• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PENGAWET BENZOAT PADA MINUMAN BERSODA SECARA KUALITATIF TUGAS AKHIR. Oleh: LETARE ROGATE SIMAMORA NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA PENGAWET BENZOAT PADA MINUMAN BERSODA SECARA KUALITATIF TUGAS AKHIR. Oleh: LETARE ROGATE SIMAMORA NIM"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PENGAWET BENZOAT PADA MINUMAN BERSODA SECARA KUALITATIF

TUGAS AKHIR

Oleh:

LETARE ROGATE SIMAMORA NIM 142410032

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

ANALISA PENGAWET BENZOAT PADA MINUMAN BERSODA SECARA KUALITATIF

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

LETARE ROGATE SIMAMORA NIM 142410032

Medan, Juni 2017 Disetujui Oleh:

Pembimbing,

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt NIP 196005111989022001

Disahkan Oleh:

Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.

NIP 195707231986012001

(3)

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Letare R Simamora

Nomor Induk Mahasiswa : 142410032

Program Studi : D III Analis Farmasi dan Makanan

Judul Tugas Akhir : Analisa Pengawet Benzoat Pada Minuman Bersoda Secara Kualitatif

dengan ini menyatakan bahwa tugas akhir ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar ahli madya di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah menyebutkan atau mencantumkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Juni 2017 Yang Menyatakan,

Letare R Simamora NIM 142410032

Materai Rp 6.000

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir berjudul “Analisa Zat Pengawet Dalam Minuman Bersoda Secara Kualitatif”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahi Madya Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Salah satu parameter yang diteliti dalam minuman bersoda adalah zat pengawet. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kandungan pengawet dalam minuman yang dibeli dari minimarket dan warung Jalan Pembangunan USU. Ternyata bahwa semua sampel minuman bersoda yang diuji positif mengandung pengawet benzoat.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Dra. Nazliniwaty, M.si., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt dan Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Terakhir dan teristimewa, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ayahanda Parsiholan Simamora, Ibunda Rosmaniar Sianturi, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, motivasi dan pengorbanan yang tidak mampu dibalas dengan apapun dalam penyelesaian tugas akhir ini.

(5)

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan. Amin.

Medan, Juni 2017 Penulis

Letare R Simamora NIM 142410032

(6)

ANALISA PENGAWET BENZOAT DALAM MINUMAN BERSODA SECARA KUALITATIF

ABSTRAK

Latar Belakang: Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mempertahankan makanan terhadap serangan bakteri, ragi dan kapang. Pengawet merupakan salah satu bahan yang umumnya ditambahkan dalam minuman untuk menmbah daya simpan lebih lama. Bahan pengawet yang digunakan harus merupakan bahan pengawet yang diizinkan untuk minuman dan ditambahkan pada kadar yang aman untuk dikonsumsi. Bahan pengawet yang biasa digunakan dalam pengolahan minuman adalah asam benzoat, belerang oksida, kalium benzoat, kalsium benzoat, dan natrium benzoat.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa ada tidaknya pengawet benzoat pada minuman bersoda.

Metode: Sampel diperoleh dari minimarket dan warung Jalan Pembangunan USU.Penelitian ini menggunakan metode Esterifikasi.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sampel 1, Sampel 2, dan Sampel 3 positif mengandung pengawet benzoat.

Kesimpulan: Pengawet natrium benzoat diperbolehkan penggunaannya dalam minuman sesuai ketentuan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX,1988.

Kata Kunci: Bahan pengawet, Natrium Benzoat, Esterifikasi

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan ... 3

1.2.Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Bahan Tambaha Pangan ... 4

2.1.1.Pengertian Bahan Tambahan Pangan ... 4

2.1.2.Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan ... 4

2.1.3.Jenis Bahan Tambahan Pangan ... 5

2.1.4.Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan ... 6

2.1.5.Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan ... 7

2.2.Bahan Pengawet ... 7

2.2.1.Pengertian Bahan Pengawet ... 7

2.2.2.Jenis Bahan Pengawet ... 8

2.2.2.1.Pengawet Alami ... 8

2.2.2.2.Pengawet Sintesis ... 10

(8)

2.2.3.Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet ... 12

2.2.4.Pengawet Berbahaya ... 13

2.3.Natrium Benzoat ... 15

2.3.1.Pengawet Natrium Benzoat ... 15

2.3.2.Dampak Natrium Benzoat Terhadap Kesehatan ... 16

2.3.3.Acceptable Daily Intake (ADI) Natrium Benzoat ... 17

BAB III METODE ... 18

3.1.Tempat Pelaksanaan ... 18

3.2.Alat dan Bahan ... 18

3.2.1.Alat ... 18

3.2.2.Bahan ... 18

3.3.Prosedur ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1.Hasil ... 19

4.1.Pembahasan ... 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1. Kesimpulan ... 21

5.2. Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

4.1. Hasil Analisa Pengawet Benzoat pada Minuman Bersoda ... 19

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.722/Menkes/Per/IX/1988 ... 24

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan atau makanan merupakan kebutuhan dasar dalam hidup manusia, oleh karenanya di Negara kita maupun dunia, urusan pangan diatur oleh Negara.

