• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula 2.1.1. Pengertian Gula - Analisa Kandungan Rhodamin B dan Formalin pada Gula Merah Serta Pengetahuan dan Sikap Pedagang di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula 2.1.1. Pengertian Gula - Analisa Kandungan Rhodamin B dan Formalin pada Gula Merah Serta Pengetahuan dan Sikap Pedagang di Pasar Tradisional Kecamatan Medan Baru Tahun 2013"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gula

2.1.1. Pengertian Gula

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel.

Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan).

2.1.2. Jenis – Jenis Gula

Gula mempunyai bentuk, aroma dan fungsi yang berbeda. Berikut ini beberapa jenis gula untuk memudahkan dalam pengolahan dan penggunaan yg tepat (Dewi, 2012).

1. Gula Pasir (Granulated Sugar)

(2)

2. Gula Pasir Berbutir Kasar (Crystallized Sugar)

Gula ini memiliki bentuk butiran yang agak besar, lebih besar dari gula pasir. Biasanya digunakan untuk taburan pada kue yang dipanggang seperti kue kering, karena tidak meleleh pada suhu oven. Gula jenis ini banyak dijumpai dengan penampilan yang berwarnawarni.

3. Gula Kastor (Caster Sugar)

Memiliki ukuran butiran lebih halus dari gula pasir. Warnanya putih bersih. Gula ini paling sering digunakan untuk bahan campuran pada pembuatan cake, kue kering (cookies) ataupastrykarena mudah larut/bercampur dengan bahan lain. Membuat gula ini cukup mudah, hanya dengan memasukkan gula pasir ke dalam kantong plastik. Kemudian dipukul – pukul lalu disaring/diayak. Hasil saringan/ayakan tersebut sudah menjadi gula kastor.

4. Gula Bubuk (Icing SugaratauConfectioners Sugar)

Gula ini mengalami proses penghalusan sehingga berbentuk bubuk. Kadang disebut juga dengan tepung gula. Karena mudah larut, gula ini cocok digunakan untuk membuat krim atau menjadi taburan pada cake atau kue kering. Gula bubuk ada yang mengandung pati jagung sehingga tidak mudah menggumpal.

5. Gula Donat

(3)

6. Gula Dadu (Cube Sugar)

Gula ini berbentuk dadu dan mempunyai mutu yang baik. Biasanya dipakai sebagai pemanis pada minuman teh atau kopi.

7. Brown Sugar

Gula jenis ini adalah gula pasir yang proses pembuatannya belum selesai dan dibubuhimolassessehingga berwarna kecoklatan. Gula ini beraroma karamel dan rasanya legit, tidak semanis gula pasir. Penggunaan gula jenis ini pada cookies membuatnya menjadi lebih lembut dibandingkan dengan menggunakan gula pasir. Ada beberapa macamBrown SugaryaituSoft/Light Brown SugardanDark Brown Sugar.

8. Gula Palem (Palm Sugar)

Disebut juga gula semut. Berasal dari nira/sari batang bunga pohon aren. Berbutir seperti pasir halus dan berwarna coklat. Gula ini memiliki bau yang khas. Biasanya gula jenis ini digunakan untuk membuatfruit cakeatau juga untuk campuran cookies.

9. Gula Jawa

Gula ini dibuat dari nira/sari bunga pohon kelapa (batang manggar). Umumnya gula jenis ini berbentuk silinder kecil atau seperti mangkuk kecil karena dicetak dengan batok kelapa. Di beberapa daerah gula ini sering disebut gula merah.

10. Gula Aren

Terbuat dari nira/sari bunga pohon aren. Aromanya lebih khas daripada gula jawa. Umumnya berwarna lebih gelap dari gula jawa. Gula aren sering disebut gula merah.

11. Gula Tebu

(4)

12. Gula Batu

Gula ini bentuknya seperti bongkahan kecil batu dan butirannya kasar. Rasanya tidak semanis gula pasir tetapi cita rasanya lebih legit. Gula ini meleleh perlahan. Biasanya digunakan untuk minuman atau membuat kue. Supaya lebih mudah larut, sebaiknya gula batu dihaluskan dahulu sebelum digunakan.

