masyarakat. Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi
adalah hak setiap orang. Penjaminan pangan yang bermutu dan aman merupakan
tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan, dan konsumen,
sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, presepsi yang sama dan kerja
sama antar sector tersebut mempunyai peranan penting dalam keberhasilan
program keamanan pangan (Cahyadi, 2009).
Untuk meminimalisir masuknya formalin kedalam tubuh, sebaiknya mulai
selektif dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Biasanya formalin digunakan
dalam pembuatan makanan seperti bakso, daging olahan, mie, tahu, tempe, ikan,
dan sebagainya. Secara kasat mata kita memang sulit mendeteksi makanan mana
yang tercemar formalin atau bebas formalin. Sebagai konsumen kita juga harus
benar-benar mencermati cirri-ciri fisik makanan yang memiliki formalin. Berikut
merupakan cirri makanan yang mengunakan formalin. Ciri-ciri mie basah yang
berformalin:
- Mie terasa sangat kenyal ketika dipegang
- Aromanya sangat menyengat. Tercium aroma seperti obat meskipun sudah
berulang kali dibilas dengan air bahkan direbus
- Mie tahan lama jika disimpan. Apalagi dibiarkan dalam suhu ruangan bias
bertahan selama 1-2 hari (Rosmauli dan Wuri, 2014).
2.4 Boraks
Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai bahan campuran bahan makanan. Boraks
adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan
tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (Wahyu, 2005).
Gambar 2.2 Struktur Boraks
Gejala yang diakibatkan dari mengkonsumsi makanan yang mengandung
boraks dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit
kepala, bahkan dapat menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat
terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak-anak dosis 5-6 gram, asam
borat juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Dilihat dari efek farmakologi dan
toksisitasnya, maka asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi,
2009).
Penggunaan Boraks:
• Untuk mematri logam
• Untuk pengawet kayu
• Untuk pembasmi kecoa (Nurchasanah, 2008).
Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh berbahaya bagi
susunan saraf pusat, ginjal, dan hati. Jika tertelan dengan kulit dapat menimbulkan
iritasi.dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal,
kalau digunakan berulang-ulang serta komulatif akan tertimbun dalam otak, hati
dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang system saraf pusat dan
menimbulkan gejala kerasukan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut,
iritasi kulit, dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang
akibatnya koma bhakan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem
sirkulasi darah (Nurchasanah, 2008).
Boraks mempunyai nama kimia natrium tetraborat. Umumnya, boraks
berbentuk balok padat, kristal, tepung bewarna putih kekuningan. Bila dilarutkan
boraks akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Boraks sudah
digunakan orang sebagai zat pembersih (cleaning agent), zat pengawet makanan (additive), dan untuk penyamak kulit, boraks juga banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan pengawet kayu, dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik
(Rosmauli dan Wuri, 2014).
Dalam industri makanan, boraks banyak disalahgunakan dalam pembuatan
berbagai makanan, seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong,
ketupat, pangsit, dan lemper. Penggunaan boraks oleh pedagang atau produsen
yang curang dimaksudkan sebagai pengawet. Boraks dapat membuat bahan
Makanan yang mengandung boraks dapat diketahui dari cirinya. Bakso
yang berboraks teksturnya sangat kental, warna bakso tidak kecoklatan seperti
penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan. Mie basah yang
mengandung boraks biasanya bertekstur kental, tidak lengket, lebih mengilat, dan
tidak mudah putus (Rosmauli dan Wuri, 2014).
Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia. Akan tetapi,
mekanisme racun pada boraks berbeda dengan mekanismeracun pada formalin.
Racun boraks tidak langsung mempengaruhi konsumen dalam waktu dekat.
Boraks yang terkandung dalam makanan akan diserap oleh tubuh kemudian
disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, dan testis.. Bila akumulasi dosis
boraks dalam tubuh anak kecil dan bayi mencapai 5 gram atau lebih, dapat
menyebabkan kematian. Sedangkan, pada orang dewasa, dosis boraks dalam
tubuh yang dapat menyebabkan kematian adalah 10-20 gram atau lebih (Rosmauli
dan Wuri, 2014).
Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat
merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh staphylococcus aureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi
berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Absorpsinya melalui saluran
cerna, sedangkan eksresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar
ada pada otak, hati dan ginjal sehingga perubahan patologinya dapat dideteksi
melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka