• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke pada Remaja Putri di SMP Negeri 30 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke pada Remaja Putri di SMP Negeri 30 Medan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

F

UNI

SKRIPSI

oleh

Ribka Rezkinta Agustina 111101074

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(2)
(3)
(4)

hidayah dan pertolongan dari-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan judul “Faktor Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke

pada Remaja Putri di SMP Negeri 30 Medan

Dalam penyusunan Skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan,

dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang

sangat berharga bagi peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara

2. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing skripisi yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu

yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I.

4. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen penguji II.

5. Dosen dan seluruh staf pegawai Fakultas Keperawatan USU yang turut

mendukung dalam penyusunan proposal ini.

6. Ayahanda Dalan Git Ketaren dan Ibunda Masa Br Ginting yang selalu

membantu, memberi nasehat, semangat dan dukungan serta mendoakan

(5)

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

semangat dan masukan dalam penyusunan Hasil penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

memerlukan penyempurnaan baik dalam penulisan serta isi. Oleh karena itu,

peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan

skripsi dimasa yang akan datang dapat lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata

peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2015

Peneliti

(6)

Kata Pengantar ... iv 1 Latar Belakang ... 1

2 Rumusan Masalah ... 4

3 Tujuan Penelitian ... 4

4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Konsep Remaja ... 6

2 Menarke ... 9

2.1 Pengertian menarke ... 9

2.2 Usia Menarke ...10

2.3 Fisiologi Menarke... 12

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke ... 15

2.4.1 Status Gizi ...15

2.4.2 Genetik ...17

2.4.3 Status Sosial Ekonomi ...18

2.4.4 Keterpaparan Terhadap Media Informasi Orang Dewasa ...21

2 Populasi dan Sampel Penelitian ...26

2.1 Populasi ...26

2.2 Sampel ...26

3 Lokasi dan Waktu Peneltian...27

4 Pertimbangan Etik ...27

5 Instrumen Peneltian...28

6 Uji Validasi dan Uji Reliabilitas ...28

7 Pengumpulan Data ...29

(7)

1.2.2 Gambaran Status Gizi Responden ...33

1.2.3 Gambaran Genetik Responden ...33

1.2.4 Status Sosial Ekonomi ...34

1.2.5 Keterpaparan Media Informasi Dewasa ...35

1.3 Analisis Bivariat... 36

1.3.1 Hubungan Status Gizi dengan Usia Menarke Responden ...36

1.3.2 Hubungan Genetik Dengan Usia Menarke Responden ...37

1.3.2.1 Hubungan Usia Menarke dengan Usia Menarke Responden ...37

1.3.2.2 Hubungan Genetik Ayah dengan Usia Menarke Responden ...38

1.3.3 Hubungan Status Ekonomi dengan Usia Menarke Responden .39 1.3.3.1 Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil denga Usia Menarke Responden ...39

1.3.3.2 Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden...40

1.3.3.3 Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...40

1.3.3.4 Hubunngan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...41

1.3.3.5 Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...42

1.3.4 Hubungan Keterpaparan Media Informasi dewasa dengan Usia Menarke Responden ...43

2. Pembahasan 2.1 Status gizi dan usia menarke...45

2.2 Hubungan Genetik dengan Usia Menarke ...46

2.2.1 Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden...46

2.2.2 Hubungan Genetik Ayah dengan Usia Menarke Responden ...47

2.3 Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Usia Menarke Responden...48

2.3.1 Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil dengan Usia Menarke Responden ...48

2.3.2 Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden ...49

2.3.3 Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden...50

2.3.4 Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke ...51

(8)

1. Kesimpulan...55

2. Saran...55

2.1 Bagi pendidikan keperawatan...55

2.2 Bagi pelayanan keperawatan ...56

2.3 Bagi peneliti selanjutnya ...56

DAFTAR PUSTAKA ...57

LAMPIRAN 1. Informed consent ...60

2. Instrumen penelitian...61

3. Surat etik ...64

4. Surat izin uji reliabilitas dari fakultas ...65

5. Surat ijin pengambilan data dari fakultas...66

6. Surat ijin uji reliabilitas dari dinas pendidikan ...67

7. Surat ijin pengambilan data dari dinas pendidikan ...68

8. Surat keterangan telah melakukan penelitian...69

9. Surat keterangan telah melakukan pengambilan data ...70

10. Hasil uji reliabilitas ...71

11. Hasiloutputpenelitian...72

12. Lembar bukti bimbingan ...82

13. Riwayat hidup ...85

14. Jadwal tentatif ...86

(9)

Riskesdas (2010) ...16

Tabel 3.2 Definisi Operasional, Alat Ukur,Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian ...24

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ...33

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pengelompokan usia menarke pada remaja putri Di SMP negeri 30 Medan ...34

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi status gizi pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...34

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi genetik pada remaja putri di SMP negeri 30 Medan ...35

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi status sosial ekonomi pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...36

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi keterpaparan media informasi dewasa pada Remaja putri di SMP Negeri 30 Medan ...37

Tabel 5.7 Hubungan status gizi dengan usia menarke responden...38

Tabel 5.8 Hubungan usia menarke ibu dengan usia menarke responden ...39

Tabel 5.9 Hubungan genetik ayah dengan usia menarke responden ...39

Tabel 5.10 Hubungan ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke responden ...40

Tabel 5.11 Hubungan kedekatan dengan ayah dengan usia menarke responden ..41

Tabel 5.12 Hubungan pendidikan orang tua dengan usia menarke responden ...42

Tabel 5.13 Hubungan pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden ...43

Tabel 5.14 Hubungan penghasilan orang tua dengan usia menarke responden...44

(10)
(11)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Penurunan usia menarke berdampak terhadap kehamilan usia muda, stres emosional, dan kanker payudara. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usia menarke pada remaja putri di SMP Negeri 30 Medan. Faktor yang diteliti ialah status gizi, genetik, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi orang dewasa. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, sampel diambil dengan metode purposive sampling sebanyak 100 orang dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April–Mei 2015. Uji reliabilitas penelitian ini sebesar 0,74. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia menarke responden 12,01± 0,90 tahun. Usia menarke termuda adalah 10 tahun dan usia menarke tertua adalah 14 tahun. Dari analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara genetik dengan usia menarke responden yaitu usia menarke ibu (p value 0,005) dan genetik ayah (p value

0,004). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi orang dewasa dengan usia menarke responden. Disarankan adanya program pendidikan kesehatan reproduksi remaja di sekolah berupa penyuluhan.

(12)

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Many factors influence the coming of menarche. The objective of the research was to find out some factors which influence female teenagers who got menarche at SMP Negeri 30, Medan. They were nutrition status, genetics, socio-economic status, and exposure to information media for adults. The research used descriptive correlation design with cross sectional approach. The samples were 100 respondents, taken by using questionnaires. The data were gathered from April to May, 2015. Reliability test was 0.47. The result of the research showed that on the average, the respondents who got menarche were 12.01 ± 0.90 years old. The youngest female teenagers who got menarche were 10 years old and the oldest ones were 14 years old. The result of bivatriate analysis showed that there was the correlation between genetics and the respondents who got menarche, mothers’ age (p-value = 0.005) and fathers’ age (p-value = 0.004). There was no correlation of nutrition status, socio-economic status, and exposure to information media for adults with respondents who got menarche. It is recommended that productive health education program for teenagers at schools by conducting counseling.

(13)

1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

Pertumbuhan dan perkembangan remaja sangat pesat baik fisik maupun

psikologis. Pada masa ini seorang remaja mulai memiliki rasa ketertarikan

terhadap lawan jenis dan mulai mencapai kematangan organ –organ reproduksi.

Salah satu tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah terjadinya

menstruasi pertama atau menarke (Proverawati & Misaroh, 2009).

Usia saat seseorang mendapatkan menstruasi bervariasi. Di inggris usia

rata-rata untuk mencapai menarke adalah 13,1 tahun. Sedangkan suku Bundi di

Papua Nugini menarke dicapai pada usia 18,8 tahun. Terdapat kecendrungan

bahwa saat ini anak mendapat menstruasi pertama kali (menarke) pada usia yang

lebih muda (Proverawati & Misaroh, 2009).

Rata-rata kejadian menarke di berbagai negara sejak abad ke-20 ini

mengalami perubahan dan mengarah pada usia menarke yang lebih cepat. Usia

rata-rata menarke di Eropa saat ini adalah 12-13 tahun sementara, seabad yang

lalu 14-15 tahun (Coad & Melvyn 2006). Di Sumatera Utara penelitian dilakukan

di kota Medan tepatnya di SMP Shaffiatul Amaliyyah terhadap 82 responden oleh

Pebri tahun 2009 dan hasilnya usia menarke rata-rata responden adalah 11,45 ±

(14)

Usia untuk mencapai fase terjadinya menarke dipengaruhi oleh banyak

faktor, antara lain faktor gizi, genetik, sosial, ekonomi, keterpaparan media

informasi orang dewasa, suku dan lain-lain (proverawati & Misaroh, 2009).

Status Gizi merupakan hal yang diduga berperan penting dalam

mempengaruhi usia menarke. Dewasa ini standar kehidupan amat berpengaruh

terhadap status gizi masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya

usia menarke (Putri, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Acharya (2006 dalam Putri 2009) yang menyimpulkan bahwa semakin rendah

BMI pada remaja putri, maka usia menarkenya juga semakin lambat. Faktor gizi

mempengaruhi kematangan seksual, remaja yang mendapat menarke lebih dini

cenderung lebih berat dan lebih tinggi dibandingkan dengan yang belum

menstruasi pada usia yang sama.

Faktor genetik juga diduga mempengaruhi usia menarche seseorang. Hal

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tiwari (2005 dalam Putri 2009)

dikatakan bahwa ada hubungan antara usia menarke ibu dengan usia menarke

anak.

Faktor sosial dan ekonomi juga dapat memengaruhi terjadinya menarke.

Status sosial ekonomi berpengaruh dengan kemampuan atau daya beli keluarga

dalam mencukupi kebutuhan nutrisi makanan. Penghasilan orang tua juga

berhubungan dengan gaya hidup dan kondisi psikologis remaja, dengan

penghasilan orang tua yang lebih tinggi akan meningkat daya beli dan gaya hidup

dalam keseharian. Remaja dalam kondisi keadaan sosial ekonomi orang tua yang

(15)

media massa (elektronik dan cetak), makanan bergizi, makanan fast food, minuman soft drink sehingga remaja memperoleh informasi yang lebih terbuka

(Putri, 2009).

Faktor lain yang diduga mempengaruhi tejadinya menarke adalah adanya

rangsangan yang kuat dari luar, salah satunya adalah melalui media masa.

Keterpaparan remaja akan media massa orang dewasa (pornografi ) yang meliputi

media cetak, audio, dan audiovisual memengaruhi usia menarke remaja putri

karena memacu organ reproduksi dan genital lebih cepat. Penelitian yang

dilakukan Brown (2005 dalam Putri 2009) menyatakan bahwa ada keterkaitan

antara paparan media masa dengan percepatan pubertas pada remaja yang secara

tidak langsung menyebabkan percepatan usia menarke pada remaja putri. Survei

tersebut menjelaskan bahwa dari media masa yang ada kebanyakan informasinya

berisi dengan seks dan remaja tersebut sering melihat atau mendengarkannya

diruangannya sendiri

Usia menarke yang semakin dini mempunyai dampak antara lain resiko

terjadinya kehamilan pada usia lebih muda menjadi lebih besar. Pergeseran usia

menarke ke usia yang lebih muda juga akan menyebabkan remaja putri

mengalami dampak stress emosional, karena secara mental mereka belum siap.

Menstruasi juga berarti pengeluaran Fe rata-rata pada setiap periode adalah

kurang lebih 4 mg yang berarti apabila seorang remaja putri mengalami menarke I

tahun Iebih awal maka dia akan kehilangan Fe sebanyak lebih kurang 48 mg

dalam setahun. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa resiko terjadinya

(16)

12 tahun. Hal ini berkaitan dengan mekanisme hormonal yang mempengaruhi

jaringan payudara immatur (Ginarhayu, 2002).

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti faktor faktor yang

berhubungan dengan usia menarke pada remaja yang belakangan cenderung

mengalami penurunan. Faktor-faktor yang akan diteliti adalah status gizi (IMT),

genetik (usia menarke ibu, genetik ayah), status sosial ekonomi (kehadiran ayah

semasa kecil, kedekatan dengan ayah, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua,

pendapatan orang tua), keterpaparan terhadap media informasi orang dewasa. Usia

menarke secara umum terjadi pada usia 12-15 tahun. Pada usia ini jenjang

pendidikan yang ditempuh remaja pada umumnya adalah SMP. Oleh karena itu

penelitian akan dilakukan pada siswi SMP Negeri 30 Medan.

2. Rumusan Masalah

Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi Usia menarke pada remaja Putri di

SMP Negeri 30 Medan?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usia

(17)

4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk pendidikan

keperawatan dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.

1.4.2. Bagi pelayanan keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk

memberikan pemahaman kepada remaja melalui pendidikan kesehatan

tentang menarke.

1.4.3.Bagi penelitian keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi

(18)

1. Konsep Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.

Biasanya dialami pada usia 13 sampai 20 tahun. Pada masa remaja ini terdapat 3

subfase yaitu masa ramaja awal usia 11 sampai 14 tahun, masa remaja

pertengahan usia 15 sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir usia 18 sampai 20

tahun ( Potter &Perry, 2009).

Pada masa remaja terjadi perubahan fisik dengan cepat. Terjadi banyak

variasi pada masa perubahan fisik yang dihubungkan dengan pubertas antara

lawan jenis baik laki-laki maupun perempuan dan sesama jenis. Anak perempuan

umumnya lebih dulu mengalami perubahan fisik dibandingkan anak laki-laki,

yaitu sekitar dua tahun lebih awal. Hal ini terlihat dari tingkat pertambahan tinggi

dan berat badan yang cukup proporsional, serta urutan pertumbuhan pada individu

( Potter & Perry, 2009).

Pada remaja juga terjadi perubahan kognitif, yaitu perubahan pola pikir

yang mampu menghasilkan tingkat intelektual tertinggi. Kemampuan berpikir

logis tentang tingkah laku tersebut akan mendorong remaja membangun

pemikiran pribadi dan cara untuk mengekspresikan identitas seksual. Remaja juga

memperoleh kemampuan untuk memahami bahwa ide atau tindakan individual

(19)

Perubahan emosional juga terjadi pada masa remaja. Masa remaja sangat

rawan dengan stres emosional yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan

luas yang terjadi sewaktu pubertas. Hasil penelitian di chigago oleh Mihalyi

Csikzentmihalyi & Rees larson (1984 dalam Proverowati & Misaroh, 2009)

menemukan bahwa remaja hanya memerlukan 45 menit untuk berubah darimood “senang luar biasa” ke ”sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan

beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan moodyang drastis pada remaja ini

seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan

sehari-hari di rumah (Proverowati & Misaroh, 2009).

Istilah adolescence merujuk kepada kematangan psikologis individu,

sedangkan pubertas merujuk kepada saat dimana telah ada kemampuan

reproduksi. Perubahan hormonal saat pubertas mengakibatkan perubahan

penampilan pada anak ( Potter &Perry, 2009).

Pubertas ialah dimulainya kehidupan seksual dewasa. Periode pubertas

terjadi karena kenaikan sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis, perlahan

dimulai pada tahun kedelapan kehidupan dan mencapai puncaknya pada saat

terjadinya menarke yaitu pada usia 11-16 tahun. Pada wanita, kelenjar hipofisis

dan ovarium akan mampu menjalankan fungsinya secara penuh bila dirangsang

secara tepat. Timbulnya pubertas dirangsang oleh beberapa proses pematangan

yang berlangsung di daerah otak yaitu hipotalamus dan sistem limbik yang

ditandai dengan peningkatan sekresi esterogen pada pubertas, variasi siklus

(20)

esterogen menjelang akhir kehidupan seksual, hampir tidak ada sekresi esterogen

dan progesteron sesudahmenopause(Syaifuddin, 2009)

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat pesat, baik fisik

maupun psikologis. Pesatnya perkembangan pada masa remaja atau masa puber

dipengaruhi oleh hormon seksual. Organ–organ reproduksi pada masa puber telah

mulai berfungsi sebagai penanda munculnya ciri-ciri kelamin primer. Ciri yang

pertama yaitu organ reproduksi pada laki-laki (testis) mulai berfungsi

meghasilkan hormon testosteron. Testosteron berfungsi merangsang testis untuk

menghasilkan sperma. Organ reproduksi pada perempuan mulai memproduksi

hormon esterogen dan progesteron. Hormon ini mempengaruhi perkembangan

organ reproduksi perempuan. Selain itu, juga mempengaruhi ovulasi, yaitu

pematangan sel telur dan pelepasan sel telur dari ovarium. Ciri yang kedua ialah

laki-laki mengalami mimpi basah dan perempuan mengalami menstruasi. Seiring

dengan produksi sperma yang meningkat pada laki-laki terjadi mimpi basah.

Organ reproduksi yang aktif pada anak perempuan ditandai dengan adanya

menstruasi. Ketika memasuki masa pubertas, indung telur atau ovarium pada

perempuan mulai aktif menghasilkan sel telur atau ovum (Proverawati dan

Misaroh, 2009).

Perkembangan ini selanjutnya diikuti oleh munculnya ciri-ciri kelamin

sekunder. Ciri kelamin sekunder pada remaja berupa perubahan fisik yang terjadi

pada laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki adalah tumbuhnya kumis dan

(21)

diketiak dan sekitar alat kelamin, serta membesarnya panggul. (Proverawati dan

Misaroh, 2009)

2. Menarke

2.1 Pengertian Menarke

Menarke adalah menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia

10-16 tahun atau pada masa awal remaja sebelum memasuki usia reproduksi.

Menstruasi adalah perdarahan periodik dan siklik dari uterus disertai

pengelupasan endometrium. Menarke merupakan suatu tanda awal adanya

perubahan lain seperti pertumbuhan payudara, pertumbuhan rambut daerah pubis

dan aksila, serta distribusi lemak pada daerah pinggul. Menarke merupakan

pertanda adanya suatu perubahan status sosial dari anak-anak ke dewasa. Pada

studi antar budaya, menarke mempunyai variasi makna termasuk rasa tanggung

jawab, kebebasan dan harapan untuk memulai bereproduksi (Proverawati dan

Misaroh, 2009).

Menarke merupakan suatu tanda yang penting bagi seorang wanita yang

menunjukan adanya produksi hormon yang normal yang dibuat oleh hipotalamus

dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus. Selama sekitar dua tahun

hormon-hormon ini akan merangsang pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder

seperti pertumbuhan payudara, perubahan-perubahan kulit, perubahan siklus,

pertumbuhan rambut ketiak dan rambut pubis serta bentuk tubuh (Proverawati

(22)

Perasaan bingung, gelisah, tidak nyaman selalu menyelimuti perasaan

seorang wanita yang mengalami menarke. Perasaan tidak nyaman ini disebabkan

karena selama menstruasi voleume air didalam tubuh kita berkurang. Gejala lain

yang dirasakan yaitu sakit kepala, pegal-pegal dikaki dan di pinggang untuk

beberapa jam, kram perut dan sakit perut, sebelum periode ini terjadi biasanya ada

beberapa perubahan emosional, perasaan suntuk, marah dan sedih yang

disebabkan oleh adanaya pelepasaan beberapa hormon. (Proverawati dan Misaroh,

2009).

2.2 Usia Menarke

Usia saat seorang anak perempuan mulai mendapat menarke sangat

bervariasi. Di inggris usia rata-rata untuk mencapai menarke adalah 13,1 tahun,

sedangkan suku bundi di Papua Nugini menarke dicapai pada usia 18,8 tahun.

Terdapat kecendrungan bahwa saat ini anak mendapat menstruasi pertama kali

pada usia yang lebih muda. Ada yang berusia 12 tahun saat dia mendapat

menstruasi pertama kali, tapi ada juga yang pada usia 8 tahun sudah memulai

siklusnya (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Usia rata-rata menarke di Eropa saat ini mengalami percepatan yaitu 12-13

tahun dibandingkan dengan seabad yang lalu, yaitu 14-15 tahun. Walaupun

terdapat variasi yang tinggi, usia menarke tampaknya terus menurun dengan

kecepatan sekitar 3 bulan per dekade. Berbagai pengaruh usia menarke telah

diteliti, misalnya fotoperiod dan massa tubuh. Salah satu perkiraan adalah usia

(23)

pajanan individu terhadap cahaya. Teori lain mengatakan bahwa hal tersebut

berkaitan dengan peningkatan gizi (Coad & Melvyn, 2007).

Sekarang usia gadis remaja pada waktu menarke bervariasi, yaitu antara

12-15 tahun (Saryono, 2009). Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia pada

tahun 1932 rata-rata usia menarke adalah 15 tahun, pada tahun 1948 rata-rata usia

menarke 14,63 tahun, tahun 1976 rata-rata usia menarke sebesar 13,58 tahun dan

pada tahun 1992 rata-rata usia menarke adalah 12,69 tahun. Hal ini dapat

menunjukan di Indonesia juga terdapat kecendrungan bahwa saat ini anak

mendapat menstruasi pertama kali pada usia yang lebih muda (Proverawati &

Misaroh, 2009).

Demikian pula di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

melaporkan terjadi penurunan usia menarke di Indonesia. Di Sumatera Utara,

jumlah remaja yang sedang mengalami pubertas berjumlah sekitar 1,5 juta atau

1,2% dari total penduduk pada tahun 2007. Kejadian yang penting pada pubertas

ialah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri kelamin sekunder, menarke

dan perubahan psikis (Sarwono 2007 dalam Aishah, 2011)

Penelitian yang dilakukan Tiwari (2005 dalam Derina 2011) mengatakan

usia menarke perlu diperhitungkan karena terdapatnya hubungan antara usia

menarke, usia disaat menikah, dan umur kelahiran bayi pertama. Menurunnya usia

menarke dapat berpengaruh terhadap mudanya usia pernikahan pada remaja putri.

Usia pernikahan yang terlalu dini akan mengakibatkan semakin muda pula

kemungkinan usia melahirkan seorang wanita, yang dapat menimbulkan banyak

(24)

pengasuhan dan perawatan bayi kelak, bahkan dapat pula terjadi kematian ibu

berkaitan dengan persalinan yang lama dan resiko pendarahan. Berdasarkan

penelitian, menarke yang terjadi pada usia yang lebih awal (<12 tahun) dapat

meningkatkan resiko seorang wanita untuk terkena kanker payudara.

2.3 Fisiologi Menarke

Wanita memiliki sepasang indung telur (ovarium) di sisi kanan dan kiri

rahim dimana masing-masing menyimpan sekitar 200.000 hinggga 400.000 telur

yang belum matang. Pada masa kanak-kanak ovarium dikatakan masih dalam

keadaan istirahat, belum menunaikan fungsinya dengan baik. Setelah masa

pubertas maka terjadi maka terjadi pematangan pada orga-organ reproduksi.