13. Gula Maltosa (Maltose Sugar)

Merupakan hasil fermentasi tepung beras (padi – padian) yang telah mengalami perendaman, pengeringan, pemanganggan dan penggilingan. Bentuknya seperti madu, berwarna kuning, kental dan rasanya lebih manis dari madu. Gula maltosa ini memberikan rasa yang nikmat setelah dioleskan pada bebek/ayam panggang. Gula ini dijual dalam kemasan botol di pasar swalayan.

14. Karamel (Caramel)

Dibuat dengan memanaskan gula pasir sampai gula meleleh dan berwarna kuning kecoklatan. Karamel mempunyai keharuman yg khas.

15. Gula Jeli (Jelly Mallow)

Yaitu larutan gula yang berwarna kuning kental sehingga mirip dengan jeli (jelly). Biasanya larutan gula ini digunakan sebagai campuran dalam membuat butter cream. Dijual dalam kemasan plastik dan mudah diperoleh di toko – toko bahan makanan.

2.2. Gula Merah

2.2.1. Pengertian Gula Merah

(5)

nira yang dikumpulkan kemudian direbus secara perlahan sehingga mengental lalu dicetak dan didinginkan. Setelah dingin maka gula merah siap dikonsumsi atau dijual kepada orang lain (Rahmadianti, 2012).

Gula ini memiliki banyak sekali varian bergantung pada jenis bahan dasar yang digunakan. Meskipun sama – sama nira, namun bisa berasal dari pohon yang berbeda – beda. Kualitas gula yang dihasilkan serta rasanya berbeda antara satu pohon dengan pohon lainnya.

2.2.2. Jenis – Jenis Gula Merah

Istilah gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, tebu dan lontar. Berikut ini adalah jenis – jenis gula merah yaitu (Rahmadianti, 2012) :

1. Gula Kelapa (Gula Jawa)

(6)

2. Gula Aren

Gula aren hampir sama dengan gula Jawa. Bedanya, gula aren diambil dari nira pohon aren (enau atau kolang-kaling) dan berwarna cokelat cerah. Bentuknya ada yang silindris dan ada yang berbentuk batok runcing, namun biasanya dibungkus dengan daun kelapa kering. Sebagian orang lebih menyukai gula aren untuk membuat kue karena dianggap lebih harum, enak, dan bersih. Klasifikasi aren menurut taksonomi adalah sebagai berikut ; Kingdom: Plantae (Tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil), Sub Kelas: Arecidae, Ordo: Arecales, Famili: Arecaceae (suku pinang-pinangan), Genus: Arenga, Spesies: Arenga pinnata Merr.

3. Gula Tebu

(7)

4. Gula Semut

Gula semut atau palm sugar atau gula palem adalah gula kelapa atau gula aren dalam bentuk kristal atau bubuk, sehingga kadang juga disebut gula kristal. Penggunaannya lebih praktis karena mudah larut, plus tahan lama karena kering. Gula ini bisa ditambahkan ke jamu atau minuman hangat, adonan roti, kue, atau makanan lainnya. Bisa juga dijadikan taburan atau pengganti gula pasir.

2.2.3. Manfaat Gula Merah Terhadap Kesehatan

Tambahan gula merah pada makanan dan minuman tidak hanya membuatnya menjadi lezat, namun juga sehat. Setiap seratus gram gula merah mengandung 4 mg zat besi, 90 mg kalsium dan karoten sertalaktoflavin. Kandungan gula pada gula merah lebih rendah jika dibandingkan dengan gula pasir sehingga sangat baik untuk penderita diabetes atau bagi mereka yang ingin menurunkan kadar lemak tak jenuh di dalam tubuhnya. Selain itu tidak ditemukan kolesterol di dalam gula merah. Nutrisi mikro yang lain adalah thiamine, nicotinic acid, riboflavin, niacin, ascorbatic acid, vitamin C, vitamin B12, vitamin A, vitamin E, asam folat, protein kasar dan juga garam mineral.

Gula merah memiliki sifat hangat dan memiliki rasa manis alami. Di dalamnya terkandung unsur yang bersifat menguatkan limpa, menambah darah, meredakan nyeri, memperlancar peredaran darah dan menghangatkan lambung. Juga bermanfaat untuk mengatasi anemia, batuk,typhus, dan lepra.

(8)

Gula merah juga sangat baik bagi kaum lanjut usia yang mengalami serapan mikronutrien dan multivitamin yang rendah. Gula merah juga dapat memberikan manfaat positif kepada wanita yang baru melahirkan atau memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.

2.3. Bahan Tambahan Pangan (BTP)

2.3.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan Tambahan Makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa juga tidak. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan. Pertama Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaanya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007).

(9)

2.3.2. Bahan Tambahan Pangan Yang Diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan diantaranya sebagai berikut :

1. Antioksidan(antioxidant)adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi. Contohnya : asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging, ikan, dan buah-buahan kaleng. Butil hidroksi anisol (BHA) atau butil hidroksi toluen (BHT) untuk lemak, minyak, dan margarin.

2. Antikempal (anticaking agent) adalah tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung, atau bubuk. Contohnya : aluminium silikat serta magnesium karbonat untuk susu bubuk dan krim bubuk 3. Pengatur keasaman (acidity regulator) adalah bahan tambahan makanan yang

dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contohnya : asam klorida untuk bir, dan asam fumarat untuk jeli.

4. Pemanis buatan (artificial sweetener) adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contohnya : sakarin dan siklamat.

5. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent) adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya : asam askorbat dan aseton peroksida.

(10)

sistem dispersi yang homogen pada makanan. Contohnya : karagenan untuk pemantap dan pengental produk susu, gelatin dan amonium alginat untuk pemantap es krim.

7. Pengawet (preservative) adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya : natrium benzoat untuk pengawet kecap dan saus tomat, asam propionat untuk keju dan roti.

8. Pengeras (firming agent) adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya : aluminium amonium sulfat dan aluminium kalium sulfat untuk acar ketimun dalam botol, kalsium sitrat untuk apel kalengan dan sayur kalengan.

9. Pewarna(colour) adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contohnya : karamel untuk warna coklat, xanthon untuk warna kuning, dan klorofil untuk warna hijau.

10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer) adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya : monosodium glutamat untuk menyedapkan rasa daging. 11. Sekuestran (sequestrant) adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat

(11)

1. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba, yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.

2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan serupa asam amino, mineral, atau vitamin, baik tunggal, maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan. 3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga

mempertahankan kadar air pangan.

2.3.3. Bahan Tambahan Pangan Yang Tidak Diizinkan

Bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan atau dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 sebagai berikut (Cahyadi, 2009) :

1. Natrium tetraborat (boraks) 2. Formalin (formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils) 4. Kloramfenikol (chlorampenicol)

5. Kalium klorat (pottasium chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)

(12)

2.4. Zat Pewarna

2.4.1. Pengertian Zat Pewarna

Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan antara lain; warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya (Yuliarti, 2007).

Zat pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan warna pada makanan dimaksudkan untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik (Winarno, 1997).

2.4.2. Jenis Zat Pewarna

Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang berasal dari tanaman dan hewan yang dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya.

(13)

Tabel 2.1. Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas

Karamel

Sumber : Cahyadi (2009) 2. Pewarna Sintetis

(14)

Tabel 2.2. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia menurut Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

(15)

Tabel 2.3. Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia menurut Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.) Citrus red No.2 Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

2.4.3. Dampak Zat Pewarna

Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, di antaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberikan dampak negatif kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin member dampak negatif tersebut terjadi apabila :

1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang. 2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.

(16)

4. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan.

5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.

2.5. Rhodamin B

2.5.1. Pengertian Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan, terutama makanan jajanan. Rhodamin B adalah zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna merah keunguan, tidak berbau, serta mudah larut dan dalam larutan warna merah terang berfluorensi. Rhodamin B termasuk salah satu zat pewarna yang diperuntukkan sebagai pewarna kertas atau tekstil serta dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah, 2005).

Rhodamin B memiliki nama lain, di antaranyaacid butirat pink B,ADC rhodamin B,brilliant pink B, calcozine rhodamin BL, aizen rhodamin BH, aizen rhodamin BHC, akiriku rhodamin B, calcozine rhodamin BX, calcozin rhodamin BXP, cerise toner, certiqual rhodamin, cogilor red 321.10, cosmetic briliant pink bluish D conc, edicol supra rose B,elcozine rhodamin B,geranium lake N,hexacol rhodamin B extra,rheonin B,symulex magenta,takaoka rhodamin B,tetraetil rhodamin(Anonimous, 2011).

