• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan Formalin Pada Mie Kuning Secara Kualitatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemeriksaan Formalin Pada Mie Kuning Secara Kualitatif"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAAN FORMALIN PADA MIE KUNING SECARA

KUALITATIF

TUGAS AKHIR

OLEH:

LINDA PUTRI AINI ARUAN

NIM 12410105

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

Bismillahirrahmanirrahim,

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Pemeriksaan Formalin Pada Mie Kuning Secara Kualitatif” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Sumadio Hadisaputra Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan Tugas Akhir ini. 4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt.selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(4)

6. Ibu Dra. Ernawati, Apt. selaku Koordinator Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara.

7. Seluruh staf dan karyawan Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara di Medan yang telah membantu kami selama melaksanakan praktek kerja lapangan.

8. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumaetra Utara.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Lianto Aruan dan Ibunda Idayati R.N, Abangda Alm. Raja Iqbal Aruan, Adik Azrah Aulia Marhamah Aruan dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

Terima kasih Kepada seluruh sahabat penulis Fanny, Hindri, Rachma, Selly, Selvy, Wilda, Della, Melda, Yurizka, Reza yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dan kepada seluruh teman-teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2012 semuanya tanpa terkecuali terima kasih buat kebersamaan dan semangatnya selama ini.

(5)

bagi pembaca secara umum dan penulis secara khusus. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, April 2015 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

2.1.1 Sifat Antimikroba Bahan Pengawet ... 6

2.1.2 Jenis-Jenis Bahan Pengawet ... 7

2.2 Formalin ... 8

2.2.1 Formalin dengan Asam Kromatropat ... 9

2.2.2 Ciri-Ciri Makanan Mengandung Formalin ... 10

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

(9)

DAFTAR GAMBAR

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(11)

PEMERIKSAAN FORMALIN PADA MIE KUNING SECARA KUALITATIF

ABSTRAK

Maraknya publikasi tentang penyalahgunaan bahan kimia yang berbahaya sangat mengejutkan masyarakat, Formalin merupakan salah satu bahan kimia yang ditambahkan pada produk pengolahan tepung seperti mie basah. Mie basah atau disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Pada umumnya mie basah kandungan airnya cukup tinggi dan cepat basi, jenis mie ini biasanya hanya tahan satu hari. Penambahan formalin pada mie basah adalah sebagai pengawet sekaligus juga sebagai pengenyal. Pemakaian formalin sangat meningkat dibandingkan dengan pengawet lainnya dikarenakan harganya jauh lebih murah. Formalin sangat berbahaya bagi tubuh manusia, merupakan zat beracun dan

karsinogen yang menyebabkan kanker. Pemeriksaan formalin pada mie kuning

dapat diuji secara kualitatif dengan menggunakan asam kromatropat 0,5% dalam asam sulfat 60%. Sampel terlebih dahulu diasamkan dengan larutan asam fosfat 85%, kemudian didestilasi. Destilasi yang digunakan pada pengujian ini yaitu destilasi sederhana. Larutan yang didestilasi yaitu asam fosfat 5-10 ml dan akuades 100 ml. Penggunaan asam fosfat adalah untuk mendesak formalin keluar. Dari hasil destilasi, diperoleh isolat murni hingga 10 ml. Hasil yang diperoleh adalah mie kuning positif mengandung formalin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel mie kuning tersebut terdapat bahan tambahan yang dilarang untuk digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999.

(12)

PEMERIKSAAN FORMALIN PADA MIE KUNING SECARA KUALITATIF

ABSTRAK

Maraknya publikasi tentang penyalahgunaan bahan kimia yang berbahaya sangat mengejutkan masyarakat, Formalin merupakan salah satu bahan kimia yang ditambahkan pada produk pengolahan tepung seperti mie basah. Mie basah atau disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Pada umumnya mie basah kandungan airnya cukup tinggi dan cepat basi, jenis mie ini biasanya hanya tahan satu hari. Penambahan formalin pada mie basah adalah sebagai pengawet sekaligus juga sebagai pengenyal. Pemakaian formalin sangat meningkat dibandingkan dengan pengawet lainnya dikarenakan harganya jauh lebih murah. Formalin sangat berbahaya bagi tubuh manusia, merupakan zat beracun dan