Meskipun di Indonesia telah ada Undang-Undang Pangan, yaitu UU No.7 Tahun 1996 dan kemudian direvisi dengan UU No.18 Tahun 2002, namun masyarakat belum mendapatkan makanan yang cukup terjamin keamanan dan mutunya. Hal ini antara lain disebabkan masih kurangnya pemahaman konsumen akan sifat, manfaat dan cara menentukan kebutuhan makanan agar dirinya menjadi invidu yang sehat, produktif, dan inovatif (Indrati dkk, 2014).

Disengaja atau tidak, masyarakat sering mengonsumsi bahan-bahan yang dikategorikan sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP). BTP dapat berupa pewarna (menambah daya tarik visual), pengental (memperbaiki tekstur), pemanis (menambah rasa), penyedap (menguatkan rasa), dan lain-lain. BTP ditambahkan selama pengolahan dan perlu kepastian akan keamanan dalam penggunaannya (Indrati dkk, 2014).

Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan

(12)

yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.

Akan tetapi, tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relative awet dengan tujuan untuk memperpanjang msaa simpan atau memperbaiki tekstur (Cahyadi, 2008).

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat pathogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur atau diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya; baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan;

maupun yang bersifat tidak langsung atau kumulatif, misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik. Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, banyak dijumpai pemakaian bahan pengawet secara luas.

Kebanyakan bahan pengawet memiliki ciri sebagai senyawa kimia yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya yang diperlukan untuk memberikan tingkat toksisitas yang selektif (Cahyadi, 2008).

(13)

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui gambaran umum ada tidaknya pengawet benzoat yang terkandung dalam minuman bersoda.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat analisia pengawet benzoat dalam minuman bersoda ini adalah :

1. Sebagai informasi dalam upaya peningkatan pengetahuan bagi masyarakat selaku konsumen didalam memilih minuman ringan yang akan dibeli dan petunjuk bagi produsen dalam hal produksi

2. Sebagai masukan bagi penelitin selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/Menkes/PER/IX/88, Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan.

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).

2.1.2 Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan bermacam-macam tergantung jenis yang ditambahkan. Secara umum adalah sebagai berikut :

(15)

1. Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi makanan atau minuman. Contohnya menambahkan vitamin-vitamin ke dalam susu bubuk agar nilai gizi susu meningkat.

2. Untuk memperbaiki warna, rasa, aroma, dan tekstur makanan atau minuman. Contoh vetsin ditambahkan agar rasa makanan lebih gurih, soda kue (sodium bikarbonat) ditambahkan pada pembuatan bolu agar adonan mengembang dengan baik.

3. Untuk mempertahankan keamanan dan meningkatkan daya simpannya, misalnya menambahkan antioksidan pada minyak agar tidak cepat tengik.

4. Untuk memenuhi kebutuhan diet kelompok masyarakat tertentu. Misalnya penderita diabetes tidak boleh makan atau minum produk-produk yang bergula, maka dibuatlah makanan yang tidak mengandung gula, namun tetap manis. Rasa manis itu bisa didapat dari pemanis buatan seperti aspartam.

5. Untuk membantu proses pengolahan, pengemasan, distribusi, dan penyimpanan produk pangan agar kualitasnya tetap baik. Misalnya, agar susu bubuk tidak menggumpal maka ditambahkan zat anti gumpal ketika susu tersebut dikemas (Indrati, 2014).

2.1.3 Jenis Bahan Tambahan Pangan

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

(16)

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residua atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi.

Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis (Cahyadi, 2008).

2.1.4 Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan

Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 menyatakan bahwa tambahan pangan yang diizinkan digunakan dalam makanan adalah :

1. Antioksidan 2. Antikempal

3. Pengatur keasaman (asidulan) 4. Zat pemanis bukan gula 5. Pemutih dan pematang tepung

6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental 7. Pengawet

8. Pengeras 9. Pewarna

(17)

10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa 11. Sekuestran

2.1.5 Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Diizinkan

Bahan tambahan makanan yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan berdasarkan Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 dan Permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 adalah:

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

9. Formalin (Formaldehyde)

10. Kalium Bromat (Potassium Bromate) 11. Rhodamin B (pewarna merah)

12. Methanyl Yellow (pewarna kuning), (Cahyadi, 2008).

2.2 Bahan Pengawet

2.2.1 Pengertian Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap

(18)

biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Defenisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan, atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi, 2008).

Pengawet adalah bahan kimiawi yang ditambahkan kedalam olahan pangan guna mencegah tumbuhnya jamur atau bakteri. Tumbuhnya jamur atau bakteri akan meyebabkan terjadinya pembusukan, pengasaman, dan kerusakan lain pada produk. Dengan mencegah tumbuhnya jasad renik tersebut makan produk makanan atau minuman dapat disimpan lebih lama dan mutunya tetap baik saat dikonsumsi (Indrati, 2014).

Menurut Winarno, bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mempertahankan makanan terhadap serangan bakteri, ragi, dan kapang. Sebagai contoh misalnya natrium benzoat yang digunakan didalam minuman-minuman dan makanan yang asam, natrium dan kalsium propionate untuk mencegah kapang didalam roti dan kue-kue, asam sorbat yang digunakan didalam keju untuk mencegah tumbuhnya kapang, dan bahan-bahan yang mengandung khlor aktif yang berfungsi sebagai pembasmi mikroba pada pencucian buah-buah dan sayur- sayuran (Winarno, 1980).

2.2.2 Jenis Bahan Pengawet

2.2.2.1 Pengawet Alami 1. Chitosan

Chitosan merupakan produk samping (limbah) perikanan, khususnya udang dan rajungan. Chitosan baik digunakan untuk mengawetkan ikan.

(19)

Chitosan dilarutkan dalam asam asetat kemudian ikan asin yang akan diawetkan dicelupkan dalam larutan. Chitosan bekerja dengan cara menekan pertumbuhan bakteri dan kapang serta mengikat air sehingga dengan penambahan chitosan ikan asin akan mampu bertahan hingga tiga bulan, berbeda dengan ikan asin yang hanya dilakukan penggaraman biasa yang hanya mampu bertahan 2 bulan saja.

2. Kalsium hidroksida (kapur sirih)

Kalsium hidoksida (kapur sirih) aman digunakan untuk bahan pengawet bakso dan lontong maupun pengeras kerupuk serta berbagai jenis masakan yang lain.

3. Karagenan

Karagenan merupakan bahan pengenyal yang terbuat dari rumput laut.

Bahan ini dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso, ikan asin, maupun mie sehingga dapat dijadikan alternatif pengganti boraks.

4. Air ki atau air abu merang

Pengawetan mie basah dapat dilakukan dengan air ki. Air ki bisa dibeli di took-toko obat Cina. Air ki ini dapat mengawetkan mie dengan aman karena diperoleh dari proses pengendapan air dan abu merang padi. Air ki juga cukup mudah dibuat sendiri, yakni dengan cara membakar merang padi, mengambil abunya, serta mencampurkan abu tersebut dengan air.

Kemudian, diendapkan.

5. Asam sitrat

Asam sitrat dapat digunakan untuk mengawetkan ikan basah maupun kering atau ikan asin. Untuk mengawetkan tahu, dapat digunakan asam

(20)

sitrat 0,05% selama 8 jam sehingga akan tetap segar selama 2 hari pada suhu kamar. Pembuatan asam sitrat ini juga mudah, yakni dari air kelaa yang kemudian diberi mikroba.

6. Buah picung (biji kepayang atau kluwak)

Buah ini dapat mengawetkan ikan segar selama 6 hari tanpa mengurangi mutunya. Tanaman ini mempunyai beberapa nama sesuai daerah tempat tanaman ini berada. Dalam bahasa Indonesia, disebut kepayang, sedangkan menurut bahasa Melayu disebut Pangi.

7. Bawang putih dan kunyit

Ada beberapa alternative untuk menggantikan formalin agar makanan tetap awet atau tahan lama, misalnya penggunaan kunyit pada tahu, sehingga dapat memberikan warna kuning dan sebagai antibiotic, sekaligus mampu mengawetkan tahu agar tidak cepat asam. Namun, kalau kita mampu menghendaki tahu berwarna putih, dapat saja kita gunakan air bawang putih untuk merendam tahu agar lebih awet dan tidak segera masam (Yuliarti, 2007).

2.2.2.2 Pengawet Sintesis

1. Zat pengawet anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hydrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metasulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terbentuk pH dibawah 3. Molekul sulfit mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan asetaldehit membetuk senyawa yang tidak dapat

(21)

difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfide enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan (Cahyadi, 2008).

Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu (Winarno, 1984).

Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Akhirnya, nitrat dan nitrit banyak digunakan sebagai bahan pengawet tidak saja pada produk-produk daging, tetapi juga pada ikan dan keju (Cahyadi, 2008).

2. Zat pengawet organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organic digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering digunakan sebagai pengawet ialah asam sorbat, asam propianat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2008).

Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh. Bentuk yang digunakan umunya garam Na- dan K-sorbat. Sorbat terutama digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. Sorbat aktif pada pH di atas 6,5 dan keaktifannya menurun dan menungkatnya pH (Winarno, 1984).

(22)

2.2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Kita tidak bisa menghindari sama sekali mengonsumsi makanan atau minuman berpengawet, karena begitu banyaknya produk olahan industri yang menggunakan BTP ini. Tujuan pihak produsen tentu untuk menjaga produk mereka tetap layak konsumsi selama mungkin. Mengingat kita hamper setiap hari mengonsumsi salah satu atau beberapa produk tersebut, pastinya secara tidak sadar kita telah mengonsumsi bahan pengawet juga. Tapi sekali lagi, selama bahan pengawet tersebut legal dan digunakan sesuai aturan, maka kita tidak perlu khawatir apalagi sampai antipati. Bagaimanapun penemuan bahan pengawet adalah salah satu hasil penemuan teknologi dalam ilmu pangan. Jika tidak ada bahan pengawet, akan banyak sekali produk pangan yang terbuang percuma sebelum sempat dikonsumsi karena terlanjur rusak. Keadaan tersebut juga akan meningkatkan kemungkinan kejadian keracunan makanan yang notabene jauh lebih berbahaya daripada efek mengonsumsi bahan pengawet (Indrati, 2014).

Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut :

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi pesryaratan.

(23)

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi,2008).

2.2.4 Pengawet Berbahaya 1. Asam salisilat (Aspirin)

Asam salisilat bersifat sangat iritatif sehingga sebenarnya asam salisilat hanya baik digunakan sebagai obat luar. Sampai saat ini asam salisilat memang masih digunakan sebagai obat yang diberikan secara oral. Namun efek samping yang ditimbulkan obat ini berupa gangguan lambung, pusing, berkeringat, mual, dan muntah. Jika asam salisilat diberikan dalam jumlah besar maka dapat mengakibatkan perdarahan lambung.

2. Formalin

Besarnya manfaat dibidang industry tersebut ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan insdutri makanan. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mie basah, tahu, bakso, ikan asin, dan beberapa makanan lainnya. Sangat dimengerti mengapa formalin sering disalahgunakan. Selain harganya yang sangat murah dan mudah didapatkan, produsen seringkali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Kontak dengan formalin bisa mengakitbatkan luka bakar jika mengenai kulit, iritasi pada saluran pernafasan bila menghirup uapnya dalam konsentrasi yang tinggi, maupun reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia.

3. Boraks (asam borat)

(24)

Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Selain pengawet, bahan ini berfungsi pula mengenyalkan makanan. Boraks, yang disebut juga asam borat, natrium tetra borax atau sodium borat sebenarnya merupakan pembersih, fungisida, herbisida, dan insektisida yang bersifat toksik atau meracun untuk manusia.

4. Potassium klorat

Potassium klorat juga telah dinyatakan dilarang untuk bahan tambahan makanan. Namun demikian, bahan ini seringkali digunakan oleh sejumlah pedagang makanan untuk mengawetkan makanan. Akibat penggunaan bahan ini untuk dikonsumsi akan muncul berupa berbagai gangguan kesehatan seperti iritasi saluran pernafasan, gangguan fungsi ginjal, hemolisi sel darah merah dan methemoglobinemia akan terjadi pada orang yang mengonsumsinya dalam jumlah besar.

5. Kloramfenikol

Kloramfenikol sebenarnya merupakan suatu antibiotika. Namun, antibiotika ini sering disalahgunakan untuk pengawet susu karena dapat mematikan mikroba pengurai yang ada dalam susu. Kloramfenikol berbahaya jika dikonsumsi setiap waktu karena merupakan suatu antibiotika yang tidak sembarangan dapat dikonsumsi.

6. Diethhylpylocarbonate (DEPC)

DEPC berfungsi sebagai antimikroba untuk jamur, ragi dan bakteri pada produk-produk minuman ringan (nonkarbonasi), minuman sari buah dan minuman hasil fermentasi. Saat ini penggunaan DEPC sudah dilarang

(25)

mengingat bahayanya terhadap kesehatan. Pada tikus senyawa ini dapat mengakibatkan penyusutan berat badan setelah 4 minggu. Adapun pada tikus dan babi yang dites inhalasi akan mengakibatkan iritasi mata dan hidung serta pusing-pusing.

7. Potassium bromat

Potassium bromat dapat terhidrolisis menjadi ion K+ dan bromat. Ion kalium ini bersama-sama natrium, klor dan ion bikarbonat berfungsi menjaga tekanan osmosis cairan tubuh dalam mengatur keseimbangan asam dan basa tubuh. Defisiensi kalium menyebabkan pertumbuhan terhambat, lemah, kejang-kejang dan berakhir dengan kematian (Yuliarti, 2007).

2.3 Natrium Benzoat

2.3.1 Pengawet Natrium Benzoat

Benzoat dan turunan-turunannya dapat menghancurkan sel-sel mikroba terutama kapang. Asam benzoat, natrium benzoat, asam parahidroksibenzoat dan turunannya merupakan kristal putih yang dapat ditambahkan secara langsung kedalam makanan atau dilarutkan terlebih dahulu didalam air atau pelarut lainnya.

Asam benzoate kurang kelarutannya didalam air, oleh karena itu lebih sering digunakan dalam bentuk garamnya yaitu natrium benzoat (Winarno, 1980).

Natrium benzoat adalah zat tambahan yang digunakan sebagai pengawet minuman. Benzoat sendiri terdapat beberapa tumbuhan. Selain untuk mengawetkam minuman,benzoat juga digunakan sebagai anti jamur dan mengawetkan makanan. Hampir semua minuman ringan menggunakan natrium

(26)

benzoat agar tahan lama, namun minuman itu juga berbahaya bagi kesehatan jika sering mengkonsumsinya. Terlalu sering mengkonsumsi minuman ringan berpengawet bisa menimbulkan kanker, tekanan darah tinggi, dan edema (bengkak). Selain itu masih ada beberapa produsen minuman ringan yang tidak memenuhi standar kesehatan nasional dalam mencampurkan bahan pengawet (Praja, 2015).

Natrium benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Natrium benzoat merupakan garam natrium dari asam benzoat yang sering digunakan pada bahan makanan. Natrium benzoat berbentuk Kristal putih yang rasanya manis dan kadang-kadang sepet. Garam ini lebih mudah larut dalam air daripada asam benzoat. Natrium benzoat efektif digunakan pada pH 2,5-4,0.

Daya awetnya akan menurun dengan meningkatnya pH (Fachruddin, 1997).

2.3.2 Dampak Natrium Benzoat Terhadap Kesehatan

Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis oleh enzim syntetase dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase. Asam hipurat yang disinpengujiana dalam hati ini, kemudian diekskresikan melalui urin.

Jadi, di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidak di ekskresi sebagai asam hipurat dihilangkan toksisitasnya berkonjugasi dengan glukoronat dan diekskresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikomsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2008).

Asam benzoat tidak menyebabkan efek negatif bila digunakan dalam jumlah kecil. Asam benzoat segera dihilangkan oleh tubuh terutama setelah

(27)

berkonjugasi dengan glisin membentuk asam hipurat (benzoiglisin). Proses detoksifikasi ini mencegah akumulasi asam benzoat dalam tubuh (Estiasih, 2009).

2.3.3 Acceptable Daily Intake (ADI) Natrium Benzoat

Konsep ADI didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang didefenisikan sebagai jumlah bahan yang masuk tubuh setiap harinya, bahkan selama hidupnya tanpa resiko yang berarti bagi konsumen atau pemakainya. ADI untuk natrium benzoat adalah maksimal sebesar 5 mg/kg berat badan (Cahyadi, 2008).

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Pelaksanaan

Analisa pengawet benzoat dilakukan di UPT Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di jalan Williem Iskandar Pasar V Barat I No.4 Medan, waktu penelitian dilakukan Januari 2017. Pengambilan sampel dilakukan di mini market dan warung di jalan Pembangunan USU.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah Gelas ukur, Kapas, Penangas air, Penjepit tabung, Pipet tetes, dan Tabung reaksi.

3.2.2 Bahan

Bahan dan reagensia adalah Larutan H2SO4 pekat, Etanol, Sprite botol (Sampel 1), Coca cola botol (Sampel 2), dan Cap Badak Botol (Sampel 3).

3.3 Prosedur

Setiap sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berbeda, ditambahkan H2SO4 pekat, kemudian ditambahkan Etanol. Tutup mulut tabung reaksi dengan kapas yang telah dibasahi air, dipanaskan didalam penangas air.

Tunggu sampai mendidih, lalu cium bau kapas penutup tabung.

(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil pemeriksaan sampel minuman bersoda yang dilakukan di UPT Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera, sampel yang digunakan adalah minuman soda yang diperoleh dari mini market dan warung jalan Pembangunan USU, dan analisa kualitatif dilakukan dengan metode Esterifikasi.

Tabel 4.1 Hasil Analisa Pengawet Benzoat pada Minuman Bersoda

No Sampel Bau Hasil

1 Sampel 1 Bau Pisang Ambon Positif

2 Sampel 2 Bau Pisang Ambon Positif

3 Sampel 3 Bau Pisang Ambon Positif

4.2 Pembahasan

Untuk penelitian ini, reaksi esterifikasi digunakan untuk pemeriksaaan kualitatif natrium benzoat. Penggunaan natrium benzoat dapat dipastikan dengan hasil bau yang tercium pada kapas penutup tabung reaksi. Sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan H2SO4 dan Etanol. Kemudian tutup dengan kapas yang telah dibasahi dengan air, lalu panaskan dengan penangas air. Setelah mendidih, kapas penutup tabung dicium baunya. Kapas yang berbau pisang ambon menandakan positif mengandung pengawet natrium benzoat.

(30)

Pengawet natrium benzoat diizinkan pengunaannya dalam makanan sesuai batas maksimum yang telah ditetapkan. Batas maksimum penggunaan pengawet natrium benzoat dalam minuman menurut Permenkes Republik Indonesia No.722/Menkes/Per/IX/1988 yaitu sebesar 600mg/kg. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan pengkonsumsinya oleh manusia agar tidak membahayakan tubuh.

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Analisa pengawet benzoat dalam minuman bersoda yang dibeli dari Mini market dan Warung jalan Pembangunan USU dengan metode Esterifikasi dapat ditarik kesimpulan bahwa Sampel 1, Sampel 2, dan Sampel 3 positif mengandung pengawet benzoat.

5.2 Saran

Hendaknya kepada masyarakat jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan ataupun minuman yang mengandung pengawet karena akan menyebabkan penumpukan zat pengawet dalam tubuh sehingga menimbulkan penyakit kanker.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Wisnu. (2008). Analisis dan Aspek Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara. [Hal 1-4, 5-8, 11-12, 26]

Departemen Kesehatan RI,. (1979). Farmakope Indonesia Edisi ke III. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI,. (1995). Farmakope Indonesia Edisi ke IV. Jakarta.

Desroiser, Norman W. (2008). Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Press.

[Hal 387-389]

Dwi, Yuni. (2010). Bisnis Rumah Tangga: Camilan dan Minuman. Yogyakarta:

Jogja Bangkit Publisher. [Hal 45]

Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. (2009). Tekonologi Pengolahan Pangan. Jakarta:

PT Bumi Aksara. [Hal 240-259]

Fachruddin, Lisdianan. (1997). Teknologi Tepat Guna Membuat Aneka Selai.

Yogyakarta: Kanisius. [Hal 17]

Indrati, Retno dan Murdijati Gardjito. (2014). Pendidikan Konsumsi Pangan:

Aspek Pengolahan dan Keamanan. Jakarta: Kencana Prenada Group.

[Hal 191-227]

Nuraini, Heny. (2007). Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal. Jakarta: Qultum Media. [Hal 45-46]

Praja, Denny Indra. (2015). Zat Aditif Makanan: Manfaat dan Bahayanya.

Yogyakarta: Garudhawaca. [Hal 110-113]

Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. (2006). Bahan Tambahan Pangan.

Yogyakarta: Kanisius. [Hal 39-42]

Sari, Reni Wulan dkk. (2008). Dangerous Junk Food. Yogyakarta: O2. [Hal 61- 63]

(33)

Sediaoetama, Achmad Djaeni. (1989). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi.

Jakarta: Dian Rakyat. [Hal 138-139]

Suprapti, M.Lies. (2005). Teknologi Pengolahan Pangan: Kerupuk Udang Sidoarjo. Yogyakarta: Kanisius. [Hal 11]

Winarno, F.G. (1984). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [Hal 224-227]

Winarno, F.G, Srikandi Fardiaz dan Dedi Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia. [Hal 66-73]

Yuliarti, Nurheti. (2007). Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta:

CV Andi Offset. [Hal 7-10, 31-69]

(34)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88

TENTANG

BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a. bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap derajat kesehatan manusia;

b. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan;

c. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 235/Menkes/Per/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 237/Menkes/Per/VI/79 tentang Perubahan Wajib Daftar Makanan dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238/Menkes/SJ/VI/79 tentang Keharusan Menyertakan Sertifikat Analisa Pada Setiap Impor Bahan Tambahan Makanan, sudah tidak lagi memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi sehingga perlu diatur kembali;

d. bahwa sehubungan dengan huruf a,b dan c tersebut diatas perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan.

