F
UNI
SKRIPSI
oleh
Ribka Rezkinta Agustina 111101074
FAKULTAS KEPERAWATAN
NIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
hidayah dan pertolongan dari-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan judul “Faktor Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke
pada Remaja Putri di SMP Negeri 30 Medan
Dalam penyusunan Skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan,
dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang
sangat berharga bagi peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
2. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing skripisi yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu
yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I.
4. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen penguji II.
5. Dosen dan seluruh staf pegawai Fakultas Keperawatan USU yang turut
mendukung dalam penyusunan proposal ini.
6. Ayahanda Dalan Git Ketaren dan Ibunda Masa Br Ginting yang selalu
membantu, memberi nasehat, semangat dan dukungan serta mendoakan
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
semangat dan masukan dalam penyusunan Hasil penelitian ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
memerlukan penyempurnaan baik dalam penulisan serta isi. Oleh karena itu,
peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan
skripsi dimasa yang akan datang dapat lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata
peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
Medan, Juli 2015
Peneliti
Kata Pengantar ... iv 1 Latar Belakang ... 1
2 Rumusan Masalah ... 4
3 Tujuan Penelitian ... 4
4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Konsep Remaja ... 6
2 Menarke ... 9
2.1 Pengertian menarke ... 9
2.2 Usia Menarke ...10
2.3 Fisiologi Menarke... 12
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke ... 15
2.4.1 Status Gizi ...15
2.4.2 Genetik ...17
2.4.3 Status Sosial Ekonomi ...18
2.4.4 Keterpaparan Terhadap Media Informasi Orang Dewasa ...21
2 Populasi dan Sampel Penelitian ...26
2.1 Populasi ...26
2.2 Sampel ...26
3 Lokasi dan Waktu Peneltian...27
4 Pertimbangan Etik ...27
5 Instrumen Peneltian...28
6 Uji Validasi dan Uji Reliabilitas ...28
7 Pengumpulan Data ...29
1.2.2 Gambaran Status Gizi Responden ...33
1.2.3 Gambaran Genetik Responden ...33
1.2.4 Status Sosial Ekonomi ...34
1.2.5 Keterpaparan Media Informasi Dewasa ...35
1.3 Analisis Bivariat... 36
1.3.1 Hubungan Status Gizi dengan Usia Menarke Responden ...36
1.3.2 Hubungan Genetik Dengan Usia Menarke Responden ...37
1.3.2.1 Hubungan Usia Menarke dengan Usia Menarke Responden ...37
1.3.2.2 Hubungan Genetik Ayah dengan Usia Menarke Responden ...38
1.3.3 Hubungan Status Ekonomi dengan Usia Menarke Responden .39 1.3.3.1 Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil denga Usia Menarke Responden ...39
1.3.3.2 Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden...40
1.3.3.3 Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...40
1.3.3.4 Hubunngan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...41
1.3.3.5 Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...42
1.3.4 Hubungan Keterpaparan Media Informasi dewasa dengan Usia Menarke Responden ...43
2. Pembahasan 2.1 Status gizi dan usia menarke...45
2.2 Hubungan Genetik dengan Usia Menarke ...46
2.2.1 Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden...46
2.2.2 Hubungan Genetik Ayah dengan Usia Menarke Responden ...47
2.3 Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Usia Menarke Responden...48
2.3.1 Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil dengan Usia Menarke Responden ...48
2.3.2 Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden ...49
2.3.3 Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...50
2.3.4 Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke ...51
1. Kesimpulan...55
2. Saran...55
2.1 Bagi pendidikan keperawatan...55
2.2 Bagi pelayanan keperawatan ...56
2.3 Bagi peneliti selanjutnya ...56
DAFTAR PUSTAKA ...57
LAMPIRAN 1. Informed consent ...60
2. Instrumen penelitian...61
3. Surat etik ...64
4. Surat izin uji reliabilitas dari fakultas ...65
5. Surat ijin pengambilan data dari fakultas...66
6. Surat ijin uji reliabilitas dari dinas pendidikan ...67
7. Surat ijin pengambilan data dari dinas pendidikan ...68
8. Surat keterangan telah melakukan penelitian...69
9. Surat keterangan telah melakukan pengambilan data ...70
10. Hasil uji reliabilitas ...71
11. Hasiloutputpenelitian...72
12. Lembar bukti bimbingan ...82
13. Riwayat hidup ...85
14. Jadwal tentatif ...86
Riskesdas (2010) ...16
Tabel 3.2 Definisi Operasional, Alat Ukur,Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian ...24
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ...33
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pengelompokan usia menarke pada remaja putri Di SMP negeri 30 Medan ...34
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi status gizi pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...34
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi genetik pada remaja putri di SMP negeri 30 Medan ...35
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi status sosial ekonomi pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...36
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi keterpaparan media informasi dewasa pada Remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...37
Tabel 5.7 Hubungan status gizi dengan usia menarke responden...38
Tabel 5.8 Hubungan usia menarke ibu dengan usia menarke responden ...39
Tabel 5.9 Hubungan genetik ayah dengan usia menarke responden ...39
Tabel 5.10 Hubungan ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke responden ...40
Tabel 5.11 Hubungan kedekatan dengan ayah dengan usia menarke responden ..41
Tabel 5.12 Hubungan pendidikan orang tua dengan usia menarke responden ...42
Tabel 5.13 Hubungan pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden ...43
Tabel 5.14 Hubungan penghasilan orang tua dengan usia menarke responden...44
Tahun : 2015
ABSTRAK
Penurunan usia menarke berdampak terhadap kehamilan usia muda, stres emosional, dan kanker payudara. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usia menarke pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan. Faktor yang diteliti ialah status gizi, genetik, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi orang dewasa. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, sampel diambil dengan metode purposive sampling sebanyak 100 orang dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April–Mei 2015. Uji reliabilitas penelitian ini sebesar 0,74. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia menarke responden 12,01± 0,90 tahun. Usia menarke termuda adalah 10 tahun dan usia menarke tertua adalah 14 tahun. Dari analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara genetik dengan usia menarke responden yaitu usia menarke ibu (p value 0,005) dan genetik ayah (p value
0,004). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi orang dewasa dengan usia menarke responden. Disarankan adanya program pendidikan kesehatan reproduksi remaja di sekolah berupa penyuluhan.
Academic Year : 2015
ABSTRACT
Many factors influence the coming of menarche. The objective of the research was to find out some factors which influence female teenagers who got menarche at SMP Negeri 30, Medan. They were nutrition status, genetics, socio-economic status, and exposure to information media for adults. The research used descriptive correlation design with cross sectional approach. The samples were 100 respondents, taken by using questionnaires. The data were gathered from April to May, 2015. Reliability test was 0.47. The result of the research showed that on the average, the respondents who got menarche were 12.01 ± 0.90 years old. The youngest female teenagers who got menarche were 10 years old and the oldest ones were 14 years old. The result of bivatriate analysis showed that there was the correlation between genetics and the respondents who got menarche, mothers’ age (p-value = 0.005) and fathers’ age (p-value = 0.004). There was no correlation of nutrition status, socio-economic status, and exposure to information media for adults with respondents who got menarche. It is recommended that productive health education program for teenagers at schools by conducting counseling.
1. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.
Pertumbuhan dan perkembangan remaja sangat pesat baik fisik maupun
psikologis. Pada masa ini seorang remaja mulai memiliki rasa ketertarikan
terhadap lawan jenis dan mulai mencapai kematangan organ –organ reproduksi.
Salah satu tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah terjadinya
menstruasi pertama atau menarke (Proverawati & Misaroh, 2009).
Usia saat seseorang mendapatkan menstruasi bervariasi. Di inggris usia
rata-rata untuk mencapai menarke adalah 13,1 tahun. Sedangkan suku Bundi di
Papua Nugini menarke dicapai pada usia 18,8 tahun. Terdapat kecendrungan
bahwa saat ini anak mendapat menstruasi pertama kali (menarke) pada usia yang
lebih muda (Proverawati & Misaroh, 2009).
Rata-rata kejadian menarke di berbagai negara sejak abad ke-20 ini
mengalami perubahan dan mengarah pada usia menarke yang lebih cepat. Usia
rata-rata menarke di Eropa saat ini adalah 12-13 tahun sementara, seabad yang
lalu 14-15 tahun (Coad & Melvyn 2006). Di Sumatera Utara penelitian dilakukan
di kota Medan tepatnya di SMP Shaffiatul Amaliyyah terhadap 82 responden oleh
Pebri tahun 2009 dan hasilnya usia menarke rata-rata responden adalah 11,45 ±
Usia untuk mencapai fase terjadinya menarke dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain faktor gizi, genetik, sosial, ekonomi, keterpaparan media
informasi orang dewasa, suku dan lain-lain (proverawati & Misaroh, 2009).
Status Gizi merupakan hal yang diduga berperan penting dalam
mempengaruhi usia menarke. Dewasa ini standar kehidupan amat berpengaruh
terhadap status gizi masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya
usia menarke (Putri, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Acharya (2006 dalam Putri 2009) yang menyimpulkan bahwa semakin rendah
BMI pada remaja putri, maka usia menarkenya juga semakin lambat. Faktor gizi
mempengaruhi kematangan seksual, remaja yang mendapat menarke lebih dini
cenderung lebih berat dan lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum
menstruasi pada usia yang sama.
Faktor genetik juga diduga mempengaruhi usia menarche seseorang. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tiwari (2005 dalam Putri 2009)
dikatakan bahwa ada hubungan antara usia menarke ibu dengan usia menarke
anak.
Faktor sosial dan ekonomi juga dapat memengaruhi terjadinya menarke.
Status sosial ekonomi berpengaruh dengan kemampuan atau daya beli keluarga
dalam mencukupi kebutuhan nutrisi makanan. Penghasilan orang tua juga
berhubungan dengan gaya hidup dan kondisi psikologis remaja, dengan
penghasilan orang tua yang lebih tinggi akan meningkat daya beli dan gaya hidup
dalam keseharian. Remaja dalam kondisi keadaan sosial ekonomi orang tua yang
media massa (elektronik dan cetak), makanan bergizi, makanan fast food, minuman soft drink sehingga remaja memperoleh informasi yang lebih terbuka
(Putri, 2009).
Faktor lain yang diduga mempengaruhi tejadinya menarke adalah adanya
rangsangan yang kuat dari luar, salah satunya adalah melalui media masa.
Keterpaparan remaja akan media massa orang dewasa (pornografi ) yang meliputi
media cetak, audio, dan audiovisual memengaruhi usia menarke remaja putri
karena memacu organ reproduksi dan genital lebih cepat. Penelitian yang
dilakukan Brown (2005 dalam Putri 2009) menyatakan bahwa ada keterkaitan
antara paparan media masa dengan percepatan pubertas pada remaja yang secara
tidak langsung menyebabkan percepatan usia menarke pada remaja putri. Survei
tersebut menjelaskan bahwa dari media masa yang ada kebanyakan informasinya
berisi dengan seks dan remaja tersebut sering melihat atau mendengarkannya
diruangannya sendiri
Usia menarke yang semakin dini mempunyai dampak antara lain resiko
terjadinya kehamilan pada usia lebih muda menjadi lebih besar. Pergeseran usia
menarke ke usia yang lebih muda juga akan menyebabkan remaja putri
mengalami dampak stress emosional, karena secara mental mereka belum siap.
Menstruasi juga berarti pengeluaran Fe rata-rata pada setiap periode adalah
kurang lebih 4 mg yang berarti apabila seorang remaja putri mengalami menarke I
tahun Iebih awal maka dia akan kehilangan Fe sebanyak lebih kurang 48 mg
dalam setahun. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa resiko terjadinya
12 tahun. Hal ini berkaitan dengan mekanisme hormonal yang mempengaruhi
jaringan payudara immatur (Ginarhayu, 2002).
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti faktor faktor yang
berhubungan dengan usia menarke pada remaja yang belakangan cenderung
mengalami penurunan. Faktor-faktor yang akan diteliti adalah status gizi (IMT),
genetik (usia menarke ibu, genetik ayah), status sosial ekonomi (kehadiran ayah
semasa kecil, kedekatan dengan ayah, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,
pendapatan orang tua), keterpaparan terhadap media informasi orang dewasa. Usia
menarke secara umum terjadi pada usia 12-15 tahun. Pada usia ini jenjang
pendidikan yang ditempuh remaja pada umumnya adalah SMP. Oleh karena itu
penelitian akan dilakukan pada siswi SMP Negeri 30 Medan.
2. Rumusan Masalah
Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi Usia menarke pada remaja Putri di
SMP Negeri 30 Medan?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usia
4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk pendidikan
keperawatan dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.
1.4.2. Bagi pelayanan keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk
memberikan pemahaman kepada remaja melalui pendidikan kesehatan
tentang menarke.
1.4.3.Bagi penelitian keperawatan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
1. Konsep Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Biasanya dialami pada usia 13 sampai 20 tahun. Pada masa remaja ini terdapat 3
subfase yaitu masa ramaja awal usia 11 sampai 14 tahun, masa remaja
pertengahan usia 15 sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir usia 18 sampai 20
tahun ( Potter &Perry, 2009).
Pada masa remaja terjadi perubahan fisik dengan cepat. Terjadi banyak
variasi pada masa perubahan fisik yang dihubungkan dengan pubertas antara
lawan jenis baik laki-laki maupun perempuan dan sesama jenis. Anak perempuan
umumnya lebih dulu mengalami perubahan fisik dibandingkan anak laki-laki,
yaitu sekitar dua tahun lebih awal. Hal ini terlihat dari tingkat pertambahan tinggi
dan berat badan yang cukup proporsional, serta urutan pertumbuhan pada individu
( Potter & Perry, 2009).
Pada remaja juga terjadi perubahan kognitif, yaitu perubahan pola pikir
yang mampu menghasilkan tingkat intelektual tertinggi. Kemampuan berpikir
logis tentang tingkah laku tersebut akan mendorong remaja membangun
pemikiran pribadi dan cara untuk mengekspresikan identitas seksual. Remaja juga
memperoleh kemampuan untuk memahami bahwa ide atau tindakan individual
Perubahan emosional juga terjadi pada masa remaja. Masa remaja sangat
rawan dengan stres emosional yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan
luas yang terjadi sewaktu pubertas. Hasil penelitian di chigago oleh Mihalyi
Csikzentmihalyi & Rees larson (1984 dalam Proverowati & Misaroh, 2009)
menemukan bahwa remaja hanya memerlukan 45 menit untuk berubah darimood “senang luar biasa” ke ”sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan
beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan moodyang drastis pada remaja ini
seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan
sehari-hari di rumah (Proverowati & Misaroh, 2009).