Rumus molekul dari rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul

(17)

2.5.2. Dampak Rhodamin B Terhadap Kesehatan

Menurut Yuliarti (2007), penggunaan rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah ataupun merah muda. Menghirup rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula apabila zat kimia ini mengenai kulit maka kulit pun akan terkena iritasi. Mata yang terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan udem pada mata.

2.5.3. Tindakan Bila Terpapar Rhodamin B

Tindakan yang bisa dilakukan bila terpapar rhodamin B adalah sebagai berikut (Syah, 2005) :

1. Bila terkena kulit, lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu penderita yang terkontaminasi atau terkena rhodamin B;

2. Cuci kulit dengan sabun dan air mengalir sampai bersih dari rhodamin B, selama kurang lebih 15 menit sampai 20 menit. Bila perlu hubungi dokter;

3. Bila terkena mata, bilas dengan air mengalir atau larutan garam fisilogis, mata dikedip – kedipkan sampai dipastikan sisa Rodamin B sudah tidak ada lagi atau sudah bersih. Bila perlu hubungi dokter;

(18)

tidak sadar, miringkan kepala ke samping atau ke satu sisi. Bila perlu hubungi dokter.

2.6. Zat Pengawet

2.6.1. Pengertian Zat Pengawet

Zat pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan (BTM). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, zat pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. Aktivitas – aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang. 2.6.2. Jenis Zat Pengawet

Menurut Cahyadi (2009), ada 2 jenis zat pengawet yaitu sebagai berikut : 1. Zat Pengawet Anorganik

Berikut adalah daftar pengawet anorganik yang diizinkan penggunaanya oleh Dirjen POM (Lampiran Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/1988) :

(19)

9) Natrium nitrat 10) Natrium nitrit 11) Natrium sulfit 2. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Berikut adalah daftar bahan pengawet organik yang diziinkan pemakaiannya oleh Dirjen POM (Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/1988) :

1) Asam benzoat 2) Asam propionat 3) Asam sorbat 4) Kalium benzoat 5) Kalium propionat 6) Kalium sorbat 7) Kalsium benzoat

8) Metil-p-hidroksi benzoat 9) Natrium benzoat

10) Natrium propionat 11) Nisin

(20)

Zat pengawet yang tidak diizinkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 sebagai berikut :

1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)

3. Kloramfenikol (chlorampenicol)

4. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate,DEPC) 5. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

6. Asam Salisilat (salicylic acid) 2.6.3. Dampak Zat Pengawet

Semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit. Untuk itu digunakan konsep ADI (Acceptable Daily Intake). ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang didefenisikan sebagai jumlah bahan yang masuk ke tubuh setiap harinya, bahkan selama hidupnya tanpa resiko yang berarti bagi kesehatannya. Sebagai contoh, belerang dioksida merupakan bahan pengawet yang sangat luas pemakaiannya, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan, tetapi belum ada pengganti belerang dioksida yang sama efektifnya atau cukup memuaskan. Keracunan karena adanya belerang dioksida akan menyebabkan luka usus (Cahyadi, 2009).

(21)

racun, khususnya NO yang terserap dalam darah, mengubah haemoglobin manusia menjadi nitrose haemoglobin atau methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mengangkut oksigen. Akibatnya terjadi cianosis (kulit menjadi biru), pucat, sesak napas, muntah, dan shock. Kemudian akan menjadi kematian apabila kandungan methaemoglobin lebih tinggi dari ± 70%. Beberapa efek lain pemakaian bahan pengawet yaitu iritasi lambung, iritasi kulit apabila terkena langsung, migrain, serta timbulnya reaksi alergi terhadap kulit dan mulut.

2.7. Formalin

2.7.1. Pengertian Formalin

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan. Titik leleh -920C, titik didih -210C dan densitas dari formalin yakni 0,815 (pada suhu 200C). Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram. Dapat bercampur dalam air dan alkohol. Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen molekul air. Memiliki konsentrasi 10 – 40% dari formaldehid. Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan sebagai antiseptik, germisida, dan pengawet non – makanan.

(22)

Apabila digunakan secara benar, formalin akan lebih bermanfaat, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembersih lalat dan jenis serangga lainnya. Formalin juga digunakan sebagai pencegah korosi pada sumur minyak.

2.7.2. Ciri – Ciri Makanan yang Mengandung Formalin

Adapun ciri – ciri makanan yang mengandung formalin (Yuliarti, 2007) yaitu sebagai berikut:

1. Bentuknya sangat bagus, tekstur kenyal, warnanya bersih dan cerah. 2. Tidak mudah hancur atau rusak.

3. Tidak mudah busuk dan awet/tahan hingga beberapa hari. 4. Beraroma menyengat khas formalin

5. Umumnya makanan yang mengandung formalin tidak akan dihinggapi lalat. 2.7.3. Dampak Formalin terhadap Kesehatan

Dampak formalin terhadap kesehatan dapat berupa dampak akut maupun dampak kronis yaitu (Yuliarti, 2007):

1. Dampak Akut

(23)

Efek terhadap kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang, biasanya jika mengonsumsi formalin dalam jumlah kecil dan terakumulasi dalam jaringan. Efeknya yaitu seperti mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi, dan bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker).

2.7.4. Tindakan Bila Terpapar Formalin

Tindakan yang bisa dilakukan bila terpapar formalin adalah sebagai berikut (Yuliarti, 2007):

1. Bila formalin tertelan, segera minum susu atau norit untuk mengurangi penyerapan zat berbahaya tersebut. Bila diperlukan segera hubungi dokter;

2. Bila terkena kulit, segera lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang terkena formalin. Cuci kulit selama 15 – 20 menit dengan sabun atau deterjen lunak dan air yang banyak serta pastikan tidak ada lagi bahan yang tersisa di kulit;

3. Bila formalin mengenai mata, segera bilas mata dengan air mengalir yang cukup banyak sambil mengedip – kedipkan mata. Pastikan tidak ada lagi sisa formalin di mata. Aliri mata dengan larutan garam dapur 0,9% (seujung sendok teh garam dapur dilarutkan dalam segelas air) terus – menerus sampai penderita siap dibawa ke dokter;

4. Bila terkena hirupan atau terkena kontak langsung formalin, tindakan awal yang harus dilakukan adalah menghindarkan penderita dari daerah paparan ke tempat yang aman. Bila penderita terkena sesak berat, gunakan masker berkatup atau peralatan sejenis seandainya dirasa perlu melakukan pernafasan buatan.

(24)

Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama bertahan/langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmojo,2003).

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2005).

2.9. Sikap

Sikap adalah kecenderungan untuk berespons (secara positif atau negatif) terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita kepada sesuatu atau menyebabkan kita menolaknya. Sikap dapat juga ditumbuhkan dari pengalaman yang amat terbatas. Kita dapat mengambil suatu sikap tanpa mengerti situasinya yang lengkap.

(25)

bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

 Karakteristik Pedagang gula merah : rhodamin B dan formalin.  Sikap pedagang terhadap

Gambar

Tabel 2.1. Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami
Tabel 2.2. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia menurut
Tabel 2.3. Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia menurut

Referensi

Dokumen terkait

dilaksanakan dengan seimbang, karena kedua hal tersebut adalah bentuk dari apresiasi kinerja seseorng, jika seseorang hanya diberikan sanksi saja tanpa adanya

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Togean, (2) menganalisis faktor-faktor yang

Kegiatan ini diawali dengan melakukan kesepakatan dengan kedua mitra, yaitu usaha mikro “ Dua Kelapa” dan usaha mikro “ Ngetop Gula Merah”. Dengan melakukan

Apabila dilihat dari hasil khi- kuadratnya, keenam faktor risiko tersebut juga memang menunjukkan hasil bahwa belum ada cukup bukti yang signifikan untuk menunjuk- kan

4) Tenaga pengajar yang meningkat kemampuan dan kompetensinya, dilaksanakan melalui kegiatan workshop/pelatihan/bimbingan teknis di bidang Industri Kelapa Sawit

Penelitian ini bertujuan untuk memper- oleh bakteri yang memiliki aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dari sistem pencer- naan ikan lele, sebagai kandidat

Mulyaningtias (2010) mengemukakan bahwa perangkat penilaian kinerja pada materi pokok meliputi sifat koligatif larutan (kenaikan titik didih larutan dan penurunan