Mengingat :

1.Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan;

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang Menjadi Undang-Undang;

3. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1962 tentang Hygiene Untuk Usaha-Usaha Bagi Umum;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

(35)

5. Ordonansi Nomor 377 Tahun 1949 tentang Bahan-Bahan Berbahaya;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 329/Menkes/Per/XII/1976 tentang Produksi dan Peredaran Makanan;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 330/Menkes/Per/XII/1976 tentang Wajib Daftar Makanan;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 79/Menkes/Per/III/1978 tentang Label Dan Periklanan Makanan;

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 558/Menkes/SK/1984 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya.

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.

2. Nama bahan tambahan makanan adalah nama generik, nama Indonesia atau nama Inggris.

(36)

3. Kemasan eceran adalah kemasan berlabel dalam ukuran yang sesuai untuk konsumen, tidak ditujukan untuk industri pengolahan makanan.

4. Sertifikat analisis adalah keterangan hasil pengujian suatu produk yangm diterbitkan oleh suatu laboratorium penguji yang diakui oleh Departemen Kesehatan atau produsen untuk yang diimpor.

5. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi.

6. Antikempal adalah tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk.

7. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan.

8. Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

9. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

10. Pengemulasi, pemantap dan mengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogeny pada makanan.

11. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

12. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

13. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

14. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.

15. Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.

(37)

BAB II

BAHAN TAMBAHAN MAKANAN YANG DIIZINKAN Pasal 2

(1) Bahan tambahan makanan yang diizinkan dalam makanan dengan batas maksimum penggunaanya ditetapkan seperti tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

(2) Bahan tambahan makanan selain yang disebut pada ayat (1) hanya boleh digunakan sebagai bahan tambahan makanan setelah mendapat persetujuan lebih dahulu dari Direktur Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan berdasarkan penilaian seperti yang dimaksud pada pasal 5.

BAB III

BAHAN TAMBAHAN YANG DILARANG Pasal 3

(1) Bahan tambahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan ditetapkan seperti tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

(2) Selain yang disebut pada ayat (1), khusus untuk bahan pewarna yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan, ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.

Pasal 4

(1) Bahan yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dinyatakan sebagai bahan berbahaya bila digunakan pada makanan.

(2) Makanan yang mengandung bahan yang disebut pada ayat (1) dinyatakan sebagai makanan berbahaya.

(38)

BAB IV

PRODUKSI, IMPOR DAN PEREDARAN Pasal 5

Bahan tambahan makanan selain yang disebut pada Lampiran I apabila digunakan sebagai bahan tambahan makanan, hanya boleh diproduksi, diimpor dan diedarkan setelah melalui proses penilaian oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 6

Bahan tambahan makanan yang diproduksi, diimpor atau diedarkan harus memenuhi persyaratan yang tercantum pada Kodeks Makanan Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 7

Produsen yang memperoduksi bahan tambahan makanan harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 8

Bahan tambahan makanan tertentu yang ditetapkan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 9

Importir bahan tambahan makanan harus segera melaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal POM tentang bahan makanan yang diimpor setelah bahan tersebut tiba di Pelabuhan.

Pasal 10

Bahan tambahan makanan yang diimpor harus disertai dengan sertifikat analisis dari produsennya di negara asal.

(39)

Pasal 11

Bahan tambahan makanan impor hanya boleh diedarkan jika sertifikat analisis yang dimaksud pasal 10 disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 12

Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan menetapkan tata cara penilaian yang dimaksud pada pasal 5, tata cara pendaftaran yang dimaksud pada pasal 7 dan 8, tata cara pelaporan yang dimaksud pada pasal 9, ketentuan tentang sertifikat analisis yang dimaksud pada pasal 10.

Pasal 13

(1) Pada wadah bahan tambahan makanan harus dicantumkan label.

(2) Label bahan tambahan makanan harus memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Label dan Periklanan Makanan.

(3) Selain yang dimaksud pada ayat (2) pasal ini, pada label bahan tambahan makanan harus dicantumkan pula :

a. Tulisan : "Bahan Tambahan Makanan" atau "Food Additive".

b. Nama bahan tambahan makanan, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomor indeksnya;

c. Nama golongan bahan tambahan makanan;

d. Nomor pendaftaran produsen;

e. Nomor pendaftaran produk, untuk bahan tambahan makanan yang harus didaftarkan.

(4) Selain yang dimaksud pada ayat (2) dan (3) pada label bahan tambahan makanan dalam kemasan eceran harus dicantumkan pula takaran penggunaannya.

Pasal 14

Selain yang dimaksud pada pasal 13 Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan menetapkan label bahan tambahan makanan tertentu, yang harus memenuhi ketentuan khusus.