Istilah adolescence merujuk kepada kematangan psikologis individu,
sedangkan pubertas merujuk kepada saat dimana telah ada kemampuan
reproduksi. Perubahan hormonal saat pubertas mengakibatkan perubahan
penampilan pada anak ( Potter &Perry, 2009).
Pubertas ialah dimulainya kehidupan seksual dewasa. Periode pubertas
terjadi karena kenaikan sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis, perlahan
dimulai pada tahun kedelapan kehidupan dan mencapai puncaknya pada saat
terjadinya menarke yaitu pada usia 11-16 tahun. Pada wanita, kelenjar hipofisis
dan ovarium akan mampu menjalankan fungsinya secara penuh bila dirangsang
secara tepat. Timbulnya pubertas dirangsang oleh beberapa proses pematangan
yang berlangsung di daerah otak yaitu hipotalamus dan sistem limbik yang
ditandai dengan peningkatan sekresi esterogen pada pubertas, variasi siklus
esterogen menjelang akhir kehidupan seksual, hampir tidak ada sekresi esterogen
dan progesteron sesudahmenopause(Syaifuddin, 2009)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat pesat, baik fisik
maupun psikologis. Pesatnya perkembangan pada masa remaja atau masa puber
dipengaruhi oleh hormon seksual. Organ–organ reproduksi pada masa puber telah
mulai berfungsi sebagai penanda munculnya ciri-ciri kelamin primer. Ciri yang
pertama yaitu organ reproduksi pada laki-laki (testis) mulai berfungsi
meghasilkan hormon testosteron. Testosteron berfungsi merangsang testis untuk
menghasilkan sperma. Organ reproduksi pada perempuan mulai memproduksi
hormon esterogen dan progesteron. Hormon ini mempengaruhi perkembangan
organ reproduksi perempuan. Selain itu, juga mempengaruhi ovulasi, yaitu
pematangan sel telur dan pelepasan sel telur dari ovarium. Ciri yang kedua ialah
laki-laki mengalami mimpi basah dan perempuan mengalami menstruasi. Seiring
dengan produksi sperma yang meningkat pada laki-laki terjadi mimpi basah.
Organ reproduksi yang aktif pada anak perempuan ditandai dengan adanya
menstruasi. Ketika memasuki masa pubertas, indung telur atau ovarium pada
perempuan mulai aktif menghasilkan sel telur atau ovum (Proverawati dan
Misaroh, 2009).
Perkembangan ini selanjutnya diikuti oleh munculnya ciri-ciri kelamin
sekunder. Ciri kelamin sekunder pada remaja berupa perubahan fisik yang terjadi
pada laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki adalah tumbuhnya kumis dan
diketiak dan sekitar alat kelamin, serta membesarnya panggul. (Proverawati dan
Misaroh, 2009)
2. Menarke
2.1 Pengertian Menarke
Menarke adalah menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia
10-16 tahun atau pada masa awal remaja sebelum memasuki usia reproduksi.
Menstruasi adalah perdarahan periodik dan siklik dari uterus disertai
pengelupasan endometrium. Menarke merupakan suatu tanda awal adanya
perubahan lain seperti pertumbuhan payudara, pertumbuhan rambut daerah pubis
dan aksila, serta distribusi lemak pada daerah pinggul. Menarke merupakan
pertanda adanya suatu perubahan status sosial dari anak-anak ke dewasa. Pada
studi antar budaya, menarke mempunyai variasi makna termasuk rasa tanggung
jawab, kebebasan dan harapan untuk memulai bereproduksi (Proverawati dan
Misaroh, 2009).
Menarke merupakan suatu tanda yang penting bagi seorang wanita yang
menunjukan adanya produksi hormon yang normal yang dibuat oleh hipotalamus
dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus. Selama sekitar dua tahun
hormon-hormon ini akan merangsang pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder
seperti pertumbuhan payudara, perubahan-perubahan kulit, perubahan siklus,
pertumbuhan rambut ketiak dan rambut pubis serta bentuk tubuh (Proverawati
Perasaan bingung, gelisah, tidak nyaman selalu menyelimuti perasaan
seorang wanita yang mengalami menarke. Perasaan tidak nyaman ini disebabkan
karena selama menstruasi voleume air didalam tubuh kita berkurang. Gejala lain
yang dirasakan yaitu sakit kepala, pegal-pegal dikaki dan di pinggang untuk
beberapa jam, kram perut dan sakit perut, sebelum periode ini terjadi biasanya ada
beberapa perubahan emosional, perasaan suntuk, marah dan sedih yang
disebabkan oleh adanaya pelepasaan beberapa hormon. (Proverawati dan Misaroh,
2009).
2.2 Usia Menarke
Usia saat seorang anak perempuan mulai mendapat menarke sangat
bervariasi. Di inggris usia rata-rata untuk mencapai menarke adalah 13,1 tahun,
sedangkan suku bundi di Papua Nugini menarke dicapai pada usia 18,8 tahun.
Terdapat kecendrungan bahwa saat ini anak mendapat menstruasi pertama kali
pada usia yang lebih muda. Ada yang berusia 12 tahun saat dia mendapat
menstruasi pertama kali, tapi ada juga yang pada usia 8 tahun sudah memulai
siklusnya (Proverawati dan Misaroh, 2009).
Usia rata-rata menarke di Eropa saat ini mengalami percepatan yaitu 12-13
tahun dibandingkan dengan seabad yang lalu, yaitu 14-15 tahun. Walaupun
terdapat variasi yang tinggi, usia menarke tampaknya terus menurun dengan
kecepatan sekitar 3 bulan per dekade. Berbagai pengaruh usia menarke telah
diteliti, misalnya fotoperiod dan massa tubuh. Salah satu perkiraan adalah usia
pajanan individu terhadap cahaya. Teori lain mengatakan bahwa hal tersebut
berkaitan dengan peningkatan gizi (Coad & Melvyn, 2007).
Sekarang usia gadis remaja pada waktu menarke bervariasi, yaitu antara
12-15 tahun (Saryono, 2009). Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia pada
tahun 1932 rata-rata usia menarke adalah 15 tahun, pada tahun 1948 rata-rata usia
menarke 14,63 tahun, tahun 1976 rata-rata usia menarke sebesar 13,58 tahun dan
pada tahun 1992 rata-rata usia menarke adalah 12,69 tahun. Hal ini dapat
menunjukan di Indonesia juga terdapat kecendrungan bahwa saat ini anak
mendapat menstruasi pertama kali pada usia yang lebih muda (Proverawati &
Misaroh, 2009).
Demikian pula di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
melaporkan terjadi penurunan usia menarke di Indonesia. Di Sumatera Utara,
jumlah remaja yang sedang mengalami pubertas berjumlah sekitar 1,5 juta atau
1,2% dari total penduduk pada tahun 2007. Kejadian yang penting pada pubertas
ialah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri kelamin sekunder, menarke
dan perubahan psikis (Sarwono 2007 dalam Aishah, 2011)
Penelitian yang dilakukan Tiwari (2005 dalam Derina 2011) mengatakan
usia menarke perlu diperhitungkan karena terdapatnya hubungan antara usia
menarke, usia disaat menikah, dan umur kelahiran bayi pertama. Menurunnya usia
menarke dapat berpengaruh terhadap mudanya usia pernikahan pada remaja putri.