karsinogen yang menyebabkan kanker. Pemeriksaan formalin pada mie kuning

dapat diuji secara kualitatif dengan menggunakan asam kromatropat 0,5% dalam asam sulfat 60%. Sampel terlebih dahulu diasamkan dengan larutan asam fosfat 85%, kemudian didestilasi. Destilasi yang digunakan pada pengujian ini yaitu destilasi sederhana. Larutan yang didestilasi yaitu asam fosfat 5-10 ml dan akuades 100 ml. Penggunaan asam fosfat adalah untuk mendesak formalin keluar. Dari hasil destilasi, diperoleh isolat murni hingga 10 ml. Hasil yang diperoleh adalah mie kuning positif mengandung formalin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel mie kuning tersebut terdapat bahan tambahan yang dilarang untuk digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kehidupan. Kebutuhan manusia akan makanan diperoleh dari berbagai sumber nabati maupun hewani (Effendi, 2012).

Makanan yang bergizi adalah makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Pada dasarnya bahan makanan terdiri dari 99,9% dari bahan-bahan tersebut dan sisanya adalah bahan-bahan lain seperti pigmen, zat cita rasa dan zat-zat aditif (Effendi, 2012).

Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan “bahan tambahan makanan” (BTM) yang disebut zat aditif kimia (food additiva) (Widyaningsih & Murtini, 2006).

(14)

Didalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan, bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya merupakan ingredient, khas makanan, punya atau tidak punya nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau memengaruhi sifat makanan tersebut (Murdiati & Amaliah, 2013).

Sedangkan menurut FAO-WHO adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah tertentu, dengan tujuan memperbaiki penampakan, warna, bentuk, cita rasa, tekstur, flavour dan memperpanjang daya simpan (Effendi, 2012)

Bahan tambahan makanan atau zat aditif makanan sudah termasuk pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, penggumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal (Effendi, 2012).

Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan merupakan berita yang sangat mengejutkan pada penghujung tahun 2005 dan awal 2006, walaupun sebenarnya masalah tersebut sudah muncul ke permukaan sejak beberapa tahun lalu (Widyaningsih & Murtini, 2006).

(15)

di sejumlah pasar tradisional, tetapi sering pula ditemukan di berbagai supermarket diberbagai wilayah tanah air. Padahal perlu kita ketahui bahwa sebenarnya formalin bukanlah bahan pengawet untuk makanan. Penggunaan formalin umumnya adalah untuk pengawet mayat disamping pengawet berbagai jenis bahan industri non makanan sehingga penggunaannya untuk pengawet makanan sangat membahayakan konsumen (Yuliarti, 2007).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pengujian formalin pada mie kuning secara kualitatif adalah untuk mengetahui apakah sampel mie kuning mengandung formalin atau tidak.

1.3 Manfaat

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah senyawa yang menghambat dan menghentikan proses pembusukan akibat aktivitas mikroorganisme. Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan yang digunakan untuk mempertahankan kualitas dan daya simpan bahan pangan (Sulami, 2009).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi, 2008).

Bahan pengawet yang ideal untuk kepentingan manusia mempunyai karateristik sebagai berikut:

1. Tidak spesifik, artinya sifat antimikrobanya berspektrum luas 2. Golongan bahan pengawet GRAS

3. Ekonomis (murah dan mudah diperoleh) 4. Tidak berpengaruh terhadap citarasa

5. Tidak berkurang aktivitasnya selama penyimpanan 6. Tidak menimbulkan strain (galur) yang resisten

(17)

Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda (Cahyadi, 2008).

Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.

2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.

3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena bukan untuk makanan alias berbahaya seperti boraks dan formalin (Widyaningsih & Murtini, 2006).

Jumlah zat pengawet ditambahkan kedalam suatu bahan pangan tidak berpengaruh pada pernyataan bahwa suatu zat pengawet kimia telah ditambahkan, asal standar identitasnya ditetapkan untuk produk bahan pangan tersebut. Bila penambahan suatu zat pengawet kimia tidak terdaftar sebagai suatu bahan campuran yang ada, zat kimia tersebut tidak boleh ditambahkan pada bahan pangan yang dipasarkan (Norman, 2008).

(18)

kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan (Cahyadi, 2006)

Tanpa bahan tambahan pangan khususnya bahan pengawet maka bahan yang tersedia di pasar atau di swalayan akan menjadi kurang menarik, tidak dapat dinikmati secara layak, dan tidak awet. Bahan pengawet yang ditambahkan umumnya sama dengan bahan pengawet pangan yang sebenarnya sudah terdapat dalam bahan pangan, tetapi jumlahnya sangat kecil sehingga kemampuan mengawetkan sangat rendah (Cahyadi, 2006).

2.1.1 Sifat Antimikroba Bahan Pengawet

Bahan pengawet kimia mempunyai pengaruh terhadap aktivitas mikroba. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroba oleh bahan pengawet kimia meliputi beberapa hal antara lain jenis bahan kimia dan konsentrasinya, banyaknya mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan dan suhu penyimpanan (Cahyadi, 2006).

(19)

2.1.2 Jenis-Jenis Bahan Pengawet

Penggunaan bahan pengawet dalam kehidupan sehari-hari ada yang tergolong pengawet berbahaya dan pengawet pengganti zat berbahaya, berikut adalah beberapa bagian pengawet menurut jenisnya :

Tabel 2.1.2 jenis-jenis bahan pengawet

JENIS-JENIS BAHAN PENGAWET

Berbahaya

Pengganti zat berbahaya

Alami Sintetis

Organik Anorganik

Asam Salisilat Chitosan Asam Benzoat Belerang Dioksida Formalin

Kalsium Hidroksida (Kapur Sirih)

Asam Propionat Kalium Bisulfit Boraks (Asam Borat) Karagenan Asam Sorbat Kalium

Metabisulfit Pottasium Klorat Air ki / Air abu

merang Kalium Benzoat Kalium Nitrat Kloramfenikol Asam Sitrat Kalium Propionat Kalium Nitrit Diethylpylocarbonat

(DEPC)

Buah picung (biji kepayang/

kluwak)

Kalium Sorbat Kalium Bisulfit Pottasium Borat Bawang Putih Kalium Benzoat

Na-Metabisulfit

- Kunyit Metil-P-Hidroksi

Benzoat Natrium Nitrat

- - Natrium Benzoat Natrium Nitrit

- - Natrium

Propionat Natrium Sulfit

- - Nissin -

- -

Propil P-

(20)

2.2 Formalin

Formalin merupakan nama dagang dari larutan formaldehida dalam air dengan kadar 30-40 persen. Formalin juga mengandung alkohol 10-15 persen yang berfungsi sebagai stabilator agar formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi (Effendi, 2012).

Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon (CH2O). Formaldehid adalah larutan yang menghasilkan gas dengan titik didih 21ºC sehingga tidak dapat disimpan dalam keadaan cair ataupun gas. Formaldehid murni tidaklah tersedia secara komersial, tetapi dijual dalam 30-50% (b/b) larutan mengandung air. Formalin (37% CH2O) adalah larutan yang paling umum (Cahyadi, 2006).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Formalin

Rumus Molekul : CH2O

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna. Bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan (Depkes RI, 1979).

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, sebaiknya pada suhu diatas 20ºc. Dan apabila disimpan ditempat dingin menjadi keruh ( Depkes RI, 1979).

(21)

Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut. Formaldehid berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada sel protoplasma, merusak nukleus,dan mengkoagulasi protein (Cahyadi, 2006).

Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, diantaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid,

oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanal, formoform, superlysoform,

formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane,

oxymethylene dan methylene glycol (Yuliarti, 2007).

Formalin banyak digunakan untuk mengawetkan bahan makanan seperti bakso, tahu, mie basah dan ikan. Dengan direndam dalam beberapa tetes formalin yang dicampur dengan air, maka bahan-bahan tersebut akan lebih tahan lama dan lebih kenyal (Effendi, 2012).

2.2.1 Formalin dengan Asam Kromatropat

Asam Kromatropat dengan rumus kimia C10H6Na2O8S2.2H2O adalah nama lain dari 1,8-Dihydroxynapthalene-3,6-disulfonic acid disodium salt, memiliki berat molekul 400,29 gr/mol.

Formalin dengan adanya asam kromatropat dalam asam sulfat disertai pemanasan beberapa menit akan terjadi pewarnaan ungu (Widyaningsih & Murtini, 2006).

(22)

(3,4,5,6dibenzoxanthylium). Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbenium -oksonium yang stabil karena mesomeri.

Gambar 2.2.1 Reaksi Formalin dengan Asam Kromatropat 2.2.2 Ciri-Ciri Makanan yang Mengandung Formalin

Makanan yang mengandung formalin umumnya awet dan dapat bertahan lebih lama. Bahan makanan yang mengandung formalin ketika sedang dimasak kadang-kadang masih mengeluarkan bau khas formalin. Tanda- tanda makanan yang mengandung formalin adalah sebagai berikut:

1. Tahu

Bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari dan tidak mudah busuk. Bau agak menyengat dan aroma kedelai sudah tak nyata lagi.

2. Mie basah

Lebih kenyal, awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin. Mie tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah putus), dan tidak lengket.

3. Bakso

(23)

4. Ikan asin

Daging kenyal, utuh, lebih putih dan bersih dan dibandingkan ikan asin tanpa formalin agak berwarna coklat dan lebih tahan lama.

5. Ikan segar atau basah

Warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.

6. Ayam potong

Berwarna putih bersih, lebih awet dan tidak mudah rusak (Widyaningsih & Murtini, 2006).

2.2.3 Manfaat Penggunaan Formalin

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya yaitu:

1. Sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang, pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya.

2. Dalam dunia fotografi, biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas.

3. Dibidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).

(24)

cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet.

5. Didalam industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan dan sering digunakan dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir. 6. Sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum,

pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. 7. Pencegah korosi untuk minyak (Yuliarti, 2007).

2.2.4 Dampak Formalin Terhadap Kesehatan

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada suhu tubuh. Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah (Cahyadi, 2008).

(25)

Uap formaldehid sangat iritan terhadap membran mukosa, dan dapat mengiritasi mata, hidung, dan bila uap dihirup dapat terjadi iritasi saluran napas yang parah, antara lain dapat menyebabkan batuk, sposmus laring, bronkitis, dan pneumonia, dapat pula timbul asma pada inhalasi berulang (Cahyadi, 2008).

2.3Mie

Mie adalah adonan tipis dan panjang yang telah digulung, dikeringkan, dan dimasak dalam air medidih. Mie adalah nama generik. Orang Eropa menyebut

pasta (bahasa Italia) secara generik, dan noodle (bahasa Inggris) untuk pasta yang

berbentuk memanjang (Aprilianti, 2009).

Di Eropa bahan baku mie biasanya dari jenis-jenis gandum sementara di Asia bahan baku mie lebih bervariasi. Berbagai bentuk mie dapat ditemukan di berbagai tempat. Perbedaan mi terjadi karena campuran bahan, asal-usul tepung sebagai bahan baku, serta teknik pengolahan (Aprilianti, 2009).

Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mie pertama kali dibuat di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa dinasti Han. Dari Cina, mie berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara di Asia Tenggara bahkan meluas sampai ke benua Eropa (Aprilianti, 2009).

(26)

mie yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mie mentah atau mie basah (Widyaningsih & Murtini, 2006).

Mie basah atau disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang mengalami perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mie basah dapat mencapai hingga 52% sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat. Pada suhu kamar mie basah ini hanya bertahan 10-12 jam saja karena setelah itu mie akan berbau asam dan berlendir atau basi (Widyaningsih dan Murtini)

2.3.1 Kandungan Gizi dalam Mie

Mie merupakan bahan pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif murah dan praktis mengolahnya, mie juga mempunyai kandungan gizi yang cukup baik (Aprilianti, 2009).

Tabel 2.3.1 Komposisi Kimia Mie Basah (Mie Kuning) per 100g bahan

(27)

Tabel 2.3.1 Komposisi Kimia Mie Kering per 100g bahan

Komposisi Jumlah

Kalori (Kkal) 338 Protein (g) 7,6

Lemak (g) 11,8

Karbohidrat (g) 50,0 Kalsium (mg) 49

Destilasi adalah memisahkan komponen-komponen yang mudah menguap dari suatu campuran cair dengan cara menguapkannya, yang diikuti dengan kondensasi uap yang terbentuk dan menampung kondensat yang dihasilkan (Handojo, 1995).

(28)

2.4.1 Destilasi Sederhana

Destilasi sederhana yang dapat dipisahkan hanya campuran yang komponen-komponennya memiliki tekanan uap atau titik didih yang sangat berbeda, dan yang komposisi uapnya berlainan (Handojo, 1995).

Penguapan dan destilasi umumnya merupakan proses pemisahan satu tahap. Proses ini dapat dilakukan secara kontinu atau tak kontinu, pada tekanan normal atau vakum (Handojo, 1995).

Pada destilasi sederhana, yang paling sering dilakukan adalah operasi tak kontinu. Dalam hal ini campuran yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam alat penguap (umumnya alat penguap labu) dan di didihkan. Pendidihan terus dilangsungkan hingga sejumlah tertentu komponen yang mudah menguap terpisahkan. Selama pendidihan, fraksi komponen yang sukar menguap dalam cairan bertambah besar, sehingga komposisi destilat yang dihasilkan juga selalu berubah. Seringkali destilat harus dibagi dalam beberapa fraksi (karena berasal dari daerah titik didih yang berbeda) dan ditampung dalam bejana terbuka.

2.4.2 Jenis-Jenis Destilasi

Destilasi dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: 1. Destilasi sederhana atau destilasi biasa

(29)

2. Destilasi Fraksionasi (Bertingkat)

Adalah sama prinsipnya dengan destilasi sederhana, hanya destilasi bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik, sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang berdekatan. Untuk memisahkan dua jenis cairan yang sama mudah menguap dapat dilakukan dengan destilasi bertingkat. Destilasi bertingkat adalah suatu proses destilasi berulang. Proses berulang ini terjadi pada kolom fraksional. Kolom fraksional terdiri atas beberapa plat dimana pada setiap plat terjadi pengembunan. Uap yang naik plat yang lebih tinggi lebih banyak mengandung cairan yang lebih atsiri (mudah menguap) sedangkan cairan yang yang kurang atsiri lebih banyak kondensat.

3. Destilasi Azeotrop

Adalah memisahkan campuran azeotrop (campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tersebut atau dengan menggunakan tekanan tinggi.

4. Destilasi Uap

(30)

umum digunakan untuk destilasi campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan cara mengalirkan uap air kedalam campuran sehingga bagian yang dapat menguap berubah menjadi uap pada temperature yang lebih rendah dari pada dengan pemanasan langsung. Untuk destilasi uap, labu yang berisi senyawa yang akan dimurnikan dihubungkan dengan labu pembangkit uap (lihat gambar alat destilasi uap). Uap air yang dialirkan dalam labu yang berisi senyawa yang akan dimurnikan, dimaksudkan untuk menurunkan titik didih senyawa tersebut, karena titik didih suatu campuran lebih rendah dari pada titik didih komponen-komponennya.

5. Destilasi Vakum

(31)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian formalin pada mie kuning secara kualitatif dilakukan di Laboratorium Toksikologi, Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara di Medan.yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 4 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalah cutter, erlenmeyer, gelas ukur, hotplate, klem, labu kjedahl (labu destilasi), pendingin liebig, pipet tetes, pisau, rak tabung, selang air, statif, dan tabung reaksi.

3.3Bahan

Bahan yang digunakan adalah aquadest, asam fosfat (H3PO4) 85%, asam kromatropat 0,5%, asam sulfat (H2SO4) 60%, dan mie kuning.

3.4 Prosedur Pengujian 3.4.1 Persiapan Sampel

(32)

fosfat 85%. Di destilasi perlahan-lahan hingga diperoleh 10 ml destilat yang ditampung dalam erlenmeyer (ujung pendingin harus tercelup).

3.4.2 Pereaksi

Larutkan 500 mg asam kromatropat 0,5% dalam 100 ml asam sulfat 60%. 3.4.3 Pengujian Sampel

(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil pemeriksaan formalin pada mie kuning secara kualitatif, diketahui bahwa sampel mie kuning positif mengandung formalin.

Mie kuning yang mengandung formalin dilihat dengan timbulnya warna ungu setelah sampel ditambahkan asam kromatropat 0,5% dalam asam sulfat 60% .

4.2 Pembahasan

Dari hasil pemeriksaan sampel mie kuning positif mengandung formalin. Sampel mengandung formalin dikarenakan terjadinya perubahan warna ungu setelah sampel ditambahkan asam kromatropat 0,5% dalam asam sulfat 60%.

Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan merupakan berita yang sangat mengejutkan pada penghujung tahun 2005 dan awal 2006. Tujuan penambahan formalin pada makanan adalah sebagai pengawet sekaligus juga sebagai pengenyal makanan seperti pada mie basah (Widyaninsih & Murtini, 2006).

