BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses pembuatannya dilakukan penambahan “Bahan Tambahan Makanan” (BTM) yang disebut zat aditif kimia (food addition) (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang telah ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang (Yuliarti, 2007).
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/MenKes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).
Bahan pengawet makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya (Afrianti, 2010).
Penggunaaan berbagai bahan pengawet pada makanan oleh masyarakat sudah sangat mengkhawatirkan. Bahan kimia seperti formalin yang bukan merupakan bahan tambahan pangan telah digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan meningkatkan kualitas bahan pangan (Rauf, 2015).
Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan sudah muncul ke permukaan sejak beberapa tahun lalu. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan. Hasilnya beberapa jenis bahan makanan olahan, yaitu mi basah, bakso, tahu dan ikan asin positif mengandung formalin (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Formalin bagi tubuh manusia sangat beracun, karsinogenik yang menyebabkan kanker, mutagen, korosif dan iritatif. Paparan kronik formalin dapat menyebabkan sakit kepala, radang hidung kronis, mual-mual, gangguan pernapasan baik batuk atau sesak napas. Gangguan pada persyarafan berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa dan sulit konsentrasi. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan (Sembel, 2015).
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tahu putih di pasar sukaramai mengandung formalin atau tidak.
1.3 Manfaat Penelitian
Dapat mengetahui ciri-ciri dan bahaya dari formalin yang terdapat pada tahu putih yang beredar.