Usia pernikahan yang terlalu dini akan mengakibatkan semakin muda pula
kemungkinan usia melahirkan seorang wanita, yang dapat menimbulkan banyak
pengasuhan dan perawatan bayi kelak, bahkan dapat pula terjadi kematian ibu
berkaitan dengan persalinan yang lama dan resiko pendarahan. Berdasarkan
penelitian, menarke yang terjadi pada usia yang lebih awal (<12 tahun) dapat
meningkatkan resiko seorang wanita untuk terkena kanker payudara.
2.3 Fisiologi Menarke
Wanita memiliki sepasang indung telur (ovarium) di sisi kanan dan kiri
rahim dimana masing-masing menyimpan sekitar 200.000 hinggga 400.000 telur
yang belum matang. Pada masa kanak-kanak ovarium dikatakan masih dalam
keadaan istirahat, belum menunaikan fungsinya dengan baik. Setelah masa
pubertas maka terjadi maka terjadi pematangan pada orga-organ reproduksi.
Sekali dalam satu bulan dipertengahan siklus menstruasi akan mengeluarkan sel
telur yang matang dari satu atau kedua indung telur. kejadian ini dinamakan
ovulasi sel telur yang telah matang maka kemudian akan dilepaskan dari ovarium
yang kemudian menuju tuba falopi yang siap untuk dibuahi, bila tidak ada sperma
yang masuk maka sel telur akan menuju rahim. Hormon esterogen akan
bekerjasama dengan FSH membantu sel telur tumbuh dalam rahim dan
memberikan signal kepada rahim untuk mempersiapkan diri didalam penerimaan
sperma bersarang. Jika sel telur yang telah dilepaskan tidak dibuahi, maka
endometrium akan meluruh dan dikeluarkan dari vagina dalam bentuk darah haid
yang disebut menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009)
Darah haid biasanya berjumlah antara 35 dan 95 ml dan terdiri dari debris
endometrium dan darah. Pengeluaran darah dibatasi oleh vasokonstriksi arteri
lurus. Saat sekresi esterogen kembali pada permulaan siklus berikutnya, esterogen
merangsang penyembuhan dan pertumbuhan jaringan baru. Volume rata-rata
darah yang hilang adalah 50 ml yang mengandung zat besi sekitar 0,7 mg, suatu
kehilangan yang tepat disamakan oleh penyerapan zat besi dari makanan (Coad &
Melvyn, 2007).
Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90 % wanita
memiliki siklus 25-35 hari dan hanya 10-15 % yang memiliki panjang siklus 28
hari, namun beberapa wanita memiliki siklus yang tidak teratur. Panjang siklus
menstruasi dihitung dari hari pertama periode menstruasi yaitu hari dimana
perdarahan dimulai sampai hari terakhir yaitu 1 hari sebelum perdarahan
menstruasi bulan berikutnya (Saryono & Waluyo, 2009).
Saat siklus menstruasi, tarjadi perubahan pada selaput lendir rahim yang
berulang dari hari ke hari. Selama 1 bulan mengalami 4 masa stadium. Stadium
menstruasi (Desquamasi) pada masa ini endometrium terlepas dari dinding rahim
disertai dengan perdarahan, hanya lapisan tipis tertinggal disebut stratum basale.
Stadium ini berlangsung selama 4 hari. Melalui haid, kelar darah,
potongan-potongan endometrium, dan lendir dari serviks. Darah ini tidak membeku karena
adanya femen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan-potongan mukosa. Banyaknya perdarahan selama haid ± 50 cc. Stadium post
menstruum (Regenerasi) luka yang terjadi karena endometrium terlepas, lalu
berangsur-angsur ditutup kembali oleh selaput lendir baru dari sel epitel kelenjar
endometrium. Pada masa ini, tebal endometrium kira-kira 0,5 mm. Stadium ini
endometrium tumbuh menjadi tebal ± 3,5 mm, kelenjar-kelenjarnya tumbuh lebih
cepat dari jaringan lain. Stadium ini berlangsung ±5-14 hari dari hari pertama
haid. Staduim pra menstruum (sekresi) pada stadium ini, endometrium tetap tebal,
tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku-liku serta
mengeluarkan getah. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur
yang diperlukan sebagai makanan untuk sel telur. Perubahan ini dilakukan untuk
mempersiapkan endometrium dalam menerima sel telur (Syaifuddin, 2009).
Menarke biasanya terjadi tiga sampai delapan hari, namun rata-rata lima
setengah hari. Dalam satu tahun setelah terjadinya menarke, ketidakteraturan
menstruasi masih sering dijumpai. Ketidakteraturan menstruasi adalah kejadian
biasa yang dialami oleh para remaja putri. Sekitar dua tahun setelah menarke akan
terjadi ovulasi. Ovulasi tidak harus terjadi setiap bulan tetapi dapat terjadi setiap
dua atau tiga bulan (Proverawati dan Misaroh, 2009).
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke
Kombinasi dari pengaruh genetik, fisik, emosional, dan lingkungan dapat
mempengaruhi Usia menarke. Usia menarke anak cenderung mirip dengan usia
menarke ibu. Anak perempuan dengan postur tubuh yang lebih besar dan
payudaranya telah berkembang cenderung lebih banyak mendapatkan menstruasi
lebih awal. Nutrisi juga merupakan faktor lainnya, karena sangat berperan dalam
masa tumbuh kembang anak (Ellis & Graber, 2000 dalam Papalia, Old &
2.4.1 Status Gizi
Status gizi seorang wanita akan sangat berpengaruh terhadap sistem
reproduksinya. Kecukupan zat gizi diperlukan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tubuh. Jika terjadi kekurangan unsur gizi khususnya pada masa pra
pubertas dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual pada saat
memasuki remaja. Bagi remaja wanita, status gizi sangat mempengaruhi
terjadinya menarke, baik dari faktor usia terjadinya menarke, adanya
keluhan-keluhan selama menarke maupun lamanya hari menarke. Secara psikologis wanita
remaja yang pertama sekali mengalami haid akan mengeluhkan rasa nyeri dan
kurang nyaman, tetapi pada beberapa remaja keluhan-keluhan tersebut tidak
dirasakan, hal ini dipengaruhi oleh nutrisi yang adekuat yang dapat dikonsumsi
(Sibagariang, 2010).
Nutrisi mempengaruhi kematangan seksual pada gadis yang mendapat
menstruasi pertama lebih dini, mereka cenderung lebih berat dan lebih tinggi
dibandingkan dengan mereka yang belum menstruasi pada usia yang sama.
Sebaliknya pada gadis yang menstruasinya terlambat, beratnya lebih ringan dari
pada yang sudah menstruasi pada usia yang sama walaupun tinggi badan mereka
sama (Soetjiningsih, 2004). Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan
Munda, Wagey &Wantania (2013) mengenai hubungan indeks masa tubuh dengan
usia menarke mendapatkan hubungan yang bermakna antara IMT dengan usia
menarke.
Supriasa, Fajar, Bakri (2001) mengatakan bahwa status gizi berhubungan
semakin tinggi kadar leptin yang disekresikan dalam darah. Leptin ini berfungsi
untuk pengatur jaringan syaraf, dan fungsi reproduksi. Pada fungsi reproduksi
leptin ini berpengaruh terhadap metabolisme Gonadothropin Releazing Hormone
(GnRH). Pelepasan GnRH ini akan memengaruhi kematangan reproduksi yang
selanjutnya memicu pengeluaran Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Letuinizing Hormone (LH) di ovarium sehingga terjadi pematangan folikel dan pembentukan esterogen Status gizi remaja dapat ditentukan dengan melakukan
pengukuran antopometri Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus penghitung IMT
dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 2.1 Perhitungan Indeks Massa tubuh
Setelah hasil perhitungan IMT diketahui, gunakan tabel klasifikasi IMT/U untuk
mengetahui status gizi remaja putri apakah sangat kurus, kurus, normal, gemuk,
atau obesitas. Tabel Klasifikasi IMT dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Penggolongan Status Gizi dengan IMT/U untuk usia 6-18 tahun Riskesdas (2010)
IMT = _________Berat badan (Kg)________ Tinggi badan (m) X Tinggi badan (m)
Status IMT/U
Sangat kurus <-3 SD
Kurus -3 SD s/d <-2 SD
Normal -2 SD s/d +1 SD
Gemuk >1s/d+2 SD
2.4.2 Genetik
Usia menarke dipengaruhi oleh keturunan. Menurut Karapanou dan
Papadimitriou, (2010) bukti untuk pengaruh keturunan didapati bahwa usia
menarke ibu cenderung dapat memprediksi usia menarke anak. Didapati
polimorfisme gen reseptor estrogen a (ERa) dapat mengubah aktivitas biologis pada tingkat seluler dan mempengaruhi kematangan aksis
hipotalamus-pituitari-gonad, yang menentukan bermulanya menarke
Penelitian yang dilakukan Putri (2009) menyatakan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara usia menstruasi pertama ibu (genetik) dengan usia
menarke responden. Hubungan ini diduga berkaitan dengan lokus yang mengatur
estrogen yang diwariskan. Pada waktu terjadi kematangan seksual, seorang gadis
mengikuti menstruasi pertama ibunya. Umur menarke ibu dapat mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan badan anak sehingga mempengaruhi waktu menarkenya.
Pengaruh genetik juga muncul dari ayah. Gen dapat menurunkan ekspresi
karakteristik yang disebut alel. Setiap orang menerima sepasang alel,
masing-masing satu dari setiap orang tua mereka. Ketika sepasang alel ini bersifat sama
maka orang tersebut homozigot secara karakteristik dan ketika tidak sama maka
orang tersebut heterozigot secara karakteristik. Pewarisan seseorang yang
heterozigot untuk sifat tertentu akan dikontrol oleh alel yang dominan, dengan
kata lain apabila keturunannya menerima 2 alel yang bertolak belakang hanya
akan ada 1 dari mereka yang dominan yang akan di ekspresikan (Papalia, Old &
Feldman, 2008). Ayah yang cenderung agresif, impulsif, dan matang secara
perkawinan dan penelantaran keluarga. Hal ini akan diturunkan kepada anak
perempuannya karena diduga berasal dari gen yang sama, dimana anak
perempuannya cenderung mendapat menarke lebih dini serta aktifitas seksual
sebelum waktunya (Comings, 2002 dalam Papalia, et al., 2008).
Sebuah analisis genetik terhadap 121 pria dan 164 wanita yang tidak saling
memiliki hubungan, yang difokuskan kepada variasi androgen reseptor (AR) terkait jenis kelamin, yang membawa kromosom x dari ayah yang dapat
ditransisikan kepada anak perempuan, tetapi tidak kepada anak laki-laki karena
anak laki laki hanya mewarisi kromosom y dari ayah, diperoleh bahwa pria
dengan alel tersebut cenderung agresif, impulsif, dan matang secara seksual
sebelum waktunya, sedangkan wanita dengan alel yang sama cenderung memiliki
menarke dini (Comings, 2002 dalam Papalia, et al., 2008).
2.4.3 Status sosial ekonomi
Lingkungan sosial berpengaruh terhadap waktu terjadinya menarke. Salah
satunya yaitu lingkungan keluarga yang harmonis dan adanya keluarga besar yang
baik dapat memperlambat terjadinya menarke dini, sedangkan anak yang tinggal
ditengah-tengah keluarga yang tidak harmonis dapat mengakibatkan terjadinya
menarke dini. Selain itu ketidakhadiran seorang ayah ketika ia masih kecil
(berusia < 7 tahun), adanya tindakan kekerasan seksual pada anak dan adanya
konflik pada keluarga merupakan faktor yang berperan penting pada terjadinya
menarke dini (Proverowati & Misaroh. 2009).
Bagi anak perempuan, lemahnya atau ketidakhadiran sosok ayah dalam
tidak adanya perlindungan dalam kesehariannya. Hal ini mempengaruhi
pandangannya terhadap lawan jenis, diri sendiri, dan dunia sekitarnya dan
memacu anak mengalami pubertas yang lebih cepat, khususnya menarke.
Ellis (2002) menyatakan bahwa seorang ayah yang secara emosional
memiliki hubungan positif dengan anak perempuannya sejak usia 5-7 tahun, anak
nya akan lebih lambat mengalami pubertas serta menstruasi. Hal ini disebabkan
anak tersebut terlatih dengan sosok laki-laki yang diisi oleh ayahnya. Secara
ilmiah dapat dijelaskan bahwa anak perempuan terlatih menerima sensasi
pheromones, yakni hormon yang dihasilkan oleh kelenjar manusia yang member
respon seksual terhadap lawan jenis. Hormone ini lah yang menimbulkan rasa
suka, cinta dan membangkitkan gairah seksual terhadap lawan jenis.
Studi longitudinal menyatakan bahwa hubungan dengan ayah bisa jadi
merupakan kunci dari penentuan waktu terjadinya puber. Anak perempuan yang
memiliki relasi yang dekat dan suportif dengan orang tua mereka terutama dengan
ayah, menunjukkan perkembangan pubertas yang lebih lamban dibandingkan
anak perempuan dengan hubungan yang dingin atau berjarak, atau mereka yang
dibesarkan oleh ibu tunggal (Ellis, 1999 dalam Papalia, et al., 2008).
Anak perempuan yang dekat dengan ayah lebih lambat mengalami
pubertas dan menstruasi. Masa pubertas banyak disokong oleh kematangan organ
seksual anak. Seorang anak yang tidak begitu dekat dengan ayah, tidak akan
terbiasa dengan sosok laki-laki. Sehingga ketika ada teman laki-laki yang dekat, ia
merasakan sensasi yang tidak sewajarnya. Ia akan memberikan sinyal kewanitaan
kematangan organ seksual anak, sehingga ia cepat mengalami menstruasi (Ellis,
2002).
Efek psikologis masa terjadinya pubertas tergantung kepada bagaimana
remaja tersebut dan orang disekitarnya menginterprestasikan perubahan yang
menyertai hal tersebut. Namun menarke dini sering dengan dihubungkan dengan
depresi dan perilaku kekerasan pada anak (Stice, Presnell & Bearman, 2001 dalam
papalia, et al., 2008).
Status sosial ekonomi berhubungan dengan penghasilan orang tua
perbulan. Penghasilan orang tua dapat digolongkan menjadi rendah dan tinggi
sesuai dengan upah minimum yang telah ditetapkan diprovinsi. Berdasarkan
keputusan Gubernur Sumatera Utara maka Upah Minimum Provinsi (UMP) yang
telah ditetapkan ialah Rp 1.650.000.
Penghasilan orang tua berhubungan dengan gaya hidup dan kondisi
psikologis remaja, dengan penghasil orang tua yang lebih tinggi akan meningkat
daya beli dan gaya hidup keseharian. Remaja dalam kondisi keadaan sosial
ekonomi orang tua yang tinggi akan di penuhi kebutuhan keseharian seperti
fasilitas akses informasi dari media massa (elektronik dan cetak) sehingga remaja
memperoleh informasi yang lebih terbuka, kebutuhan akan makanan bergizi,
kecendrungan mengkonsumsifast fooddan soft drink(Rofiatul 2013).
Studi di India mengatakan bahwa remaja putri dengan status sosial
ekonomi tinggi lebih awal 3 tahun untuk mencapai menarke dari remaja putri
Nyoman, Bakri, dan Fajar (2001) mengemukakan bahwa faktor sosial
ekonomi ikut mempengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut
meliputi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga. Faktor ini akan
berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga mempengaruhi masukan zat gizi
anak yang pada akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah akan
mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu.
2.4.4 Keterpaparan terhadap media informasi orang dewasa
Pada saat ini seorang anak cenderung mengalami pubertas dalam usia yang
lebih dini. Di Amerika Serikat sendiri, banyak anak yang sudah mencapai usia
pubertas pada usia 7 tahun. Salah satu kemungkinan faktor penyebabnya adalah
semakin banyaknya tontonan di televisi yang merubah keseimbangan hormonal
dalam tubuh sehingga mendorong terjadinya pubertas yang lebih awal
(Proverowati & Misaroh, 2009).
Faktor penyebab menarke juga disebabkan rangsangan dari luar.
Rangsangan tersebut berupa film film seks, buku-buku bacaan dan majalah
majalah bergambar seks yang umumnya untuk kalangan dewasa, godaan dan
rangsangan dari kaum pria, pengamatan secara langsung terhadap perbuatan
seksual yang diduga dapat memperlambat atau mempercepat usia menarke
(Kartono, 1992).
Rangsangan audio visual baik berasal dari percakapan maupan tontonan
dari film-film atau internet berlabel dewasa, atau mengumbar sensualitas dapat
tersebut kemudian merangsang sistem reproduksi dan genital untuk lebih cepat
matang (Proverowati & Misaroh, 2009).
Keterpaparan media informasi orang dewasa ini berupa media cetak dan
media elektronik, maupun keterpaparan secara langsung seperti mendapatkan
penyuluhan untuk orang dewasa misalnya penyuluhan tentang kesehatan
reproduksi.
Dikatakan terpapar media cetak apabila pernah membaca buku
bacaan/tabloid/majalah/koran untuk orang dewasa, tidak terpapar apabila tidak
pernah membaca buku bacaan/tabloid/majalah/koran untuk orang dewasa.
Dikatakan terpapar media elektronik apabila menonton televisi untuk jam tayang
dewasa lebih dari 3 kali dalam seminggu dan pernah menonton film/VCD/DVD
yang dapat membangkitkan gairah seksual (Matondang, 2003 dalam Putri 2009),
serta pernah mendengar cerita yang dapat membangkitkan gairah seksual baik dari
radio maupun dari temannya. Menurut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
ketentuan untuk jam tayang dewasa adalah pukul 22.00-03.00 WIB, karena itu
1. Kerangka Konseptual
Faktor faktor yang mempengaruhi usia menarke yang menjadi variabel
independen dalam penelitian ini adalah status gizi, genetik, sosial ekonomi,
keterparparan media informasi orang dewasa. Kerangka konsep pada penelitian
dapat digambarkan dalam skema berikut
Skema 3.1 Kerangka Konseptual Status Gizi
Genetik
1. Usia Menarke Ibu 2. Sifat ayah yang
agresif dan impulsif
Sosial Ekonomi
1. Kehadiran ayah semasa kecil
2. Kedekatan dengan ayah
3. Pendidikan orang tua 4. Pekerjaan orang tua 5. Penghasilan orang tua
Usia Menarke
2. Defenisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian
Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Usia menarke Usia kejadian menstruasi
2 Kedekatan
1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan
pendekatan potong lintang (cross sectional) yaitu observasi dan pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan pada satu waktu, setiap subjek
hanya dikenai satu kali pengukuran tanpa dilakukan tindak lanjut (Suryono,
2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah usia menarke sedangkan
variabel independennya adalah status gizi, genetik, status sosial ekonomi dan
keterpaparan media informasi orang dewasa pada siswi SMP Negeri 30 Medan.
2. Populasi dan sampel 2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMP Negeri 30 yang
terdiri dari siswi kelas VII, VIII, IX sebanyak 444 orang.
2.2 Sampel
Arikunto (2006) mengatakan bahwa penentuan jumlah sampel dapat
didasarkan pada persentase dari besarnya subjek penelitian. Bila subjeknya kurang
dari 100 sebaiknya diambil semua, tetapi bila jumlah subjek besar dapat diambil
antara 10-15% atau 20-25 % tergantung kemampuan peneliti dilihat dari waktu,
tenaga, dana serta luas wilayah pengamatan. Karena itu dalam penelitian ini
peneliti akan mengambil sampel sebanyak 20 % dari populasi, yaitu 20 % dari
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling
dengan kriteria inklusi yaitu Siswi yang telah mengalami menarke dan bersedia
menjadi responden.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 30 Medan dengan pertimbangan lokasi
yang dapat dijangkau oleh peneliti, jumlah responden yang memadai, efesiensi
waktu dan biaya. Penelitian dilakukan mulai bulan september 2014 sampai bulan
juni 2015.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komite etik Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengirimkan surat ke Dinas
Pendidikan Kota Medan untuk dapat memberikan surat izin melakukan penelitian
di SMP Negeri 30 Medan. Setelah mendapat surat izin dari Dinas Pendidikan
Kota Medan, peneliti mengirimkan surat tersebut ke SMP Negeri 30 Medan
sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari Kepala Sekolah
peneliti mulai mengumpulkan data dengan memberikan lembar persetujuan
(informed consent) kepada responden yang akan diteliti. Sebelum responden
mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti menjelaskan maksud,
tujuan, prosedur penelitian dan penelitian ini bersifat sukarela sesuai dengan
ketentuan yang berlaku tanpa adanya tekanan baik secara fisik maupun psikologis.
Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian
Jika responden tidak bersedia, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati
keputusannya (self determination).
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya mencantumkan
kode dan inisial pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi
yang akan diberikan oleh responden akan dijamin dalam peneltian ini, dan data
yang diperoleh dalam peneltian ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitan
(Confidentiality).
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam peneitian ini adalah kuesioner,
timbangan berat badan dan microtoise. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data responden meliputi, karakteristik responden (kelas, Usia,
Usia menarke), status gizi ( terdiri dari 4 pertanyaan yang diisi oleh peneliti
setelah melakukan pengukuran antopometri), Genetik responden (pertanyaan
nomor 1 dan 2) status sosial ekonomi (pertanyaan nomor 3,4,5,6,7) dan
keterpaparan media informasi orang dewasa (pertanyaan nomor 8,9,10,11,12,13).
6. Validitas dan Reabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu
instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan. Kuesioner telah diuji menggunakan uji validitas isi.dengan nilai CVI
0,83 maka dapat dinyatakan kuesioner telah valid.
Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat ukur
dapat mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang baik
pada kelompok sampel. Uji reliabilitas akan dilakukan pada 30 responden diluar
sampel yang memenuhi kriteria menggunakan uji KR 21 dengan nilai r 0,74
maka instrumen dinyatakan reliabel.