Sekali dalam satu bulan dipertengahan siklus menstruasi akan mengeluarkan sel

telur yang matang dari satu atau kedua indung telur. kejadian ini dinamakan

ovulasi sel telur yang telah matang maka kemudian akan dilepaskan dari ovarium

yang kemudian menuju tuba falopi yang siap untuk dibuahi, bila tidak ada sperma

yang masuk maka sel telur akan menuju rahim. Hormon esterogen akan

bekerjasama dengan FSH membantu sel telur tumbuh dalam rahim dan

memberikan signal kepada rahim untuk mempersiapkan diri didalam penerimaan

sperma bersarang. Jika sel telur yang telah dilepaskan tidak dibuahi, maka

endometrium akan meluruh dan dikeluarkan dari vagina dalam bentuk darah haid

yang disebut menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009)

Darah haid biasanya berjumlah antara 35 dan 95 ml dan terdiri dari debris

endometrium dan darah. Pengeluaran darah dibatasi oleh vasokonstriksi arteri

(25)

lurus. Saat sekresi esterogen kembali pada permulaan siklus berikutnya, esterogen

merangsang penyembuhan dan pertumbuhan jaringan baru. Volume rata-rata

darah yang hilang adalah 50 ml yang mengandung zat besi sekitar 0,7 mg, suatu

kehilangan yang tepat disamakan oleh penyerapan zat besi dari makanan (Coad &

Melvyn, 2007).

Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90 % wanita

memiliki siklus 25-35 hari dan hanya 10-15 % yang memiliki panjang siklus 28

hari, namun beberapa wanita memiliki siklus yang tidak teratur. Panjang siklus

menstruasi dihitung dari hari pertama periode menstruasi yaitu hari dimana

perdarahan dimulai sampai hari terakhir yaitu 1 hari sebelum perdarahan

menstruasi bulan berikutnya (Saryono & Waluyo, 2009).

Saat siklus menstruasi, tarjadi perubahan pada selaput lendir rahim yang

berulang dari hari ke hari. Selama 1 bulan mengalami 4 masa stadium. Stadium

menstruasi (Desquamasi) pada masa ini endometrium terlepas dari dinding rahim

disertai dengan perdarahan, hanya lapisan tipis tertinggal disebut stratum basale.

Stadium ini berlangsung selama 4 hari. Melalui haid, kelar darah,

potongan-potongan endometrium, dan lendir dari serviks. Darah ini tidak membeku karena

adanya femen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan-potongan mukosa. Banyaknya perdarahan selama haid ± 50 cc. Stadium post

menstruum (Regenerasi) luka yang terjadi karena endometrium terlepas, lalu

berangsur-angsur ditutup kembali oleh selaput lendir baru dari sel epitel kelenjar

endometrium. Pada masa ini, tebal endometrium kira-kira 0,5 mm. Stadium ini

(26)

endometrium tumbuh menjadi tebal ± 3,5 mm, kelenjar-kelenjarnya tumbuh lebih

cepat dari jaringan lain. Stadium ini berlangsung ±5-14 hari dari hari pertama

haid. Staduim pra menstruum (sekresi) pada stadium ini, endometrium tetap tebal,

tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang dan berliku-liku serta

mengeluarkan getah. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur

yang diperlukan sebagai makanan untuk sel telur. Perubahan ini dilakukan untuk

mempersiapkan endometrium dalam menerima sel telur (Syaifuddin, 2009).

Menarke biasanya terjadi tiga sampai delapan hari, namun rata-rata lima

setengah hari. Dalam satu tahun setelah terjadinya menarke, ketidakteraturan

menstruasi masih sering dijumpai. Ketidakteraturan menstruasi adalah kejadian

biasa yang dialami oleh para remaja putri. Sekitar dua tahun setelah menarke akan

terjadi ovulasi. Ovulasi tidak harus terjadi setiap bulan tetapi dapat terjadi setiap

dua atau tiga bulan (Proverawati dan Misaroh, 2009).

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usia Menarke

Kombinasi dari pengaruh genetik, fisik, emosional, dan lingkungan dapat

mempengaruhi Usia menarke. Usia menarke anak cenderung mirip dengan usia

menarke ibu. Anak perempuan dengan postur tubuh yang lebih besar dan

payudaranya telah berkembang cenderung lebih banyak mendapatkan menstruasi

lebih awal. Nutrisi juga merupakan faktor lainnya, karena sangat berperan dalam

masa tumbuh kembang anak (Ellis & Graber, 2000 dalam Papalia, Old &

(27)

2.4.1 Status Gizi

Status gizi seorang wanita akan sangat berpengaruh terhadap sistem

reproduksinya. Kecukupan zat gizi diperlukan dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan tubuh. Jika terjadi kekurangan unsur gizi khususnya pada masa pra

pubertas dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual pada saat

memasuki remaja. Bagi remaja wanita, status gizi sangat mempengaruhi

terjadinya menarke, baik dari faktor usia terjadinya menarke, adanya

keluhan-keluhan selama menarke maupun lamanya hari menarke. Secara psikologis wanita

remaja yang pertama sekali mengalami haid akan mengeluhkan rasa nyeri dan

kurang nyaman, tetapi pada beberapa remaja keluhan-keluhan tersebut tidak

dirasakan, hal ini dipengaruhi oleh nutrisi yang adekuat yang dapat dikonsumsi

(Sibagariang, 2010).

Nutrisi mempengaruhi kematangan seksual pada gadis yang mendapat

menstruasi pertama lebih dini, mereka cenderung lebih berat dan lebih tinggi

dibandingkan dengan mereka yang belum menstruasi pada usia yang sama.

Sebaliknya pada gadis yang menstruasinya terlambat, beratnya lebih ringan dari

pada yang sudah menstruasi pada usia yang sama walaupun tinggi badan mereka

sama (Soetjiningsih, 2004). Hal ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan

Munda, Wagey &Wantania (2013) mengenai hubungan indeks masa tubuh dengan

usia menarke mendapatkan hubungan yang bermakna antara IMT dengan usia

menarke.

Supriasa, Fajar, Bakri (2001) mengatakan bahwa status gizi berhubungan

(28)

semakin tinggi kadar leptin yang disekresikan dalam darah. Leptin ini berfungsi

untuk pengatur jaringan syaraf, dan fungsi reproduksi. Pada fungsi reproduksi

leptin ini berpengaruh terhadap metabolisme Gonadothropin Releazing Hormone

(GnRH). Pelepasan GnRH ini akan memengaruhi kematangan reproduksi yang

selanjutnya memicu pengeluaran Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan

Letuinizing Hormone (LH) di ovarium sehingga terjadi pematangan folikel dan pembentukan esterogen Status gizi remaja dapat ditentukan dengan melakukan

pengukuran antopometri Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus penghitung IMT

dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 2.1 Perhitungan Indeks Massa tubuh

Setelah hasil perhitungan IMT diketahui, gunakan tabel klasifikasi IMT/U untuk

mengetahui status gizi remaja putri apakah sangat kurus, kurus, normal, gemuk,

atau obesitas. Tabel Klasifikasi IMT dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Penggolongan Status Gizi dengan IMT/U untuk usia 6-18 tahun Riskesdas (2010)

IMT = _________Berat badan (Kg)________ Tinggi badan (m) X Tinggi badan (m)

Status IMT/U

Sangat kurus <-3 SD

Kurus -3 SD s/d <-2 SD

Normal -2 SD s/d +1 SD

Gemuk >1s/d+2 SD

(29)

2.4.2 Genetik

Usia menarke dipengaruhi oleh keturunan. Menurut Karapanou dan

Papadimitriou, (2010) bukti untuk pengaruh keturunan didapati bahwa usia

menarke ibu cenderung dapat memprediksi usia menarke anak. Didapati

polimorfisme gen reseptor estrogen a (ERa) dapat mengubah aktivitas biologis pada tingkat seluler dan mempengaruhi kematangan aksis

hipotalamus-pituitari-gonad, yang menentukan bermulanya menarke

Penelitian yang dilakukan Putri (2009) menyatakan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara usia menstruasi pertama ibu (genetik) dengan usia

menarke responden. Hubungan ini diduga berkaitan dengan lokus yang mengatur

estrogen yang diwariskan. Pada waktu terjadi kematangan seksual, seorang gadis

mengikuti menstruasi pertama ibunya. Umur menarke ibu dapat mempengaruhi

kecepatan pertumbuhan badan anak sehingga mempengaruhi waktu menarkenya.

Pengaruh genetik juga muncul dari ayah. Gen dapat menurunkan ekspresi

karakteristik yang disebut alel. Setiap orang menerima sepasang alel,

masing-masing satu dari setiap orang tua mereka. Ketika sepasang alel ini bersifat sama

maka orang tersebut homozigot secara karakteristik dan ketika tidak sama maka

orang tersebut heterozigot secara karakteristik. Pewarisan seseorang yang

heterozigot untuk sifat tertentu akan dikontrol oleh alel yang dominan, dengan

kata lain apabila keturunannya menerima 2 alel yang bertolak belakang hanya

akan ada 1 dari mereka yang dominan yang akan di ekspresikan (Papalia, Old &

Feldman, 2008). Ayah yang cenderung agresif, impulsif, dan matang secara

(30)

perkawinan dan penelantaran keluarga. Hal ini akan diturunkan kepada anak

perempuannya karena diduga berasal dari gen yang sama, dimana anak

perempuannya cenderung mendapat menarke lebih dini serta aktifitas seksual

sebelum waktunya (Comings, 2002 dalam Papalia, et al., 2008).

Sebuah analisis genetik terhadap 121 pria dan 164 wanita yang tidak saling

memiliki hubungan, yang difokuskan kepada variasi androgen reseptor (AR) terkait jenis kelamin, yang membawa kromosom x dari ayah yang dapat

ditransisikan kepada anak perempuan, tetapi tidak kepada anak laki-laki karena

anak laki laki hanya mewarisi kromosom y dari ayah, diperoleh bahwa pria

dengan alel tersebut cenderung agresif, impulsif, dan matang secara seksual

sebelum waktunya, sedangkan wanita dengan alel yang sama cenderung memiliki

menarke dini (Comings, 2002 dalam Papalia, et al., 2008).

2.4.3 Status sosial ekonomi

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap waktu terjadinya menarke. Salah

satunya yaitu lingkungan keluarga yang harmonis dan adanya keluarga besar yang

baik dapat memperlambat terjadinya menarke dini, sedangkan anak yang tinggal

ditengah-tengah keluarga yang tidak harmonis dapat mengakibatkan terjadinya

menarke dini. Selain itu ketidakhadiran seorang ayah ketika ia masih kecil

(berusia < 7 tahun), adanya tindakan kekerasan seksual pada anak dan adanya

konflik pada keluarga merupakan faktor yang berperan penting pada terjadinya

menarke dini (Proverowati & Misaroh. 2009).

Bagi anak perempuan, lemahnya atau ketidakhadiran sosok ayah dalam

(31)

tidak adanya perlindungan dalam kesehariannya. Hal ini mempengaruhi

pandangannya terhadap lawan jenis, diri sendiri, dan dunia sekitarnya dan

memacu anak mengalami pubertas yang lebih cepat, khususnya menarke.

Ellis (2002) menyatakan bahwa seorang ayah yang secara emosional

memiliki hubungan positif dengan anak perempuannya sejak usia 5-7 tahun, anak

nya akan lebih lambat mengalami pubertas serta menstruasi. Hal ini disebabkan

anak tersebut terlatih dengan sosok laki-laki yang diisi oleh ayahnya. Secara

ilmiah dapat dijelaskan bahwa anak perempuan terlatih menerima sensasi

pheromones, yakni hormon yang dihasilkan oleh kelenjar manusia yang member

respon seksual terhadap lawan jenis. Hormone ini lah yang menimbulkan rasa

suka, cinta dan membangkitkan gairah seksual terhadap lawan jenis.

Studi longitudinal menyatakan bahwa hubungan dengan ayah bisa jadi

merupakan kunci dari penentuan waktu terjadinya puber. Anak perempuan yang

memiliki relasi yang dekat dan suportif dengan orang tua mereka terutama dengan

ayah, menunjukkan perkembangan pubertas yang lebih lamban dibandingkan

anak perempuan dengan hubungan yang dingin atau berjarak, atau mereka yang

dibesarkan oleh ibu tunggal (Ellis, 1999 dalam Papalia, et al., 2008).

Anak perempuan yang dekat dengan ayah lebih lambat mengalami

pubertas dan menstruasi. Masa pubertas banyak disokong oleh kematangan organ

seksual anak. Seorang anak yang tidak begitu dekat dengan ayah, tidak akan

terbiasa dengan sosok laki-laki. Sehingga ketika ada teman laki-laki yang dekat, ia

merasakan sensasi yang tidak sewajarnya. Ia akan memberikan sinyal kewanitaan

(32)

kematangan organ seksual anak, sehingga ia cepat mengalami menstruasi (Ellis,

2002).

Efek psikologis masa terjadinya pubertas tergantung kepada bagaimana

remaja tersebut dan orang disekitarnya menginterprestasikan perubahan yang

menyertai hal tersebut. Namun menarke dini sering dengan dihubungkan dengan

depresi dan perilaku kekerasan pada anak (Stice, Presnell & Bearman, 2001 dalam

papalia, et al., 2008).

Status sosial ekonomi berhubungan dengan penghasilan orang tua

perbulan. Penghasilan orang tua dapat digolongkan menjadi rendah dan tinggi

sesuai dengan upah minimum yang telah ditetapkan diprovinsi. Berdasarkan

keputusan Gubernur Sumatera Utara maka Upah Minimum Provinsi (UMP) yang

telah ditetapkan ialah Rp 1.650.000.

Penghasilan orang tua berhubungan dengan gaya hidup dan kondisi

psikologis remaja, dengan penghasil orang tua yang lebih tinggi akan meningkat

daya beli dan gaya hidup keseharian. Remaja dalam kondisi keadaan sosial

ekonomi orang tua yang tinggi akan di penuhi kebutuhan keseharian seperti

fasilitas akses informasi dari media massa (elektronik dan cetak) sehingga remaja

memperoleh informasi yang lebih terbuka, kebutuhan akan makanan bergizi,

kecendrungan mengkonsumsifast fooddan soft drink(Rofiatul 2013).

Studi di India mengatakan bahwa remaja putri dengan status sosial

ekonomi tinggi lebih awal 3 tahun untuk mencapai menarke dari remaja putri

(33)

Nyoman, Bakri, dan Fajar (2001) mengemukakan bahwa faktor sosial

ekonomi ikut mempengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut

meliputi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan keluarga. Faktor ini akan

berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga mempengaruhi masukan zat gizi

anak yang pada akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah akan

mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu.

2.4.4 Keterpaparan terhadap media informasi orang dewasa

Pada saat ini seorang anak cenderung mengalami pubertas dalam usia yang

lebih dini. Di Amerika Serikat sendiri, banyak anak yang sudah mencapai usia

pubertas pada usia 7 tahun. Salah satu kemungkinan faktor penyebabnya adalah

semakin banyaknya tontonan di televisi yang merubah keseimbangan hormonal

dalam tubuh sehingga mendorong terjadinya pubertas yang lebih awal

(Proverowati & Misaroh, 2009).

Faktor penyebab menarke juga disebabkan rangsangan dari luar.