(34)

pengawetan lebih singkat, mudah didapatkan ditoko bahan kimia dalam jumlah besar (Widyaningsih & Murtini, 2006).

Tanpa ditambah formalin mie basah satu hari setelah produksi pada suhu kamar akan berbau dan berlendir (lengket). Dengan adanya penambahan formalin, mie basah dapat awet sampai 5 hari. Formalin juga menyebabkan mie basah teksturnya menjadi lebih kenyal dan liat sehingga lebih disukai (Widyaningsih & Murtini, 2006).

Pada umumnya pengawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya formalin sangat kurang. Karena itulah formalin yang seharusnya digunakan untuk industri sering disalahgunakan sebagai pengawet makanan demi mengejar keuntungan produsen saja, tetapi dapat membahayakan dan merugikan kesehatan masyarakat (Widyaningsih & Murtini, 2006).

(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pemeriksaan formalin pada mie kuning secara kualitatif menunjukkan bahwa sampel mie kuning positif mengandung formalin karena terdapat warna ungu pada dasar tabung reaksi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa didalam sampel mie kuning tersebut terdapat bahan tambahan yang dilarang untuk digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999.

5.2 Saran

Sebaiknya untuk pengujian formalin selanjutnya dilakukan dengan metode lainnya, misalnya dengan metode spektrofotometri. Metode tersebut dilakukan agar makanan yang akan dipasarkan benar-benar merupakan makanan yang memenuhi persyaratan dalam segala aspek-aspeknya.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Aprilianti, A. (2009). Ada Apa Dengan Mie. Aprilia Media: Bandung. Hal: 2-4, 31.

Cahyadi, W. (2006). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara: Jakarta. Hal: 4, 6, 230-231.

Cahyadi, W. (2008). Analisis dan Aspek Kesehatan dan Bahan Tambahan

Pangan. Bumi Aksara: Jakarta. Hal: 5, 13, 259-260,281.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta. Hal: 259-260. Effendi, S. (2012). Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta:

Bandung. Hal: 1, 121, 123, 159.

Handojo, L. (1995). Teknologi Kimia. Pradnya Paramita: Jakarta. Hal: 157-159. Murdiati., dan Amaliah. (2013). Panduan Penyiapan Pangan Sehat Untuk Semua.

Kencana Prenamedia Group: Jakarta. Hal: 165, 166.

Norman,W. (2008). Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press: Jakarta. Hal: 383. Nurwantoro dan Djarijiah. (1997). Mikrobiologi Pangan Hewani-Nabati. Kansius:

Yogyakarta. Hal: 53.

Sulami, E. (2009). Sehatkah Bahan Tambahan Panganmu. Intan Parawira: Klaten. Hal: 19.

Walangare, K., Lumenta, M., Wuwung, J., dan Sugiarso, B. (2013). Rancang

Bangun Alat Konversi Air Laut Menjadi Air Minum Dengan Proses Destilasi Sederhana Menggunakan Pemanas Elekrik. Teknik Elektro:

Manado. Hal: 1-2.

Widyaningsih, T.,n dan Murtini, S.,F. (2006). Alternatif Pengganti Formalin

Pada Produk Pangan. Trubus Angisarana: Surabaya. Hal: 2-5, 8, 10, 22.

(37)

Lampiran Hasil Pengujian

(38)
(39)
(40)

LAMPIRAN

Data Sampel

Nama Sampel : Mie Basah No.Lab : 0758/L/II/2015 Sampel : Mie Kuning Tanggal Masuk : 23-02-2015 Waktu : 16.00 WIB

Gambar

Tabel 2.1.2 jenis-jenis bahan pengawet
Gambar 2.2.1 Reaksi Formalin dengan Asam Kromatropat
Tabel 2.3.1 Komposisi Kimia Mie Basah  (Mie Kuning) per 100g bahan
Tabel 2.3.1 Komposisi Kimia Mie Kering per 100g bahan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999 pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) secara umum adalah bahan yang biasanya

Didalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa Bahan Tambahan Makanan yang selanjutnya disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1168/Menkes/PER/X/1999 pengertian bahan tambahan pangan (BTP) secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan

Bahan tambahan pangan (BTP) dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999, adalah : “Bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

722/Menkes/Per/IX/1988, bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau

722/Menkes/Per/IX/1988 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai bahan makan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak

722/Menkes/Per/IX/1988, bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak