Lampiran 1.GambarSampel
Lampiran 2. Gambar Alat
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L. (2010). Pengawet Makanan Alami dan Sintetis. Bandung: Alfabeta. Hal. 31-33.
Cahyadi, W. (2008). Bahan Tambahan Pangan Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 2-11, 254-262.
Munifa., Hapsari., Tarihoran., dan Fransiska. (2015). Gizi Kuliner Dasar.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 86-87.
Murdiati, A., dan Amaliah. (2013). Panduan Penyiapan Pangan Sehat Untuk
Semua. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Hal. 42, 165, 176-187.
Rauf, R. (2015). Kimia Pangan. Yogyakarta: Andi. Hal. 204-205.
Rosmauli., Wuri., dan EP Superteam. (2014). Ini Dia Zat Berbahaya di Balik
Makanan Lezat!. Jakarta: Bhafana. Hal. 18-19, 33-34.
Sembel, D. (2015). Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Hal. 229-230.
Tarwotjo, S. (1998). Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo. Hal. 110-111.
Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S. (2006). Alternatif Pengganti Formalin.
Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 2-5, 11-13, 56-57.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian
Pemeriksaan formalin pada tahu putih secara kualitatif, dilakukan di Balai
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Jl. Williem Iskandar Pasar V
Barat I No. 4 Medan Estate.
3.2 Alat
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan formalin ialah alat destilasi,
erlenmeyer, hot plate, labu destilasi, neraca analitik dan tabung reaksi.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan formalin ialah akuades, asam
fosfat, asam kromatropat, H2SO4 dan sampel tahu putih.
3.4 Prosedur Penelitian
a. Ditimbang 50 g tahu masukkan ke dalam labu destilasi
b. Ditambahkan 100 mL akuades dan 5 mL asam fosfat
c. Dipasang alat destilasi, lakukan destilasi sampai diperoleh destilat ±50 mL
yang ditampung di dalam erlenmeyer (ujung pendingin harus tercelup ke
dalam erlenmeyer)
d. Dilakukan test kualitatif terhadap destilat yaitu:
Dimasukkan ± 5 mL destilat ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Formalin pada Tahu Putih Secara Kualitatif Di PasarSukaramai
No. Sampel Reaksi Hasil Keterangan
1. Tahu Putih Reaksi Asam
Kromatropat
Merah Keunguan Positif Formalin
4.2 Pembahasan
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, di dapat hasil bahwa pada
pemeriksaan formalin pada tahu putih di pasar sukaramai yaitu positif
mengandung formalin. Hal ini ditandai dengan tahu yang lebih kenyal, teksturnya
lebih keras, menghasilkan bau khas yang merupakan bau dari formalin dan terjadi
perubahan warna merah keunguan dalam reaksi asam kromatropat.
Selain produk tahu yang diteliti mengandung formalin, terdapat produk
lain yang telah diteliti juga mengandung formalin yaitu ikan asin. Hal ini ditandai
dengan ikan asin yang tidak cepat rusak hingga bertahan sampai satu bulan, bersih
cerah dan tidak berbau seperti ikan asin dan terjadi perubahan warna merah
keunguan dalam reaksi asam kromatropat.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia
dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan
alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen
(menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan) (Cahyadi, 2008).
Saat membeli tahu sebaiknya dipilih yang baunya tidak menyengat (bau
asam atau formalin), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna
putih. Sebelum disimpan sebaiknya tahu direbus dahulu kemudian disimpan
dalam wadah kedap udara, direndam dalam air agar tidak kering dan disimpan
dalam lemari pendingin (Murdiati dan Amaliah, 2013).
Tahu adalah bahan pangan yang tinggi protein dengan kadar air yang
tinggi (85%) karena tahu itu tidak tahan lama. Satu hari setelah diproduksi tahu
akan mulai rusak yang ditandai dengan berbau asam dan berlendir. Dengan
merendam tahu pada air yang diberi formalin tahu akan awet sampai 7 hari. Jadi
penggunaan formalin dapat dilakukan pada proses penggumpalan dan perendaman
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil pemeriksaan formalin pada tahu putih secara kualitatif di pasar
Sukaramai dapat disimpulkan bahwa tahu putih yang diperiksa positif
mengandung formalin. Hal ini dapat ditandai dengan adanya perubahan warna
merah keunguan pada reaksi asam kromatropat dalam tahu putih yang
mengandung formalin.
5.2 Saran
1. Disarankan kepada masyarakat agar lebih teliti dan berhati-hati dalam
memilih dan mengkonsumsi tahu putih yang beredar.
2. Disarankan kepada pemerintah yang berwenang agar lebih memperketat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan,
food additive, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Di dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/88 dijelaskan, bahwa
BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya
bukan merupakan ingredientatau komposisi, khas makanan, punya atau tidak
punya nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk
maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk
menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi
sifat khas makanan tersebut (Murdiati dan Amaliah, 2013).
Bahan Tambahan Makanan (BTM)adalah bahan yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki
penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan atau masa
penyimpanan. Selain itu, bahan tambahan pangan juga dapat meningkatkan nilai
gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Jenis-jenis bahan tambahan makanan
yang sering diguna kan atau sering dipakai adalah bahan pengawet, pewarna,
pemanis, antioksidan, pengikat logam, pemutih, pengental, pengenyal, zat gizi dan
sebagainya. Bahan tambahan makanan yang digunakan dapat berupa bahan alami
atau aman bagi kesehatan sesuai Undang-Undang RI No 7 Tahun 1996 tentang
Pangan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Menurut Yuliarti (2007), beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan
(BTM) yaitu:
1. Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak
dibatasi, misalnya pati.
2. Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan
dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan.
3. Bahan Tambahan Makanan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta
telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat
pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman.
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah
ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2, yaitu GRAS (Generally
Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula
(glukosa). Sedangkan jenis lainnya, yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini
selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya demi menjaga/melindungi
kesehatan konsumen (Cahyadi, 2008).
Menurut Yuliarti (2007), memilih Bahan Tambahan Makanan (BTM)
yang digunakan, ada baiknya kita mengenal beberapa Bahan Tambahan Makanan
(BTM) yang aman digunakan dan tidak berbahaya, yakni yang telah diizinkan
oleh BPOM, di antaranya:
1. Pengawet: asam benzoat, asam propionat, natrium benzoat dan nisin
2. Pewarna: tartrazine
4. Penyedap rasa dan aroma: monosodium glutamat
5. Antikempal: aluminium silikat, magnesium karbonat dan trikalsium fosfat
6. Antioksidan: asam askorbat, alpa tokoferol
7. Pengemulsi, pemantap dan pengental: lesitin, potasium laktat.
Menurut Cahyadi (2008), Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan dan
yang dilarang oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88, terdiri dari
golongan BTP yang diizinkan di antaranya sebagai berikut:
1. Antioksidan (antioxidant)
2. Antikempal (anticaking regulator)
3. Pengatur keasaman (acidity regulator)
4. Pemanis buatan (artificial sweeterner)
5. Pemutih dan pematang telur (flour treatment agent)
6. Pengemulsi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener)
7. Pengawet (preservative)
8. Pengeras (firming agent)
9. Pewarna (colour)
10.Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer)
11.Sekuestran (sequestrant).
Menurut Cahyadi (2008), beberapa bahan tambahan yang dilarang
digunakan dalam makanan, diatur Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan
No. 1168/Menkes/PER/X/1999 sebagai berikut:
1. Natrium tetraborat (boraks)
3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chlorampenicol)
5. Kalium klorat (pottasium chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9. Asam Salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt).
Sedangkan menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999, selain
bahan tambahan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang, seperti
rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis
sintetis) dan potasium bromat (pengeras).
2.2 Bahan Pengawet
Penggunaan berbagai macam bahan-bahan pengawet pada makanan oleh
masyarakat sudah sangat mengkhawatirkan. Bahan kimia seperti formalin yang
bukan merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan masyarakat untuk
memperpanjang masa simpan dan meningkatkan kualitas bahan pangan (Rauf,
2015).
Bahan pengawet makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan
perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya.
Kontaminasi bakteri dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan
adanya bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba,
baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan
kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan
kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, pemakaian
bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan
asing yang masuk ke dalam tubuh bersama bahan pangan yang dikonsumsi.
(Cahyadi, 2008).
Menurut Cahyadi (2008), secara umum penambahan bahan pengawet pada
pangan bertujuan sebagai berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun yang tidak patogen
2. Memperpanjang umur simpan pangan
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan
yang diawetkan
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak melanggar PerMenKes
yang telah diatur.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Menurut Mudiarti dan Amaliah (2013), pengawetan bahan pangan dapat
dilakukan secara alami yaitu dengan cara makanan tersebut ditambahkan
yang biasa digunakan antara lain gula, garamdan cuka. Cara pengawetan alami
dengan pemasakan yaitu:
a. Pengeringan, dapat dilakukan dengan penjemuran, pemanasan, ataupun
pengasapan. Pengeringan berarti menghilangkan air. Contoh: dendeng,
ikan kering, sale pisang.
b. Pembekuan, pembekuan menyebabkan air membeku sehingga bakteri
tidak dapat berkembang dan pertumbuhannya terhambat. Contoh: nugget,
ikan beku, daging.
c. Pengalengan, bahan makanan dikemas rapat dalam kaleng yang
kondisinya telah steril kemudian dipanaskan dan disterilkan. Contoh:
berbagai buah kaleng dan ikan kaleng.
d. Penyinaran, menghambat/mematikan pertumbuhan bakteri dengan
menyinarinya memakai sinar ultraviolet dan sinar gamma. Tidak
menyebabkan kerusakan makanan. Contoh: kentang dan udang.
2.3 Formalin
Gambar 1.1 Struktur Formalin
Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan sudah muncul ke
telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan. Hasilnya beberapa
jenis bahan makanan olahan, yaitu mi basah, bakso, tahu dan ikan asin positif
mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Formalin adalah bahan pengawet yang kerap dicampurkan dalam industri
pangan. Penggunaan formalin dimaksudkan untuk mempertahankan kesegaran
agar produk yang diawetkan bisa bertahan lama dan tidak cepat busuk. Formalin
ini merupakan larutan yang mengandung formaldehid sekitar 37% (Rosmaul,
dkk., 2014).
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dan merupakan anggota
paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia CH2O. Formalin
merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan
bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokandan
rasa membakar. Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air
dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Sifatnya
yangmudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada oksigen
sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen molekul air (Cahyadi, 2008).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis
keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi
lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya
digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering
digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk
Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk
kayu lapis. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan untuk
penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunakan dalam
pengawetan mayat (Yuliarti, 2007).
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia
dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan
menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu,
kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung,
alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen
(menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya
akan muntah, diare bercampur darah, air seni bercampur darah dan kematian yang
disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara,
berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga
merangsang hidung, tenggorokkan dan mata (Cahyadi, 2008).
Suatu bahan pangan mengandung formalin atau tidak dapat dilakukan
dengan melihat tanda-tanda fisik makanan tersebut (bau yang menyengat, tekstur
yang kaku, warna yang lebih terang) dan tingkat keawetan produk yang lebih
lama. Namun, tanda-tanda tersebut tidak akan terdeteksi bila kandungan formalin
terlalu rendah. Karena itu uji laboratorium perlu dilakukan. Formalin akan
bereaksi dengan asam kromatropik menghasilkan senyawa kompleks yang
berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara
menambahkan asam fosfat dan hidrogen peroksida. Caranya, bahan yang diduga
fosfat dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat
disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin (Widyaningsih dan
Murtini, 2006).
Menurut Mudiarti dan Amaliah (2013), beberapa produk dan ciri-ciri
makanan/bahan pangan yang mengandung formalin yaitu:
1) Ikan asin: tidak cepat rusak hingga bertahan sampai satu bulan, bersih
cerah dan tidak berbau seperti ikan asin.
2) Mie basah: awet sampai beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan
dengan yang tidak mengandung formalin, baunya sangat menyengat (bau
formalin), tidak lengket dan mie lebih mengilap dibandingkan mie
normal.
3) Tahu: kenyal, bentuknya sangat bagus, tidak mudah hancur, awet
beberapa hari dan tidak mudah basi.
4) Bakso: lebih tahan lama dan teksturnya lebih kenyal.
2.4 Tahu
Tahu adalah bahan pangan yang tinggi protein dengan kadar air yang
tinggi (85%) karena tahu itu tidak tahan lama. Satu hari setelah diproduksi tahu
akan mulai rusak yang ditandai dengan berbau asam dan berlendir. Dengan
merendam tahu pada air yang diberi formalin tahu akan awet sampai 7 hari. Jadi
penggunaan formalin dapat dilakukan pada proses penggumpalan dan perendaman
setelah jadi tahu (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Tahu mengandung 7-8 gram zat protein dan 124 mg zat kalsium per 100
kacang kedelai kuning atau dari kacang hijau. Secara garis besar, proses
pembuatan tahu yaitu kedelai dibersihkan, dicuci, direbus, digiling atau
dihaluskan sampai menjadi seperti bubur. Kemudian disaring, dicampur batu tahu
atau cuka sehingga menjadi kental. Setelah kental, dicetak dan ditekan atau
dipadatkan (Tarwotjo, 1998).
Menurut Munifa, dkk., (2015), menjaga keawetan tahu dapat dilakukan
dengan cara:
a. Memenuhi kualitas dalam pembuatan tahu sehingga dapat bertahan selama
1-2 hari dengan cara disimpan di lemari es.
b. Direndam dalam air bersih untuk mencegah pengeringan dan menghalangi
pencemaran mikroba pembusuk dari udara.
c. Merebus tahu selama 30 menit setelah itu direndam dalam air yang telah
dimasak, keawetan tahu rebusan ini dapat bertahan selama 4 hari.
Penambahan formalin ke dalam tahu tujuannya adalah untuk membuat
awet dan kenyal. Dengan zat pengawet di dalamnya, tahu akan tahan lebih lama.
Pengusaha pun tidak harus membeli kedelai secara terus menerus untuk produksi
tahu (Rosmauli, dkk., 2014).
Saat membeli tahu sebaiknya dipilih yang baunya tidak menyengat (bau
asam atau formlain), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna
putih. Jika menyukai tahu yang berwarna kuning, misalnya pilih tahu yang
warnanya tidak terlalu mencolok. Sebelum disimpan sebaiknya tahu direbus
dahulu kemudian disimpan dalam wadah kedap udara, direndam dalam air agar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih
menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet. Untuk
mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses
pembuatannya dilakukan penambahan “Bahan Tambahan Makanan” (BTM) yang
disebut zat aditif kimia (food addition) (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan
Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan
untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan
itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang telah
ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama, Bahan Tambahan Makanan
yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua,
Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan
demikian dosis maksimum penggunaannya telah ditetapkan. Ketiga, bahan
tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin
beredar dari instansi yang berwenang (Yuliarti, 2007).
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 772/MenKes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).
Bahan pengawet makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan
perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya
(Afrianti, 2010).
Penggunaaan berbagai bahan pengawet pada makanan oleh masyarakat
sudah sangat mengkhawatirkan. Bahan kimia seperti formalin yang bukan
merupakan bahan tambahan pangan telah digunakan untuk memperpanjang masa
simpan dan meningkatkan kualitas bahan pangan (Rauf, 2015).
Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan sudah muncul ke
permukaan sejak beberapa tahun lalu. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan. Hasilnya beberapa
jenis bahan makanan olahan, yaitu mi basah, bakso, tahu dan ikan asin positif
mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Formalin bagi tubuh manusia sangat beracun, karsinogenik yang
menyebabkan kanker, mutagen, korosif dan iritatif. Paparan kronik formalin dapat
menyebabkan sakit kepala, radang hidung kronis, mual-mual, gangguan
pernapasan baik batuk atau sesak napas. Gangguan pada persyarafan berupa susah
tidur, sensitif, mudah lupa dan sulit konsentrasi. Penggunaan formalin dalam
jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan (Sembel,
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tahu putih di
pasar sukaramai mengandung formalin atau tidak.
1.3 Manfaat Penelitian
Dapat mengetahui ciri-ciri dan bahaya dari formalin yang terdapat pada
PEMERIKSAAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH SECARA
KUALITATIF DI PASAR SUKARAMAI
ABSTRAK
Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Salah satu jenis bahan tambahan makanan adalah bahan pengawet makanan, yang berfungsi untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dalam kasus-kasus tertentu ada produk makanan yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawetnya. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Salah satu produk yang ditemukan mengandung formalin yaitu tahu putih yang dijual di salah satu pasar tradisional di Kota Medan. Maka saat membeli tahu khususnya tahu putih sebaiknya memilih tahu yang baunya tidak menyengat (bau asam atau formalin), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna putih.
Sampel yang dipakai yaitu tahu putih yang diambil dari salah satu pasar tradisional di kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode destilasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kandungan formalin pada tahu yang diteliti.
Hasil yang diperoleh bahwa terdapat kandungan formalin pada tahu putih yang diteliti. Hal ini dapat dibuktikan dengan reaksi asam kromatropat dengan adanya perubahan warna menjadi merah keunguan.
PEMERIKSAAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH SECARA
KUALITATIF DI PASAR SUKARAMAI
TUGAS AKHIR
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ditujukan
untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program Studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul tugas akhir ini adalah“Pemeriksaan formalin
padatahuPutihsecarakualitatif di pasarsukaramai”.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis banyak mendapat bantuan,
pengarahan, bimbingan, semangat dan motivasi yang penulis terima dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Popi Patilaya, S.Si. M.Sc., Apt., selaku Sekretaris Program Studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga tugas akhir
5. Bapak Drs. Syahniman, M.Si., selaku Koordinator Praktik Kerja Lapangan
di Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
6. Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membantu saya dalam proses akademik.
7. Ayahanda Drs. Suryadi dan Ibunda Almh. Nani Swarni serta seluruh
keluarga yang telah mendoakan dan banyak memberikan dorongan moral
maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Teman-teman yang saya sayangi yaitu Jaka, Suci, Dita, Zura, Maria, Dwi,
Fadli dan seluruh teman-teman mahasiswa/i Analis Farmasi dan Makanan
angkatan 2013 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun.
Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf dan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawahini,
Nama : Camelia
NomorIndukMahasiswa : 132410045
Program Studi : D-III AnalisFarmasidanMakanan
JudulTugasAkhir :Pemeriksaan Formalin PadaTahuPutihSecara
Kualitatif Di PasarSukaramai
Denganinimenyatakanbahwatugasakhiriniditulisberdasarkan data
darihasilpekerjaan yang sayalakukansendiri, danbelumpernahdiajukanoleh orang
lain untukmemperolehgelarAhlimahdiyah di perguruantinggilain,
danbukanplagiatkarenakutipan yang ditulistelahdisebutkansumbernya di
dalamdaftarpustaka.
Apabila di kemudianhariadapengaduandaripihaklainkarena di
PEMERIKSAAN FORMALIN PADA TAHU PUTIH SECARA
KUALITATIF DI PASAR SUKARAMAI
ABSTRAK
Bahan tambahan pangan (BTP) biasa disebut dengan zat aditif makanan, bahan kimia makanan, atau bahan tambahan makanan. Salah satu jenis bahan tambahan makanan adalah bahan pengawet makanan, yang berfungsi untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dalam kasus-kasus tertentu ada produk makanan yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawetnya. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Salah satu produk yang ditemukan mengandung formalin yaitu tahu putih yang dijual di salah satu pasar tradisional di Kota Medan. Maka saat membeli tahu khususnya tahu putih sebaiknya memilih tahu yang baunya tidak menyengat (bau asam atau formalin), lembut tetapi tidak hancur, tidak berlendir dan berwarna putih.
Sampel yang dipakai yaitu tahu putih yang diambil dari salah satu pasar tradisional di kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode destilasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kandungan formalin pada tahu yang diteliti.
Hasil yang diperoleh bahwa terdapat kandungan formalin pada tahu putih yang diteliti. Hal ini dapat dibuktikan dengan reaksi asam kromatropat dengan adanya perubahan warna menjadi merah keunguan.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR ... iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... v
3.3 Bahan... 14
3.4 Prosedur Penelitian ... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
4.1Hasil ... 16
4.2Pembahasan ... 16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 18
5.1Kesimpulan ... 18
5.2Saran ... 18
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil Pemeriksaan Formalin pada Tahu Putih Secara Kualitatif
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Gambar Sampel ... 20