(40)

Pasal 15

(1) Makanan yang mengandung bahan tambahan makanan, pada labelnya harus dicantumkan nama golongan bahan tambahan makanan.

(2) Selain yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, label makanan yang mengandung bahan tambahan makanan golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan makanan, dan nomor indeks khusus untuk pewarna.

Pasal 16

Selain yang disebut pada pasal 15, Direktur Jenderal Pengawaan Obat dan Makanan mentetapkan label makanan yang mengandung bahan tambahan makanan tertentu, yang harus memenuhi ketentuan khusus.

BAB V L A R A N G A N

Pasal 17

Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan yang dimaksud pada pasal 2 dalam hal :

a. Untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan;

b. Untuk menyembunyikan cara kerja bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan;

c. Untuk menyembunyikan kerusakan makanan.

Pasal 18

Dilarang memp roduksi, mengimpor atau mengedarkan bahan tambahan makanan yang dimaksud pada pasal 2 ayat (2) sebagai bahan tambahan makanan sebelum mendapat persetujuan lebih dahulu dari Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

(41)

Pasal 19

Dilarang memproduksi, mengimpor, mengedarkan atau menggunakan bahan tambahan makanan yang dimaksud pada pasal 3 sebagai bahan tambahan makanan.

Pasal 20

Dilarang memproduksi, mengimpor atau mengedarkan makanan seperti dimaksud pada pasal 4 ayat (2) dan bahan tambahan makanan yang belum melalui proses penilaian oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan seperti dimaksud pada pasal 5.

Pasal 21

Dilarang memproduksi, mengimpor atau mengedarkan bahan tambahan makanan yang tidak memenuhi persyaratan yang dimaksud pada pasal 6.

Pasal 22

Dilarang mengedarkan bahan tambahan makanan yang diproduksi oleh produsen yang tidak terdaftar yang dimaksud pada pasal 7.

Pasal 23

Dilarang mengedarkan bahan tambahan makanan tertentu yang dimaksud pada pasal 8 sebelum didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 24

Dilarang mengedarkan bahan tambahan makanan impor yang dimaksud pada pasal 11 sebelum sertifikat analisisnya mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 25

Dilarang mengedarkan makanan dan bahan tambahan makanan yang tidak memenuhi persyaratan tentang label.

(42)

Pasal 26

Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan melampaui batas maksimum penggunaan yang ditetapkan untuk masing-masing makanan yang bersangkutan.

BAB VI W E W E N A N G

Pasal 27

Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan atau pejabat yang ditunjuk, berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ini.

BAB VII S A N K S I

Pasal 28

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pelanggaran terhadap pasal 19 dan 20 dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal 2 ayat (1) Ordonasi Bahan-Bahan Berbahaya.

Pasal 29

Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya pada peraturan ini dapat dikenakan tindakan adminis tratif dan atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30

(1) Perusahaan yang telah memp roduksi atau mengimpor bahan tambahan makanan atau makanan yang mengandung bahan tambahan makanan pada saat berlakunya peraturan ini diberikan jangka waktu enam bulan untuk menyesuaikan dengan ketentuan peraturan ini.

(43)

(2) Makanan yang terdapat dalam peredaran yang mengandung bahan tambahan makanan, harus disesuaikan dalam batas waktu dua belas bulan sejak berlakunya peraturan ini.

BAB IX P E N U T U P

Pasal 31

Dengan berlakunya peraturan ini, maka tidak berlaku lagi :

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 235/Menkes/Per/VI/1979 tentang Bahan Tambahan Makanan.

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 237/Menkes/Per/VI/1979 tentang Perubahan Tentang Wajib Daftar Makanan;

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 238/Menkes/SK/VI/1979 tentang Keharusan Menyertakan Sertifikat Analisis Pada Setiap Impor Bahan Tambahan Makanan.

Pasal 32

Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam peraturan ini, akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 33

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan menempatkan dalam Berita Negera Republik Indonesia

Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 20 September 1988.

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TTD

Dr, ADHYATMA, MPH.

Gambar

Tabel 4.1 Hasil Analisa Pengawet Benzoat pada Minuman Bersoda

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Didalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa Bahan Tambahan Makanan yang selanjutnya disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang

Kandungan sakarin yang ditemukan dalam sampel keduanya berada di bawah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/MenKes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan yaitu 300

Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/MENKES/PER/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan.. Kementerian

Data pada Tabel III menunjukkan bahwa kandungan asam benzoat dari semua sampel yang diteliti memenuhi Permenkes RI No.722/Menkes/Per/ IX/88 (Anonim, 1988) tentang bahan tambahan

Bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/Per/IX/88 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam tugas akhir ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 722/menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan.. Depatemen kesehatan