Rangsangan tersebut berupa film film seks, buku-buku bacaan dan majalah

majalah bergambar seks yang umumnya untuk kalangan dewasa, godaan dan

rangsangan dari kaum pria, pengamatan secara langsung terhadap perbuatan

seksual yang diduga dapat memperlambat atau mempercepat usia menarke

(Kartono, 1992).

Rangsangan audio visual baik berasal dari percakapan maupan tontonan

dari film-film atau internet berlabel dewasa, atau mengumbar sensualitas dapat

(34)

tersebut kemudian merangsang sistem reproduksi dan genital untuk lebih cepat

matang (Proverowati & Misaroh, 2009).

Keterpaparan media informasi orang dewasa ini berupa media cetak dan

media elektronik, maupun keterpaparan secara langsung seperti mendapatkan

penyuluhan untuk orang dewasa misalnya penyuluhan tentang kesehatan

reproduksi.

Dikatakan terpapar media cetak apabila pernah membaca buku

bacaan/tabloid/majalah/koran untuk orang dewasa, tidak terpapar apabila tidak

pernah membaca buku bacaan/tabloid/majalah/koran untuk orang dewasa.

Dikatakan terpapar media elektronik apabila menonton televisi untuk jam tayang

dewasa lebih dari 3 kali dalam seminggu dan pernah menonton film/VCD/DVD

yang dapat membangkitkan gairah seksual (Matondang, 2003 dalam Putri 2009),

serta pernah mendengar cerita yang dapat membangkitkan gairah seksual baik dari

radio maupun dari temannya. Menurut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

ketentuan untuk jam tayang dewasa adalah pukul 22.00-03.00 WIB, karena itu

(35)

1. Kerangka Konseptual

Faktor faktor yang mempengaruhi usia menarke yang menjadi variabel

independen dalam penelitian ini adalah status gizi, genetik, sosial ekonomi,

keterparparan media informasi orang dewasa. Kerangka konsep pada penelitian

dapat digambarkan dalam skema berikut

Skema 3.1 Kerangka Konseptual Status Gizi

Genetik

1. Usia Menarke Ibu 2. Sifat ayah yang

agresif dan impulsif

Sosial Ekonomi

1. Kehadiran ayah semasa kecil

2. Kedekatan dengan ayah

3. Pendidikan orang tua 4. Pekerjaan orang tua 5. Penghasilan orang tua

Usia Menarke

(36)

2. Defenisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Usia menarke Usia kejadian menstruasi

(37)

2 Kedekatan

(38)

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan

pendekatan potong lintang (cross sectional) yaitu observasi dan pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan pada satu waktu, setiap subjek

hanya dikenai satu kali pengukuran tanpa dilakukan tindak lanjut (Suryono,

2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah usia menarke sedangkan

variabel independennya adalah status gizi, genetik, status sosial ekonomi dan

keterpaparan media informasi orang dewasa pada siswi SMP Negeri 30 Medan.

2. Populasi dan sampel 2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMP Negeri 30 yang

terdiri dari siswi kelas VII, VIII, IX sebanyak 444 orang.

2.2 Sampel

Arikunto (2006) mengatakan bahwa penentuan jumlah sampel dapat

didasarkan pada persentase dari besarnya subjek penelitian. Bila subjeknya kurang

dari 100 sebaiknya diambil semua, tetapi bila jumlah subjek besar dapat diambil

antara 10-15% atau 20-25 % tergantung kemampuan peneliti dilihat dari waktu,

tenaga, dana serta luas wilayah pengamatan. Karena itu dalam penelitian ini

peneliti akan mengambil sampel sebanyak 20 % dari populasi, yaitu 20 % dari

(39)

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling

dengan kriteria inklusi yaitu Siswi yang telah mengalami menarke dan bersedia

menjadi responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 30 Medan dengan pertimbangan lokasi

yang dapat dijangkau oleh peneliti, jumlah responden yang memadai, efesiensi

waktu dan biaya. Penelitian dilakukan mulai bulan september 2014 sampai bulan

juni 2015.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari komite etik Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengirimkan surat ke Dinas

Pendidikan Kota Medan untuk dapat memberikan surat izin melakukan penelitian

di SMP Negeri 30 Medan. Setelah mendapat surat izin dari Dinas Pendidikan

Kota Medan, peneliti mengirimkan surat tersebut ke SMP Negeri 30 Medan

sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari Kepala Sekolah

peneliti mulai mengumpulkan data dengan memberikan lembar persetujuan

(informed consent) kepada responden yang akan diteliti. Sebelum responden

mengisi dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti menjelaskan maksud,

tujuan, prosedur penelitian dan penelitian ini bersifat sukarela sesuai dengan

ketentuan yang berlaku tanpa adanya tekanan baik secara fisik maupun psikologis.

Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian

(40)

Jika responden tidak bersedia, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati

keputusannya (self determination).

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya mencantumkan

kode dan inisial pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi

yang akan diberikan oleh responden akan dijamin dalam peneltian ini, dan data

yang diperoleh dalam peneltian ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitan

(Confidentiality).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam peneitian ini adalah kuesioner,

timbangan berat badan dan microtoise. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data responden meliputi, karakteristik responden (kelas, Usia,

Usia menarke), status gizi ( terdiri dari 4 pertanyaan yang diisi oleh peneliti

setelah melakukan pengukuran antopometri), Genetik responden (pertanyaan

nomor 1 dan 2) status sosial ekonomi (pertanyaan nomor 3,4,5,6,7) dan

keterpaparan media informasi orang dewasa (pertanyaan nomor 8,9,10,11,12,13).

6. Validitas dan Reabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu

instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan. Kuesioner telah diuji menggunakan uji validitas isi.dengan nilai CVI

0,83 maka dapat dinyatakan kuesioner telah valid.

Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat ukur

dapat mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang baik

(41)

pada kelompok sampel. Uji reliabilitas akan dilakukan pada 30 responden diluar

sampel yang memenuhi kriteria menggunakan uji KR 21 dengan nilai r 0,74

maka instrumen dinyatakan reliabel.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diakukan dengan mengirimkan surat ke Dinas

Pendidikan Kota Medan untuk dapat memberikan surat izin melakukan penelitian di SMP

Negeri 30 Medan. Setelah mendapat surat izin dari Dinas Pendidikan Kota Medan,

peneliti mengirimkan surat tersebut ke SMP Negeri 30 Medan sebagai tempat penelitian.

Peneliti kemudian melakukan koordinasi dengan kepala sekolah mengenai jadwal

pelaksanaan penelitian, selanjutnya peneliti mulai mengumpulkan data ke

kelas-kelas dengan terlebih dahulu meminta persetujuan pada guru yang mengajar di

kelas tersebut.

8. Analisa Data

Proses analisa data dimulai dengan editing yaitu memeriksa data hasil pengisian kuesioner apakah terdapat kekeliruan atau tidak adanya pengisian.

Setelah proses editing selesai, tahap selanjutnya adalah proses coding yaitu mengklasifikasikan data yang didapat dengan memberikan kode atau tanda berupa

angka pada masing- masing kategori. Selanjutnya adalah scoring yaitu pemberian

nilai kepada setiap jawaban dari responden sesuai ketentuan pada aspek

pengukuran. Tahap berikutnya adalah memasukan data ke perangkat lunak

komputer. Data yang telah diperoleh, ditabulasikan, diolah dan disajikan dalam

bentuk statistik deskriptif univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan

(42)

usia menarke, status gizi, genetik, status sosial ekonomi, dan keterpaparan media

informasi dewasa. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara

(43)

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi usia menarke yang diperoleh dari

pengumpulan data terhadap 100 orang siswi SMP Negeri 30 Medan. Penelitian ini

dilakukan pada tanggal 30 april sampai 9 mei 2015. Penyajian data penelitian ini

meliputi deskriptif karakteristik responden, analisis univariat, dan analisis

bivariat.

1.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini jumlah responden sebanyak 100 orang. Adapun

karakteristik responden yang akan dipaparkan meliputi kelas, usia, dan usia

menarke.

Data yang diperoleh berdasarkan kelompok kelas, distribusi responden

terbanyak pada kelompok kelas 7 yaitu sebanyak 34 %. Berdasarkan usia,

diketahui bahwa rata-rata usia responden ialah 13.4 tahun dengan simpangan

baku 0,94. Distribusi responden terbanyak ialah pada kelompok umur 13 tahun

sebanyak 36 % dan terendah pada kelompok umur 15 tahun sebanyak 12 %.

Berdasarkan usia menarke, diketahui bahwa rata-rata usia menarke responden

ialah 12 tahun dengan simpangan baku 0.90. Usia menarke termuda pada usia 10

(44)

kelompok usia menarke 12 tahun sebanyak 47 %, dan terendah pada kelompok

usia menarke 10 tahun sebanyak 4 %.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Karakteristik

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

dari seluruh variabel yang diteliti meliputi usia menarke, status gizi, genetik,

status sosial ekonomi, dan keterpaparan media informasi dewasa

1.2.1Gambaran Usia Menarke Responden

Berdasarkan pengelompokan usia menarke yang dikelompokan menjadi 3

(45)

tahun), menunjukan distribusi responden terbanyak pada kelompok usia menarke

normal yaitu sebanyak 73 %.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pengelompokan usia menarke responden Usia menarke Frekuensi

1.2.2 Gambaran Status Gizi Responden

Untuk melihat status gizi responden digunakan pengukuran antopometri

indeks masa tubuh menurut kemenkes, 2010. Sebaran gizi responden berdasarkan

IMT/U terbanyak pada status gizi normal yaitu 85% sedangkan yang berstatus

gizi kurus hanya 2%.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi status gizi responden Status Gizi Frekuensi

Faktor genetik dilihat dari usia menarke ibu dan genetik turunan dari ayah.

Usia menarke ibu adalah usia dimana ibu responden pertama kali mendapatkan

menstruasi. Distribusi responden berdasarkan usia menarche ibu yang terbanyak

(46)

sebanyak 4%. Distribusi responden berdasarkan genetik dari ayah berada pada

kategori tidak ada sebanyak 90% sedangkan kategori ada sebanyak 10%.

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi genetik responden

1.2.4 Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi meliputi keberadaan ayah semasa kecil, kedekatan

responden dengan ayah, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan

penghasilan orang tua. Distribusi responden berdasarkan kehadiran ayah semasa

kecil sebanyak 91% adanya kehadiran ayah semasa kecil, sedangkan

ketidakhadiran ayah semasa kecil sebanyak 9%. Distribusi responden berdasarkan

kedekatan dengan ayah sebanyak 32% menyatakan lebih dekat dengan ayah dari

pada ibu, sebaliknya 68% lebih dekat dengan ibu dari pada ayah. Distribusi

responden berdasarkan pendidikan orang tua sebanyak 79% dalam kategori

pendidikan tinggi dan 21% pendidikan rendah. Distribusi responden berdasarkan

pekerjaan orang tua terbanyak ialah bekerja sebagai wirasswasta/ pegawai swasta

sebanyak 46%, sebaliknya terendah bekerja sebagai dosen/guru sebanyak 2%.

(47)

Distribusi responden berdasarkan penghasilan orang tua pada penghasilan tinggi

sebanyak 67% dan penghasilan rendah 33%.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi status sosial ekonomi responden

1.2.5 Keterpaparan Media Informasi Dewasa

Keterpaparan media informasi dewasa ialah keterpaparan responden

terhadap media informasi yang diperuntukan bagi orang dewasa berupa media

(48)

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi keterpaparan media informasi dewasa responden

Keterpaparan Media Informasi Dewasa

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Terpapar tidak terpapar

7 93

7 93

Total 100 100

1.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen (status gizi, genetik, sosial ekonomi, dan keterpaparan media

informasi dewasa) dengan variabel dependen (usia menarke).

1.3.1 Hubungan Status Gizi dengan Usia Menarke Responden

Berdasarkan hasil penelitian status gizi, terdapat 3 kategori status gizi

yaitu status gizi kurus, normal dan gemuk. Namun karena terdapat nilai harapan

kurang dari 5 lebih dari 20 % maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan

uji chi-square, sehingga dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel, yaitu

dengan menggabungkan kategori status gizi kurus dan gemuk menjadi 1 sel,

sehingga dapat dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan uji chi-square

hubungan antara status gizi dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden

yang memiliki usia menarke cepat dengan status gizi normal sebanyak 23%,

responden yang memiliki usia menarke cepat dan status gizi kurus dan gemuk ada

sebanyak 4%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan status gizi

normal ada sebanyak 62% dan responden yang memiliki usia menarke normal

(49)

Tabel 5.7 Hubungan status gizi dengan usia menarke responden

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value1,000 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian menarke antara

status gizi dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan

antara status gizi dengan status menarke).

1.3.2 Hubungan Genetik Dengan Usia Menarke Responden

1. Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden

Berdasarkan hasil penelitian usia menarke ibu, terdapat 3 kategori yaitu

usia cepat, normal dan lambat. Namun karena terdapat nilai harapan kurang dari 5

lebih dari 20 % maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi-square, sehingga dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel, yaitu dengan

menggabungkan kategori usia lambat dan normal menjadi 1 sel, sehingga dapat

dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara usia

menarke ibu dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden

yang memiliki usia menarke cepat dengan usia menarke ibu cepat ada sebanyak

5%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan usia menarke ibu

normal dan lambat ada sebanyak 22%. Responden yang memiliki usia menarke

normal dengan usia menarke ibu cepat ada sebanyak 1% dan responden yang

(50)

Tabel 5.8 Hubungan usia menarke ibu dengan usia menarke responden

Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,005 (< α 0,05),

maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian antara usia menarke ibu

dengan usia menarke responden (ada hubungan yang signifikan antara usia

menarke ibu dengan usia menarke responden).

2. Hubungan Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan Usia Menarke

Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden

yang memiliki usia menarke cepat dengan genetik dari ayah ada sebanyak 7%,

responden yang memiliki usia menarke cepat tanpa genetik dari ayah ada

sebanyak 20%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan genetik

dari ayah ada sebanyak 3% dan responden yang memiliki usia menarke normal

(51)

Tabel 5.9 Hubungan Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia

Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,004 (< α 0,05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian antara Sifat ayah yang

agresif dan impulsif dengan usia menarke responden (ada hubungan yang

signifikan antara Sifat ayah yang agresif dan impulsif dengan usia menarke

responden).

1.3.3 Hubungan Status Ekonomi dengan Usia Menarke Responden

1. Hubungan ketidakhadiran Ayah Semasa Kecil dengan Usia Menarke

Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden

yang memiliki usia menarke cepat dengan ketidakhadiran ayah semasa kecil ada

sebanyak 3%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan kehadiran

ayah semasa kecil ada sebanyak 24%. Responden yang memiliki usia menarke

normal dengan ketidakhadiran ayah semasa kecil ada sebanyak 6% dan responden

yang memiliki usia menarke normal dengan kehadiran ayah semasa kecil ada

(52)

Tabel 5.10 Hubungan ketidakhadiran ayah dengan usia menarke responden

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,669 ( > α 0,05),

maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian ketidakhadiran

ayah semasa kecil dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang

signifikan antara ketidakhadiran ayah semasa kecil dengan usia menarke

responden).

2. Hubungan Kedekatan dengan Ayah dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-squarehubungan antara Kedekatan dengan Ayah dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki

usia menarke cepat dan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah dari

pada ibu ada sebanyak 6%, responden yang memiliki usia menarke cepat dan

tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah ada sebanyak 21%.