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diakukan dengan mengirimkan surat ke Dinas
Pendidikan Kota Medan untuk dapat memberikan surat izin melakukan penelitian di SMP
Negeri 30 Medan. Setelah mendapat surat izin dari Dinas Pendidikan Kota Medan,
peneliti mengirimkan surat tersebut ke SMP Negeri 30 Medan sebagai tempat penelitian.
Peneliti kemudian melakukan koordinasi dengan kepala sekolah mengenai jadwal
pelaksanaan penelitian, selanjutnya peneliti mulai mengumpulkan data ke
kelas-kelas dengan terlebih dahulu meminta persetujuan pada guru yang mengajar di
kelas tersebut.
8. Analisa Data
Proses analisa data dimulai dengan editing yaitu memeriksa data hasil pengisian kuesioner apakah terdapat kekeliruan atau tidak adanya pengisian.
Setelah proses editing selesai, tahap selanjutnya adalah proses coding yaitu mengklasifikasikan data yang didapat dengan memberikan kode atau tanda berupa
angka pada masing- masing kategori. Selanjutnya adalah scoring yaitu pemberian
nilai kepada setiap jawaban dari responden sesuai ketentuan pada aspek
pengukuran. Tahap berikutnya adalah memasukan data ke perangkat lunak
komputer. Data yang telah diperoleh, ditabulasikan, diolah dan disajikan dalam
bentuk statistik deskriptif univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan
usia menarke, status gizi, genetik, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media
informasi dewasa. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi usia menarke yang diperoleh dari
pengumpulan data terhadap 100 orang siswi SMP Negeri 30 Medan. Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 30 april sampai 9 mei 2015. Penyajian data penelitian ini
meliputi deskriptif karakteristik responden, analisis univariat, dan analisis
bivariat.
1.1 Karakteristik Responden
Pada penelitian ini jumlah responden sebanyak 100 orang. Adapun
karakteristik responden yang akan dipaparkan meliputi kelas, usia, dan usia
menarke.
Data yang diperoleh berdasarkan kelompok kelas, distribusi responden
terbanyak pada kelompok kelas 7 yaitu sebanyak 34 %. Berdasarkan usia,
diketahui bahwa rata-rata usia responden ialah 13.4 tahun dengan simpangan
baku 0,94. Distribusi responden terbanyak ialah pada kelompok umur 13 tahun
sebanyak 36 % dan terendah pada kelompok umur 15 tahun sebanyak 12 %.
Berdasarkan usia menarke, diketahui bahwa rata-rata usia menarke responden
ialah 12 tahun dengan simpangan baku 0.90. Usia menarke termuda pada usia 10
kelompok usia menarke 12 tahun sebanyak 47 %, dan terendah pada kelompok
usia menarke 10 tahun sebanyak 4 %.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Karakteristik
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
dari seluruh variabel yang diteliti meliputi usia menarke, status gizi, genetik,
status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi dewasa
1.2.1Gambaran Usia Menarke Responden
Berdasarkan pengelompokan usia menarke yang dikelompokan menjadi 3
tahun), menunjukan distribusi responden terbanyak pada kelompok usia menarke
normal yaitu sebanyak 73 %.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pengelompokan usia menarke responden Usia menarke Frekuensi
1.2.2 Gambaran Status Gizi Responden
Untuk melihat status gizi responden digunakan pengukuran antopometri
indeks masa tubuh menurut kemenkes, 2010. Sebaran gizi responden berdasarkan
IMT/U terbanyak pada status gizi normal yaitu 85% sedangkan yang berstatus
gizi kurus hanya 2%.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi status gizi responden Status Gizi Frekuensi
Faktor genetik dilihat dari usia menarke ibu dan genetik turunan dari ayah.
Usia menarke ibu adalah usia dimana ibu responden pertama kali mendapatkan
menstruasi. Distribusi responden berdasarkan usia menarche ibu yang terbanyak
sebanyak 4%. Distribusi responden berdasarkan genetik dari ayah berada pada
kategori tidak ada sebanyak 90% sedangkan kategori ada sebanyak 10%.
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi genetik responden
1.2.4 Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi meliputi keberadaan ayah semasa kecil, kedekatan
responden dengan ayah, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan
penghasilan orang tua. Distribusi responden berdasarkan kehadiran ayah semasa
kecil sebanyak 91% adanya kehadiran ayah semasa kecil, sedangkan
ketidakhadiran ayah semasa kecil sebanyak 9%. Distribusi responden berdasarkan
kedekatan dengan ayah sebanyak 32% menyatakan lebih dekat dengan ayah dari
pada ibu, sebaliknya 68% lebih dekat dengan ibu dari pada ayah. Distribusi
responden berdasarkan pendidikan orang tua sebanyak 79% dalam kategori
pendidikan tinggi dan 21% pendidikan rendah. Distribusi responden berdasarkan
pekerjaan orang tua terbanyak ialah bekerja sebagai wirasswasta/ pegawai swasta
sebanyak 46%, sebaliknya terendah bekerja sebagai dosen/guru sebanyak 2%.
Distribusi responden berdasarkan penghasilan orang tua pada penghasilan tinggi
sebanyak 67% dan penghasilan rendah 33%.
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi status sosial ekonomi responden
1.2.5 Keterpaparan Media Informasi Dewasa
Keterpaparan media informasi dewasa ialah keterpaparan responden
terhadap media informasi yang diperuntukan bagi orang dewasa berupa media
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi keterpaparan media informasi dewasa responden
Keterpaparan Media Informasi Dewasa
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Terpapar tidak terpapar
7 93
7 93
Total 100 100
1.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen (status gizi, genetik, sosial ekonomi, dan keterpaparan media
informasi dewasa) dengan variabel dependen (usia menarke).
1.3.1 Hubungan Status Gizi dengan Usia Menarke Responden
Berdasarkan hasil penelitian status gizi, terdapat 3 kategori status gizi
yaitu status gizi kurus, normal dan gemuk. Namun karena terdapat nilai harapan
kurang dari 5 lebih dari 20 % maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan
uji chi-square, sehingga dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel, yaitu
dengan menggabungkan kategori status gizi kurus dan gemuk menjadi 1 sel,
sehingga dapat dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan uji chi-square
hubungan antara status gizi dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden
yang memiliki usia menarke cepat dengan status gizi normal sebanyak 23%,
responden yang memiliki usia menarke cepat dan status gizi kurus dan gemuk ada
sebanyak 4%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan status gizi
normal ada sebanyak 62% dan responden yang memiliki usia menarke normal
Tabel 5.7 Hubungan status gizi dengan usia menarke responden
Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value1,000 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian menarke antara
status gizi dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan
antara status gizi dengan status menarke).
1.3.2 Hubungan Genetik Dengan Usia Menarke Responden
1. Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden
Berdasarkan hasil penelitian usia menarke ibu, terdapat 3 kategori yaitu
usia cepat, normal dan lambat. Namun karena terdapat nilai harapan kurang dari 5
lebih dari 20 % maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi-square, sehingga dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel, yaitu dengan
menggabungkan kategori usia lambat dan normal menjadi 1 sel, sehingga dapat
dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara usia
menarke ibu dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden
yang memiliki usia menarke cepat dengan usia menarke ibu cepat ada sebanyak
5%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan usia menarke ibu
normal dan lambat ada sebanyak 22%. Responden yang memiliki usia menarke
normal dengan usia menarke ibu cepat ada sebanyak 1% dan responden yang
Tabel 5.8 Hubungan usia menarke ibu dengan usia menarke responden
Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,005 (< α 0,05),
maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian antara usia menarke ibu
dengan usia menarke responden (ada hubungan yang signifikan antara usia
menarke ibu dengan usia menarke responden).
2. Hubungan Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan Usia Menarke
Responden
Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden
yang memiliki usia menarke cepat dengan genetik dari ayah ada sebanyak 7%,
responden yang memiliki usia menarke cepat tanpa genetik dari ayah ada
sebanyak 20%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan genetik
dari ayah ada sebanyak 3% dan responden yang memiliki usia menarke normal
Tabel 5.9 Hubungan Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia
Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,004 (< α 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian antara Sifat ayah yang
agresif dan impulsif dengan usia menarke responden (ada hubungan yang
signifikan antara Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia menarke
responden).
1.3.3 Hubungan Status Ekonomi dengan Usia Menarke Responden
1. Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil dengan Usia Menarke
Responden
Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden
yang memiliki usia menarke cepat dengan ketidakhadiran ayah semasa kecil ada
sebanyak 3%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan kehadiran
ayah semasa kecil ada sebanyak 24%. Responden yang memiliki usia menarke
normal dengan ketidakhadiran ayah semasa kecil ada sebanyak 6% dan responden
yang memiliki usia menarke normal dengan kehadiran ayah semasa kecil ada
Tabel 5.10 Hubungan ketidakhadiran ayah dengan usia menarke responden
Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,669 ( > α 0,05),
maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian ketidakhadiran
ayah semasa kecil dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang
signifikan antara ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke
responden).
2. Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden
Setelah dilakukan uji chi-squarehubungan antara Kedekatan dengan Ayah dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki
usia menarke cepat dan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah dari
pada ibu ada sebanyak 6%, responden yang memiliki usia menarke cepat dan
tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah ada sebanyak 21%.
Responden yang memiliki usia menarke normal dan memiliki hubunngan yang
lebih dekat dengan ayah ada sebanyak 26% dan responden yang memiliki usia
menarke normal dan tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah ada
Tabel 5.11 Hubungan kedekatan dengan ayah dengan usia menarke
Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,301( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian kedekatan dengan
ayah dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara
kedekatan dengan ayah semasa kecil dengan usia menarke responden).
3. Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden
Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara pendidikan orang tua dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki
usia menarke cepat dengan pendidikan orang tua tinggi ada sebanyak 5%,
responden yang memiliki usia menarke cepat dengan pendidikan orang tua rendah
ada sebanyak 22%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan
pendidikan orang tua tinggi ada sebanyak 16% dan responden yang memiliki usia
menarke normal dengan pendidikan orang tua rendah ada sebanyak 57%.
Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,925 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian pendidikan orang
tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan orang tua dengan usia menarke responden).
4. Hubunngan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden
Berdasarkan hasil penelitian ,pekerjaan orang tua dibagi menjadi 5
kategori yaitu PNS/BUMN, Dosen/Guru TNI/POLRI, Wiraswata/Pegawai swasta
dan lain-lain. Namun karena terdapat nilai harapan kurang dari 5 lebih dari 20 %
maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi-square, sehingga
dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel yaitu dengan menggabungkan 5
kategori tersebut menjadi 2 kategori yaitu kategori
PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri dan katregori bukan
PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri, sehingga dapat dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan ujichi-squarehubungan antara pekerjaan orangtua dengan usia
menarke menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat
dengan pekerjaan orang tua PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak
5%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan pekerjaan orang tua
bukan PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak 22%. Responden yang
memiliki usia menarke normal dengan pekerjaan orang tua
PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak 15% dan responden yang
memiliki usia menarke normal pekerjaan orang tua
Tabel 5.13 Hubungan pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden
Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value1.000 ( > α 0,05),
maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian Pekerjaan orang
tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaann orang tua dengan usia menarke responden).
5. Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden
Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara penghasilan orangtua
dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke
cepat dengan penghasilan orang tua tinggi ada sebanyak 21%, responden yang
memiliki usia menarke cepat dengan penghasilan orang tua rendah ada sebanyak
6%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan penghasilan orang
tua tinggi ada sebanyak 46% dan responden yang memiliki usia menarke normal
dengan penghasilan orang tua rendah ada sebanyak 27%.
Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,248 (> α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian penghasilan orang
tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara
penghasilan orang tua dengan usia menarke responden).
1.3.4 Hubungan Keterpaparan Media Informasi dewasa dengan Usia Menarke Responden
Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara keterpaparan media
informasi dewasa dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden yang
memiliki usia menarke cepat dan terpapar media informasi dewasa ada sebanyak
3%, responden yang memiliki usia menarke cepat dan tidak terpapar media
informasi dewasa ada sebanyak 24%. Responden yang memiliki usia menarke
normal dan terpapar media informasi dewasa ada sebanyak 4% dan responden
yang memiliki usia menarke normal dan tidak terpapar ada sebanyak 69%.
Tabel 5.15 Hubungan keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke responden
Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,384 ( > α 0,05),
maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian keterpaparan
media informasi dewasa dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan
yang signifikan antara keterpaparan media informasi dewasa dengan usia
menarke responden).
2. Pembahasan
2.1 Status gizi dan usia menarke responden
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden dengan uji
statistik chi-square didapat nilai p 0,744 yang berarti tidak ada hubungan yang
signifikan antarara status gizi dengan usia menarke.
Kecukupan zat gizi diperlukan dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tubuh. Jika terjadi kekurangan unsur gizi khususnya pada masa pra
pubertas dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual pada saat
memasuki usia remaja. Status gizi berhubungan dengan keadaan lemak dalam
tubuh. Semakin banyak penumpukan lemak, semakin tinggi kadar leptin yang
disekresikan dalam darah. Leptin ini berfungsi untuk pengatur jaringan syaraf, dan
fungsi reproduksi. Nutrisi mempengaruhi kematangan seksual pada gadis yang
mendapat menstruasi pertama lebih dini, mereka cenderung lebih berat dan lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang belum menstruasi pada usia yang sama.
Sebaliknya pada gadis yang menstruasinya terlambat, beratnya lebih ringan dari
pada yang sudah menstruasi pada usia yang sama walaupun tinggi badan mereka
sama.
Hasill penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosanti (2013) dan Putri
(2009) yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara status gizi dan
Wagey dan Wantania (2013) yang menyatakan adanya hubunganbermakna antara
IMT dengan usia menarke.
Tidak adanya hubungan bermakna antara status gizi dan usia menarke ini
disebabkan karena responden penelitian homogen yaitu kebanyakan responden
yang berada pada status gizi normal, hal ini tentu tidak terlalu berpengaruh
terhadap usia yang menarke cepat dan lambat, karena apabila status gizi berada
pada kategori normal tentu usia menarkenya juga normal.
2.2 Hubungan Genetik dengan Usia Menarke responden
1. Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden
Hasil uji statistik chi-square menyatakan adanya hubungan yang
signifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke responden dengan nilai p
0.005. Berdasarkan teori salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian menarke
pada remaja putri adalah faktor genetik. Bukti untuk pengaruh keturunan didapati
bahwa usia menarke ibu cenderung dapat memprediksi usia menarke anak
(Karapanou, 2010).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2009) yang
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara status genetik usia menarke ibu
dengan usia menarke responden, namun bertentangan dengan hasil penelitian
Karis (2011), Siswianti (2012) dan Rosanti (2013) yang menyatakan tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia menarke ibu dengan usia menarke