Responden yang memiliki usia menarke normal dan memiliki hubunngan yang

lebih dekat dengan ayah ada sebanyak 26% dan responden yang memiliki usia

menarke normal dan tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ayah ada

(53)

Tabel 5.11 Hubungan kedekatan dengan ayah dengan usia menarke

Berdasarkan hasil uji statistic chi-squaredidapatp value 0,301( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian kedekatan dengan

ayah dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara

kedekatan dengan ayah semasa kecil dengan usia menarke responden).

3. Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara pendidikan orang tua dengan usia menarke responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki

usia menarke cepat dengan pendidikan orang tua tinggi ada sebanyak 5%,

responden yang memiliki usia menarke cepat dengan pendidikan orang tua rendah

ada sebanyak 22%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan

pendidikan orang tua tinggi ada sebanyak 16% dan responden yang memiliki usia

menarke normal dengan pendidikan orang tua rendah ada sebanyak 57%.

(54)

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,925 ( > α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian pendidikan orang

tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara

pendidikan orang tua dengan usia menarke responden).

4. Hubunngan Pekerjaan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden

Berdasarkan hasil penelitian ,pekerjaan orang tua dibagi menjadi 5

kategori yaitu PNS/BUMN, Dosen/Guru TNI/POLRI, Wiraswata/Pegawai swasta

dan lain-lain. Namun karena terdapat nilai harapan kurang dari 5 lebih dari 20 %

maka tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi-square, sehingga

dilakukan uji alternatif dengan penggabungan sel yaitu dengan menggabungkan 5

kategori tersebut menjadi 2 kategori yaitu kategori

PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri dan katregori bukan

PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri, sehingga dapat dilakukan uji chi-square. Setelah dilakukan ujichi-squarehubungan antara pekerjaan orangtua dengan usia

menarke menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke cepat

dengan pekerjaan orang tua PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak

5%, responden yang memiliki usia menarke cepat dengan pekerjaan orang tua

bukan PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak 22%. Responden yang

memiliki usia menarke normal dengan pekerjaan orang tua

PNS/BUMN/Dosen/Guru/TNI/Polri ada sebanyak 15% dan responden yang

memiliki usia menarke normal pekerjaan orang tua

(55)

Tabel 5.13 Hubungan pekerjaan orang tua dengan usia menarke responden

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value1.000 ( > α 0,05),

maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian Pekerjaan orang

tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara

pekerjaann orang tua dengan usia menarke responden).

5. Hubungan Penghasilan Orang Tua dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara penghasilan orangtua

dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia menarke

cepat dengan penghasilan orang tua tinggi ada sebanyak 21%, responden yang

memiliki usia menarke cepat dengan penghasilan orang tua rendah ada sebanyak

6%. Responden yang memiliki usia menarke normal dengan penghasilan orang

tua tinggi ada sebanyak 46% dan responden yang memiliki usia menarke normal

dengan penghasilan orang tua rendah ada sebanyak 27%.

(56)

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,248 (> α 0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian penghasilan orang

tua dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan yang signifikan antara

penghasilan orang tua dengan usia menarke responden).

1.3.4 Hubungan Keterpaparan Media Informasi dewasa dengan Usia Menarke Responden

Setelah dilakukan uji chi-square hubungan antara keterpaparan media

informasi dewasa dengan usia menarke menunjukkan bahwa responden yang

memiliki usia menarke cepat dan terpapar media informasi dewasa ada sebanyak

3%, responden yang memiliki usia menarke cepat dan tidak terpapar media

informasi dewasa ada sebanyak 24%. Responden yang memiliki usia menarke

normal dan terpapar media informasi dewasa ada sebanyak 4% dan responden

yang memiliki usia menarke normal dan tidak terpapar ada sebanyak 69%.

Tabel 5.15 Hubungan keterpaparan media informasi dewasa dengan usia menarke responden

Berdasarkan hasil uji statisticchi-squaredidapatp value0,384 ( > α 0,05),

maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi kejadian keterpaparan

media informasi dewasa dengan usia menarke responden (tidak ada hubungan

(57)

yang signifikan antara keterpaparan media informasi dewasa dengan usia

menarke responden).

2. Pembahasan

2.1 Status gizi dan usia menarke responden

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden dengan uji

statistik chi-square didapat nilai p 0,744 yang berarti tidak ada hubungan yang

signifikan antarara status gizi dengan usia menarke.

Kecukupan zat gizi diperlukan dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan tubuh. Jika terjadi kekurangan unsur gizi khususnya pada masa pra

pubertas dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seksual pada saat

memasuki usia remaja. Status gizi berhubungan dengan keadaan lemak dalam

tubuh. Semakin banyak penumpukan lemak, semakin tinggi kadar leptin yang

disekresikan dalam darah. Leptin ini berfungsi untuk pengatur jaringan syaraf, dan

fungsi reproduksi. Nutrisi mempengaruhi kematangan seksual pada gadis yang

mendapat menstruasi pertama lebih dini, mereka cenderung lebih berat dan lebih

tinggi dibandingkan dengan mereka yang belum menstruasi pada usia yang sama.

Sebaliknya pada gadis yang menstruasinya terlambat, beratnya lebih ringan dari

pada yang sudah menstruasi pada usia yang sama walaupun tinggi badan mereka

sama.

Hasill penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosanti (2013) dan Putri

(2009) yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara status gizi dan

(58)

Wagey dan Wantania (2013) yang menyatakan adanya hubunganbermakna antara

IMT dengan usia menarke.

Tidak adanya hubungan bermakna antara status gizi dan usia menarke ini

disebabkan karena responden penelitian homogen yaitu kebanyakan responden

yang berada pada status gizi normal, hal ini tentu tidak terlalu berpengaruh

terhadap usia yang menarke cepat dan lambat, karena apabila status gizi berada

pada kategori normal tentu usia menarkenya juga normal.

2.2 Hubungan Genetik dengan Usia Menarke responden

1. Hubungan Usia Menarke Ibu dengan Usia Menarke Responden

Hasil uji statistik chi-square menyatakan adanya hubungan yang

signifikan antara usia menarke ibu dengan usia menarke responden dengan nilai p

0.005. Berdasarkan teori salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian menarke

pada remaja putri adalah faktor genetik. Bukti untuk pengaruh keturunan didapati

bahwa usia menarke ibu cenderung dapat memprediksi usia menarke anak

(Karapanou, 2010).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2009) yang

menyatakan ada hubungan yang bermakna antara status genetik usia menarke ibu

dengan usia menarke responden, namun bertentangan dengan hasil penelitian

Karis (2011), Siswianti (2012) dan Rosanti (2013) yang menyatakan tidak ada

hubungan yang bermakna antara usia menarke ibu dengan usia menarke

Gambar

Tabel 2.2 Penggolongan Status Gizi dengan IMT/U untuk usia6-18 tahun Riskesdas (2010)
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pengelompokan usia menarke responden
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi genetik responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tuntutan tersebut menyangkut pembaharuansistem pendidikan, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah

Epstein, Relationships between perceived parental involvement in homework, student homework behaviors, and academic achievement: differences among elementary,

Seorang istri boleh melakukan beban ganda, yaitu bekerja di luar dan juga melakukan pekerjaan rumah tangga. Ibu dan suami berpersepsi terdapat perbedaan antara peran

Setiap konsekuen pada aturan yang berbentu IF-THEN harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru (pelatih) drumband di TK Kartika II-26 Bandar Lampung

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mencoba melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Penulisan makalah ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu (1) mengetahui perbedaan biaya perjalanan bagi mahasiswa yang menggunakan mobil dengan berkendara sendirian dan jasa

Burung Kepodang cukup dikenal dalam budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah, selain hanya karena Burung Kepodang merupakan fauna identitas provinsi Jawa Tengah, Burung Kepodang juga